Pengaruh Curah Hujan dan Hari Hujan terhadap Produksi Kelapa Sawit Berumur 8, 12 dan 20 Tahun di Kebun Rambutan PT. Perkebunan Nusantara III Persero

TINJAUAN PUSTAKA

Botani Tanaman
Berdasarkan

klasifikasi

taksonomi

dan

morfologi,

Jacquin

mengklasifikasikan taksonomi dari tanaman kelapa sawit yakni termasuk divisi
Spermatophyte dengan subdivisi Pteropsida. Kelapa sawit tergolong kelas
Angiospermae dengan subkelas Monocotyledoneae. Tanaman kelapa sawit
memiliki ordo Cocoideae dengan famili Palmae dan subfamili Cocoideae serta
memiliki genus Elaeis dengan spesies Elaeis guineensis Jacq.
Akar kelapa sawit adalah akar serabut. Akar tersebut memiliki sedikit

percabangan, membentuk anyaman rapat dan tebal. Kelapa sawit merupakan
tumbuhan monokotil yang tidak memiliki akar tunggang. Radikula pada bibit
terus tumbuh memanjang ke arah bawah selama enam bulan terus-menerus dan
panjang akarnya mencapai 15 cm. Akar primer kelapa sawit terus berkembang.
Susunan akar kelapa sawit terdiri dari serabut primer yang tumbuh vertikal
kedalam tanah dan horizontal ke samping. Serabut primer ini akan bercabang
menjadi akar sekunder keatas dan kebawah. Akhirnya cabang cabang ini juga
akan bercabang lagi menjadi akar tersier, begitu seterusnya. Kedalaman perakaran
tanaman kelapa sawit bisa mencapai 8 m dan16 m secara horizontal. Kedalaman
perakaran ini tergantung umur tanaman, sistem pemeliharaan dan aerasi tanah
(Adi, 2013).
Pohon kelapa sawit tumbuh tegak lurus tidak bercabang. Diameter batang
kelapa sawit adalah 35-60 cm. Setiap tahun batang kelapa sawit bertambah
panjang 35-45 cm. Semakin lambat pertambahan panjang batang kelapa sawit

Universitas Sumatera Utara

semakin baik. Hal ini akan memudahkan perawatan, terutama untuk memanen
buah dan memperpanjang masa produktifnya (Hadi, 2004).
Pelepah daun kelapa sawit berpenampang melintang menyerupai bentuk

segi tiga, dengan luas penampang 100-112 cm2, dengan ketebalan dinding (lapisan
epidermis: sklereid dan silica) dapat mencapai hingga 4-6 mm. Parenkim pelepah
daun memiliki dimensi serat sebagai berikut : panjang antara 70-150 cm, diameter
serat 0,08- 0,8 mm (Intara dan Dyah, 2012).
Daun kelapa sawit mirip kelapa yaitu membentuk susunan daun majemuk,
bersirip genap, dan bertulang sejajar. Jumlah anak daun di setiap pelepah berkisar
antara 250-400 helai. Daun muda yang masih kuncup berwarna kuning pucat.
Pada tanah yang subur, daun cepat membuka sehingga semakin efektif dalam
melakukan fungsinya sebagai tempat berlangsungnya fotosintesis dan sebagai alat
respirasi. Daun kelapa sawit yang sehat dan segar berwarna hijau tua
(Fauzi et al., 2002).
Tanaman kelapa sawit yang berumur tiga tahun sudah mulai dewasa dan
mulai mengeluarkan bunga jantan atau bunga betina. Bunga jantan berbentuk
lonjong memanjang, sedangkan bunga betina agak bulat (Adi, 2013).
Pada kelapa sawit, letak bunga jantan dan bunga betina terpisah, masingmasing tersusun pada tandan yang berbeda tetapi masih satu pohon. Oleh karena
itu kelapa sawit disebut tanaman berumah satu atau monoceous. Namun demikian,
terkadang dalam satu tandan terdapat bunga jantan sekaligus bunga betina. Bunga
ini disebut hermaprodit. Satu tandan bunga jantan terdiri dari 150-200 spinkelet
atau manggar. Dalam satu spinkelet (manggar) terdapat 600-1.500 bunga jantan
(Hadi, 2004).


