Kebijakan Kriminal Penanggulangan Cyber Bullying Terhadap Anak Sebagai Korban

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sebagai negara yang sedang berkembang kita perlu menyerap ilmu
pengetahuan dan teknologi tinggi dari negara-negara maju. Langkah-langkah
tersebut akan membuka cakrawala baru yang luas bagi kehidupan bangsa, oleh
karena kemajuan suatu bangsa ditandai pula oleh tingkat perkembangan ilmu dan
teknologi. semakin tinggi tingkat perkembangannya semakin tinggi pula tingkat
kemajuan bangsa dan negara yang bersangkutan. 1
Segala sesuatu yang bersifat perubahan kemajuan senantiasa diikuti
dengan dampak/akibat sampingnya baik secara langsung maupun tidak langsung.
Dampak sosial dalam penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi tersebut dapat
dirasakan, baik dalam artian positif maupun negatif. Pengaruh penerapan ini
melanda semua sendi kehidupan masyarakat, karena perubahan di dalam
lingkungan hidup, perubahan pandangan kemasa depan, perubahan cara berpikir
dan sebagainya. Penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi tersebut cepat dapat
mempengaruhi sikap tindak dan sikap mental satu bangsa, terutama bangsa
indonesia yang memiliki sikap hidup dan cara berpikir yang sederhana. 2
Teknologi merupakan sarana yang dimanfaatkan oleh orang banyak, baik
itu orang dewasa dan anak-anak telah menggunakan


teknologi untuk

memudahkan kehidupan sehari-hari atau bahkan digunakan untuk memenuhi
kebutuhan hidup pula. Teknologi yang mengalami perkembangan sangat pesat
1

Andi Hamza, Aspek-Aspek Pidana Bidang Komputer, (Jakarta: Sinar Grafika, 1990),

hal. 12.
2

Ibid.

Universitas Sumatera Utara

salah satunya adalah teknologi komunikasi dan informasi, yang dimana dalam
perkembangannya teknologi informasi dan komunikasi menjadi kebutuhan yang
wajib bagi setiap orang jika ingin mengikuti perkembangan jaman di era
globalisasi. Teknologi informasi dan komunikasi yang digunakan akan

menghubungkan orang dewasa dan anak-anak ke dalam dunia maya (cyber
space), sehingga memungkinkan mereka untuk melakukan interaksi atau
hubungan secara online dengan orang lain selain orang – orang sekitarnya di
dalam kehidupan nyata. Namun akan menjadi timbul permasalah besar ketika
teknologi informasi dan komunikasi akan

menghubungkan manusia

dengan

tindakan – tindakan yang berbahaya di dunia maya, yang sering disebut dengan
kejahatan dunia maya (cyber crime).
Kejahatan dunia maya yang timbul di era moderen dan globalisasi
sekarang ini telah bermacam-macam jenis seperti penipuan lelang secara online,
pemalsuan cek, penipuan kartu kredit/carding, penipuan identitas, pornografi anak
dan lain-lainya. Kejahatan dunia maya tidak memandang korbanya, baik itu orang
dewasa maupun anak-anak akan rentan menjadi korban. Orang dewasa
menggunakan teknologi informasi dan komunikasi dengan tujuan untuk
memenuhi kebutuhan aktifitas sehari-hari seperti bekerja, hal yang sama juga
diterapkan oleh anak-anak yang dimana mereka membutuhkan terhubung dengan

dunia maya untuk tujuan kepentingan pendidikan. Namun sebenarnya selain dunia
maya menjadi kebutuhan bagi orang dewasa maupun anak-anak, sekarang dunia
maya sendiri telah menjadi tempat untuk melakukan hubungan sosial dan
bersenang-senang, sehingga kebanyakan orang dewasa maupun anak-anak akan
menghabiskan waktunya di dalam dunia maya (cyber space).

Universitas Sumatera Utara

Kebutuhan komunikasi di dunia maya digunakan oleh anak-anak untuk
menjalin hubungan sosial dengan teman-teman yang ada disekitar mereka maupun
teman baru yang belum dikenal sebelumnya. Tujuan untuk menjalin hubungan
dunia maya tersebut juga beranekaragam, mulai dari untuk mencari informasi,
menjalin hubungan dengan teman dekat, mencari teman baru, dan alasan lainnya.
Untuk melakukan hubungan sosial yang ada di dunia maya tersebut anak-anak
memanfaatkan media sosial seperti facebook, twitter, instagram, dan media sosial
lainnya yang dapat menyediakan fasilitas untuk memenuhi keinginan hasrat
berkomunikasi.
Orang dewasa dan anak-anak yang menggunakan teknologi dan internet
untuk tujuan sarana komunikasi dalam berhubunganlah yang menyebabkan awal
mula dapat timbulnya kejahatan dunia maya yang disebut dengan cyber bullying,

