Tugas dasar dasar ilmu tanah
1.
Sistem klasifikasi tanah terbaru ini memberikan Penamaan Tanah
berdasarkan sifat utama dari tanah tersebut. Menurut Hardjowigeno
(1992)terdapat 10 ordo tanah dalam sistem Taksonomi Tanah USDA 1975, yaitu:
1. Alfisol
2. Aridisol
3. Entisol
4. Histosol
5. Inceptisol
6. Mollisol
7. Oxisol
8. Spodosol
9. Ultisol
10. Vertisol
Alfisol:
Tanah yang termasuk ordo Alfisol merupakan tanah-tanah yang terdapat
penimbunan liat di horison bawah (terdapat horison argilik)dan mempunyai
kejenuhan basa tinggi yaitu lebih dari 35% pada kedalaman 180 cm dari
permukaan tanah. Liat yang tertimbun di horison bawah ini berasal dari horison
di atasnya dan tercuci kebawah bersama dengan gerakan air. Padanan dengan
sistem klasifikasi yang lama adalah termasuk tanah Mediteran Merah Kuning,
Latosol, kadang-kadang juga Podzolik Merah Kuning.
Aridisol:
Tanah yang termasuk ordo Aridisol merupakan tanah-tanah yang mempunyai
kelembapan tanah arid (sangat kering). Mempunyai epipedon ochrik, kadangkadang dengan horison penciri lain. Padanan dengan klasifikasi lama adalah
termasuk Desert Soil.
Entisol:
Tanah yang termasuk ordo Entisol merupakan tanah-tanah yang masih sangat
muda yaitu baru tingkat permulaan dalam perkembangan. Tidak ada horison
penciri lain kecuali epipedon ochrik, albik atau histik. Kata Ent berarti recent atau
baru. Padanan dengan sistem klasifikasi lama adalah termasuk tanah Aluvial
atau Regosol.
Histosol:
Tanah yang termasuk ordo Histosol merupakan tanah-tanah dengan kandungan
bahan organik lebih dari 20% (untuk tanah bertekstur pasir) atau lebih dari 30%
(untuk tanah bertekstur liat). Lapisan yang mengandung bahan organik tinggi
tersebut tebalnya lebih dari 40 cm. Kata Histos berarti jaringan tanaman.
Padanan dengan sistem klasifikasi lama adalah termasuk tanah Organik atau
Organosol.
Inceptisol:
Tanah yang termasuk ordo Inceptisol merupakan tanah muda, tetapi lebih
berkembang daripada Entisol. Kata Inceptisol berasal dari kata Inceptum yang
berarti permulaan. Umumnya mempunyai horison kambik. Tanah ini belum
berkembang lanjut, sehingga kebanyakan dari tanah ini cukup subur. Padanan
dengan sistem klasifikasi lama adalah termasuk tanah Aluvial, Andosol, Regosol,
Gleihumus, dll.
Mollisol:
Tanah yang termasuk ordo Mollisol merupakan tanah dengan tebal epipedon
lebih dari 18 cm yang berwarna hitam (gelap), kandungan bahan organik lebih
dari 1%, kejenuhan basa lebih dari 50%. Agregasi tanah baik, sehingga tanah
tidak keras bila kering. Kata Mollisol berasal dari kata Mollis yang berarti lunak.
Padanan dengan sistem kalsifikasi lama adalah termasuk tanah Chernozem,
Brunize4m, Rendzina, dll.
Oxisol:
Tanah yang termasuk ordo Oxisol merupakan tanah tua sehingga mineral mudah
lapuk tinggal sedikit. Kandungan liat tinggi tetapi tidak aktif sehingga kapasitas
tukar kation (KTK) rendah, yaitu kurang dari 16 me/100 g liat. Banyak
mengandung oksida-oksida besi atau oksida Al. Berdasarkan pengamatan di
lapang, tanah ini menunjukkan batas-batas horison yang tidak jelas. Padanan
dengan sistem klasifikasi lama adalah termasuk tanah Latosol (Latosol Merah &
Latosol Merah Kuning), Lateritik, atau Podzolik Merah Kuning.
Spodosol:
Tanah yang termasuk ordo Spodosol merupakan tanah dengan horison bawah
terjadi penimbunan Fe dan Al-oksida dan humus (horison spodik) sedang,
dilapisan atas terdapat horison eluviasi (pencucian) yang berwarna pucat (albic).
Padanan dengan sistem klasifikasi lama adalah termasuk tanah Podzol.
Ultisol:
Tanah yang termasuk ordo Ultisol merupakan tanah-tanah yang terjadi
penimbunan liat di horison bawah, bersifat masam, kejenuhan basa pada
kedalaman 180 cm dari permukaan tanah kurang dari 35%. Padanan dengan
sistem klasifikasi lama adalah termasuk tanah Podzolik Merah Kuning, Latosol,
dan Hidromorf Kelabu.
Vertisol:
Tanah yang termasuk ordo Vertisol merupakan tanah dengan kandungan liat
tinggi (lebih dari 30%) di seluruh horison, mempunyai sifat mengembang dan
mengkerut. Kalau kering tanah mengkerut sehingga tanah pecah-pecah dan
keras. Kalau basah mengembang dan lengket. Padanan dengan sistem klasifikasi
lama adalah termasuk tanah Grumusol atau Margalit.
Menurut Hardjowigeno (1992) terdapat 10 ordo tanah dalam sistem Taksonomi Tanah
USDA 1975 dengan disertai singkatan nama ordo tersebut, adalah sebagai berikiut:
1. Alfisol –> disingkat: Alf
2. Aridisol –> disingkat: Id
3. Entisol –> disingkat: Ent
4. Histosol –> disingkat: Ist
5. Inceptisol –> disingkat: Ept
6. Mollisol –> disingkat: Oll
7. Oxisol –> disingkat: Ox
8. Spodosol –> disingkat: Od
9. Ultisol –> disingkat: Ult
10. Vertisol –> disingkat: Ert
Sistem ini bersifat hierarkis. terdapat penggolongan 12 (pada versi pertama berjumlah
sepuluh) kelompok utama yang disebut soil order ("ordo tanah"). Mereka adalah
1. Entisol (membentuk akhiran -ent) merupakan tanah-tanah yang masih sangat muda yaitu
baru tingkat permulaan dalam perkembangan.
2. Inceptisol (membentuk akhiran -ept) merupakan tanah muda, tetapi lebih berkembang
daripada Entisol.
3. Alfisol (membentuk akhiran -alf) merupakan tanah-tanah yang terdapat penimbunan liat di
horison bawah (terdapat horison argilik)dan mempunyai kejenuhan basa tinggi yaitu lebih
dari 35% pada kedalaman 180 cm dari permukaan tanah.
4. Ultisol (membentuk akhiran -ult) merupakan tanah-tanah yang terjadi penimbunan liat di
horison bawah, bersifat masam, kejenuhan basa pada kedalaman 180 cm dari permukaan
tanah kurang dari 35%.
5. Oxisol (membentuk akhiran -ox) tanah tua sehingga mineral mudah lapuk tinggal sedikit.
Kandungan liat tinggi tetapi tidak aktif sehingga kapasitas tukar kation (KTK) rendah,
6. Vertisol (membentuk akhiran -vert) merupakan tanah dengan kandungan liat tinggi (lebih
dari 30%) di seluruh horison, mempunyai sifat mengembang dan mengkerut. Kalau kering
tanah mengkerut sehingga tanah pecah-pecah dan keras.
7. Mollisol (membentuk akhiran -mol) merupakan tanah dengan tebal epipedon lebih dari 18
cm yang berwarna hitam (gelap), kandungan bahan organik lebih dari 1%, kejenuhan basa
lebih dari 50%.
8.
Spodosol (membentuk akhiran -od) merupakan tanah dengan horison bawah terjadi
penimbunan Fe dan Al-oksida dan humus (horison spodik) sedang, dilapisan atas terdapat
horison eluviasi (pencucian) yang berwarna pucat (albic).
9. Histosol (membentuk akhiran -ist) merupakan tanah-tanah dengan kandungan bahan organik
lebih dari 20% (untuk tanah bertekstur pasir) atau lebih dari 30% (untuk tanah bertekstur
liat).
10. Andosol (membentuk akhiran -and)
11. Aridisol (membentuk akhiran -id) merupakan tanah-tanah yang mempunyai kelembapan
tanah arid (sangat kering).
12. Gleisol (membentuk akhiran )
Penamaan berikutnya ditentukan oleh kondisi masing-masing order. Sistem USDA
mempertimbangkan aspek pembentukan tanah akibat faktor aktivitas di bumi dan atmosfer.
2. Pedologi adalah ilmu yang mempelajari berbagai aspek geologi tanah. Di dalamnya
ditinjau berbagai hal mengenai pembentukan tanah (pedogenesis), morfologi tanah (sifat dan
ciri fisika dan kimia), dan klasifikasi tanah. Istilah ini dipinjam dari bahasa Inggris, pedology,
yang membentuknya dari dua kata bahasa Yunani: pedon ("tanah") dan logos ("lambang",
"pengetahuan").
Pedologi merupakan satu dari dua cabang utama ilmu tanah, selain edafologi (ilmu kesuburan
tanah)
3.
jujubandung
blog bebas
Skip to content
Home
Bahasa Inggris
o Grammar
o Surat-Menyurat
Kuliah
o Desaign Landfill
o Pengelolaan Sampah
o B3
o Amdal
contact
Search for:
Tanah
June 7, 2012envirokesehatanjujubandung
Tanah merupakan materi lepas yang terdiri dari hasil pelapukan batuan dan mineral lain serta
zat organik yang telah hancur, yang menutupi sebagian besar permukaan daratan bumi.
Dalam pengertian teknik secara umum maka tanah dapat didefinisikan sebagai material yang
terdiri dari agregat (butiran) mineral-mineral padat yang tidak tersementasi (terikat secara
kimia) satu sama lain dan dari bahan-bahan organik yang telah melapuk (yang berpartikel
padat) disertai dengan zat cair dan gas yang mengisi ruang-ruang kosong diantara partikelpartikel padat tersebut (Das, 1993). Tanah terdiri dari lima komponen utama yaitu: unsur
mineral, air, udara, unsur organik, dan organisme hidup. Material mineral merupakan
komponen struktural tanah yang paling pokok dan ia merupakan 50 persen dari total volume.
Kuantitas dari konstituen tersebut tidaklah sama untuk setiap tanah namun hal tersebut sangat
tergantung pada lokasi tanah itu sendiri (Eweis, 1998).
Tanah merupakan komponen yang sangat esensial dari ekosistem dibelahan bumi ini. Ia
menyediakan dukungan mekanik dan nutrien bagi tanaman dan pertumbuhan mikroba. Tanan
yang subur dapat mendukung tersedianya makanan dan serat secara berlebihan merupakan
karakteristik dari keberadaan nutrien dan struktur fisik tanah yang menyokong bagi
kehidupan mikroorganisme. Pada kisaran yang luas dari mikroorganisme (bakteri,
actinomycetes, fungi, alga, dan protozoa) biasanya selalu ada dalam tanah meskipun desitas
populasinya sangat bervariasi. Permukaan butiran tanah merupakan tempat terjadinya
berbagai rekasi biokimia yang terjadi pada siklus materi organik, nitrogen, dan mineral
lainnya; pada pelapukan bebatuan; dan pemakaian nutrien oleh tanaman (Alexander, 1991).
Beberapa dari produk organik dan anorganik biasanya sisanya dapat dikenali dalam bentuk
batu-batuan, butiran pasir, sampah dedaunan, namun bentuk lain seperti mineral tanah liat
dan tanah humus dihasilkan dari perubahan kimia yang melibatkan komponen organik dan
anorganik selama terjadinya proses formasi tanah.
Pada dasarnya terdapat dua cara pendekatan untuk mendeskripsikan tanah yaitu : Pertama,
Profil tanah yang didefinisikan sebagai lapisan vertikal tanah yang dapat dibongkar,
contohnya dengan menggali lubang atau membuat potongan sehingga akan terlihat bahwa
tanah terdiri dari beberapa lapisan (horizon) mulai dari bawah permukaan sampai material
induk. Didalam profil tanah tersebut yang terdapat akar tanaman biasanya disebut solum.
Kedua, Pedon merupakan volume terkecil yang masih dapat dikategorikan sebagai tanah. Inti
dari penjelasan tersebut adalah bahwa tanah terdiri dari tiga dimensi, yaitu satu bagian
memiliki perluasan secara lateral, dan dua bagian lainnya dapat dilihat melalui permukaan
secara verikal. Pedon dapat diartikan juga irisan vertikal dari profil tanah yang ketebalan dan
lebarnya cukup untuk memuat seluruh sifat utama setiap horizon (Wild, 1995).
Sistem tanah tersusun atas tiga fase yaitu fase padat, cair, dan gas. Fase padat merupakan
campuran mineral dan bahan organik tanah. Fase cair adalah gabungan antara air dan zat
terlarut. Dan fase gas adalah campuran gas. Sifat fisik dan kimia tanah sangat dipengaruhi
oleh aerasi, ketersediaan nutrien, dan retensi air. Sifat-sifat tersebut akan mempengaruhi
aktivitas biologi yang terjadi di dalam tanah.
Tanah dapat diidentifikasikan dengan melakukan pengamatan terhadap karakterisitik hidrolis,
fisik, kimia, dan biologinya. Karakteristik hidrolis antara lain permeabilitas dan kecepatan
infiltrasi.
Tanah itu sendiri tak dapat dipisahkan dari kontaminasi polusi. Karena perannya yang begitu
bermanfaat bagi kehidupan, maka tanah sering dipakai oleh manusia untuk berbagai aktivitas,
namun kadang-kadang aktivitas tersebut meninggalkan suatu residu yang dikategorikan
sebagai polutan. Sekarang ini begitu banyaknya dicurahkan perhatian terhadap polusi yang
disebabkan oleh aktivitas manusia. Dibawah ini terdapat dua definisi dari polusi tersebut.
Pertama, polusi terjadi ketika suatu bagian dari lingkungan menjadi berbahaya atau bersifat
ofensif terhadap organisme dan khususnya terhadap manusia.
Kedua, kontaminan adalah adanya atau masuknya bahan kima atau bahan organik yang
berbahaya dimana pada lokasi tersebut tidak diharapkan adanya bahan berbahaya (Wild,
1995).
Semua bahan kimia akan berbahaya ketika konsentrasinya sangat tinggi meskipun bahan
tersebut pada dasarnya tidak berbahaya bahkan bermanfaat jika ia berada pada konsentrasi
yang dapat ditoleransi.
Ada dua cara proses dalam tanah yang dapat mencegah akumulasi zat-zat kimia dalam
konsentrasi berbahaya, yaitu dekomposisi kimia organik, termasuk pestisida, yang dilakukan
oleh mikroorganisme; dan proses adsorpsi dan presipitasi pada komponen tanah.
