STRUKTUR ELEKTRON MOLEKUL N2 MENURUT TEO

STRUKTUR ELEKTRON MOLEKUL N2
MENURUT TEORI MOLEKUL ORBITAL
A. Pendahuluan

Penyusunan tabel periodik dan konsep konfigurasi elektron telah membantu para ahli
kimia menjelaskan proses pembentukan molekul dan ikatan yang terdapat dalam suatu
molekul. Gilbert Lewis, seorang kimiawan berkebangsaan Amerika, mengajukan teori
bahwa atom akan bergabung dengan sesama atom lainnya membentuk molekul dengan tujuan
untuk mencapai konfigurasi elektron yang lebih stabil. Kestabilan dicapai saat atom-atom
memiliki konfigurasi elektron seperti gas mulia (semua kulit dan subkulit terisi penuh oleh
elektron serta memiliki 8 elektron valensi).
Saat atom-atom berinteraksi, hanya elektron valensi yang terlibat dalam proses
pembentukan ikatan kimia. Untuk menunjukkan elektron valensi yang terlibat dalam
pembentukan ikatan, para ahli kimia menggunakan simbol Lewis dot, yaitu simbol suatu
unsur dan satu dot untuk mewakili tiap elektron valensi unsur bersangkutan. Jumlah elektron
valensi suatu unsur sama dengan golongan unsur bersangkutan. Sebagai contoh, unsur Mg
terletak pada golongan IIA, sehingga memiliki 2 elektron valensi (2 dot). Sementara, unsur S
yang terletak pada golongan VIA, akan memiliki 6 elektron valensi (6 dot). Unsur yang
terletak pada golongan yang sama akan memiliki struktur Lewis dot yang serupa.
Natrium termasuk unsur logam yang cukup umum. Unsur ini berkilau, lunak, dan
merupakan konduktor yang baik, selain itu juga sangat reaktif. Umumnya, natrium disimpan

di dalam minyak untuk mencegahnya bereaksi dengan air yang berasal dari udara. Jika kita
melelehkan sepotong logam natrium dan meletakannya ke dalam beaker glass yang terisi

penuh oleh gas klorin yang berwarna kuning kehijauan, sesuatu yang sangat menakjubkan
akan terjadi. Natrium mulai memancarkan cahaya putih yang semakin terang dan gas klorin
mulai bercampur, yang disertai dengan hilangnya warna. Beberapa saat kemudian, reaksi
selesai, dan kita akan mendapatkan garam meja atau NaCl yang terendapkan di dasar beaker
glass.
Natrium adalah logam alkali, golongan IA pada tabel periodik. Natrium memiliki 1
elektron valensi. Sebaliknya, klorin adalah unsur nonlogam, unsur golongan halogen (VIIA)
pada tabel periodik. Unsur ini memiliki 7 elektron valensi. Unsur-unsur di golongan A pada
tabel periodik akan mendapatkan, kehilangan, atau berbagi elektron valensi untuk mengisi
tingkat energi valensinya dan menjadi sempurna (meniru konfigurasi gas mulia). Pada
umumnya, proses ini melibatkan pengisian orbital s dan p terluar yang disebut sebagai
aturan oktet, yaitu unsur akan mendapatkan atau kehilangan elektron untuk mencapai
keadaan penuh delapan elektron valensi.
Natrium memiliki satu elektron valensi. Menurut hukum oktet, unsur ini akan bersifat
stabil ketika memiliki 8 elektron valensi. Dengan demikian, natrium akan kehilangan elektron
3s-nya. Dengan demikian, atom natrium akan berubah menjadi ion natrium dengan muatan
positif satu (Na+). Ion tersebut isoelektronik dengan neon (gas mulia) sehingga ion Na +

bersifat stabil.
Sementara, untuk memenuhi aturan oktet, unsur klorin membutuhkan satu elektron
untuk melengkapi pengisian elektron pada 3p. Setelah menerima satu elektron tambahan,
unsur ini berubah menjadi ion dengan muatan negatif satu (Cl -). Ion Cl- isoelektronik dengan
argon (gas mulia) sehingga bersifat stabil. Jika natrium dicampurkan dengan klorin, jumlah
elektron natrium yang hilang akan sama dengan jumlah elektron yang diperoleh klorin. Satu
elektron 3s pada natrium akan dipindahkan ke orbital 3p pada klorin. Peristiwa serah-terima
elektron terjadi dalam proses pembentukan senyawa NaCl. Ini merupakan contoh dari ikatan
ionik, yaitu ikatan kimia (gaya tarik-menarik yang kuat yang tetap menyatukan dua unsur
kimia) yang berasal dari gaya tarik elektrostatik (gaya tarik-menarik dari muatan-muatan
yang berlawanan) antara ion positif (kation) dan ion negatif (anion). Ikatan ionik terbentuk
saat unsur logam bereaksi dengan unsur nonlogam.
Di sisi lain, tidak semua ikatan kimia terbentuk melalui mekanisme serah-terima
elektron. Atom-atom juga dapat mencapai kestabilan melalui mekanisme pemakaian
bersama pasangan elektron. Ikatan yang terbentuk dikenal dengan istilah ikatan kovelen.
Senyawa kovelen adalah senyawa yang hanya memiliki ikatan kovelen. Sebagai contoh,
atom hidrogen memiliki satu elektron valensi. Untuk mencapai kestabilan (isoelektronik

