Pengaruh Pengan Kerja, Independensi dan Kompetensi Terhadap Kualitas Hasil Pemeriksaan dengan Kepatuhan Etika Auditor Sebagai Variabel Pemoderasi

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teoritis

2.1.1 Kualitas Hasil Pemeriksaan

Terdapat beberapa pengertian audit yang diberikan oleh beberapa ahli di
bidang akuntansi, antara lain: Arens (2006:15) : Auditing is the accumulation and
evaluation of evidence about information to determine and report on the degree of
correspondance between the information and established criteria. Auditing should
be done by a competent independent person. Kemudian menurut Mulyadi
(2002:43): Suatu proses sistematik untuk memperoleh dan mengevaluasi bukti
secara objektif mengenai pernyataan-pernyataan tentang kegiatan dan kejadian
ekonomis, dengan tujuan untuk menetapkan tingkat kesesuaian antara pernyataanpernyataan tersebut dengan kriteria yang telah ditetapkan serta penyampaian hasilhasil kepada pemakai yang berkepentingan. Berdasarkan pengertian mengenai
audit tersebut dapat kita simpulkan bahwasanya audit merupakan proses
sistematik yang dilakukan oleh seorang yang independen dan kompeten dalam
melakukan pemeriksaan dan memberikan opini terhadap kewajaran dari laporan
audit tersebut.
Kualitas hasil pemeriksaan adalah probabilitas dimana seorang auditor
menemukan dan melaporkan tentang adanya suatu pelanggaran dalam sistem

akuntansi kliennya. KAP yang besar akan berusaha untuk menyajikan kualitas
26
Universitas Sumatera Utara

hasil pemeriksaan yang lebih besar dibandingkan dengan KAP yang kecil
(Angelo, 1981, dalam Alim dkk., 2007). Hasil pemeriksaan tersebut haruslah
memiliki kualitas yang baik sehingga menunjukan bahwa pelaksanaan
pemeriksaan tersebut sudah mengikuti aturan yang telah ditetapkan. Tidak mudah
untuk menggambarkan dan mengukur suatu kualitas audit yang dihasilkan secara
objektif

hal ini dikarenakan kualitas hasil pemeriksaan ini merupakan suatu

konsep yang komplek dan sulit untuk dipahami, hal ini yang menyebabkan sering
sekali terdapat kesalahan dalam menentukan sifat dan kualitasnya. Suatu kualitas
hasil pemeriksaan dijelaskan sebagai probabilitas atau kemungkinan dimana
seorang auditor akan menemukan dan melaporkan tentang adanya suatu
pelanggaran dalam sistem akuntansi kliennya dengan pengetahuan dan keahlian
auditor ( Angelo, 1981 dalam Efendy, 2010). Deis (1992) dalam Efendy (2010)
melakukan penelitian tentang empat hal yang dianggap mempunyai hubungan

dengan kualitas hasil pemeriksaan yaitu (1) lama waktu auditor telah melakukan
pemeriksaan terhadap suatu perusahaan, semakin lama seorang auditor telah
melakukan audit pada klien yang sama maka kualitas hasil pemeriksaan yang
dihasilkan akan semakin rendah; (2) jumlah klien, semakin banya jumlah klien
maka kualitas hasil pemeriksaan akan semakin baik karena auditor dengan jumlah
klien yang banyak akan berusaha menjaga reputasinya; (3) kesehatan keuangan
klien, semakin sehat kondisi keuangan klien maka akan ada kecenderungan klien
tersebut untuk menekan auditor agar tidak mengikuti standar; dan (4) review oleh
pihak ketiga, kualitas hasil pemeriksaan akan meningkat jika auditor tersebut
mengetahui bahwa hasil pekerjaannya akan direview oleh pihak ketiga. Menurut

27
Universitas Sumatera Utara

Marxen (1990) dalam Efendy (2010), buruknya kualitas hasil pemeriksaan
disebabkan oleh beberapa perilaku disfungsional, yaitu: Under reporting of time,
premature sign off, alternatif/repalcement of audit procedure. Under reporting of
time menyebabkan keputusan personel yang kurang baik, menutupi kebutuhan
revisi anggaran, dan menghasilkan time pressure untuk audit dimasa datang yang
tidak diketahui.

Sama halnya Haslinda (2010) dalam Sosuktisno (2003) yang menjelaskan
Premature sign-off (PMSO) merupakan suatu keadaan menunjukan auditor
menghentikan satu atau beberapa langkah audit yang diperlukan dalam prosedur
audit

tanpa

menggantikan

dengan

langkah

yang

lain.

Sedangkan

altering/replacing of audit procedure adalah penggantian prosedur audit yang

seharusnya telah ditetapkan dalam standar auditing. Kualitas hasil pemeriksaan
adalah kemungkinan auditor menentukan dan melaporkan penyelewengan yang
terjadi dalam sistem akuntansi klien, begitu juga halnya kualitas hasil pemeriksaan
yang ada didalam sektor swasta dijelaskan bahwa kualitas hasil pemeriksaan yang
baik jika pelaksanaan audit yang dilakukan oleh auditor sesuai dengan ketentuan
ataupun standar auditing yang telah berlaku, sehingga dapat disimpulkan kualitas
hasil pemeriksaan disini adalah kualitas dari kerja seorang auditor yang
ditunjukan dengan laporan hasil pemeriksaan yang dapat diandalkan dan sesuai
dengan peraturan yang ada dimana dalam sektor publik sesuai dengan Surat
Ketetapan Pajak Nihil (SKPN) ataupun peraturan lainnya mengenai audit
pemerintahan itu sendiri.