1. Komponen Tanah
Komponen yang ada dalam tanah terdiri atas partikel mineral (50%), air (25%), udara (20%)
dan senyawa organik (5%) (Gambar 2.1). Partikel yang ada dalam tanah tersebut terdiri atas
mineral utama dan mineral sekunder. Mineral utama berasal dari fraksi pasir dan debu yang
merupakan residu dari desintegrasi dari materi pembentuk tanah, sedangkan mineral sekunder
adalah dari fraksi liat yang akan mempengaruhi karakteristik fisik dan kimia dari tanah.
Pengaruh mineral utama akan sangat kecil terhadap karakteristik kimiawi.
Gambar 2.1 Komponen Tanah (Wild, 1993)
Dibawah mikroskop optik, partikel terkecil seperti endapan lumpur (diameter 0.002 hingga
0.02 mm) dapat diamati, dan pada kekuatan elektron mikroskop yang lebih tinggi maka kita
dapat melihat partikel tanah liat (diameter kurang dari 0.002 mm). Tanah yang berwarna
hitam menunjukkan bahwa ia memiliki humus yang tinggi. Dari satu sendok penuh tanah
maka akan dapat mengisolasi jutaan sel bakteri dan mikroorganisme lainnya. Jika suatu botol
setengahnya diisi dengan tanah lembab dan kemudian ditutup, maka komposisi udara pada
tanah akan berubah, oksigen akan digantikan oleh karbon dioksida yang dikarenakan oleh
respirasi organisme tanah tersebut.
Dari penjelasan tersebut, maka akan terlihat bahwa tanah mengandung mineral dan materi
organik, udara, air, dan organisme hidup. Unsur-unsur tersebut akan tergantung pada seberapa
besar proporsi dan komposisi dari komponen tersebut dan bagaimana ia berinteraksi satu
sama lainnya. Unsur-unsur tersebut dapat berubah karena tanah dibiarkan terbuka pada udara
bebas, tumbuh tanaman dan kemudian mati, diinjak-injak oleh binatang, atau dibajak oleh
manusia.
1.1. Fraksi Mineral Tanah
Mineral dominan yang terdapat dalam tanah adalah silikon dioksida (SiO2). Aluminium dan
besi juga berlimpah, sementara kehadiran kalsium, magnesium, potasium, titanium, mangan,
sodium, nitrogen, fosfor, dan sulfur biasanya berada dalam jumlah yang lebih sedikit
(Alexander, 1991). Kandungan Si dan Al/Mg dalam kristal tanah sangat berpengaruh
terhadap sifat plastis, kohesi, dan kemampuan absorbsi tanah. Komposisi kimia biasanya
sangat berbeda antar tanah dan juga akan berbeda pada tanah yang sama namun memiliki
kedalaman yang berbeda. Mikroorganisme mendapatkan jumlah nutrien yang dibutuhkan dari
porsi mineral tanah, dan hal tersebut sangat tergantung pada komposisi kimianya. Nutrien
yang dibutuhkan mikroorganisme mencakup nitrogen, fosfor, potasium, magnesium, sulfur,
besi, kalsium, mangan, seng, tembaga, dan molybdenum.
Area permukaan (area/volume) dari tiap-tiap jenis partikel tanah secara langsung akan
berpengaruh terhadap proses kimia, fisika, dan biologi tanah. Lempung merupakan absorben
yang sangat baik untuk air, ion, dan gas. Partikel yang lebih besar, seperti pasir, umumnya
tidak memiliki level yang sama terhadap aktivitas permukaannya. Dan pasir juga tidak
berpengaruh secara signifikan terhadap proses kimia dan biologi tanah. Kehadiran area
permukaan tanah ini juga mampu mengabsorb berbagai jenis senyawa yang ada dimana hal
tersebut memungkinkan terjadinya reduksi terhadap availabilitas senyawa organik untuk
proses biodegradasi. Faktor lainnya yang melibatkan avalabilitas nutrien adalah kapasitas
pertukaran kation tanah. Mineral lempung dan materi organik memiliki wilayah permukaan
elektrik negatif dimana ia mampu mengatraksikan secara positif ion-ion seperti NH4+, K+,
Na+, Ca2+, dan Mg2+.
1.2. Materi Organik Tanah
Materi organik tanah terdiri atas dua kelompok utama yaitu : pertama, materi yang bentuk
aslinya masih dapat dikenali, dan, kedua, humus. Kandungan materi organik tanah berkisar
antara 2-6% berat kering tanah. Materi organik ini juga merupakan sumber utama unsur
fosfor, nitrogen, dan sulfur. Fraksi organik tanah terbentuk dari bangkai tanaman dan hewan,
sel mikroba, dan produk yang dihasilkan pada proses metabolisme mikroba, dan semua hal
tersebut biasanya disebut sebagai humus. Humus adalah materi organik yang telah
mengalami proses degradasi dan transformasi yang dapat membuat materi awalnya tersebut
tidak dapat dikenali lagi (Atlas dan Bartha, 1987). Humus biasanya berwarna coklat
kehitaman dan bersifat koloid. Kapasitas menahan air humus jauh lebih besar daripada tanah
liat, hal ini sangat berguna bagi pertumbuhan tanaman. Humus lebih dominan dibentuk oleh
substansi yang terpolimerisasi, yaitu : senyawa aromatik, polisakarida, asam amino, polimer
asam uranik, dan senyawa fosfor (Alexander, 1991)
Humus dapat dibagi kedalam beberapa fraksi yang memiliki tingkat kelarutan yang berbeda
pada kondisi asam dan alkali. Kebanyakan dari humus dapat diekstraksi dengan larutan
alkalin. Endapan dimana bentuk dalam asidifikasi dari ekstraksi pada pH 2 dikenal sebagai
asam humik, dan fraksi yang tersisa dalam larutan dikenal sebagai asam fulvik. Fraksi
lainnya seperti humin tidak diekstraksi dengan alkali. Fraksi-fraksi tersebut tidak tunggal,
secara kimia memiliki substansi yang berbeda, namun fraksi-fraksi tersebut berbeda satu
sama lainnya dalam komposisi elemen dan jumlah kelompok reaktif yang ada didalamnya
(Tabel 2.1).
Senyawa kimia yang berbeda telah diidentifikasikan dalam humus. Misalnya 10-15% dari
humus, karbonnya berada dalam bentuk polisakarida. Sebagian lainnya lagi berasal dari
tanaman, namun identitas dari gula tersebut mengindikasikan bahwa kebanyakan karbon
berasal dari proses sintesi mikroorganisme tanah. Gula-gula tersebut terdiri dari asam gula
yang lebih dikenal sebagai asam uranik, yang berfungsi sebagai “lem” untuk merekatkan
partikel-partikel tanah dalam agregat.
Fraksi humik dan fulvik dari humus memiliki kelompok asam dimana ia didominasi oleh
gugus karboksilat (COOH) dan gugus fenolat (OH). Gugus karboksil berdisosiasi antara pH
4.5 hingga pH 7, dan gugus fenol berdisosiasi pada pH lebih dari 7.
Tabel 2.1 Komposisi Kimia pada Tanah Humus
Komponen
Asam Humik
Asam Fulvik
C (%)
56
46
O (%)
36
45
H (%)
4.7
5.4
N (%)
3.2
2.1
S (%)
0.8
1.9
COOH (mmol g-1)
3.6
8.2
Fenol OH (mmol g-1)
3.9
3.0
Sumber : Dari Schnitzer, M. Dan Khan, S.U. (eds) 1978, Soil Organic Matter, Elsevier,
Amsterdam
1.3. Gas dalam Tanah
Jumlah air dan udara dalam tanah biasanya cenderung saling berhubungan satu sama lainnya,
ketika rongga pori tanah sedang tidak diisi oleh air, maka ia akan diisi oleh udara. Gas utama
yang membuat hadirnya udara dalam tanah adalah sama dengan gas yang berada di atmosfir
bumi, seperti : nitrogen, oksigen, dan karbon dioksida. Konsentrasi dari masing-masing gas
tersebut, terutama oksigen dan karbon dioksida, sangat tergantung pada sejauh mana tanah
tersebut mampu diaerasi, dan tergantung juga pada aktivitas mikroorganisme yang ada dalam
tanah itu. Di atmosfir bumi, komponen udara terdiri dari oksigen sebanyak 20%, sedangkan
karbon dioksida hanya terisi sebanyak 0.03%. Sementara itu, pada tanah yang teraerasi
dengan baik, maka konsentrasi oksigen dapat berada pada range 18-20% dan konsentrasi
karbon dioksida dapat tersedia lebih dari 1 hingga 2 %. Pada tanah yang tidak dapat diaerasi
dengan baik, seperti tanah lempung dimana terdapat begitu banyak persediaan air dan
aktivitas mikroba yang tinggi (respirasi), maka karbon dioksida dapat terisi sebanyak 10%
dari volume udara (Paul and Clark, 1989).
Difusi gas dalam profil tanah dapat dijelaskan dengan mengikuti hukum Fick, yang
menjelaskan hubungan secara langsung gradien konsentrasi dalam profil tanah :
q = – D (dC/dz)
dimana:
q = flux yang berdifusi, g/cm2 · s
D = konstanta difusi, cm2/s
C = konsentrasi gas, g/cm3
Z = kedalaman, cm
Gas dapat bergerak dalam fasa udara, yaitu melalui dengan mengasumsikan bahwa pori-pori
tersebut saling berhubungan dan terbuka ke atmosfir, atau dalam fasa liquid dalam bentuk
terlarut. Kelarutan gas dalam air tergantung pada beberapa faktor, diantaranya termasuk
faktor gas itu sendiri, temperatur, dan tekanan parsial gas dalam pori. Jadi difusi gas dalam
air adalah 10.000 kali lebih lambat daripada difusi gas dalam fasa udara (Eweis, 1998).
Sedangkan untuk aktivitas mikroorganisme, status aerasi tanah secara keseluruhan tidaklah
sepenting seperti kondisi dalam agregat. Tanah yang secara umum mampu diaerasi dengan
baik memiliki ruang mikro anaerobik dalam bentuk agregat. Ruang mikro anaerobik tersebut
merupakan penjelasan parsial bagi kehadiran bakteri anaerobik, seperti Clostridia pada
lapisan atas tanah. Telah diperkirakan bahwa butiran tanah yang memiliki diameter lebih
besar dari 6 mm tidak akan memiliki oksigen ditengahnya. Sangat ironis, bakteri aerobik
yang menciptakan terjadinya kondisi tersebut ternyata menjadi begitu bermanfaat bagi bakteri
anaerobik untuk bertahan hidup. Seperti bakteri aerobik, secara berkoloni menempati ruang
mikro, maka bakteri anaerobik mengkonsumsikan seluruh persediaan oksigen, lalu mereka
mengubah kondisi menjadi anaerob dan membiarkan koloni anaerob berkembang. Transisi
dari kondisi aerob menjadi anaerob terjadi pada konsentrasi oksigen lebih kecil dari 1%. Pada
waktu yang sama, untuk mempertahankan aerasi pada tanah maka persentase pori yang terisi
oleh udara dalam tanah tidak boleh kurang dari 10% (Paul and Clark, 1989).
1.4. Air dalam Tanah
Air dalam tanah sangatlah bervariasi, ia berada dalam rongga pori tanah dan jumlahnya
sangat tergantung pada besarnya rongga pori dan ketersediaan air itu sendiri. Bersama dengan
garam-garam dalam tanah, air membentuk larutan tanah yang sangat penting untuk
menyalurkan nutrien yang berguna bagi peryumbuhan mikroorganisme. Kelembaman tanah
sangat dipengaruhi oleh aktivitas biologi. Air merupakan komponen penting bagi
protoplasma bakteri, sehingga dibutuhkan persediaan air yang memadai untuk pertumbuhan
dan penjagaan bakteri tersebut. Kelembaman tanah dipelihara oleh siklus hidrologis, dan ia
tertahan oleh adanya humus yang bersifat higroskopis sehingga tidak terjadi penguapan total.
Jika terlalu kecil kelembaman dalam tanah maka hal tersebut akan menghasilkan zona kering
dan akan kehilangan aktivitas mikroba. Namun jika terlalu banyak kelembaman, hal tersebut
dapat menghalangi pertukaran gas dan perpindahan oksigen kedalam dan melalui tanah
sehingga menghasilkan pengembangan zona anaerobik seiring dengan dihasilkannya
pengeliminasian terhadap bakteri aerob yang digantikan oleh anaerob atau anaerob fakultatif.
2. Karakteristik Fisik dan Kimia Tanah
Karakteristik fisik dari tanah meliputi tekstur tanah, struktur tanah, dan porositas tanah.
Menurut Foth (1998), tekstur tanah menunjukkan kasar halusnya suatu tanah dimana
merupakan perbandingan relatif pasir, debu, dan lempung, atau kelompok yang ukurannya
lebih kecil dari kerikil (diameter kurang dari 2 mm). Segitiga tekstur memperlihatkan batasan
antara partikel-partikel tanah tersebut (Gambar 2.2).
Tekstur dan bentuk tanah dapat menentukan permukaan jenis tanah, yaitu luas total
permukaan zarah (partikel tanah) per satuan berat (volume). Makin halus tekstur tanah,
menjadikan permukaan tanah semakin luas.
Struktur tanah merupakan hal-hal yang menyangkut bentuk agregat dari tanah, diantaranya
adalah senyawa organik yang merupakan komponen penting dari agregat dalammembentuk
struktur tanah.
Kedua faktor tersebut merupakan komponen utama yang menentukan distribusi dan
pergerakan air dan udara dalam tanah, dan menentukan ketersediaan air untuk tanaman yang
mempengaruhi pertumbuhan.
Sementara karakteristik kimia tanah dapat diartikan sebagai keseluruhan reaksi fisikokimia
dan kimia yang berlangsung antar penyusun tanah dengan bahan yang ditambahkan ke tanah
in situ. Karakteristik kimia tanah antara lain adalah pH, kemampuan tukar ion, kemampuan
adsorbsi dan penyaringan oleh berbagai ion anorganik.
2.1. Tekstur Tanah
Tekstur tanah adalah permukaan tanah yang dipengaruhi oleh ukuran tiap-tiap butir yang ada
didalam tanah (Das, 1993). Tanah asli merupakan campuran dari butir-butir yang mempunyai
ukuran yang berbeda-beda. Dalam sistem klasifikasi tanah berdasarkan tekstur, maka tanah
terdiri dari tiga komponen utama yaitu : sand, silt, dan clay. Fraksi ukuran yang dominan ini
memang dinyatakan untuk mendeskripsikan tekstur tersebut, misalnya sebagai lempung,
lempung berpasir, lempung berlanau, dan lain sebagainya. Jika tidak terdapat fraksi yang
dominan maka tanah akan dideskripsikan sebagai tanah liat atau lempung. Contoh untuk
mendeskripsikan nilai keberadaan dan sifat tanah adalah dengan melihat kemampuan tanah
untuk mengabsorpsi kation dari larutan tergantung dari fraksi mineral yang terkandung dalam
clay dan juga tergantung dari persentase clay dalam tanah. Hal tersebut tergantung pada
jumlah dan sumber zat organik yang terkandung dalam tanah. Permeabilitas tanah terhadap
air lebih dipengaruhi oleh susunan partikel mineral dan zat organik dalam struktur tanah
dengan pori-pori diantaranya, daripada tekstur itu sendiri.
