Peranan Kejaksaan Dalam Melakukan Penuntutan Perkara Tindak Pidana Narkotika

BAB II
PERANAN KEJAKSAAN DALAM MELAKUKAN PENUNTUAN
TINDAK PIDANA NARKOTIKA

A. Tugas Pokok Kejaksaan Dalam Penuntutan Tindak Pidana Narkotika
Tugas adalah amanat yang wajib dilakukan dalam kedudukan atau posisi
tertentu. Sedangkan wewenang adalah pelaksanaan tugas yang berkaitan dengan
kompetensi yurisdiksi baik kompetensi relatif maupun kompetensi mutlak.
Wewenang adalah hak dan kuasa untuk melakukan sesuatu dalam posisi tertentu.
Tanpa tugas dan wewenang maka segala sesuatu yang dilakukan Kejaksaan
khususnya penuntut umum tidak memiliki landasan yang kuat. 41
Penetapan tugas dan wewenang oleh undang-undang terhadap suatu institusi
atau lembaga tertentu menjadi hak yang sah yang wajib dilaksanakan khususnya
bagi lembaga Kejaksaan. Soerjono Soekanto, mengatakan bahwa, ”Suatu hak yang
telah ditetapkan dalam suatu tata tertib sosial untuk menetapkan kebijakankebijakan, menentukan keputusan-keputusan mengenai persoalan-persoalan yang
penting untuk menyelesaikan pertentangan-pertentangan”. 42
Dengan tugas dan wewenang yang diamanatkan oleh UU No.16 Tahun 2004
tentang Kejaksaan, maka dapat difungsikan sesuai dengan maksud dan tujuan badan

41
42


Yesmi Anwar dan Adang, Op. cit, hal. 205.
Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, (Jakarta: Rajawali Press, 1997), hal. 121.

24
Universitas Sumatera Utara

tersebut. 43 Antara tugas dan wewenang merupakan selalu berkaitan satu sama lain.
Tugas dan wewenang Jaksa menurut Pasal 30 UU Kejaksaan:
1. Di bidang pidana, kejaksaan mempunyai tugas dan wewenang:
a. Melakukan penuntutan;
b. Melaksanakan penetapan hakim dan putusan pengadilan yang telah
memperoleh kekuatan hukum tetap; 44
c. Melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan putusan pidana bersyarat,
putusan pidana pengawasan, dan keputusan lepas bersyarat; 45
d. Melakukan penyelidikan terhadap tindak pidana tertentu berdasarkan
undang-undang; 46
e. Melengkapi berkas perkara tertentu dan untuk itu dapat melakukan
pemeriksaan tambahan sebelum dilimpahkan ke pengadilan yang dalam
pelaksanaannya dikoordinasikan dengan penyidik. 47

2. Di bidang perdata dan tata usaha negara, kejaksaan dengan kuasa khusus
dapat bertindak baik di dalam maupun di luar pengadilan untuk dan atas nama
negara atau pemerintah.
3. Dalam bidang ketertiban dan ketentraman umum, kejaksaan turut
meyelenggarakan kegiatan:

43

Yesmi Anwar dan Adang, Loc. cit.
Dalam penjelasan Pasal 30 ayat (1) huruf b dijelaskan bahwa dalam melaksanakan putusan
pengadilan dan penetapan hakim, kejaksaan memperhatikan nilai-nilai hukum yang hidup dalam
masyarakat dan perikemanusiaan berdasarkan Pancasila tanpa mengesampingkan ketegasan dalam
bersikap dan bertindak. Melaksanakan putusan pengadilan termasuk juga melaksanakan tugas dan
wewenang mengendalikan pelaksanaan hukuman mati dan putusan pengadilan terhadap barang
rampasan yang telah dan akan disita untuk selanjutnya dijual lelang.
45
Dalam penjelasan Pasal 30 ayat (1) huruf c dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan
“keputusan lepas bersyarat” adalah keputusan yang dikeluarkan oleh menteri yang tugas dan tanggung
jawabnya dibidang pemasyarakatan.
46

Dalam penjelasan Pasal 30 ayat (1) huruf d dijelaskan bahwa kewewenangan dalam
ketentuan ini adalah kewewenangan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun
2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia dan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang
Pemberantasan Tindakan Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor
20 Tahun 2001 jo. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi.
47
Dalam penjelasan Pasal 30 ayat (1) huruf e dijelaskan bahwa untuk melengkapi berkas
perkara, pemeriksaan tambahan dilakukan dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
a. Tidak dilakukan terhadap tersangka;
b. Hanya terhadap perkara-perkara yang sulit pembuktiannya, dan/atau dapat meresahkan
masyarakat, dan/atau yang dapat membahayakan keselamatan negara;
c. Harus dapat diselesaikan dalam waktu 14 (empat belas) hari setelah diselesaikan ketentuan
Pasal 110 dan 138 ayat (2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara
Pidana;
d. Prinsip koordinasi dan kerjasama dengan penyidik.
44

Universitas Sumatera Utara


a.
b.
c.
d.

Peningkatan kesadaran hukum masyarakat;
Pengamanan kebijakan penegakan hukum;
Pengawasan peredaran barang cetakan;
Pengawasan kepercayaan yang dapat membahayakan masyarakat dan
negara;
e. Pencegahan penyalahgunaan dan/atau penodaan agama;
f. Penelitian dan pengembangan hukum serta statistik kriminal.
Salah satu tugas pokok Kejaksaan yaitu melakukan penuntutan yakni tindakan
penuntut umum (jaksa) untuk melimpahkan perkara ke pengadilan negeri yang
berwenang dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam hukum acara pidana
dengan permintaan supaya diperiksa dan diputus oleh hakim di sidang pengadilan. 48
Penuntut umum adalah jaksa yang diberi wewenang oleh undang-undang untuk
melakukan penuntutan dan melaksanakan penetapan Hakim. 49 Posisi seseorang ketika
pada proses penuntutan perkara berstatus sebagai terdakwa, dimana penuntut umum
bertindak sebagai penuntut atau mendakwa si terdakwa sesuai dengan ketentuan

hukum pidana yang dilanggarnya.
Menuntut seorang terdakwa di muka hakim pidana dengan menyerahkan
perkara pidana tersebut beserta berkas perkaranya kepada hakim, dengan permohonan
supaya hakim memeriksa dan kemudian memutuskan perkara pidana itu terhadap
terdakwa. 50 Pasal 137 KUHAP menentukan penuntut umum berwenang melakukan
penuntutan terhadap siapapun yang didakwa melakukan suatu delik dalam daerah

48

Pasal 1 angka 7 KUHAP. Lihat juga: Pasal 1 angka 3 UU No.16 Tahun 2004 tentang
Kejaksaan (UU Kejaksaan).
49
Pasal 13 KUHAP.
50
Wirjono Prodjodikoro, Hukum Acara Pidana di Indonesia, (Jakarta: Sumur Bandung,
1967), hal. 34.

