Pengaruh Pemberian Kredit Usaha Rakyat Oleh Bank Rakyat Indonesia Unit Parapat Terhadap Pengembangan Daya Saing Usaha Kecil Menegah

(1)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Sudah tidak dapat dipungkiri lagi bahwa sektor Usaha Kecil Menengah (UKM) merupakan penolong perekonomian negara pada saat krisis ekonomi yang terjadi di tahun 1998. Pada saat itu sektor ekonomi makro mengalami keruntuhan kecil menengah dan sektor ekonomi mikro mampu menopang perekonomian yang telah jatuh pada saat itu, sehingga keterpurukan ekonomi tidak terjadi. Sebagai usaha yang memiliki kekayaan di bawah Rp 10.000.000.000,- ternyata Usaha Kecil Menengah (UKM) mampu menyerap tenaga kerja pada saat itu dan juga mampu menyumbangkan devisa terhadap negara.

Atas dasar itu maka pemerintah menyadari akan pentingnya pengembangan sektor Usaha Kecil Menengah (UKM) di Indonesia sehingga berbagai upaya pun dilakukan untuk memperkuat sektor ekonomi mikro.

Begitu pula yang terjadi di Kabupaten Simalungun yang memiliki jumlah pelaku Usaha Kecil Menengah (UKM) yang cukup besar, bahkan menurut data BPS (Badan Pusat Statistik) jumlah pelaku Usaha Kecil Menengah (UKM) mencapai 99,8% sedangkan pengusaha besar hanya mencapai 0,2%. Dari data tersebut dapat dilihat bahwa sektor usaha mikro memiliki peranan yang sangat signifikan bagi Kabupaten Simalungun sendiri, namun masalah yang dihadapi adalah kontribusi Usaha Kecil Menengah (UKM) terhadap PDRB (Produk Domestik Regional Bruto) Kabupaten Simalungun sekitar hanya 39,8% dari jumlah pelaku Usaha Kecil Menengah (UKM) yang mencapai 99,8% sementara


(2)

pelaku usaha besar berkontribusi terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) sebesar 60,2% dari pelaku usaha makro yang hanya 0,2% (www.bpssumut.go.id).

Coba bayangkan jika jumlah pelaku usaha mikro dapat mengembangkan usahanya sehingga paling tidak kontribusi terhadap PDRB (Produk Domestik Regional Bruto) yang setara dengan usaha makro, dimungkinkan untuk Kabupaten Simalungun mengalami kemajuan di bidang pembangunan. Maka dari itu agar peningkatan ekonomi dapat terjadi seharusnya dilakukan semacam peningkatan atau pengembangan terhadap daya saing terhadap UKM (Usaha Kecil Menengah), hal ini dimaksudkan agar para pelaku Usaha Kecil Menegah (UKM) dapat memberikan sumbangsih terhadap penguatan ekonomi baik regional maupun nasional dalam skala luas.

Peningkatan jumlah Usaha Kecil Menengah (UKM) yang cukup signifikan belakangan ini sudah seharusnya diimbangi dengan peningkatan kualitas para UKM (Usaha Kecil Menengah) yang memadai, oleh karena rendahnya kualitas UKM maka perlu ditingkatkan daya saing terhadap UKM (Usaha Kecil Menengah). Pentingnya pengembangan usaha daya saing terhadap Usaha Kecil Menengah (UKM) ini selain dapat memberikan kontribusi yang seimbang dengan komposisinya juga dipentingkan untuk keberlangsungan perekonomian kita apalagi setelah era perdagangan bebas di Asia diterapkan di 2010 dan diharapkan agar pelaku UKM (Usaha Kecil Menengah) dapat bertahan dengan arus perdagangan bebas yang terjadi mampu bersaing di kancah global.

Maka dalam hal ini sudah seharusnya pemeintah baik pusat maupun daerah memperhatikan keberlangsungan daripada para pelaku UKM (Usaha Kecil


(3)

Menengah) dengan meningkatkan daya saing UKM (usaha Kecil Menengah) yang ada, sehingga nantinya pelaku usaha mikro dapat bertahan oleh arus globalisasi yang ada.

Kita tahu berbagai upaya dilakukan oleh pemerintah baik pusat maupun daerah untuk dapat mempertahankan keberadaan usaha mikro dengan berbagai kebijakan – kebijakan yang ada, dan kebanyakan dari kebijakan tersebut dapat dilihat dalam hal pemberian bantuan dana secara lunak terhadap para pelaku UKM (Usaha Kecil Menengah) di Indonesia bagitu pula yang dilakukan oleh pemerintah Kabupaten Simalungun sendiri.

Salah satu bentuk bantuan yang diberikan oleh pemerintah pusat adalah dengan dikucurkannya dana Kredit Usaha Rakyat atau yang lebih familiar kita kenal dengan nama KUR.