Universitas Sumatera Utara

Pada umumnya tanaman kelapa sawit yang tumbuh baik dan subur sudah
dapat menghasilkan buah serta siap dipanen pada umur sekitar 3,5 tahun jika
dihitung mulai dari penanaman biji berkecambah di pembibitan. Namun, jika
dihitung mulai penanaman di lapangan maka tanaman berbuah dan siap panen
pada umur 2,5 tahun. Buah terbentuk setelah terjadi penyerbukan dan pembuahan.
Waktu yang diperlukan mulai dari penyerbukan sampai buah matang dan siap
panen kurang lebih 5-6 bulan. Warna buah tergantung varietas dan umurnya
(Fauzi et al., 2002).
Buah kelapa sawit mempunyai warna bervariasi dari hitam, ungu, hingga
merah tergantung jenis bibit tergantung jenis bibit yang digunakan. Buah
bergerombol dalam tandan yang muncul dari tiap pelepah. Kandungan minyak
bertambah sesuai kematangan buah. Setelah melewati fase matang kandungan
asam lemak bebas akan meningkat dan buah akan rontok dengan sendirinya.
Kelapa sawit mengandung kurang lebih 80 % perikarp dan 20% buah yang
dilapisi kulit yang tipis, kadar minyak dalam perikarp sekitar 34-40 %. Buah
terdiri dari tiga lapisan :Eksoskarp bagian kulit bewarna kemerahan dan licin ;
Mesokarp serabut buah ; Endokarp cangkap pelindung inti (Adi, 2013).

Biji pada kelapa sawit adalah bagian dari buah dan bisa diperoleh dengan
membuang daging buah. Biji terdiri cangkang (endocarp), inti (endosperm), dan
lembaga (embrio). Embrio kelapa sawit panjangnya 3 mm, berdiameter 1,2 mm,
berbentuk silindris dengan 2 bagian utama. Bagian yang tumpul permukaannya
berwarna kuning dan bagian lain yang berwarna putih bentuknya agak tajam.
Bakal biji terdiri 3 ruang tetapi setelah penyerbukan dan menjadi buah, ruang
yang berkembang hanya satu; kadang-kadang dijumpai dua ruang. Jika endosperm

Universitas Sumatera Utara

mendapat air yang mengembang dan kemudian lembaganya akan berkecambah
(Soehardjo, 1999).
Berdasarkan tebal dan tipisnya cangkang, buah kelapa sawit digolongkan
atas dura, psifera, dan tenera. Buah yang paling baik untuk dijadikan bibit kelapa
sawit adalah jenis tenera yang merupakan hasil persilangan antara dura dan
psifera. Tenera memiliki perbandingan sabut, tempurung, dan inti yang
proporsional. Dura memiliki tempurung yang tebal sehingga sabut dan inti sangat
kecil, sedangkan untuk psifera memiliki sabut yang besar sehingga inti amat kecil.
Padahal bagian buah kelapa sawit yang dimanfaatkan tidak hanya sabutnya untuk
menghasilkan crude palm oil (CPO), tetapi juga memanfaatkan bagian inti untuk

menghasilkan kernel palm oil (KPO) yang berwarna putih (Widyawati, 2009).
Syarat Tumbuh
Iklim
Tanaman kelapa sawit menghendaki curah hujan 1.500-4.000 mm per
tahun, tetapi curah hujan optimal adalah 2.000-3.000 mm per tahun, dengan
jumlah hari hujan tidak lebih dari 180 hari per tahun. Pembagian hujan yang
merata dalam satu tahunnya berpengaruh kurang baik karena pertumbuhan
vegetatif lebih dominan daripada pertumbuhan generatif, sehingga bunga atau
buah yang terbentuk pun relatif sedikit (Hartanto, 2011).
Produksi TBS per tahun juga dipengaruhi oleh jumlah jam efektif
penyinaran matahari. Penyinaran efektif didefenisikan sebagai total jumlah
penyinaran yang diterima sepanjang periode kelembaban air tanah yang
mencukupi ditambah selama periode stres air dan dikurangi dengan lamanya stres
air-tanah yang terjadi. Pada kondisi di daerah khatulistiwa yang menerima lebih