Beberapa sistem klasifikasi berdasarkan tekstur tanah telah dikembangkan sejak dulu oleh
berbagai organisasi guna memenuhi kebutuhan mereka. Salah satu sistem klasifikasi yang
sangat familiar dipakai adalah sistem yang dikembangkan oleh Departemen Pertanian
Amerika Serikat (USDA). Sistem ini didasarkan pada ukuran batas dari butiran tanah yang
dijelaskan oleh USDA, yaitu :
Tabel 2.2. Klasifikasi Distribusi Ukuran Partikel Tanah
Jenis Partikel
Diamterer (mm)
Kerikil
Pasir sangat kasar
Pasir kasar
Pasir medium
Pasir halus
Lanau
Lempung
Sistem Internasional
Sistem USDA
Lebih besar dari 2.0
Lebih besar dari 2.0
–
1.0 – 2.0
0.2 – 2.0
0.5 – 1.0
–
0.1 – 0.5
0.02 – 0.2
0.05 – 0.1
0.002 – 0.02
0.002 – 0.05
Lebih kecil dari 0.002
Lebih kecil dari 0.002
Sumber : Wild, 1993
Penjelasan mengenai perhitungan klasifikasi tekstur tanah biasanya didekatkan dengan
memakai gambar segitiga tekstur, seperti yang dijelaskan pada Gambar 2.2. Pada gambar
tersebut terdapat tiga ukuran partikel, yaitu : sand, silt, dan clay, dimana masing-masingnya
diekspresikan sebagai persentase tanah yang lolos pada pengayakan yang berukuran 2 mm.
Gambar 2.2 tersebut dapat diilustrasikan dengan contoh berikut. Misalnya apabila distribusi
ukuran butir tanah A adalah : 30% pasir, 40% lanau, dan 30% butiran dengan lempung (<
0.002 mm), klasifikasi tekstur tanah yang bersangkutan dapat ditentukan dengan cara seperti
yang ditunjukkan oleh anak panah pada Gambar 2.2
tersebut. Sehingga dapat disimpulkan bahwa jenis tanah A tersebut berada dalam daerah
lempung tanah liat (Das, 1993).
Gambar 2.2 Klasifikasi Berdasarkan Tekstur oleh USDA (Das, 1993.)
Tekstur tanah ini dapat digunakan sebagai indikator dari properti tanah, misalnya ia dapat
digunakan untuk menentukan kemampuan tanah dalam mengabsorb kation yang berasal dari
larutan tergantung pada mineralogi fraksi lempung jika ia berada pada daerah jenis tanah
lempung. Tekstur ini juga tergantung pada jumlah dan kondisi alami dari materi organik yang
ada dalam tanah tersebut.
2.2. Struktur Tanah
Hidroponik
Klasifikasi
Cara Menanam
Sayur
Pupuk
Umum
Jual Sekam Bakar
Home»Pupuk»Kebutuhan Unsur Hara pada Tanaman
Kebutuhan Unsur Hara pada Tanaman
Tuesday, March 10th, 2015 - Pupuk
Advertisement
Kebutuhan Unsur Hara pada Tanaman – Kebutuhan unsur hara pada tanaman sangat
berkaitan dengan jenis atau macam unsur hara. Hal ini sejalan dengan adanya perbedaan
karakter dari masingmasing tanaman menyangkut kebutuhannya akan unsur hara tertentu
serta perbedaan karakter dan fungsi dari unsur hara tersebut. Kebutuhan tanaman akan unsur
hara yang berbeda sesuai dengan fase-fase pertumbuhan tanaman tersebut, semisal pada saat
awal pertumbuhan tanaman/fase vegetatif akan membutuhkan unsur hara yang berbeda
dengan saat tumbuhan mencapai fase generatif.
Kebutuhan unsur hara pada tanaman selain berkaitan dengan macam unsure hara, juga sangat
berkaitan dengan jumlah unsur hara yang dibutuhkan. Jumlah unsur hara yang dibutuhkan
oleh tanaman berbeda sesuai dengan jenis tanaman dan jenis unsur haranya, semisal pada
jenis tanaman sayuran akan membutuhkan unsur hara yang berbeda dengan jenis tanaman
palawija. Selain itu jumlah unsure hara yang dibutuhkan tanaman juga dapat dilihat dari umur
tanaman, seperti pendapat Tisdale et al. (1985) dalam Suwandi (2009) yang menyatakan
bahwa konsumsi hara oleh tanaman berbeda bergantung pada umur fisiologis tanaman
tersebut. Sebagai contoh seperti yang dinyatakan oleh Suwandi (2009) bahwa berdasarkan
analisis dinamika unsur hara NPK dan umur fisiologis tanaman, aplikasi pupuk N untuk
sayuran dimulai pada saat tanam hingga maksimum 2/3 umur tanaman. Pupuk P dan K
diaplikasikan sebelum tanam atau sebagian ditambahkan sebelum fase vegetatif maksimum.
Menurut Marschner (1986) dalam Wijayani dan Widodo (2005), pada dosis yang terlalu
rendah pengaruh larutan hara tidak nyata, sedangkan pada dosis yang terlalu tinggi selain
boros juga akan mengakibatkan tanaman mengalami plasmolisis, yaitu keluarnya cairan sel
karena tertarik oleh luarutan hara yang lebih pekat.
Menurut Bastari dalam Wijaya (2010) tanaman untuk dapat tumbuh dan berproduksi dengan
baik membutuhkan unsur hara yang selalu tersedia selama siklus hidupnya mulai dari
penanaman hingga panen. Ketersediaan hara dalam tanah dipengaruhi oleh banyak faktor.
Faktor pemberian konsentrasi pupuk yang tepat akan mempengaruhi hasil suatu tanaman.
Upaya-upaya untuk menjaga ketersediaan hara dalam tanah selain pemberian konsentrasi
pupuk, dapat juga melalui frekuensi pemberian pupuk, cara pemberian dan bentuk pupuk
digunakan secara tepat.
Pertumbuhan dan hasil tanaman yang optimum dapat dicapai dengan pemberian larutan hara
sesuai dengan kebutuhan tanaman. Meskipun unsur hara tanaman sangat kompleks, namun
demikian kebutuhan dasar terhadap hara dalam budidaya tanaman secara hidroponik telah
diketahui. Terdapat 14 unsur hara essensial untuk pertumbuhan tanaman. Air (H2O) dan
karbon dioksida (CO2) juga essensial untuk tanaman. Hidrogen, Karbon dan Oksigen juga
diperlukan untuk pertumbuhan tanaman mengakibatkan total hara essensial sebanyak 16
elemen. Unsur hara yang utama dibutuhkan oleh tanaman sayuran adalah N, P, dan K.
Nitrogen adalah unsur hara yang paling dinamis di alam. Menurut Mattason dan Schjoerring
(2002) dalam Suwandi (2009), unsur N mudah hilang dari tanah melalui volatilisasi atau
perkolasi air tanah, mudah berubah bentuk, dan mudah pula diserap tanaman. Tanaman
menyerap unsur N dalam bentuk ammonium (NH4+) dan nitrat (NO3-). Keberadaan NH4+
sangat dinamis karena mudah berubah bentuk menjadi NO3- akibat proses nitrifikasi.
Fosfor adalah unsur hara yang tidak mudah bergerak (immobile) dalam tanah. Hara P di tanah
tersedia dalam jumlah cukup bagi tanaman, namun kekurangan P menyebabkan pertumbuhan
tanaman terhambat akibat terganggunya perkembangan sel dan akar tanaman, metabolisme
karbohidrat, dan transfer energy (Marshner dalam Delvian, 2006). Menurut Barker dan
Pilbean dalam Suwandi, (2009), kalium sebagai unsur hara esensial agak mobil seperti N.
Meski hanya sebagian kecil K tersedia yang dapat dimanfaatkan oleh tanaman, hara K mudah
bergerak, terlindi, dan terikat oleh permukaan koloid tanah. Kekurangan K mempengaruhi
sistem perakaran, tunas, pembentukan pati, dan translokasi gula. Tanaman dapat menyerap
unsur hara melalui akar dan daun. Unsur C dan O diambil tanaman dari udara dalam bentuk
CO2 melalui stomata daun dalam proses fotosintesis. Unsur H diambil tanaman dari air tanah
(H2O) melalui akar tanaman. Air juga diserap tanaman melalui daun tapi dalam jumlah yang
sedikit. Unsur-unsur yang lain diserap akar tanaman dari dalam tanah seperti unsur hara
makro N, P, dan K juga unsur hara mikro seperti Ca, Mg, Cu, Fe, dan lainnya (Vincent dan
Yamaguchi dalam Parman, 2007).
Upaya untuk mengatasi kekurangan unsur hara adalah pemupukan dengan pupuk anorganik
atau organik sesuai kebutuhan tanaman. Masalah umum dalam pemupukan adalah rendahnya
efisiensi serapan unsur hara oleh tanaman. Menurut Suwandi (2009), efisiensi pemupukan N
dan K tergolong rendah, berkisar antara 30-40%. Efisiensi pemupukan P oleh tanaman juga
rendah, berkisar 15-20%. Penerapan teknologi penggunaan pupuk yang tepat, baik jenis,
takaran maupun aplikasinya, dapat meningkatkan efisiensi pemupukan N, P, dan K hingga
40- 50%. Untuk budidaya sayuran, takaran pupuk N berkisar antara 100-200 kg/ha, P2O5 90180 kg/ha, dan K2O sekitar 60-150 kg/ha (Suwandi, 2009). Menurut Margianto (2007) dalam
Malik (2009) kebutuhan nitrogen untuk tanaman kangkung adalah 69 kg N/ha, 54 kg
P2O5/ha, dan 21 kg K2O/ha. Menurut Jones, J (1991) tingkat kebutuhan hara tanaman sawi
dapat dilihat pada tabel di bawah ini :
N (%) 2,75-2,99 3,00-5,00 >5,00
P (%) 0,25-0,34 0,35-0,75 >0,75
K (%) 3,00-3,49 3,5-6,00 >6,00
Sawi dan kangkung merupakan tanaman C3 yang memiliki karakteristik kebutuhan unsur
hara tersendiri dibanding tanaman C4 atau CAM. Menurut Kaufman et.al. (1989), efisiensi
tanaman C3 terhadap unsur hara cukup rendah sehingga membutuhkan unsur hara lebih
banyak. Unsur N, Mg dan Fe merupakan komponen penyusun klorofil. Tanaman yang
kekurangan unsur hara tersebut menunjukkan gejala klorosis pada daun, yang menyebabkan
rendahnya fotosintesis, karena klorofil yang dimanfaatkan untuk menyerap energi sinar yang
menghasilkan energi dalam bentuk ATP dan NADP untuk mereduksi CO2, selain itu toleransi
yang rendah terhadap ion yang tidak esensial seperti timbal, kadmium, perak, aluminium,
raksa, timah, dan sebagainya dapat meracun bagi tanaman. Beberapa hara esensial bagi
pertumbuhan tanaman dan gejala defisiensinya menurut Lakitan (2007) tercantum pada tabel
berikut:
N Tanaman hijau muda, daun tua menguning
P Tanaman hijau tua berubah keunguan
K Tepi daun tua hijau kekuningan
Mg Interveinal Chlorosis,mulai dari daun tua berubah nekrosis
Ca Die Back daun muda dan mengering pada bagian ujungnya
S Warna daun hijau muda
Fe Interveinal Chlorosis dengan “Netted Pattern”
Mn Interveinal Chlorosis dengan “Netted Pattern”
B Pucuk terminal menjadi hijau muda dan mati
Cu Daun muda rontok dan kelihatan layu
Zn Interveinal Chlorosis pada daun tua
Mo Daun bagian bawah pucat.[tk]
Tags:
unsur hara yang sangat di butuhkan oleh tumbuhan, unsur hara yang dibutuhkan
tanaman, kebutuhan unsur hara tanaman, unsur hara, tabel kebutuhan unsur
hara tanaman, mengapa unsur hara sangat dibutuhkan dalam budidaya
tanaman hias, kebutuhan unsur hara padi, cara pemupukan unsur hara,
kebutuhan unsur hara yang dibutuhkan tanaman, nutrisi yang dibutuhkan saat
fase generatif padi
Advertisement
Share on: Twitter Facebook Google +
Kebutuhan Unsur Hara pada Tanaman | tipsberkebun | 4.5
Related Posts
Jenis Jenis Media Tanam
Jenis Jenis Media Tanam – Media tanam adalah komponen mutlak ketika bakal
bertepat tanam. Media tanam yang bakal dipakai wajib...
Pupuk Nutrisi Tanaman Hidroponik Lengkap
Pupuk Nutrisi Tanaman Hidroponik Lengkap – Bagi pencinta atau pekebun Tanaman
Hidroponik hal mendasar yang mesti diketahui adalah mengenai nutrisi...
Manfaat Sekam Bakar Sebagai Media Tanam Konvensional
Maupun Hidroponik
Manfaat Sekam Bakar Sebagai Media Tanam Konvensional Maupun Hidroponik –
Sekam merupakan salah satu dari bulir padi-padian (serealia) berupa lembaran...
Kualitas Larutan Nutrisi dalam Sistem Hidroponik
Kualitas Larutan Nutrisi dalam Sistem Hidroponik – Budidaya tanaman secara
hidroponik dilakukan tanpa tanah, tetapi menggunakan larutan nutrisi sebagai
sumber...
Larutan Nutrisi Organik Tanaman Hidroponik
Larutan Nutrisi Organik Tanaman Hidroponik – Pupuk adalah bahan yang
ditambahkan ke dalam tanah untuk menyediakan unsur-unsur esensial bagi
pertumbuhan...
Leave a Reply
Tips Terbaru
tanaman hidroponik
macam macam hidroponik
tanam hidroponik
tanah buatan unk menanam
kelembaban pada tanaman selada
budidaya strawberry
cara menanam cabe
cara bercocok tanam sayuran
macam sistem hidroponik
cara menanam strawberry secara hidroponik
Tips Populer
tanaman hidroponik
cara menanam kacang hijau
nutrisi hidroponik buatan sendiri
hidroponik
Budidaya kacang hijau
cara menanam hidroponik
cara menanam sawi hidroponik
cara menanam sayuran hidroponik
bercocok tanam hidroponik
cara menanam paprika
Tips Berkebun
Daftar Isi
Tentang Kami
Copyright © 2015 Tips Berkebun All Rights Reserved.
Struktur tanah dapat didefinisikan sebagai penyusunan dan pengaturan dari partikel-partikel
yang berbeda didalam tanah. Sehingga struktur tanah lebih menegaskan kepada kualitatif
dibandingkan kuantitatif tanah. Struktur tersebut berhubungan dengan porositas total dalam
volume tanah, bentuk dari masing-masing pori, dan distribusi ukuran pori secara keseluruhan.