dengan helium), atom hidrogen membutuhkan satu elektron tambahan. Saat dua atom
hidrogen membentuk ikatan kimia, tidak terjadi peristiwa serah-terima elektron. Yang akan

terjadi adalah kedua atom akan menggunakan elektronnya secara bersama-sama. Kedua
elektron (satu dari masing-masing hidrogen) menjadi milik kedua atom tersebut. Dengan
demikian, molekul H2 terbentuk melalui pembentukan ikatan kovelen, yaitu ikatan kimia
yang berasal dari penggunaan bersama satu atau lebih pasangan elektron antara dua atom.
Ikatan ini terjadi di antara dua unsur nonlogam.
Atom-atom dapat membentuk berbagai jenis ikatan kovelen. Ikatan tunggal terjadi
saat dua atom menggunakan sepasang elektron bersama. Ikatan rangkap dua (ganda)
terjadi saat dua atom menggunakan menggunakan dua pasangan elektron bersama.
Sementara, ikatan rangkap tiga terjadi saat dua atom menggunakan tiga pasangan elektron
bersama. Senyawa ionik memiliki sifat yang berbeda dari senyawa kovalen. Senyawa ionik,
pada suhu kamar, umumnya berbentuk padat, dengan titik didih dan titik leleh tinggi, serta
bersifat elektrolit. Sebaliknya, senyawa kovelen, pada suhu kamar, dapat berbentuk padat,
cair, maupun gas. Selain itu, senyawa kovalen memiliki titik didih dan titik leleh yang relatif
rendah bila dibandingkan dengan senyawa ionik serta cenderung bersifat nonelektrolit.
Ketika atom klorin berikatan secara kovalen dengan atom klorin lainnya, pasangan
elektron akan digunakan bersama secara seimbang. Kerapatan elektron yang mengandung
ikatan kovalen terletak di tengah-tengah di antara kedua atom. Setiap atom menarik kedua
elektron yang berikatan secara sama. Ikatan seperti ini dikenal dengan istilah ikatan kovalen
nonpolar.
Sementara, apa yang akan terjadi bila kedua atom yang terlibat dalam ikatan kimia

tidak sama? Kedua inti yang bermuatan positif yang mempunyai gaya tarik berbeda akan
menarik pasangan elektron dengan derajat (kekuatan) yang berbeda. Hasilnya adalah
pasangan elektron cenderung ditarik dan bergeser ke salah satu atom yang lebih
elektronegatif. Ikatan semacam ini dikenal dengan istilah ikatan kovalen polar.
Sifat yang digunakan untuk membedakan ikatan kovalen polar dengan ikatan
kovalen nonpolar adalah elektronegativitas (keelektronegatifan), yaitu kekuatan
(kemampuan) suatu atom untuk menarik pasangan elektron yang berikatan. Semakin besar
nilai elektronegativitas, semakin besar pula kekuatan atom untuk menarik pasangan elektron
pada ikatan. Dalam tabel periodik, pada satu periode, elektronegativitas akan naik dari kiri ke
kanan. Sebaliknya, dalam satu golongan, akan turun dari atas ke bawah.
Ikatan kovelen nonpolar terbentuk bila dua atom yang terlibat dalam ikatan adalah
sama atau bila beda elektronegativitas dari atom-atom yang terlibat pada ikatan sangat kecil.

Sementara, pada ikatan kovelen polar, atom yang menarik pasangan elektron pengikat
dengan lebih kuat akan sedikit lebih bermuatan negatif; sedangkan atom lainnya akan
menjadi sedikit lebih bermuatan positif. Ikatan ini terbentuk bila atom-atom yang terlibat
dalam ikatan adalah berbeda. Semakin besar beda elektronegativitas, semakin polar pula
ikatan yang bersangkutan. Sebagai tambahan, apabila beda elektronegativitas atom-atom
sangat besar, maka yang akan terbentuk justru adalah ikatan ionik. Dengan demikian, beda
elektronegativitas merupakan salah satu cara untuk meramalkan jenis ikatan yang akan

terbentuk di antara dua unsur yang berikatan.
Teori Ikatan Modern
Dua metode pendekatan untuk menjelaskan ikatan antar atom:


Metode ikatan Valensi:
Ikatan terbentuk karena adanya overlaping orbital atom



Metode Orbital Molekul:
Bila atom atom membentuk molekul/senyawa, orbital-orbitalnya bergabung dan membentuk
orbital baru – (orbital molekul)

