Model sisa pakai kayu pdf

INDEKS KONDISI BANGUNAN DAN SISA MASA PAKAI KAYU KOMPONEN RUMAH TINGGAL SEDERHANA MUHAMMAD ARI KURNIAWAN DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2013

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Indeks Kondisi Bangunan dan Sisa Masa Pakai Kayu Komponen Rumah Tinggal Sederhana adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, November 2013

Muhammad Ari Kurniawan NIM E24090049

ABSTRAK

MUHAMMAD ARI KURNIAWAN. Indeks Kondisi Bangunan Dan Sisa Masa Pakai Kayu Komponen Rumah Tinggal Sederhana. Dibimbing oleh ARINANA dan EFFENDI TRI BAHTIAR.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kondisi bangunan dan sisa masa pakai kayu yang telah digunakan sebagai komponen rumah tinggal di Komplek Perumahan Alam Sinar Sari Jl. Delima E213 Cibeureum Darmaga, Bogor. Bahan yang digunakan pada penelitian kali ini adalah komponen kaso dan reng yang mengalami degradasi paling parah pada komponen rumah. Bangunan disurvei dan dinilai kondisi keseluruhan komponen rumah. Kemudian dilakukan pengujian rangkak ( creep ), pengujian fisis, dan pengujian mekanis terhadap contoh uji kayu komponen rumah untuk menduga sisa masa pakai kayu komponen rumah tersebut dengan penurunan model penduga sisa masa kayu. Akibat perbedaan waktu pembangunannya, rumah tersebut memiliki dua nilai kekokohan yang berbeda. Rumah bagian depan yang dibangun tahun 1996 memiliki nilai kekokohan sebesar 67.6%, sedangkan bagian belakang yang dibangun tahun 2002 nilai kekokohannya sebesar 80.2%. Hasil identifikasi jenis kayu, rumah bagian depan menggunakan kayu jenis Saninten ( Castanopsis sp.) sebagai reng dan kayu jenis Kamper ( Dryobalanops sp.) sebagai kaso. Sedangkan rumah bagian belakang menggunakan kayu jenis Bentawas ( Wrightia sp.) sebagai reng dan kayu jenis Meranti ( Shorea sp.) sebagai kaso. Berdasarkan hasil perhitungan sisa masa pakai kayu yang dilakukan terhadap kayu reng dan kaso penyusun struktur atap rumah tersebut, dapat diketahui bahwa sisa masa pakai kayu rumah bagian depan aman digunakan 3 tahun kedepan, dan 5 tahun ke depan untuk rumah bagian belakang. Informasi mengenai sisa masa pakai kayu tersebut dapat diaplikasikan untuk segera melakukan renovasi rumah tersebut.

Kata kunci: kaso, kondisi bangunan, masa pakai, reng, rumah tinggal sederhana

ABSTRACT

MUHAMMAD ARI KURNIAWAN. Building Performance Index and The Remaining Service Lifetime of Wood Component of Low Cost House. Supervised by ARINANA and EFFENDI TRI BAHTIAR.

The objective of this research was to understand the performances of the buildings and the remaining service lifetime of wood which have been used as components of low cost house, where it was at Alam Sinar Sari Residence Complex in Jl.Delima E213 Cibeureum Darmaga, Bogor. Materials used of this research were the rafters and battens which suffered the most severe degradation to both of these components. All building components were surveyed and assessed these performances. Then, creep testing, physical testing, and mechanical testing of the samples of the house are utilized to estimate the wood life service remain of the house, using the reducing of the estimation model. assessment result of the house performance was two different performances, which were respectively the front and the back of the house due to the time differences as building. The value of The objective of this research was to understand the performances of the buildings and the remaining service lifetime of wood which have been used as components of low cost house, where it was at Alam Sinar Sari Residence Complex in Jl.Delima E213 Cibeureum Darmaga, Bogor. Materials used of this research were the rafters and battens which suffered the most severe degradation to both of these components. All building components were surveyed and assessed these performances. Then, creep testing, physical testing, and mechanical testing of the samples of the house are utilized to estimate the wood life service remain of the house, using the reducing of the estimation model. assessment result of the house performance was two different performances, which were respectively the front and the back of the house due to the time differences as building. The value of

Key words: battens, building performance, life service, low cost housing, rafters

INDEKS KONDISI BANGUNAN DAN SISA MASA PAKAI KAYU KOMPONEN RUMAH TINGGAL SEDERHANA MUHAMMAD ARI KURNIAWAN

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Kehutanan pada Departemen Hasil Hutan

DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2013

Judul Skripsi : Indeks Kondisi Bangunan dan Sisa Masa Pakai Kayu Komponen Rumah Tinggal Sederhana Nama

: Muhammad Ari Kurniawan NIM

: E24090049

Disetujui oleh

Arinana, SHut, MSi Effendi Tri Bahtiar, SHut, MSi Pembimbing I

Pembimbing II

Diketahui oleh

Prof Dr Ir I Wayan Darmawan, MSc Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Subhanahu Wa T a’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Mei hingga Juli 2013 ini ialah Konstruksi Kayu, dengan judul Indeks Kondisi Bangunan dan Sisa Masa Pakai Kayu Komponen Rumah Tinggal Sederhana.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Arinana, SHut, MSi dan Bapak Effendi Tri Bahtiar, SHut, MSi sebagai dosen pembimbing yang telah banyak memberikan saran dan masukan dalam penyelesaian karya ilmiah ini. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Muhammad Irfan dari Laboratorium Rekayasa dan Desain Bangunan Kayu, Ibu Esti dari Laboratorium Teknologi Peningkatan Mutu Kayu, Syahrul Rachmad, Ardy Edo Saragih, Heraldy Risva, Hardiansyah Vaspintra, Romi Lase, Aditya Yumansyah, Mukhlis Wibawa, Sultan Indra Saputra, Robby Hakim Nugraha serta teman-teman Hasil Hutan 46 yang telah membantu selama pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Maman Rosidi SH, Desi Kartika, Mochammad Rizky Kurniawan, Nur Aulia Ramadhanti Kurnia, dan Devhiawati Kusmalinda serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, November 2013

