Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Rekonstruksi Ritual Pasca Konflik di Obyek Wisata Religi Gunung Kemukus Kabupaten Sragen Jawa Tengah D 762013002 BAB I

BAB I
PENDAHULUAN

A.

Latar Belakang Masalah
Gunung Kumukus terletak di Kabupaten Sragen, Jawa
Tengah. Tempat ini merupakan sebuah tempat wisata spiritual
dengan daya tarik yang sangat kuat dan dikunjungi ratusan
ribu peziarah setiap tahunnya.1 Wisata religi ini merupakan
perkembangan dari sebuah cerita tentang Pangeran Samudro
yang dianggap sebagai tokoh berkekuatan supranatural.
Kekuatan supranatural tersebut diyakini mampu mengabulkan
semua cita-cita dan keinginan para peziarah yang berdatangan
ke makamnya dalam rangka ngalap berkah.2 Namun, kekuatan
tersebut diyakini akan terwujud jika peziarah melakukan
hubungan seks dengan lawan jenisnya, khususnya laki-laki
atau perempuan yang bukan muhrimnya. Ritual ini harus
dilakukan sebanyak 7 kali berturut-turut sesuai dengan
pasaran yang tepat, khususnya Jumat Pon dan Jumat Kliwon.3
Secara geografis, Gunung Kumukus lebih patut dijuluki

sebagai bukit karena ketinggiannya hanya 300 meter. Di
puncak bukit ini terletak makam Pangeran Samudro dan
kekasih sekaligus ibunya Dewi Ontrowulan, serta tujuh makam
pengiringnya dan kudanya yang juga dianggap sebagai tempattempat keramat. Peziarah berbondong-bondong berdatangan
dari berbagai sudut pulau Jawa, menggunakan angkutan
umum, mobil pribadi atau sewaan. Untuk mencapai daerah ini
tidak begitu susah. Gunung Kumukus terletak 30 KM sebelah
utara kota Solo di jalan ke arah Purwodadi (Kabupaten
1 Wawancara dengan Bp. Parno, Pengelola Obyek Wisata Gunung Kemukus, 14
November 2014
2 Ngalab Berkah merupakan tindakan mencari berkah, keberuntungan, kemajuan
dan kekayaan dari sosok yang dianggap sakti dan bertuah.
3 Wawancara dengan Bp. Dani, Juru Kunci Makam Pangeran Samudro., 14
November 2014, 16.30 WIB di Bangsal Pangeran Samudro

1

2 Rekonstruksi Ritual Pasca Konflik…

Grobogan). Gunung Kumukus dikelilingi ladang tebu, jagung,

dan singkong, di mana penduduk asli mendapatkan sebagian
pemasukan ekonominya.
Studi pra riset4 memperoleh data bahwa wisata religi
Gunung Kemukus berlangsung di Desa Pendem, yang
mempunyai luas wilayah 421,4 ha. Luas wilayah tersebut
sebagian besar terdiri dari persawahan dan pemukiman
penduduk.
Batas-batas desa Pendem adalah:
Sebelah utara : Desa Ngandul, Kecamatan Sumber Lawang
Sebelah Selatan: Desa Soko, Kecamatan Miri
Sebelah timur : Desa Ngadiluwih, Kecamatan Sumber Lawang
Sebelah barat : Desa Bagor, Kecamatan Miri
Desa Pendem terdiri dari 10 dusun, 8 RW, 30 RT
dengan jumlah penduduk sekitar 4247 jiwa yang terdiri dari
2095 laki-laki dan 2152 perempuan. Penduduk yang berusia
antara 0-9 tahun berjumlah 1051 jiwa, antara 10-24 tahun
berjumlah 1148 jiwa, dan antara 25-45 tahun berjumlah 810
jiwa. Dari sekian banyak penduduk di Desa Pendem ada
sebanyak 15 orang tamatan perguruan tinggi, 90 orang tamat
SMU, 290 orang tamat SMP, 748 orang tamat SD, 1441 orang

bersekolah tetapi tidak tamat SD. Sarana pendidikan, di Desa
Pendem terdapat 3 buah TK dengan 3 orang guru dan 80 orang
murid, 3 buah SD dengan jumlah guru sebanyak 22 orang dan
588 orang murid. Sarana pendidikan yang berupa madrasah
ada 1 buah dengan 6 orang guru dan jumlah murid sekitar 90
orang.5
Mata pencaharian masyarakat Desa Pendem sebagian
besar adalah petani. Di sisi lain, ada juga sebagian kecil
masyarakat yang bekerja sebagai sopir angkot, nelayan, buruh
bangunan, PNS, dan pedagang. Seiring dengan berkembangnya
4 Informasi pra riset di dapat dari Bp. Prasetyo Ari W, Kepada Dinas Pariwisata
Jawa Tengah dan Bp. Aziz dari kepala biro pariwisata Kab. Sragen, 20 Oktober 2015.
5 Data di dapat di kantor desa Pendem tahun 2016

Pendahuluan 3

wisata religi di desa Pendem, masyarakatpun mulai melirik
bidang pekerjaan yang mampu menambah pendapatan
mereka. Gunung Kemukus yang ramai dikunjungi membuat
masyarakat desa mulai memfasilitasi kebutuhan para peziarah

tersebut. Ada dari mereka yang mulai menyediakan bunga
untuk nyekar , sampai menjual air bertuah yang berasal dari
Sendang Ontrowulan. Penduduk setempat mulai menjual
bunga untuk sesaji, membuat warung makan, menyediakan
penginapan, tempat parkir, botol dan jerigen untuk air dari
sendang Ontrowulan dan juga oleh-oleh berupa air sendang
yang telah dicampur dengan bunga kantil.
Dari sisi yang lain, para peziarah yang berkunjung ke
obyek wisata ritual Gunung Kemukus lambat laun mengalami
perubahan orientasi. Mulanya banyak para peziarah yang
datang, murni hanya untuk melakukan ziarah ke Makam
Pangeran Samudro. Namun, dalam perkembangannya banyak
para peziarah yang terkontaminasi dengan arus modernisasi di
Gunung Kemukus. Maraknya warung karaoke yang dibuka
membuat ritual yang dilakukan berkurang kekhusukannya. 6
Pengunjung yang berdatangan ke Obyek Wisata Religi Gunung
Kemukus mulai susah teridentifikasi. Peziarah yang murni
berziarah dengan pengunjung yang hanya menikmati sajian di
warung karaoke menjadi kabur.
Dalam studi pra penelitian, identifikasi dari

pengunjung yang murni berziarah dengan yang menikmati
warung karaoke dapat dikenali menjelang tengah malam. Para
peziarah yang murni datang untuk berziarah biasanya
menjelang tengah malam akan mengambil tempat di bangsal
sebelah makam untuk beristirahat di dalam. Para penikmat
atraksi pelengkap, menjelang tengah malam mulai masuk ke
warung-warung karaoke dan warung makan sekitar. Di