Universitas Sumatera Utara

dari 2.400 jam penyinaran efektif sepanjang tahun maka rata-rata pohon dapat
menghasilkan minimal 125 kg TBS atau 18 ton/ha/tahun. Panjang penyinaran
matahari yang diperlukan kelapa sawit yaitu 5-12 jam/hari dengan kondisi

kelembaban udara 80 % (Pahan, 2008).
Suhu optimal rata-rata yang diperlukan oleh kelapa sawit adalah 27-320C.
Tinggi rendahnya suhu berkaitan erat dengan ketinggian lahan dari permukaan air
laut. Oleh karena itu, ketinggian lahan yang baik untuk perkebunan kelapa sawit
adalah 0-400 m dpl,karena pada ketinggian tersebut temperatur udara diperkirakan
27-320C (Hadi, 2004).
Daerah pengembangan tanaman kelapa sawit yang sesuai adalah daerah
yang berada pada 150 LU-150 LS. Sedangkan bentuk wilayah merupakan faktor
penentu produktivitas yang akan mempengaruhi kemudahan panen, pengawetan
tanah dan air, pembuatan jaringan jalan, serta efektivitas pemupukan
(Hartanto, 2011).
Tanah
Kelapa sawit menghendaki tanah yang gembur, subur, datar, berdrainase
baik dan memiliki lapisan solum yang dalam tanpa lapisan padas. Tanaman kelapa
sawit membutuhkan unsur hara dalam jumlah besar untuk pertumbuhan vegetatif
dan generatif. Karena itu, untuk mendapat produksi yang tinggi dibutuhkan
kandungan unsur hara yang tinggi juga. Selain itu pH tanah sebaiknya bereaksi
asam dengan kisaran nilai 4,0-6,0 dan ber-pH optimum 5,0-5,5. Secara umum
kelapa sawit dapat tumbuh pada jenis tanah podzolik, latosol, hidromorfik, kelabu,
alluvial, atau regosol. Secara umum kelapa sawit berproduksi dengan baik pada

jenis tanah ultisol, inceptisol, andisol, dan histosol (Hartanto, 2011).

Universitas Sumatera Utara

Sifat fisik tanah yang baik untuk pertumbuhan tanaman kelapa sawit ialah
memiliki solum yang dalam lebih dari 80 cm, karena baik untuk perkembangan
akar sehingga efisiensi penyerapan hara tanaman akan lebih baik. Tekstur tanah
yang paling ideal untuk kelapa sawit adalah lempung atau lempung berpasir
dengan komposisi 20-60% pasir, 10-40% lempung dan 20-50% liat. Struktur
tanah yang paling ideal untuk kelapa sawit adalah perkembangannya kuat,
konsistensi gembur sampai agak teguh dan permeabilitas sedang. Selain itu,
ketebalan gambut yang baik adalah 0-0,6 m dan tidak dijumpai laterite
(Soehardjo, 1999).
Bentuk wilayah yang cocok untuk kelapa sawit adalah: pertama, wilayah
yang datar sampai berombak, yaitu wilayah dengan kemiringan lereng 0-8 %.
Kedua, di wilayah bergelombang sampai berbukit dengan kemiringan lereng
8-30 %, kelapa sawit masih dapat tumbuh dan berproduksi dengan baik melalui
upaya pengelolaantertentu seperti pembuatan teras (Hartanto, 2011).
Curah Hujan dan Hari Hujan
Iklim sangat berpengaruh terhadap variasi pertumbuhan kelapa sawit.

