Statistik Ketahanan Sosial Kota Semarang Tahun 2014

KATA PENGANTAR

Statistik Ketahanan Sosial merupakan Indikator baru yang mengukur dan
menganalisis dampak sosial dari perubahan yang bersifat lintas sektoral.
Perubahan tersebut disebabkan karena globalisasi, reformasi dan otonomi
daerah. Penyediaan data Statistik Ketahanan Sosial ini akan sangat bermanfaat
dalam mendiagnosa sebab - sebab perubahan sosial yang terjadi beserta dampak
yang ditimbulkannya.
Publikasi Statistik Ketahanan Sosial Kota Semarang Tahun 2014 ini
menyajikan gambaran yang komprehensif terhadap masalah ketahanan sosial,
yang meliputi Statistik Ketahanan Wilayah, Statistik Ketahanan Masyarakat,
Statistik ketahanan Ekonomi dan Statistik Ketahanan Politik dan Keamanan.
Sumber data yang digunakan adalah data mutakhir yang tersedia di Badan Pusat
Statistik Kota Semarang dan dari instansi lain di luar BPS.
Kepada semua pihak yang telah membantu hingga terwujudnya publikasi
ini diucapkan banyak terima kasih. Kritik dan saran dari pemakai data sangat
kami harapkan demi kesempurnaan publikasi yang akan datang.
Akhirnya kami berharap bahwa buku ini bermanfaat sebagai salah satu
acuan dalam menentukan skala prioritas perencanaan program-program
pembangunan.


Semarang,

2015

KEPALA BAPPEDA
KOTA SEMARANG

KEPALA BADAN PUSAT STATISTIK
KOTA SEMARANG

T T D

T T D

BAMBANG HARYONO
Pembina Utama Muda
NIP. 19580410 198603 1 010

ENDANG RETNO SRI SUBIYANDANI, S.Si
Pembina Tk. I

NIP. 19641023 198802 2 001

DAFTAR ISI

halaman
Kata Pengantar ...............................................................................................
Daftar Isi .........................................................................................................
Daftar Tabel ....................................................................................................
Daftar Gambar ................................................................................................
BAB I.

PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang .................................................................
1.2. Pengertian Ketahanan Sosial ...........................................
1.3. Ruang Lingkup ................................................................

i
ii
iv
vi


2
3
4

BAB II.

STATISTIK KETAHANAN WILAYAH
2.1. Sejarah Singkat Wilayah Kota Semarang ........................ 7
2.2. Wilayah Geografis ........................................................... 9
2.3. Kondisi Sumber Daya Alam ............................................ 12
2.4. Kondisi Lingkungan Hidup ............................................. 15

BAB III.

STATISTIK KETAHANAN MASYARAKAT
3.1. Jumlah, Kepadatan dan Pertumbuhan Penduduk ............
3.2. Angka Beban Ketergantungan dan Rasio Jenis Kelamin
3.3. Ketenagakerjaan ..............................................................
3.4. Pendidikan .......................................................................

3.5. Kesehatan .........................................................................
3.6. Sosial Budaya ..................................................................

BAB IV.

19
24
26
29
33
34

STATISTIK KETAHANAN EKONOMI
4.1. Tingkat Inflasi .................................................................. 37
4.2. Pertumbuhan Ekonomi .................................................... 39

Statistik Ketahanan Sosial Kota Semarang Tahun 201 4

ii


4.3.
4.4.
4.5.
BAB V.

Pendapatan Perkapita ....................................................... 43
Kemiskinan ...................................................................... 44
Ketahanan Pangan ........................................................... 45

STATISTIK KETAHANAN POLITIK DAN KEAMANAN
5.1. Politik ............................................................................... 49
5.2. Keamanan dan Ketertiban ............................................... 50
5.3. Bencana Alam .................................................................. 53

Statistik Ketahanan Sosial Kota Semarang Tahun 201 4

iii

DAFTAR TABEL
halaman

Tabel 1.

Luas Wilayah Kota Semarang Menurut Kecamatan ................. 11

Tabel 2.

Persentase Rumah Menurut Jenis Atap Kota Semarang ........... 16

Tabel 3.