yang dimana disaat melakukan komunikasi dengan memanfaatkan media sosial
tersebut, anak dapat menjadi korban intimidasi berupa penghinaan, pencemaran
nama baik, pemerasan dan maupun tindak intimidasi lainnya yang dikirim melalui
pesan teks, gambar maupun video. Namun cyber bullying sendiri hanya dapat
terjadi dengan anak-anak, karena cyber bullying dianggap valid bila pelaku dan
korban berusia dibawah 18 tahun dan secara hukum belum dianggap dewasa. Bila
salah satu pihak yang terlibat (atau keduanya) sudah berusia di atas 18 tahun,
maka kasus yang terjadi akan dikategorikan sebagai cyber stalking atau sering
juga disebut cyber harassment. 3

3

Diakses dari http://id.wikipedia.org./wiki/Cyberbullying pada tanggal 05 Desember 2015

Universitas Sumatera Utara

Berdasarkan definisi dariTheNational Conference of State Legislatures
(NCSLs),cyber bullying adalah :
“Cyberbullying is the willful and repeated use of cell phones,
computers, and other electronic communication devices to

harass and threaten others”. 4
Pengertian cyber bullying diatas menjelaskan bahwa cyber bullying adalah
penggunaan yang disengaja dan berulang kali dengan menggunakan telepon
seluler, komputer, dan perangkat komunikasi elektronik lainnya untuk
melecehkan dan mengancam orang lain.
Secara psikis (kejiwaan) anak merupakan tahap masa ketika masih tumbuh
berkembang, sehingga masih tergolong labil dalam bertindak maupun menentukan
sesuatu. Dalam proses pertumbuhan inilah yang menyebabkan sangat berbahaya
ketika anak menjadi korban cyber bullying, disaat mereka mendapat intimidasi
dari teman seusianya maupun anak-anak lain, maka mereka akan cenderung
menutup diri atau melakukan hal- hal diluar kendali yang dapat berakibat fatal
bagi mereka.
Orang dewasa cenderung dapat menyelesaikan masalahnya, namun tidak
sedikit pula orang dewasa yang stres dan frustasi dalam menyelesaikan
permasalahan yang ada di sekitarnya. Jika orang dewasa yang memiliki psikis
yang stabil dapat juga berubah menjadi stres dan tertekan karena situasi dan
padatnya aktifitas maka hal ini justru akan lebih berbahaya bagi anak-anak yang
akan menjadi korban cyber bullying karena mereka akan cenderung menutup diri
dan akan melakukan tindakan yang berbahaya jika mendapatkan pengaruh secara
terus-menerus dari pelaku cyber bullying yang ada di dunia maya.


4

Karen Hess, Criminal Investigation, (New York : Brock Port, 2016) hal. 331.

Universitas Sumatera Utara

Banyak anak-anak di seluruh dunia telah menjadi korbancyberbullying di
dunia maya, dan tidak sedikit dari mereka merasakan dampak dari tindakan cyber
bullying tersebut seperti merasatertindas,stres, terjerumus kedalam tindak
kejahatan, melukai diri sendiri (self injury) dan hal yang lebih ekstrim adalah
komitmen untuk bunuh diri (commit suicide) dengan cara- cara yang mengerikan
dikarenakan tidak dapat melawan pelakucyberbullying. 5
Cyber bullying telah banyak terjadi di Indonesia maupun negara-negara
lain, namun untuk kasus cyber bullying yang berujung dengan komitmen untuk
bunuh diri masih terjadi di beberapa negara seperti Amerika, Inggris, Canada, dan
beberapa negara Eropa lainya. Jika cyber bullying tidak diatasi dengan baik, maka
tidak menutup kemungkinan negara-negara yang tidak menetapkan kebijakan dan
peraturan untuk menanggulangi cyber bullying akan melihat anak-anak yang
ceriah dan penuh masadepan akan menjadi korban.

Berikut beberapa contoh kasus cyber bullying yang terjadi di indonesia
maupun diluar negeri yang terjadi pada anak, baik itu menyebabkan korbannya
tertekan secara psikis atau kejiwaannya, maupun yang pada akhirnya berujung
pada komitmen untuk bunuh diri (commit sucide) :
Untuk kasus yang mengarah kepada cyber bullying di Indonesia adalah
kasus siswi di SMP Negeri 4 Binjai, Sumatera Utara yang terekam dalam sebuah
video yang diunggah ke media sosial facebook. 6 Dalam video tersebut seorang
siswi sedang di bully oleh siswi lainnya di lokasi yang terlihat seperti sebuah
taman atau lapangan sekolah. Didalam video tersebut terlihat jelas siswi yang di