Muhammad Ari Kurniawan

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL iv DAFTAR GAMBAR

iv DAFTAR LAMPIRAN

iv PENDAHULUAN

1 Latar Belakang

1 Tujuan Penelitian

1 Manfaat Penelitian

1 METODOLOGI

2 Waktu dan Tempat Penelitian

2 Alat dan Bahan Penelitian

2 Metode Penelitian

2 Penilaian Kondisi Bangunan

2 Identifikasi Jenis Kayu

4 Pengukuran Degradasi Mutu dan Kekuatan Kayu

1. Pengujian Sifat Mekanis

2. Pengujian Sifat Fisis

a. Kadar Air

b. Berat Jenis

c. Degradasi Kerapatan

7 Pendugaan Sisa Masa Pakai Kayu

3. Pengujian Rangkak ( Creep )

7 HASIL DAN PEMBAHASAN

8 Indeks Kondisi Bangunan

8 Identifikasi Jenis Kayu

9 Pengukuran Degradasi Mutu dan Kekuatan Kayu

1. Sifat Mekanis

2. Sifat Fisis

a. Kadar Air

b. Berat Jenis

c. Degradasi Kerapatan

13 Pendugaan Sisa Masa Pakai Kayu

3. Pengujian Rangkak ( Creep )

17 SIMPULAN DAN SARAN

19 Simpulan

19 Saran

19 DAFTAR PUSTAKA

19 LAMPIRAN

21 RIWAYAT HIDUP

DAFTAR TABEL

1 Teknik pembobotan pada tiap komponen rumah tinggal

2 Kategori nilai kondisi bangunan dan predikatnya

3 Hasil pengamatan identifikasi jenis kayu secara makroskopis

4 Nilai MOE dan MOR pada pengujian lentur

5 Hasil pengujian kadar air (KA) dan berat jenis (BJ)

6 Tegangan lentur yang masih dapat ditahan kayu kamper dalam setiap jangka waktu pembebanan

7 Sisa masa pakai kayu untuk keempat jenis contoh uji

DAFTAR GAMBAR

1 Bentuk dan ukuran contoh uji lentur

2 Beberapa kerusakan yang terjadi pada konstruksi atap bangunan

3 Kerapatan contoh uji pada berbagai kedalaman

4 Hasil pengujian creep pada kayu saninten sebagai reng komponen rumah depan

5 Hubungan fluktuasi defleksi dengan kelembaban udara dan suhu

6 Kurva Waktu Pembebanan vs Beban Patah (a) skala linier (b) skala logaritmik

DAFTAR LAMPIRAN

1 Kriteria pemberian nilai pada rumah sederhana tidak bertingkat

2 Hasil Penilaian Komponen Bangunan

3 Hasil pengujian sifat fisis

4 Hasil pengujian lentur statis

5 Hasil pengujian degradasi kerapatan

6 Hasil pengujian creep pada kayu saninten sebagai reng komponen rumah depan

7 Hasil pengujian creep pada kayu kamper sebagai kaso komponen rumah depan

8 Hasil pengujian creep pada kayu bentawas sebagai reng komponen rumah belakang

9 Hasil pengujian creep pada kayu meranti merah sebagai kaso komponen rumah belakang

10 Denah rumah Blok E213 Perumahan Alam Sinar Sari IPB Bogor

11 Dokumentasi

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Badan Pusat Statistik (2011) menyebutkan bahwa jumlah penduduk Kabupaten Bogor memiliki persentase total penduduk tertinggi yaitu 11.08 % di daerah jawa barat dengan jumlah penduduk 4 857 612 jiwa dengan luas wilayah

2 997.13 km 2 . Seiring dengan tingginya populasi penduduk, maka kebutuhan perumahan di Kabupaten Bogor juga akan terus meningkat. Pembangunan untuk

memenuhi kebutuhan tersebut akan diikuti dengan kebutuhan bahan kayu sebagai bahan konstruksi rumah. Namun kondisi ini tidak didukung dengan keberadaan sortimen kayu konstruksi yang mulai berkurang dalam hal kualitas maupun kuantitasnya. Padahal untuk bahan konstruksi, kayu yang dibutuhkan adalah bahan berkualitas dan memiliki kekuatan tinggi.

Kayu merupakan material organik yang memiliki siklus alamiah tertutup, karena kemampuannya untuk terdekomposisi oleh faktor lingkungan. Dekomposisi kayu oleh faktor fisis, mekanis, kimia, dan biologi mengakibatkan degradasi mutu kayu. Pada akhirnya, degradasi tersebut mengurangi masa pakai kayu. Renovasi sebagai solusi efektif dalam menyelesaikan permasalahan tersebut sebaiknya perlu ditetapkan lebih awal. Sehingga perlu metode evaluasi yang memadai untuk menduga sisa masa pakai kayu komponen yang digunakan agar dapat menentukan strategi kedepan secara lebih tepat.

Proyek pembangunan Perumahan Alam Sinar Sari Cibeureum, Darmaga, Bogor dilakukan pada tahun 1996. Selama 17 tahun kayu komponen penyusun struktur rumah telah mengalami pembebanan. Hal ini dapat mempengaruhi kekuatan kayu komponen penyusun rumah di Perumahan Alam Sinar Sari tidak terkecuali rumah tinggal yang beralamatkan di Jl. Delima E213. Kaso dan reng merupakan komponen penyusun atap rumah tinggal yang memiliki peranan yang sangat penting dalam sebuah konstruksi bangunan. Namun komponen tersebut juga memiliki potensi terserang organisme perusak paling besar, sehingga perlu adanya sebuah model penduga yang dapat memberikan gambaran secara pasti kapan perlu dilakukan renovasi bangunan secara tepat untuk mengurangi keborosan ataupun kerusakan yang dapat terjadi secara tiba-tiba.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kondisi bangunan dan sisa masa pakai kayu yang telah digunakan sebagai komponen rumah tinggal di Komplek Perumahan Alam Sinar Sari Jl. Delima E213 Cibeureum Darmaga, Bogor.

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi bagi masyarakat Bogor, khususnya masyarakat yang tinggal di Perumahan Alam Sinar Sari Cibeureum Darmaga, Bogor agar dapat memperkirakan kapan perlu dilakukan renovasi ulang rumahnya.

METODOLOGI

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan Juli 2013 di rumah tinggal Perumahan Alam Sinar Sari Jl. Delima E213 Cibeureum Darmaga Bogor, Laboratorium Teknologi Peningkatan Mutu Kayu, dan Laboratorium Rekayasa dan Desain Bangunan Kayu Departemen Hasil Hutan Fakultas Kehutanan IPB

Alat dan Bahan Penelitian

Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain circular saw, UTM merk Instron, deflektometer, tambang plastik, ember, beban pemberat, pengukur waktu, oven, desikator , planner, timbangan elektrik, caliper , pisau cutter , alat tulis, plastik, hygrometer dan termometer . Adapun bahan yang digunakan adalah reng dan kaso dari komponen bangunan rumah yang mengalami degradasi terparah. Pengambilan contoh uji kayu untuk bahan penelitian ini didasarkan pada hasil penilaian kondisi bangunan yang berlokasi di Perumahan Alam Sinar Sari E213 Cibeureum Darmaga Bogor.

Metode Penelitian

Penilaian Kondisi Bangunan

Penelitian ini dilaksanakan dengan menggunakan metode rekayasa forensic dalam rangka mengukur kekokohan konstruksi bangunan. Metode forensic ialah metode investigasi rekayasa dan penentuan penyebab kegagalan bangunan. Selama investigasi, data yang dikumpulkan berupa data riwayat bangunan dan pengamatan langsung pada masing-masing elemen konstruksi penyusun bangunan.