Universitas Sumatera Utara

hukumnya dengan melimpahkan perkara tersebut ke hakim pengadilan yang

berwenang mengadili.
Seorang jaksa memiliki daerah hukum masing-masing sesuai dengan daerah
hukum Kejaksaan Negeri dimana jaksa tersebut ditugaskan. Seorang jaksa di
Kejaksaan Tinggi atau di Kejaksaan Agung dapat menuntut seseorang jika ia terlebih
dahulu diangkat untuk Kejaksaan Negeri yang daerah hukumnya dilakukan delik
itu. 51 Kejaksaan Negeri menentukan suatu perkara hasil penyidikan apakah sudah
lengkap atau tidak untuk dilimpahkan dan diadili di Pengadilan Negeri. 52
Apabila suatu berkas perkara penyidikan menurut pertimbangan penuntut
umum tidak cukup bukti-bukti untuk diteruskan ke Pengadilan Negeri atau karena
perkara tersebut bukan merupakan delik, maka penuntut umum membuat suatu
ketetapan mengenai hal itu. 53 Isi surat ketetapan tersebut diberitahukan kepada
tersangka dan jika seseorang itu ditahan maka wajib dibebaskan. 54 Surat penetapan
demikian sering disebut dengan Surat Perintah Penghentian Penuntutan (SP3) oleh
Kejaksaan dan wajib disampaikan kepada tersangka atau keluarganya atau penasihat
hukumnya, pejabat Rumah Tahanan Negara (Rutan), penyidik, dan hakim. 55
Perkara ditutup demi hukum adalah hak tersangka yang wajib diberikan oleh
penuntut umum kepada tersangka sesuai dengan Bab VIII Buku I KUH Pidana

51


Andi Hamzah, Hukum Acara Pidana Indoneisa, (Jakarta: Sapta Artha Jaya, 1996), hal. 165.
Pasal 139 KUHAP.
53
Pasal 140 ayat (2) butir a KUHAP.
54
Pasal 140 ayat (2) butir b KUHAP.
55
Pasal 140 ayat (2) butir c KUHAP.
52

Universitas Sumatera Utara

tentang hapusnya hak menuntut (asas non bis in idem). 56 Akan tetapi berdasarkan
asas nebis in idem, jika di kemudian hari penyidik ternyata menemukan alasan atau
bukti-bukti baru untuk menuntut perkara yang telah dikesampingkan karena
kurangnya bukti-bukti sebelumnya, maka penuntut umum dapat menuntut
tersangka. 57 Dengan adanya asas nebis in idem ini dapat mengecualikan asas non bis
in idem jika perkara yang dikesampingkan itu tidak mengandung asas oportunitas. 58
Hal lain yang termasuk bidang tugas pokok Kejaksaan adalah pembuatan surat
dakwaan dan tuntutan (requisitoir). 59

Dalam melakukan penuntutan, jaksa sebelumnya melakukan prapenuntutan
yaitu tindakan jaksa untuk memantau perkembangan penyidikan setelah menerima
pemberitahuan dimulainya penyidikan dari penyidik dan dapat memberi petunjuk
guna dilengkapi oleh penyidik untuk dapat menentukan apakah berkas tersebut dapat
dilimpahkan atau tidak ke tahap penuntutan.
Dalam KUHAP ditegaskan beberapa ketentuan tentang wewenang penuntut
umum yaitu: 60
1. Menerima dan memeriksa berkas perkara penyidikan dari penyidik atau
penyidik pembantu;

56

Pasal 76, 77, 78 KUH Pidana.
Pasal 140 ayat (2) butir d KUHAP.
58
Andi Hamzah, Op. cit, hal. 168.
59
Ibid, hal. 169 dan hal. 170-188.
60
Pasal 14 KUHAP.


57

Universitas Sumatera Utara

2. Mengadakan prapenuntutan apabila ada kekurangan pada penyidikan dengan
memperhatikan Pasal 110 ayat (3) dan ayat (4), dengan memberi petunjuk
dalam rangka penyempurnaan penyidikan dari penyidik;
3. Memberikan perpanjangan penahanan, melakukan penahanan atau penahanan
lanjutan dan atau mengubah status tahanan setelah perkaranya dilimpahkan
oleh penyidik;
4. Membuat surat dakwaan;
5. Melimpahkan perkara ke pengadilan;
6. Menyampaikan pemberitahuan kepada terdakwa tentang ketentuan hari dan
waktu perkara disidangkan yang disertai surat panggilan, baik kepada
terdakwa maupun kepada saksi, untuk datang pada sidang yang telah
ditentukan;
7. Melakukan penuntutan;
8. Menutup perkara demi kepentingan umum;
9. Mengadakan tindakan lain dalam lingkup tugas dan tanggung jawab sebagai

penuntut umum menurut ketentuan undang-undang ini;
10. Melaksanakan penetapan hakim.
Penuntut umum melaksanakan tugas dan wewenangnya terhadap perkara
tindak pidana yang terjadi di daerah hukumnya. 61 Fungsi Kejaksaan menurut UU
No.16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan mencakup aspek preventif dan refresif. Aspek
preventif berupa peningkatan kesadaran hukum masyarakat, pengamanan kebijakan
61

Pasal 15 KUHAP.

Universitas Sumatera Utara

penegakan hukum, pengamanan peredaran barang cetakan, pengawasan aliran
kepercayaa, pencegahaan penyalahgunaan dan atau penodaan agama, penelitian dan
pengembangan hukum serta statistik kriminal. Aspek refresif mencakup tindakan
Kejaksaan untuk melakukan penuntutan dalam perkara pidana, melaksanakan
penetapan hakim dan putusan pengadilan, melakukan pengawasan terhadap
pelaksanaan keputusan pelepasan bersyarat, melengkapi berkas perkara tertentu yang
berasal dari penyidik Polri atau Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS).
Menurut Soerjono Soekanto, ”Hukum dan penegakan hukum merupakan

sebagaian faktor penegakan hukum yang tidak bisa diabaikan karena jika diabaikan
akan menyebabkan tidak tercapainya penegakan hukum yang diharapkan”. 62
Keberadaan Kejaksaan sebagai penegak hukum memiliki kedudukan yang sentral dan
memiliki peran yang strategis sehubungan dengan fungsinya sebagai filter dalam
penegakan hukum antara proses penyidikan dan proses pemeriksaan di persidangan,
sehingga keberadaannya dalam kehiduoan masyarakat harus mampu mengemban
tugas pokok (tupoksi) sebagai penegak hukum.
Kedudukan Kejaksaan menurut Pasal 2 ayat (1) UU Kejaksaan adalah
lembaga pemerintah yang melaksanakan kekuasaan negara di bidang penuntutan serta
kewenangan lain berdasarkan undang-undang. Selanjutnya dinyatakan dalam Pasal 1
angka 1 UU Kejaksaan bahwa, ”Jaksa adalah pejabat fungsional yang diberi
wewenag oleh undang-undang untuk bertindak sebagai penuntut umum dan
pelaksanaan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap serta
62

Soerjono Soekanto, Faktor-Faktor........Op. cit, hal. 5.

Universitas Sumatera Utara

wewenang lain berdasarkan undang-undang”. Penuntut umum adalah jaksa yang
diberi wewenang oleh KUHAP dan UU Kejaksaan untuk melakukan penuntutan dan
melaksanakan penetapan hakim. Sehingga dapat dikatakan jabatan fungsional jaksa
adalah jabatan yang bersifat keahlian teknis dalam organisasi Kejaksaan yang karena
fungsinya memungkinkan kelancaran pelaksanaan tugas Kejaksaan.
Penegasan dalam Pasal 2 ayat (1) di atas, menentukan Kejaksaan merupakan
suatu lembaga, badan, institusi pemerintah yang menjalankan kekuasaan negara di
bidang penuntutan dan kewenangan lain. Selain tugasnya di bidang penuntutan,
juga diberi kewenangan lain oleh undang-undang seperti membuat dakwaan,
melaksanakan putusan pengadilan, sebagai Jaksa Pengacara Negara, dan lain-lain.
Dalam kerangka Negara Indonesia sebagai negara hukum, salah satu prinsip
penting negara hukum, menjamin kesederajatan bagi setiap orang di hadapan hukum
(equality before the law). Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan perlindungan,
dan kepastian hukum yang adil, serta perlakuan yang sama di hadapan hukum. 63
Dengan demikian, dalam menjalankan Tupoksinya, Kejaksaan sebagai penuntut
umum harus memperhatikan dan mempertimbangkan kesetaraan derajat setiap
orang dengan memperlakukan sama di hadapan hukum. Sejalan dengan amandemen
UUD 1945, UU No.48 Tahun 2009 tentang Kehakiman, dan UU No.16 Tahun 2004

63

Marwan Effendy, Kejaksaan Republik Indonesia, Posisi dan Fungsinya dari Perspektif
Hukum, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2005), hal. 127.