Salah satu faktor iklim yang sangat berpengaruh terhadap produktifitas kelapa
sawit adalah air. Ketersediaan air ini sangat dipengaruhi oleh curah hujan, irigasi
yang diberikan ke perkebunan serta kapasitas tanah dalam menahan air.
(Lubis, 1992).
Curah hujan adalah air hujan yang jatuh di permukaan tanah selama jangka
waktu tertentu, diukur dalam satuan tinggi kolom di atas permukaan horizontal,
apabila tidak terjadi penghilangan-penghilangan oleh proses penguapan,
pengaliran dan peresapan ke dalam tanah. Curah hujan dinyatakan dalam tinggi

Universitas Sumatera Utara

air (mm) diukur dengan penakar hujan dengan luas moncong 100 cm2. Satu hari
hujan adalah periode 24 jam terkumpulnya curah hujan setinggi 0,5 mm atau lebih
dan curah hujan dengan tinggi kurang dari ketentuan tersebut, hari hujan dianggap
nol tetapi curah hujan tetap diperhitungkan (Siregar et al., 2006).
Air hujan merupakan sumber air utama untuk tanaman perkebunan.
Menurut Mangoensoekarjo (2007) curah hujan optimal untuk tanaman kelapa
sawit adalah 1.250 – 2.500 mm/tahun, sedangkan Hadi (2004) menyatakan bahwa
curah hujan yang ideal untuk pertumbuhan tanaman kelapa sawit adalah
2.500 – 3.000 mm/tahun dengan distribusi merata sepanjang tahun serta tidak

terdapat 7 bulan kering berkepanjangan dengan curah hujan di bawah 120 mm dan
tidak terdapat bulan basah dengan hujan lebih dari 20 hari.
Curah hujan merupakan faktor iklim yang selalu berubah-ubah dan sulit
diramalkan. Setiap daerah memiliki pola curah hujan yang berbeda sehingga baik
jumlah curah hujan sepanjang tahun berbeda-beda antara satu daerah dengan
daerah lainnya. Ketersediaan air merupakan faktor utama yang membatasi tingkat
produksi tanaman. Kekurangan air akan berpengaruh negatif terhadap produksi
TBS sampai dengan dua tahun ke depannya. Penurunan produksi tahun pertama
berkisar antara 6-10% dari produksi normal per 100 mm defisit air dan tahun
kedua berkisar antara 2-5% dari produksi normal per 100 mm defisit air. Besarnya
pengaruh defisit air terhadap produksi dipengaruhi banyak faktor, diantaranya
umur tanaman, tingkat produksi saat terjadi kekeringan, fisiologis tanaman dan
sebagainya. Pengaruh negatif umumnya dimulai 6 bulan setelah terjadi defisit air,
misalnya aborsi janjang.Akibat adanya defisit air yang besar, ada kemungkinan
akan terjadinya perubahan pola produksi (Prihutami, 2011).

Universitas Sumatera Utara

Menurut Mangoensoekarjo dan Semangun (2005) menyatakan bahwa
kekurangan air pada tanaman kelapa sawit dapat mengakibatkan penurunan

produksi tandan buah segar (TBS). Hadi (2004) menambahkan kekurangan air
pada tanaman kelapa sawit dapat mengakibatkan buah terlambat masak, berat
tandan buah berkurang, jumlah tandan buah menurun hingga sembilan bulan
kemudian setelah terjadi defisit air, serta meningkatkan jumlah bunga jantan dan
menurunkan jumlah bunga betina.
Pengaruh musim kering dan defisit air (water deficit) sangat besar
pengaruhnya terhadap produktivitas kelapa sawit. Water deficit merupakan suatu
kondisi dimana suplai air tersedia tidak mampu memenuhi kebutuhan air tanaman.
Water deficit pada tanaman kelapa sawit akan mempengaruhi proses kematangan
tandan bunga sehingga akan mengurangi jumlah tandan buah segar yang akan
dihasilkan (Risza, 2009). Pengaruh curah hujan terhadap produksi TBS akan
terlihat pada 6 bulan berikutnya, yaitu pengaruh curah hujan pada semester I akan
terlihat pada semester II terkait waktu yang dibutuhkan untuk perkembangan
bunga betina menjadi buah serta berpengaruh kepada berat janjang. Rata-rata
jumlah curah hujan tertinggi terdapat pada semester II yaitu saat kondisi buah
mengalami peakcrop (kondisi buah melimpah) (Prihutami, 2011).
Defisit air yang tinggi menyebabkan produksi turun drastis karena
merusak perkembangan bunga sebelum anthesis dan pada bunga yang telah
anthesis menyebabkan kegagalan matang tandan dan baru normal pada tahun
ketiga dan keempat. Pengaruh air tersebut terhadap fisiologi pembentukan bunga

adalah terjadi inisiasi pembentukan bakal bunga. Curah hujan yang rendah pada
bulan tersebut menyebabkan banyak terbentuk bunga jantan. Kemudian diikuti