Kekokohan konstruksi bangunan adalah suatu kondisi yang menunjukkan kualitas konstruksi yang di dalamnya terpenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan, baik mutu bahan yang dipakai ataupun pemeliharaan yang terawat sehingga menimbulkan kepuasan bagi pemilik atau pengguna bangunan. Rumah tinggal yang disurvei mengenai kekokohan konstruksi bangunannya berlokasi di Komplek Perumahan Alam Sinar Sari E213 Cibeureum, Darmaga, Bogor. Komponen bangunan disurvei menggunakan nilai pembobotan yang sama pada kriteria pemberian nilai bangunan sederhana tidak bertingkat yang digunakan Suryadi (2005) seperti yang ditampilkan Tabel 1. Kemudian nilai kekokohan bangunan dihitung dengan menggunakan rumus

Keterangan : BK

= Bobot kepentingan komponen

Sn

= Skor nilai 500 = Total skor nilai pembobotan

Tabel 1 Teknik pembobotan pada tiap komponen rumah tinggal

Hasil Pemeriksaan

Bobot

Rusak No

Objek yang Diamati

Kepentingan Baik Sedang

Nilai BKxSn

(BK)

Ringan Sedang Parah (Sn)

A PEKERJAAN ATAP 27 Kuda-kuda

Rangka Atap 10

Bagian Pendukung Kuda- 1 kuda

Penutup atap 7

B PONDASI 21 C RANGKA DINDING

19 Balok sloof

Kolom 5

kolom praktis 4 balok atas/ ring beton

D LANGIT-LANGIT 10 Rangka plafon

6 Plafon

E DINDING 9 F KUSEN/DAUN

6 Pintu

Jendela 3

G LANTAI 4 H DRAINASE

3 Alat penerima air buangan

Saluran Pembuangan 0.75 Tempat pembuangan

Jalan 0.75

I UTILITAS 1 Penerangan

Air 0.25

Pengatur Udara/ Suhu 0.25

NILAI KEKOKOHAN

Sumber : Suryadi (2005)

Hasil nilai kekokohan yang diperoleh, kemudian diklasifikasikan ke dalam lima kelas kondisi bangunan. Nilai kondisi bangunan menentukan predikat kondisi bangunan dan dapat diuraikan ke dalam penjelasan umum kondisi bangunan seperti yang ditampilkan pada Tabel 2.

Tabel 2 Kategori nilai kondisi bangunan dan predikatnya Nilai

Predikat

No. Uraian Kondisi Bangunan Kekokohan (%) Kategori

Baik

Apabila Kondisi pada komponen tersebut masih berfungsi dengan baik dan ada pemeliharaan rutin

2. 61 – 80 Sedang Apabila Kondisi pada komponen tersebut masih berfungsi meskipun tidak ada pemeliharaan rutin

Apabila kerusakan terjadi pada komponen Ringan non struktural lebih sering terlihat sebagai kerusakan pada pekerjaan finishing, seperti penutup atap, pasangan plafon, pasangan keramik pasangan bata, plesteran dan lain- lain

Rusak

Apabila kerusakan terjadi pada sebagian Sedang komponen non strukutural maupun struktur atap, struktur langit-langit, struktur beton, lantai, dan lain-lain. Pada fasilitas utilitas kerusakan yang terjadi sudah mengganggu fungsional dari fasilitas tersebut

Kerusakan terjadi pada sebagian besar

Berat

komponen bangunan, baik struktural maupun non struktural yang apabila setelah diperbaiki masih dapat berfungsi dengan baik sebagaimana mestinya meski dengan pembiayaan yang cukup mahal.

Sumber : Sulaiman (2005)

Berdasarkan hasil penilaian kondisi bangunan, kemudian diambil beberapa contoh uji, berupa reng dan kaso yang berada dalam kondisi paling parah dari komponen penyusun atap rumah. Pengambilan contoh uji dengan menggergaji kaso atau reng dengan panjang ±1,5 m sebanyak 2 buah untuk masing-masing kaso dan reng, kemudian menggantinya dengan kayu baru. Contoh uji kayu digunakan untuk diidentifikasi jenisnya kemudian dilakukan pengujian untuk mengukur degradasi dan kekuatan kayu. Terakhir, dengan menggunakan perhitungan mekanika teknik diduga sisa masa pakai kayu komponen rumah tersebut berdasarkan pada hasil pengujian rangkak ( creep ).

Identifikasi Jenis Kayu

Foto bagian melintang dengan perbesaran 30x dan 10x digunakan sebagai bantuan awal. Proses foto bagian melintang meliputi tiga tahapan yaitu preparasi contoh uji, penyayatan , dan pemotretan. Hasil pemotretan kemudian diidentifikasi jenis kayunya menggunakan Pedoman Identifikasi Kayu (Mandang et al. 2002) untuk kayu-kayu tropis.

Pengukuran Degradasi Mutu dan Kekuatan Kayu

Degradasi mutu dan kekuatan kayu dievaluasi melalui pengujian sifat mekanis, sifat fisis, dan pengujian rangkak ( creep ). Pengujian mekanis dan fisis merupakan pengujian pelengkap untuk menentukan sisa masa pakai kayu, dan sebagai pengujian inti dilakukan pengujian rangkak.

1. Pengujian Sifat Mekanis Kayu

Pengukuran sifat mekanis kayu contoh uji dilakukan berdasarkan British Standard (BS 373-1957). Adapun sifat mekanis yang diuji hanya keteguhan lentur statis ( Static bending strength ) karena dalam model sisa masa pakai kayu dibutuhkan nilai MOE, MOR, defleksi ketika patah, dan beban maksimum (Pmax). Contoh uji yang digunakan berukuran 2 cm x 2 cm x 30 cm, dengan jumlah 10 contoh uji untuk setiap jenis kayu. Pengujian lentur statis dilakukan dengan konfigurasi beban one point loading, seperti yang ditunjukkan oleh Gambar 1 .

Gambar 1 Bentuk dan ukuran contoh uji lentur

MOE ( Modulus of Elasticity ) menunjukkan perbandingan antara tegangan dan regangan di bawah batas elastis sehingga benda akan kembali ke bentuk semula apabila beban dilepaskan, sedangkan MOR ( Modulus of Rapture ) menggambarkan kapasitas beban maksimum yang dapat diterima oleh kayu tersebut. MOE dapat diperoleh menggunakan rumus:

Keterangan: MOE : Modulus of elasticity (kg/cm 2 )

ΔP : Besar perubahan beban sebelum batas proporsi (kg) L

: Jarak sangga (cm)

ΔY : Besar perubahan defleksi akibat perubahan beban ΔP (cm)

b : Lebar contoh uji (cm) h : Tebal contoh uji (cm)

MOR dapat diperoleh menggunakan rumus:

Keterangan: MOR : Modulus of rupture (kg/cm 2 ) P max : Beban maksimum (kgf)

: Jarak sangga (cm) b : Lebar contoh uji (cm) h : Tebal contoh uji (cm)

2. Pengujian Sifat Fisis Kayu

a. Kadar Air (KA)