Sehingga struktur tanah akan sangat berdampak pada proses mekanik tanah, terutama
masalah gerakan fluida, termasuk infiltrasi, retensi air, dan aerasi. Tanah yang partikelnya
tidak terikat satu sama lain, seperti debu gurun yang tidak terkonsolidasi, biasanya
dideskripsikan sebagai tanah yang tidak memiliki struktur atau memiliki struktur butiran
tunggal. Pada kasus lain, tanah yang memiliki partikel yang saling berdempet secara ketat,
seperti lempung yang telah mengering, biasanya dideskripsikan sebagai tanah yang memiliki
struktur masif. Tanah dimana strukturnya berada pada pertengahan kedua kondisi yang
dijelaskan diatas biasanya dideskripsikan sebagai agregat (Hillel, 1982).
Agar tanah dapat dibajak dengan baik, maka tanah tersebut harus terdiri dari agregat-agregat
kecil atau biasanya disebut remah-remah, sehingga dapat terjadinya proses penyemaian dan ia
menyediakan suplai air dan oksigen bagi kebutuhan akar tanaman. Agregat biasanya dapat
rusak jika terkena air hujan. Agregat yang paling stabil adalah yang terbentuk pada tanah
netral dan tanah yang mengandung kalsium karbonat pada pada padang rumput dimana
tersedianya lempung, dan juga pada tanah tropis dimana terdapat partikel mineral utama yang
terikat oleh oksida besi.
Materi organik juga sangat penting bagi agregat. Ukuran medium dari agregat (diameter 20250 mm) biasanya lebih stabil karena disokong oleh tanah humus, besi dan aluminium
oksida, dan partikel lempung. Efek dari humus biasanya tergantung pada jumlah mikroba
polisakarida yang memiliki gugus karboksil (Wild, 1995).
2.3. Rongga Pori dan Porositas
Partikel tanah memiliki densitas partikel dan bulk density sekitar 2.65 dan 1.3 g/cm3, hal
tersebut menjelaskan bahwa tanah memiliki total ruang pori atau porositas sekitar 50 persen.
Kasusnya adalah bebatuan tanpa ruang pori akan rusak mengalami pelapukan, setelah itu
pelapukan tersebut akan berbentuk mineral tanah yang memiliki porositas sekitar 50 persen.
Ukuran ruang pori sangat beragam, dan ukuran pori tersebut akan sama pentingnya dengan
jumlah rongga pori itu sendiri (Foth, 1990).
Bagian tanah yang tidak terisi oleh padatan maka ia akan dibentuk oleh ruang pori dalam
berbagai bentuk dan ukuran, kadang-kadang kecil dan terpisah, kadang-kadang terisi oleh
materi kontinu. Pakar tanah menyetakan bahwa ukuran, jumlah, dan susunan pori ini sebagai
porositas tanah. Porositas tanah akan mempengaruhi pergerakan air dan pertukaran gas.
Tanah yang tersusun bagus yaitu yang memiliki pori dengan jumlah yang banyak, hal tersebut
penting bagi mikroorganisme yang ada dalam tanah dan memerlukan air dan oksigen untuk
pertumbuhannya. Pengangkutan nutrien dan kontaminan juga sangat dipengaruhi oleh
porositas.
Pergerakan air dalam tanah sangat dipengaruhi oleh ukuran pori tanah. Pergerakan dan difusi
gas memiliki hubungan erat dengan total porositas. Difusi gas dalam tanah, senantiasa
tergantung pada ruang pori tanah. Ketika oksigen berdifusi melalui makropori menuju
mikropori yang berisi air, maka air tersebut akan berfungsi sebagai penghalang bagi
perpindahan gas. Oleh karena itu difusi gas jauh lebih baik di udara daripada didalam air.
Tanah berlempung biasanya memiliki aerasi tanah yang kecil ketika ia dalam keadaan basah,
karena kebanyakan dari mikroporinya akan terisi oleh air sehingga menyulitkan proses difusi.
Sedangkan pasir memiliki aerasi atau difusi gas yang cukup bagus karena kebanyakan dari
porositasnya didominasi oleh makropori. Secara umum, tanah yang dipakai untuk
pertumbuhan tanaman memiliki total porositas sebesar 50 persen dimana sebagiannya diisi
oleh porositas makropori dan sebagiannya lagi diisi oleh porositas mikropori. Hal tersebut
sama seperti tanah yang memiliki keseimbangan antara air yang digunakan untuk tanaman
dan oksigen yang digunakan untuk akar tumbuhan.
Porositas sangat dipengaruhi oleh susunan partikel dalam tanah. Partikel-pertikel tersebut
akan menentukan volume dari masing-masing fase tanah yaitu fase udara, air, dan fase solid.
Maka porositas adalah volume total fase udara dan fase air (VV) dibagi dengan volume total
keseluruhan fase (VT) (Gambar 2.3).
Gambar 2.3 Fase Udara, Air, dan Solid Tanah (Cookson, 1995)
2.4. Warna Tanah
Warna tanah merupakan salah satu faktor yang sangat penting karena secara tidak langsung
dapat mengkalkulasi karakteristik penting lainnya seperti saluran air, aerasi, dan jumlah
materi organik. Sehingga, warna digunakan bersama karakterisitik lainnya untuk membuat
kesimpulan terhadap kondisi formasi tanah dan tanah garapan.
Materi organik merupakan faktor utama yang menyebabkan timbulnya warna tanah,
tergntung pada kealamiannya, jumlah, dan distribusinya dalam profil tanah. Tanah yang
sering digunakan sebagai pembakar biasanya berwarna coklat, sedangkan pada materi
organik yang terdekomposisi dengan baik atau sering disebut dengan humus maka ia akan
berwarna hitam atau mendekati warna hitam. Kebanyakan dari tanah organik berwarna hitam.
Pada kebanyakan tanah mineral, kandungan materi organik tertinggi ada pada permukaan
lapisan tanah (horizon), dan warna tanah semakin gelap dengan meningkatnya kandungan
materi organik tersebut. Ada anggapan bahwa ada kaitannya antara warna gelap dari tanah
dengan tingkat kesuburan dan produktivitas tanah, meskipun hal tersebut tidak selamanya
benar untuk suatu kondisi dan lokasi tanah (Foth, 1990).
2.5. Kemampuan Tukar Kation (KTK)
Pertukaran ion meliputi kation dan anion yang diabsorb dari larutan menuju ke permukaan
tukar secara positif maupun negatif. Dari dua sifat pertukaran tersebut, tukar kation dalam
tanah memiliki nilai yang lebih besar dibandingkan nilai tukar anion. Tukar kation
didefinisikan sebagai pertukaran antara kation dalam larutan dengan kation lain yang terdapat
dalam permukaan material yang bermuatan negatif seperti koloid atau koloid organik (Foth,
1990).
Kemampuan tukar kation (KTK) tanah adalah kapasitas tanah untuk mengadsorpsi dan
mempertukarkan kation (Tan, 1991). KTK dinyatakan dalam satuan miliekivalen per 100
gram (meq/100 gr). KTK diukur berdasarkan jumlah maksimum kation yang diserap tanah,
yang dinyatakan dalam cmol (+) kg-1 dan cmol (-) kg-1, atau dalam mili ekivalen per 100 gr
(Foth, 1990). Dalam penetapan KTK, dilakukan suatu analisis semua kation yang dapat
dipertukarkan. KTK dapat dinyatakan dalam persamaan berikut :
KTK = ΣmEk kation dapat dipertukarkan per 100 gr tanah
KTK pada fraksi mineral dan organik memiliki kapasitas yang sama. Sumber utama KTK
dalam fraksi mineral biasanya bersumber pada lempung. Muatan negatif pada materi organik
hadir untuk mendisosiasikan H+ (deprotonasi) dari -OH pada gugus karboksil dan fenol. Pada
materi organik, rentang KTK adalah antara 100 sampai 400 cmol/kg, tergantung pada derajat
dekomposisinya. Pada horizon tanah mineral, materi organik dan lempung biasanya akan
memberikan kontribusi yang sama terhadap KTK.
2.6. Unsur Hara Tanah
Dalam tanah terdapat unsur-unsur hara yang penting bagi pertumbuhan tanaman maupun
organisme lain yang ada dalam tanah, diantaranya adalah nitrogen (N), fosfor (P), kalium (K),
kalsium (Ca), magnesium (Mg), dan beberapa logam seperti besi (Fe), mangan (Mn),
tembaga (Cu), seng (Zn), dan lain-lain. Nitrogen merupakan unsur penyusun yang dominan,
sedangkan fosfor penting bagi proses transfer energi, penyusun beberapa protein, koenzim,
asam nukleat, dan substrat metabolisme. Kalium penting bagi proses translokasi karbohidrat
dan sintesis protein. Kalsium merupakan komponen dinding sel pada tanaman maupun
bakteri, berperan dalam struktur dan permeabilitas membran. Magnesium merupakan unsur
yang berperan sebagai enzim aktivator. Besi berperan dalam sintesis enzim-enzim untuk
transfer elektron. Mangan merupakan unsur pengendali beberapa sistem oksidasi-reduksi.
Tembaga berperan sebagai katalisator respirasi dan penyusun enzim. Sedangkan seng, berada
dalam sistem enzim yang mengatur bermacam-macam aktivitas metabolik.
4.
Home
Maju Bersama Pertanian
Sunday, April 15, 2012
Peranan Unsur Nitrogen (N) pada pertanian
Sumber utama nitrogen adalah nitrogen bebas (N 2) di atmosfer, yang takarannya
mencapai 78% volume, dan sumber lainnya senyawa-senyawa yang tersimpan
dalam tubuh jasad. Nitrogen sangat jarang ditemui karena sifatnya yang mudah
larut dalam air.
Nitrogen diserap oleh tanaman sebagai NO 3- dan NH4+ kemudian dimasukkan ke
dalam semua gas amino dan Protein. Ada juga bentuk pokok nitrogen dalam
tanah mineral, yaitu nitrogen organik, bergabung dengan humus tanah ; nitrogen
amonium dapat diikat oleh mineral lempung tertentu, dan amonium anorganik
dapat larut dan senyawa nitrat.
Nitrogen yang tersedia tidak dapat langsung digunakan, tetapi harus mengalami
berbagai proses terlebih dahulu. Pada tanah yang immobilitasnya rendah
nitrogen yang ditambahkan akan bereaksi dengan pH tanah yang mempengaruhi
proses nitrogen. Begitu pula dengan proses denitrifikasi yang pada proses ini
ketersediaan nitrogen tergantung dari mikroba tanah yang pada umumnya lebih
menyukai senyawa dalam bentuk ion amonium daripada ion nitrat.
Adapun fungsi daripada unsur nitrogen pada tanaman adalah (1) meningkatkan
pertumbuhan tanaman, (2)meningkatkan kadar protein dalam tanah, (3)
meningkatkan tanaman penghasil dedaunan seperti sayuran dan rerumputan
ternak, (4)meningkatkan perkembangbiakan mikroorganisme dalam tanah, (5)
berfungsi untuk sintesa asam amino dan protein dalam tanaman
Ciri-ciri tanaman yang kekurangan unsur N gejalanya : pertumbuhan
lambat/kerdil, daun hijau kekuningan, daun sempit, pendek dan tegak, daundaun tua cepat menguning dan mati, jaringan tanaman mengering dan mati,
buah kerdil, kecil dan cepat masak lalu rontok.
Nitrogen banyak didapat dari udara. Udara merupakan sumber nitrogen paling
besar yang dalam proses pemanfaatannya oleh tanaman melalui perubahan
terlebih dahulu, dalam bentuk amonia dan nitrat yang sampai ketanah melalui
air
hujan,
atau
yang
di
ikat
oleh
bakteri
pengikat
nitrogen.
Selain daripada ciri tanaman kekurangan nitrogen, kelebihan nitrogen juga dapat
berdampak negatif pada tanaman, yaitu:
Menghasilkan tunas muda yang lembek / lemah dan vegetatif
Kurang menghasilkan biji dan biji-bijian
Menperlambat pemasakan / penuaan buah dan biji-bijian
Mengasamkan reaksi tanah, menurunkan PH tanah, dan merugikan
tanaman, sebab akan mengikat unsur hara lain, sehingga akan sulit
diserap tanaman.
Pemupukan jadi kurang efektif dan tidak efisien.
Pupuk anorganik yang mengandung unsur N yang tinggi adalah Urea, ZA,
Amonium Sulfat.
4 1 1. Nitrogen Nitrogen merupakan salah Satu unsur hara yang sangat penting dan
diperlukan dalam jumlah besar . tanaman menyerap unsur ini dalam bentuk ion nitrat (NO3-)
dan ion ammonium (NH4+). Senyawa Nitrogen dibutuhkan untuk membentuk asam amino
menjadi protein. Nitrogen dibutuhkan pula dalam pembentukan klorofil, asam nukleat dan
enzim. Dalam pertumbuhan tanaman secara umum terutama pada fase vegetatif berperan
dalam pembentukan tunas, perkembangan batang dan daun.
Copy the BEST Traders and Make Money (One Click) : http://ow.ly/KNICZ
5.
Ir.Rahmawati arsyad.MP
Dosen Fakultas Pertanian Universitas Islam Sumatera
Utara
Menu utama
Skip to content
Beranda
Bahan ajar Agroekoteknologi
Kuliah Room
The Holly Qur’an
Taman bacaan
Media
Hasil Pertanian
Tips Kesehatan
Peranan Bahan Organik Tanah
Bahan Organik Tanah
Bahan organik tanah umumnya ditemukan di permukaan tanah. Jumlahnya tidak besar, hanya
sekitar 3 – 5 % tetapi pengaruhnya
terhadap sifat-sifat tanah dan
pertumbuhan tanaman besar sekali. Adapun pengaruh bahan organik terhadap sifat-sifat tanah
dan akibatnya terhadap pertumbuhan tanaman adalah :
Sebagai granulator, yaitu memperbaiki struktur tanah
Sumber unsur hara N, P, S, unsur mikro dan lain-lain
Menambah kemampuan tanah untuk menahan air
Menambah kemampuan tanah untuk menahan unsur-unsur hara (Kapasitas Pertukaran
Kation tanah menjadi lebih tinggi)
Sumber energi bagi mikroorganisme.
Sumber bahan organik tanah yang utama adalah hasil fotosintesis yaitu bagian atas tanaman
seperti daun, duri serta sisa tanaman lainnya termasuk rumput, gulma dan limbah pasca
panen.
Bahan organik di dalam tanah terdiri dari bahan organik kasar dan bahan organik halus atau
humus. Humus terdiri dari bahan organik halus yang berasal dari hancuran bahan organik
kasar serta senyawa-senyawa baru yang dibentuk dari hancuran bahan organik tersebut
melalui kegiatan mikroorganisme di dalam tanah.
Bahan organik memiliki peranan sangat penting di dalam tanah. Bahan organik tanah juga
merupakan salah satu indikator kesehatan tanah. Tanah yang sehat memiliki kandungan
bahan organik tinggi, sekitar 5%. Sedangkan tanah yang tidak sehat memiliki kandungan
bahan organik yang rendah. Kesehatan tanah penting untuk menyamin produktivitas
pertanian.