Kredit Usaha Rakyat (KUR) dikeluarkan berdasarkan Instruksi Presiden No. 6 Tahun 2007 tentang Kebijakan Percepatan Pengembangan Sektor Riil dan Pemberdayaan Sektor Mikro, Kecil dan Menengah khususnya bidang reformasi sektor keuangan. Inpres tersebut kemudian ditindak lanjuti dengan ditandatanganinya nota kesepahaman bersama (MoU) antara Pemerintah, Lembaga Penjamin dan Perbankan tanggal 9 Oktober 2007 yang kemudian diubah menjadi addendum pada tanggal 14 Mei 2008 Tentang Penjaminan Kredit atau Pembiayaan kepada UMKM dan koperasi atau yang lebih popular dengan istilah Kredit Usaha Rakyat (KUR). Melalui program KUR (Kredit Usaha Rakyat), pemerintah mengharapkan adanya akselerasi atau percepatan pengembangan kegiatan perekonomian terutama di sektor riil, dalam rangka penanggulangan atau pengentasan kemiskinan dan perluasan kesempatan kerja.


(4)

Dalam rangka pelaksanaan program KUR (Kredit Usaha Rakyat) terdapat 3 (tiga) pilar penting yaitu pemerintah yang berfungsi membantu dan mendukung pelaksanaan pemberian kredit berikut penjaminan kredit, lembaga penjaminan, yang bertindak selaku penjamin atas kredit atau pembiayaan yang disalurkan oleh perbankan, yang ketiga perbankan sebagai penerima jaminan berfungsi menyalurkan kredit kepada UMKM (Usaha Menengah Kecil Mikro) dan koperasi dengan menggunakan dana internal masing-masing. Mengacu kepada landasan hukum KUR (Kredit Usaha Rakyat) tersebut, skema program KUR (Kredit Usaha Rakyat) memiliki perbedaan baik dibandingkan dengan program pemberdayaan atau bantuan kepada masyarakat maupun dengan skema kredit program lain yang pernah dikeluarkan oleh pemerintah. KUR (Kredit Usaha Rakyat) merupakan kredit modal kerja atau kredit investasi y sang dibiayai sepenuhnya dari dana perbankan, diberika kepada usaha mikro, kecil, menengah, dan koperasi baru dengan plafon kredit maksimal Rp 500.000.000,-. Banyaknya usaha yang dibiayai merupakan usaha layak yang fleksibel atau mudah, suku bunga ditetapkan maksimal 24% per tahun untuk plafon kredit sampai dengan Rp 5.000.000,- dan maksimal 16% per tahun untuk plafon kredit di atas Rp 5.000.000,- sampai dengan Rp 500.000.000,-. Secara nasional penyaluran dilakukan oleh enam bank, yakni: BRI (Bank Rakyat Indonesia), BNI (Bank Negara Indonesia), Bank Syariah Mandiri, Bank Bukopin, Bank Mandiri, dan BTN (Bank Tabungan Negara).

Atas dasar berbagai masalah di atas yakni melihat pentingnya peningkatan kualitas UMKM (Usaha Menengah Kecil Mikro) melalui pengembangan daya saing UMKM (Usaha Menengah Kecil Mikro) agar dapat berkontribusi sesuai


(5)

dengan komposisinya terhadap PDRB (Produk Domestik Regional Bruto) Kabupaten Simalungun khususnya dan PDB (Produk Domestik Bruto) secara nasional, serta mampu bersaing di era perdagangan bebas saat ini, maka perlunya program dari pemerintah untuk menunjang hal tersebut salah satunya dengan mengucurkan dana kredit usaha rakyat (KUR) yang disalurkan melalui 6 bank milik pemerintah yang telah ditentukan. Dan sebagai salah satu bank yang terkemuka dan dekat dengan rakyat, BRI (Bank Rakyat Indonesia) dipercaya sebagai salah satu penyalur dan penerima jaminan Kredit Usaha Rakyat(KUR) kepada Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) dan koperasi, maka penulis dalam hal ini tertarik untuk melakukan penelitian terhadap hal di atas dengan

judul : „’PENGARUH PEMBERIAN KREDIT USAHA RAKYAT OLEH

BANK RAKYAT INDONESIA UNIT PARAPAT TERHADAP PENGEMBANGAN DAYA SAING USAHA KECIL MENENGAH ( STUDI PADA WILAYAH PENYALURAN KECAMATAN GIRSANG SIPANGAN BOLON)‟‟.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, maka perumusan masalah yang dikemukakan adalah : “Sejauh mana Pengaruh Pemberian Kredit Usaha Rakyat Oleh Bank Rakyat Indonesia Unit Parapat Terhadap Pengembangan Daya Saing Usaha Kecil Menengah ( Studi Pada Wilayah Kecamatan Girsang Sipangan Bolon)”.