B. Teori Ikatan Valensi ( Valence Bond Theory, Vbt )
Valence bond theory (VBT): pendekatan kuantum mekanik terlokalisasi untuk
menjelaskan ikatan dalam molekul. VBT memberikan perhitungan matematis bagi
penggambaran Lewis dari pasangan elekton membentuk ikatan antara atom-atom. VBT
menyatakan bahwa ps. elektron menempati orbital yg diarahkan terlokalisasi pada atom
tertentu. Arah dari orbital ditentukan oleh geometri di sekitar atom yang diperoleh dari

perkiraan dengan teori VSEPR. Pada VBT, ikatan akan terbentuk bila terjadi tumpangsuh
(overlap) dari orbital yg cocok dari dua atom, dan orbital-orbital tsb ditempati oleh 2 elektron
secara maximum.

Teori ikatan valensi secara sederhana merupakan teori ikatan yang menjelaskan
bahwa atom-atom saling berikatan melalui tumpang tindih orbital terluar. Untuk memahami
teori ikatan valensi maka dibutuhkan pemahaman mengenai orbital dan bilangan kuantum.
Dalam teori ikatan valensi, kita akan mengenal istilah orbital atom dan orbital
hibrida. Orbital hibrida terbentuk dari proses hibridisasi yaitu pembentukan orbital-orbital
dengan tingkat energi yang sama (orbital hibrid) dari orbital-orbital dengan tingkat energi
berbeda. Dengan menggunakan konsep hibridisasi maka dapat ditentukan geometri molekul
dilihat dari susunan dalam ruang orbital hibrid yang terbentuk. Teori ini bukanlah teori ikatan
dalam ilmu kimia.
Teori Ikatan Valensi mampu secara kualitatif menjelaskan kestabilan ikatan kovalen
sebagai akibat tumpang-tindih orbital-orbital atom. Dengan konsep hibridisasi pun dapat
dijelaskan geometri molekul sebagaimana yang diramalkan dalam teori VSEPR, tetapi
sayangnya dalam beberapa kasus, teori ikatan valensi tidak dapat menjelaskan sifat-sifat
molekul yang tramati secara memuaskan. Contohnya adalah molekul oksigen, yang struktur
Lewisnya sebagai berikut.


Menurut gambaran struktur Lewis Oksigen di atas, semua elektron pada O 2
berpasangan dan molekulnya seharusnya bersifat diamagnetik, namun kenyataanya, menurut
hasil percobaan diketahui bahwa Oksigen bersifat paramagnetik dengan dua elektron tidak
berpasangan. Temuan ini membuktikan adanya kekurangan mendasar dalam teori ikatan
valensi.
Teori ikatan valensi mengasumsikan bahwa “ sebuah ikatan kimia terbentuk ketika
dua valensi elektron bekerja dan menjaga dua inti atom bersama oleh karena efek penurunan
energi system ”, teori ini berlaku dengan baik pada molekul diatomik. Pada teori ikatan
valensi ini, elektron-elektron dalam molekul menempati orbital-orbital atom dari masingmasing atom.
Konsep elektron valensi dapat diterapkan dalam molekul diatomik, misalnya HF,
dengan teori ini dapat dijelaskan bahwa molekul HF terbentuk sebagai akibat dari tumpang
tindih orbital 1s dalam atom H dengan orbital 2p dalam atom F. Dalam setiap kasus, teori
ikatan valensi menjelaskan perubahan energi potensial ketika jarak antar atom yang bereaksi
berubah. Karena orbital-orbital yang terlibat tidak selalu sama dalam setiap kasus, maka

dapat dijelaskan mengapa energi ikatan dan panjang ikatan dalam beberapa molekul diatomik
dapat berbeda, sesuatu yang tidak dapat dijelaskan dengan teori Lewis.
Pada teori ikatan valensi lebih lanjut Pauling mengidentifikasi adanya

inner orbital


complex, yaitu kompleks yang membentuk orbital hibrida dengan menggunakan orbital d
sebelah dalam relatif terhadap orbital kosong s (yaitu hibridisasi d2 sp3), dan outer orbital
complex jika hibridisasi menggunakan orbital d sebelah luar (yaitu sp3 d3). Pauling juga
mengidentifikasi bahwa pada kompleks high-spin outer-orbital interaksi antara metal-atom
donor atau metal- ligan bersifat ionic karena tidak melibatkan adanya perubahan konfigurasi
elektronik 3dn bagi ion pusat dalam senyawa kompleks maupun dalam garam normalnya,
misalnya seperti pada kompleks [CoF6]-3 garam normal CoCl3.
Teori VSEPR memprediksi bentuk molekul dilihat dari tolakan antar pasangan
elektron. Jika kita menggunakan teori ini untuk menjelaskan ikatan kimia, maka akan ada
hal-hal yang tidak konsisten seperti tolakan antar pasangan elektron dalam VSEPR
menentukan bentuk geometri molekul tapi mengapa elektron-elektron ikatan yang jaraknya
lebih dekat dibanding pasangan elektron ikatan tidak saling tolak-menolak, teori ini tidak bisa
menjelaskan. Jadi, yang akan menjelaskan bentuk molekul adalah teori ikatan valensi yang
pada ujungnya adalah konsep hibridisasi sedangkan untuk memprediksi bentuk molekul kita
bisa menggunakan teori VSEPR.
Teori VSEPR (Valence Shell Electron Pair Repulsion: tolakan pasangan elektron
kelopak valensi) adalah suatu model kimia yang digunakan untuk menjelaskan bentuk-bentuk
molekul kimiawi berdasarkan gaya tolakan elektrostatik antar pasangan elektron. Teori ini
juga dinamakan teori Gillespie-Nyholm, dinamai atas dua orang pengembang teori ini.