28
Universitas Sumatera Utara

Kualitas audit ini juga berhubungan dengan seberapa baik sebuah
pekerjaan diselesaikan dibandingkan dengan kriteria yang telah ditetapkan, untuk
auditor, kualitas kerja dilihat dari kualitas hasil pemeriksaan yang dihasilkan yang
dinilai dari seberapa banyak auditor memberikan respon yang benar dari setiap
pekerjaan audit yang diselesaikan (Alison dalam Mardisari, 2007). Pada sektor

publik khususnya instansi pemerintahan, kualitas hasil pemeriksaan diartikan
sebagai probabilitas seorang auditor atau pemeriksa dapat menemukan dan
melaporkan suatu penyelewengan yang terjadi pada suatu instansi pemerintahan
(baik pusat maupun daerah). Probabilitas dari temuan dan penyelewengan
tergantung pada kemampuan teknikal pemeriksa dan probabilitas pelaporan
kesalahan tergantung pada independensi pemeriksa dan kompetensi pemeriksa
tersebut untuk mengungkapkan penyelewengan, dalam meningkatkan kualitas
hasil pemeriksaan itu maka diperlukannya banyak pelatihan-pelatihan bagi aparat
pemeriksa itu sendiri. Prinsip-prinsip dasar dalam Pernyataan Standar Audit
(PSA) No. 1170 menjelaskan bahwa Aparat Pengawasan Internal Pemerintahan
(APIP) harus mengembangkan program dan mengendalikan kualitas hasil
pemeriksaan, pernyataan ini mensyaratkan program pengembangan kualitas
mencakup seluruh aspek kegiatan audit APIP. Program tersebut dirancang untuk
mendukung kegiatan audit APIP, memberikan nilai tambah dan meningkatkan
kegiatan operasi organisasi serta memberikan jaminan bahwa kegiatan audit
dilingkungan APIP sejalan dengan standar audit dan kode etik.

29
Universitas Sumatera Utara


2.1.1.2 Pengetahuan

Adapun yang menunjang tentang kualitas hasil pemeriksaan adalah
pengetahuan. Auditor perlu mengetahui pengetahuan yang mendasar tentang
bidang apa yang akan diperiksanya.Berdasarkan Peraturan Menteri Negara
Pendayagunaan Aparatur Negara No.Per/05/M.Pan/03/2008 tanggal 31 Maret
2008 menyatakan auditor harus mempunyai pengetahuan, keterampilan dan
kompetensi lainnya yang diperlukan untuk melaksanakan tanggung jawabnya.
Dalam Wikipedia pengetahuan adalah informasi atau maklumat yang diketahui
atau disadari oleh seseorang. Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan
dalam diri seseorang, diantaranya pendidikan, informasi/media massa, sosial
budaya dan ekonomi, lingkungan, pengalaman, usia, (Anonimous, 2011). Menurut
pengetahuan adalah suatu fakta atau kondisi mengetahui sesuatu dengan baik yang
didapat lewat pengalaman dan pelatihan. Definisi pengetahuan dalam ruang
lingkup audit menurut Raharjo (1998) dalam Sucipto (2007: 7) pengetahuan
auditor yang berkaitan dengan pemeriksaan atau audit adalah:
1. Pengetahuan tentang penguasaan teknis dan seluk-beluk kewajiban
audit.
2. Pengetahuan jenis-jenis dokumen dalam operasi perusahaan dan alur
dokumen dalam operasi perusahaan.

3. Pengetahuan atas berbagai indikasi terjadinya kekeliruan dan
kecurangan dan kemampuan auditor untuk menguasai sisi psikologis.
Pimpinan aparat pengawas intern pemerintah harus yakin bahwa latar
belakang pendidikan dan kompetensi teknis dari aparat pengawas intern
pemerintah harus memadai untuk pekerjaan pemeriksaan yang akan dilaksanakan.
Oleh karena itu, pimpinan aparat pengawas intern pemerintah wajib menciptakan

30
Universitas Sumatera Utara

kriteria yang memadai tentang pendidikan dan pengalaman dalam mengisi posisi
di lingkungan aparat pengawas intern pemerintah.
Secara umum ada lima pengetahuan yang harus dimiliki oleh seorang
auditor menurut Kusharyanti (2003) dalam Giu (2011: 13) yaitu: (1) Pengetahuan
pengauditan umum, (2) Pengetahuan area fungsional, (3) Pengetahuan mengenai
isu-isu akuntansi yang paling baru, (4) Pengetahuan mengenai industri khusus, (5)
Pengetahuan mengenai bisnis umum serta penyelesaian masalah. Pengetahuan
pengauditan umum seperti risiko audit, prosedur audit dan lain-lain kebanyakan
diperoleh diperguruan tinggi, sebagian dari pelatihan dan pengalaman. Untuk area
fungsional seperti perpajakan dan pengauditan dengan komputer sebagian

didapatkan dari pendidikan formal perguruan tinggi, sebagian besar dari pelatihan
dan pengalaman. Demikian juga dengan isu akuntansi, auditor biasa
mendapatkannya dari pelatihan profesional yang diselenggarakan secara
berkelanjutan. Pengetahuan mengenai industri khusus dan hal-hal umum
kebanyakan diperoleh dari pelatihan dan pengalaman. Adapun faktor-faktor yang
diperkirakan mempengaruhi perkembangan pengetahuan akuntan pemeriksa
menurut Sularso (1999) dalam Sucipto (2007: 8) antara lain:
1. Pengalaman audit
2. Diskusi mengenai audit dengan rekan sekerja
3. Pengawasan dan review pekerjaan oleh akuntan pemeriksa pengawasan
4. Program pelatihan
5. Tindak lanjut perencanaan audit
6. Penggunaan pedoman audit

