Karakteristik, Faktor Risiko, Pola Kuman dan Uji Sensitifitas Antibiotika pada Penyakit Otitis Media Supuratif Kronis (OMSK) di RSUP H. Adam Malik Medan

BAB 2
TINJAUAN KEPUSTAKAAN
2.1.

Otitis Media Supuratif Kronis (OMSK)

2.1.1. Definisi
Otitis Media merupakan suatu keadaan inflamasi pada mukosa telinga tengah
dan rongga mastoid, tanpa melihat pada etiologi atau patogenesisnya. Ada tidaknya
efusi telinga tengah dan lamanya efusi akan membantu dalam mendefinisikan
proses inflamasi di telinga tengah . Efusi bisa serous, mukoid, atau purulen, jangka
waktunya dibagi atas akut (0-3 minggu), subakut (3-12 minggu), atau kronik (>12
minggu). OMSK yaitu inflamasi kronis yang terjadi pada mukosa telinga tengah dan
mastoid dimana membran timpani tidak intak (perforasi) serta adanya otore (Kenna
& Latz, 2006; Verhoeff et al. 2006).
OMSK dibagi menjadi dua tipe yaitu tipe benigna atau tipe tubotimpanal
karena biasanya didahului dengan gangguan fungsi tuba yang menyebabkan
kelainan di kavum timpani, jenis ini melibatkan anteroinferior dari telinga tengah dan
berhubungan dengan perforasi sentral dan tipe maligna disebut juga tipe atikoantral
karena melibatkan daerah posterosuperior dari telinga tengah dan berhubungan
dengan perforasi marginal atau atik (Dhingra, 2010; Helmi, 2005).

Namun ada juga yang membagi OMSK atas OMSK tanpa kolesteatoma dan
dengan kolesteatoma (Chole & Nason, 2009).
Perforasi sentral membran timpani tidak bisa di katakan sebagai “safe ears”.
Analisis terbaru dari perforasi sentral

membran timpani dari pasien otitis media

kronis, 38% mengalami pertumbuhan epidermal dengan mucocutaneus junction
terletak di permukaan dalam dari perforasi (Chole & Nason, 2009).

6

2.1.2 Anatomi Telinga Tengah
Telinga tengah adalah suatu ruang antara membran timpani dengan badan
kapsul dari labirin pada daerah petrosa dari tulang temporal yang mengandung
rantai tulang pendengaran.Telinga tengah terdiri dari membran timpani, kavum
timpani, tuba Eustachius dan prosessus mastoideus (Gacek, 2009; Dhingra. 2010).

a.


Membran timpani
Membran

timpani

membentuk

dinding

lateral

kavum

timpani

yang

memisahkan telinga luar dan telinga tengah. Memiliki tinggi 9-10 mm, lebar 8-9 mm
dan ketebalannya rata-rata 0,1 mm (Dhingra, 2010).
Secara anatomis membran timpani dibagi dalam 2 bagian yaitu pars tensa

terletak dibagian bawah, tegang dan lebih luas, dan pars flaksida (membran
Shrapnells) di bagian atas dan lebih tipis. Secara histologis membran timpani terdiri
dari tiga lapisan, yaitu:
1. Lapisan luar (stratum kutaneum) yaitu: lapisan epitel yang berasal dari liang
telinga luar.
2. Lapisan dalam (stratum mukosum) yang berasal dari mukosa telinga tengah.
3. Lapisan tengah (lamina propria / fibrosa) terletak diantara stratum kutaneum
dan stratum mukosum. (Dhingra, 2010).
b.

Kavum timpani
Kavum timpani diumpamakan sebuah kotak dengan 6 sisi yaitu bagian atap,

lantai, dinding lateral, dinding medial, dinding anterior, dan dinding posterior (Dingra,
2010).
Atap kavum timpani dibentuk oleh lempeng tulang tipis yang disebut tegmen
timpani. Daerah ini memanjang ke belakang membentuk atap aditus ad antrum.
Bagian atap ini memisahkan kavum timpani dari fossa kranii media. Lantai kavum
timpani juga merupakan lempeng tulang tipis yang memisahkan kavum timpani dari
bulbus jugularis. Kadang-kadang secara kongenital tidak sempurna dan bulbus