5

Sherri Gordon, “ What are the Effects of Cyber bullying ?” Diakses dari
www.bullying.about.com, pada tanggal 9 Maret 2016
6
Diakses dari www.Tribunnews.com“Niat Permalukan Kawannya di Medsos, Siswi SMP
di Sumut Malah di Bully, pada tanggal 7 September 2015

Universitas Sumatera Utara


bully mendapatkan intimidasi berupa pukulan, tendangan, tamparan dan teriakan
dengan kata-kata yang sangat kasar. Di balik kamera, seorang siswi yang lainnya
sedang merekam dan memberikan dorongan agar membuat korban terlihat lebih
ketakutan. Perekam video tersebut sambil berkata “ Chi tampar lagi biar malu,
kita masukan ke facebook”.
Tidak hanya seorang siswi SMP saja yang menjadi korban cyber bullying,
selain itu ada juga seorang artis remaja Indonesia yang masih berusia 18 tahun
yaitu Prilly Latuconsina mengalami tindakan cyber bullying berupa pesan yang
dikirimkan seseorang kepadanya melalui media sosial twitter, yang menyatakan
bahwa dia tidak perawan lagi. 7 Tidak hanya itu prilly juga mendapatkan bahwa
foto miliknya yang

tidak berbusana, karena telah di edit atau dimanipulasi

seseorang yang tidak bertanggung jawab.
Untuk cyber bullying diluar negeri dapat dilihat kasus yang terjadi di
Canada, seorang remaja berusia 15 tahun bernama Amanda Todd memilih jalan
bunuh diri dengan cara menggantung dirinya sendiri, karena menjadi korban cyber
bullying di dunia maya. Amanda Todd telah memposting video di youtube di
mana ia menggunakan lembaran kartu untuk menceritakan pengalamannya ketika

menemukan foto miliknya separuh tidak berbusana (menunjukan payudaranya)
digunakan seseorang untuk profil di halaman media sosial yaitu facebook. 8
Cyber bullying secara umum dapat saja diinterprestasikan terhadap
berbagai delik yang diatur dalam hukum pidana umum di indonesia, yaitu yang
termuat dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Pasal-pasal KUHP

7

Diakses dari www.Kompas.com “Prilly Latuconsina : Keluarga Terpukul, Aku Shock”,
pada tanggal 31 Juli 2015
8
Diakses dari www.Kompas.com “Remaja Kanada di temukan bunuh diri karena korban
cyber bullying” pada tanggal 17 Desember 2015

Universitas Sumatera Utara

yang relevan dalam mengatur delik cyber bullying ini adalah pasal 310 ayat (1)
dan ayat (2), pasal 311, dan pasal 368 yang berkaitan dengan pencemaraan nama
baik, fitnah dan pemerasan.
Dari pasal di atas, maka pasal 310 ayat (2) dinilai lebih cocok untuk

menuntut para pelaku cyberbullying. Namun disini memang tidak ditegaskan
mengenai apa yang dimaksud dengan “muka umum”. Pertanyaan mengenai
apakah dunia maya termasuk dalam kategori “muka umum” sudah dijawab dalam
Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 50/PUU-VI/2008, dimana Mahkamah
Konstitusi berpendapat

bahwa “Penghinaan

yang diatur dalam KUHP

(penghinaan off line) tidak dapat menjangkau delik penghinaan dan pencemaran
nama baik yang dilakukan di dunia cyber (penghinaan on line) karena ada unsur di
muka umum”. Mahkamah juga menambahkan bahwa “memasukkan dunia maya
ke dalam pengertian “diketahui umum”, “di muka umum” dan “disiarkan”
sebagaimana dalam KUHP, secara harfiah kurang memadai, sehingga diperlukan
rumusan khusus yang bersifat ekstensif yaitu kata “mendistribusikan” dan/atau
“mentransmisikan” dan/atau “membuat dapat diakses”.
Pada dasarnya, KUHP memang dibentuk jauh sebelum perkembangan
teknologi dunia maya dicetuskan. Maka, dalam rangka mengakomodasi
pengaturan mengenai dunia maya dan segala hal yang berkaitan dengannya,

dibentuklah Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan
Transaksi Elektronik. Dalam undang-undang ini, terdapat pasal-pasal yang lebih
sesuai untuk menjerat para pelaku cyberbullying.
Terkait dengan peraturan perundang-undangan , Indonesia masih belum
memiliki peraturan khusus tentang cyber bullying, aturan terkait dengan hal ini