6 Wawancara dengan Bp. Min, peziarah yang berasal dari Jepara, pada tanggal 12
Desember 2014

4 Rekonstruksi Ritual Pasca Konflik…

warung-warung tersebut telah dilengkapi bilik-bilik yang
digunakan untuk memadu kasih, dan bermalam di dalamnya.
Apabila dihitung prosentasenya, jumlah pengunjung yang
murni berziarah berkisar 40% dan penikmat atraksi
pelengkap, termasuk PSK berkisar 50%, sedangkan 10%
lainnya hanya pengamat, pengunjung dan wisatawan.7
Ini terlihat ketika terjadi penutupan warung-warung

karaoke pada bulan November 2014 oleh Gubernur Jawa
Tengah, para pengunjung di Gunung Kemukus mengalami
penurunan drastis. Sebelum penutupan warung karaoke,
jumlah pengunjung mencapai 8000 orang pada malam Jumat
Pon. Namun, setelah ditutup pengunjung yang datang pada
malam Jumat Pon hanya 500 orang.8 Pengunjung mengalami
penurunan secara implisit disebabkan oleh tidak adanya
warung karaoke di lokasi wisata. Hal ini diaminkan oleh
beberapa peziarah yang mengungkapkan bahwa banyak rekan
mereka yang tidak datang disebabkan tempatnya menjadi sepi
dan tidak menarik, karena penutupan warung karaoke yang
ditutup. Sebagian lain, peziarah yang murni datang untuk
berziarah merasa tempatnya yang sekarang menjadi lebih
tenang dan nyaman, karena mereka dapat berziarah dengan
lebih khusuk.9
Perubahan yang terjadi setelah penutupan yang
dilakukan oleh pihak pemerintah, ternyata mendapat resistensi
dari masyarakat, tenaga outsorcing loket, dan juru kunci di
Gunung Kemukus. Masyarakat dan perangkat pariwisata di
Gunung Kemukus menjadi gelisah dikarenakan pendapatan

mereka menurun. Masyarakat yang biasa menyediakan
kebutuhan para peziarah menjadi berkurang pendapatannya,
7 Wawancara dengan Bp.Parno, Pengelola Obyek Wisata Gunung Kemukus, 12
Desember 2014.
8 Data ini didapat dari Bp. Parno Pengelola Obyek Wisata Gunung Kemukus pada
bulan Desember 2014. Jumlah ini didapat dari penjualan tiket masuk obyek wisata.
9 Wawancara dengan beberapa peziaran yang berkunjung di Bangsal Pangeran
Samudro, Desember 2014.

Pendahuluan 5

karena sedikitnya para peziarah yang berkunjung. Tenaga
outsourcing di loket masuk menjadi berkurang pendapatannya
karena sistem bagi hasil dari tiket yang terjual menjadi sepi,
disebabkan penjualan tiket menurun. Juru kuncipun menjadi
gerah, karena peziarah yang sedikit membuat pendapatan
mereka menjadi menurun.
Merunut perkembangannya, dalam studi pra penelitian
setelah satu tahun dari peristiwa penutupan tersebut, jumlah
pengunjung tak kunjung pulih kembali. Di bulan Desember

2015, di dapati malam Jumat Pon jumlah pengunjung hanya
berkisar di angka 1000 orang.10 Dalam penuturan Bapak Parno,
masih diperlukan waktu untuk memulihkan jumlah
pengunjung seperti sedia kala. Saat ini yang dapat dilakukan
dengan meningkatkan promosi, dan membuat beragam acara
guna menarik minat pengunjung.11 Dalam kesempatan yang
lain, Bapak Aziz kepala bagian urusan Obyek Wisata Gunung
Kemukus mengemukakan bahwa diperlukan modernisasi dan
penataan kembali atraksi pelengkap ritual, guna menarik minat
pengunjung kembali.12 Dari pernyataan tersebut secara
implisit menjelaskan kondisi kegelisahan masyarakat
dikarenakan pendapatan yang menurun. Segala daya upaya
digunakan untuk menarik minat pengunjung agar meramaikan
kembali obyek wisata Gunung Kemukus. Dimulailah
melakukan rekonstruksi ritual sebagai daya tarik bagi para
pengunjung untuk mendatangi obyek wisata tersebut.
Perubahan – perubahan inilah yang menarik untuk dikaji lebih
mendalam berkenaan dengan rekonstruksi ritual yang
dikembangkan di Gunung Kemukus.


10 Data didapat dari wawancara dengan Bp. Parno, Pengelola Obyek Wisata
Gunung Kemukus, Desember 2015
11 Data didapat dari wawancara dengan Bp. Parno, Pengelola Obyek Wisata
Gunung Kemukus, Desember 2015 yang menginformasikan tentang geliat pengunjung
di Gunung Kemukus.
12 Wawancara dengan Bapak Aziz, Desember 2015

6 Rekonstruksi Ritual Pasca Konflik…

Dalam kacamata Max Weber, masyarakat berubah dari
tradisional ke masyarakat modern ditandai dengan
rasionalisasi yang berkembang di dalam masyarakat tersebut.
Rasionalisasi dalam masyarakat menjadi penyebab kemajuan
di dalam masyarakat. Perubahan rasionalitas di dalam
masyarakat kemudian mempengaruhi tindakan sosial di
dalamnya.13 Impak dari rasionalisasi dapat dilihat dari
pergeseran orientasi dan nilai di dalam masyarakat itu sendiri.
Di sisi lain, Karl Marx menguraikan bahwa
Masyarakat adalah sebuah organisasi yang dihuni
oleh manusia. Manusia dalam masyarakat adalah

sebagai alat yang digunakan oleh ide atau nalar.
Dalam kehidupan masyarakat selalu mengalami
perubahan dalam sejarahnya. Perubahan tersebut
dimulai dari pembagian kerja, selanjutnya
permesinan dan yang terakhir adalah persaingan,
kredit dan sebagainya. Sehubungan dengan
terjadinya perubahan dalam kehidupan masyarakat,
maka ekonomi juga mengalami hal yang sama dalam
sejarahnya. Dalam ekonomi akan muncul monopoli
dan persaingan. Monopoli menghasilkan persaingan,
persaingan menghasilkan monopoli. Hal ini juga
dihubungkan dengan kelompok manusia yang bebas
dan kelompok manusia yang diperbudak.14
Dalam hal ini Marx menegaskan, sebagai upaya untuk
memahami perubahan di dalam masyarakat, maka diperlukan
pemahaman yang benar tentang keadaan masyarakat dan
ekonominya. Konsep yang ditawarkan Marx lebih menekankan
kenyataan sosial sebagai pembentuk kesadaran sosial. Ini
menjadi menarik ketika dikaitkan dengan apa yang terjadi di
Gunung Kemukus. Masyarakat yang terdesak secara ekonomi

13 Lihat uraian lengkap dalam Max Weber, Economy and Society, Volume I (
California : The Regents of University of California, 1978), 76-102
14 Lihat uraian lengkap dalam, Karl Marx, The Economic and Philosophic
Manuscripts, dalam Robert C. Tucker (ed), The Marx Engels Reader (London: W.W.
Norton & Company, 1978), 71-74

Pendahuluan 7

menjadi pemicu untuk melakukan komodifikasi terhadap
sesuatu. Ritus dan ritual dijadikan pula sebagai sarana yang
diyakini akan meningkatkan perekonomiannya. Dalam
kacamata Marx, pada fase selanjutnya akan ditemukan sesama
manusia akan dijadikan pula sebagai sarana produksi, demi
meningkatkan keuntungan bagi para pemilik modal.
Apabila meminjam klasifikasi yang diuraikan oleh
Inkeles, ia memaparkan bahwa masyarakat dapat digolongkan
berdasarkan hal-hal yang ada di dalamnya. Dalam teorinya,
Alex Inkeles menyebutkan bahwa ada sembilan ciri masyarakat
modern15, yaitu :
1. Memiliki sikap untuk siap menerima hal-hal yang baru atau
pengalaman-pengalaman baru. Terbuka untuk inovasi dan
perubahan.
Mental masyarakat adalah salah satu faktor penting dalam
suatu perubahan, karena akan percuma jika sarana dan
prasarana sudah siap untuk maju tapi masyarakatnya
belum memiliki keinginan untuk berubah ke arah yang
lebih baik. Hal ini disebabkan oleh banyak kemungkinan,
misalnya kurangnya sosialisasi antar sesama. Namun,
masyarakat modern tentu memiliki rasa ingin tahu yang
tinggi, inovatif, dan kreatif sehingga dapat menerima
perubahan.
2. Memiliki opini tentang berbagai masalah.
Sebagai manusia modern, dicirikan dapat mengungkapkan
pendapat terhadap hal-hal di sekitarnya. Hal ini meliputi
masalah sosial, budaya, ekonomi, hukum, dan masih
banyak lagi. Namun, ada beberapa hal yang harus
diperhatikan dalam mengungkapkan pendapat, seperti
menghargai pendapat orang lain, tidak menyinggung
SARA.