(6)

C. Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui pengaruh Pemberian Kredit Usaha Rakyat (KUR) terhadap pengembangan Daya Saing Usaha Kecil Menengah (UKM) di Unit Parapat Kecamatan Girsang Sipangan Bolon.

2. Untuk mengetahui Peningkatan Pemberian Kredit Usaha Rakyat (KUR) di Unit Parapat Kecamatan Girsang Sipangan Bolon.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:

1. Secara subjektif, penelitian ini bermanfaat untuk melatih, meningkatkan dan mengembangkan kemampuan berfikir ilmiah, sistematis dan metodologi penulis dalam menyusun suatu wacana baru dalam memperkaya khazanah ilmu pengetahuan.

2. Bagi instansi terkait dan masyarakat khususnya di tempat penelitian ini dilaksanakan agar dapat terus melaksanakan kewajibannya.

3. Secara akademis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi baik secara langsung maupun tidak langsung bagi pustakaan Departemen Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik dan juga bagi kalangan penulis lain yang ingin meneliti hal yang sama.


(7)

E. Kerangka Teori

Dalam penelitian ini diperlukan adanya kumpulan teori-teori yang akan menjadi landasan dan menjadi pedemoman dalam melaksanakan penelitian. Setelah masalah penelitian dirumuskan maka langkah selanjutnya adalah mencari teori-teori, konsep-konsep, dan generalisasi hasil penelitian yang dapat dijadikan sebagai landasan teoritis untuk melaksanakan penelitian ( Sugiyono, 25 :55 )

1. Kredit Usaha Rakyat (KUR)

Kredit Usaha Rakyat, yang selanjutnya disingkat KUR adalah kredit atau pembiayaan kepada Usaha Mikro Kecil Menengah Koperasi (UMKM-K) dalam bentuk pemberian modal kerja dan investasi yang didukung fasilitas penjaminan untuk usaha produktif.

KUR (Kredit Usaha Rakyat) juga merupakan suatu program yang dicanangkan oleh pemerintah namun sumber dananya berasal sepenuhnya dari dana bank.

1.1 Penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR)

Skema Penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) adalah skema kredit atau pembiayaan yang khusus diperuntukkan bagi Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) dan Koperasi yang usahanya layak namun tidak mempunyai agunan yang cukup sesuai persyaratan yang ditetapkan Perbankan.

Tujuan akhir diluncurkan Program KUR (Kredit Usaha Rakyat) adalah untuk meningkatkan perekonomian, pengentasan kemiskinan dan penyerapan tenaga kerja.

Secara umum Skema Kredit Usaha Rakyat (KUR) yang telah disepakati Bank Pelaksana dengan Perusahaan Penjamin dan Pemerinta sebagai berikut :


(8)

a. Nilai kredit maksimal Rp. 500.000.000,- juta per debitur Bunga maksimal 16% per tahun (efektif).

b. Pembagian resiko penjamin: perusahaan penjamin 70% dan Bank Pelaksana 30%.

c. Penilaian kelayakan terhadap usaha debitur sepenuhnya menjadi kewenangan bank pelaksana.

Hasil analisa kebutuhan kredit dituangkan dalam Memorandum Analisa Kebutuhan Kredit sesuai ketentuan yang berlaku dan diajukan ke pejabat pemutus untuk mendapatkan putusan kredit.

1.2 Cara Mengakses Kredit Usaha Rakyat (KUR)

Dalam mengakses Kredit Usaha Rakyat (KUR) ada beberapa ketentuan yang harus dilakukan, yaitu :

1. UMKM dan Koperasi yang membutuhkan kredit dapat menghubungi Kantor Cabang dan Kantor Cabang Bank pelaksana terdekat.

2. Memnuhi persyaratan dokumentasi sesuai dengan yang ditetapkan bank pelaksana.

3. Mengajukan surat permohonan kredit atau pembiayaan. 4. Bank pelaksana akan melakukan penilaian kelayakan.

5. Bank pelaksana berwenang memberikan persetujuan atau menolak permohonan kredit.


(9)

2. Daya Saing

Daya saing adalah kemampuan Usaha Kecil Menengah (UKM) melakukan kompetisi dengan pelaku ekonomi lain di pasar domestic maupun internasional. Daya saing berhubungan dengan bargaining potition (posisi tawar) dan terkait erat dengan peluang yang kita miliki. Dalam hal ini, peranan pemerintah sangat nyata untuk membuka dan memperbesar peluang pasar produk UKM (Usaha Kecil Menengah).