Universitas Sumatera Utara

masih terakomodasi secara umum di dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun
2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Perbuatan yang dilarang
dalam UU ITE terkait dengan cyber bullying tercantum di dalam Bab VII pasal
27 ayat (3), ayat (4) dan pasal 29. Pasal- pasal tersebut berisi tentang larangan
pendistribusian dan pentranmisian informasi elektronik dan/atau dokumen
elektronik yang bermuatan penghinaan, pencemaran nama baik, dan pemerasan.
Berdasarkan uraian latar belakang diatas dapat dilihat cyber bullying
merupakan tindakan yang dapat membahayakan anak-anak yang menjadi generasi
penerus bangsa, karena anak-anak tersebut mendapatkan intimidasi berupa
penghinaan, pencemaran nama baik, pemerasan dan tindakan intimidasi lainya
dari pelaku cyber bullying di dalam dunia maya dengan memanfaatkan alat
elektronik komunikasidan media sosial. Dalam UU No. 35 Tahun 2014 tentang
Perlindungan Anak dengan tegas dijelaskan pada pasal 1 angka 2 perlindungan
anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi Anak dan hakhaknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara optimal
sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan
dari kekerasan dan diskriminasi. 9Sehingga perlu dilakukan penelitian lebih lanjut
mengenai cyber bullying dengan membandingkan peraturan perundang-undangan
yang telah berlaku dan diterapkan oleh beberapa negarauntuk menjadi acuan
bagaimana penanggulangan dalam menanggulangi cyber bullying dan kebijakan
kriminal seperti apa yang dibuat untuk menanggulangi kejahatan cyber bullying
sehingga dapat melindungi anak agar tidak menjadi korban praktek-praktek
kejahatan di dunia maya seperti cyber bullying.

9

Pasal 1 angka 2 UU No.35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak

Universitas Sumatera Utara

Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan di atas , maka diajukan suatu
penulisan

dalam

bentuk

Tesis

dengan

judul



Kebijakan

Kriminal

Penanggulangan Cyber Bullying Terhadap Anak Sebagai Korban.”

B. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang tersebut diatas, maka dirumuskan
permasalahan yang akan diteliti adalah:
1.

Bagaimana Kebijakan kriminal saat ini dalam penanggulangan cyber bullying
terhadap anak sebagai korban di Indonesia ?

2.

Bagaimana Kebijakan kriminal yang akan datang dalam penanggulangan
cyber bullying terhadap anak sebagai korban di Indonesia?

C. Tujuan Penelitian
Suatu tujuan penelitian harus dinyatakan dengan jelas dan ringkas, karena
hal yang demikian akan dapat memberikan arah pada penelitiannya. Adapun
tujuan utama yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah :
1.

Untuk mengkaji dan menganalisis kebijakan kriminal yang ada saat ini dalam
penanggulangan cyber bullying terhadap anak sebagai korban di Indonesia.

2.

Untuk mengkaji dan menganalisis kebijakan kriminal yang akan datang
dalam penanggulangan cyber bullying terhadap anak sebagai korban di
Indonesia

Universitas Sumatera Utara

D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara teoritis
dan praktik, yaitu sebagai berikut :
1.

Manfaat Teoritis
Dalam penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran
dibidang ilmu hukum dalam mengatasi masalah – masalah cyber bullying
yang timbul dan memberikan perlindungan terhadap anak yang rentan
menjadi korban cyber bullying di dunia maya. Sekaligus kiranya dapat
memberikan sumbangan pemikiran bagi perkembangan peraturan perundang
– undangan dalam hal berkaitan dengan cyber bullying maupun dapat
digunakan sebagai bahan masukan untuk penelitian yang berkaitan dengan
cyber bullying.

2.

Manfaat Praktis
Dalam penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran
bagi kalangan akademisi, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), praktisi, institusi
peradilan, dan penegak hukum dalam memahami kebijakan kriminal dalam
penanggulangan cyber bullying.

E. Keaslian Penelitian
Berdasarkan data dan informasi beserta penelusuran yang dilakukan di
Perpustakaan Fakultas Hukum maupun Program Studi Magister Hukum
Universitas Sumatera Utara, bahwa belum perna ada yang melakukan penelitian
sebelumnya dengan judul “ Kebijakan Kriminal Penanggulangan cyber bullying
Terhadap Anak Sebagai Korban”. Dengan demikian, penelitian yang dilakukan

Universitas Sumatera Utara

dalam penulisan ini adalah asli, sehingga dapat dipertanggung jawabkan secara
akademisi berdasarkan nilai objektivitas dan kejujuran.