15

102

Alex Inkeles, Becoming Modern, (Inggris : Harvard University Press, 1974), 91-

8 Rekonstruksi Ritual Pasca Konflik…

3.

4.

5.

6.

7.

Berorientasi ke masa yang akan datang.
Yang dimaksud berorientasi ke masa yang akan datang
adalah paradigma masyarakat yang lebih maju dan lebih
luas. Jadi tidak terpaku pada masa lalu yang tentunya tidak
bisa diubah. Perubahan tersebut harus dilakukan di masa
yang akan datang dan dilakukan dengan cara yang lebih
baik.
Mengadakan perencanaan dan pengorganisasian.
Perencanaan yang dimaksud ini adalah rencana dengan
jangka panjang. Apapun yang dilakukan sudah diatur dan
melalui
berbagai
pertimbangan.
Sedangkan
pengorganisasian ini bertujuan untuk mengatur segala
rencana agar dapat terlaksana dengan baik dan sesuai
harapan.
Percaya bahwa manusia dapat belajar dalam batas-batas
tertentu.
Sebagai makhluk sosial tentunya memiliki batas-batas
dalam bertindak dan berperilaku. Batasan tersebut
disebut norma. Norma ini berlaku juga dalam suatu
perubahan sosial. Tanpa batasan tertentu, sebuah
masyarakat tidak akan terarah. Misalnya dalam
mempelajari sesuatu. Jika cakupannya terlalu luas dan di
luar batasan manusia tentu tidak akan sanggup.
Punya sikap segala sesuatu dapat dilaksanakan dengan
perhitungan.
Perhitungan merupakan salah satu faktor yang
mempengaruhi suatu perubahan. Segala sesuatu tentu kita
lakukan dengan perhitungan agar apa yang kita lakukan
dapat terlaksana sesuai rencana.
Menghargai harkat manusia lain.
Pada dasarnya, manusia memiliki haknya masing-masing.
Manusia sebagai makhluk sosial butuh diakui keberadaan
dan harkatnya. Jika manusia tidak saling mengakui

Pendahuluan 9

8.

9.

harkatnya, sangat mungkin akan terjadi diskriminasi dan
perselisihan.
Lebih percaya pada ilmu dan teknologi.
Pada zaman dahulu, manusia lebih percaya kepada mitos
daripada ilmu pengetahuan dan teknologi. Bahkan sampai
sekarang di desa-desa yang masih kental akan tradisi
nenek moyangnya pun masih ada yang lebih mempercayai
mitos daripada ilmu pengetahuan. Hal itu terjadi karena
kurangnya wawasan masyarakatnya. Selain itu juga
karena akal mereka masih belum bisa berpikir secara
realistis dan logis. Mereka masih mengaitkan suatu
peristiwa yang terjadi dengan hal-hal mistis. Sedangkan
bagi kita sebagai manusia modern, suatu peristiwa yang
terjadi tidak perlu dikaitkan dengan hal-hal mistis.
Peristiwa atau informasi yang kita terima dapat kita
ketahui kebenarannya melalui teknologi dan ilmu
pengetahuan. Ilmu pengetahuan dan teknologi juga lebih
akurat.
Menjunjung tinggi sikap bahwa pahala sesuai dengan
prestasi dan kontribusinya.
Pahala yang dimaksud pada poin ini adalah timbal balik.
Prestasi dan kontribusi seseorang terhadap suatu hal
memang berkaitan dengan timbal balik yang akan
didapatkan. Manusia modern akan berpikir, jika berbuat
baik kepada sesama maka ia akan mendapat balasan yang
baik pula. Begitu pun sebaliknya jika berbuat buruk.
Timbal balik yang didapatkan bisa berupa materi, barang,
jasa, dan sebagainya.

Dari beberapa hal tersebut di atas, dapat diketahui
bahwa masyarakat modern minimal memiliki ciri seperti yang
dikemukaan Inkeles. Dari klasifikasi ini akan ditemukan bahwa
solidaritas di dalam masyarakat juga akan mengalami
perubahan. Durkheim melihat bahwa perubahan sosial yang

10 Rekonstruksi Ritual Pasca Konflik…

terjadi dalam masyarakat ditandai dengan perubahan
solidaritasnya. Durkheim berpendapat bahwa pembagian kerja
di dalam masyarakat berfungsi untuk meningkatkan
solidaritasnya. Perubahan ini nampak dalam pembagian kerja
di dalam masyarakat. Lambat laun pembagian kerja di dalam
masyarakat semakin berkembang, sehingga solidaritas
mekanik yang dijumpai di masyarakat tradisional, berubah
menjadi solidaritas organik pada masyarakat modern. Tatanan
di dalam masyarakat juga mengalami perkembangan dari
kesadaran kolektif yang diikat oleh fakta sosial non material,
berubah ikatannya menjadi pembagian kerja yang ruwet.16
Arus modernisasi yang terjadi berdampak pula pada
tatanan ritual keagamaan yang berkembang di dalam
masyarakat. Rasionalisasi yang berpengaruh kepada
perubahan nilai di dalam masyarakat membuat ranah ritual
mulai disentuh untuk disempurnakan seturut dengan nilai
yang dianutnya. Padahal, dalam kehidupan masyarakat, ritual
di dalamnya merupakan sebuah kebudayaan yang
dikembangkan dan menjadi sebuah sui generis.17 Dalam
gagasan Durkheim, Masyarakat menciptakan sesuatu yang
menjadi sakral, misalnya pengakuan terhadap seorang raja
atau pemimpin, karena masyarakat melihat raja/pemimpin itu
mempunyai kekuatan atau dengan sengaja diberi "sifat" kuasa
oleh masyarakat. Seperti halnya di Melanesia, seorang yang
berkuasa dikatakan mempunyai mana, maka menurut
Durkheim, sebenarnya pendapat umum (gagasan kolektif)
itulah yang berkuasa. Masyarakat itu menghabiskan ide-ide,
gagasan-gagasan atau cita-cita. Kalau ide atau gagasan itu
16 Lihat uraian lengkap dalam Emile Durkheim, The Division of Labour in Society,
(New York : Free Press, 1957), 45-69
17 Dalam istilah Durkheim Sui Generis merupakan simbolisasi ritual di dalam
masyarakat yang unik, berciri khas dan lain dari yang lain, yang membedakan satu
masyarakat dengan yang lainnya. Keunikan tersebut yang kemudian
mempengaruhi/mengikat dalam sistem sosial, ekonomi, dan pandangan tentang
agama. Realitas keunikan masyarakat ini yang kemudian dapat merepresentasikan
simbol-simbol dan fenomena lainnya, yang menjadi identitas kelompok tersebut.