Foto dari http://www.csiro.au
Bahan organik tanah terdiri dari sisa-sisa tumbuhan atau binatang melap
Sistem klasifikasi tanah terbaru ini memberikan Penamaan Tanah
berdasarkan sifat utama dari tanah tersebut. Menurut Hardjowigeno
(1992)terdapat 10 ordo tanah dalam sistem Taksonomi Tanah USDA 1975, yaitu:
1. Alfisol
2. Aridisol
3. Entisol
4. Histosol
5. Inceptisol
6. Mollisol
7. Oxisol
8. Spodosol
9. Ultisol
10. Vertisol
Alfisol:
Tanah yang termasuk ordo Alfisol merupakan tanah-tanah yang terdapat
penimbunan liat di horison bawah (terdapat horison argilik)dan mempunyai
kejenuhan basa tinggi yaitu lebih dari 35% pada kedalaman 180 cm dari
permukaan tanah. Liat yang tertimbun di horison bawah ini berasal dari horison
di atasnya dan tercuci kebawah bersama dengan gerakan air. Padanan dengan
sistem klasifikasi yang lama adalah termasuk tanah Mediteran Merah Kuning,
Latosol, kadang-kadang juga Podzolik Merah Kuning.
Aridisol:
Tanah yang termasuk ordo Aridisol merupakan tanah-tanah yang mempunyai
kelembapan tanah arid (sangat kering). Mempunyai epipedon ochrik, kadangkadang dengan horison penciri lain. Padanan dengan klasifikasi lama adalah
termasuk Desert Soil.
Entisol:
Tanah yang termasuk ordo Entisol merupakan tanah-tanah yang masih sangat
muda yaitu baru tingkat permulaan dalam perkembangan. Tidak ada horison
penciri lain kecuali epipedon ochrik, albik atau histik. Kata Ent berarti recent atau
baru. Padanan dengan sistem klasifikasi lama adalah termasuk tanah Aluvial
atau Regosol.
Histosol:
Tanah yang termasuk ordo Histosol merupakan tanah-tanah dengan kandungan
bahan organik lebih dari 20% (untuk tanah bertekstur pasir) atau lebih dari 30%
(untuk tanah bertekstur liat). Lapisan yang mengandung bahan organik tinggi
tersebut tebalnya lebih dari 40 cm. Kata Histos berarti jaringan tanaman.
Padanan dengan sistem klasifikasi lama adalah termasuk tanah Organik atau
Organosol.
Inceptisol:
Tanah yang termasuk ordo Inceptisol merupakan tanah muda, tetapi lebih
berkembang daripada Entisol. Kata Inceptisol berasal dari kata Inceptum yang
berarti permulaan. Umumnya mempunyai horison kambik. Tanah ini belum
berkembang lanjut, sehingga kebanyakan dari tanah ini cukup subur. Padanan
dengan sistem klasifikasi lama adalah termasuk tanah Aluvial, Andosol, Regosol,
Gleihumus, dll.
Mollisol:
Tanah yang termasuk ordo Mollisol merupakan tanah dengan tebal epipedon
lebih dari 18 cm yang berwarna hitam (gelap), kandungan bahan organik lebih
dari 1%, kejenuhan basa lebih dari 50%. Agregasi tanah baik, sehingga tanah
tidak keras bila kering. Kata Mollisol berasal dari kata Mollis yang berarti lunak.
Padanan dengan sistem kalsifikasi lama adalah termasuk tanah Chernozem,
Brunize4m, Rendzina, dll.
Oxisol:
Tanah yang termasuk ordo Oxisol merupakan tanah tua sehingga mineral mudah
lapuk tinggal sedikit. Kandungan liat tinggi tetapi tidak aktif sehingga kapasitas
tukar kation (KTK) rendah, yaitu kurang dari 16 me/100 g liat. Banyak
mengandung oksida-oksida besi atau oksida Al. Berdasarkan pengamatan di
lapang, tanah ini menunjukkan batas-batas horison yang tidak jelas. Padanan
dengan sistem klasifikasi lama adalah termasuk tanah Latosol (Latosol Merah &
Latosol Merah Kuning), Lateritik, atau Podzolik Merah Kuning.
Spodosol:
Tanah yang termasuk ordo Spodosol merupakan tanah dengan horison bawah
terjadi penimbunan Fe dan Al-oksida dan humus (horison spodik) sedang,
dilapisan atas terdapat horison eluviasi (pencucian) yang berwarna pucat (albic).
Padanan dengan sistem klasifikasi lama adalah termasuk tanah Podzol.
Ultisol:
Tanah yang termasuk ordo Ultisol merupakan tanah-tanah yang terjadi
penimbunan liat di horison bawah, bersifat masam, kejenuhan basa pada
kedalaman 180 cm dari permukaan tanah kurang dari 35%. Padanan dengan
sistem klasifikasi lama adalah termasuk tanah Podzolik Merah Kuning, Latosol,
dan Hidromorf Kelabu.
Vertisol:
Tanah yang termasuk ordo Vertisol merupakan tanah dengan kandungan liat
tinggi (lebih dari 30%) di seluruh horison, mempunyai sifat mengembang dan
mengkerut. Kalau kering tanah mengkerut sehingga tanah pecah-pecah dan
keras. Kalau basah mengembang dan lengket. Padanan dengan sistem klasifikasi
lama adalah termasuk tanah Grumusol atau Margalit.
Menurut Hardjowigeno (1992) terdapat 10 ordo tanah dalam sistem Taksonomi Tanah
USDA 1975 dengan disertai singkatan nama ordo tersebut, adalah sebagai berikiut:
1. Alfisol –> disingkat: Alf
2. Aridisol –> disingkat: Id
3. Entisol –> disingkat: Ent
4. Histosol –> disingkat: Ist
5. Inceptisol –> disingkat: Ept
6. Mollisol –> disingkat: Oll
7. Oxisol –> disingkat: Ox
8. Spodosol –> disingkat: Od
9. Ultisol –> disingkat: Ult
10. Vertisol –> disingkat: Ert
Sistem ini bersifat hierarkis. terdapat penggolongan 12 (pada versi pertama berjumlah
sepuluh) kelompok utama yang disebut soil order ("ordo tanah"). Mereka adalah
1. Entisol (membentuk akhiran -ent) merupakan tanah-tanah yang masih sangat muda yaitu
baru tingkat permulaan dalam perkembangan.
2. Inceptisol (membentuk akhiran -ept) merupakan tanah muda, tetapi lebih berkembang
daripada Entisol.
3. Alfisol (membentuk akhiran -alf) merupakan tanah-tanah yang terdapat penimbunan liat di
horison bawah (terdapat horison argilik)dan mempunyai kejenuhan basa tinggi yaitu lebih
dari 35% pada kedalaman 180 cm dari permukaan tanah.
4. Ultisol (membentuk akhiran -ult) merupakan tanah-tanah yang terjadi penimbunan liat di
horison bawah, bersifat masam, kejenuhan basa pada kedalaman 180 cm dari permukaan
tanah kurang dari 35%.
5. Oxisol (membentuk akhiran -ox) tanah tua sehingga mineral mudah lapuk tinggal sedikit.
Kandungan liat tinggi tetapi tidak aktif sehingga kapasitas tukar kation (KTK) rendah,
6. Vertisol (membentuk akhiran -vert) merupakan tanah dengan kandungan liat tinggi (lebih
dari 30%) di seluruh horison, mempunyai sifat mengembang dan mengkerut. Kalau kering
tanah mengkerut sehingga tanah pecah-pecah dan keras.
7. Mollisol (membentuk akhiran -mol) merupakan tanah dengan tebal epipedon lebih dari 18
cm yang berwarna hitam (gelap), kandungan bahan organik lebih dari 1%, kejenuhan basa
lebih dari 50%.
8.
Spodosol (membentuk akhiran -od) merupakan tanah dengan horison bawah terjadi
penimbunan Fe dan Al-oksida dan humus (horison spodik) sedang, dilapisan atas terdapat
horison eluviasi (pencucian) yang berwarna pucat (albic).
9. Histosol (membentuk akhiran -ist) merupakan tanah-tanah dengan kandungan bahan organik
lebih dari 20% (untuk tanah bertekstur pasir) atau lebih dari 30% (untuk tanah bertekstur
liat).
10. Andosol (membentuk akhiran -and)
11. Aridisol (membentuk akhiran -id) merupakan tanah-tanah yang mempunyai kelembapan
tanah arid (sangat kering).
12. Gleisol (membentuk akhiran )
Penamaan berikutnya ditentukan oleh kondisi masing-masing order. Sistem USDA
mempertimbangkan aspek pembentukan tanah akibat faktor aktivitas di bumi dan atmosfer.
2. Pedologi adalah ilmu yang mempelajari berbagai aspek geologi tanah. Di dalamnya
ditinjau berbagai hal mengenai pembentukan tanah (pedogenesis), morfologi tanah (sifat dan
ciri fisika dan kimia), dan klasifikasi tanah. Istilah ini dipinjam dari bahasa Inggris, pedology,
yang membentuknya dari dua kata bahasa Yunani: pedon ("tanah") dan logos ("lambang",
"pengetahuan").
Pedologi merupakan satu dari dua cabang utama ilmu tanah, selain edafologi (ilmu kesuburan
tanah)
3.
jujubandung
blog bebas
Skip to content
Home
Bahasa Inggris
o Grammar
o Surat-Menyurat
Kuliah
o Desaign Landfill
o Pengelolaan Sampah
o B3
o Amdal
contact
Search for:
Tanah
June 7, 2012envirokesehatanjujubandung
Tanah merupakan materi lepas yang terdiri dari hasil pelapukan batuan dan mineral lain serta
zat organik yang telah hancur, yang menutupi sebagian besar permukaan daratan bumi.
Dalam pengertian teknik secara umum maka tanah dapat didefinisikan sebagai material yang
terdiri dari agregat (butiran) mineral-mineral padat yang tidak tersementasi (terikat secara
kimia) satu sama lain dan dari bahan-bahan organik yang telah melapuk (yang berpartikel
padat) disertai dengan zat cair dan gas yang mengisi ruang-ruang kosong diantara partikelpartikel padat tersebut (Das, 1993). Tanah terdiri dari lima komponen utama yaitu: unsur
mineral, air, udara, unsur organik, dan organisme hidup. Material mineral merupakan
komponen struktural tanah yang paling pokok dan ia merupakan 50 persen dari total volume.
Kuantitas dari konstituen tersebut tidaklah sama untuk setiap tanah namun hal tersebut sangat
tergantung pada lokasi tanah itu sendiri (Eweis, 1998).
Tanah merupakan komponen yang sangat esensial dari ekosistem dibelahan bumi ini. Ia
menyediakan dukungan mekanik dan nutrien bagi tanaman dan pertumbuhan mikroba. Tanan
yang subur dapat mendukung tersedianya makanan dan serat secara berlebihan merupakan
karakteristik dari keberadaan nutrien dan struktur fisik tanah yang menyokong bagi
kehidupan mikroorganisme. Pada kisaran yang luas dari mikroorganisme (bakteri,
actinomycetes, fungi, alga, dan protozoa) biasanya selalu ada dalam tanah meskipun desitas
populasinya sangat bervariasi. Permukaan butiran tanah merupakan tempat terjadinya
berbagai rekasi biokimia yang terjadi pada siklus materi organik, nitrogen, dan mineral
lainnya; pada pelapukan bebatuan; dan pemakaian nutrien oleh tanaman (Alexander, 1991).
Beberapa dari produk organik dan anorganik biasanya sisanya dapat dikenali dalam bentuk
batu-batuan, butiran pasir, sampah dedaunan, namun bentuk lain seperti mineral tanah liat
dan tanah humus dihasilkan dari perubahan kimia yang melibatkan komponen organik dan
anorganik selama terjadinya proses formasi tanah.
Pada dasarnya terdapat dua cara pendekatan untuk mendeskripsikan tanah yaitu : Pertama,
Profil tanah yang didefinisikan sebagai lapisan vertikal tanah yang dapat dibongkar,
contohnya dengan menggali lubang atau membuat potongan sehingga akan terlihat bahwa
tanah terdiri dari beberapa lapisan (horizon) mulai dari bawah permukaan sampai material
induk. Didalam profil tanah tersebut yang terdapat akar tanaman biasanya disebut solum.
Kedua, Pedon merupakan volume terkecil yang masih dapat dikategorikan sebagai tanah. Inti
dari penjelasan tersebut adalah bahwa tanah terdiri dari tiga dimensi, yaitu satu bagian
memiliki perluasan secara lateral, dan dua bagian lainnya dapat dilihat melalui permukaan
secara verikal. Pedon dapat diartikan juga irisan vertikal dari profil tanah yang ketebalan dan
lebarnya cukup untuk memuat seluruh sifat utama setiap horizon (Wild, 1995).
Sistem tanah tersusun atas tiga fase yaitu fase padat, cair, dan gas. Fase padat merupakan
campuran mineral dan bahan organik tanah. Fase cair adalah gabungan antara air dan zat
terlarut. Dan fase gas adalah campuran gas. Sifat fisik dan kimia tanah sangat dipengaruhi
oleh aerasi, ketersediaan nutrien, dan retensi air. Sifat-sifat tersebut akan mempengaruhi
aktivitas biologi yang terjadi di dalam tanah.
Tanah dapat diidentifikasikan dengan melakukan pengamatan terhadap karakterisitik hidrolis,
fisik, kimia, dan biologinya. Karakteristik hidrolis antara lain permeabilitas dan kecepatan
infiltrasi.
Tanah itu sendiri tak dapat dipisahkan dari kontaminasi polusi. Karena perannya yang begitu
bermanfaat bagi kehidupan, maka tanah sering dipakai oleh manusia untuk berbagai aktivitas,
namun kadang-kadang aktivitas tersebut meninggalkan suatu residu yang dikategorikan
sebagai polutan. Sekarang ini begitu banyaknya dicurahkan perhatian terhadap polusi yang
disebabkan oleh aktivitas manusia. Dibawah ini terdapat dua definisi dari polusi tersebut.
Pertama, polusi terjadi ketika suatu bagian dari lingkungan menjadi berbahaya atau bersifat
ofensif terhadap organisme dan khususnya terhadap manusia.
Kedua, kontaminan adalah adanya atau masuknya bahan kima atau bahan organik yang
berbahaya dimana pada lokasi tersebut tidak diharapkan adanya bahan berbahaya (Wild,
1995).
Semua bahan kimia akan berbahaya ketika konsentrasinya sangat tinggi meskipun bahan
tersebut pada dasarnya tidak berbahaya bahkan bermanfaat jika ia berada pada konsentrasi
yang dapat ditoleransi.
Ada dua cara proses dalam tanah yang dapat mencegah akumulasi zat-zat kimia dalam
konsentrasi berbahaya, yaitu dekomposisi kimia organik, termasuk pestisida, yang dilakukan
oleh mikroorganisme; dan proses adsorpsi dan presipitasi pada komponen tanah.