F. Kerangka Teori dan Konsepsi
1. Kerangka Teori
Teori diperlukan untuk mengembangkan suatu bidang kajian hukum
tertentu. Hal ini dilakukan untuk meningkatkan dan memperkaya pengetahuannya
dalam penerapan aturan hukum. 10 Kerangka teori adalah penentuan tujuan dan
arah penelitian dalam memilih konsep-konsep yang tepat guna dalam
pembentukan hipotesa – hipotesanya. 11 Kerangka teori merupakan kerangka
pemikiran atau butir – butir pendapat, teori, tesis mengenai sesuatu kasus atau
permasalahan (problem), yang menjadi bahan perbandingan, pegangan teoritis
yang mungkin disetujui ataupun tidak disetujui. 12
Keberadaan teori dalam dunia ilmu pengetahuan sangat penting karena
teori merupakan konsep yang akan menjawab suatu masalah. Teori oleh
kebanyakan ahli dianggap sebagai saran yang memberikan rangkuman bagaimana
memahami suatu masalah dalam setiap bidang ilmu pengetahuan. 13
Untuk menjawab permasalahan dari penelitian hukum ini sebagai pisau
analisisnya maka teori yang digunakan adalah teori :

a. Teori Kebijakan Kriminal ( Criminal Policy )

10

Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Cetakan ke 6, (Jakarta: Kencana, 2010),

11

Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: UI Press, 1986), hal. 129.
M. Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian, (Bandung: Mandar Maju, 1994), hal. 27

hal. 73.
12

dan 80.
13

Marwan Mas, Pengantar Ilmu Hukum, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2004), hal. 113.

Universitas Sumatera Utara

Pendekatan kebijakan mencakup pengertian yang saling terkait antara
pendekatan yang berorientasi pada tujuan, pendekatan yang rasional, pendekatan
ekonomis dan fragmatis, serta pendekatan yang berorientasi pada nilai. 14Crime is
designation, which means that crime is defined by other than criminals. Crime is
behavior subject to judgment of other. 15Kejahatan adalah penunjukan, yang
berarti kejahatan yang didefinisikan oleh selain penjahat. Kejahatan adalah
perilaku tunduk pada penilaian lainnya. Sehingga kebijakan penegakan hukum
sangat diperlukan untuk menanggulangi kejahatan.
Penanggulangan

dapat

juga

diartikan

sebagai

proses

atau

cara

menanggulangi atau mengatasi suatu masalah. 16 Menurut Sudarto ada beberapa
pengertian kebijakan kriminal, yaitu: 17
a. Dalam arti sempit adalah keseluruhan asas dan metode yang menjadi
dasar dan reaksi terhadap pelanggaran hukum yang berupa pidana.
b. Dalam arti luas adalah keseluruhan fungsi dari aparatur penegak hukum
termasuk di dalamnya cara kerja dari pengadilan dan polisi.
c. Dalam arti paling luas adalah keseluruhan kebijakan, yang dilakukan
melalui perundang-undangan dan badan-badan resmi, yang bertujuan
untuk menegakkan norma-norma sentral dari masyarakat.
Definisi politik kriminal menurut Sudarto merupakan suatu usaha yang
rasional dari masyarakat dalam menanggulangi kejahatan. 18 Lebih lanjut upaya
penanggulangan kejahatan menurut Widjojo Soekanto dapat dilakukan dengan
menerapkan asas-asas sebagai berikut: 19

14

Barda Nawawi Arief,Kebijakan Legislatif Dalam Penanggulangan Kejahatan dengan
Pidana Penjara, (Semarang: Universitas Diponegoro, 1994), hal.61.
15
Peter Hoefnagels G. 1973. The Other Side of Criminology. Kluwer- Deventer. Holland.
hal. 92.
16
Depdikbud RI, Kamus besar Sinonim Indonesia, (Jakarta: PN Balai Pustaka, 1990), hal.
105.
17
Barda Nawawi Arief, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana, (Bandung: PT. Citra
Aditya Bakti, 1996), hal. 1.
18
Ibid, hal. 2.
19
Mulyana W. Kusuma, Kejahatan, Penjahat dan Reaksi Sosial, (Bandung: Alumni,
1983), hal. 102.

Universitas Sumatera Utara

a. Mengenai sumber-sumber kejahatan dan menanganinya sebagai bagian
dari integral dari pembangunan nasional.
b. Melanjutkan upaya implementasi sistem keamanan swakarsa dan
sistem keamanan lingkungan.
c. Pemantapan criminal justice system, yakni keterpaduan represif polisi,
jaksa, hakim dan lembaga permasyarakatan.
d. Pembinaan dan pembangunan opini masyarakat yang menguntungkan
untuk pencegahan dan penanggulangan kejahatan.
Menurut G.P Hoefnagels ada beberapa upaya penanggulangan kejahatan,
yaitu:

20

a. Penerapan hukum pidana (criminal law application).
b. Pencegahan tanpa pidana (prevention without punishment).
c. Mempengaruhi pandangan masyarakat mengenai kejahatan dan
pemidanaan lewat media massa (influencing views on crime and
punishment massmedia).
Penanggulangan kejahatan sebagaimana dikemukakakn G.P Hoefnagels
dapat dikelompokan menjadi dua bagian, yaitu penanggulangan kejahatan secara
penal dan pelanggulangan kejahatan secara non penal. Pada dasarnya penal policy
menitikberatkan pada tindakan represif setelah terjadinya suatu tindak pidana,
sedangkan non penal policy lebih menekankan tindakan preventif sebelum
terjadinya suatu tindak pidana. Menurut pandangan politik kriminal secara makro
non penalpolicy merupakan kebijakan penanggulangan kejahatan yang paling
strategis. Karena bersifat pencegahan sebelum terjadinya tindak pidana. Sarana
non penal adalah menangani dan menghapuskan faktor-faktor kondusif yang
menyebabkan terjadinya suatu tindak pidana. 21
Dalam penanggulangan kejahatan perlu ditempuh pendekatan kebijakan
yang integral, yang meliputi: 22
a. Ada keterpaduan antara politik kriminal dan politik sosial.
20

Barda Nawawi Arief, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana, Loc. Cit
Mahmud Mulyadi, Criminal Policy: Pendekatan Integral Penal Policy dan Non-Penal
Policy dalam Penanggulangan Kejahatan Kekerasan, (Medan: Pustaka Bangsa Press, 2008), hal.
17.
22
Ibid, hal. 4.
21

Universitas Sumatera Utara

b. Ada keterpaduan penanggulangan kejahatan secara penal dan non penal.
Penanggulangan kejahatan dengan sarana penal merupakan penal policy
atau penal law enforcement policy yang fungsionalisasi atau operasionalisasinya
melalui beberapa tahap, yaitu formulasi (kebijakan legislatif), aplikasi (yudikatif
atau yudisial), dan eksekusi (kebijakan eksekutif atau administratif). 23 Tahap
formulasi atau kebijakan legislatif dapat dikatakan sebagai tahap perencanaan dan
perumusan peraturan perundang-undangan pidana. Tahap aplikasi merupakan
tahap penerapan dari ketentuan peraturan perundang-undangan pidana yang telah
dilanggar. Tahap eksekusi atau kebijakan administratif adalah tahap pelaksanaan
dari putusan pengadilan atas perbuatan pidana yang telah memperoleh kekuatan
hukum tetap. 24
Tahap formulasi atau kebijakan legislatif merupakan tahap awal yang
paling strategis dari yang lain. Kesalahan atau kelemahan tahap formulasi atau
kebijakan legislatif merupakan kesalahan strategis yang dapat menjadi
penghambat bagi tahap berikutnya dalam hukum pidana yaitu tahap aplikasi dan
eksekusi. 25 Adanya tahap formulasi, maka upaya penanggulangan kejahatan
secara penal dan non penal bukan hanya tugas aparat penegak hukum, tetapi juga
tugas aparat pembuat hukum (legislatif). Kebijakan legislatif merupakan tahap
yang paling strategis dari upaya pencegahan dan penanggulangan kejahatan
melalui penal policy. Dengan demikian kesalahan atau kelemahan kebijakan
legislatif merupakan kesalahan strategis yang dapat menjadi penghambat upaya

23

Barda Nawawi Arief, Masalah Penegakan Hukum & Kebijakan Penanggulangan
Kejahatan, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2001), hal. 75.
24
Teguh Prasetyo, dkk, Op Cit, hal. 22.
25
Ibid, hal. 22.

Universitas Sumatera Utara

penanggulangan kejahatan secara penal dan non penal pada tahap aplikasi dan
eksekusi. 26
Hukum harus dilaksanakan dan ditegakkan. Maka pelaksanaan hukum atau
penegakan hukum harus memberi manfaat atau kegunaan bagi masyarakat. Hal ini
dilakukan dalam rangka memberikan perlindungan kepentingan manusia, maka
pelaksanaan hukum harus dilakukan secara normal dan damai, tetapi dapat juga
terjadi karena pelanggaran hukum. 27 Jadi penanggulangan kejahatan secara penal
terhadap tindakan cyber bullying dilakukan dengan penerapan hukum pidana.
Sedangkan penanggulangan kejahatan secara non penal dilakukan dengan
pencegahan kejahatan, dimana tindakan cyber bullying belum terjadi. Dalam
penanggulangan cyber bullying harus dilakukan secara integral antara kebijakan
penal dan non penal.
b. Teori Perbandingan Hukum Pidana ( Comparative Law )
Menurut Rene David dan Brierley, manfaat dari perbandingan hukum adalah: 28
a. Berguna dalam penelitian hukum yang bersifat historis dan filosofis;
b. Penting untuk memahami lebih baik dan untuk mengembangkan hukum
nasioanl kita sendiri;
c. Membantu dalam mengembangkan pemahaman terhadap bangsa-bangsa
lain dan oleh karena itu memberikan sumbangan untuk menciptakan
hubungan/suasana yang baik bagi perkembangan hubungan-hubungan
internasional.
Pendapat Rene David dan Brieley di atas menunjukkan bahwa
perbandingan hukum selain berguna dalam penelitian hukum, juga dapat menjadi
sarana untuk pengembangan hukum nasional dan mempererat kerja sama