Universitas Sumatera Utara

tentang Kejaksaan semakin mempertegas badan-badan lain yang fungsinya berkaitan
dengan kekuasaan kehakiman, termasuk Kejaksaan. 64
Kejaksaan mempunyai tugas dan wewenang melakukan penyidikan terhadap
tindak pidana tertentu berdasarkan undang-undang (Pasal 30 ayat (1) huruf d UU
Kejaksaan) seperti penyidikan tindak pidana dalam UU No.36 Tahun 2000 tentang
Pengadilan Hak Asasi Manusia dan UU No.31 Tahun 1999 jo UU No.20 Tahun
2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi serta UU No.30 Tahun 2002
tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. 65
Kejaksaan dengan kuasa khusus di bidang perdata dan tata usaha negara,
dapat bertindak sebagai pengacara (JPN) baik di dalam maupun di luar pengadilan
untuk dan atas nama negara dan atau pemerintah. Dalam bidang ketertiban dan
ketenteraman umum, Kejaksaan turut serta menyelenggarakan kegiatan peningkatan
kesadaran hukum masyarakat, penanganan kebijakan penegakan hukum, pengamanan
peredaran barang cetakan, pencegahan penyalahgunaan dan/atau penodaan agama,
penelitian dan pengambangan hukum serta statistik kriminal.
Selanjutnya Pasal 31 UU Kejaksaan, dapat meminta kepada hakim untuk
menempatkan seorang terdakwa di rumah sakit atau di temapt perawatan jiwa, atau di
tempat lain yang layak karena yang bersangkutan tidak mampu berdiri sendiri atau
disebabkan oleh hal-hal yang dapat membahayakan orang lain, lingkungan atau
64

Ibid.
Yesmi Anwar dan Adang, Op. cit, hal. 206. Kewenangan Kejaksaan untuk melakukan
penyidikan tindak pidana tertentu dimaksudkan untuk menampung beberapa ketentuan undang-undang
yang memberikan kewenangan kepada Kejaksaan untuk melakukan penyidikan pada tindak pidana
tertentu.
65

Universitas Sumatera Utara

dirinya sendiri. Selanjutnya Pasal 33 diatur bahwa dalam melakukan tugas dan
wewenangnya, Kejaksaan membina hubungan kerjasama dengan badan penegak
hukum dan keadilan serta badan negara atau instansi lainya. 66 Kemudian Pasal 34
menetapkan bahwa Kejaksaan dapat memberikan pertimbangan dalam bidang hukum
kepada instansi pemerintah lainnya.
Mencermati ketentuan-ketentuan dari beberapa pasal di atas, Tupoksi
Kejaksaan mencakup: 67
1. Di bidang pidana, Kejaksaan mempunyai tugas: (a) melakukan penututan; (b)
melaksanakan penetapan hakim dan putusan pengadilan yang telah
memperoleh kekuatan hukum tetap; (c) melakukan pengawasan terhadap
pelaksanaan putusan pidana bersyarat, putusan pidana pengawasan, dan
putusan lepas bersyarat; (d) melakukan penyelidikan terhadap tindak pidana
tertentu berdasarkan undang-undang; (e) melengkapi berkas perkara tertentu
dan untuk itu dapat melakukan pemeriksaan tambahan sebelum dilimpahkan
ke pengadilan yang dalam pelaksanaannya dikoordinasikan dnegan penyidik;
2. Di bidang perdata dan tata usaha negara, Kejaksaan dapat bertindak sebagai
Jaksa Pengacara Negara;

66

Menjadi kewajiban bagi setiap badan negara terutama dalam bidang penegakan hukum dan
keadilan untuk melaksanakan dan membina kerja sama yang dilandasi semangat keterbukaan,
kebersamaan, dan keterpaduan dalam suasana keakraban guna mewujudkan sistem peradilan pidana
terpadu. Hubungan kerja sama ini dilakukan melalui koordinasi horizontal dan vertikal secara berkala
dan berkesinambungan dengan tetap menghormati fungsi, tugas, dan wewenang masing-masing.
Kerjasama antara kejaksaan dengan instansi penegakan hukum sesuai dengan asas cepat, sederhana,
dan biaya ringan serta bebas, jujur, dan tidak memihak dalam penyelesaian perkara.
67
Ibid., hal. 128-129.

Universitas Sumatera Utara

3. Dalam bidang ketertiban dan ketenteraman umum, Kejaksaan turut
menyelenggarakan kegiatan: (a) peningkatan kesadaran hukum masyarakat;
(b) pengamanan kebijakan penegakan hukum; (c) pengamanan peredaran
barang

cetakan;

(d)

pengawasan

aliran

kepercayaan

yang

dapat

membahayakan masyarakat dan negara; (e) pencegahan penyalahgunaan
dan/atau penodaan agama; (f) penelitian dan pengembangan hukum serta
statistik kriminal;
4. Kejaksaan dapat meminta kepada hakim untuk menempatkan seorang
terdakwa di rumah sakit atau di tempat perawatan jiwa, atau di tempat lain
yang layak;
5. Kejaksaan wajib membina hubungan kerjasama dengan badan penegak
hukum dan badan-badan negara lainnya; dan
6. Kejaksaan dapat memberikan pertimbangan dalam bidang hukum kepada
instansi pemerintah lainnya.
Jaksa Agung sebagai lembaga tinggi dalam bidang penuntutan memiliki tugas
dan wewenang sebagaimana yang diatur dalam Pasal 35 UU Kejaksaan, yaitu:
1. Menetapkan serta mengendalikan kebijakan penegakan hukum dan keadilan
dalam ruang lingkup tugas dan wewenang Kejaksaan;
2. Mengefektifkan proses penegakan hukum yang diberikan oleh undangundang;

Universitas Sumatera Utara

3. Mengesampingkan perkara demi kepentingan umum. 68
4. Mengajukan kasasi demi kepentingan hukum pada Mahkamah Ahgung dalam
perkara pidana, perdata, dan tata usaha negara; 69
5. Dapat mengajukan pertimbangan teknis hukum kepada Mahkamah Agung
dalam pemeriksaan kasasi perkara pidana;
6. Mencegah atau menangkal orang tertentu masuk atau keluar wilayah Negara
Kesatuan Republik Indonesia karena keterlibatannya dalam perkara pidana
sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Jaksa Agung diberikan tugas dan wewenang khusus sebagaimana ditegaskan
dalam Pasal 35 UU Kejaksaan, mempunyai tugas dan wewenang:
1. Menetapkan serta mengendalikan kebijakan penegak hukum dan keadilan
dalam ruang lingkup tugas dan wewenang kejaksaan;
2. Mengefektifkan proses penegakan hukum yang diberikan oleh undangundang;
3. Mengesampingkan perkara demi kepentingan umum;
4. Mengajukan kasasi dem kepentingan hukum kepada Mahkamah Agung dalam
perkara pidana, perdata, dan tata usaha negara;

68

Dalam penjelasan Pasal 35 huruf c, dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan “ kepentingan
umum” adalah kepentingan bangsa dan negara dan/atau kepentingan masyarakat luas.
Mengesampingkan perkara sebagaimana dimaksud dalam ketentuan ini merupakan pelaksanaan asas
oportunitas, yang hanya dapat dilakuka oleh Jaksa Agung setelah memperhatikan saran dan pendapat
dari badan-badan kekuasaan negara yang mempunyai hubungan dengan masalah tersebut.
69
Dalam penjelasan Pasal 35 huruf d, dijelaskan bahwa pengajuan kasasi demi kepentingan
hukum ini adalah sesuai dengan ketentuan undang-undang.