Universitas Sumatera Utara

dengan terjadinya gagal tandan. Hal-hal tersebutlah yang menyebabkan
berkuranganya produksi pada saat terjadi hujan dengan curah hujan yang rendah.
Pada musim hujan terjadi banyak pembentukan bunga betina sedangkan pada
musim kering terjadi banyak pembentukan bunga jantan (Manalu, 2008).
Curah hujan rendah juga menyebabkan cekaman kekeringan sehingga
dalam mempertahankan kandungan air, terjadi penutupan stomata pada siang hari
yang pada akhirnya berpengaruh pula pada fotosintesis dan transpirasi yang
mengakibatkan terjadinya aborsi bunga betina dan menunda pembukaan daun
muda (pupus) atau dengan kata lain terjadi pengurangan bunga betina. Penurunan
produksi pada musim kering juga disebabkan gugurnya tandan bunga yang telah
mekar

dan

berpengaruh

terhadap

pembentukan

jenis

kelamin

bunga

(Manalu, 2008).
Curah hujan yang rendah dan tidak merata sering menyebabkan terjadinya
kondisi defisit air yang berdampak negatif terhadap tanaman. Menurut
Pangaribuan (2001) suplai air yang kurang dalam jangka waktu lama, secara
morfologi menyebabkan meningkatnya kerusakan vegetatif tanaman, yaitu
terhambatnya daun-daun membuka, terjadinya pengeringan daun muda, rusaknya
hijau daun, dan juga dapat berakibat seluruh kanopi mengalami kerusakan bahkan
bila kondisi sangat ekstrim dapat menyebabkan kematian. Kondisi ini sangat
berpengaruh terhadap pertumbuhan generatif tanaman kelapa sawit khususnya
dalam menghasilkan TBS.
Defisit air merupakan terjadinya kekurangan cadangan air dalam tanah
sehingga menyebabkan tumbuhan kekurangan air. Defisit air berpengaruh pada
tidak terjadinya pemunculan bunga dari ketiak daun, bunga yang berdeferensiasi

Universitas Sumatera Utara

menjadi bunga jantan akan lebih tinggi dibandingkan bunga betina dan bunga
betina yang sudah terbentuk dapat mengalami aborsi akibat kekurangan air dalam
metabolisme tubuhnya ataupun buah cepat matang dalam waktunya. Prinsip
perhitungan defisit air adalah penyediaan air yang diserap oleh akar diasumsikan
berkisar antara 0-200 mm. Apabila melewati ambang batas tersebut dapat
diartikan bahwa telah terjadi jenuh air (Siregar et al,, 2006).
Kelebihan

air

yang

dikarenakan

tingginya

curah

hujan

dapat

meneyebabkan kegagalan matang tandan pada bunga yang telah mengalami
anthesis. Curah hujan yang tinggi biasanya diikuti dengan penambahan hari hujan.
Hari hujan yang banyak mengakibatkan penurunan intensitas penyinaran matahari
sehingga laju fotosintesis turun dan dapat menyebabkan turunnya produktivitas.
Curah hujan yang tinggi mendorong peningkatan pembentukan bunga, tetapi di
lain pihak dapat menghambat penyerbukan karena sebagian serbuk hilang terbawa
aliran air hujan. Sedangkan curah hujan yang rendah akan menghambat
pembentukan daun, yang akan menghambat pembentukan bunga di ketiak daun
(Nugraheni, 2007).
Umur Tanaman
Umur tanaman berperan dalam pertumbuhan dan perkembangan tanaman.
Tinggi rendahnya produktivitas TBS per hektar suatu kebun kelapa sawit
tergantung dari komposisi umur tanaman yang ada dikebun tersebut. Semakin luas
komposisi umur tanaman remaja dan renta, semakin rendah pula produktivitas
perhektarnya. Semakin banyak tanaman dewasa semakin tinggi pula produktivitas
per hektarnya (Risza, 1994).