jugularis bisa menonjol ke telinga tengah dan hanya dipisahkan oleh mukosa.
Dinding anterior merupakan lempeng tulang tipis yang memisahkan kavum timpani
dengan arteri karotis. Juga terdapat tuba Eustachius di bagian bawah dan kanalis
muskulus tensor timpani di bagian atas. Dinding posterior berbatas dengan sel-sel
mastoid muncul sebagai penonjolan tulang yang disebut piramid. Dinding medial
berbatasan dengan labirin. Tanpak tonjolan Promantorium yang merupakan dasar
koklea. Foramen ovale terfiksasi pada kaki stapes. Diatas foramen ovale terdapat
kanalis fasialis. Tulang penutupnya kadang secara kongenital mengalami dehisensi
dan saraf fasialis lebih terekspos yang membuat lebih terangsang infeksi. Dinding
lateral dibentuk terutama oleh membran timpani dan bagian tulang liang telinga
(Dhingra, 2010).

Pada kavum timpani terdapat tiga tulang pendengaran yaitu maleus, inkus
dan stapes, dua otot yaitu muskulus tensor timpani dan muskulus stapedius dan
juga saraf korda timpani (Dhingra, 2010)
c.

Tuba Eustachius
Tuba Eustachius adalah suatu saluran yang menghubungkan nasofaring


dengan telinga tengah, yang bertanggung jawab terhadap proses pneumatisasi pada
telinga tengah dan mastoid serta mempertahankan tekanan yang normal antara
telinga tengah dan atmosfir. Stabilnya tuba Eustachius disebabkan karena adanya
kontraksi muskulus tensor veli palatini dan muskulus levator veli palatini pada saat
mengunyah dan menguap. Tiga perempat medial merupakan tulang rawan yang
dikelilingi oleh jaringan lunak, jaringan adiposa, dan epitel saluran nafas (Dhingra,
2010; Gacek, 2009).
d.

Prosesus mastoid
Mastoid terdiri dari tulang korteks dengan gambarannya seperti sarang lebah.

Tergantung pada pengembangan sel udara, mastoid dibagi atas tiga tipe yaitu: Pada
tipe selluler (well pneumatised) hampir seluruh proses mastoid terisi oleh
pneumatisasi, tipe diploik pneumatisasi kurang berkembang dan pada tipe sklerotik
tidak terdapat pneumatisasi sama sekali (Dingra, 2010).
Antrum mastoid adalah suatu rongga di dalam prosesus mastoid yang terletak
persis

di


belakang

epitimpani.

Aditus

ad

antrum

adalah

saluran

yang

menghubungkan antrum dengan epitimpani. Lempeng dura merupakan bagian
tulang tipis yang biasanya lebih keras dari tulang sekitarnya yang membatasi rongga
mastoid dengan sinus lateralis disebut lempeng sinus. Sudut sinodura dapat

ditemukan dengan membuang sebersih-bersihnya sel pneumatisasi mastoid di
bagian superior inferior lempeng dura dan posterior superior lempeng sinus (Helmi,
2005).
e.

Vaskularisasi kavum timpani
Vaskularisasi kavum timpani berasal dari cabang-cabang kecil arteri karotis

eksterna. Arteri timpani anterior yang merupakan cabang dari a. maksilaris yang
masuk ke telinga tengah melalui fisura petrotimpani. Pada daerah posterior
mendapat vaskularisasi dari a. timpani posterior yang merupakan cabang dari a.

mastoidea yaitu a. stilomastoidea. Pada daerah superior mendapat vaskularisasi
dari cabang a. meningea media, a. petrosa superior, a. timpani superior. Pembuluh
vena kavum timpani berjalan bersama-sama dengan pembuluh arteri menuju
pleksus pterigoideus dan sinus petrosus superior (Helmi, 2005).
2.1.3. Kekerapan
Survei prevalensi di seluruh dunia, yang walaupun masih bervariasi dalam hal
definisi penyakit, metode sampling serta mutu metodologi, menunjukkan beban
dunia akibat OMSK melibatkan 65-330 juta orang dengan keluhan telinga berair