Universitas Sumatera Utara

5. Dapat mengajukan pertimbangan teknis hukum kepada Mahkamah Agung
dalam pemeriksaan kasasi perkara pidana;
6. Mencegah atau menangkal orang tertentu masuk atau keluar wilayah Negara
Kesatuan Republik Indonesia karena keterlibatannya dalam perkara pidana
sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Jaksa Agung diberikan tugas dan wewenang khusus dalam hal pemberian izin
kepada tersangka atau terdakwa sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 36 UU
Kejaksaan menegaskan:
1. Jaksa Agung memberikan izin kepada tersangka atau terdakwa untuk berobat
atau menjalani perawatan dirumah sakit dalam negeri, kecuali dalam keadaan
tertentu dapat dilakukan perawatan di luar negeri. 70
2. Izin secara tertulis untuk berobat atau menjalani perawatan di dalam negeri
diberikan oleh kepala kejaksaan negeri setempat atas nama Jaksa Agung,
sedangkan untuk berobat atau menjalani perawatan di rumah sakit di luar
negeri hanya diberikan oleh Jaksa Agung.
3. Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), hanya diberikan atas
dasar rekomendasi dokter, dan dalam hal diperlukannya perawatan di luar
negeri rekomendasi tersebut dengan jelas meyatakan kebutuhan untuk itu
70

Dalam penjelasan Pasal 36 ayat (1), dijelaskan bahwa untuk memperoleh izin sebagaimana
dimaksud pada ayat ini, tersangka atau terdakwa atau keluarganya mengajukan permohonan secara
tertulis kepada Jaksa Agung atau pejabat yang ditunjuk sesuai dengan Keputusan Jaksa Agung.
Diperlukannya izin dalam ketentuan ini oleh karena status tersangka atau terdakwa yang sedang
dikenakan tindakan hukum, berupa penahanan, kewajiban lapor, dan/atau pencegahan dan
penangkalan. Yang dimaksud dengan “tersangka atau terdakwa” adalah tersangka atau terdakwa yang
berada dalam tanggung jawab kejaksaan. Yang dimaksud dengan “dalam keadaan tetentu” adalah
apabila fasilitas pengobatan atau menjalani perawatan di dalam negeri tidak ada.

Universitas Sumatera Utara

yang dikaitkan dengan belum mencukupi fasilitas perawatan tersebut di dalam
negeri.
Jaksa Agung memberikan izin kepada tersangka atau terdakwa berobat atau
menjalani perawatan di dalam dan luar negeri, kecuali dalam keadaan tertentu dapat
dilakukan perawatan di luar negeri. Izin secara tertulis untuk berobat atau menjalani
perawatan di dalam negeri diberikan oleh Kepala Kejaksaan Negeri setempat atas
nama Jaksa Agung, sedangkan untuk berobat atau menjalani perawatan di rumah
sakit luar negeri hanya diberikan oleh Jaksa Agung. Izin dimasud hanya diberikan
atas dasar rekomendasi dokter, dan dalam hal diperlukannya perawatan di laur negeri
rekomendasi tersebut dengan jelas menyebutkan kebutuhan untuk itu, yang dikaitkan
dengan belum mencukupinya fasilitas perawatan tersebut di dalam negeri. 71
Tersangka atau terdakwa atau keluarganya mengajukan permohonan secara
tertulis kepada Jaksa Agung atau pejabat yang ditunjuk sesuai dengan keputusan
Mahkamah Agung. Izin seperti itu diperlukan karena status tersangka atau terdakwa
yang sedang dikenakan tindakan hukum, seperti berupa penahanan, kewajiban lapor,
dan atau pencegahan dan penangkalan. Yang dimaksud dengan tersangka atau
terdakwa adalah tersangka atau terdakwa yang berada dalam tanggung jawab
Kejaksaan. Dalam keadaan tertentu, dimaknai apabila fasilitas pengobatan atau
menjalani perawatan di dalam negeri tidak ada. Jaksa Agung bertanggung jawab atas
penuntutan yang dilaksanakan secara independen demi keadilan berdasarkan hukum
dan hati nurani, dan akuntabilitas yang ditegaskan dalam Pasal 37 UU Kejaksaan.
71

Supriadi, Op. cit, hal. 131.

Universitas Sumatera Utara

Dalam menjalankan Tupoksinya, Kejaksaan harus terpisah dari lembaga
eksekutif, Kejaksaan bertanggung jawab kepada publik secara transparan dan
konsekuensinya harus melaksanakan kekuasaan negara di bidang penuntutan secara
bebas dan lepas dari pengaruh kekuasaan pemerintah (eksekutif) dan kekuasaan
apapun, walaupun perlu juga dibentuk Komisi Kejaksaan yang mengawasi untuk
menghindari penyalahgunaan kewenangannya. Namun, Komisi ini bertugas untuk
membantu Presiden memberdayakan Kejaksaan dan memberikan pertimbangan
kepada Presiden dalam hal pengangkatan dan pemberhentian Jaksa Agung dan jajaran
eselon satu di bawahnya. 72
Selain Tupoksi Kejaksaan dalam hal penuntutan, Kejaksaan juga diberikan
kewenangan lain sebagai pihak penggugat maupun tergugat dalam perkara Perdata
dan Tata Usaha Negara yang dilaksanakan secara merdeka terlepas dari pengaruh
kekuasaan pemerintah dan pengaruh kekuasaan lainnya. 73 Kejaksaan dituntut untuk
lebih berperan dalam menjalankan tugas profesinya, tunduk dan patuh pada sumpah
atau janji, serta kode etik jaksa yang merupakan pedoman atau petunjuk dalam
menjalankan tugasnya sehari-hari yang lazim disebut Tri Krama Adhyaksa. 74
Tri Krama Adhyaksa adalah landasan jiwa dari setiap jaksa dalam meraih citacita luhurnya, yang meliputi tiga krama yaitu pertama, kesetiaan (satya) yang
bersumber pada rasa jujur baik terhadap Tuhan Yang Maha Esa, terhadap diri pribadi
dan keluarga maupun kepada sesama manusia. Kedua, kesempurnaan (adhy) artinya
72

Ibid, hal. 142.
Supriadi, Op. cit, hal. 127.
74
Ibid, hal. 132.

73

Universitas Sumatera Utara

kesempurnaan dalam bertugas yang berunsur utama pada kepemilikan rasa tanggung
jawab kepada Tuhan Yang Maha Esa, keluarga dan sesama manusia. Ketiga,
bijaksana (wicaksana) artinya bijaksana dalam tutur kata dan perilaku khususnya
dalam penerapan kekuasaan dan kewenangan. 75
UU No.16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan meletakkan tugas kejaksaan untuk
menegakkan supremasi hukum 76, perlindungan kepentingan umum, penegakan hak
asasi manusia, serta pemberantasan korupsi, kolusi, dan nepotisme. Sebagai lembaga
pemerintahan yang melaksanakan kekuasaan negara di bidang penuntutan harus
mampu mewujudkan tugasnya untuk menciptakan kepastian hukum, ketertiban
hukum, keadilan, dan kebenaran berdasarkan hukum dan menjunjung tinggi normanorma

keagamaan,

kesopanan,

dan

kesusilaan,

serta

menggali

nilai-nilai

kemanusiaan, hukum dan keadilan yang hidup dalam masyarakat. 77
Apabila Kejaksaan mampu menjalankan tugas pokoknya sebagai penuntut,
secara tidak langsung manfaat itu dapat dirasakan dalam proses pembangunan antara
lain turut menciptakan kondisi yang mendukung dan mengamankan pelaksanaan
pembangunan untuk mewujudkan masyarakat yang sejahtera adil dan makmur
(walfarestate) berdasarkan Pancasila, serta berkewajiban untuk turut menjaga dan
menegakkan kewibawaan pemerintah dan negara serta melindungi kepentingan