Pendahuluan 11

sudah dimiliki bersama oleh masyarakat, maka ide dan gagasan
itu menjadi sakral. Durkheim memberi contoh seperti hari
kemerdekaan suatu negara.18
Durkheim berpendapat bahwa agama muncul karena
adanya suatu getaran atau suatu emosi yang ditimbulkan
dalam jiwa manusia (mental effervescent) sebagai akibat dari
pengaruh rasa kesatuan sebagai sesama warga masyarakat.
Getaran yang ada di dalam diri masyarakat tersebut berupa
suatu kompleksitas perasaan yang mengandung rasa terikat,
bakti, cinta dan perasaan lainnya terhadap sesamanya
(masyarakat) dimana ia hidup. Getaran jiwa tersebut semakin
berkobar ketika ditangkap oleh sesamanya, dan membentuk
sebuah kesadaran kolektif bersama. Dorongan jiwa yang lebih
kuat ini mendorong obyektifikasi, dan biasa dikategorisasi
dengan yang suci (sacred) dan duniawi (profan) . Kekuatan
yang ada di dalam obyek suci menjadikan masyarakat dapat
merasa damai sejahtera. Simbol-simbol yang telah dibuat
lantas dibentuklah sebuah liturgi untuk mengadakan ritual
bagi pemujaannya. Dalam bahasa Durkheim, totem dipakai
sebagai simbolisasi getaran jiwa dari sebuah masyarakat.19
Dari getaran dan dorongan jiwa inilah yang kemudian
melahirkan ritual dengan tujuan memuja dan menjaga yang
suci di kalangan masyarakat.
Senada dengan hal ini, Victor Turner, dalam bukunya
The
Ritual
Process:
Structure
and
Anti-Structure
mendeskripsikan bahwa ritual yang terjadi di dalam
masyarakat merupakan sebuah proses liminal kehidupannya.
Sumbangan utama dari Victor Turner terletak pada usaha
pemahaman ekspresi agama yang berupa konsep mengenai
proses yang ada dalam upacara ritual. Konsepnya mengenai
18 Lihat uraian lengkap dalam Emile Durkheim, The Elementary Forms Religious
Life. Joseph Ward Swain (trans). London: George Allen Unwin Ltd., 1954. 45-69
19 Lihat uraian lengkap dalam Emile Durkheim, The Elementary Forms Religious
Life. Joseph Ward Swain (trans). London: George Allen Unwin Ltd., 1954. 45-69, Ibid,
260

12 Rekonstruksi Ritual Pasca Konflik…

liminalitas sebagai suatu jembatan penghubung, yaitu yang
tidak berstruktur, bersifat transisi, dan merupakan suatu
tingkat atau fase tanpa klasifikasi, merupakan pencerminan
dari pandangannya mengenai upacara dan agama sebagai
suatu sistem yang bersifat formatif dan reflektif. Dengan
melalui fase liminalitas, upacara mendasari suatu proses
transformasi dan yang secara bersamaan mengabsahkan
kembali kategori-kategori lama yang bersifat struktural dan
yang sementara itu juga berfungsi sebagai pusat kekuatan
pendorong bagi berbagai kegiatan penciptaan bentuk-bentuk
baru dari konsep-konsep yang bersifat struktural.20
Menurut Turner, dimensi dalam sebuah proses ritual
dapat diteoretisasikan sebagai berikut21 :
1. Process analysis : yaitu mempelajari proses spirito-psychosocial yang terjadi, aspek metodikal dan tahapantahapannya (fase-fase transformasi).
2. Symbolic theory : yaitu memahami makna-makna simbolis
yang direpresentasikan.
3. Structure dan anti-structure : sebagaimana nantinya akan
kita lihat bahwa ritual memiliki kaitan yang sangat erat
dalam formasi sebuah struktur kemasyarakatan maupun
deformasi (pengubahan) sebuah struktur yang mapan. Di
sini sebuah ritual dipelajari dalam kaitannya dengan
kerangka struktur kemasyarakatan maupun fungsinya
sebagai penjaga social order.
4. Liminal: Liminal state adalah sebuah kondisi yang terdapat
dalam suatu peralihan/tranformasi, dimana terdapat
disorientasi,
ambiguitas,
keterbukaan,
dan
ketidakpastian (indeterminancy).
Dalam liminal state inilah maka dimungkinkan
terjadinya
perubahan-perubahan,
misalnya:
status
20 Untuk melakukan kajian mendalam lihat Victor Turner, The Ritual Process:
Structure and Anti-Structure(USA : Cornell Paperback, 1977), 34 - 56
21 Ibid, 34-56

Pendahuluan 13

sosial, personality value atau identitas pribadi. Jadi dengan kata
lain, liminality adalah sutu periode transisi dimana pikiran
normal, self-understanding dan tingkah laku dalam kondisi
relaks, terbuka dan receptive untuk menerima perubahan.
Di antara sejumlah analisa Turner mengenai struktur
ritual dan isi simboliknya yang akan dikaji adalah yang
berkenaan dengan:
1. sistem dualisme dan triadisme
2. dasar fisiologi dari simbol
3. liminalitas sebagai suatu konsep yang bersifat akomodatif
untuk transformasi.
Pada hakekatnya simbol-simbol itu dilihat oleh Turner
sebagai bersifat dualistik, tetapi setiap bentuk dualisme diisi
dengan suatu model klasifikasi yang lebih luas lagi . Konteks
dari tempat atau kedudukan dari simbol dalam upacara
menentukan corak hubungannya secara konseptual dengan
sistem simbolik dari upacara itu sendiri sebagai suatu
keseluruhan. Simbol-simbol dalam upacara tersebut
mempunyai maksud dan berkedudukan dalam sistem struktur
sosialnya.
Jadi
menurut
Turner,
sistem
tersebut
bersifat triadik atau segitiga dan bersifat fleksibel menurut
konteksnya. Secara konseptual simbol-simbol dilihat melalui
posisinya dalam struktur triadik, dan karenanya dapat
dimanipulasi melalui ketidak-hadirannya dan melalui sifat
ambivalensi, yang ada dan yang memang menjadi sifat
hakekatnya, ke arah simbol-simbol lainnya yang berada di
sekelilingnya.
Menilik dari analisis ritual di atas, sangat menarik
untuk mengkaji rekonstruksi ritual yang terjadi di Obyek
Wisata Religi Gunung Kemukus. Beragam ritual ada dan
berkembang di dalam masyarakat di Gunung Kemukus.
Dimulai dari ritual seks yang membahana, sampai dengan yang
terbaru berkenaan dengan ritual nikah Mut ah sebagai counter
attack dari pelarangan aktivitas ritual seks (Pemerintah: free

14 Rekonstruksi Ritual Pasca Konflik…

sex) oleh Pemerintah Provinsi Jawa Tengah. Apabila meminjam
analisis Turner, perlu dikaji lebih mendalam tentang sistem
dualisme atau triadisme yang membentuk struktur ritual di
Gunung Kemukus. Sistem nilai yang terdampak modernisasi
sedikit banyak mempunyai andil di dalam pembentuk ritual.
Tulisan ini bermaksud menggali lebih dalam berkenaan dengan
rekonstruksi ritual yang berkembang seiring dengan arus
modernisasi yang mulai menguasai di Obyek Wisata Religi
Gunung Kemukus.
B.