Akronim "VSEPR" diucapkan sebagai "vesper" untuk kemudahan pengucapan.
Teori VSEPR utamanya melibatkan prediksi susunan pasangan elektron di sekitar satu
atau lebih atom pusat pada suatu molekul. Jumlah pasangan elektron pada kelopak valensi
atom pusat ditentukan dengan menggambarkan struktur Lewis molekul tersebut. Ketika
terdapat dua atau lebih struktur resonansi yang dapat mewakili suatu molekul, model VSEPR
dapat diterapkan pada semua struktur resonansi tersebut. Pada teori VSEPR, pasangan
elektron berganda pada ikatan berganda diperlakukan sebagai "satu pasang" elektron.
Pasangan elektron diasumsikan berada pada permukaan bola yang berpusat pada atom
pusat. Oleh karena pasangan elektron tersebut bermuatan negatif, kesemuaan pasangan
elektron akan menduduki posisi yang meminimalisasi gaya tolak menolak antar sesamanya
dengan memaksimalkan jarak antar pasangan elektron. Jumlah pasangan elektron oleh
karenanya akan menentukan keseluruhan geometri molekul.

Teori VSEPR (Valence Shell Electron-Pair Repulsion) atau Tolakan Pasangan
Elektron Kulit Valensi memungkinkan para ahli kimia untuk meramalkan geometri molekul
dari molekul-molekul. Teori ini mengasumsikan bahwa pasangan elektron di sekitar atom,
baik itu bonding pair maupun lone pair (nonbonding pair), akan berada dalam jarak sejauh
mungkin untuk meminimalkan gaya tolakan di antara elektron tersebut. Geometri pasangan
elektron (domain elektron) adalah susunan pasangan elektron, baik bonding pair maupun
lone pair di sekitar atom pusat. Berdasarkan jumlah domain elektron, kita dapat meramalkan

bentuk molekul.
Untuk menentukan geometri molekul atau bentuk molekul dengan menggunakan
teori VSEPR, kita dapat mengikuti langkah-langkah sebagai berikut:
1. Tentukan struktur Lewis molekul tersebut
2. Tentukan jumlah keseluruhan pasangan elektron total (domain elektron) yang berada
di sekitar atom pusat (ikatan rangkap dua dan rangkap tiga masing-masing dianggap
satu domain)
3. Dengan menggunakan tabel di bawah ini, tentukanlah geometri pasangan elektron
(domain elektron)
Selain menggunakan teori VSEPR, bentuk molekul juga dapat diramalkan melalui
pembentukan orbital hibrida, yaitu orbital-orbital suatu atom yang diperoleh saat dua atau
lebih orbital atom bersangkutan yang memiliki tingkat energi yang berbeda, bergabung
membentuk orbital-orbital baru dengan tingkat energi sama (terjadi pada proses pembentukan
ikatan kovalen). Hibridisasi adalah proses penggabungan orbital-orbital atom (biasanya
pada atom pusat) untuk mendapatkan orbital hibrida.
Hubungan antara jumlah dan jenis orbital atom pusat yang digunakan pada proses
hibridisasi terhadap geometri molekul senyawa bersangkutan dapat dilihat pada tabel
berikut ini:
Pure Atomic
Orbitals of the

Central Atom
s,p
s, p, p
s, p, p, p
s, p, p, p, d

Hybridization

Number of

of the Central Hybrid Orbitals
Atom
sp
sp2
sp3
sp3d

2
3
4
5

Shape of Hybrid

Examples

Orbitals (Geometry
Arrangement)
Linear
Trigonal Planar
Tetrahedral
Trigonal Bipyramidal

BeCl2
BF3
CH4
PCl5

s, p, p, p, d, d

sp3d2

6

Octahedral

SF6

Dengan mengetahui jenis dan jumlah orbital atom pusat yang terlibat dalam proses
pembentukan ikatan, kita hanya dapat menentukan bentuk geometri (domain elektron)
molekul bersangkutan. Sementara untuk menentukan bentuk molekul, kita dapat
menggunakan teori VSEPR. Dengan demikian, teori hibridisasi merupakan bagian yang
tidak terpisahkan dari teori VSEPR. Melalui kombinasi kedua teori tersebut, kita dapat
mempelajari jenis dan jumlah orbital yang terlibat dalam pembentukan ikatan sekaligus
meramalkan bentuk molekulnya.