75

Liliana Tedjosaputro, Op. cit, hal. 17.
Chairuman Harahap, Merajut Kolektivitas Melalui Penegakan Supremasi Hukum,
Pengantar: Romli Atmasasmita, (Bandung: Citapustaka Media, 2003), 82-85.
77
RM. Surachman dan Andi Hamzah., Loc. cit, hal. 35.
76

Universitas Sumatera Utara

masyarakat. 78 Kejaksaan juga membina hubungan kerjasama dengan badan penegak
hukum dan keadilan serta badan negara atau instansi lainnya. 79 Memberikan
pertimbangan dalam bidang hukum kepada instansi pemerintah lainnya. 80
Kejaksaan sebagai lembaga pemerintahan yang melaksanakan kekuasaan
negara di bidang penuntutan dilaksanakan secara merdeka, terlepas dari pengaruh
kekuasaan pemerintah dan kekuasaan lainnya, penuntutan dilaksanakan secara
independen demi keadilan berdasarkan hukum dan hati nurani, merumuskan dan
mengendalikan arah dan kebijakan penanganan perkara untuk keberhasilan
penuntutan. 81
Amanat UU Kejaksaan menghendaki bagi jaksa-jaksa dituntut bekerja dalam
menjalankan tugas secara profesional yang dapat ditempuh melalui berbagai jenjang
pendidikan dan pengalaman-pengalamannya. 82 Menurut Chairuman Harahap
berdasarkan pengalamannya sebagai Kepala Kejaksaan Tinggi (Kejatisu) Sumatera
Utara, produk materi hukum yang selalu dibentuk atau direvisi, tidaklah cukup jika
aparat hukum khususnya Kejaksaan tidak diimbangi dengan peningkatan integritas
moral dan profesionalisme, kesadaran hukum, mutu pelayanan, serta tidak adanya
kepastian dan keadilan hukum, sehingga supremasi hukum belum dapat
diwujudkan. 83

78

Djoko Prakoso, Tugas dan Peranan Jaksa Dalam Pembangunan, (Jakarta: Ghalia
Indonesia, 1983), hal. 19.
79
Pasal 33 dan penjelasan UU Kejaksaan.
80
Pasal 54 UU Kejaksaan.
81
Yesmi Anwar dan Adang, Op. cit, hal. 202.
82
Marwan Effendy, Op. cit, hal. 127, 129.
83
Chairuman Harahap, Op. cit, hal. 32.

Universitas Sumatera Utara

Dalam ketentuan Pasal 2 ayat (2) UU Kejaksaan tampak suatu penegasan
dimana antara Jaksa dengan tugasnya sebagai penuntut umum tidak terpisahkan satu
sama lain. Inilah sebagai landasan pelaksanaan tugas pokok Kejaksaan yang
bertujuan untuk memelihara kesatuan kebijakan di bidang penuntutan, sehingga dapat
menampilkan ciri khas yang menyatu dalam tata pikir, tata laku, dan tata kerja
Kejaksaan. Kegiatan penuntutan di pengadilan oleh Kejaksaan tidak akan berhenti
karena alasan jika jaksa yang semula bertugas berhalangan. Tugas penuntutan
tersebut akan tetap dilakukan sekalipun oleh jaksa pengganti. 84
Tugas penuntutan oleh Kejaksaan dilaksanakan secara merdeka sebagaimana
yang diamanatkan dalam Pasal 2 ayat (2) UU Kejaksaan, pada praktiknya kontradiksi
dengan pengaturannya sehingga ketentuan ini dikatakan dual obligation. Sebab
kedudukan Kejaksaan berada di bawah kekuasaan eksekutif, sehingga mustahil bagi
Kejaksaan dan jajarannya terlepas dari pengaruh kekuasaan pemerintah dan mungkin
juga pengaruh kekuasaan lainnya. 85
Selain membuat surat dakwaan dan penuntutan atau tugas pokok yang
ditentukan dalam Pasal 30 UU Kejaksaan, Pasal 32 UU Kejaksaan menetapkan,
Kejaksaan dapat diserahi tugas dan wewenang lain berdasarkan undang-undang.
Dalam hal penuntutan perkara tindak pidana Narkotika, UU 35 Tahun 2009 tentang
Narkotika (UU Narkotika) tidak menentukan aturan lain dalam peraturan khusus
mengenai peran Kejaksaan dala melakukan penuntutan. Artinya pihak yang

84
85

Yesmi Anwar dan Adang, Loc. cit.
Ibid, hal. 204.

Universitas Sumatera Utara

melakukan penuntutan dalam perkara Narkotika menurut UU Narkotika tetap
dilaksanakan oleh Kejaksaan (penuntut umum). Sebagaimana penegasan Pasal 73 UU
Kejaksaan: “Penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan terhadap
penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika dilakukan
berdasarkan peraturan perundang-undangan, kecuali ditentukan lain dalam undangundang ini”.
Namun dalam hal penyidikan menurut UU Narkotika tidak hanya dilakukan
oleh Kepolisian dan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) sebagaimana yang dianut
dalam KUHAP melainkan UU Narkotika menetapkan dan menentukan tiga institusi
dapat bertindak sebagai penyidik dalam kasus Narkotika yakni aparat Kepolisian,
PPNS, dan Badan Narkotika Nasional (BNN). Ketiga penyidik ini dapat bertindak
melalui koordinasi lintas instansi dalam melakukan penyidikan. 86
Tugas pokok sebagai penuntut dalam perkara Narkotika tetap diperankan oleh
penuntut umum (Kejaksaan) sebagaimana yang ditentukan dalam Hukum Acara
Pidana pada umumnya. Walaupun UU Narkotika mengatur secara khusus, namun
tidak menentukan secara khusus menyangkut tugas pokok Kejaksaan di bidang

86

Bandingkan dengan Pasal 84 UU Narkotika: “Dalam melakukan penyidikan terhadap
penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika, penyidik Kepolisian Negara
Republik Indonesia memberitahukan secara tertulis dimulainya penyidikan kepada penyidik BNN
begitu pula sebaliknya” dan Pasal 85 UU Narkotika: “Dalam melakukan penyidikan terhadap
penyalahgunaan Narkotika dan Prekursor Narkotika, penyidik pegawai negeri sipil tertentu
berkoordinasi dengan penyidik BNN atau penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia sesuai
dengan Undang-Undang tentang Hukum Acara Pidana”. Berdasarkan ketentuan ini, pihak yang
melakukan penyidikan terhadap perkara Narkotika, bergantung pada lembaga mana yang pada
mulanya menemukan bukti-bukti permulaan (dugaan) untuk dilakukannya penyidikan, maka lembaga
itulah yang harus melakukan penyidikan terhadap perkara Narkotika tersebut melalui koordinasi antar
lintas instansi.