Universitas Sumatera Utara

Semakin luas komposisi umur tanaman remaja dan renta, semakin rendah
pula tingkat produktivitasnya. Sedangkan semakin banyak tanaman dewasa dan
teruna semakin tinggi pula tingkat produktivitasnya. Menurut Risza (2009)
tanaman kelapa sawit biasanya dibagi atas 6 kelompok, yaitu :
1. 0-3 tahun

– muda (belum menghasilkan)

2. 3-4 tahun

– remaja (sangat rendah)

3. 5-12 tahun

– teruna (mengarah naik)

4. 12-20 tahun

– dewasa (posisi puncak)

5. 21-25 tahun

– tua (mengarah turun)

6. 26 tahun ke atas

– renta (sangat rendah)

Berdasarkan penelitian Efendi et al (2016) umur tanaman berpengaruh
nyata positif terhadap produksi kelapa sawit rakyat di Kabupaten Seluma. Hal ini
dibuktikan dengan nilai t hitung (4,855) > t tabel (2,642) dengan koefisien regresi
sebesar 0,561 pada taraf kepercayaan 99%. Dengan asumsi variabel yang lain
ceteris paribus (hal-hal lain yang dianggap sama) maka peningkatan umur
tanaman sebesar 1 persen akan meningkatkan total produksi sebesar 56,10 persen.
Umur tanaman kelapa sawit petani rata- rata berumur 7,9 tahun hal ini berarti
kelapa sawit petani mulai memasuki masa produktivitas maksimal.
Tanaman kelapa sawit dengan umur produktif atau umur ekonomis
( 100 mm/bulan). Akan tetapi pada curah hujan 60–100 mm/bulan
produktivitas tanaman kelapa sawit yang dihasilkan lebih kecil daripada
produktivitas tanaman pada curah hujan < 60 mm/bulan.
Kekeringan dengan defisit air di atas 250 mm pertahun akan
mengakibatkan pertumbuhan dan produksi tanaman kelapa sawit terganggu yang
berlangsung sampai 2–3 tahun ke depan. Sebagai contoh, produksi tandan buah
segar di Kebun Bekri (Lampung) menurun akibat kekeringan pada musim
kemarau panjang yang terjadi pada tahun 1982. Penurunan tersebut 5–11 % pada
tahun berjalan, 14–55 % pada tahun 1983, dan 4–30 % pada tahun 1984
(Lubis, 1992).
Berdasarkan penelitian Prihutami (2011) di Sungai Bahaur Estate
Kalimantan Tengah, yang menyatakan bahwa umur tanaman memiliki peranan
yang sangat penting terhadap produksi TBS kelapa sawit. Hasil analisis
menunjukkan umur tanaman 7-11 tahun memberikan pengaruh terbaik terhadap