Pertanyaan Penelitian dan Tujuan Penelitian
Arus modernisasi yang menggerus masyarakat di
Gunung Kemukus lambat laun berpengaruh kepada tatanan
ritual yang berkembang di dalam masyarakat. Dari hal ini,
timbul pertanyaan : Pertama, Bagaimanakah rekonstruksi
ritual yang terjadi di Gunung Kemukus ? Kedua, Apakah
rekonstruksi ritual yang dihasilkan berdampak dalam
perkembangan budaya ? Ketiga, Bagaimanakah dampak dari
rekonstruksi ritual terhadap perkembangan masyarakat?
Keempat, Bagaimana tanggapan masyarakat, peziarah dan
pemerintah terhadap rekonstruksi ritual yang dilakukan ?
Berkenaan dengan perubahan yang terjadi di dalam
masyarakat, terutama yang berkaitan dengan rekonstruksi
ritual di Gunung Kemukus. Penelitian ini hendak mencapai dua
tujuan, adapun tujuan tersebut adalah
Pertama, untuk memberikan gambaran terkait satu dan
lain hal yang menyebabkan rekonstruksi ritual, Kedua, untuk
memberikan gambaran terkait dengan dampak dari
rekonstruksi ritual terkait dengan budaya di Obyek wisata
religi Gunung Kemukus.
Ketiga, untuk menambahkan
pemikiran terkait dengan sejumlah dampak, baik positif
maupun negatif yang berkaitan dengan rekonstruksi ritual di
masyarakat
Gunung
Kemukus.
Keempat,
untuk
menggambarkan tanggapan baik dari masyarakat maupun

Pendahuluan 15

pemerintah, terkait dengan rekonstruksi ritual yang dilakukan
di Gunung Kemukus.
Riset ini dapat memberi dan membukakan wawasan
mengenai subyek dan obyek ritual yang ada di Gunung
Kemukus. Akhirnya riset ini dapat berguna bagi
pengembangan masyarakat dan ilmu pengetahuan, khususnya
yang berkaitan dengan rekonstruksi ritual.
C.

Fokus dan Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini hendak melakukan kajian secara
mendalam berkenaan dengan rekonstruksi ritual yang
dilakukan masyarakat berkenaan dengan ritual yang
berkembang di Gunung Kemukus. Ritual yang direkonstruksi
menjadi penting dalam fokus penelitian ini dalam kaitannya
dengan sistem ritual yang berkembang. Rekonstruksi ritual
dalam lokus penelitian ini terkait dengan ritual yang
direkonstruksikan baik oleh masyarakat maupun dari pihak
pemerintah sebagai pemegang hak pengelolaan obyek wisata
religi.
Berkenaan dengan locus penelitian, unit amatan yang
diamati merupakan penyaji ritual22 (Pemerintah, juru kunci,
masyarakat) dan penikmat ritual23 (Peziarah, pengunjung)
yang ada di Obyek Wisata Religi Gunung Kemukus, yang mana
kedua belah pihak secara langsung dan tidak langsung
bersentuhan dengan ritualnya. Dinamika dan dialektika yang
terjadi di dalamnya menjadi sasaran amatan. Unit amatan
tersebut kemudian akan dianalisa dengan topik kajian yang
berkaitan dengan rekonstruksi ritualnya.

22 Penyaji ritual yang dimaksud adalah penyedia sarana dan prasarana ritual di
Gunung Kemukus.
23 Penikmat ritual yang dimaksud adalah pelaku atau pemakai jasa dari para
penyedia ritual di Gunung Kemukus. Penikmat ritual biasanya adalah para pendatang
yang berkunjung di Gunung Kemukus.

16 Rekonstruksi Ritual Pasca Konflik…

D.

Penelitian Terdahulu
Dalam
kaitannya
dengan
Gunung
Kemukus,
eksistensinya hingga kini masih penuh misteri untuk
dikunjungi dan diteliti sebagai salah satu destinasi wisata
religi. Erotisme Gunung Kemukus kerap kali menarik minat
para peneliti dari dalam dan luar negeri, untuk datang
mengkaji dari berbagai segi sebagai wisata religi. Guru Besar
Psikologi Universitas Gadjah Mada, Koentjoro Soeparno telah
lama menggeluti penelitian di Gunung Kemukus. Penelitiannya
lebih menitikberatkan pada ritual seks yang ada di Gunung
Kemukus. Dalam penelitian tersebut, kerangka metodologis
yang dipakai menggunakan deskiptif analitis, dengan pekerja
seks komersial sebagai obyek penelitiannya. Perilaku seksual
dari para Pekerja Seks Komersial juga tak luput dari obyek
kajiannya. Ia menegaskan aktivitas seksual yang ada di Gunung
Kemukus perlu untuk dihilangkan, dan tidak untuk dilegalkan,
karena dapat merusak tatanan ritual ziarah di dalamnya.
Penelitian ini memakai kajian teori psikologi massa sebagai
pisau bedahnya, sehingga dalam simpulannya menekankan
bahwa perilaku seks dari pekerja seks komersial dapat
merusak tatanan ritual dan masyarakat. Kajian ini kurang
dapat melihat sisi ritual dari kacamata ritual masyarakat,
sehingga sangat klinis psikologis, tanpa memperhitungkan
kekayaan budaya dan kontruksi tradisi yang ada di dalam
masyarakat.
Sumiarni beserta dengan timnya dari PPK-UGM yang
melaporkan penelitiannya tahun 1999 memaparkan tentang
seks dan ritual yang terjadi di Gunung Kemukus. Kajian
penelitian ini merupakan analisis deskriptif tentang seks yang
berbalut ritual di Gunung Kemukus. Kajian teori sosial
kemasyarakatan dipakai sebagai kacamata dalam mengamati
fenomena seks dan ritual di Gunung Kemukus. Dalam
pemaparannya, seks yang terjadi di Gunung Kemukus dengan
orang yang bukan pasangan resmi adalah penafsiran dari kata

Pendahuluan 17

dhemenan yang berarti pacar gelap , yaitu laki-laki atau
perempuan lain yang bukan suami atau istri.24 Berdasarkan
penelitian tersebut didapati, motivasi para peziarah datang ke
Gunung Kemukus dapat diklasifikasikan bermotivasi ekonomi,
kedudukan, mencari jodoh, ketenangan batin, pengobatan, dan
ingin lulus ujian. Dari beragam motivasi tersebut, motivasi
ekonomi selalu menjadi alasan utama, terutama bagi para
pedagang yang umumnya tidak hanya sekali berziarah ke
tempat itu.25 Temuan dari penelitian ini bermuara hanya
kepada motivasi para peziarah yang berdatangan mencari
solusi atas masalah kehidupannya. Konsep motivasi peziarah
dari hasil temuan penelitian ini kurang mendalam, karena
melupakan konsep ritual yang dipahami oleh para peziarah,
sehingga mereka melakukan ritual di Gunung Kemukus.
Dur Rahman mengaminkan hasil penelitian tersebut,
motivasi ekonomi yang menjadi pendorong terkuat, yang
dipicu dari faktor pendidikan para peziarah masih rendah.
Pendidikan yang rendah membuat para peziarah gagal berpikir
logis dan percaya sesuatu yang bersifat irasional. 26 Penelitian
ini memakai teori pendidikan masyarakat sebagai alat
analisisnya, sehingga didapati bahwa faktor pendidikanlah
yang berpengaruh kuat di dalam motivasi peziarah
menjalankan ritualnya. Kajian penelitian yang kurang
mendalam dengan teori pendidikan masyarakat yang dipakai
menghasilkan temuan yang kurang mendarat, karena gagal
melihat adanya peziarah dari kalangan terpelajar dan pejabat
yang turut serta dalam ritual di Gunung Kemukus. Ketika
didapati peziarah yang berpendidikan tinggi percaya dan
melakukan ritual di Gunung Kemukus, maka temuan bahwa
24 Sumiarni, Endang M.G., Seks dan Ritual di Gunung Kemukus, (Yogyakarta : PPK
UGM, 1999), 36.
25 Ibid, 36.
26 Dur Rahman dalam penelitiannya tentang Gunung Kemukus yang dimuat di
http://dokumen.tips/documents/laporan-gunung-kemukus-fu.html, diakses pada 11
Februari 2016, 20.30 WIB.