Kadar air kayu yaitu banyaknya air dalam sepotong kayu yang dinyatakan secara kuantitatif dalam persen terhadap berat kering tanurnya. Berat kering tanur tersebut diperoleh dengan cara menimbang contoh uji yang telah dioven pada

suhu 103±2 o C selama 24 jam. KA tersebut dapat dihitung dengan persamaan :

Keterangan : BB = Berat Basah

(g)

BKT = Berat Kering Tanur (g)

b. Berat Jenis (BJ)

Berat jenis kayu adalah nilai perbandingan kerapatan kayu pada kondisi kering tanur terhadap kerapatan air. Pengukuran dimensi dilakukan untuk memperoleh volume kering tanur. Berat kering tanur diperoleh dengan cara

C selama 24 jam. Dengan demikian rumus berat jenis adalah :

menimbang contoh uji yang telah dioven pada suhu 103±2 o

Keterangan : BKT = Berat Kering Tanur (g)

Vu 3 = Volume Kering Udara (cm )

3 = 1 g/cm

c. Degradasi Kerapatan

Kedalaman kerusakan kayu ditentukan dengan cara mengukur degradasi kerapatan kayu pada berbagai kedalaman. Pengukuran degradasi kerapatan dilakukan pada kondisi basah dan ukuran penampang contoh uji yang sama dengan kondisi pemakaian. Pengukuran kerapatan contoh uji dilakukan pada 5 (lima) tingkat kedalaman. Kerapatan kayu diperoleh dengan pengukuran dimensi dan penimbangan berat contoh uji. Sedangkan tingkat kedalaman diperoleh dengan menyerut contoh uji. Berdasarkan penelitian Bahtiar et al. (2012) kerapatan pada setiap kedalaman dapat dihitung menggunakan rumus :

Keterangan : = Kerapatan kayu pada ulangan ke-i W i = Berat kayu pada kedalaman ke-i

W i-1 = Berat kayu pada kedalaman sebelum ke-i

V i = Volume kayu pada kedalaman ke-i

V i-1 = Volume kayu pada kedalaman sebelum ke-i

Kerapatan kayu pada bagian tengah menjadi kontrol karena diasumsikan degradasi terjadi dari luar permukaan. Kondisi yang menyatakan kedalam degradasi adalah ketika kerapatan kayu lebih rendah dari kerapatan kayu kontrol. Tingkat kedalaman kerusakan ditentukan dengan titik temu antara degradasi kerapatan kayu dengan kerapatan kontrol pada grafik degradasi kerapatan kayu.

3. Pengujian Rangkak ( creep )

Pengujian rangkak ( creep ) dilakukan untuk menentukan penurunan kekuatan kayu akibat beban jangka panjang. Contoh uji berukuran 2 cm x 2 cm x

30 cm, dengan jumlah contoh uji sebanyak 6 buah untuk setiap jenis kayu. Adapun variasi beban (W) dengan konfigurasi one point loading , yang digunakan pada masing-masing contoh uji yaitu 10 kg, 20 kg, 30 kg, 40 kg, 50 kg dan 60 kg. Besarnya defleksi diukur per 30 menit pada setengah hari ke-1, per 1 jam pada setengah hari berikutnya, per 2 jam pada setengah hari ke-2, per 3 jam pada setengah hari berikutnya, per 4 jam pada setengah hari ke-3, dan selanjutnya 6 jam sampai hari ke-10. Data waktu dan defleksi diplotkan pada diagram cartesius dan dicari hubungannya melalui regresi linier sederhana dengan transformasi logaritmik.

Kayu memiliki sifat higroskopis, dimana kayu akan mengembang saat kelembaban udara (RH) yang tinggi, dan akan menyusut saat kelembaban udara rendah. Maka dari itu pada saat pengujian rangkak dilakukan pula pengukuran kelembaban udara ruangan dan suhu yang dapat mempengaruhi dimensi kayu serta kekuatan kayu. Waktu pengukuran kelembaban dan suhu dilakukan bersamaan dengan waktu pengukuran defleksi pada uji rangkak.

Pendugaan Sisa Masa Pakai Kayu

Pendugaan sisa masa pakai kayu ditentukan melalui perhitungan mekanika teknik yaitu membandingkan sisa kekuatan dan sisa luas penampang dengan tegangan aktual yang terjadi. Diasumsikan pembangunan rumah tinggal tersebut bersifat efisien, dimana pembangunan yang efisien adalah ketika tegangan rencana sama dengan tegangan ijin seperti yang disampaikan Mardikanto dkk (2011) bahwa tegangan ijin adalah nilai kekuatan aman kayu untuk perencanaan

bangunan yang efisien dalam pemakaian bahan bangunannya. Menurut Hong (2005) penentuan nilai tegangan ijin dapat dihitung dengan

2 Keterangan: = Tegangan ijin (kg/cm )

BJ

= Berat jenis kering udara 170 = Konstanta berdasarkan daftar IIb PKKI (1961) .

Sehingga dengan menggunakan tegangan ijin dapat ditentukan sisa umur pakai kayu komponen rumah tinggal Perumahan Alam Sinar Sari Jl. Delima E213 Cibeureum Darmaga Bogor.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Indeks Kondisi Bangunan

Bangunan yang diteliti merupakan rumah hunian sederhana berlokasi di Perumahan Alam Sinar Sari E213 RT/RW 03/04 Cibeureum Darmaga, Bogor. Secara umum kondisi bangunan berada pada dua nilai kekokohan yang berbeda karena perbedaan waktu pembangunan. Bangunan awal berdiri pada tahun 1996 dengan tipe bangunan rumah hunian sederhana tipe 21, kemudian pada tahun 2002 ditambahkan bangunan di belakang bangunan awal tanpa mengubah bagian strukturalnya. Pihak pembangun yang menangani berdirinya bangunan pun berbeda, sehingga banyak ditemukan perbedaan bahan konstruksi yang digunakan. Pada awalnya pembangunan rumah dilakukan bersamaan dengan proyek Perumahan Terpadu Koperasi Pegawai Negeri IPB Teko Sumodiwiryo Alam Sinar Sari Desa Sinar Sari Kecamatan Dramaga, Bogor. Kemudian penambahan bangunan di bagian belakang rumah awal, dibangun personal oleh pemilik rumah.

Nilai kekokohan bangunan diperoleh dari skoring terhadap komponen bangunan struktural maupun non struktural seperti yang disajikan pada Lampiran

2. Berdasarkan hasil survei lapang, komponen bangunan bagian depan memiliki nilai kekokohan yang lebih rendah dibandingkan bangunan bagian belakang. Nilai kekokohan untuk bangunan bagian depan adalah sebesar 67.6%, sedangkan bagian belakang sebesar 80.2%. Menurut Sulaiman (2005) secara kualitatif kedua persentasi tersebut menggambarkan bangunan masih berada kondisi sedang (61% - 80%). Kondisi sedang terjadi apabila komponen bangunan tersebut masih berfungsi meskipun tidak ada pemeliharaan rutin. Perbedaan nilai kekokohan ini dipengaruhi oleh beberapa faktor perusak atau kegagalan konstruksi. Contoh kegagalan konstruksi yang terjadi adalah dinding pada bagian sambung antar rumah disebelahnya tidak diplester, sehingga memberikan peluang besar untuk air hujan merembes melalui dinding. Sedangkan untuk beberapa faktor perusak biologis yang ditemukan di dalam rumah yaitu rayap, kecoa, jamur, tumbuhan liar, lebah, dan lumut.