31
Universitas Sumatera Utara

2.1.1.2.1 Pengetahuan Standar Pemeriksaan

Prosedur berkaitan dengan tindakan yang harus dilaksanakan, sedangkan

standar berkenaan dengan kriteria atau ukuran mutu kinerja tindakan tersebut dan
berkaitan dengan tujuan yang hendak dicapai melalui penggunaan prosedur
tersebut. Jadi, berlainan dengan prosedur auditing, standar auditing mencakup
mutu profesional (professional qualities) auditor independen dan pertimbangan
(judgement) yang digunakan dalam pelaksanaan audit dan penyusunan laporan
audit. Standar auditing yang telah ditetapkan dan disahkan oleh Ikatan Akuntan
Indonesia (IAI) terdiri dari sepuluh standar yang dikelompokkan menjadi tiga
kelompok besar, yaitu:
a. Standar Umum
1.
2.
3.

Audit harus dilaksanakan oleh seorang atau lebih yang memiliki
keahlian dan pelatihan teknis yang cukup sebagai auditor.
Dalam semua hal yang berhubungan dengan perikatan, independensi
dalam sikap mental harus dipertahankan oleh auditor.
Dalam pelaksanaan audit dan penyusunan laporannya, auditor wajib
menggunakan kemahiran profesionalnya dengan cermat dan saksama.


b. Standar Pekerjaan Lapangan
1.
2.

3.

Pekerjaan harus direncanakan sebaik-baiknya dan jika digunakan
asisten harus disupervisi dengan semestinya.
Pemahaman memadai atas pengendalian intern harus diperoleh untuk
merencanakan audit dan menentukan sifat, saat, dan lingkup pengujian
yang akan dilakukan.
Bukti audit kompeten yang cukup harus diperoleh melalui inspeksi,
pengamatan, permintaan keterangan, dan konfirmasi sebagai dasar
memadai untuk menyatakan pendapat atas laporan keuangan yang
diaudit.

32
Universitas Sumatera Utara

c. Standar Pelaporan

1.

2.

3.
4.

Laporan auditor harus menyatakan apakah laporan keuangan telah
disusun sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di
Indonesia.
Laporan auditor harus menunjukkan, jika ada, ketidakkonsistenan
penerapan prinsip akuntansi dalam penyusunan laporan keuangan
periode berjalan dibandingkan dengan penerapan prinsip akuntansi
tersebut dalam periode sebelumnya.
Pengungkapan informatif dalam laporan keuangan harus dipandang
memadai, kecuali dinyatakan lain dalam laporan auditor.
Laporan auditor harus memuat suatu pernyataan pendapat mengenai
laporan keuangan secara keseluruhan atau suatu asersi bahwa
pernyataan demikian tidak dapat diberikan.
Jika pendapat secara keseluruhan tidak dapat diberikan, maka alasannya

harus dinyatakan. Dalam hal nama auditor dikaitkan dengan laporan keuangan,
maka laporan auditor harus memuat petunjuk yang jelas mengenai sifat pekerjaan
audit yang dilaksanakan, jika ada, dan tingkat tanggung jawab yang dipikul oleh
auditor, (IAI, 2001: 150.1 dan 150.2 dalam Agoes 2004: 30-31). Dalam
melakukan pemeriksaan auditor harus mengetahui dan memahami standar
pemeriksaan agar dapat menghasilkan audit yang berkualitas. IAI menyatakan
bahwa audit yang dilakukan auditor dikatakan berkualitas jika memenuhi standar
auditing dan standar pengendalian mutu. Dalam penelitian ini pengetahuan
standar pemeriksaan yang diperlukan diukur dengan menggunakan beberapa
indikator yaitu keahlian dan pelatihan teknis yang memadai, independensi dalam
sikap mental, penggunaan kemahiran professional dengan cermat dan seksama,
rencana pemeriksaan, telaah terhadap sistem pengendalian intern, pengumpulan
bukti kompeten yang cukup, pernyataan tentang kesesuaian laporan keuangan
dengan

prinsip

akuntansi

yang

berlaku

umum,

pernyataan

mengenai

ketidakkonsistenan penerapan prinsip yang berlaku umum.

33
Universitas Sumatera Utara

2.1.2 Pengalaman Kerja

Pengalaman Kerja Marinus dkk.(1997) dalam Herliansyah dkk.(2006)
menyatakan bahwa secara spesifik pengalaman dapat diukur dengan rentang
waktu yang telah digunakan terhadap suatu pekerjaan atau tugas. Purnamasari
(2005) dalam Asih (2006) memberikan kesimpulan bahwa seorang karyawan yang
memiliki pengalaman kerja yang tinggi akan memiliki keunggulan dalam
beberapa hal diantaranya: 1) mendeteksi kesalahan, 2) memahami kesalahan dan
3) mencari penyebab munculnya kesalahan. Ashton (1991) dalam Mayangsari
(2003) menunjukkan bahwa dalam literatur psikologi, pengetahuan spesifik dan
lama pengalaman bekerja sebagai faktor penting untuk meningkatkan kompetensi.
Ashton juga menjelaskan bahwa ukuran kompetensi tidak cukup hanya
pengalaman tetapi diperlukan pertimbangan-pertimbangan lain dalam pembuatan
keputusan yang baik karena pada dasarnya manusia memiliki sejumlah unsur lain
selain pengalaman. Pendapat ini didukung oleh Schmidt (1988) dalam Alim, dkk
(2007) yang memberikan bukti empiris bahwa terdapat hubungan antara
pengalaman bekerja dengan kinerja dimoderasi dengan lama pengalaman dan
kompleksitas tugas. Selain itu, penelitian yang dilakukan Bonner (1990) dalam
Alim, dkk (2007) menunjukkan bahwa pengetahuan mengenai spesifik tugas
dapat meningkatkan kinerja auditor berpengalaman, walaupun hanya dalam
penetapan risiko analitis. Hal ini menunjukkan bahwa pendapat auditor yang baik
akan tergantung pada kompetensi dan prosedur audit yang dilakukan oleh auditor
(Hogarth, 1991 dalam Lubis, 2009). Hasil penelitian Bonner (1990) dalam Alim,
dkk (2007) menunjukkan bahwa pengetahuan mengenai spesifik tugas membantu