Universitas Sumatera Utara

penuntutan, tetap saja dilakukan sesuai dengan ketentuan dalam KUHAP dan UU
Kejaksaan sebagaimana yang telah dipaparkan di atas.
Apabila pihak BNN yang melakukan penyidikan dan membuat berkas
perkaranya, maka pihaknya harus menyerahkan hasil penyidikan atau berkas perkara
tersebut kepada pihak Kejaksaan untuk dipertimbangkan layak atau tidak layak
perkara tersebut dapat di sidangkan di pengadilan. 87 Demikian jika Kepolisian yang
melakukan penyidikan dan membuat berkas perkara, maka harus diserahkan kepada
pihak Kejaksaan. 88 PPNS yang bertindak sebagai penyidik harus berkoordinasi
dengan penyidik Kepolisian dan BNN, 89 tetapi PPNS tidak berwenang untuk
menyerahkan berkas perkara hasil penyidikannya kepada pihak Kejaksaan melainkan
harus berkoordinasi melalui kewenangan Kepolisian sebagaimana yang ditentukan
dalam KUHAP. 90
Dalam hal melakukan penuntutan di sidang pengadilan menurut ketentuan
Pasal 90 ayat (1) UU Kejaksaan, penuntut umum dapat mengambil atau menyisihkan
sebagian kecil barang sitaan Narkotika dan Prekursor Narkotika untuk dijadikan
sampel guna pengujian di laboratorium tertentu dan dilaksanakan dalam waktu paling
lama 3 x 24 (tiga kali dua puluh empat) jam sejak dilakukan penyitaan. Hal ini
dilakukan untuk memudahkan pelaksanaan penuntutan mengenai barang bukti bagi
pihak Kejaksaan.

87

Pasal 80 huruf a UU Narkotika.
Bandingkan dengan Pasal 81, dan Pasal 84 UU Narkotika.
89
Pasal 85 UU Narkotika.
90
Bandingkan juga dengan kewenangan PPNS dalam Pasal 82 ayat (2) UU Narkotika.
88

Universitas Sumatera Utara

B. Penuntutan Tindak Pidana Narkotika oleh Kejaksaan Negeri Medan
Kejaksaan sebagai lembaga satu-satunya yang melaksanakan tugas di bidang
penuntutan perkara tindak pidana khususnya tindak pidana Narkotika. Untuk dapat
melihat peranan Kejaksaan dalam melakukan penuntutan perkara tindak pidana
Narkotika, diambil sampel dari 5 (lima) contoh kasus terkait dengan penyalahgunaan
Narkotika dan Prekursor Narkotika.
1. Kasus Rudy Sukiman 91
Terdakwa (Rudy Sukiman) pada hari Sabtu tanggal 10 September 2011,
bertempat di jalan Puri Gg. Seni Kecamatan Medan Area sekitar pukul 23.30 WIB
(masih termasuk dalam daerah hukum Pengadilan Negeri Medan), secara ”tanpa hak
atau melawan hukum menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menjadi perantara
dalam jual-beli menukar, menyerahkan atau menerima Narkotika Golongan I berupa
1 (satu) bungkus kecil daun ganja (setelah ditimbang berikut bungkusnya seberat 5,2
gram, berat bersihnya 1,6 gram.
Dakwaan pertama: Perbuatan terdakwa dilakukan dengan cara: pada waktu
dan tempat tersebut di atas, ketika saksi Jaspin Nainggolan, Mais Irfan, R. Jendri
Brutu (Anggota Polsekta Medan Aera) melakukan tugas rutin telam menerima
informasi dari yang layak dipercayai memberitahukan bahwa di jalan Puri Gg. Seni
Kecamatan Medan Area ada yang memiliki Narkotika, atas dasar informasi tersebut,
saksi Polisi menuju tempat yang dimaksudkan dan sesampainya di tempat tersebut
saksi Polisi melakukan penyelidikan terhadap seseorang laki-laki yang ciri-cirinya
91

Surat Dakwaan No. Reg. Perk.: Pdm-490/Ep.2/TPL/11/2011.

Universitas Sumatera Utara

sesuai dengan yang diinformasikan seketika itu juga dilakukan penangkapan terhadap
laki-laki tersebut. Polisi menemukan dari tempat terdakwa ditangkap 1 (satu)
bungkus kecil daun ganja, terdakwa menerangkan bahwa daun ganja tersebut
diterimanya dari Andi yang hendak digunakan mereka bersama (Rudy Sukiman dan
Andi) dengan cara mengisap, sedangkan terdakwa memiliki ijin dari pihak yang
berwenang untuk menerima daun ganja tersebut.
Setelah Polisi yang menangkap menyerahkan terdakwa kepada pihak yang
berwenang untuk diproses secara hukum, terlebih dahulu dilakukan Berita Acara
Analisa Laboratorium Barang Bukti Narkotika dan hasilnya menyatakan barang bukti
yang diperiksa ternyata daun ganja yang mengandung Cannabinoid (benar ganja) dan
terdaftar dalam golongan I nomor urut 8 UU Narkotika. 92 Terdakwa dituntut
melanggar Pasal 114 ayat (1) UU No.35 Tahun 2009 tentang Narkotika (UU
Narkotika).
Dakwaan kedua: Bahwa terdakwa pada waktu dan tempat di atas, dan
dilakukan dengan delik yang sama dikenakan kepada terdakwa bahwa barang bukti
yang diperiksa melalui Analisa Laboratorium Barang Bukti Narkotika, ternyata daun
ganja yang mengandung Cannabinoid (benar ganja) dan terdaftar dalam golongan I
nomor urut 8 UU Narkotika. Terdakwa dituntut melanggar Pasal 111 ayat (1) UU
Narkotika.

92

Berita Acara Analisa Laboratorium Barang Bukti Narkotika dengan Nomor Lab:
4572/KNF/IX/2010 tertanggal 16 September 2011.

Universitas Sumatera Utara

Berdasarkan fakta-fakta kuat yang dimiliki oleh pihak penuntut umum
(Kejaksaan), terdakwa diajukan ke persidangan dengan dakwaan alternatif pada
dakwaan kedua yakni melanggar Pasal 111 ayat (1) UU Narkotika dengan unsurunsur: setiap orang; unsur tanpa hak atau melawan hukum; dan unsur menanam,
memelihara, memiliki, menyimpan, menguasai atau menyediakan Narkotika
golongan I dalam bentuk tanaman.
Unsur setiap orang berarti pemaknaan dari ”barang siapa” yang lebih luas
dijabarkan adalah siapa saja orang atau subjek hukum yang melakukan perbuatan
pidana dan dapat mempertanggungjawabkan perbuatannya atau dengan kalimat lain
tidak ada unsur pemaaf atau penghapusan pidana bagi pelaku. Unsur setiap orang atau
barang siapa yang didakwakan JPU dengan identitas atas nama

Rudy Sukiman

dibenarkan dan diakuinya bahwa identitas tersebut adalah dirinya sebagai manusia
yang dapat mempertanggungjawabkan perbuatannya.
Unsur tanpa hak atau melawan hukum dianalisa berdasarkan fakta yang
terungkap dari keterangan para saksi-saksi yang pada pokoknya menerangkan dan
membenarkan terdakwa tidak memiliki ijin dari pihak yang berwenang untuk
memiliki atau menyimpan satu bungkus kertas koran kecil berisi Narkotika Golongan
I berupa 1 (satu) bungkus daun ganja dengan berat kotor seberat 5,2 gram dan berat
bersihnya 1,6 gram. Berdasarkan fakta-fakta dari keterangan para saksi, terdakwa
telah memenuhi unsur melawan hukum dan terbukti secara sah dan meyakinkan tidak
ada ijin dari pihak yang berwenang.

