AKTOR AKTOR TERORIS MENGANCAM KEBEBASAN

AKTOR-AKTOR TERORIS MENGANCAM
KEBEBASAN DAN KETERTIBAN KITA SEBAGAI
WARGA YANG MEMILIKI HAK DILINDUNGI OLEH
NEGARA
Efrem Gaho
Kita sebagai warga negara Indonesia yang merdeka dan sah
dimata hukum tentu tahu bahwa kebebasan dan ketertiban
merupakan hak mutlat kita semenjak diproklamirkan negara kebangsaan Indonesia ini 17
agustus 1945, mulai dari situ kita dijamin terbebas dari ancaman dari pihak manapun dan
dijamin ketertiban wilayah dimanapun kita berada.
Kebebasan dan ketertiban itu tidak terlepas dari perlindungan dari bangsa dan negara,
disebutkan pada teks UUD RI tahun 1945 yang berbunyi “.....ikut melaksanakan ketertiban
dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial...”dan UUD
1945 pasal 28 D ayat 1 yang berbunyi “Hak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan
kepastian hukum yang adil serta  perlakuan yang sama di depan hukum” Tetapi sebenarnya
tanggungjawab negara untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dinilai belum sepenuhnya
diimplementasikan mulai dari kita merdeka/terlepas dari penjajah sampai detik ini karna
masih saja banyak yang mengancam kebebasan jiwa dan raga kita serta ketertiban dimana
kita berada.
Apabila kita potret bentuk dari ancaman kebebasan dan ketertiban kita sebagai
warga negara yang sampai detik ini masih terhangat dibicarakan di sosial media, Televisi

adalah “Perlakuan Teroris” misalnya saja di Poso. Defenisi “terorisme” berasal dari bahasa
Inggris “terrorism”. Ia diapopsi dari bahasa Latin “terrere” yang berarti “menyebabkan
ketakutan”. Jadi kata “teror” itu berarti menakut-nakuti.
Secara umumnya,
istilah terrorism ini memiliki arti seperti berikut :
“Coercive and violent behaviour undertaken to achive or promote a particular political
objective or cause, often involving the overthrow of established order. Terorrist activity is
desinged to induce fear through its indiscriminate, arbitrary, dan unpredictable acts of
violence, often againts members of the population at large”
Para aktor-aktor teroris ini pada kenyataannya telah merebut kebebasan kita, ketertiban kita,
dan segala hak yang kita miliki dengan membuat kita merasa takut akan keberadaan mereka.
Perlakuan teroris sebenarnya bukanlah hal yang baru kita dengar, karna sudah dari dulu kita
tahu dan tak jarang kitapun ikut sebagai korban dari perlakuan mereka seperti Pengeboman,
perampokan, Dll.
Dalam ilmu sosiologi, perlakuan dari pada teroris ini merupakan sebuah penyimpangan sosial
karna menyangkut dengan kebebasan dan ketertiban orang banyak. Maksud dari

penyimpangan itu adalah setiap perilaku yang dinyatakan sebagai suatu pelanggaran terhadap
norma-norma kelompok atau masyarakat. Penyimpangan bukanlah suatu kualitas dari suatu
tindakan orang melainkan kosenkuensi dari adanya peraturan dan penerapan sangsi yang