34
Universitas Sumatera Utara

kinerja auditor berpengalaman melalui komponen pemilihan dan pembobotan
bukti hanya pada saat penetapan risiko analitis. Ashton (1991) menemukan bukti
empiris bahwa perbedaan pengetahuan yang dimiliki auditor pada berbagai tingkat
pengalaman, tidak dapat dijelaskan oleh lamanya pengalaman yang dimilikinya.
Trotman (1991) dalam Mayangsari (2003) memberikan bukti empiris bahwa
auditor berpengalaman lebih banyak menemukan item-item yang tidak umum
dibandingkan auditor yang kurang berpengalaman, tetapi antara auditor yang
berpengalaman dengan yang kurang berpengalaman tidak berbeda dalam
menemukan item-item yang umum. Penelitian serupa dilakukan oleh Tubbs
(1992) dalam Alim, dkk (2007), menunjukkan bahwa subjek yang mempunyai
pengalaman audit lebih banyak, maka akan menemukan kesalahan yang lebih
banyak dan item-item kesalahannya lebih besar dibandingkan auditor yang
pengalaman auditnya lebih sedikit. Wright (1987) dalam Alim, dkk (2007)
memberikan bukti empiris bahwa dampak pengalaman auditor akan signifikan
ketika kompleksitas tugas dipertimbangkan.
2.1.3 Independensi

Independensi menurut Halim (1997:34-35)

merupakan suatu sikap

mental yang dimiliki auditor untuk tidak memihak dalam melakukan audit.
Independensi merupakan standar umum nomor dua dari tiga standar auditing yang
ditetapkan oleh IAI yang menyatakan bahwa dalam semua hal yang berhubungan
dengan penugasan, independensi dalam sikap mental harus dipertahankan oleh
auditor. Independen berarti akuntan tidak mudah dipengaruhi. Akuntan tidak

35
Universitas Sumatera Utara

dibenarkan memihak kepentingan siapapun. Akuntan berkewajiban untuk jujur,
tidak hanya kepada manajemen dan pemilik perusahaan, namun juga kepada
kreditur dan pihak lain yang meletakkan kepercayaan atas akuntan (Christiawan,
2002) dalam (Elfarina, 2007). Keberadaan akuntan sebagai suatu profesi tidak
dapat dipisahkan dari karakteristik independensinya. Akuntan selalu dianggap
orang yang harus independen. Tanpa adanya independensi, akuntan tidak berarti
apa-apa. Masyarakat tidak percaya akan hasil auditan akuntan sehingga
masyarakat tidak akan meminta jasa pengauditan dari akuntan. Masyarakat akan
meminta pihak lain yang dianggap independen untuk menggantikan fungsi
akuntan. Atau dengan kata lain, keberadaan akuntan ditentukan oleh
independensinya.
Berkaitan dengan hal itu terdapat 4 hal yang mengganggu independensi
akuntan, yaitu : (1) Akuntan memiliki mutual dengan klien (2) Mengaudit
pekerjaan akuntan itu sendiri (3) Berfungsi sebagai manajemen atau karyawan
dari klien dan (4) Bertindak sebagai penasihat dari klien. Akuntan akan terganggu
independensinya jika memiliki hubungan bisnis, keuangan dan manajemen atau
karyawan dengan kliennya (Elfarina, 2007).
Menurut Supriyono (1988) dalam Elfarina (2007) meneliti 6 faktor yang
mempengaruhi independensi, yaitu : (1) Ikatan kepentingan keuangan dan
hubungan usaha dengan klien (2) Jasa-jasa lainnya selain jasa audit (3) Lamanya
hubungan audit antara akuntan dengan klien (4) Persaingan antar KAP (5) Ukuran
KAP (6) Audit fee

36
Universitas Sumatera Utara

2.1.4 Kompetensi

Standar Umum pertama (SA seksi 210 dalam SPAP, 2001) menyebutkan
bahwa audit harus dilaksanakan oleh seorang atau yang memiliki keahlian dan
pelatihan teknis yang cukup sebagai auditor. Sedangkan, standar umum ketiga
(SA seksi 230 dalam SPAP, 2001) menyebutkan bahwa dalam pelaksanaan audit
akan