sebanyak 60% dimana 39-200 juta penderita menderita kurang pendengaran yang
signifikan (WHO, 2004)
Secara umum, prevalensi OMSK di Indonesia adalah 3,8% dimana pasien
OMSK ditemukan sebanyak 25% dari pasien-pasien yang berobat ke poliklinik THT
rumah sakit di Indonesia (Aboet, 2007). Kodrat (2010) melaporkan sebanyak 738
penderita OMSK yang datang berobat di RSUD Labuang Baji Makassar sejak
Januari 2005 - Desember 2009. Kodrat (2011) dalam kurun waktu Juli 2006 - Juni
2011 RSUD Labuang Baji Makassar, mendapatkan 818 kasus OMSK, diantaranya
329 kasus (40,22%) OMSK pada anak dimana 10 penderita OMSK anak disertai
dengan komplikasi.
2.1.4. Faktor Risiko
Beberapa faktor penyebab dan yang mempermudah terjadinya OMSK, antara
lain:
a. Lingkungan
Sebagaimana telah disebutkan, prevalensi OMSK lebih tinggi pada
kelompok sosial ekonomi rendah dimana penyebabnya dapat multifaktorial.
Dalam sebuah studi kohort pada 12.000 anak-anak, dengan telinga berair
(meskipun tidak selalu OMSK) dipengaruhi oleh kesehatan umum, ibu
perokok dan pelayanan kesehatan. Penurunan prevalensi otitis media kronik
pada anak Maori di Selandia Baru sejak 1978-1987 disebabkan karena

perbaikan pada perawatan kesehatan dan kondisi perumahan (Kelly, 2008).
Kumar menyebutkan kejadian penyakit OMSK lebih tinggi pada negara
berkembang, terutama masyarakat sosial ekonomi menengah kebawah
(dimana perbandingan angka kejadian antara perkotaan dan pedesaan

adalah 1:2), disebabkan gizi buruk, kurangnya kebersihan dan kurangnya
pengetahuan kesehatan (Kumar, 2011).
b. Sosial ekonomi
Faktor sosial ekonomi mempengaruhi kejadian OMSK dimana kelompok
sosial ekonomi rendah memiliki insiden yang lebih tinggi. Beberapa faktor
seperti kepadatan penduduk, rendahnya pengetahuan mengenai kesehatan
dan kesehatan perorangan, serta sulitnya akses untuk memperoleh
pelayanan

kesehatan

(Dhingra,

2010;


Browning,

2008).

Akinpelu

mendapatkan faktor yang berhubungan dengan malnutrisi, tempat tinggal
kumuh dan imunisasi yang tidak lengkap sebanyak 41,3% yang juga
mempengaruhi kejadian OMSK (Akinpelu et al. 2008).
c. Gangguan fungsi tuba
Kelainan fungsi tuba Eustachius lebih banyak dijumpai pada penderita
OMSK daripada orang yang normal. Hal ini tidak diketahui secara pasti
apakah gangguan fungsi tuba Eustachius merupakan faktor terjadinya OMSK
atau apakah merupakan hasil dari OMSK (Browning, 2008). Monique
menyebutkan berkurangnya fungsi silia telinga tengah dan mukosa tuba
Eustachius menyebabkan terganggunya pembersihan sekresi dari telinga
tengah karenanya otitis media akut atau otitis media efusi dapat menjadi
OMSK (Verhoeff et al. 2006).
d. Otitis media sebelumnya
Anak-anak yang mengalami otitis media akut dan otitis media efusi dalam

waktu yang panjang dapat menyebabkan perubahan membran timpani
berupa berkurangnya elastisitas membran timpani menyebabkan perforasi
yang menetap atau retraksi (Browning, 2008).
e. Infeksi saluran pernafasan atas
Banyak pasien OMSK dilaporkan bersamaan dengan infeksi saluran
nafas atas, Walaupun hal ini belum terbukti secara ilmiah. Infeksi saluran
nafas atas menyebabkan terganggunya fungsi dan mukosa tuba Eustachius
dan dapat berlanjut kepada telinga tengah (Kelly, 2008).
f.

Infeksi
Bakteri yang dominan dan sensitifitas antibiotika yang berubah dari waktu
ke waktu, sehingga diperlukan penelitian yang terus menerus agar diperoleh

hasil pengobatan antibakteri yang sesuai. Pengetahuan tentang spesies dan
tingkat resistensi kuman saat ini adalah penting untuk menentukan antibiotika
yang tepat untuk pasien dengan OMSK (Yeo et al. 2007).
g. Genetik
Insiden OMSK bervariasi dalam populasi yang berbeda,di negara maju,
tertinggi di Eskimo, penduduk asli Amerika, Maori Selandia Baru dan Aborigin
Australia.Tampaknya bahwa prevalensi OMSK pada populasi tersebut
cenderung menurun. Dalam salah satu penelitian terhadap anak-anak Maori
di Selandia Baru, prevalensi OMSK menurun secara signifikan dari 9% pada
tahun 1978 menjadi 3% pada tahun 1987 (p