3. UKM (Usaha Kecil Menengah)

Usaha Kecil Menengah (UKM) adalah usaha yang mempunyai modal awal yang kecil, atau nilai kekayaan (aset) yang kecil dan jumlah pekerja yang kecil (terbatas), nilai modal (aset) atau jumlah pekerjanya sesuai dengan definisi yang diberikan oleh pemerintah atau institusi lain dengan tujuan tertentu (Sukirno, 2004: 365).

Menurut Longenecker, Justin, Carlos dan William Petty (2001: 15), mendefenisikan UKM (Usaha Kecil Menengah) adalah usaha yang berpendapatan per tahun Rp. 100.000.000,- sampai dengan Rp. 200.000.000,- dengan tenaga kerja kurang dari 100 orang.

Sedangkan Ball, Culloch dan Wndell (2001: 494) mengatakan bahwa UKM (Usaha Kecil Menengah) adalah usaha yang memiliki omset lebih dari Rp. 300.000.000,- dengan jumlah karyawan lebih dari 100 orang, dengan jumlah kekayaan bersih Rp. 100.000.000,- (diluar tanah dan bangunan).

Namun sebagai bahan perbandingan, menurut Susana Suprapti (2005: 48), UKM (Usaha Kecil Menengah) adalah badan usaha baik perorangan atau badan hukum yang memiliki kekayaan bersih (tidak termasuk tanah dan bangunan)


(10)

sebanyak 200 juta dan mempunyai omset atau nilai output atau hasil penjualan rata-rata pertahun sebanyak Rp. 1.000.000.000,- dan berdiri sendiri.

Menurut Badan Pusat Statistik (BPS, 2003) yang mendefenisikan Usaha Kecil Menengah (UKM) menurut 2 kategori :

a. Menurut omset

Usaha Kecil adalah usaha yang memiliki aset tetap kurang dari Rp. 200.000.000,- dan omset per tahun kurang dari 1.000.000.000,-.

b. Menurut jumlah tenaga kerja

Usaha Kecil adalah usaha yang memilik tenaga kerja sebanyak 5-9 orang. Industri rumah tangga adalah industri yang memperkerjakan kurang dari 5 orang.

Berdasarkan Undang-Undang No. 9 Tahun 1995 tentang Usaha kecil didefenisikan sebagai kegiatan ekonomi rakyat yang berskala kecil dan yang memenuhi criteria-kriteria kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan serta kepemilikan sebagai berikut : (a) Memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp. 200.000.000,- tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; (b) Memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp. 1.000.000.000,-; (c) Milik Warga Negara Indonesia (WNI); (d) Berdiri sendiri, bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai atau berafiliasi, baik langsung maupun tidak langsung dengan usaha menengah atau besar; (e) Berbentuk usaha perseorangan, badan usaha yang tidak berbadan hukum, termasuk koperasi.

Ciri-ciri umum usaha kecil menurut Mintzerg dkk (dalam Sitomorang dkk., 2003:5) adalah : (a) Kegiatan cenderung tidak normal dan jarang yang memiliki rencana bisnis; (b) Struktur organisasinya bersifat sederhana; (c) Jumlah tenaga


(11)

kerja terbatas dengan pembagian kerja yang longgar; (d) Kebanyakan tidak melakukan pemisahan antara kekayaan pribadi dan perusahaan; (e) Sistem akuntansi yang kurang baik, bahkan kadang-kadang tidak memiliki skala ekonomi terlalu kecil sehingga sukar menekan biaya; (f) Kemampuan pasar serta diservikasi pasar cenderung terbatas; (g) Marjin keuntungan sangat tipis; (h) Keterbatasan modal sehingga tidak mampu memperkerjakan manajer-manajer professional. Hal itu menyebabkan kelemahan manajerial, yang meliputi kelemahan pengorganisasian, perencanaan, pemasaran dan akuntansi.

Selain itu, Sutojo (salam Bararuallo, 2001:7), mengemukakan bahwa ciri-ciri usaha kecil di Indonesia : (a) Lebih dari setengah usaha didirikan sebagai pengembangan dari usaha kecil-kecilan; (b) Selain masalah permodalan, masalah lain yang dihadapi usaha kecil bervariasi tergantung dengan tingkat perkembangan usaha; (c) Sebagian besar usaha kecil tidak mampu memenuhi persyaratan-persyaratan administrasi guna memperoleh bantuan bank; (d) Hampir 60% usaha kecil masih menggunakan teknologi tradisional, (e) Hampir setengah perusahan kecil hanya menggunakan kapasitas kurang dari 60%; (f) Pangsa pasar usaha kecil cenderung menurun baik karena faktor kekurangan modal, kelemahan teknologi dan kelemahan manajerial; (g) Tingkat ketergantungan terhadap fasilitas-fasilitas pemerintah sangat besar.