Konstruksi atap pada kedua bagian rumah berbentuk pelana yang menggunakan bahan baku kayu. Secara visual berdasarkan hasil survei, bangunan bagian depan banyak mengalami penurunan kualitas kayu maupun kekuatannya. Hal tersebut dibuktikan dengan penemuan beberapa serangan jamur, rayap tanah, rembesan air hujan dan retakan pada bagian-bagian balok kayu dari struktur rumah seperti tampak pada Gambar 2. Retakan yang terjadi dapat segera ditangani dengan memberikan sambungan pada bagian samping balok untuk mengurangi resiko balok memuntir. Namun untuk faktor perusak organik akan terus berkembang, karena didukung oleh kondisi lingkungan yang lembab. Faktor perusak diatas mungkin tidak secara langsung dapat merusak bangunan akan tetapi bekerja secara perlahan, tapi seiring berjalannya waktu akan mempengaruhi kekokohan dari suatu bangunan dan pada akhirnya mengurangi umur rencana pakai bangunan (Suryadi 2005).

(c) Rembesan Air

(a) Retakan

(d) Tanda serangan Brown Rot

(b) Tunnel Rayap

(e) Tanda serangan White Rot

Gambar 2 Beberapa kerusakan yang terjadi pada konstruksi atap bangunan

Identifikasi Jenis Kayu

Penggunaan kayu sebagai bahan bangunan, khususnya bangunan perumahan lebih didominasi dengan penggunaan kayu-kayu tropis. Sehingga identifikasi kayu menggunakan Pedoman Identifikasi Kayu (Mandang et al . 2002) untuk kayu-kayu tropis. Kayu sebagai bahan bangunan lebih banyak digunakan pada bagian struktur atap, sehingga pada penentuan umur pakai kayu lebih difokuskan pada kayu penyusun struktur atap. Kaso dan Reng merupakan bagian struktur atap yang paling dekat dengan beban utama yaitu penutup atap berupa genteng.

Seperti disebutkan sebelumnya bahwa kondisi rumah memiliki dua kondisi umur yang berbeda. Sehingga terbagi menjadi rumah bagian depan dan rumah bagian belakang. Hal tersebut menjadikan pengambilan contoh uji terbagi menjadi 4 jenis contoh uji, yaitu Reng Belakang (RB) , Reng Depan (RD), Kaso Belakang (KB), dan Kaso Depan (KD). Kemudian dilakukan identifikasi jenis kayu secara makroskopis sebagai tolak ukur pengujian berikutnya. Hasil identifikasi kayu dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3 Hasil pengamatan identifikasi jenis kayu secara makroskopis

Pustaka

Keterangan (Mandang et al. 2002)

Hasil Pengamatan Contoh uji

Kaso Rumah Belakang (KB) perbesaran 10 X Meranti (Shorea . sp ) CIRI UTAMA Mempunyai saluran aksial menyebar menurut garis tangensial panjang, berisi endapan berwarna putih, pori soliter dan berganda radial ada yang berisi tilosis, kayu teras berwarna merah muda

kecoklatan.

Kaso Rumah Depan (KD) perbesaran 10 X

Kamper ( Dryobalanops .sp)

CIRI UTAMA Saluran aksial menyebar garis tangensial panjang , porinya soliter, beberapa berisi tilosis, ada yang bergejala kerinyut, kayu berwarna merah, bila segar berbau kamper.

Reng Rumah Belakang (RB) perbesaran 30 X

Bentawas ( Wrightia . sp)

CIRI UTAMA kayu berwarna kuning pucat, tekstur halus dan rata, pori berukuran kecil, sebagian berganda radial terdiri atas 2- 3 pori, jumlah pori banyak, jari-jari sempit dan rapat, parenkima pita pendek di

antara jari-jari.

Reng Rumah Depan (RD) Perbesaran 30 X

Saninten ( Castanopsis . sp)

CIRI UTAMA Ciri utama : kayunya berwarna kuning kecoklatan, porinya berkelompok radial hingga diagonal, jari-jarinya dua ukuran lebar, parenkima

berbentuk jala.

Pilihan atas suatu bahan bangunan tergantung dari sifat-sifat teknis, ekonomis dan keindahan. Jenis kayu yang biasa digunakan untuk konstruksi atap kayu adalah jenis kayu kamfer, jati, bengkirai, dan keruing (Iswanto 2007). Komponen penyusun atap memiliki banyak bagian yang masing-masing memiliki peranan penting. Kaso dan reng merupakan bagian dari struktur penyusun atap yang bersentuhan langsung dengan penutup atap. Kaso adalah batang yang dipasang menumpu pada balok bubungan, balok gording, dan balok tembok, setiap jarak 50 cm. Kaso ini untuk menumpu reng penahan genteng, sedangkan reng adalah batang yang dipasang dengan posisi rebah diatas kaso-kaso dengan jarak sesuai ukuran genteng yang dipakai (Suryadi 2005).

Pemilihan jenis kayu untuk kaso pada proyek pembangunan perumahan Alam Sinar Sari khususnya pada bangunan rumah ini adalah kayu kamper dan untuk rengnya digunakan kayu saninten. Bangunan tambahan pada bagian belakang rumah menggunakan jenis kayu meranti untuk kaso dan bentawas untuk reng. Mandang et al. (2002) menyebutkan bahwa jenis meranti, kamper, dan saninten merupakan jenis kayu yang biasa digunakan untuk bahan bangunan, sedangkan jenis bentawas biasa digunakan sebagai furniture atau perabotan rumah tangga.

Pengukuran Degradasi Mutu dan Kekuatan Kayu

1. Sifat Mekanis

Menurut Mardikanto dkk (2011) kayu yang dibebani secara terus menerus dengan beban lentur selama 10 tahun, diduga hanya mampu menahan beban 60 persennya dibandingkan bila pembebanan pada standar waktu pengujian. Dengan kata lain bila pembebanan hanya berlangsung singkat maka kapasitas menahan beban pada kayu akan lebih besar dibandingkan bila beban yang bekerja dalam jangka waktu yang panjang.