penyusunan

laporannya,

auditor

wajib

menggunakan

kemahiran

profesionalnya dengan cermat dan saksama. Oleh karena itu, maka setiap auditor
wajib memiliki kemahiran profesionalitas dan keahlian dalam melaksanakan
tugasnya sebagai auditor. Kompetensi merupakan pengetahuan, keterampilan, dan
kemampuan yang berhubungan dengan pekerjaan, serta kemampuan yang
dibutuhkan untuk pekerjaan-pekerjaan non-rutin. Dalam melakukan audit, seorang
auditor harus memiliki mutu personal yang baik, pengetahuan yang memadai,
serta keahlian khusus di bidangnya. Kompetensi berkaitan dengan keahlian
profesional yang dimiliki oleh auditor sebagai hasil dari pendidikan formal, ujian
profesional maupun keikutsertaan dalam pelatihan, seminar, simposium (Suraida,
2005).
Definisi tentang kompetensi yang sering dipakai adalah karakteristikkarakteristik yang mendasari individu untuk mencapai kinerja superior. Definisi
kompetensi dalam bidang auditing pun sering diukur dengan pengalaman
(Mayangsari, 2003). Hasil penelitian yang dilakukan oleh Murtanto (1998) dalam
Mayangsari (2003) menunjukkan bahwa komponen kompetensi untuk auditor di

37
Universitas Sumatera Utara

Indonesia terdiri atas : (1) komponen pengetahuan, yang merupakan komponen
penting dalam suatu kompetensi. Komponen ini meliputi pengetahuan terhadap
fakta-fakta, prosedur-prosedur dan pengalaman, dan (2) Ciri-ciri psikologi, seperti
kemampuan berkomunikasi, kreativitas, kemampuan bekerja sama dengan orang
lain. Gudono (1999) melakukan penelitian untuk mengungkap persepsi tentang
karakteristik keahlian auditor dari perspektif manajer partner, senior/supervisor,
dan mahasiswa auditing. Penelitian mereka juga mengklasifikasikan karakteristik
tersebut ke dalam lima kategori yaitu (1) komponen pengetahuan, (2) ciri-ciri
psikologis, (3) strategi penentuan keputusan, (4) kemampuan berpikir dan (5)
analisa tugas.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Murtanto (1998) dalam Mayangsari
(2003) menunjukkan bahwa komponen kompetensi untuk auditor di Indonesia
terdiri atas: 1. Komponen pengetahuan, yang merupakan komponen penting dalam
suatu kompetensi. Komponen ini meliputi pengetahuan terhadap fakta-fakta,
prosedur-prosedur dan pengalaman juga mengatakan bahwa pengalaman akan
memberikan hasil dalam menghimpun dan memberikan kemajuan bagi
pengetahuan.

2.

Ciri-ciri

psikologi,

seperti

kemampuan

berkomunikasi,

kreativitas, kemampuan bekerja sama dengan orang lain.
2.1.5 Kepatuhan Etika Auditor

Pengertian Etika menurut Firdaus (2005) adalah perangkat prinsip moral
atau nilai. Masing-masing orang memiliki perangkat nilai, sekalipun tidak dapat
diungkapkan secara eksplisit. Ludigdo (2001) mendefinisikan etika sebagai

38
Universitas Sumatera Utara

seperangkat aturan atau norma atau pedoman yang mengatur perilaku manusia,
baik yang harus dilakukan maupun yang harus ditinggalkan yang dianut oleh
sekelompok atau segolongan manusia atau masyarakat atau profesi.

Penelitian

yang dilakukan Ludigdo (2001) bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang
dianggap mempengaruhi sikap dan perilaku etis akuntan serta faktor yang
dianggap paling dominan pengaruhnya terhadap sikap dan perilaku tidak etis
akuntan. Hasil yang diperoleh dari kuisioner tertutup menunjukkan bahwa
terdapat sepuluh faktor yang dianggap oleh sebagian besar akuntan mempengaruhi
sikap dan perilaku mereka. Sepuluh faktor tersebut adalah religiusitas, pendidikan,
organisasional, emotional quotient, lingkungan keluarga, pengalaman hidup,
imbalan yang diterima, hukum, dan posisi atau kedudukan. Sedangkan hasil yang
diperoleh dari kuisioner terbuka menunjukkan bahwa terdapat 24 faktor tambahan
yang juga dianggap berpengaruh terhadap sikap dan perilaku etis akuntan dimana
faktor religiusitas tetap merupakan faktor yang dominan. Lubis (2009),
menyatakan bahwa kepatuhan pada kode etik yang baik/tinggi akan berpengaruh
terhadap kualitas auditor yang baik/tinggi.
Berdasarkan Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara
(PERMENPAN) Nomor : PER/04/M.PAN/03/2008 yang mengatur tentang Kode
Etik Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (KEAPIP), auditor wajib mematuhi
prinsip-prinsip perilaku berikut ini:
a) Integritas
Auditor harus memiliki kepribadian yang dilandasi oleh unsur jujur,
berani,

bijaksana,

dan

bertanggung

jawab

untuk

membangun
39

Universitas Sumatera Utara

kepercayaan guna memberikan dasar bagi pengambilan keputusan yang
andal.
b) Objektivitas
Auditor harus menjunjung tinggi ketidakberpihakan profesional dalam
mengumpulkan, mengevaluasi, dan memproses data/informasi audit.
Auditor APIP membuat penilaian seimbang atas semua situasi yang
relevan dan tidak dipengaruhi oleh kepentingan sendiri atau orang lain
dalam mengambil keputusan.
c) Kerahasiaan
Auditor harus menghargai nilai dan kepemilikan informasi yang
diterimanya dan tidak mengungkapkan informasi tersebut tanpa otorisasi
yang memadai, kecuali diharuskan oleh peraturan perundang-undangan.

d) Kompetensi
Auditor harus memiliki pengetahuan, keahlian, pengalaman dan
keterampilan yang diperlukan untuk melaksanakan tugas. Sejumlah besar
nilai etika dalam masyarakat tidak dapat dimasukkan dalam undangundang karena sifat nilai tertentu yang memerlukan pertimbangan.
Sebagian besar orang mendefinisikan perilaku tidak beretika sebagai
perilaku yang berbeda dari sesuatu yang seharusnya dilakukan. Masingmasing orang menentukan apa yang dianggap tidak beretika, baik untuk
diri sendiri maupun orang lain. Penting untuk memahami mengapa orang
bertindak tidak beretika menurut kita. Terdapat penyebab orang tidak

40
Universitas Sumatera Utara

beretika atau standar etika seseorang berbeda dari masyarakat secara
keseluruhan atau seseorang memutuskan untuk bertindak semaunya.
2.2 Tinjauan Penelitian Terdahulu

Tabel 2.1
No.