Menurut Heryadi dan Isono (2001: 14), ada beberapa karakteristik yang menjadi ciri usaha kecil, antara lain : (a) Mempunyai skala usaha kecil, baik modal, penggunaan tenaga kerja maupun orientasi pasar; (b) Banyak berlokasi di wilayah pedesaan dan kota-kota atau daerah pinggiran kota besar; (c) Status usaha milik pribadi atau keluarga; (d)Sumber tenaga kerja berasal dari lingkungan sosial


(12)

budaya (etnis geografis); (e) Pola bekerja sering kali part time atau sebagai usaha sampingan dari kegiatan lainnya; (f) Memiliki kemampuan terbatas dalam mengadopsi teknologi, pengelolaan usaha dan administrasinya sendiri masih sederhana; (g) Struktur permodalan sangat tergantung pada fiscal aset, berarti kekurangan modal kerja dan sangat tergantung terhadap sumber modal sendiri serta lingkungan pribadinya; (h) Izin usaha sering kali tidak dimiliki dan persyaratan resensi berubah-ubah secara cepat.

Sedangkan Usaha Menengah sesuai Intruksi Presiden No. 10 Tahun 1999. Usaha Menengah adalah kegiatan ekonomi yang mempunyai criteria sebagaimana dimaksud dalam sebagai berikut : (a) Memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp. 200.000.000,- tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; (b) Memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp. 1.000.000.000,-; (c) Milik Warga Negara Indonesia (WNI); (d) Berdiri sendiri, bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimilki, dikuasai atau berafiliasi, baik langsung maupun tidak langsung dengan usaha menengah atau usaha besar; (c) Berbentuk usaha perseorangan, badan usaha yang tidak berbadan hukum.

3.1 Cakupan sektor-sektor Usaha Kecil Menengah (UKM)

Menurut Tulus Tambunan (Tambunan, 2002: 20), kelompok Usaha Kecil Menengah (UKM) terdiri dari :

1. Sektor pertanian yaitu merupakan sektor suatu unit (kesatuan) produksi yang terletak pada suatu tempat yang melakukan kegiatan bercocok tanam dengan tujuan komersil.

2. Sektor pertambangan adalah sektor suatu unit (kesatuan) produksi yang terletak pada suatu tempat tertentu yang melakukan kegiatan persiapan dan


(13)

pengambilan unsur-unsur kimia, mineral, biji-bijian, dan segala macam batuan termasuk batu-batu mulia yang merupakan endapan alam, baik berupa benda padat, cair maupun gas untuk tujuan komersil.

3. Sektor industri pengolahan adalah suatu unit (kesatuan) produksi yang terletak pada suatu tempat tertentu yang melakukan kegiatan mengubah barang dasar (bahan mentah) menjadi barang jasa atau setengah jadi, dan atau barang yang kurang nilainya sehingga lebih dekat kepada pemakai akhir, untuk tujuan komersil.

4. Sektor perdagangan adalah kegiatan yang digunakan dalam melakukan penjualan kembali barang baru maupun bekas (tanpa perubahan wujud) yang meliputi perdagangan besar, perdagangan eceran dan rumah makan untuk tujuan komersil.

3.2 Permasalahan dan Penyebab Kegagalan Usaha Kecil Menegah (UKM)

Beberapa penyebab kegagalan sebuah usaha menurut scarborough dan zimmerer ( Suseno, 2005:238 ) :

(a) Manejemen yang tidak kompeten, (b) Kurang pengalaman, (c) Pengendalian keuangan rendah, (d) Lemahnya manajemen startegik, (e) Pertumbuhan yang tidak terkendali, (f) Pemilihan lokasi usaha yang tidak tepat, (g) Lemahnya kendali persedian.


(14)

3.3 Faktor Pendukung Usaha Kecil Menegah ( UKM )

Menurut Sartika dan Rahman ( Suseno, 2005:45 ), upaya untuk mengembangkan UKM ( Usaha Kecil Menegah ) akan dapat dilihat dari dua sisi yaitu :

1. Faktor dalam perusahaan ( Internal )

a. Meningkatkan kemampuan manejemen dan kewirausahaan

b. Melakukan perencanaan usaha dan investasi dalam jangka panjang c. Mengembangkan research and development ( penelitian dan

pengembangan ).

2. Faktor luar perusahaan ( Eksternal )

a. Menciptakan iklim yang kondusif untuk pengembangan usaha b. Mengupayakan adanya program pendampingan

c. Mengupayakan terjadinya produk-produk pendukung dalam proses produksi

d. Mengupayakan tersedianya infrastruktur social e. Mengupayakan tersedianya biaya dari kredit.