C. Teori Orbital Molekul
Ikatan pada Orbital Molekular
• Untuk membentuk molekul yang stabil maka elektron di dalam orbital ikatan harus lebih
banyak dibandingkan di dalam orbital anti-ikatan
• Ikatan yang terbentuk akan berada pada energi yang lebih rendah, sehingga menjadi lebih
stabil
• Orbital ikatan dan anti-ikatan untuk ikatan-s dan ikatan-p harus dipertimbangkan
• Perhatikan diagram MO untuk Ne2 berikut ini:
Fungsi gelombang elektron dalam suatu atom disebut orbital atom. Karena
kebolehjadian menemukan elektron dalam orbital molekul sebanding dengan kuadrat fungsi
gelombang, peta elektron nampak seperti fungsi gelombang. Suatu fungsi gelombang
mempunyai

daerah

beramplitudo positif dan negatif yang disebut cuping (lobes). Tumpang tindih cuping positif
dengan positif atau negatif dengan negatif dalam molekul akan memperkuat satu sama lain
membentuk ikatan, tetapi cuping positif dengan negatif akan meniadakan satu sama lain tidak
membentuk ikatan. Besarnya efek interferensi ini mempengaruhi besarnya integral tumpang
tindih dalam kimia kuantum.
Dalam pembentukan molekul, orbital atom bertumpang tindih menghasilkan orbital
molekul yakni fungsi gelombang elektron dalam molekul. Jumlah orbital molekul adalah
jumlah atom dan orbital molekul ini diklasifikasikan menjadi orbital molekul ikatan, nonikatan, atau antiikatan sesuai dengan besarnya partisipasi orbital itu dalam ikatan antar atom.
Kondisi pembentukan orbital molekul ikatan adalah sebagai berikut.
Setiap baris dalam diagram orbital molekul menggambarkan sebuah orbital molekul
yang terisi oleh elektron. Orbital molekul ini mencakup seluruh molekul. Diasumsikan bahwa
elektron akan terisi pada orbital molekul sama seperti elektron terisi pada orbital atom dengan
mengikuti aturan aufbau, kaidah Hund, serta larangan Pauli. Salah satu pendekatan yang
digunakan untuk menggambarkan diagram orbital molekul untuk molekul diatomk adalah
Linear Combination of Atomic Orbitals approach (LCAO/Pendekatan Kombinasi Linear
Orbital Atom). Pendekatan diatas memuat hal-hal sebagai berikut,
1. Orbital molekul terbentuk dari overlap atau tumpang tindih orbital atom
2. Hanya orbital-orbital atom dengan energi yang sama yang dapat berinteraksi pada
tingkat enegi yang signifikan

3. Ketika 2 orbital saling tumpang tindih keduanya berinteraksi membentuk 2 orbital
molekul, yaitu Bonding Molecular Orbital (Orbital Molekul Ikatan) dan Anti-bonding
Molecular Orbital (Orbital Molekul Anti-ikatan)
Pendekatan yang digunakan berasumsi bahwa 2 orbital atom 1s dapat saling tumpang
tindih dengan 2 cara untuk membentuk 2 orbital molekul. Cara yang pertama adalah adalah
berinteraksi secara In-Phase. Ketika orbital atom saling tumpang tindih, interaksi secara InPhase menyebabkan peningkatan intensitas muatan negatif pada area dimana kedua orbital
atom tersebut saling tumpang tindih. Hal ini menimbulkan gaya tarik yang lebih besar antara
elektron dan inti atom. Gaya tarik yang lebih besar mengarah kepada energi potensial yang
lebih rendah.
Karena elektron pada orbital molekul memiliki energi potensial yang lebih rendah
daripada elektron pada orbital atom, maka tentunya untuk memisahkan kembali elektron pada
orbital 1s masing-masing atom diperlukan sejumlah energi (tidak akan terjadi secara spontan)
yang menyebabkan ikatan yang terbentuk akan stabil. Hal ini menjaga agar atom-atom tetap
stabil pada molekul.Orbital molekul yang terbentuk ini disebut Bonding Molecular Orbital
(Orbital molekul Ikatan). Orbital ini akan simetris terhadap sumbu ikatan. Orbital molekul
jenis ini disebut Sigma Molecular Orbital (Orbital Molekul Sigma), σ. Simbol σ1s digunakan
untuk menggambarkan orbital molekul ikatan yang terbentuk dari 2 orbital atom 1s.
Cara yang kedua, yaitu berinteraksi secara Out-of-Phase. Ketika orbital atom saling
tumpang tindih, interaksi secara Out-of-Phase menyebabkan penurunan intensitas muatan
negatif. Hal ini menimbulkan gaya tarik yang lebih lemah antara elektron dan inti atom. Gaya
tarik yang lebih lemah mengarah kepada energi potensial yang lebih tinggi. Elektron akan
lebih stabil jika berada pada orbital 1s masing-masing atom, sehingga elektron dalam orbital
molekul ini akan melemahkan ikatan antar atom. Orbital molekul kenis ini disebut Antibonding Molecular Orbital (Orbital Molekul Anti-ikatan). Orbital molekul ini juga akan
simetris terhadap sumbu ikatan, sehingga orbital ini adalah orbital molekul sigma namun
dengan simbol σ*1s. Tanda * mengindikasikan orbital molekul anti-ikatan.
Kasus paling sederhana adalah orbital molekul yang dibentuk dari orbital atom A dan
B dan akan dijelaskan di sini. Orbital molekul ikatan dibentuk antara A dan B bila syaratsyarat di atas dipenuhi, tetapi bila tanda salah satu orbital atom dibalik, syarat ke-2 tidak
dipenuhi dan orbital molekul anti ikatan yang memiliki cuping yang bertumpang tindih
dengan tanda berlawanan yang akan dihasilkan (Gambar 2.15). Tingkat energi orbital