Tabel 4 Nilai MOE dan MOR pada pengujian lentur Atlas

Atlas

MOR No Jenis Contoh Uji

MOE

Jenis Kayu

Kayu Kayu (kg/cm 2 )

1 Reng Depan

( Castanopsis .sp)

2 Kaso Depan

( Dryobalanops .sp)

3 Reng Belakang

( Wrightia .sp)

4 Kaso Belakang

Meranti ( Shorea .sp)

Berdasarkan hasil uji lentur pada Tabel 4 diketahui nilai Modulus of Elasticity (MOE) yang paling tinggi dari keempat contoh uji adalah reng rumah

bagian belakang dengan nilai MOE sebesar 126 751 kg/cm 2 . Sedangkan MOE paling rendah dimiliki kaso rumah bagian belakang sebesar 74 265 kg/cm 2 . Reng

rumah bagian depan memiliki nilai Modulus of Rupture (MOR) paling tinggi yaitu 669 kg/cm 2 . Sedangkan paling rendah adalah reng rumah bagian depan sebesar

437 kg/cm 2 . Besarnya MOE dan MOR hasil pengujian diatas dipengaruhi oleh jenis kayu yang digunakan untuk masing-masing komponen rumah. Jenis kayu

yang digunakan telah dijelaskan sebelumnya pada Tabel 3. Modulus Elastisitas sebagai ukuran defleksi atau deformasi tidak mengalami perubahan sepanjang waktu. Namun kayu yang mendapat beban terus menerus akan mengalami deformasi seperti halnya plastik, umumnya sangat lambat namun persisten dalam jangka waktu lama (Bahtiar 2000).

2. Sifat Fisis

a. Kadar Air

Menurut Kasmudjo (2010) tiga sifat fisika kayu yang dianggap mendasar yaitu kadar air, berat jenis kayu dan perubahan dimensi. Berdasarkan Tabel 5 yang menunjukkan hasil pengukuran kadar air (KA) pada keempat contoh uji berada pada kisaran 12.17% - 12.91%. Hal tersebut mengindikasikan KA berada pada kisaran KA kering udara menurut Kasmudjo (2010) kadar air kering udara di Indonesia rata-rata 10% - 18%. Selain itu, dapat diketahui bahwa komponen rumah bagian depan memiliki kadar air yang lebih tinggi dibandingkan komponen rumah bagian belakang. Kondisi tersebut ditunjukkan dengan KA reng rumah bagian depan 0.30% lebih tinggi dibandingkan KA reng rumah bagian belakang, dan KA kaso rumah bagian depan 0.34% lebih tinggi dibandingkan KA kaso rumah bagian belakang. Berdasarkan survey sebelumnya ditemukan bahwa rumah pada bagian depan telah mengalami kebocoran, hal ini memungkinkan peningkatan kadar air kayu komponen rumah.

Tabel 5 Hasil pengujian kadar air (KA) dan berat jenis (BJ) No Jenis Contoh Uji

Kadar Air (%) Berat Jenis 1 Reng Depan

Jenis Kayu

Saninten

( Castanopsis .sp)

2 Kaso Depan

Kamper

( Dryobalanops .sp)

3 Reng Belakang

Bentawas

( Wrightia .sp)

4 Kaso Belakang

Meranti ( Shorea .sp)

b. Berat Jenis

Berat jenis (BJ) paling tinggi adalah kaso depan dengan jenis kayu kamper memiliki BJ tertinggi yaitu 0.63. BJ kayu yang paling rendah dimiliki kaso rumah bagian belakang yaitu 0.38. Reng rumah bagian depan juga memiliki BJ yang cukup tinggi untuk mendukung kekuatan kaso-nya yaitu 0.50 dibandingkan dengan reng rumah bagian belakang yang memiliki BJ 0.48. Secara umum dapat dikatakan komponen rumah bagian depan lebih kuat dibandingkan komponen rumah bagian belakang karena pemilihan jenis kayu yang lebih kuat. Karena semakin tinggi BJ maka akan semakin tinggi kekuatannya, seperti yang disebutkan oleh Setiawan (2011) bahwa terdapat hubungan antara berat jenis, berat kayu dan kekuatan kayu dimana semakin berat kayu tersebut maka berat jenisnya dan kekuatan kayu mengalami peningkatan.

c. Degradasi Kerapatan

Menurut Hidayat (2012) hasil perhitungan pengujian creep dan lentur statis menggambarkan besarnya hubungan degradasi kakuatan kayu terhadap waktu pembebanannya. Namun seiring berjalannya waktu, kayu pada pemakaian di lapangan juga mengalami degradasi penampang akibat faktor-faktor fisik mekanik yang diterima kayu, sehingga dalam perhitungan diperlukan pula data- data mengenai besarnya laju degradasi penampang kayu akibat waktu pemakaian yang diperoleh dari pengujian degradasi kerapatan kayu.

/cm 0.60 g

( ra 0.55 a

a pa 0.35 Reng Depan

Reng Belakang

er

Kaso Belakang K 0.30

Kaso Depan

Jarak contoh uji dari tepi balok (mm)

Gambar 3 Kerapatan contoh uji pada berbagai kedalaman

Gambar 3 memperlihatkan tingkat degradasi kerapatan yang terjadi pada keempat contoh uji komponen rumah. Komponen rumah bagian depan (Kaso Depan, Reng Depan) memperlihatkan grafik yang lebih curam dibandingkan dengan komponen rumah bagian belakang (Kaso Belakang, Reng Belakang) yang cenderung lebih landai. Hal ini menunjukkan bahwa kerusakan yang dialami komponen rumah bagian depan cukup parah. Gambar 3 juga memperlihatkan tingkat kedalaman rusaknya kayu yang telah terjadi. Kaso rumah bagian depan mengalami degradasi paling tinggi sedalam 7.86 mm diikuti dengan reng rumah bagian depan yang mengalami degradasi sedalam 4.37 mm. Keadaan ini terjadi karena umur pemakain dari kayu rumah bagian depan sudah 17 tahun lamanya. Sedangkan rumah bagian belakang, sebagai konstruksi tambahan yang baru digunakan selama 11 tahun, sehingga tingkat kerusakannya pada kaso rumah bagian belakang hanya sedalam 3.22 mm dan reng rumah bagian belakang hanya sedalam 2.92 mm.

3. Pengujian Rangkak ( Creep )

Bila kayu dibebani, awalnya kayu akan berubah bentuk secara elastis. Jika beban diteruskan akan terus terjadi deformasi sejalan dengan berjalannya waktu. Inilah yang dikatakan “ creep ”. Meski pada tegangan yang tidak besar, creep akan terus berjalan selama beban terus bekerja seiring berjalannya waktu. Bila bebannya tinggi maka akan terjadi kerusakan. (Mardikanto dkk 2011). Grafik hasil pengujian creep kayu Saninten disajikan pada Gambar 4.