26

Barda Nawawi Arief, Masalah Penegakan Hukum & Kebijakan Penanggulangan
Kejahatan, Loc Cit
27
Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum (Suatu Pengantar), (Yogyakarta: Liberty,
2003), hal. 160-161.
28
Barda Nawawi Arief, Perbandingan Hukum Pidana, (Jakarta:PT Raja Grafindo
Persada, 2003),hal.18.

Universitas Sumatera Utara

internasional. Adanya perbandingan dengan sistem hukum negara lain, maka akan
diketahui persamaan dan perbedaanya, sehingga dapat dijadikan pertimbangan
atau masuka ke dalam sistem hukum nasional.
Soerjono Soekanto mengemukakan perbandingan hukum mungkin
diterapkan dengan memakai unsur-unsur sistem hukum sebagai titik tolak
perbandingan, sistem hukum mencakup tiga unsur pokok, yaitu: 29
a. Struktur hukum yang mencakup lembaga-lembaga hukum;
b. Substansi hukum yang mencakup perangkat kaidah atau perilaku
teratur, dan
c. Budaya hukum yang mencakup perangkat nilai-nilai yang dianut.
Menurut Soerjono Soekanto, perbandingan dapat dilakukan terhadap
masing-masing unsur atau dilakukan secara kumulatif terhadap semuanya.
Dengan metode perbandingan hukum dapat dilakukan penelitian terhadap
berbagai subsistem hukum yang berlaku di suatu masyarakat tertentu atau secara
lintas sektoral terhadap sistem-sistem hukum berbagai masyarakat berbeda-beda.

2. Landasan Konsepsional
Penggunaan konsep dalam suatu penelitian adalah untuk menghindari
penafsiran yang berbeda terhadap kerangka konsep yang dipergunakan dalam
merumuskan konsep dengan menggunakan model definisi operasional. 30

29

Barda Nawawi Arief, Perbandingan Hukum Pidana, (Jakarta:Raja Grafindo Persada,
1998), hal.11.
30
Punardi Purbacaraka, dkk., Ikhtisar Antinomi Aliran Filsafat sebagai Landasan Filsafat
Hukum, (Jakarta: Rajawali Press, 1984), hal.47.

Universitas Sumatera Utara

Berdasarkan definisi diatas untuk menyatukan pemahaman tentang pengertian
definisi – definisi yang digunakan dalam penelitian ini maka perlu dijabarkan
beberapa definisi operasional yang dipergunakan sebagai berikut :
a.

Kebijakan kriminal adalah suatu upaya menanggulangi kejahatan secara
penal

dan

penal. 31

non

Penanggulangan

kejahatan

secara

penal

menitikberatkan pada upaya represif sesudah tindak pidana terjadi, sedangkan
jalur non penal lebih menitikberatkan pada upaya preventif sebelum tindak
pidana terjadi
b.

Bulllying adalah

tindakan penggunaan atau kekuasaan untuk menyakiti

seseorang atau sekelompok orang yang dilakukan berulangkali baik secara
verbal , fisik, maupun psikologis sehingga korban merasa tertekan, trauma
dan tidak berdaya. 32
c.

Dunia Maya adalahmedia elektronik dalam jaringan komputer yang banyak
dipakai untuk keperluan komunikasi satu arah maupun timbal-balik secara
online (terhubung langsung). 33

d.

Korban adalah seseorang yang mengalami penderitaan fisik, mental, dan/atau
kerugian ekonomi yang diakibatkan oleh suatu tindak pidana. 34

e.

Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun,
termasuk anak yang masih dalam kandungan. 35

f.

Perlindungan Anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi
anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang dan
31

Barda Nawawi Arief, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana, (jakarta: PT. Kencana
Prenada Media Group, 2008), hal. 49.
32
Andi Priyatna , Let’s End Bullying : Memahami, Mencegah & Mengatasi Bullying,
(Jakarta : PT Alex Media Komputindo, 2010), hal. 62.
33
Jeffry Deaver, Dunia Maya, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2004), hal 13.
35

Pasal 1 angka 1 UU No. 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban.

Universitas Sumatera Utara

berpartisipasi,

secara

optimal

sesuai

dengan

harkat

dan

martabat

kemanusiaan,serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. 36

G. Metode Penelitian
1.

Jenis dan Sifat Penelitian.
Dalam penelitian ini menggunakan jenis penelitian yuridis normatif.