molekul ikatan lebih rendah, sementara tingkat energi orbital molekul anti ikatan lebih tinggi
dari tingkat energi orbital atom penyusunnya.
Semakin besar selisih energi orbital ikatan dan anti ikatan, semakin kuat ikatan. Bila
tidak ada interaksi ikatan dan anti ikatan antara A dan B, orbital molekul yang dihasilkan
adalah orbital non ikatan. Elektron menempati orbital molekul dari energi terendah ke energi
yang tertinggi. Orbital molekul terisi dan berenergi tertinggi disebut HOMO (highest
occupied molecular orbital) dan orbital molekul kosong berenergi terendah disebut LUMO
(lowest unoccupied molecular orbital). Ken’ichi Fukui (pemenang Nobel 1981) menamakan
orbital-orbital ini orbital-orbital terdepan (frontier).
Dua atau lebih orbital molekul yang berenergi sama disebut orbital terdegenerasi
(degenerate). Simbol orbital yang tidak terdegenerasi adalah a atau b, yang terdegenerasi
ganda e, dan yang terdegenerasi rangkap tiga t. Simbol g (gerade) ditambahkan sebagai
akhiran pada orbital yang sentrosimetrik dan u (ungerade) pada orbital yang berubah tanda
dengan inversi di titik pusat inversi. Bilangan sebelum simbol simetri digunakan dalam
urutan energi untuk membedakan orbital yang sama degenarasinya.
Selain itu, orbital-orbital itu dinamakan sigma (σ) atau pi(π) sesuai dengan karakter
orbitalnya. Suatu orbital sigma mempunyai simetri rotasi sekeliling sumbu ikatan, dan orbital
pi memiliki bidang simpul. Oleh karena itu, ikatan sigma dibentuk oleh tumpang tindih
orbital s-s, p-p, s-d, p-d, dan d-d, dan ikatan pi dibentuk oleh tumpang tindih orbital p-p, p-d,
dan d-d. Bila dua fungsi gelombang dari dua atom dinyatakan dengan φA dan φB, orbital
molekul adalah kombinasi linear orbital atom (linear combination of the atomic orbitals
(LCAO)) diungkapkan sebagai :hanya orbital-orbital atom kulit elektron valensi yang
digunakan dalam metoda orbital molekul sederhana. Pembentukan orbital molekul
diilustrasikan di bawah ini untuk kasus sederhana molekul dua atom. Semua tingkat di bawah
HOMO

terisi

dan

semua

tingkat

di

atas

LUMO

kosong.

Dalam molekul hidrogen, H2, tumpang tindih orbital 1s masing-masing atom hidrogen
membentuk orbital ikatan σg bila cupingnya mempunyai tanda yang sama dan antiikatan σu
bila bertanda berlawanan, dan dua elektron mengisi orbital ikatan σg.
Ketika atom-atom yang lebih besar akan begabung membentuk molekul diatomik (seperti O2,
F2, atau Cl2) maka akan lebih banyak orbital atom yang berinteraksi. Menurut pendekatan
dengan LCAO, diasumsikan bahwa hanya orbital atom dengan energi yang sama yang dapat
berinteraksi. Orbital 2s hanya berinteraksi dengan orbital 2s dari atom lainnya, orbital 2p
hanya berinteraksi dengan orbital 2p dari atom lainnya, begitu seterusnya. Seperti hal nya
hidrogen, orbital 1s dari satu atom saling tumpang tindih dengan orbital 1s dari atom yang
lain untuk membentuk satu orbital σ1s dan satu orbital σ*1s. Bentuknya akan sama seperti
yang dibentuk oleh orbital 1s hidrogen. Orbital 2s sari satu atom akan saling tumpang tindih