12.00 y = 1.3521ln(x) + 2.1622 R² = 0.9501 10.00

y = 0.4638ln(x) + 1.9323

m 8.00 R² = 0.8757

m si (

y = 0.2822ln(x) + 1.8526 k 6.00

R² = 0.9019

le

y = 0.3805ln(x) + 0.9409 ef D 4.00

R² = 0.7777 2.00

y = 0.2623ln(x) + 0.9397 R² = 0.7216 y = 0.1389ln(x) + 0.962

Jangka waktu pembebanan (jam)

50 kgf 60 kgf Log. (10 kgf)

Log. (20 kgf)

Log. (30 kgf)

Log. (40 kgf)

Log. (50 kgf) Log. (60 kgf)

Gambar 4 Hasil pengujian creep pada kayu saninten sebagai reng komponen rumah depan

Gambar 4 juga memperlihatkan defleksi yang meningkat pada jangka waktu pembebanan yang semakin panjang meskipun besarnya beban yang diberikan adalah tetap. Defleksi juga lebih besar pada beban tinggi dibandingkan beban yang lebih ringan. Pendekatan regresi linier sederhana dengan transformasi logaritmik menghasilkan persamaan 1, 2, 3, 4, 5, dan 6 yang memiliki signifikasi

model yang sangat nyata dengan koefisien determinasi (R 2 ) paling tinggi 95.01% dan paling rendah 68.30%. Dengan demikian persamaan-persamaan tersebut

(persamaan 1, 2, 3, 4, 5, dan 6) berturut-turut dapat digunakan untuk menduga besarnya defleksi pada pembebanan 10 kg, 20 kg, 30 kg, 40 kg, 50 kg dan 60 kg dalam jangka waktu yang ditentukan.

dengan keterangan,

: defleksi (mm) : jangka waktu pembebanan (jam)

60 n S k si 7.00 a d le

50 n

ef D 6.00

waktu pembebanan

Defleksi Beban 60 kgf

Suhu

Kelembaban Udara

Gambar 5 Hubungan fluktuasi defleksi dengan kelembaban udara dan suhu

Gambar 5 memperlihatkan hubungan antara kelembaban udara dan suhu terhadap fluktuasi yang terjadi pada defleksi. Fenomena fluktuasi pada contoh uji rangkak diduga dipengaruhi oleh kelembaban udara ruangan pengujian. Pengukuran terhadap kelembaban udara menunjukkan fluktuasi yang berbanding terbalik dengan fluktuasi pada kurva defleksi uji rangkak. Waktu pengujian dimulai pada pukul 16.00 WIB, sehingga waktu pembebanan 24 jam merupakan waktu pengujian pada pukul 16.00 WIB dan waktu pembebanan 36 jam merupakan pengujian pada pukul 4.00 WIB. Gambar 5 menunjukkan bahwa pada waktu siang hingga sore hari (±pukul 16.00 WIB) kelembaban udara menurun, namun defleksi yang terjadi meningkat. Berkebalikan pada waktu malam hingga pagi hari (±pukul 4.00 WIB) kelembaban udara meningkat, defleksi yang terjadi melambat. Fenomena ini dapat dijelaskan dengan sifat higroskopis kayu yang dapat mengembang dan menyusut akibat perubahan kelembaban udara. Pengembangan kayu saat kelembaban tinggi menyebebkan defleksi seakan-akan melambat, karena arah yang berlawanan antara pengembangan dimensi dan defleksi, secara tidak sengaja terhitung oleh deflektometer sebagai penghambat defleksi yang terjadi. Hal inilah yang diduga menjadi penyebab terjadinya fluktuasi defleksi.

Pada kondisi pembebanan yang sama, semakin tinggi temperatur pengujian akan mengakibatkan umur pakai material juga semakin pendek. (Himawan dan Rahmat 2009) Umur pakai material yang semakin pendek maksudnya defleksi yang terjadi semakin meningkat. Hal ini menguatkan fenomena yang terjadi pada fluktuasi defleksi contoh uji. Gambar 5 memperlihatkan peningkatan suhu yang diikuti oleh peningkatan defleksi pada contoh uji. Peningkatan ini terjadi saat siang hingga sore hari (±pukul 16.00 WIB) . Penurunan suhu pada pagi hari (±pukul 4.00 WIB) diikuti pula oleh penurunan tingkat defleksi yang terjadi.

Pendugaan sisa masa pakai kayu diawali dengan pengujian lentur statis dengan beban tunggal di tengah bentang sesuai dengan standar BS 373-1957. Nilai besaran yang diperlukan pada tahapan ini adalah defleksi pada saat patah. Hasil pengujian lentur kayu saninten pada bentang 28 cm memperlihatkan bahwa rata-rata defleksi pada beban patah adalah 7.4 mm. Defleksi sebesar 7.4 mm tersebut berdasarakan persamaan 1, 2, 3, 4, 5, dan 6 masing-masing dapat dicapai pada jangka waktu 100 juta milyar tahun, 5.6 juta tahun, 39.3 ribu tahun, 2 690 tahun, 14.98 tahun, dan 0.0055 tahun untuk pembebanan 10 kg, 20 kg, 30 kg, 40 kg, 50 kg, dan 60 kg. Dalam diagram kartesius besarnya beban tetap yang diperlukan agar contoh uji patah pada jangka waktu pembebanan tertentu disajikan pada Gambar 6. Gambar 6a dibuat dengan skala absis linier, sedangkan Gambar 6b skala absis logaritmik untuk memudahkan pengamatan.

ta 40 y = 50.036x -0.045

y = 50.036x -0.045

a 20 a n 20 R² = 0.9601

10 100000 1E+09 1E+13 1E+17

Waktu Pembebanan (Tahun) Waktu pembebanan (Tahun)

Gambar 6 Kurva waktu pembebanan dan beban patah (a) skala linier (b) skala Gambar 6 Kurva waktu pembebanan dan beban patah (a) skala linier (b) skala

determinasi yang cukup tinggi (R 2 = 96.01%) sehingga cukup baik untuk menduga besarnya beban patah pada jangka waktu pembebanan tertentu.

................................................................ (6) dengan keterangan,

beban patah (kg) waktu pembebanan (tahun)

Saat pengujian lentur statis kayu saninten, diperoleh hasil rata-rata beban patah (P maks ) sebesar 140.35 kg sehingga persamaan 6 dapat disajikan seperti persamaan

7 berikut.

K adalah rasio beban patah pada beban jangka panjang dengan beban maksimum pada pengujian lentur statis. Nilai K equivalen dengan rasio tegangan maksimum pada jangka panjang ( σ)dengan Modulus of Rupture (S R ) hasil pengujian lentur statis, sehingga persamaan 7 dapat diubah menjadi persamaan 8 :

Nilai rata-rata MOR hasil pengujian lentur statis kayu saninten adalah 668.90 kg/cm 2 , sehingga persamaan 8 dapat disederhanakan menjadi :

Persamaan 9 sudah dapat digunakan untuk menduga sisa umur pakai kayu yang menerima tegangan lentur sebesar 2 σ kg/cm . Namun persamaan tersebut hanya

mempertimbangkan degradasi kekuatan kayu, padahal luas penampang efektif kayu juga berkurang seiring dengan berjalannya waktu. Luas penampang efektif merupakan salah satu faktor penentu besarnya beban maksimum yang dapat diterima material, sehingga degradasi luas penampang harus diperhitungkan juga.