18 Rekonstruksi Ritual Pasca Konflik…

pendidikan rendah yang menjadi pemicu peziarah melakukan
ritual di Gunung Kemukus dapat terpatahkan.
Senada dengan hal tersebut, Purwadi Suriadiredja
seorang Antropolog dari Universitas Udayana menuliskan
bahwa seksualitas yang membumbui ritual Ngalab Berkah di
Gunung Kemukus merupakan sebuah keyakinan para peziarah
untuk dapat memberikan keberuntungan, atau rasa aman bagi
kehidupan mereka.27 Secara metodologis, penelitian ini
memakai analisis deskriptif untuk menjelaskan fenomena yang
ada. Teori tentang psikologi agama dipakai untuk menganalisis
alasan para peziarah melakukan ritual di Gunung Kemukus.
Temuan dari penelitian ini cenderung formatif, dan hanya
menawarkan alasan peziarah melakukan ritual ngalab berkah
di Gunung Kemukus. Konsep mitos dan ritual dari para
peziarah dalam menjalankan ritual tidak tereksplorasi dengan
baik.
Waluyo, dalam tesisnya di Magister Sosiologi Agama
UKSW menuturkan bahwa penggerak peziarah melakukan
ritual Ngalab Berkah, berujung pada keyakinan pada mitos dan
keinginan untuk berprestasi, baik berupa usaha dagangnya
maju (laris) serta mendapatkan perbaikan dalam
kehidupannya (gaji naik, mendapat jabatan, karir lancar). 28
Dalam penelitian ini, metode deskriptif analisis dipakai untuk
mengurai fenomena yang ada di Gunung Kemukus. Konstruksi
teori mitos, ritual dan pandangan Kejawen dipaparkan sebagai
pisau bedah kondisi faktual di Gunung Kemukus. Konsep yang
dihasilkan merupakan pemaparan dari ritual yang berkembang
dari mitos masyarakat. Pandangan Kejawen melengkapi
kontruksi ritual seks sebagai balutan tradisi di Gunung
Kemukus. Namun, dalam penelitian ini kurang dikupas terkait
dengan kosmologi Jawa terkait dengan ritual seks dalam

27
28

Purwadi Suriadiredja, Jurnal Studi Jender Srikandi, Vol. 3, Januari, 2003
Waluyo, Ritual Ngalab Berkah di Gunung Kemukus, Tesis, UKSW, 2015

Pendahuluan 19

pandangan Jawa, sehingga simpulannya masih mengambang
terkait dengan standar moral modern dengan pandangan
kejawen. Alhasil, ritual seks dipandang sebagai tindakan
amoral dengan kontruksi paradigma modern.
Nurul Azizah dalam penelitiannya mengemukakan
bahwa keyakinan para peziarah hanya merupakan salah satu
persepsi dari dampak ritual Ngalab Berkah yang ada di Gunung
Kemukus. Secara metodologis, penelitian ini memakai metode
deskriptif untuk menjelaskan fenomena ritual di Gunung
Kemukus. Penelitian tersebut menitik beratkan pada persepsi
yang terbentuk dari masyarakat dan peziarah di Gunung
Kemukus. Persepsi positif muncul dalam sisi ekonomi yang
semakin berkembang dan identitas budaya yang semakin
mengental. Persepsi negatif dimunculkan dalam dampak seks
bebas yang merusak tatanan moral dan stigma negatif di
kalangan masyarakat luas.29 Konsep yang dipakai dalam
penelitian ini lebih cenderung memaknai ritual dari sudut
pandang agama modern. Mitos dan ritual dalam perspektif
lokalitas masyarakat dikesampingkan, sehingga terbentuk
simpulan persepsi negatif dari ritual seks di Gunung Kemukus.
Stigma negatif tentang Gunung Seks tidak dapat
terlepas dari eksistensi Gunung Kemukus. Pada tahun 2014,
Gunung Kemukus sempat menjadi viral di media sosial. Ini
bermula dari seorang jurnalis dari program Dateline SBS
Australia, Patrick Abboud, mengisahkan kisah ritual aneh di
Gunung Kemukus tersebut melalui sebuah video yang
diunggahnya ke Youtube. Menurut Abboud dikutip
Kompas.com dari Daily Mail, apabila seseorang ingin berhasil
dalam permintaannya, maka setiap 35 hari, seseorang tersebut

29 Nurul Azizah, SKRIPSI : Persepsi Masyarakat, Tata Cara dan Dampak Ritual
Ngalap Berkah pada obyek wisata Gunung Kemukus Kabupaten Sragen, ( Surakarta :
Universitas Muhammadiyah Surakarta, 2014), 4-5

20 Rekonstruksi Ritual Pasca Konflik…

harus berhubungan seks sebanyak tujuh kali. 30 Video yang
diunggah tersebut berhasil merebut perhatian pada netizen. 31
Alhasil, bulan November 2014 Gubernur Jawa Tengah
berkunjung ke Gunung Kemukus menggandeng bupati Sragen
menutup praktik prostitusinya.32 Laporan jurnalistik dari
wartawan Australia ini memakai paradigma barat, tanpa
menilik dunia mitologi Jawa yang menjadi latar belakang
fenomena tersebut. Alhasil, simpulan subyektif dan
memojokkan tradisi ritual di Gunung Kemukus dihasilkan dari
kesalahan paradigmatifnya.
Berdasarkan penelitian Mohammad Husen Hutagalung,
penutupan prostitusi dari pemerintah tidak akan bertahan
lama, karena eksistensi Gunung Kemukus adalah mitos ritual
seksnya. Eksistensi mitos ini merupakan sebuah simbiosis
mutualisme dari peziarah dan PSK. Pengunjung memerlukan
prosesi ritual dan PSK menyediakan layanan untuk prosesi
tersebut.33 Penelitian ini dilakukan paska konflik penutupan
oleh pemerintah Jawa Tengah. Secara deskriptif, eksistensi
mitos disajikan sebagai esensi dari ritual di Gunung Kemukus.
Konsep yang disajikan merupakan temuan bahwa ritual seks
tidak dapat dihilangkan dari ritual di Gunung Kemukus, karena
terkait dengan keuntungan ekonomis dari para pemercaya
mitos dan penyedia layanan jasa. Namun, dalam penelitian ini
tidak dikupas secara mendalam terkait dengan studi konsep
ritual dari para peziarah yang melakukan ritual di Gunung
Kemukus. Temuan dari penelitian ini cenderung terkait dengan
paradigma ekonomis semata, sehingga kalau ritual seks

30
http://beritakan.com/19112014-inilah-gambaran-ritual-seks-di-gunungkemukus.html, diakses pada 6 Januari 2015, 21.35 WIB.
31 Netizen merupakan sebutan masyarakat di dunia maya (internet).
32 http://nasional.news.viva.co.id/news/read/561705-tutup-prostitusi-gunungkemukus--ganjar-gandeng-bupati-sragen, diakses pada 6 Januari 2015, 21.35 WIB.
33 Mohammad Husen Hutagalung, Studi Eksistensi Aktifitas Ziarah dan Prostitusi
di Kawasan Wisata Religi Gunung Kemukus, Sekolah Tinggi Pariwisata Trisakti, 2011, 711.