Jumlah dan Pertumbuhan Penduduk Kota Semarang ................ 20

Tabel 4.

Kepadatan Penduduk dan Jumlah ART Kota Semarang ........... 23

Tabel 5.

Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) dan Tingkat
Pengangguran Terbuka (TPT) ................................................... 27


Tabel 6.

Nilai APK, APM Menurut Jenjang Pendidikan Tahun 2014 .... 30

Tabel 7.

Banyaknya Sekolah, Murid dan Guru Menurut jenjang
Pendidikan Kota Semarang Tahun 2014 ................................... 30

Tabel 8.

Persentase penduduk yang pernah mengalami keluhan
Kesehatan ................................................................................... 33

Tabel 9.

Banyaknya Tempat Ibadah di Kota Semarang .......................... 35

Tabel 10. Persentase Distribusi PDRB menurut Lapangan Usaha

Kota Semarang ............................................................................ 41
Tabel 11. Rata-rata PDRB per Kapita Penduduk Kota Semarang ............ 43
Tabel 12. Hasil Pendataan Kota Semarang PPLS Tahun 2011 ................. 44
Tabel 13. Luas Panen Tanaman Pangan (dalam Ha.) dan Produksi
Panen (dalam Ton) di Kota Semarang ....................................... 46
Tabel 14. Jumlah Rumah Tangga dan Rata-rata Luas Baku Budidaya
Ikan Menurut Jenis / Tempat Budidaya ..................................... 47
Tabel 15. Jumlah Perkara Hukum Yang Terjadi di Kota Semarang ......... 51

Statistik Ketahanan Sosial Kota Semarang Tahun 201 4

iv

DAFTAR GAMBAR

halaman
Gambar 1.

Persentase Luas Penggunaan Lahan ........................................


13

Gambar 2.

Persentase Penggunaan Air Minum .........................................

17

Gambar 3.

Grafik Jumlah dan Pertumbuhan Penduduk Kota Semarang ..

21

Gambar 4.

Jumlah Penduduk menurut Kelompok Umur dan Jenis
Kelamin Kota Semarang ..........................................................

25


Gambar 5.

Grafik TPAK dan TPT Kota Semarang ...................................

28

Gambar 6.

Banyaknya Sekolah, Murid dan Guru Menurut Jenjang
Pendidikan Kota Semarang ....................................................

Gambar 7.

31

Persentase Penduduk Usia 10 Tahun ke Atas Menurut
Pendidikan Yang Ditamatkan Kota Semarang ........................

32


Gambar 8.

Laju Inflasi Nasional dan Kota Semarang ...............................

38

Gambar 9.

Laju Pertumbuhan Ekonomi 2007 – 2012 ...............................

40

Gambar 10. Grafik Luas Panan Tanaman Pangan dan Produksi Panen
Kota Semarang .........................................................................

47

Gambar 11. Grafik Persentase Jenis Pelanggaran Hukum Perkara Biasa
Kota Semarang .........................................................................

52

Gambar 12. Grafik Persentase Jenis Pelanggaran Hukum Perkara
Gugatan Kota Semarang ..........................................................

Statistik Ketahanan Sosial Kota Semarang Tahun 201 4

52

v

BAB I
PENDAHULUAN

Statistik Ketahanan Sosial Kota Semarang Tahun 201 4

BAB I
PENDAHULUAN

1.1.