1. Komponen Tanah
Komponen yang ada dalam tanah terdiri atas partikel mineral (50%), air (25%), udara (20%)
dan senyawa organik (5%) (Gambar 2.1). Partikel yang ada dalam tanah tersebut terdiri atas
mineral utama dan mineral sekunder. Mineral utama berasal dari fraksi pasir dan debu yang
merupakan residu dari desintegrasi dari materi pembentuk tanah, sedangkan mineral sekunder
adalah dari fraksi liat yang akan mempengaruhi karakteristik fisik dan kimia dari tanah.
Pengaruh mineral utama akan sangat kecil terhadap karakteristik kimiawi.
Gambar 2.1 Komponen Tanah (Wild, 1993)
Dibawah mikroskop optik, partikel terkecil seperti endapan lumpur (diameter 0.002 hingga
0.02 mm) dapat diamati, dan pada kekuatan elektron mikroskop yang lebih tinggi maka kita
dapat melihat partikel tanah liat (diameter kurang dari 0.002 mm). Tanah yang berwarna
hitam menunjukkan bahwa ia memiliki humus yang tinggi. Dari satu sendok penuh tanah
maka akan dapat mengisolasi jutaan sel bakteri dan mikroorganisme lainnya. Jika suatu botol
setengahnya diisi dengan tanah lembab dan kemudian ditutup, maka komposisi udara pada
tanah akan berubah, oksigen akan digantikan oleh karbon dioksida yang dikarenakan oleh
respirasi organisme tanah tersebut.
Dari penjelasan tersebut, maka akan terlihat bahwa tanah mengandung mineral dan materi
organik, udara, air, dan organisme hidup. Unsur-unsur tersebut akan tergantung pada seberapa
besar proporsi dan komposisi dari komponen tersebut dan bagaimana ia berinteraksi satu
sama lainnya. Unsur-unsur tersebut dapat berubah karena tanah dibiarkan terbuka pada udara
bebas, tumbuh tanaman dan kemudian mati, diinjak-injak oleh binatang, atau dibajak oleh
manusia.
1.1. Fraksi Mineral Tanah
Mineral dominan yang terdapat dalam tanah adalah silikon dioksida (SiO2). Aluminium dan
besi juga berlimpah, sementara kehadiran kalsium, magnesium, potasium, titanium, mangan,
sodium, nitrogen, fosfor, dan sulfur biasanya berada dalam jumlah yang lebih sedikit
(Alexander, 1991). Kandungan Si dan Al/Mg dalam kristal tanah sangat berpengaruh
terhadap sifat plastis, kohesi, dan kemampuan absorbsi tanah. Komposisi kimia biasanya
sangat berbeda antar tanah dan juga akan berbeda pada tanah yang sama namun memiliki
kedalaman yang berbeda. Mikroorganisme mendapatkan jumlah nutrien yang dibutuhkan dari
porsi mineral tanah, dan hal tersebut sangat tergantung pada komposisi kimianya. Nutrien
yang dibutuhkan mikroorganisme mencakup nitrogen, fosfor, potasium, magnesium, sulfur,
besi, kalsium, mangan, seng, tembaga, dan molybdenum.
Area permukaan (area/volume) dari tiap-tiap jenis partikel tanah secara langsung akan
berpengaruh terhadap proses kimia, fisika, dan biologi tanah. Lempung merupakan absorben
yang sangat baik untuk air, ion, dan gas. Partikel yang lebih besar, seperti pasir, umumnya
tidak memiliki level yang sama terhadap aktivitas permukaannya. Dan pasir juga tidak
berpengaruh secara signifikan terhadap proses kimia dan biologi tanah. Kehadiran area
permukaan tanah ini juga mampu mengabsorb berbagai jenis senyawa yang ada dimana hal
tersebut memungkinkan terjadinya reduksi terhadap availabilitas senyawa organik untuk
proses biodegradasi. Faktor lainnya yang melibatkan avalabilitas nutrien adalah kapasitas
pertukaran kation tanah. Mineral lempung dan materi organik memiliki wilayah permukaan
elektrik negatif dimana ia mampu mengatraksikan secara positif ion-ion seperti NH4+, K+,
Na+, Ca2+, dan Mg2+.
1.2. Materi Organik Tanah
Materi organik tanah terdiri atas dua kelompok utama yaitu : pertama, materi yang bentuk
aslinya masih dapat dikenali, dan, kedua, humus. Kandungan materi organik tanah berkisar
antara 2-6% berat kering tanah. Materi organik ini juga merupakan sumber utama unsur
fosfor, nitrogen, dan sulfur. Fraksi organik tanah terbentuk dari bangkai tanaman dan hewan,
sel mikroba, dan produk yang dihasilkan pada proses metabolisme mikroba, dan semua hal
tersebut biasanya disebut sebagai humus. Humus adalah materi organik yang telah
mengalami proses degradasi dan transformasi yang dapat membuat materi awalnya tersebut
tidak dapat dikenali lagi (Atlas dan Bartha, 1987). Humus biasanya berwarna coklat
kehitaman dan bersifat koloid. Kapasitas menahan air humus jauh lebih besar daripada tanah
liat, hal ini sangat berguna bagi pertumbuhan tanaman. Humus lebih dominan dibentuk oleh
substansi yang terpolimerisasi, yaitu : senyawa aromatik, polisakarida, asam amino, polimer
asam uranik, dan senyawa fosfor (Alexander, 1991)
Humus dapat dibagi kedalam beberapa fraksi yang memiliki tingkat kelarutan yang berbeda
pada kondisi asam dan alkali. Kebanyakan dari humus dapat diekstraksi dengan larutan
alkalin. Endapan dimana bentuk dalam asidifikasi dari ekstraksi pada pH 2 dikenal sebagai
asam humik, dan fraksi yang tersisa dalam larutan dikenal sebagai asam fulvik. Fraksi
lainnya seperti humin tidak diekstraksi dengan alkali. Fraksi-fraksi tersebut tidak tunggal,
secara kimia memiliki substansi yang berbeda, namun fraksi-fraksi tersebut berbeda satu
sama lainnya dalam komposisi elemen dan jumlah kelompok reaktif yang ada didalamnya
(Tabel 2.1).
Senyawa kimia yang berbeda telah diidentifikasikan dalam humus. Misalnya 10-15% dari
humus, karbonnya berada dalam bentuk polisakarida. Sebagian lainnya lagi berasal dari
tanaman, namun identitas dari gula tersebut mengindikasikan bahwa kebanyakan karbon
berasal dari proses sintesi mikroorganisme tanah. Gula-gula tersebut terdiri dari asam gula
yang lebih dikenal sebagai asam uranik, yang berfungsi sebagai “lem” untuk merekatkan
partikel-partikel tanah dalam agregat.
Fraksi humik dan fulvik dari humus memiliki kelompok asam dimana ia didominasi oleh
gugus karboksilat (COOH) dan gugus fenolat (OH). Gugus karboksil berdisosiasi antara pH
4.5 hingga pH 7, dan gugus fenol berdisosiasi pada pH lebih dari 7.
Tabel 2.1 Komposisi Kimia pada Tanah Humus
Komponen
Asam Humik
Asam Fulvik
C (%)
56
46
O (%)
36
45
H (%)
4.7
5.4
N (%)
3.2
2.1
S (%)
0.8
1.9
COOH (mmol g-1)
3.6
8.2
Fenol OH (mmol g-1)
3.9
3.0
Sumber : Dari Schnitzer, M. Dan Khan, S.U. (eds) 1978, Soil Organic Matter, Elsevier,
Amsterdam
1.3. Gas dalam Tanah
Jumlah air dan udara dalam tanah biasanya cenderung saling berhubungan satu sama lainnya,
ketika rongga pori tanah sedang tidak diisi oleh air, maka ia akan diisi oleh udara. Gas utama
yang membuat hadirnya udara dalam tanah adalah sama dengan gas yang berada di atmosfir
bumi, seperti : nitrogen, oksigen, dan karbon dioksida. Konsentrasi dari masing-masing gas
tersebut, terutama oksigen dan karbon dioksida, sangat tergantung pada sejauh mana tanah
tersebut mampu diaerasi, dan tergantung juga pada aktivitas mikroorganisme yang ada dalam
tanah itu. Di atmosfir bumi, komponen udara terdiri dari oksigen sebanyak 20%, sedangkan
karbon dioksida hanya terisi sebanyak 0.03%. Sementara itu, pada tanah yang teraerasi
dengan baik, maka konsentrasi oksigen dapat berada pada range 18-20% dan konsentrasi
karbon dioksida dapat tersedia lebih dari 1 hingga 2 %. Pada tanah yang tidak dapat diaerasi
dengan baik, seperti tanah lempung dimana terdapat begitu banyak persediaan air dan
aktivitas mikroba yang tinggi (respirasi), maka karbon dioksida dapat terisi sebanyak 10%
dari volume udara (Paul and Clark, 1989).
Difusi gas dalam profil tanah dapat dijelaskan dengan mengikuti hukum Fick, yang
menjelaskan hubungan secara langsung gradien konsentrasi dalam profil tanah :
q = – D (dC/dz)
dimana:
q = flux yang berdifusi, g/cm2 · s
D = konstanta difusi, cm2/s
C = konsentrasi gas, g/cm3
Z = kedalaman, cm
Gas dapat bergerak dalam fasa udara, yaitu melalui dengan mengasumsikan bahwa pori-pori
tersebut saling berhubungan dan terbuka ke atmosfir, atau dalam fasa liquid dalam bentuk
terlarut. Kelarutan gas dalam air tergantung pada beberapa faktor, diantaranya termasuk
faktor gas itu sendiri, temperatur, dan tekanan parsial gas dalam pori. Jadi difusi gas dalam
air adalah 10.000 kali lebih lambat daripada difusi gas dalam fasa udara (Eweis, 1998).
Sedangkan untuk aktivitas mikroorganisme, status aerasi tanah secara keseluruhan tidaklah
sepenting seperti kondisi dalam agregat. Tanah yang secara umum mampu diaerasi dengan
baik memiliki ruang mikro anaerobik dalam bentuk agregat. Ruang mikro anaerobik tersebut
merupakan penjelasan parsial bagi kehadiran bakteri anaerobik, seperti Clostridia pada
lapisan atas tanah. Telah diperkirakan bahwa butiran tanah yang memiliki diameter lebih
besar dari 6 mm tidak akan memiliki oksigen ditengahnya. Sangat ironis, bakteri aerobik
yang menciptakan terjadinya kondisi tersebut ternyata menjadi begitu bermanfaat bagi bakteri
anaerobik untuk bertahan hidup. Seperti bakteri aerobik, secara berkoloni menempati ruang
mikro, maka bakteri anaerobik mengkonsumsikan seluruh persediaan oksigen, lalu mereka
mengubah kondisi menjadi anaerob dan membiarkan koloni anaerob berkembang. Transisi
dari kondisi aerob menjadi anaerob terjadi pada konsentrasi oksigen lebih kecil dari 1%. Pada
waktu yang sama, untuk mempertahankan aerasi pada tanah maka persentase pori yang terisi
oleh udara dalam tanah tidak boleh kurang dari 10% (Paul and Clark, 1989).
1.4. Air dalam Tanah
Air dalam tanah sangatlah bervariasi, ia berada dalam rongga pori tanah dan jumlahnya
sangat tergantung pada besarnya rongga pori dan ketersediaan air itu sendiri. Bersama dengan
garam-garam dalam tanah, air membentuk larutan tanah yang sangat penting untuk
menyalurkan nutrien yang berguna bagi peryumbuhan mikroorganisme. Kelembaman tanah
sangat dipengaruhi oleh aktivitas biologi. Air merupakan komponen penting bagi
protoplasma bakteri, sehingga dibutuhkan persediaan air yang memadai untuk pertumbuhan
dan penjagaan bakteri tersebut. Kelembaman tanah dipelihara oleh siklus hidrologis, dan ia
tertahan oleh adanya humus yang bersifat higroskopis sehingga tidak terjadi penguapan total.
Jika terlalu kecil kelembaman dalam tanah maka hal tersebut akan menghasilkan zona kering
dan akan kehilangan aktivitas mikroba. Namun jika terlalu banyak kelembaman, hal tersebut
dapat menghalangi pertukaran gas dan perpindahan oksigen kedalam dan melalui tanah
sehingga menghasilkan pengembangan zona anaerobik seiring dengan dihasilkannya
pengeliminasian terhadap bakteri aerob yang digantikan oleh anaerob atau anaerob fakultatif.
2. Karakteristik Fisik dan Kimia Tanah
Karakteristik fisik dari tanah meliputi tekstur tanah, struktur tanah, dan porositas tanah.
Menurut Foth (1998), tekstur tanah menunjukkan kasar halusnya suatu tanah dimana
merupakan perbandingan relatif pasir, debu, dan lempung, atau kelompok yang ukurannya
lebih kecil dari kerikil (diameter kurang dari 2 mm). Segitiga tekstur memperlihatkan batasan
antara partikel-partikel tanah tersebut (Gambar 2.2).
Tekstur dan bentuk tanah dapat menentukan permukaan jenis tanah, yaitu luas total
permukaan zarah (partikel tanah) per satuan berat (volume). Makin halus tekstur tanah,
menjadikan permukaan tanah semakin luas.
Struktur tanah merupakan hal-hal yang menyangkut bentuk agregat dari tanah, diantaranya
adalah senyawa organik yang merupakan komponen penting dari agregat dalammembentuk
struktur tanah.
Kedua faktor tersebut merupakan komponen utama yang menentukan distribusi dan
pergerakan air dan udara dalam tanah, dan menentukan ketersediaan air untuk tanaman yang
mempengaruhi pertumbuhan.
Sementara karakteristik kimia tanah dapat diartikan sebagai keseluruhan reaksi fisikokimia
dan kimia yang berlangsung antar penyusun tanah dengan bahan yang ditambahkan ke tanah
in situ. Karakteristik kimia tanah antara lain adalah pH, kemampuan tukar ion, kemampuan
adsorbsi dan penyaringan oleh berbagai ion anorganik.
2.1. Tekstur Tanah
Tekstur tanah adalah permukaan tanah yang dipengaruhi oleh ukuran tiap-tiap butir yang ada
didalam tanah (Das, 1993). Tanah asli merupakan campuran dari butir-butir yang mempunyai
ukuran yang berbeda-beda. Dalam sistem klasifikasi tanah berdasarkan tekstur, maka tanah
terdiri dari tiga komponen utama yaitu : sand, silt, dan clay. Fraksi ukuran yang dominan ini
memang dinyatakan untuk mendeskripsikan tekstur tersebut, misalnya sebagai lempung,
lempung berpasir, lempung berlanau, dan lain sebagainya. Jika tidak terdapat fraksi yang
dominan maka tanah akan dideskripsikan sebagai tanah liat atau lempung. Contoh untuk
mendeskripsikan nilai keberadaan dan sifat tanah adalah dengan melihat kemampuan tanah
untuk mengabsorpsi kation dari larutan tergantung dari fraksi mineral yang terkandung dalam
clay dan juga tergantung dari persentase clay dalam tanah. Hal tersebut tergantung pada
jumlah dan sumber zat organik yang terkandung dalam tanah. Permeabilitas tanah terhadap
air lebih dipengaruhi oleh susunan partikel mineral dan zat organik dalam struktur tanah
dengan pori-pori diantaranya, daripada tekstur itu sendiri.