Universitas Sumatera Utara

Unsur menanam, memelihara, memiliki, menyimpan, menguasai atau
menyediakan Narkotika golongan I dalam bentuk tanaman, dianalisis berdasarkan
fakta yang diperoleh dari ketrangan saksi-saksi yang pada pokoknya menerangkan
pada hari Sabtu tanggal 10 September 2011 sekira pukul 23.30 WIB bertempat di
jalan Puri Gg. Seni Kecamatan Medan Area, ketika saksi-saksi dari Kepolisian Sektor
Medan Arera (Jaspin Nainggolan, Mais Irfan, R. Jendri Brutu) menangkap terdakwa
karena telah memiliki Narkotika jenis ganja. Maka berdasarkan unsur ini telah dapat
dibuktikan unsur memiliki secara sah dan meyakinkan.
Baik dari pihak terdakwa maupun dari pihak Kepolisian atau pihak Kejaksaan
tidak satupun yang menghadirkan saksi bagi terdakwa yang dapat meringankan bagi
terdakwa, semua saksi-saksi yang dihadirkan berasal dari pihak Kepolisian Sektor
Medan Area yakni: Jaspin Nainggolan, Mais Irfan, R. Jendri Brutu yang tentunya
saksi-saksi ini memberatkan bagi terdakwa. Terdahap perbuatan terdakwa diputuskan
hakim melanggar Pasal 111 ayat (1) UU Narkotika sebagaimana dalam dakwaan
kedua JPU. 93 Penuntut umum dalam menerapkan dakwaan alternatif dalam dakwaan
kedua tetap mendasarkan hasil pemeriksaan dan pertimbangannya pada delik dalam
dakwaan pertama. Seharusnya jika dicantumkan dakwaan alternatif (dakwaan kedua),
maka harus berbeda delik pidana yang dilakukan terdakwa.

93

Putusan Pengadilan Negeri Medan Nomor: 3095/Pid.B/2011/PN-Mdn tertanggal 01
Februari 2012.

Universitas Sumatera Utara

2. Kasus Dedi Setiawan 94
Dakwaan pertama: Terdakwa (Dedi Setiawan) pada hari Senin tanggal 23
Mei 2011, bertempat di jalan Beringin Kelurahan Sunggal Kecamatan Medan
Sunggal Kota Medan (simpang Mesjid) sekitar pukul 20.30 WIB (masih termasuk
dalam daerah hukum Pengadilan Negeri Medan), secara ”tanpa hak atau melawan
hukum menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menjadi perantara dalam jualbeli menukar, menyerahkan atau menerima Narkotika Golongan I jenis shabu-shabu
seberat 0,6 gram.
Perbuatan terdakwa dilakukan dengan cara: pada waktu dan tempat
sebagaimana di atas, anggota Kepolisian (Ahmad Sayadi, JR. Simanungkalit, David
B. Simangunsong, dan Budi Suharno) mendatangi terdakwa yang dicurigai menjual
Narkotika jenis shabu-shabu, menanyakan dimana terdakwa menyimpan shabu-shabu
miliknya, dengan kesadarannya sendiri, terdakwa menunjukkan tempatnya disimpan
yaitu di tembok pagar sebuah rumah yang tidak jauh dari tempat tersebut. Anggota
Polsek Sunggal memeriksa tempat yang dimaksud dan ditemukan 5 (lima) bungkus
plastik klip warna putih Narkotika jenis shabu-shabu. Ketika ditanya aparat, terdakwa
mengakui barang bukti tersebut miliknya yang dibeli dari Nanda pada hari Sabtu
tanggal 21 Mei 2011 pukul 16.00 WIB di jalan Sei Brutu Kelurahan Merdeka
Kecamatan Medan Baru seharga Rp.500.000,- dengan maksud untuk dijual kepada
pembeli seharga Rp.600.000,- sehingga terdakwa akan memperoleh untung sebesar
Rp.100.000,- dan terdakwa tidak dapat menunjukkan ijin dari pihak yang berwenang.
94

Surat Dakwaan No. Reg. Perkara: PDM-67/Ep.2/TPL/11/2011.

Universitas Sumatera Utara

Berdasarkan hasil Pusat Laboratorium Forensik (Puslabfor) Bareskrim Polri
Cabang Medan dalam Berita Acara Analisis Laboratorium Barang Bukti ternyata
bahwa barang bukti tersebut adalah 5 (lima) bungkus plastik klip warna putih berisi
Narkotika jenis shabu-shabu sebarat (total) 0,6 gram yang mengandung
metamfetamina dan terdaftar dalam golongan I nomor urut 61 Lampiran UU
Narkotika. 95 Terdakwa dituntut melanggar Pasal 114 ayat (1) UU Narkotika.
Dakwaan kedua: Perbuatan terdakwa sesuai dengan locus delicti di atas
dilakukan dengan cara: “tanpa hak atau dengan cara melawan hukum memiliki,
menyimpan, menguasai, atau menyediakan Narkotika golongan I bukan tanaman”.
Delik pidana yang dicantumkan dalam dakwaan kedua ini tetap didasarkan penuntut
umum pada delik sebagaimana telah diuraikan dalam dakwaan pertama di atas.
Terdakwa dituntut melanggar Pasal 112 ayat (1) UU Narkotika.
Berdasarkan fakta-fakta kuat yang dimiliki oleh pihak penuntut umum,
terdakwa diajukan ke persidangan dengan dakwaan alternatif pada dakwaan kedua
yakni melanggar Pasal 112 ayat (1) UU Narkotika dengan unsur-unsur: setiap orang;
unsur tanpa hak atau melawan hukum; dan unsur memiliki, menyimpan, menguasai
atau menyediakan Narkotika golongan I bukan tanaman.
Unsur setiap orang berarti pemaknaan dari ”barang siapa” yang lebih luas
dijabarkan adalah siapa saja orang atau subjek hukum yang melakukan perbuatan
pidana dan dapat mempertanggungjawabkan perbuatannya atau dengan kalimat lain

95

Pusat Laboratorium Forensik (Puslabfor) Bareskrim Polri Cabang Medan dalam Berita
Acara Analisis Laboratorium Barang Bukti Nomor: Lab. 2694/KNF/V/2011 tertanggal 31 Mei 2011.

Universitas Sumatera Utara

tidak ada unsur pemaaf atau penghapusan pidana bagi pelaku. Unsur setiap orang atau
barang siapa yang didakwakan JPU dengan identitas atas nama Dedi Sukiman
dibenarkan dan diakuinya bahwa identitas tersebut adalah dirinya sebagai manusia
yang dapat mempertanggungjawabkan perbuatannya. Dengan demikian unsur setiap
orang atau barang siapa telah terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum
sehingga unsur ini sudah terpenuhi.
Unsur tanpa hak atau melawan hukum dianalisa berdasarkan fakta yang
terungkap dari keterangan para saksi-saksi yang pada pokoknya telah menangkap
terdakwa, menemukan barang bukti Narkotika golongan I jenis shabu-shabu dalam 5
(lima) bungkus plastik klip seberat 0,6 gram dan berdasarkan pengakuan terdakwa
bahwa barang bukti tersebut adalah miliknya untuk dijual kembali oleh terdakwa.
Saksi-saksi dari aparat Kepolisian menerangkan dan membenarkan terdakwa tidak
memiliki ijin dari pihak yang berwenang untuk memiliki atau menyimpan Narkotika
golongan I jenis shabu-shabu dalam 5 (lima) bungkus plastik klip seberat 0,6 gram
tersebut. Berdasarkan fakta-fakta ini, terdakwa telah memenuhi unsur melawan
hukum dan terbukti secara sah dan meyakinkan tidak ada ijin dari pihak yang
berwenang.
Unsur memiliki, menyimpan, menguasai atau menyediakan Narkotika
golongan I bukan tanaman. Dianalisis dari fakta-fakta yang terungkap ketika
dilakukan penyidikan yang pada pokoknya saksi-saksi membenarkan pada hari Senin
tanggal 23 Mei 2011 sekira pukul 20.30 WIB bertempat di jalan Beringin Kelurahan
Sunggal Kecamatan Medan Sunggal Kota Medan (simpang Mesjid) ketika empat