dengan orbital 2s dari atom lain untuk membentuk satu orbital σ2s dan satu orbital σ*2s.
Bentuk dar kedua orbital molekul ini akan sama dengan orbital σ1s dan orbital σ*2s, namun
memiliki tingkat energi yang lebih tinggi.
Orbital atom p dari 2 atom dapat berinteraksi melalui 2 cara berbeda, yaitu Parallel
dan end-on.Orbital molekul yang terbentuk pun akan berbeda tergantung pada cara
interaksinya. Interaksi end-on antara 2 orbital atom 2px menghasilkan orbital σ2p dan orbital
σ*2p yang simetris terhadap sumbu ikatan.
2 orbital atom 2py saling tumpang tindih secara parallrl dan membentuk 2 molekul
orbital π (pi). Orbital molekul π asimetris terhadap sumbu ikatan.
Orbital 2pz-2pz saling tumpang tindih menghasilkan satu pasang
orbital molekul π2p dan π*2p sama dengan tumpang tindih nya orbital 2py-2py. Orbital
molekul yang terbentuk memiliki energi potensial yang sama dengan orbital molekul yang
terbentuk dari utmpang tindih orbital 2py-2py.
Diagram orbital molekul yang diharapkan dari tumpang tindih orbital atom 1s, 2s, dan
2p adalah sebagai berikut.
Orbital molekul dua atom yang berbeda dibentuk dengan tumpang tindih orbital atom
yang tingkat energinya berbeda. Tingkat energi atom yang lebih elektronegatif umumnya
lebih rendah, dan orbital molekul lebih dekat sifatnya pada orbital atom yang tingkat
energinya lebih dekat. Oleh karena itu, orbital ikatan mempunyai karakter atom dengan keelektronegativan lebih besar, dan orbital anti ikatan mempunyai karakter atom dengan keelektronegativan

lebih

kecil.

Misalnya, lima orbital molekul dalam hidrogen fluorida, HF, dibentuk dari orbital 1s hidrogen
dan orbital 2s dan 2p fluor, sebagaimana diperlihatkan dalam Gambar 2.21. Orbital ikatan 1σ
mempunyai karakter fluorin, dan orbital 3σ anti ikatan memiliki karakter 1s hidrogen. Karena
hidrogen hanya memiliki satu orbital 1s, tumpang tindih dengan orbital 2p fluor dengan
karakter π tidak efektif, dan orbital 2p fluor menjadi orbital nonikatan. Karena HF memiliki
delapan elektron valensi, orbital nonikatan ini menjadi HOMO.
Dalam karbon monoksida, CO, karbon dan oksigen memiliki orbital 2s dan 2p yang
menghasilkan baik ikatan sigma dan pi, dan ikatan rangkap tiga dibentuk antar atomnya.
Walaupun 8 orbital molekulnya dalam kasus ini secara kualitatif sama dengan yang dimiliki
molekul yang isoelektronik yakni N2 dan 10 elektron menempati orbital sampai 3σ, tingkat
energi setiap orbital berbeda dari tingkat energi molekul nitrogen. Orbital ikatan 1σ memiliki

karakter 2s oksigen sebab oksigen memiliki ke-elektronegativan lebih besar. Orbital
antiikatan 2π dan 4σ memiliki karakter 2p karbon.
Orde ikatan antar atom adalah separuh dari jumlah elektron yang ada di orbital ikatan
dikurangi dengan jumlah yang ada di orbital anti ikatan. Misalnya, dalam N2 atau CO, orde
ikatannya adalah (8 – 2)/2= 3 dan nilai ini konsisten dengan struktur Lewisnya.
Berikut ini adalah aturan-aturan yang digunakan dalam menggambarkan diagram orbital
molekul
1. Tentukan jumlah elektron dalam molekul. Jumlah elektron per atom diperoleh dari
nomor atom pada tabel periodik (Jumlah total elektron buakn hanya elektron valensi)
2. Isi orbital molekul dari bawah hingga ke atas sampai semua elektron terisi
3. Orbital harus terisi dengan spin yang sejajar sebelum elektron nya mulai berpasangan
(Kaidah Hund)
Kemudain stabil tidak nya suatu molekul ditentukan melalui orde ikatan (Bond Order)
Bond Order = 1/2 (#e- in bonding MO's - #e- in antibonding MO's)
Bond order digunakan untuk meramalkan kestabilan molekul
1. Jika bond order suatu molekul sama dengan nol (0) maka molekul tersebut tidak stabil
2. Jika bond order lebih dari nol (0) maka molekul tersebut stabil
3. Semakin besar nilai dari bond order, semakin stabi ikatan dalam molekul
Kita juga dapat menentukan molekul tersebut bersifat paramagnetic atau diamagnetic. Jika
semua elektron telah berpasangan maka molekul tersebut bersifat diamagnetic. Jika salah satu
atau lebih elektron belum berpasangan maka molekul tersebut bersiafat paramagnetic.
EXAMPLES
1. Diagram molekul H2