Beberapa sistem klasifikasi berdasarkan tekstur tanah telah dikembangkan sejak dulu oleh
berbagai organisasi guna memenuhi kebutuhan mereka. Salah satu sistem klasifikasi yang
sangat familiar dipakai adalah sistem yang dikembangkan oleh Departemen Pertanian
Amerika Serikat (USDA). Sistem ini didasarkan pada ukuran batas dari butiran tanah yang
dijelaskan oleh USDA, yaitu :
Tabel 2.2. Klasifikasi Distribusi Ukuran Partikel Tanah
Jenis Partikel
Diamterer (mm)
Kerikil
Pasir sangat kasar
Pasir kasar
Pasir medium
Pasir halus
Lanau
Lempung
Sistem Internasional
Sistem USDA
Lebih besar dari 2.0
Lebih besar dari 2.0
–
1.0 – 2.0
0.2 – 2.0
0.5 – 1.0
–
0.1 – 0.5
0.02 – 0.2
0.05 – 0.1
0.002 – 0.02
0.002 – 0.05
Lebih kecil dari 0.002
Lebih kecil dari 0.002
Sumber : Wild, 1993
Penjelasan mengenai perhitungan klasifikasi tekstur tanah biasanya didekatkan dengan
memakai gambar segitiga tekstur, seperti yang dijelaskan pada Gambar 2.2. Pada gambar
tersebut terdapat tiga ukuran partikel, yaitu : sand, silt, dan clay, dimana masing-masingnya
diekspresikan sebagai persentase tanah yang lolos pada pengayakan yang berukuran 2 mm.
Gambar 2.2 tersebut dapat diilustrasikan dengan contoh berikut. Misalnya apabila distribusi
ukuran butir tanah A adalah : 30% pasir, 40% lanau, dan 30% butiran dengan lempung (<
0.002 mm), klasifikasi tekstur tanah yang bersangkutan dapat ditentukan dengan cara seperti
yang ditunjukkan oleh anak panah pada Gambar 2.2
tersebut. Sehingga dapat disimpulkan bahwa jenis tanah A tersebut berada dalam daerah
lempung tanah liat (Das, 1993).
Gambar 2.2 Klasifikasi Berdasarkan Tekstur oleh USDA (Das, 1993.)
Tekstur tanah ini dapat digunakan sebagai indikator dari properti tanah, misalnya ia dapat
digunakan untuk menentukan kemampuan tanah dalam mengabsorb kation yang berasal dari
larutan tergantung pada mineralogi fraksi lempung jika ia berada pada daerah jenis tanah
lempung. Tekstur ini juga tergantung pada jumlah dan kondisi alami dari materi organik yang
ada dalam tanah tersebut.
2.2. Struktur Tanah
Hidroponik
Klasifikasi
Cara Menanam
Sayur
Pupuk
Umum
Jual Sekam Bakar
Home»Pupuk»Kebutuhan Unsur Hara pada Tanaman
Kebutuhan Unsur Hara pada Tanaman
Tuesday, March 10th, 2015 - Pupuk
Advertisement
Kebutuhan Unsur Hara pada Tanaman – Kebutuhan unsur hara pada tanaman sangat
berkaitan dengan jenis atau macam unsur hara. Hal ini sejalan dengan adanya perbedaan
karakter dari masingmasing tanaman menyangkut kebutuhannya akan unsur hara tertentu
serta perbedaan karakter dan fungsi dari unsur hara tersebut. Kebutuhan tanaman akan unsur
hara yang berbeda sesuai dengan fase-fase pertumbuhan tanaman tersebut, semisal pada saat
awal pertumbuhan tanaman/fase vegetatif akan membutuhkan unsur hara yang berbeda
dengan saat tumbuhan mencapai fase generatif.
Kebutuhan unsur hara pada tanaman selain berkaitan dengan macam unsure hara, juga sangat
berkaitan dengan jumlah unsur hara yang dibutuhkan. Jumlah unsur hara yang dibutuhkan
oleh tanaman berbeda sesuai dengan jenis tanaman dan jenis unsur haranya, semisal pada
jenis tanaman sayuran akan membutuhkan unsur hara yang berbeda dengan jenis tanaman
palawija. Selain itu jumlah unsure hara yang dibutuhkan tanaman juga dapat dilihat dari umur
tanaman, seperti pendapat Tisdale et al. (1985) dalam Suwandi (2009) yang menyatakan
bahwa konsumsi hara oleh tanaman berbeda bergantung pada umur fisiologis tanaman
tersebut. Sebagai contoh seperti yang dinyatakan oleh Suwandi (2009) bahwa berdasarkan
analisis dinamika unsur hara NPK dan umur fisiologis tanaman, aplikasi pupuk N untuk
sayuran dimulai pada saat tanam hingga maksimum 2/3 umur tanaman. Pupuk P dan K
diaplikasikan sebelum tanam atau sebagian ditambahkan sebelum fase vegetatif maksimum.
Menurut Marschner (1986) dalam Wijayani dan Widodo (2005), pada dosis yang terlalu
rendah pengaruh larutan hara tidak nyata, sedangkan pada dosis yang terlalu tinggi selain
boros juga akan mengakibatkan tanaman mengalami plasmolisis, yaitu keluarnya cairan sel
karena tertarik oleh luarutan hara yang lebih pekat.
Menurut Bastari dalam Wijaya (2010) tanaman untuk dapat tumbuh dan berproduksi dengan
baik membutuhkan unsur hara yang selalu tersedia selama siklus hidupnya mulai dari
penanaman hingga panen. Ketersediaan hara dalam tanah dipengaruhi oleh banyak faktor.
Faktor pemberian konsentrasi pupuk yang tepat akan mempengaruhi hasil suatu tanaman.
Upaya-upaya untuk menjaga ketersediaan hara dalam tanah selain pemberian konsentrasi
pupuk, dapat juga melalui frekuensi pemberian pupuk, cara pemberian dan bentuk pupuk
digunakan secara tepat.
Pertumbuhan dan hasil tanaman yang optimum dapat dicapai dengan pemberian larutan hara
sesuai dengan kebutuhan tanaman. Meskipun unsur hara tanaman sangat kompleks, namun
demikian kebutuhan dasar terhadap hara dalam budidaya tanaman secara hidroponik telah
diketahui. Terdapat 14 unsur hara essensial untuk pertumbuhan tanaman. Air (H2O) dan
karbon dioksida (CO2) juga essensial untuk tanaman. Hidrogen, Karbon dan Oksigen juga
diperlukan untuk pertumbuhan tanaman mengakibatkan total hara essensial sebanyak 16
elemen. Unsur hara yang utama dibutuhkan oleh tanaman sayuran adalah N, P, dan K.
Nitrogen adalah unsur hara yang paling dinamis di alam. Menurut Mattason dan Schjoerring
(2002) dalam Suwandi (2009), unsur N mudah hilang dari tanah melalui volatilisasi atau
perkolasi air tanah, mudah berubah bentuk, dan mudah pula diserap tanaman. Tanaman
menyerap unsur N dalam bentuk ammonium (NH4+) dan nitrat (NO3-). Keberadaan NH4+
sangat dinamis karena mudah berubah bentuk menjadi NO3- akibat proses nitrifikasi.
Fosfor adalah unsur hara yang tidak mudah bergerak (immobile) dalam tanah. Hara P di tanah
tersedia dalam jumlah cukup bagi tanaman, namun kekurangan P menyebabkan pertumbuhan
tanaman terhambat akibat terganggunya perkembangan sel dan akar tanaman, metabolisme
karbohidrat, dan transfer energy (Marshner dalam Delvian, 2006). Menurut Barker dan
Pilbean dalam Suwandi, (2009), kalium sebagai unsur hara esensial agak mobil seperti N.
Meski hanya sebagian kecil K tersedia yang dapat dimanfaatkan oleh tanaman, hara K mudah
bergerak, terlindi, dan terikat oleh permukaan koloid tanah. Kekurangan K mempengaruhi
sistem perakaran, tunas, pembentukan pati, dan translokasi gula. Tanaman dapat menyerap
unsur hara melalui akar dan daun. Unsur C dan O diambil tanaman dari udara dalam bentuk
CO2 melalui stomata daun dalam proses fotosintesis. Unsur H diambil tanaman dari air tanah
(H2O) melalui akar tanaman. Air juga diserap tanaman melalui daun tapi dalam jumlah yang
sedikit. Unsur-unsur yang lain diserap akar tanaman dari dalam tanah seperti unsur hara
makro N, P, dan K juga unsur hara mikro seperti Ca, Mg, Cu, Fe, dan lainnya (Vincent dan
Yamaguchi dalam Parman, 2007).
Upaya untuk mengatasi kekurangan unsur hara adalah pemupukan dengan pupuk anorganik
atau organik sesuai kebutuhan tanaman. Masalah umum dalam pemupukan adalah rendahnya
efisiensi serapan unsur hara oleh tanaman. Menurut Suwandi (2009), efisiensi pemupukan N
dan K tergolong rendah, berkisar antara 30-40%. Efisiensi pemupukan P oleh tanaman juga
rendah, berkisar 15-20%. Penerapan teknologi penggunaan pupuk yang tepat, baik jenis,
takaran maupun aplikasinya, dapat meningkatkan efisiensi pemupukan N, P, dan K hingga
40- 50%. Untuk budidaya sayuran, takaran pupuk N berkisar antara 100-200 kg/ha, P2O5 90180 kg/ha, dan K2O sekitar 60-150 kg/ha (Suwandi, 2009). Menurut Margianto (2007) dalam
Malik (2009) kebutuhan nitrogen untuk tanaman kangkung adalah 69 kg N/ha, 54 kg
P2O5/ha, dan 21 kg K2O/ha. Menurut Jones, J (1991) tingkat kebutuhan hara tanaman sawi
dapat dilihat pada tabel di bawah ini :
N (%) 2,75-2,99 3,00-5,00 >5,00
P (%) 0,25-0,34 0,35-0,75 >0,75
K (%) 3,00-3,49 3,5-6,00 >6,00
Sawi dan kangkung merupakan tanaman C3 yang memiliki karakteristik kebutuhan unsur
hara tersendiri dibanding tanaman C4 atau CAM. Menurut Kaufman et.al. (1989), efisiensi
tanaman C3 terhadap unsur hara cukup rendah sehingga membutuhkan unsur hara lebih
banyak. Unsur N, Mg dan Fe merupakan komponen penyusun klorofil. Tanaman yang
kekurangan unsur hara tersebut menunjukkan gejala klorosis pada daun, yang menyebabkan
rendahnya fotosintesis, karena klorofil yang dimanfaatkan untuk menyerap energi sinar yang
menghasilkan energi dalam bentuk ATP dan NADP untuk mereduksi CO2, selain itu toleransi
yang rendah terhadap ion yang tidak esensial seperti timbal, kadmium, perak, aluminium,
raksa, timah, dan sebagainya dapat meracun bagi tanaman. Beberapa hara esensial bagi
pertumbuhan tanaman dan gejala defisiensinya menurut Lakitan (2007) tercantum pada tabel
berikut:
N Tanaman hijau muda, daun tua menguning
P Tanaman hijau tua berubah keunguan
K Tepi daun tua hijau kekuningan
Mg Interveinal Chlorosis,mulai dari daun tua berubah nekrosis
Ca Die Back daun muda dan mengering pada bagian ujungnya
S Warna daun hijau muda
Fe Interveinal Chlorosis dengan “Netted Pattern”
Mn Interveinal Chlorosis dengan “Netted Pattern”
B Pucuk terminal menjadi hijau muda dan mati
Cu Daun muda rontok dan kelihatan layu
Zn Interveinal Chlorosis pada daun tua
Mo Daun bagian bawah pucat.[tk]
Tags:
unsur hara yang sangat di butuhkan oleh tumbuhan, unsur hara yang dibutuhkan
tanaman, kebutuhan unsur hara tanaman, unsur hara, tabel kebutuhan unsur
hara tanaman, mengapa unsur hara sangat dibutuhkan dalam budidaya
tanaman hias, kebutuhan unsur hara padi, cara pemupukan unsur hara,
kebutuhan unsur hara yang dibutuhkan tanaman, nutrisi yang dibutuhkan saat
fase generatif padi
Advertisement
Share on: Twitter Facebook Google +
Kebutuhan Unsur Hara pada Tanaman | tipsberkebun | 4.5
Related Posts
Jenis Jenis Media Tanam
Jenis Jenis Media Tanam – Media tanam adalah komponen mutlak ketika bakal
bertepat tanam. Media tanam yang bakal dipakai wajib...
Pupuk Nutrisi Tanaman Hidroponik Lengkap
Pupuk Nutrisi Tanaman Hidroponik Lengkap – Bagi pencinta atau pekebun Tanaman
Hidroponik hal mendasar yang mesti diketahui adalah mengenai nutrisi...
Manfaat Sekam Bakar Sebagai Media Tanam Konvensional
Maupun Hidroponik
Manfaat Sekam Bakar Sebagai Media Tanam Konvensional Maupun Hidroponik –
Sekam merupakan salah satu dari bulir padi-padian (serealia) berupa lembaran...
Kualitas Larutan Nutrisi dalam Sistem Hidroponik
Kualitas Larutan Nutrisi dalam Sistem Hidroponik – Budidaya tanaman secara
hidroponik dilakukan tanpa tanah, tetapi menggunakan larutan nutrisi sebagai
sumber...
Larutan Nutrisi Organik Tanaman Hidroponik
Larutan Nutrisi Organik Tanaman Hidroponik – Pupuk adalah bahan yang
ditambahkan ke dalam tanah untuk menyediakan unsur-unsur esensial bagi
pertumbuhan...
Leave a Reply
Tips Terbaru
tanaman hidroponik
macam macam hidroponik
tanam hidroponik
tanah buatan unk menanam
kelembaban pada tanaman selada
budidaya strawberry
cara menanam cabe
cara bercocok tanam sayuran
macam sistem hidroponik
cara menanam strawberry secara hidroponik
Tips Populer
tanaman hidroponik
cara menanam kacang hijau
nutrisi hidroponik buatan sendiri
hidroponik
Budidaya kacang hijau
cara menanam hidroponik
cara menanam sawi hidroponik
cara menanam sayuran hidroponik
bercocok tanam hidroponik
cara menanam paprika
Tips Berkebun
Daftar Isi
Tentang Kami
Copyright © 2015 Tips Berkebun All Rights Reserved.
Struktur tanah dapat didefinisikan sebagai penyusunan dan pengaturan dari partikel-partikel
yang berbeda didalam tanah. Sehingga struktur tanah lebih menegaskan kepada kualitatif
dibandingkan kuantitatif tanah. Struktur tersebut berhubungan dengan porositas total dalam
volume tanah, bentuk dari masing-masing pori, dan distribusi ukuran pori secara keseluruhan.