3.4. Hubungan Kredit Usaha Rakyat (KUR) Terhadap Pengembangan Daya Saing Usaha Kecil Menengah (UKM)

Daya Saing Usaha Kecil Menengah (UKM) merupakan kemampuan para pelaku Usaha Kecil Menengah (UKM) tersebut dalam melakukan kompetisi dengan para pelaku ekonomi lain di pasar domestik maupun internasional. Maka, untuk dapat bertahan di pasar domestic maupun internasional diharapkan agar para pelaku Usaha Kecil Menengah (UKM) dan harus memiliki daya saing, apalagi di era globalisasi yang membuka akses seluas-luasnya bagi pasar dunia


(15)

untuk bertransaksi dimanapun dan kapanpun, terutama bagi industry yang tidak memiliki daya saing tentunya akan tergusur oleh industri yng lebih maju.

Dalam Daya Saing Usaha Kecil Menengah (UKM) ada beberapa pilar yang mendorong agar dapat terbangun dengan baik, menurut Ketua Kadin; Tulus

Tambunan “Keahlian Pekerjaan, Ketersediaan Modal, Ketersediaan Informasi, Keahlian Pengusaha, Organisasi dan Manajemen yang baik, Ketersediaan

Teknologi, dan Ketersediaan input lainnya”. Kesemua tersebut merupakan faktor

penentu Daya Saing Usaha Kecil Menengah (UKM). (http://www.kadin-indonesia.or.id/enm/images/dokumen/KADIN-98-2740-14042008.pdf)

Pertanyaannya adalah bagaimana para pelaku Usaha Kecil Menengah (UKM) tersebut dapat meningkatkan kesemua faktor penentu dengan baik?. Maka jawaban yang diberikan oleh pemerintah melalui Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (UKM) adalah dengan melakukan pemberdayaan tersebut direalisasikan dalam bentuk pemberian modal yang dikucurkan melalui kredit, pelatihan-pelatihan bagi mereka para pelaku Usaha Kecil Menengah (UKM).

Jadi, dapat ditarik kesimpulan bahwasanya Kredit Usaha Kecil Menengah (KUR) memiliki hubungan terhadap pengembangan Daya Saing Usaha Kecil Menengah (UKM). Baik sebagai objek pengujian maupun dalam pengumpulan data (Bungin, 2005: 75). Sesuai dengan masalah yang diteliti, maka dapat dikemukakan hipotesis sebagai berikut :

a. Hipotesis Nihil (Ho)

“Tidak terdapat pengaruh pemberian kredit usaha rakyat terhadap


(16)

b. Hipotesis Alternatif (Ha)

“Terdapat pengaruh pemberian kredit usaha rakyat terhadap pengembangan daya saing usaha kecil menengah”.

F. Defenisi Konsep

Menurut Singarimbun (1995:33), konsep merupakan istilah dan definisi yang digunakan untuk menggambarkan secara abstrak kejadian, keadaan kelompok atau individu yang menjadi pusat perhatian ilmu sosial. Tujuan adalah untuk mendapatkan pembatasan yang jelas dari setiap konsep yang diteliti.

Berdasarkan judul, dapat dikemukakan konsep dari penelitian ini yaitu : 1) Pengaruh Pemberian Kerdit Usaha Rakyat (KUR) adalah berkaitan dengan

pencapaian untuk kerja yang maksimal, dalam arti pencapaian target yang berkaitan dengan kualitas, kuantitas dan waktu kredit usaha rakyat (KUR) 2) Daya Saing Usaha Kecil Menengah (UKM) adalah kemampuan UKM

melakukan kompetisi dengan pelaku ekonomi lain di pasar domestik maupun internasional. Daya saing berhubungan dengan bargaining potition terkait erat dengan peluang yang kita miliki. Dalam hal ini, peranan pemerintah sangat nyata untuk membuka dan memperbesar peluang pasar produk Usaha Kecil Menengah (UKM).

G. Defenisi Operasional

Menurut Singarimbun (1995:46), definisi operasional adalah unsur-unsur penelitian yang memberitahukan bagaimana mengukur suatu variabel, sehingga dengan pengukuran ini dapat diketahui indicator apa saja sebagai pendukung untuk dianalisis dari variabel-variabel tersebut.


(17)

Definisi operasional merupakan uraian dari konsep yang sudah dirumuskan dalam bentuk indicator-indikator agar lebih memudahkan dalam operasionalisasi dari sudut penelitian.

a. Variabel bebas (X) dalam penelitian ini yang menjadi variabel X adalah efektivitas kredit usaha rakyat (KUR) yang diukur ke dalam beberapa indikator :

1. Pencapaian tujuan, suatu kegiatan dikatan efektif apabila dapat mencapai tujuan atau sasaran yang telah ditentukan.

2. Ketepatan waktu, program atau kegiatan tersebut dikatakan efektif apabila penyelesaiannya atau tercapainya tujuan sesuai waktu atau jadwal yang telah ditetapkan.