H2
Bond Order = 1/2 (2-0) = 1
Bond Order lebih besar dari pada nol (0) berarti molekul H2 stabil
Karena semua elektron dalam molekul H2 telah berpasangan berarti H2 bersifat diamagnetic
2. Diagram molekul O2

O2
Bond Order = 1/2 (10-6) = 2
Bond Order > 0, maka molekul O2 stabil
Karena terdapat 2 elektron yang belum berpasangan maka O2 besifat paramagnetic

3. Diagram molekul He2

Bond Order = 1/2 (2-2) = 0
Bond Order = 0, maka molekul He2 tidak stabl

D. Perbandingan antara teori ikatan valensi dan teori orbital
molekul
Jika kita mengambil struktur ikatan valensi yang sederhana dan menggabungkan
semua struktur kovalen dan ion yang dimungkinkan pada sekelompok orbital atom, kita
mendapatkan apa yang disebut sebagai fungsi gelombang interaksi konfigurasi penuh. Jika
kita

mengambil

deskripsi

orbital

molekul

sederhana

pada

keadaan

dasar

dan

mengkombinasikan fungsi tersebut dengan fungsi-fungsi yang mendeskripsikan keseluruhan
kemungkinan keadaan tereksitasi yang menggunakan orbital tak terisi dari sekelompok
orbital atom yang sama, kita juga mendapatkan fungsi gelombang interaksi konfigurasi
penuh. Terlihatlah bahwa pendekatan orbital molekul yang sederhana terlalu menitikberatkan
pada struktur ion, sedangkan pendekatan teori valensi ikatan yang sederhana terlalu sedikit
menitikberatkan pada struktur ion.
Pada beberapa bidang, teori ikatan valensi lebih baik daripada teori orbital molekul.
Ketika diaplikasikan pada molekul berelektron dua, H2, teori ikatan valensi, bahkan dengan
pendekatan Heitler-London yang paling sederhana, memberikan pendekatan energi ikatan
yang lebih dekat dan representasi yang lebih akurat pada tingkah laku elektron ketika ikatan
kimia terbentuk dan terputus. Sebaliknya, teori orbital molekul memprediksikan bahwa
molekul hidrogen akan berdisosiasi menjadi superposisi linear dari hidrogen atom dan ion
hidrogen positif dan negatif. Prediksi ini tidak sesuai dengan gambaran fisik. Hal ini secara
sebagian menjelaskan mengapa kurva energi total terhadap jarak antar atom pada metode
ikatan valensi berada di atas kurva yang menggunakan metode orbital molekul. Situasi ini
terjadi pada semua molekul diatomik homonuklir dan tampak dengan jelas pada F 2 ketika
energi minimum pada kurva yang menggunakan teori orbital molekul masih lebih tinggi dari
energi dua atom F.

Konsep hibridisasi sangatlah berguna dan variabilitas pada ikatan di kebanyakan
senyawa organik sangatlah rendah. Namun, hasil kerja Friedrich Hund, Robert Mulliken, dan
Gerhard Herzberg menunjukkan bahwa teori orbital molekul memberikan deskripsi yang
lebih tepat pada spektrokopi, ionisasi, dan sifat-sifat magnetik molekul. Kekurangan teori
ikatan valensi menjadi lebih jelas pada molekul yang berhipervalensi (contohnya PF 5) ketika
molekul ini dijelaskan tanpa menggunakan orbital-orbital d yang sangat krusial dalam
hibridisasi ikatan yang diajukan oleh Pauling. Logam kompleks dan senyawa yang kurang
elektron (seperti diborana) dijelaskan dengan sangat baik oleh teori orbital molekul,
walaupun penjelasan yang menggunakan teori ikatan valensi juga telah dibuat.
Sekarang kedua pendekatan tersebut dianggap sebagai saling memenuhi, masingmasing memberikan pandangannya sendiri terhadap masalah-masalah pada ikatan kimia.
Perhitungan modern pada kimia kuantum biasanya dimulai dari (namun pada akhirnya
menjauh) pendekatan orbital molekul daripada pendekatan ikatan valensi. Ini bukanlah
karena pendekatan orbital molekul lebih akurat dari pendekatan teori ikatan valensi,
melainkan karena pendekatan orbital molekul lebih memudahkan untuk diubah menjadi
perhitungan numeris. Namun program ikatan valensi yang lebih baik juga tersedia.
E.

Struktur Orbital Molekul N2
Orde ikatan antar atom adalah separuh dari jumlah elektron yang ada di orbital ikatan

dikurangi dengan jumlah yang ada di orbital anti ikatan. Dalam N2, orde ikatannya = (8 –
2)/2= 3 dan nilai ini konsisten dengan struktur Lewisnya

Hibridisasi N2 =

σ1s2, σ*1s2, σ2s2, σ*2s2, σ2p2, π2py2, π2pz2
= sp3