dilakukan oleh orang lain terhadap pelaku tindakan tersebut (Becker, 1963 :9). Penentuan
dari beberapa tindakan tertentu sebagai penyimpangan merupakan suatu cara untuk
mengembangkan norma konvensional. Hampir seabad yang lalu seorang ahli sosiologi
Durkheim (1893) menyatakan bahwa perbuatan yang melanggar susila mempersatukan para
anggota masyarakat dalam mendukung norma konvensional.
Bertolak dari semua pengertian yang dikemukakan oleh beberapa ahli sosiologi tersebut,
berarti dapat dikatakan bahwa Perlakuan dari teroris merupakan suatu pelanggaran terhadap
apa yang menjadi norma-norma susila maupun hukum dalam konteks bangsa dan negara kita
Indonesia. Sah-sah saja apabila dikatakan perlakuan teroris kembali terjadi merupakan akibat
dari banyaknya peraturan dan penerapan sangsi yang dibuat oleh para pemangku kepentingan
negara ini, namun sebenarnya perbuatan melanggar susila dan hukum ini dapat kita jadikan
sebagai bahan mempersatukan semua warga negara untuk mendukung memperkuat normanorma dalam kehidupan berbangsa dan bernegara kita agar perlindungan dari kebebasan dan
ketertiban kita dari ancaman perlakuan teroris semakin terjamin secara menyeluruh.
Sebagaimana yang dikemukakan oleh Erikson (1966) bahwa penyimpangan mempertegas
norma; mana kala suatu tindakan dicap sebagai penyimpangan maka hal itu menujukkan
kepada orang ‘’seberapa jauh mereka berbuat’’ .
Aktor-aktor teroris seharusnya tahu bahwa tidak ada satupun warga negara akan memberikan
kebebasan bertindak bebas penuh sebagaimana kehendak hatinya, kita telah ada norma susila
dan norma hukum yang mewajibkan kita tidak mengancam kebebasan dan ketertiban semua
warga negara Indonesia. Semua masyarakat dan kelompok akan menghukum para

penyimpang dengan jenis hukuman yang beraneka ragam mulai dari penolakan, pengejekan
sampai dengan segala bentuk siksaan yang bisa dibayangkan semua orang. Pemotongan
bagian tubuh, pemenjaraan dan hukuman mati dapat saja diterapkan kepada aktor-aktor
pengancam kebebasan dan ketertiban orang banyak tersebut melalui pasal-pasal hukum yang
akan dilipat gandakan kepada mereka.
Terkadang ada banyak kita lihat seperti yang sudah sudah, para aktor-aktor penyimpang yang
telah berhasil ditangkap kadangkala menerima hukuman dengan perasaan tenang, kurang
tahu apakah memang mereka ikhlas menerima semuanya ataupun sebenarnya didalam hati

mereka protes hal itu. Sebagaimana orang-orang Kristen pada tahun 60-an oleh para hipis dan
kelompok sayap kiri radikal pada saat menghukum, kadangkala para penyimpang itu
memprotes keras penganiayaan dan penekanan yang ditunjukkan kepada mereka. Negara kita
harusnya mengedepankan “Tema penganiayaan” dijadikan suatu alat taktik yang berguna
untuk mencapai tujuan hukum kita untuk memberantas mereka yang menjadi aktor-aktor
teror tersebut seperti yang telah dimanfaatkan oleh para organisator selama berabad-abad
walaupun pada waktu itu berita penganiayaan terhadap penyimpang seringkali dilebihlebihkan dan bersifat menghansut tetapi penganiayaan terhadap penyimpang memang
merupakan suatu yang nyata pada setiap masyarakat.
Dapatkah kebebasan dan ketertiban berjalan bersama-sama dalam kehidupan kita sebagai
warga negara Indonesia?
Kita tahu bahwa tanpa ketertiban sosial, semua diantara kita tidak mampu melakukan sesuatu

dengan perasaan tenang dan senang, meskipun demikian harus kita tahu proses menciptakan
dan menerapkan ketertiban dinegara kita dapat saja mengganggu kebebasan kita sebagai
warga negara. Kita terperangkap dalam himpitan dilema, kebebasan penuh yang dilakukan
oleh para semua aktor teroris akan terus menerus menimbulkan kekacauan dan mematikan
kebebasan kita untuk hidup secara aman sebagai warga negara punya hak dijamin negara.
Jadi, pengendalian sosial yang selama ini bangsa da negara kita lakukan harus tetap
dilakukan, warga negara semuanya harus mendukung, sepakat dalam hal itu supaya bersamasama kita capai kebebasan dan ketertiban sosial dalam kehidupan berbangsa dan bernegara
kita. Hidup tentram, aman, terlepas dari berbagai acaman teroris adalah tujuan utama kita
semua.