3. Manfaat, program atau kegiatan tersebut dikatakan efektif apabila tujuan itu memberikan manfaat bagi masyarakat setempat sesuai dengan kebutuhannya.

b. Variabel terikat (Y) dalam penelitian ini yang menjadi variabel Y adalah daya saing usaha kecil menengah (UKM) yang kedalam beberapa indikator :

1. Kualitas Sumber daya

a. Pelatihan-pelatihan mengenai kewirausahaan

b. Meningkatkan semangat dalam mengembangkan usaha. c. Memeberikan kesempatan kerja bagi masyarakat lain. 2. Kekuatan Modal

a. Memenuhi dan menyokong usaha b. Bantuan untuk meningkatkan usaha.


(18)

3. Kekuatan Teknologi dan Informasi

a. Membantu dalam penggunaan teknologi

b. Tidak ketinggalan informasi dalam mengelola usaha. 4. Jaringan Bisnis dan Pihak Luar

a. Memperluas jaringan usaha

b. Dapat mempertahankan keberadaannya di lingkungan bisnis c. Memberikan peluang bisnis hingga Nasional.


(1)

pengambilan unsur-unsur kimia, mineral, biji-bijian, dan segala macam batuan termasuk batu-batu mulia yang merupakan endapan alam, baik berupa benda padat, cair maupun gas untuk tujuan komersil.

3. Sektor industri pengolahan adalah suatu unit (kesatuan) produksi yang terletak pada suatu tempat tertentu yang melakukan kegiatan mengubah barang dasar (bahan mentah) menjadi barang jasa atau setengah jadi, dan atau barang yang kurang nilainya sehingga lebih dekat kepada pemakai akhir, untuk tujuan komersil.

4. Sektor perdagangan adalah kegiatan yang digunakan dalam melakukan penjualan kembali barang baru maupun bekas (tanpa perubahan wujud) yang meliputi perdagangan besar, perdagangan eceran dan rumah makan untuk tujuan komersil.

3.2 Permasalahan dan Penyebab Kegagalan Usaha Kecil Menegah (UKM)

Beberapa penyebab kegagalan sebuah usaha menurut scarborough dan zimmerer ( Suseno, 2005:238 ) :

(a) Manejemen yang tidak kompeten, (b) Kurang pengalaman, (c) Pengendalian keuangan rendah, (d) Lemahnya manajemen startegik, (e) Pertumbuhan yang tidak terkendali, (f) Pemilihan lokasi usaha yang tidak tepat, (g) Lemahnya kendali persedian.


(2)

3.3 Faktor Pendukung Usaha Kecil Menegah ( UKM )

Menurut Sartika dan Rahman ( Suseno, 2005:45 ), upaya untuk mengembangkan UKM ( Usaha Kecil Menegah ) akan dapat dilihat dari dua sisi yaitu :

1. Faktor dalam perusahaan ( Internal )

a. Meningkatkan kemampuan manejemen dan kewirausahaan

b. Melakukan perencanaan usaha dan investasi dalam jangka panjang c. Mengembangkan research and development ( penelitian dan

pengembangan ).

2. Faktor luar perusahaan ( Eksternal )

a. Menciptakan iklim yang kondusif untuk pengembangan usaha b. Mengupayakan adanya program pendampingan

c. Mengupayakan terjadinya produk-produk pendukung dalam proses produksi

d. Mengupayakan tersedianya infrastruktur social e. Mengupayakan tersedianya biaya dari kredit.

3.4. Hubungan Kredit Usaha Rakyat (KUR) Terhadap Pengembangan Daya Saing Usaha Kecil Menengah (UKM)

Daya Saing Usaha Kecil Menengah (UKM) merupakan kemampuan para pelaku Usaha Kecil Menengah (UKM) tersebut dalam melakukan kompetisi dengan para pelaku ekonomi lain di pasar domestik maupun internasional. Maka, untuk dapat bertahan di pasar domestic maupun internasional diharapkan agar para pelaku Usaha Kecil Menengah (UKM) dan harus memiliki daya saing,


(3)

untuk bertransaksi dimanapun dan kapanpun, terutama bagi industry yang tidak memiliki daya saing tentunya akan tergusur oleh industri yng lebih maju.