Sehingga struktur tanah akan sangat berdampak pada proses mekanik tanah, terutama
masalah gerakan fluida, termasuk infiltrasi, retensi air, dan aerasi. Tanah yang partikelnya
tidak terikat satu sama lain, seperti debu gurun yang tidak terkonsolidasi, biasanya
dideskripsikan sebagai tanah yang tidak memiliki struktur atau memiliki struktur butiran
tunggal. Pada kasus lain, tanah yang memiliki partikel yang saling berdempet secara ketat,
seperti lempung yang telah mengering, biasanya dideskripsikan sebagai tanah yang memiliki
struktur masif. Tanah dimana strukturnya berada pada pertengahan kedua kondisi yang
dijelaskan diatas biasanya dideskripsikan sebagai agregat (Hillel, 1982).
Agar tanah dapat dibajak dengan baik, maka tanah tersebut harus terdiri dari agregat-agregat
kecil atau biasanya disebut remah-remah, sehingga dapat terjadinya proses penyemaian dan ia
menyediakan suplai air dan oksigen bagi kebutuhan akar tanaman. Agregat biasanya dapat
rusak jika terkena air hujan. Agregat yang paling stabil adalah yang terbentuk pada tanah
netral dan tanah yang mengandung kalsium karbonat pada pada padang rumput dimana
tersedianya lempung, dan juga pada tanah tropis dimana terdapat partikel mineral utama yang
terikat oleh oksida besi.
Materi organik juga sangat penting bagi agregat. Ukuran medium dari agregat (diameter 20250 mm) biasanya lebih stabil karena disokong oleh tanah humus, besi dan aluminium
oksida, dan partikel lempung. Efek dari humus biasanya tergantung pada jumlah mikroba
polisakarida yang memiliki gugus karboksil (Wild, 1995).
2.3. Rongga Pori dan Porositas
Partikel tanah memiliki densitas partikel dan bulk density sekitar 2.65 dan 1.3 g/cm3, hal
tersebut menjelaskan bahwa tanah memiliki total ruang pori atau porositas sekitar 50 persen.
Kasusnya adalah bebatuan tanpa ruang pori akan rusak mengalami pelapukan, setelah itu
pelapukan tersebut akan berbentuk mineral tanah yang memiliki porositas sekitar 50 persen.
Ukuran ruang pori sangat beragam, dan ukuran pori tersebut akan sama pentingnya dengan
jumlah rongga pori itu sendiri (Foth, 1990).
Bagian tanah yang tidak terisi oleh padatan maka ia akan dibentuk oleh ruang pori dalam
berbagai bentuk dan ukuran, kadang-kadang kecil dan terpisah, kadang-kadang terisi oleh
materi kontinu. Pakar tanah menyetakan bahwa ukuran, jumlah, dan susunan pori ini sebagai
porositas tanah. Porositas tanah akan mempengaruhi pergerakan air dan pertukaran gas.
Tanah yang tersusun bagus yaitu yang memiliki pori dengan jumlah yang banyak, hal tersebut
penting bagi mikroorganisme yang ada dalam tanah dan memerlukan air dan oksigen untuk
pertumbuhannya. Pengangkutan nutrien dan kontaminan juga sangat dipengaruhi oleh
porositas.
Pergerakan air dalam tanah sangat dipengaruhi oleh ukuran pori tanah. Pergerakan dan difusi
gas memiliki hubungan erat dengan total porositas. Difusi gas dalam tanah, senantiasa
tergantung pada ruang pori tanah. Ketika oksigen berdifusi melalui makropori menuju
mikropori yang berisi air, maka air tersebut akan berfungsi sebagai penghalang bagi
perpindahan gas. Oleh karena itu difusi gas jauh lebih baik di udara daripada didalam air.
Tanah berlempung biasanya memiliki aerasi tanah yang kecil ketika ia dalam keadaan basah,
karena kebanyakan dari mikroporinya akan terisi oleh air sehingga menyulitkan proses difusi.
Sedangkan pasir memiliki aerasi atau difusi gas yang cukup bagus karena kebanyakan dari
porositasnya didominasi oleh makropori. Secara umum, tanah yang dipakai untuk
pertumbuhan tanaman memiliki total porositas sebesar 50 persen dimana sebagiannya diisi
oleh porositas makropori dan sebagiannya lagi diisi oleh porositas mikropori. Hal tersebut
sama seperti tanah yang memiliki keseimbangan antara air yang digunakan untuk tanaman
dan oksigen yang digunakan untuk akar tumbuhan.
Porositas sangat dipengaruhi oleh susunan partikel dalam tanah. Partikel-pertikel tersebut
akan menentukan volume dari masing-masing fase tanah yaitu fase udara, air, dan fase solid.
Maka porositas adalah volume total fase udara dan fase air (VV) dibagi dengan volume total
keseluruhan fase (VT) (Gambar 2.3).
Gambar 2.3 Fase Udara, Air, dan Solid Tanah (Cookson, 1995)
2.4. Warna Tanah
Warna tanah merupakan salah satu faktor yang sangat penting karena secara tidak langsung
dapat mengkalkulasi karakteristik penting lainnya seperti saluran air, aerasi, dan jumlah
materi organik. Sehingga, warna digunakan bersama karakterisitik lainnya untuk membuat
kesimpulan terhadap kondisi formasi tanah dan tanah garapan.
Materi organik merupakan faktor utama yang menyebabkan timbulnya warna tanah,
tergntung pada kealamiannya, jumlah, dan distribusinya dalam profil tanah. Tanah yang
sering digunakan sebagai pembakar biasanya berwarna coklat, sedangkan pada materi
organik yang terdekomposisi dengan baik atau sering disebut dengan humus maka ia akan
berwarna hitam atau mendekati warna hitam. Kebanyakan dari tanah organik berwarna hitam.
Pada kebanyakan tanah mineral, kandungan materi organik tertinggi ada pada permukaan
lapisan tanah (horizon), dan warna tanah semakin gelap dengan meningkatnya kandungan
materi organik tersebut. Ada anggapan bahwa ada kaitannya antara warna gelap dari tanah
dengan tingkat kesuburan dan produktivitas tanah, meskipun hal tersebut tidak selamanya
benar untuk suatu kondisi dan lokasi tanah (Foth, 1990).
2.5. Kemampuan Tukar Kation (KTK)
Pertukaran ion meliputi kation dan anion yang diabsorb dari larutan menuju ke permukaan
tukar secara positif maupun negatif. Dari dua sifat pertukaran tersebut, tukar kation dalam
tanah memiliki nilai yang lebih besar dibandingkan nilai tukar anion. Tukar kation
didefinisikan sebagai pertukaran antara kation dalam larutan dengan kation lain yang terdapat
dalam permukaan material yang bermuatan negatif seperti koloid atau koloid organik (Foth,
1990).
Kemampuan tukar kation (KTK) tanah adalah kapasitas tanah untuk mengadsorpsi dan
mempertukarkan kation (Tan, 1991). KTK dinyatakan dalam satuan miliekivalen per 100
gram (meq/100 gr). KTK diukur berdasarkan jumlah maksimum kation yang diserap tanah,
yang dinyatakan dalam cmol (+) kg-1 dan cmol (-) kg-1, atau dalam mili ekivalen per 100 gr
(Foth, 1990). Dalam penetapan KTK, dilakukan suatu analisis semua kation yang dapat
dipertukarkan. KTK dapat dinyatakan dalam persamaan berikut :
KTK = ΣmEk kation dapat dipertukarkan per 100 gr tanah
KTK pada fraksi mineral dan organik memiliki kapasitas yang sama. Sumber utama KTK
dalam fraksi mineral biasanya bersumber pada lempung. Muatan negatif pada materi organik
hadir untuk mendisosiasikan H+ (deprotonasi) dari -OH pada gugus karboksil dan fenol. Pada
materi organik, rentang KTK adalah antara 100 sampai 400 cmol/kg, tergantung pada derajat
dekomposisinya. Pada horizon tanah mineral, materi organik dan lempung biasanya akan
memberikan kontribusi yang sama terhadap KTK.
2.6. Unsur Hara Tanah
Dalam tanah terdapat unsur-unsur hara yang penting bagi pertumbuhan tanaman maupun
organisme lain yang ada dalam tanah, diantaranya adalah nitrogen (N), fosfor (P), kalium (K),
kalsium (Ca), magnesium (Mg), dan beberapa logam seperti besi (Fe), mangan (Mn),
tembaga (Cu), seng (Zn), dan lain-lain. Nitrogen merupakan unsur penyusun yang dominan,
sedangkan fosfor penting bagi proses transfer energi, penyusun beberapa protein, koenzim,
asam nukleat, dan substrat metabolisme. Kalium penting bagi proses translokasi karbohidrat
dan sintesis protein. Kalsium merupakan komponen dinding sel pada tanaman maupun
bakteri, berperan dalam struktur dan permeabilitas membran. Magnesium merupakan unsur
yang berperan sebagai enzim aktivator. Besi berperan dalam sintesis enzim-enzim untuk
transfer elektron. Mangan merupakan unsur pengendali beberapa sistem oksidasi-reduksi.
Tembaga berperan sebagai katalisator respirasi dan penyusun enzim. Sedangkan seng, berada
dalam sistem enzim yang mengatur bermacam-macam aktivitas metabolik.
4.
Home
Maju Bersama Pertanian
Sunday, April 15, 2012
Peranan Unsur Nitrogen (N) pada pertanian
Sumber utama nitrogen adalah nitrogen bebas (N 2) di atmosfer, yang takarannya
mencapai 78% volume, dan sumber lainnya senyawa-senyawa yang tersimpan
dalam tubuh jasad. Nitrogen sangat jarang ditemui karena sifatnya yang mudah
larut dalam air.
Nitrogen diserap oleh tanaman sebagai NO 3- dan NH4+ kemudian dimasukkan ke
dalam semua gas amino dan Protein. Ada juga bentuk pokok nitrogen dalam
tanah mineral, yaitu nitrogen organik, bergabung dengan humus tanah ; nitrogen
amonium dapat diikat oleh mineral lempung tertentu, dan amonium anorganik
dapat larut dan senyawa nitrat.
Nitrogen yang tersedia tidak dapat langsung digunakan, tetapi harus mengalami
berbagai proses terlebih dahulu. Pada tanah yang immobilitasnya rendah
nitrogen yang ditambahkan akan bereaksi dengan pH tanah yang mempengaruhi
proses nitrogen. Begitu pula dengan proses denitrifikasi yang pada proses ini
ketersediaan nitrogen tergantung dari mikroba tanah yang pada umumnya lebih
menyukai senyawa dalam bentuk ion amonium daripada ion nitrat.
Adapun fungsi daripada unsur nitrogen pada tanaman adalah (1) meningkatkan
pertumbuhan tanaman, (2)meningkatkan kadar protein dalam tanah, (3)
meningkatkan tanaman penghasil dedaunan seperti sayuran dan rerumputan
ternak, (4)meningkatkan perkembangbiakan mikroorganisme dalam tanah, (5)
berfungsi untuk sintesa asam amino dan protein dalam tanaman
Ciri-ciri tanaman yang kekurangan unsur N gejalanya : pertumbuhan
lambat/kerdil, daun hijau kekuningan, daun sempit, pendek dan tegak, daundaun tua cepat menguning dan mati, jaringan tanaman mengering dan mati,
buah kerdil, kecil dan cepat masak lalu rontok.
Nitrogen banyak didapat dari udara. Udara merupakan sumber nitrogen paling
besar yang dalam proses pemanfaatannya oleh tanaman melalui perubahan
terlebih dahulu, dalam bentuk amonia dan nitrat yang sampai ketanah melalui
air
hujan,
atau
yang
di
ikat
oleh
bakteri
pengikat
nitrogen.
Selain daripada ciri tanaman kekurangan nitrogen, kelebihan nitrogen juga dapat
berdampak negatif pada tanaman, yaitu:
Menghasilkan tunas muda yang lembek / lemah dan vegetatif
Kurang menghasilkan biji dan biji-bijian
Menperlambat pemasakan / penuaan buah dan biji-bijian
Mengasamkan reaksi tanah, menurunkan PH tanah, dan merugikan
tanaman, sebab akan mengikat unsur hara lain, sehingga akan sulit
diserap tanaman.
Pemupukan jadi kurang efektif dan tidak efisien.
Pupuk anorganik yang mengandung unsur N yang tinggi adalah Urea, ZA,
Amonium Sulfat.
4 1 1. Nitrogen Nitrogen merupakan salah Satu unsur hara yang sangat penting dan
diperlukan dalam jumlah besar . tanaman menyerap unsur ini dalam bentuk ion nitrat (NO3-)
dan ion ammonium (NH4+). Senyawa Nitrogen dibutuhkan untuk membentuk asam amino
menjadi protein. Nitrogen dibutuhkan pula dalam pembentukan klorofil, asam nukleat dan
enzim. Dalam pertumbuhan tanaman secara umum terutama pada fase vegetatif berperan
dalam pembentukan tunas, perkembangan batang dan daun.
Copy the BEST Traders and Make Money (One Click) : http://ow.ly/KNICZ
5.
Ir.Rahmawati arsyad.MP
Dosen Fakultas Pertanian Universitas Islam Sumatera
Utara
Menu utama
Skip to content
Beranda
Bahan ajar Agroekoteknologi
Kuliah Room
The Holly Qur’an
Taman bacaan
Media
Hasil Pertanian
Tips Kesehatan
Peranan Bahan Organik Tanah
Bahan Organik Tanah
Bahan organik tanah umumnya ditemukan di permukaan tanah. Jumlahnya tidak besar, hanya
sekitar 3 – 5 % tetapi pengaruhnya
terhadap sifat-sifat tanah dan
pertumbuhan tanaman besar sekali. Adapun pengaruh bahan organik terhadap sifat-sifat tanah
dan akibatnya terhadap pertumbuhan tanaman adalah :
Sebagai granulator, yaitu memperbaiki struktur tanah
Sumber unsur hara N, P, S, unsur mikro dan lain-lain
Menambah kemampuan tanah untuk menahan air
Menambah kemampuan tanah untuk menahan unsur-unsur hara (Kapasitas Pertukaran
Kation tanah menjadi lebih tinggi)
Sumber energi bagi mikroorganisme.
Sumber bahan organik tanah yang utama adalah hasil fotosintesis yaitu bagian atas tanaman
seperti daun, duri serta sisa tanaman lainnya termasuk rumput, gulma dan limbah pasca
panen.
Bahan organik di dalam tanah terdiri dari bahan organik kasar dan bahan organik halus atau
humus. Humus terdiri dari bahan organik halus yang berasal dari hancuran bahan organik
kasar serta senyawa-senyawa baru yang dibentuk dari hancuran bahan organik tersebut
melalui kegiatan mikroorganisme di dalam tanah.
Bahan organik memiliki peranan sangat penting di dalam tanah. Bahan organik tanah juga
merupakan salah satu indikator kesehatan tanah. Tanah yang sehat memiliki kandungan
bahan organik tinggi, sekitar 5%. Sedangkan tanah yang tidak sehat memiliki kandungan
bahan organik yang rendah. Kesehatan tanah penting untuk menyamin produktivitas
pertanian.
Foto dari http://www.csiro.au
Bahan organik tanah terdiri dari sisa-sisa tumbuhan atau binatang melap