Peneliti

Variabel

Analisis

Hasil Penelitian

Penelitian
1.

2.

Christiawan
(2002)

Independen
Kompetensi,
Independensi,
Dependen
Kualitas Audit

: Regresi
Berganda

Alim, dkk Independen
(2007)
Kompetensi,
Independensi
Dependen
Kualitas Audit

: Regresi
Berganda

3.

Nataline
(2007)

4.

Muhammad
Fahdi
(2007)

:

:

Independen
:
Batasan
Waktu
Audit,
Pengetahuan
Audit, Pemberian,
Bonus,
Pengalaman
Kerja.
Dependen
:
Kualitas Audit
Independen
:
Pengalaman
Kerja,
Independensi,
Objektivitas,
Integritas,
Kompetensi,
Motivasi.
Dependen
:
Kualitas
Hasil
Pemeriksaan

Kompetensi
dan
independensi
berpengaruh
signifikan
terhadap
kualitas audit.
Kompetensi
dan
independensi
berpengaruh
signifikan
terhadap
kualitas audit.

Regresi
Berganda

Batasan waktu audit,
pengetahuan
audit,
pemberian bonus dan
pengalaman
kerja
berpengaruh
signifikan terhadap ku
alitas audit.

Regresi
Berganda

Pengalaman
kerja,
independensi,
objektivitas, integritas,
kompetensi
dan
motivasi berpengaruh
signifikan
terhadap
kualitas
hasil
pemeriksaan/

41
Universitas Sumatera Utara

5.

Nur Samsi Independen
: Regresi
(2013)
Pengalaman
Berganda
Kerja,
Independensi,
Kompetensi,
Etika Auditor.
Dependen
:
Kualitas
Hasil
Pemeriksaan
Sumber : Diolah dari berbagai referensi.

Pengalaman
kerja,
independensi,
kompetensi dan etika
auditor berpengaruh
signifikan
terhadap
kualitas
hasil
pemeriksaan.

2.3 Kerangka Konseptual

Kerangka Konseptual merupakan model konseptual tentang bagaimana
teori berhubungan dengan berbagai faktor yang diidentifikasikan sebagai masalah
penting. Berdasarkan latar belakang masalah, tujuan penelitian dan tinjauan
pustaka yang telah dikemukakan. Adapun kerangka konseptual penelitian ini
adalah sebagai berikut

42
Universitas Sumatera Utara

H1

Pengalaman
Kerja

H4

(X1)

Etika Auditor
KUALITAS
(Z)
HASIL
H2

H5

Independensi

PEMERIKSAAN

(X2)

(Y)

H3

Kompetensi
H6

(X3)

Etika Auditor
(Z)

Gambar 2.1 Kerangka Konseptual
Keterangan :
X1
X2
X3
Y
Z
H1
H2
H3
H4
H5
H6

= Pengalaman Kerja
= Kompetensi
= Independensi
= Kualitas hasil pemeriksaan
= Etika Auditor
= Pengaruh pengalaman kerja terhadap kualitas hasil pemeriksaan
= Pengaruh independensi terhadap kualitas hasil pemeriksaan
= Pengaruh kompetensi terhadap kualitas hasil pemeriksaan
= Pengaruh hubungan interaksi antara etika auditor dan pengalaman kerja
terhadap kualitas hasil pemeriksaan
= Pengaruh hubungan interaksi antara etika auditor dan independensi
terhadap kualitas hasil pemeriksaan
= Pengaruh hubungan interaksi antara etika auditor dan kompetensi
terhadap kualitas hasil pemeriksaan

43
Universitas Sumatera Utara

2.4 Hipotesis Penelitian

Berdasarkan penjelasan teori, kerangka konsep, dan untuk menjawab
permasalahan penelitian, dirumuskan hipotesis penelitian sebagai berikut :
1. Hubungan Pengalaman Kerja Terhadap Kualitas Hasil pemeriksaan
Sesuai dengan standar umum dalam Standar Profesional Akuntan Publik
bahwa auditor disyaratkan memiliki pengalaman kerja yang cukup dalam profesi
yang ditekuninya, serta dituntut untuk memenuhi kualifikasi teknis dan
berpengalaman dalam bidang industri yang digeluti kliennya (Arens dkk., 2004).
Pengalaman akuntan akan terus meningkat seiring dengan makin banyaknya audit
yang dilakukan serta kompleksitas transaksi keuangan perusahaan yang diaudit
sehingga akan menambah dan memperluas pengetahuannya di bidang akuntansi
dan auditing (Christiawan, 2002). Hal tersebut mengindikasikan bahwa semakin
lama masa kerja dan pengalaman yang dimiliki auditor maka akan semakin baik
dan meningkat pula kualitas audit yang dihasilkan (Alim dkk., 2007). Hasil
penelitian Herliansyah dkk. (2006) menunjukkan bahwa pengalaman mengurangi
dampak informasi tidak relevan terhadap judgement auditor. Kidwell dkk. (1987)
dalam Budi dkk. (2004) menemukan bahwa manajer dengan pengalaman kerja
yang lebih lama mempunyai hubungan yang positif dengan pengambilan
keputusan etis. Berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Budi dkk. (2004)
bahwa pengalaman kerja tidak mempunyai pengaruh terhadap komitmen
profesional maupun pengambilan keputusan etis. Berdasarkan penjelasan diatas,
maka hipotesis yang diajukan adalah :