Dalam Daya Saing Usaha Kecil Menengah (UKM) ada beberapa pilar yang mendorong agar dapat terbangun dengan baik, menurut Ketua Kadin; Tulus Tambunan “Keahlian Pekerjaan, Ketersediaan Modal, Ketersediaan Informasi, Keahlian Pengusaha, Organisasi dan Manajemen yang baik, Ketersediaan Teknologi, dan Ketersediaan input lainnya”. Kesemua tersebut merupakan faktor penentu Daya Saing Usaha Kecil Menengah (UKM). (http://www.kadin-indonesia.or.id/enm/images/dokumen/KADIN-98-2740-14042008.pdf)

Pertanyaannya adalah bagaimana para pelaku Usaha Kecil Menengah (UKM) tersebut dapat meningkatkan kesemua faktor penentu dengan baik?. Maka jawaban yang diberikan oleh pemerintah melalui Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (UKM) adalah dengan melakukan pemberdayaan tersebut direalisasikan dalam bentuk pemberian modal yang dikucurkan melalui kredit, pelatihan-pelatihan bagi mereka para pelaku Usaha Kecil Menengah (UKM).

Jadi, dapat ditarik kesimpulan bahwasanya Kredit Usaha Kecil Menengah (KUR) memiliki hubungan terhadap pengembangan Daya Saing Usaha Kecil Menengah (UKM). Baik sebagai objek pengujian maupun dalam pengumpulan data (Bungin, 2005: 75). Sesuai dengan masalah yang diteliti, maka dapat dikemukakan hipotesis sebagai berikut :

a. Hipotesis Nihil (Ho)

“Tidak terdapat pengaruh pemberian kredit usaha rakyat terhadap pengembangan daya saing usaha kecil menengah”.


(4)

b. Hipotesis Alternatif (Ha)

“Terdapat pengaruh pemberian kredit usaha rakyat terhadap pengembangan daya saing usaha kecil menengah”.

F. Defenisi Konsep

Menurut Singarimbun (1995:33), konsep merupakan istilah dan definisi yang digunakan untuk menggambarkan secara abstrak kejadian, keadaan kelompok atau individu yang menjadi pusat perhatian ilmu sosial. Tujuan adalah untuk mendapatkan pembatasan yang jelas dari setiap konsep yang diteliti.

Berdasarkan judul, dapat dikemukakan konsep dari penelitian ini yaitu : 1) Pengaruh Pemberian Kerdit Usaha Rakyat (KUR) adalah berkaitan dengan

pencapaian untuk kerja yang maksimal, dalam arti pencapaian target yang berkaitan dengan kualitas, kuantitas dan waktu kredit usaha rakyat (KUR) 2) Daya Saing Usaha Kecil Menengah (UKM) adalah kemampuan UKM

melakukan kompetisi dengan pelaku ekonomi lain di pasar domestik maupun internasional. Daya saing berhubungan dengan bargaining potition terkait erat dengan peluang yang kita miliki. Dalam hal ini, peranan pemerintah sangat nyata untuk membuka dan memperbesar peluang pasar produk Usaha Kecil Menengah (UKM).

G. Defenisi Operasional

Menurut Singarimbun (1995:46), definisi operasional adalah unsur-unsur penelitian yang memberitahukan bagaimana mengukur suatu variabel, sehingga dengan pengukuran ini dapat diketahui indicator apa saja sebagai pendukung


(5)

Definisi operasional merupakan uraian dari konsep yang sudah dirumuskan dalam bentuk indicator-indikator agar lebih memudahkan dalam operasionalisasi dari sudut penelitian.

a. Variabel bebas (X) dalam penelitian ini yang menjadi variabel X adalah efektivitas kredit usaha rakyat (KUR) yang diukur ke dalam beberapa indikator :

1. Pencapaian tujuan, suatu kegiatan dikatan efektif apabila dapat mencapai tujuan atau sasaran yang telah ditentukan.

2. Ketepatan waktu, program atau kegiatan tersebut dikatakan efektif apabila penyelesaiannya atau tercapainya tujuan sesuai waktu atau jadwal yang telah ditetapkan.

3. Manfaat, program atau kegiatan tersebut dikatakan efektif apabila tujuan itu memberikan manfaat bagi masyarakat setempat sesuai dengan kebutuhannya.

b. Variabel terikat (Y) dalam penelitian ini yang menjadi variabel Y adalah daya saing usaha kecil menengah (UKM) yang kedalam beberapa indikator :

1. Kualitas Sumber daya

a. Pelatihan-pelatihan mengenai kewirausahaan

b. Meningkatkan semangat dalam mengembangkan usaha. c. Memeberikan kesempatan kerja bagi masyarakat lain. 2. Kekuatan Modal

a. Memenuhi dan menyokong usaha b. Bantuan untuk meningkatkan usaha.


(6)

3. Kekuatan Teknologi dan Informasi

a. Membantu dalam penggunaan teknologi

b. Tidak ketinggalan informasi dalam mengelola usaha. 4. Jaringan Bisnis dan Pihak Luar

a. Memperluas jaringan usaha

b. Dapat mempertahankan keberadaannya di lingkungan bisnis c. Memberikan peluang bisnis hingga Nasional.