Latar Belakang
Sebagai respon semakin kompleksnya permasalahan sosial dalam

pembangunan nasional, terutama menghadapi era globalisasi yang sedang
berlangsung, dibutuhkan informasi berupa data statistik terutama dibidang
sosial. Data statistik tersebut akan digunakan untuk menganalisis ketangguhan
masyarakat menghadapi berbagai pengaruh yang mengancam stabilitas dan
eksistensinya.
Penyediaan data statistik ketahanan sosial (Hansos) akan sangat
bermanfaat bagi para perencana dan pembuat kebijakan dalam mendiagnosa
sebab-sebab perubahan sosial yang terjadi serta dampak yang ditimbulkannya.
Krisis multi dimensional yang sedang berlanjut serta pengaruh globalisasi yang
terjadi, seperti kemajuan iptek dan perdagangan bebas diyakini mempunyai
kontribusi yang berarti pada perubahan perilaku individu, keluarga dan pada
gilirannya akan berpengaruh pada kondisi kehidupan masyarakat.
Pengaruh perubahan yang terjadi sedapat mungkin memberikan dampak
yang positif pada kehidupan masyarakat, sehingga masyarakat dapat
mempertahankan nilai-nilai kehidupan yang telah disepakati dan dianut
bersama, atau dengan kata lain masyarakat memiliki ketahanan yang tangguh
dalam menghadapinya. Namun diakui bahwa dalam menyikapi perubahan yang
terjadi respon masyarakat berbeda antar kelompok dan daerah.
Faktor-faktor yang mempengaruhi ketahanan masyarakat akan sangat
tergantung dari kondisi ekonomi, lingkungan, wawasan berpikir, kebebasan
Statistik Ketahanan Sosial Kota Semarang Tahun 201 4

2

untuk menyalurkan aspirasi, politik, sosial budaya dan sebagainya. Faktor-faktor
tersebut perlu diterjemahkan dalam berbagai kegiatan statistik untuk
mendapatkan potret ketahanan masyarakat dan trennya dari waktu ke waktu.
Publikasi Statistik Ketahanan Sosial Kota Semarang Tahun 2012 ini
mencoba menjawab kebutuhan informasi statistik ketahanan sosial yang
diperlukan, baik untuk kepentingan Nasional maupun Provinsi dan Kabupaten /
Kota, terutama pada era pelaksanaan otonomi daerah saat ini.

1.2. Pengertian Ketahanan Sosial
Walaupun belum ada kesepakatan tentang definisi yang pasti dari istilah
ketahanan sosial, namun sebagai pendekatan, ketahanan sosial dapat diartikan
sebagai kondisi dinamis suatu bangsa/masyarakat berisi keuletan dan
ketangguhan yang mengandung kemampuan mengembangkan kekuatan dalam
menghadapi dan mengatasi segala ancaman, tantangan, hambatan dan gangguan
yang datang dari luar maupun dari dalam, secara langsung maupun tidak
langsung membahayakan kelangsungan kehidupan masyarakat, bangsa dan
negara.
Sebagai suatu fenomena yang dependen, tingkat ketahanan sosial di suatu
wilayah

tertentu

dipengaruhi/ditentukan

oleh

berbagai

fenomena/faktor

independen seperti keadaan komunal, sosial dan lingkungannya. Ketahanan
sosial suatu wilayah berawal dari ketahanan individu. Sedangkan ketahanan
individu, secara kolektif akan menunjukkan ketahanan keluarga, ketahanan
masyarakat dan ketahanan lingkungan.

Statistik Ketahanan Sosial Kota Semarang Tahun 201 4

3

1.3. Ruang Lingkup
Ketahanan sosial pada dasarnya memang sangat luas cakupannya,
sebagaimana disebutkan terdahulu, yaitu dimulai dari ketahanan individu,
ketahanan keluarga, ketahanan masyarakat, ketahanan lingkungan dan
selanjutnya ketahanan wilayah. Sedangkan ketahanan nasional terbentuk dari
sinergi masing-masing ketahanan wilayah.
Dikemukakan sebelumnya bahwa pengertian sosial adalah suatu hal yang
berkaitan dengan masyarakat. Sedangkan masyarakat itu sendiri terdiri dari
kelompok-kelompok sosial. Salah satu kelompok sosial adalah komunitas lokal
atau masyarakat setempat. Dalam sosiologi, komunitas lokal diartikan sebagai
bagian masyarakat yang bertempat tinggal disuatu wilayah (dalam arti
geografis) dengan batas-batas tertentu. Interaksi penduduk di dalam wilayah ini
lebih besar dibandingkan dengan penduduk di luar wilayahnya. Atas dasar ini,
maka statistik dan indikator yang akan dikumpulkan dan disusun diarahkan
untuk mendapatkan gambaran ketahanan wilayah pada unit Kabupaten/Kota,
Provinsi dan Nasional.
Berbagai indikator yang relevan dengan ketahanan sosial akan disajikan
dalam publikasi ini yang meliputi, statistik ketahanan wilayah, statistik
ketahanan lingkungan serta statistik politik dan keamanan. Ketahanan suatu
wilayah akan tergantung dari dinamika faktor-faktor yang mempengaruhinya
antara lain faktor geografis, sumber daya alam, sumber daya manusia,
lingkungan, politik, ekonomi, sosial-budaya dan keamanan di wilayah tersebut
(internal) maupun wilayah sekitarnya (eksternal).
Tingkat ketahanan masyarakat menghadapi masalah-masalah perubahan
sosial yang timbul perlu diketahui dan diukur. Ukuran tersebut dapat bersifat
kuantitatif