Penelitian hukum normatif juga meneliti terhadap doktrin-doktrin (penelitian
doktrinal), meneliti hukum baik yang tertulis dalam buku-buku (law as it deceided
by the jungle through judicial process) 37 pengertian yuridis normatif adalah
penelitian hukum terhadap norma-norma hukum positif, asas-asas, prinsip-prinsip,
dan doktrin-doktrin hukum. 38 Selain itu digunakan kajian yuridis komparatif yaitu
dengan melakukan kajian perbandingan terhadap peraturan hukum pidana
diberbagai negara yang mengatur tentang cyber bullying.
Penelitian ini bersifat deskriptif analitis, yang mengungkapkan peraturan
perundang-undangan yang berkaitan dengan teori-teori hukum yang menjadi
objek penelitian, demikian juga hukum dalam pelaksanaanya didalam masyarakat
yang berkenaan

objek

penelitian.

Pengertian

deskriptif analitis

adalah

menggambarkan dan menguraikan serta sekaligus menganalisis mengenai faktafakta melalui pendekatan peraturan perundang-undang.

36

Ibid.
Bismar Nasution, Metode Penelitian Hukum Normatif dan Perbandingan Hukum, paper
disampaikan pada dialog interaktif tentang penelitian hukum dan hasil penelitian hukum pada
Majalah Akreditasi di Fakultas Hukum USU, Medan tanggal 18 Februari 2003, halaman.2.
38
Jhon Ibrahim, Teori dan Metedologi Penelitian Hukum Normatif, (Surabaya:
Bayumedia, 2008), hal.282.
37

Universitas Sumatera Utara

2.

Sumber Data
Bagi penelitian hukum normatif hanya mengenal data sekunder saja yang

terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier
yang dalam mengolah dan menganalisis bahan hukum tersebut tidak bisa
melepaskan diri dari berbagai penafsiran yang dikenal dalam ilmu hukum.
Dalam penelitian ini menggunakan data sekunder yang terdiri atas :
a.

Bahan hukum primer, bahan hukum yang terdiri dari perundang – undangan
serta catatan-catatan resmi atau risalah dalam pembuatan perundangundangan seperti : Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP), UU
Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE),
UU35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak.

b.

Bahan hukum sekunder, yaitu semua publikasi tentang hukum yang bukan
merupakan dokumen – dokumen resmi, seperti buku – buku hukum, jurnal –
jurnal hukum, artikel, surat kabar, internet, dan bahkan dokumen pribadi atau
pendapat dari kalangan pakar hukum yang relevan dengan permasalahan
dalam penelitian. 39

c.

Bahan hukum tersier, yaitu bahan hukum penunjang yang memberi petunjuk
dan penjelasan atas bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, seperti
Kamus (hukum), ensiklopedia dan lain-lain. 40

3.

Tehnik Pengumpulan Data
Tehnik pengumpulan data dilakukan dengan cara studi pustaka (library

research) dengan menggunakan bahan hukum yang relevan, melakukan
pengumpulan bahan – bahan hukum yang akan digunakan dalam penelitian ini,
39
40

Peter Mahmud Marzuki., Op.Cit, hal.141-163.
Amiruddin dkk, Op.Cit., hal. 119.

Universitas Sumatera Utara

melakukan penelusuran untuk mencari bahan hukum yang berkaitan dengan
kebijakan kriminal dalam penanggulangan cyber bullying yang berdampak
terhadap anak sebagai korban. Melalui tehnik pengumpulan data ini diharapkan
ditemukan sebuah konsep yang dapat menjawab isu hukum dalam penelitian ini.

4. Analisis Data
Untuk mengkaji dan melakukan analisis terhadap penelitian ini akan
dilakukan pengumpulan data yang relevan untuk penelitian ini, kemudian
dilakukan analisis data secara kualitatif, yakni dengan menjelaskan dan
menguraikan teori -teori, doktrin - doktrin, asas- asas, norma -norma hukum pada
pasal -pasal terpenting dan relevan di dalam perundang-undangan, yang
berkenaan dengan

kebijakan kriminal dalam upaya penanggulangan cyber

bullying.
Analisis data dilakukan secara mendalam, tersistematis dan deduktif yaitu
penalaran logika umum ke khusus, menarik kesimpulan dari suatu permasalahan
yang bersifat umum terhadap permasalahan konkret dengan menjelaskan
hubungan antara berbagai jenis data sehingga permasalahan akan dijawab.
Diharapkan dari penarikan kesimpulan ini dapat menggambarkan apa yang
seharusnya menurut kaidah hukum yang tertuang dalam peraturan perundang –
undangan dengan apa yang terjadi dalam peristiwa konkret sehingga diharapkan
dapat memberikan solusi atas permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini.

Universitas Sumatera Utara