Pendahuluan 21

ditiadakan, maka masyarakat mengalami penurunan
ekonominya.
Studi eksistensi mitos ritual ini diaminkan oleh
penelitian terbaru mahasiswa UGM yang dimuat di beberapa
media sosial berkenaan dengan ritual seks yang tidak dapat
dilepaskan dari eksistensi Gunung Kemukus. "Berdasar
penelitian kami, mitos ritual seks memang sengaja diciptakan
oleh beberapa oknum tertentu atau agen untuk kepentingan
ekonomi," ujar Taufiqurahman, anggota peneliti mahasiswa
Fakultas Filsafat UGM.34 Penelitian ini bersifat deskriptif
menyajikan fenomena paska konflik di Gunung Kemukus. Teori
ritual dipakai untuk menelisik bangunan ritual di Gunung
Kemukus. Namun, temuan dari penelitian ini berparadigma
ekonomi, sehingga hanya menemukan adanya aktor yang
mengkontruksi ritual guna kepentingan ekonomis semata.
Hasil temuan penelitian ini kurang memperhatikan sisi dari
ritual secara holistik, dan hanya sampai kepada praduga
adanya aktor yang mengkontruksi ritual di Gunung Kemukus.
Hasil penelitian ini mengungkap bahwa ritual seks
memang sengaja dikonstruksi untuk dapat melanggengkan
ritus dan mengeruk pundi-pundi bagi pemerintah juga
masyarakat setempat. Dalam tulisan ini, peneliti berupaya
menggali lebih dalam terkait dengan rekonstruksi ritual yang
ada
di
Gunung
Kemukus
yang
terkait
dengan
pengembangannya sebagai wisata religi di Kabupaten Sragen.
Secara metodologis, penelitian ini akan memakai teknik
grounded untuk menemukan esensi dari fenomena yang terjadi
di Gunung Kemukus. Apabila penelitian terdahulu masih
bersifat formalitas saja, dalam penelitian ini akan diutarakan
terkait dengan esensi ritual dari ritus dan mitos dalam konteks
tradisinya. Teori ritual, mitos, ritual seks dan kosmologi jawa

34
http://www.merdeka.com/peristiwa/mahasiswa-ugm-ungkap-mitos-ritualseks-di-gunung-kemukus.html, 4 Juli 2016, 11.10 WIB.

22 Rekonstruksi Ritual Pasca Konflik…

akan saling bertautan untuk menganalisis ritual di Gunung
Kemukus. Di akhir penelitian ini akan ditemukan terkait
dengan rekontruksi ritual baik yang berkenaan dengan budaya,
ritual maupun mitosnya dalam konteks kosmologi jawa.
E.

Metode Penelitian
Dalam penelitian ini pendekatan yang digunakan
bersifat kualitatif. Ini dikarenakan perhatian yang diberikan
oleh pendekatan ini kepada individu-individu dan situasi hidup
mereka.35 Serta kemampuannya untuk memberikan gambaran
rinci dan mendalam tentang suatu peristiwa atau perilaku
orang atau kelompok orang di suatu masa dan tempat
tertentu.36 Pusat perhatiannya bukan pada data-data
kuantitatif atau angka-angka melainkan pada data-data
tekstual dan kisah-kisah subyek yang diteliti,37 pada emosiemosi mereka, motivasi-motivasi, simbol-simbol dan
maknanya, serta aspek-aspek subyektif lain sebagaimana
tampil
dalam
perilaku-perilaku
sehari-hari,
dalam
pengalaman-pengalamannya dan dalam berbagai kondisi yang
mempengaruhi hal-hal rutin dan alami buat mereka. 38
1. Metode-metode Penelitian
Penelitian ini mengkaji fase yang telah lampau dan juga
kehidupan masa kini. Untuk ini diperlukan strategi dalam
memanfaatkan sumber informasi, guna mendapatkan data
yang akurat dan mendalam. Untuk mengetahui kehidupan
masa lampau dilakukan penelitian dokumen, guna
menelisik kehidupan yang terjadi di masa lalu. Data yang
bersifat kekinian diperoleh lewat wawancara kepada

35 Bruce L. Berg, Qualitative Reseacrh Methods for Social Sciences, (Needham
Heights, MA: Allyn & Bacon, 2001), 10
36 Djam an Satori & Aan Komariah, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung :
Penerbit Alfabeta, 2010), 219.
37 Carl F. Auerbach & Louise B. Silverstein, An Introduction to Coding and Analysis
Qualitative Data (New York : New York University Press, 2003) 23-24
38 Berg, Qualitative Reseacrh Methods for Social Sciences, 10-11

Pendahuluan 23

masyarakat,
yang
disertai
dengan
pengamatan
langsung/terlibat di dalamnya. Peneliti memilih
menggunakan partisipatif pasif dalam penggalian data,
dengan hidup bersama dengan informan. Dengan
beraktifitas bersama dengan informan, maka akan
didapatkan data yang orisinal, tanpa ada rekayasa dari
informan, sehingga dapat diketahui dengan jelas hal-hal
yang samar-samar. Adapun beberapa metode riset yang
akan digunakan adalah
a. Penelitian Dokumen
Penelitian ini digunakan untuk menelisik subyek bisu,
yang terdiri atas teks-teks tertulis dan artefakartefak.39 Lincoln dan Guba membagi dokumen ini ke
dalam dua kategori yaitu dokumen-dokumen dan
rekaman-rekaman.40 Sartono Kartodirdjo membuat
kategorisasi atas dokumen yaitu yang pertama
dokumen dalam arti sempit dan kedua dokumen
dalam arti luas. Dokumen yang pertama merupakan
kumpulan data verbal yang berupa tulisan. 41
Dokumen jenis kedua merupakan artifak, monumen,
foto, tape,
dan lain-lain. Dalam penelitian ini,
digunakan kedua ketegorisasi dari dokumen tersebut.
Baik dokumen yang berkaitan dengan teks tertulis,
maupun foto-foto dan rekaman yang telah ada.
Dokumen ini digunakan untuk mengetahui gambaran
di masa lalu mengenai Obyek Wisata Religi Gunung
Kemukus.
b. Wawancara
Wawancara digunakan untuk menemukan gambaran
konkrit tentang situasi dan kondisi yang dihadapi oleh
39 Ian Holder, The interpretation of documents and material Culture, dalam
Norman K. Denzin & Yvonna S.Lincoln, eds., Collecting and Interpreting Qualitative
Materials (Thousand Oaks, CA: SAGE Publications Inc., 2003), 155.
40 Ibid, 156.
41 Sartono Kartodirdjo, Metode Penggunaan Dokumen dalam Metode-Metode
Penelitian Masyarakat, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 1993), 46.

24 Rekonstruksi Ritual Pasca Konflik…

masyarakat di Gunung Kemukus. Konteks percakapan
diramu sedemikian rupa sebagai sarana memvalidasi
situasi dokumen, maupun digunakan untuk
menggambarkan konteks kekinian. Pemilihan
informan dilakukan secara purposif dan teknik
snowball. Ini dilakukan untuk dapat mengetahui
gambaran secara jelas berkenaan dengan topik
penelitian. Wawancara yang dilakukan bersifat tidak
terstruktur, yang ditujukan supaya peneliti dapat
masuk secara mendalam dan mendapatkan temuan
baru, akurat, membuka dimensi-dimensi baru dari
sebuah problem dan untuk mendapatkan laporan
yang hidup dan inklusif dari para informan, berangkat
dari pengalaman pribadi mereka.42 Walaupun tidak
terstruktur, wawancara ini tetap dalam bingkai
menjawab pertanyaan penelitian sesuai dengan
kegelisahan penelitian ini.
c. Pengamatan Terlibat
Selain wawancara, penelitian ini akan diperdalam
dengan data-data yang diperoleh dari hasil
pengamatan terlibat. Pengamatan terlibat yang
dimaksud berbentuk partisipatif pasif, di mana
peneliti terlibat namun tidak sepenuhnya mengikuti
tata cara ritual yang ada di dalamnya. Pengamatan
ini digunakan untuk merekam dan mencatat hal-hal
yang baru dan sebagai sarana validasi dari
wawancara dengan informan.
d. FGD (Forum Group Discussion)
FGD digunakan untuk menyaring aspirasi masyarakat
dan tokoh agama berkenaan dengan respon dan
dinamika yang berkembang di dalamnya. Langkah ini
42 Roberts G. Burgess, The Unstructured Interview as a Conversation dalam Robert
G. Burgess, ed., Field Research: A Sourcebook and field manual (New York: Routledge,
2005), 166.