Universitas Sumatera Utara

produksi TBS. Tanaman kelapa sawit pada umur 7-11 tahun dapat mencapai
produksi optimum dengan jumlah TBS yang dihasikan banyak dan berat janjang
yang dihasilkan juga cukup tinggi sehingga berpengaruh kepada pencapaian
produksi TBS per hektarnya yang tinggi pula.
Berdasarkan penelitian Pasaribu et al (2012) di perkebunan kelapa sawit di
PPKS sub unit Kaliantan Kebun Riau, besar kecilnya curah hujan sangat
mempengaruhi nilai lolosan tajuk dan aliran batang serta intersepsi yang terjadi
setiap bulannya. Dari data yang diperoleh menunjukkan bahwa lolosan tajuk pada
tegakan kelapa sawit cukup tinggi di wilayah ini. Pada bulan Desember 2009 nilai
lolosan tajuk mencapai 353,9 mm. Tingginya nilai lolosan tajuk pada bulan ini
dikarenakan oleh tingginya curah hujan pada bulan tersebut. Sebaliknya pada
bulan Juni 2011 memiliki curah hujan yang rendah sehingga perolehan nilai
lolosan tajuk pada bulan ini hanya sebesar 2,2 mm. Curah hujan yang baik untuk
pertumbuhan dan produksi tanaman kelapa sawit adalah di atas 2000 mm dan
merata sepanjang tahun. Hujan yang tidak turun selama 3 bulan menyebabkan
pertumbuhan kuncup daun terhambat sampai hujan turun (anak daun atau janur
tidak dapat memecah). Hujan yang lama tidak turun juga banyak berpengaruh
terhadap produksi buah, karena buah yang sudah cukup umur tidak mau masak
(brondol) sampai hujan turun.
Berdasarkan penelitian Simanjuntak (2013) di PT. PP London Sumatra
Indonesia, Tbk kebun Begerpang Estate, Provinsi Sumatera Utara yang
menyatakan bahwa curah hujan dan hari hujan berpengaruh signifikan terhadap
produksi TBS pada tanaman berumur 5 tahun. Hal ini diduga disebabkan oleh
produksi TBS dipengaruhi oleh besarnya curah hujan yang terjadi. Besarnya curah

Universitas Sumatera Utara

hujan yang terjadi pada saat ini akan mempengaruhi besarnya produksi tanaman
kelapa sawit pada beberapa waktu ke depan karena berhubungan dengan proses
pembungaan dan pematangan buah pada tanaman kelapa sawit. Peningkatan curah
hujan yang merata setiap tahun dapat menaikkan produksi karena buah merah
semakin cepat memberondol dan mendorong pembentukan bunga selanjutnya.

Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

Pengaruh Curah Hujan dan Hari Hujan Terhadap Produksi Kelapa Sawit Berumur 8, 16, dan 19 Tahun di Kebun Sei Dadap PT. Perkebunan Nusantara III Persero

1 14 114

Pengaruh Curah Hujan dan Hari Hujan terhadap Produksi Kelapa Sawit Berumur 8, 12 dan 20 Tahun di Kebun Rambutan PT. Perkebunan Nusantara III Persero

0 1 111

Pengaruh Curah Hujan dan Hari Hujan Terhadap Produksi Kelapa Sawit Berumur 8, 16, dan 19 Tahun di Kebun Sei Dadap PT. Perkebunan Nusantara III Persero

0 0 15

Pengaruh Curah Hujan dan Hari Hujan Terhadap Produksi Kelapa Sawit Berumur 8, 16, dan 19 Tahun di Kebun Sei Dadap PT. Perkebunan Nusantara III Persero

0 0 2

Pengaruh Curah Hujan dan Hari Hujan Terhadap Produksi Kelapa Sawit Berumur 8, 16, dan 19 Tahun di Kebun Sei Dadap PT. Perkebunan Nusantara III Persero

0 0 3

Pengaruh Curah Hujan dan Hari Hujan terhadap Produksi Kelapa Sawit Berumur 8, 12 dan 20 Tahun di Kebun Rambutan PT. Perkebunan Nusantara III Persero

0 0 14

Pengaruh Curah Hujan dan Hari Hujan terhadap Produksi Kelapa Sawit Berumur 8, 12 dan 20 Tahun di Kebun Rambutan PT. Perkebunan Nusantara III Persero

0 0 2

Pengaruh Curah Hujan dan Hari Hujan terhadap Produksi Kelapa Sawit Berumur 8, 12 dan 20 Tahun di Kebun Rambutan PT. Perkebunan Nusantara III Persero

0 0 4

Pengaruh Curah Hujan dan Hari Hujan terhadap Produksi Kelapa Sawit Berumur 8, 12 dan 20 Tahun di Kebun Rambutan PT. Perkebunan Nusantara III Persero

0 1 3

Pengaruh Curah Hujan dan Hari Hujan terhadap Produksi Kelapa Sawit Berumur 8, 12 dan 20 Tahun di Kebun Rambutan PT. Perkebunan Nusantara III Persero

0 0 13