Seperti disampaikan sebelumnya kerusakan kayu saninten telah terjadi hingga kedalaman 4.37 mm akibat beban tetap selama jangka waktu 17 tahun. Jika laju degradasi ini diasumsikan linier, maka akan terjadi penurunan momen inersia (I) penampang sebagai fungsi dari waktu (Persamaan 10).

dengan keterangan,

momen inersia (cm ) lebar penampang balok (cm)

tinggi penampang balok (cm) waktu (tahun)

Dengan demikian rasio momen inersia pada waktu mendatang ( I nanti ) dengan momen inersia pada kondisi mula-mula ( I kini ) dapat disajikan pada persamaan 11:

Secara umum, tegangan lentur lazim disajikan dalam persamaan 12:

Simbol c adalah centroid, yaitu setengah dari tinggi penampang balok sehingga rasio tegangan lentur yang bisa ditahan setelah pemberian beban dalam jangka waktu tertentu dibandingkan dengan nilai saat ini adalah :

yang dapat disederhanakan menjadi persamaan 14 :

.......................................................... (14) Selanjutnya dengan mengkombinasikan persamaan 7 dengan persamaan 14 dapat

diperoleh rasio kekuatan kayu nanti dibandingkan kini adalah :

........................ (15) Dan tegangan lentur maksimum yang masih dapat diterima dalam jangka waktu

tertentu di masa datang adalah :

Pendugaan Sisa Masa Pakai Kayu

Perhitungan mekanika teknik dari persamaan 1 sampai persamaan 16 dilakukan untuk mendapatkan model penduga sisa masa pakai kayu terhadap keempat jenis contoh kayu yang diuji, sehingga diperoleh model penduga sisa masa pakai kayu saninten yang digunakan sebagai reng rumah bagian depan :

Model penduga sisa masa pakai kayu kamper yang digunakan sebagai kaso rumah bagian depan :

Model penduga sisa masa pakai kayu bentawas yang digunakan sebagai reng rumah bagian belakang :

Model penduga sisa masa pakai kayu meranti yang digunakan sebagai kaso rumah bagian belakang :

Keempat persamaan tersebut, kemudian ditampilkan kedalam Tabel 6 sebagai penduga sisa umur pakai kayu yang digunakan pada komponen rumah tinggal Perumahan Alam Sinar Sari Jl. Delima E213 Cibeureum Darmaga Bogor dengan ukuran kaso 5/7 sedangkan reng 3/5.

Tabel 6 Tegangan lentur yang masih dapat ditahan kayu kamper dalamsetiap jangka waktu pembebanan

aktual (kg/cm )

Reng Belakang Kaso Belakang (Tahun)

Waktu Reng Depan

Kaso Depan

10 7.23 2.43 7.29 34.78 Keterangan : σ aktual = Tegangan lentur aktual

Penentuan sisa masa pakai kayu komponen rumah tinggal dapat ditentukan berdasarkan Tabel 6, apabila nilai tegangan yang terjadi pada kayu komponen penyusun rumah tersebut diketahui. Konstruksi bangunan di rumah lokasi pengujian diasumsikan efisien sehingga tegangan yang terjadi sama dengan tegangan ijin. Tegangan aktual yang terjadi diambil yang lebih tinggi pada Tabel 6 demi faktor keamanan, sehingga sisa umur pakai keempat jenis contoh uji dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7 Sisa masa pakai kayu untuk keempat jenis contoh uji

σ Sisa Masa Pakai

ijin = σ aktual

No Jenis Contoh Uji

Jenis Kayu

2 Kayu

(kg/cm )

(Tahun)

1 Reng Depan

Saninten

( Castanopsis .sp)

2 Kaso Depan

Kamper

( Dryobalanops .sp)

3 Reng Belakang

Bentawas

( Wrightia .sp)

4 Kaso Belakang

Meranti

( Shorea .sp)

Keterangan : σ aktual = Tegangan lentur aktual σ ijin = Tegangan lentur ijin

Demi keamanan penghuni rumah tinggal tersebut, maka renovasi konstruksi atap perlu dilakukan untuk rumah bagian depan minimal 3 tahun kedepan, sedangkan rumah bagian belakang dapat dilakukan 5 tahun kedepan.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Kondisi bangunan rumah tinggal di Komplek Perumahan Alam Sinar Sari Jl. Delima E213 CIbeureum Darmaga Bogor, memiliki 2 kondisi rumah yang berbeda akibat waktu pembangunan yang berbeda. Hasil identifikasi jenis kayu, rumah bagian depan menggunakan kayu jenis Saninten ( Castanopsis sp.) sebagai reng dan kayu jenis Kamper ( Dryobalanops sp.) sebagai kaso. Sedangkan rumah bagian belakang menggunakan kayu jenis Bentawas ( Wrightia sp.) sebagai reng dan kayu jenis Meranti ( Shorea sp.) sebagai kaso. Rumah bagian depan yang dibangun lebih awal tahun 1996 memiliki nilai kekokohan bangunan sebesar 67.6%, sedangkan rumah bagian belakang sebesar 80.2% karna dibangun pada tahun 2002. Menurut Sulaiman (2005) secara kualitatif kedua persentasi tersebut menggambarkan bangunan masih berada kondisi sedang (61% - 80%). Namun berdasarkan hasil perhitungan sisa masa pakai kayu yang dilakukan terhadap kayu komponen penyusun struktur atap rumah tersebut, dapat diketahui bahwa sisa umur pakai kayu rumah bagian depan aman digunakan 3 tahun kedepan, dan 5 tahun kedepan untuk rumah bagian belakang. Setelah sisa masa pakai kayu berakhir dianjurkan untuk segera melakukan renovasi, demi keamanan penghuninya.

Saran

Perlu dilakukan pengecekan dan perawatan secara berkala terhadap kelayakan pakai kayu konstruksi yang telah ada hingga tercapai umur pakai optimumnya mengingat saat ini ketersediaan kayu konstruksi yang semakin langka dalam hal kuantitas maupun kualitasnya. Perlu dilakukan penelitian lanjutan mengenai analisis struktur dari struktural atap pada setiap tipe rumah pada perumahan Alam Sinar Sari Darmaga, Bogor saat ini.

DAFTAR PUSTAKA

[BPS] Badan Pusat Statistik. 2011. Statistik Kabupaten Bogor . Jakarta: BPS Bahtiar ET. 2000. Penyusunan Model Penduga Kekuatan Kayu Konstruksi dalam

Format ASD (Allowable Stress Design) dan LRFD (Load and Resistance Factor Design ) untuk Pemilahan Sistem Penter [Skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor.

Bahtiar ET, Naresworo N, Arinana, Atmawi D. 2012. Pendugaan Sisa Umur Pakai Komponen Cooling Tower di Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) Unit II Kamojang. Jurnal Teknik Sipil Vol. 19(2): 103-114.

British Standar Institution. 1957. Methods of Testing Small Clear Specimens of Timber . BS 373:1957. Decorporated by Royal Charter. London: British Standard House.