Pendahuluan 25

2.

diambil sebagai pengumpulan data dan validasi dari
data-data yang belum mendalam.
Prosedur Analisis Data
Dalam penelitian ini, analisis data dilakukan dengan
analisis deskriptif kualitatif. Teknik ini menggambarkan
dan menginterpretasikan arti data-data yang telah
terkumpul dengan memberikan perhatian dan merekam
sebanyak mungkin aspek situasi yang diteliti pada saat itu,
sehingga memperoleh gambaran secara umum dan
menyeluruh tentang keadaan sebenarnya. Hasil kajian
analisis ini mendapatkan sebuah gambaran utuh,
sistematis, faktual dan akurat tentang fakta-fakta dalam
hubungannya dengan fenomena yang diselidiki.
Dalam mensintesakan data yang telah didapat, baik
berupa hasil wawancara, catatan lapangan, dokumentasi,
dan hasil pengamatan, maka ada beberapa langkah
analisis data yang diterapkan pada penelitian ini. Adapun
langkahnya adalah sebagai berikut 43 :
a. Data reduction (Reduksi data)
Data yang telah dikumpulkan membutuhkan catatan
yang teliti dan rinci. Semakin banyak jumlah data,
maka semakin rumit dan kompleks untuk
merangkumnya. Oleh sebab itu diperlukan
kecermatan dalam memilih hal-hal yang pokok, sesuai
dengan tujuan penelitian ini. Data yang telah
tereduksi berdasarkan kerangka penelitian ini, dapat
memberikan gambaran dengan lebih jelas.
b. Data Display (Penyajian Data)
Data yang telah direduksi disajikan secara kualitatif.
Sajian data ini berupa uraian singkat, hubungan antar
kategori, flowchart dan juga sejenisnya. Namun, lebih
sering digunakan narasi untuk menyajikan data
43

345.

Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif, ( Bandung : Alfabeta, 2012), 343-

26 Rekonstruksi Ritual Pasca Konflik…

3.

tersebut, mengingat ini merupakan penelitian
kualitatif.
c. Conclusion Drawing / Verivication (Kesimpulan dan
verifikasi)
Kesimpulan awal dalam sebuah penelitian masih
bersifat sementara, dan berubah apabila menemukan
bukti yang kuat untuk mengugurkan simpulan
tersebut. Untuk menghasilkan kesimpulan yang
kredibel, diperlukan bukti-bukti yang valid dan
konsisten saat kembali turun ke lapangan dalam
rangka pengumpulan data.
Akses kepada informan dan Informasi
Dalam melakukan penelitian, pemilihan informan
merupakan faktor yang sangat penting. Kaufman
menyatakan bahwa, Selecting participants is one of the
most important aspects of planning and designing a
research study. For reasons that should become clear as you
read this section, selecting research participants is often
more difficult and more complicated than it may initially
appear.44
Dalam memperoleh data-data kualitatif
dipilihkan informan dari :
a. Pemerintah
Pemerintah dalam hal ini merupakan pihak pengelola
obyek wisata religi Gunung Kemukus. Sasaran data
yang digali berasal dari personil Dinas Pariwisata dan
Kebudayaan Provinsi Jawa Tengah dan Kabupaten
Sragen, khususnya Kepala Seksi Urusan Obyek Wisata
Religi Gunung Kemukus.
b. Juru Kunci
Juru kunci merupakan aspek penting dalam
penggalian data dalam aspek ritual, perilaku peziarah
dan perkembangan dari waktu ke waktu berkenaan

44 Alan S. Kaufman and Nadeen L. Kaufman (ed), Essentials of research design and
methodology, (Canada : John Willey & Sons Inc.), 50.

Pendahuluan 27

dengan makam Pangeran Samudro dan Sendang
Ontrowulan.
c. Masyarakat
Tokoh masyarakat (agama dan aparat desa) menjadi
elemen penting dalam penggalian data yang
berkenaan dengan aktivitas dan perilaku ritual para
peziarah. Data yang diperoleh berkaitan dengan
sejarah perkembangan dan pasang surutnya para
peziarah, disamping tanggapan masyarakat, untung
rugi dan baik buruknya keberadaan ritual di tempat
tersebut.
d. Peziarah
Peziarah menjadi salah satu kunci penggalian data,
karena mereka merupakan pelaku ritual yang
meyakini akan tuah dari hubungan seksual dan sosok
sesembahannya. Dalam hal ini akan dilakukan teknik
snowball dalam penggalian datanya, wawancara
mendalam dan pengamatan.
e. Pedagang
Data yang diambil dari pedagang merupakan
pemantapan berkaitan dengan dinamika dan
perkembangan obyek tersebut. Mereka yang
menggantungkan hidupnya di Gunung Kemukus
memberikan tanggapan yang beragam terhadap
praktik ritual di dalamnya. Dengan adanya pedagang
sebagai informan, diharapkan dapat memperkaya
data tentang kasak kusuk, dan dinamika yang terjadi
di dalamnya.
F.

Garis Besar Isi
Secara garis besar, buku ini terdiri atas:
Bab I Menyajikan latar belakang
Bab II menyajikan kajian pustaka mengenai kerangka teori
yang akan digunakan dalam penelitian ini.

28 Rekonstruksi Ritual Pasca Konflik…

Bab III membuka pembahasan tentang temuan lapangan dan
hasil penelitian
Bab IV deskripsi dari paparan dan uraian pertanyaan masalah
Bab V menguraikan kajian yang lebih teoretis yang membahas
temuan yang sudah dipaparkan dalam dua bab sebelumnya.
Akan didiskusikan kontribusi penelitian ini bagi rekontruksi
ritual terkait dengan perubahan masyarakat di Gunung
Kemukus.
Bab VI berisi kesimpulan dan saran bagi pihak-pihak yang
relevan dan bagi upaya-upaya penelitian lebih lanjut di waktuwaktu yang akan datang.

Dokumen yang terkait

PERILAKU WISATA RITUAL GUNUNG KEMUKUS (Studi Diskriptif Tentang Perilaku Ritual Wisatawan Obyek Wisata Makam Pangeran Samodra “Gunung Kemukus” Di Sumber Lawang, Sragen, Jawa Tengah)

2 16 121

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Ritual Ngalap Berkah Gunung Kemukus dalam Perspektif Kejawen T2 752014015 BAB I

0 1 10

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Ritual Ngalap Berkah Gunung Kemukus dalam Perspektif Kejawen T2 752014015 BAB II

0 3 31

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Ritual Ngalap Berkah Gunung Kemukus dalam Perspektif Kejawen

0 0 10

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Reintegrasi Sosial Pasca Konflik Maluku D 902008102 BAB I

0 0 8

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Rekonstruksi Ritual Pasca Konflik di Obyek Wisata Religi Gunung Kemukus Kabupaten Sragen Jawa Tengah

0 0 12

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Rekonstruksi Ritual Pasca Konflik di Obyek Wisata Religi Gunung Kemukus Kabupaten Sragen Jawa Tengah D 762013002 BAB V

0 0 8

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Rekonstruksi Ritual Pasca Konflik di Obyek Wisata Religi Gunung Kemukus Kabupaten Sragen Jawa Tengah D 762013002 BAB IV

0 0 34

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Rekonstruksi Ritual Pasca Konflik di Obyek Wisata Religi Gunung Kemukus Kabupaten Sragen Jawa Tengah D 762013002 BAB III

0 1 76

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Rekonstruksi Ritual Pasca Konflik di Obyek Wisata Religi Gunung Kemukus Kabupaten Sragen Jawa Tengah D 762013002 BAB II

0 0 38