44
Universitas Sumatera Utara

H1 : Pengalaman kerja berpengaruh positif terhadap kualitas hasil
pemeriksaan.
2. Hubungan Independensi Terhadap Kualitas Hasil Pemeriksaan
Hasil penelitian Trisnaningsih (2007) mengindikasikan bahwa auditor
yang hanya memahami good governance tetapi dalam pelaksanaan pemeriksaan
tidak menegakkan independensinya maka tidak akan berpengaruh terhadap
kinerjanya. Alim dkk. (2007) dan Cristiawan (2002) menemukan bahwa
independensi berpengaruh signifikan terhadap kualitas hasil pemeriksaan. Auditor
harus dapat mengumpulkan setiap informasi yang dibutuhkan dalam pengambilan
keputusan audit dimana hal tersebut harus didukung dengan sikap independen.
Mayangsari (2003) menemukan bahwa hasil pengujian hipotesis pertama dengan
menggunakan alat analisis ANOVA diperoleh hasil bahwa auditor yang memiliki
keahlian dan independen memberikan pendapat tentang kelangsungan hidup
perusahaan yang cenderung benar dibandingkan auditor yang hanya memiliki
salah satukarakteristik atau samasekali tidak memiliki keduanya. Hasil pengujian
hipotesis kedua dengan menggunakan uji Simple Factorial Analysis of Variance
diperoleh hasil bahwa auditor yang ahli lebih banyak mengingat informasi yang
atypical sedangkan auditor yang tidak ahli lebih banyak mengingat informasi
yang typical. Berdasarkan penjelasan tersebut maka hipotesis yang dibangun
adalah :
H2 : Independensi auditor berpengaruh positif terhadap kualitas hasil
pemeriksaan.

45
Universitas Sumatera Utara

3. Hubungan Kompetensi Terhadap Kualitas Hasil Pemeriksaan
Kompetensi yang dibutuhkan dalam melakukan audit yaitu pengetahuan
dan kemampuan. Auditor harus memiliki pengetahuan untuk memahami entitas
yang diaudit, kemudian auditor harus memiliki kemampuan untuk bekerja sama
dalam tim serta kemampuan dalam menganalisa permasalahan. Christiawan
(2002) dan Alim dkk. (2007) menyatakan bahwa semakin tinggi kompetensi
auditor akan semakin baik kualitas hasil pemeriksaannya. Gudono (1999)
melakukan penelitian untuk mengungkap persepsi tentang karakteristik keahlian
auditor dari pespektif manajer partner, senior/supervisor, dan mahasiswa auditing.
Penelitian mereka juga mengklasifikasi-kan karakteristik tersebut ke dalam lima
kategori yaitu (1) komponen pengetahuan, (2) ciri-ciri psikologis, (3) strategi
penentuan keputusan, (4) kemampuan berpikir dan (5) analisa tugas. Berdasarkan
penjelasan diatas maka hipotesis yang dibangun adalah :
H3 : Kompetensi auditor berpengaruh positif terhadap kualitas hasil
pemeriksaan.
4. Hubungan Interaksi Kepatuhan Etika Auditor dan Pengalaman
Kerja terhadap Kualitas Hasil Pemeriksaan
Marinus dkk. (1997) dalam Herliansyah dkk. (2006) menyatakan bahwa
secara spesifik pengalaman dapat diukur dengan rentang waktu yang telah
digunakan terhadap suatu pekerjaan atau tugas. Purnamasari (2005) dalam Asih
(2006) memberikan kesimpulan bahwa seorang karyawan yang memiliki
46
Universitas Sumatera Utara

pengalaman kerja yang tinggi akan memiliki keunggulan dalam beberapa hal
diantaranya: 1) mendeteksi kesalahan, 2) memahami kesalahan dan 3) mencari
penyebab munculnya kesalahan.

Penelitian yang dilakukan oleh Alia (2001)

dalam Lubis (2009) menyatakan ternyata pengalaman tidak berpengaruh terhadap
keahlian auditor, sehingga pengalaman tidak berpengaruh pula terhadap kualitas
auditor. Berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Hendro dan Aida
(2006) yang menyatakan profesionalisme yang tinggi akan membuat kebebasan
auditor semakin terjamin. Penelitian yang dilakukan Zoraifi, R. (2003) dalam
Hidayat (2010) dengan 66 responden yang merupakan auditor yang bekerja di
KAP kecil di wilayah Jawa Tengah dan DIY menyimpulkan bahwa ternyata
lamanya kerja mempengaruhi perilaku etis auditor. Auditor yang mempunyai
pengalaman kerja lebih lama mempunyai perilaku lebih etis dibanding auditor
yang mempunyai pengalaman kerja yang singkat. Berdasarkan penjelasan diatas
maka hipotesis yang dibangun adalah :
H4 : Interaksi kepatuhan etika auditor dan pengalaman kerja dapat
mempengaruhi kualitas hasil pemeriksaan.
5. Hubungan Interaksi Kepatuhan Etika Auditor dan Independensi
terhadap Kualitas Hasil Pemeriksaan
Selanjutnya, Nichols (1976) dalam Alim, dkk (2007) menemukan bahwa
ketika auditor dan manajemen tidak mencapai kata sepakat dalam aspek kinerja,
maka kondisi ini dapat mendorong manajemen untuk memaksa auditor melakukan
tindakan yang melawan standar, termasuk dalam pemberian opini. Kondisi ini