Universitas Sumatera Utara

orang anggota Polsek Medan Sunggal tersebut menangkap terdakwa, memiliki atau
menyimpan Narkotika golongan I jenis shabu-shabu dalam 5 (lima) bungkus plastik
klip seberat 0,6 gram. Dengan unsur yang melekat pada terdakwa yaitu memiliki dan
atau menyimpan, maka unsur ini telah terpenuhi, terbukti secara sah dan meyakinkan
menurut hukum dimiliki atau melekat pada diri dan perbuatan terdakwa.
Pada kasus Dedi Setiawan ini sama halnya dengan penanganan kasus
terdakwa Rudy Sukiman, baik dari pihak terdakwa maupun dari pihak Kepolisian
atau pihak Kejaksaan tidak satupun yang menghadirkan saksi bagi terdakwa yang
dapat meringankan bagi terdakwa, keempat saksi-saksi yang dihadirkan berasal dari
pihak Polsek Medan Sunggal yang tentunya saksi-saksi ini memberatkan bagi
terdakwa. Terdahap perbuatan terdakwa diputuskan hakim melanggar Pasal 112 ayat
(1) UU Narkotika sebagaimana dalam dakwaan kedua JPU. 96 Penuntut umum dalam
menerapkan dakwaan alternatif dalam dakwaan kedua tetap mendasarkan hasil
pemeriksaan dan pertimbangannya pada delik dalam dakwaan pertama. Seharusnya
jika dicantumkan dakwaan alternatif (dakwaan kedua), maka harus berbeda delik
pidana yang dilakukan terdakwa.
3. Kasus Basirun 97
Dakwaan pertama: Terdakwa Basirun pada hari Jumat tanggal 17 Juni 2011,
sekitar pukul 20.00 WIB, bertempat di jalan Denai Gg. Asahan No.10 Kelurahan
Menteng Kecamaan Medan Denai Kota Medan (masih termasuk dalam daerah hukum
96

Putusan Pengadilan Negeri Medan Nomor: 2032/Pid.B/2011/PN-Mdn tertanggal 10
Oktober 2012.
97
Surat Dakwaan No. Reg. Perkara: PDM-230/Ep.2/TPL/11/2011.

Universitas Sumatera Utara

Pengadilan Negeri Medan), secara ”melakukan pemufakatan jahat tanpa hak atau
melawan hukum menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menerima, menjadi
perantara dalam jual beli, menukar, atau menyerahkan Narkotika Golongan I”.
Pada waktu tersebut di atas, Suyadi dan Rudiyanto Ginting dari anggota
Kepolisian melakukan penyamaran dan pengintaian di sebuah rumah beralamat di
jalan Denai Gg. Asahan No.10 Kelurahan Menteng Kecamaan Medan Denai Kota
Medan, tidak lama kemduian datang bernama Umi Habibah Hasibuan dan masuk ke
dalam rumah tersebut, Suyadi dan Rudiyanto Ginting mendekati, membuka pintu
rumah dan ditemukan terdakwa bersama Umi Habibah Hasibuan yang sedang
membuang sebuah bungkusan ke atap rumah melalui asbes yang bolong. Selanjutnya
Suyadi dan Rudiyanto Ginting meminta Umi Habibah Hasibuan mengambil
bungkusan dan memeriksanya ternyata ditemukan 5 (lima) paket kecil Narkotika
jenis shabu-shabu. Terdakwa mengakui Narkotika jenis shabu-shabu tersebut
miliknya bersama Umi Habibah Hasibuan yang dibeli oleh Umi Habibah Hasibuan
dengan menggunakan uang terdakwa sebesar Rp.1.500.000,- dari seorang yang
bernama Boneng di jalan Letda Sujono Titi Sewa Kecamatan Medan Tembung pada
hari Jumat tanggal 17 Juni 2011 sekitar pukul 14.00 WIB. Narkotika jenis shabushabu tersebut telah dipecah menjadi 5 (lima) paket dimana sebanyak 2 (dua) paket
milik terdakwa, sementara 3 (tiga) paket lagi milik Umi Habibah Hasibuan yang akan
dijual kepada pembeli dan terdakwa tidak memiliki ijin dari pihak yang berwenang.
Berdasarkan Lampiran Berita Acara Penimbangan Nomor: 147/IL.0144/2011
tertanggal 24 Juni 2011 oleh Perum Pegadaian Cabang Medan Karya menyatakan dua

Universitas Sumatera Utara

paket kecil Narkotika jenis shabu-shabu yang disita dari terdakwa adalah seberat 0,74
gram. Berdasarkan hasil Pusat Laboratorium Forensik (Puslabfor) Bareskrim Polri
Cabang Medan dalam Berita Acara Analisis Laboratorium Barang Bukti tanggal 11
Juni 2011, menyatakan barang bukti berupa 2 (dua) paket kecil Narkotika tersebut
adalah jenis shabu-shabu berwarna putih yang mengandung metamfetamina dan
terdaftar dalam golongan I nomor urut 61 Lampiran UU Narkotika. 98 Terdakwa
dituntut melanggar Pasal 114 ayat (1) jo Pasal 132 ayat (1) UU Narkotika.
Dakwaan kedua: Perbuatan terdakwa sesuai dengan locus delicti di atas
dilakukan dengan cara: “melakukan pemufakatan jahat tanpa hak atau melawan
hukum menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menerima, menjadi perantara
dalam jual beli, menukar, atau menyerahkan Narkotika Golongan I”. Delik pidana
yang dicantumkan dalam dakwaan kedua ini tetap didasarkan penuntut umum pada
delik sebagaimana yang telah diuraikan dalam dakwaan pertama, tidak terdapat
perbedaan dalam dakwaannya. Terdakwa dituntut melanggar Pasal 112 ayat (1) jo
Pasal 132 ayat (1) UU Narkotika.
Terdakwa diputuskan melanggar Pasal 112 ayat (1) jo Pasal 132 ayat (1) UU
Narkoitka. 99 Pasal 112 ayat (1) UU Narkotika menegaskan:
Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum memiliki, menyimpan,
menguasai, atau menyediakan Narkotika Golongan I bukan tanaman, dipidana
dengan pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 12
(dua belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp800.000.000,00 (delapan
ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp.8.000.000.000,00 (delapan miliar
rupiah).
98

Pusat Laboratorium Forensik (Puslabfor) Bareskrim Polri Cabang Medan dalam Berita
Acara Analisis Laboratorium Barang Bukti Nomor: Lab. 3422/KNF/VII/2011 tertanggal 31 Mei 2011.
99
Putusan Pengadilan Negeri Medan Nomor: 2555/Pid.B/2011/PN-Mdn tertanggal 07
Desember 2011.

Universitas Sumatera Utara

Pasal 132 ayat (1) UU Narkotika menegaskan:
Percobaan atau permufakatan jahat untuk melakukan tindak pidana Narkotika
dan Prekursor Narkotika sebagaimana dimaksud dalam Pasal 111, Pasal 112,
Pasal 113, Pasal 114, Pasal 115, Pasal 116, Pasal 117, Pasal 118, Pasal 119,
Pasal 120, Pasal 121, Pasal 122, Pasal 123, Pasal 124, Pasal 125, Pasal 126,
dan Pasal 129, pelakunya dipidana dengan pidana penjara yang sama sesuai
dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal-Pasal tersebut.
Unsur setiap orang menurut Pasal 112 ayat (1) UU Narkotika, dimaknai atau
sama artinya dengan ”barang siapa” dan lebih luas dijabarkan adalah siapa saja orang
atau

subjek

hukum

yang

melakukan

perbuatan

pidana

dan

dapat

mempertanggungjawabkan perbuatannya atau tidak ada alasan pemaaf atau
penghapusan pidana bagi pelaku. Unsur setiap orang atau barang siapa yang
didakwakan penuntut umum terhadap Basirun didasarkan pada pengakuan terd