47
Universitas Sumatera Utara

akan sangat menyudutkan auditor sehingga ada kemungkinan bahwa auditor akan
melakukan apa yang diinginkan oleh pihak manajemen. Deis (1992) dalam alim
(2007) mengatakan bahwa pada konflik kekuatan, klien dapat menekan auditor
untuk melawan standar profesional dan dalam ukuran yang besar, kondisi
keuangan klien yang sehat dapat digunakan sebagai alat untuk menekan auditor
dengan cara melakukan pergantian auditor. Hal ini dapat membuat auditor tidak
akan dapat bertahan dengan tekanan klien tersebut sehingga menyebabkan
independensi mereka melemah. Posisi auditor juga sangat dilematis dimana
mereka dituntut untuk memenuhi keinginan klien namun di satu sisi tindakan
auditor dapat melanggar standar profesi sebagai acuan kerja mereka. Hipotesis
dalam penelitian mereka terdapat argumen bahwa kemampuan auditor untuk dapat
bertahan di bawah tekanan klien mereka tergantung dari kesepakatan ekonomi,
lingkungan tertentu, dan perilaku termasuk di dalamnya mencakup etika
profesional. Berdasarkan penjelasan diatas maka hipotesis yang dibangun adalah :
H5

:

Interaksi

kepatuhan

etika

auditor

dan

independensi

dapat

mempengaruhi kualitas hasil pemeriksaan.
6. Hubungan Interaksi Kepatuhan Etika Auditor dan Kompetensi
terhadap Kualitas Hasil Pemeriksaan
Selanjutnya, Behn (1997) dalam Widagdo (2002) mengembangkan atribut
kualitas audit yang salah satu diantaranya adalah standar etika yang tinggi,
sedangkan atribut-atribut lainnya terkait dengan kompetensi auditor. Audit yang
berkualitas sangat penting untuk menjamin bahwa profesi akuntan memenuhi

48
Universitas Sumatera Utara

tanggung jawabnya kepada investor, masyarakat umum dan pemerintah serta
pihak-pihak lain yang mengandalkan kredibilitas laporan keuangan yang telah
diaudit, dengan menegakkan etika yang tinggi (Widagdo, 2002). Berdasarkan
penjelasan diatas maka hipotesis yang dibangun adalah :
H6 : Interaksi kepatuhan etika auditor dan kompetensi dapat mempengaruhi
kualitas hasil pemeriksaan.

49
Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

PENGARUH KOMPETENSI, INDEPENDENSI DAN PENGALAMAN KERJA TERHADAP KUALITAS AUDIT DENGAN ETIKA AUDITOR SEBAGAI Pengaruh Kompetensi, Independensi dan Pengalaman Kerja Terhadap Kualitas Audit Dengan Etika Auditor Sebagai Variabel Pemoderasi (Studi Empiris pad

0 2 17

PENGARUH KOMPETENSI, INDEPENDENSI DAN PENGALAMAN KERJA TERHADAP KUALITAS AUDIT Pengaruh Kompetensi, Independensi dan Pengalaman Kerja Terhadap Kualitas Audit Dengan Etika Auditor Sebagai Variabel Pemoderasi (Studi Empiris pada Inspektorat Kabupaten/Kota

0 2 16

PENGARUH KOMPETENSI DAN INDEPENDENSI TERHADAP KUALITAS AUDIT DENGAN ETIKA AUDITOR Pengaruh Kompetensi Dan Independensi Terhadap Kualitas Audit Dengan Etika Auditor Sebagai Variabel Moderasi.

0 2 12

PENGARUH KOMPETENSI DAN INDEPENDENSI TERHADAP KUALITAS AUDIT DENGAN ETIKA AUDITOR Pengaruh Kompetensi Dan Independensi Terhadap Kualitas Audit Dengan Etika Auditor Sebagai Variabel Moderasi.

0 3 17

PENDAHULUAN Pengaruh Kompetensi Dan Independensi Terhadap Kualitas Audit Dengan Etika Auditor Sebagai Variabel Moderasi.

0 2 11

PENGARUH KOMPETENSI DAN INDEPENDENSI TERHADAP KUALITAS AUDIT Pengaruh kompetensi dan independensi terhadap kualitas audit dengan etika auditor sebagai variabel moderating.

1 17 19

Pengaruh Pengan Kerja, Independensi dan Kompetensi Terhadap Kualitas Hasil Pemeriksaan dengan Kepatuhan Etika Auditor Sebagai Variabel Pemoderasi

0 0 17

Pengaruh Pengan Kerja, Independensi dan Kompetensi Terhadap Kualitas Hasil Pemeriksaan dengan Kepatuhan Etika Auditor Sebagai Variabel Pemoderasi

0 0 2

Pengaruh Pengan Kerja, Independensi dan Kompetensi Terhadap Kualitas Hasil Pemeriksaan dengan Kepatuhan Etika Auditor Sebagai Variabel Pemoderasi

0 0 8

Pengaruh Pengan Kerja, Independensi dan Kompetensi Terhadap Kualitas Hasil Pemeriksaan dengan Kepatuhan Etika Auditor Sebagai Variabel Pemoderasi

0 0 5