maupun

kualitatif.

Dengan

adanya

Statistik Ketahanan Sosial Kota Semarang Tahun 201 4

pengukuran

ini

maka

4

ketahanan/kerawanan suatu wilayah dapat diklasifikasikan, sedangkan yang
bersifat kuantitatif, ukuran yang dimaksud dapat berupa indikator maupun
indeks komposit.

Statistik Ketahanan Sosial Kota Semarang Tahun 201 4

5

BAB II
STATISTIK
KETAHANAN SOSIAL

Statistik Ketahanan Sosial Kota Semarang Tahun 201 4

BAB II
STATISTIK KETAHANAN WILAYAH

Ketahanan wilayah adalah situasi yang membuat masyarakat di suatu
wilayah lentur dalam menghadapi berbagai ancaman, baik yang datang dari
dalam maupun dari luar wilayah. Ancaman internal maupun eksternal mencakup
ancaman terhadap fisik wilayah/lingkungan fisik, kehidupan sosial, ekonomi
maupun budaya. Suatu wilayah disebut memiliki ketahanan jika lingkungan
fisiknya mendukung, potensi sumber daya alam dan sumber daya manusia
cukup baik dan ketahanan sosialnya juga kuat.

2.1. Sejarah Singkat Wilayah Kota Semarang
Untuk memperkuat ketahanan masyarakat terhadap wilayahnya, maka
pengetahuan akan sejarah berdirinya wilayah tersebut akan membuat rasa
percaya diri dari masyarakat terhadap wilayah yang ditempatinya. Sehingga
mereka akan mempunyai sikap rasa memiliki terhadap wilayahnya, yang secara
langsung akan berpengaruh terhadap kelangsungan atau eksistensi wilayah
tersebut.
Sebagai ibukota Provinsi Jawa Tengah, Kota Semarang memiliki sejarah
yang panjang. Mulanya dari daratan lumpur akibat dari sedimentasi Gunung
Ungaran dan terus membentuk lapisan aluvial. Masih segar dalam ingatan
masyarakat Kota Semarang sekitar 600 tahun yang lalu, Laksamana Cheng Ho
mendaratkan kapalnya di Gedung Batu. Padahal daerah itu sekarang menjadi
permukiman penduduk sampai masuk ke arah pantai sekitar 5 km.
Statistik Ketahanan Sosial Kota Semarang Tahun 2014

7

Di masa dulu, ada seorang dari kesultanan Demak bernama pangeran
Made Pandan bersama putranya Raden Pandan Arang, meninggalkan Demak
menuju ke daerah barat di suatu tempat yang kemudian bernama Pulau Tirang,
membuka hutan dan mendirikan pesantren dan menyiarkan agama Islam. Dari
waktu ke waktu daerah itu semakin subur, dari sela-sela kesuburan itu munculah
pohon asam yang jarang (bahasa jawa : Asem Arang), sehingga memberikan
gelar atau nama daerah itu menjadi Semarang.
Pendiri desa tersebut kemudian menjadi kepala daerah setempat, dengan
gelar Kyai Ageng Pandan Arang I. Sepeninggalnya, pemimpin daerah dipegang
oleh putranya yang bergelar Pandan Arang II. Di bawah pimpinan Pandan
Arang, daerah Semarang semakin menarik perhatian Sultan Hadiwijaya dari
Pajang. Karena persyaratan peningkatan daerah dapat dipenuhi, maka
diputuskan untuk menjadikan Semarang setingkat dengan Kabupaten.
Pada saat peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW, tanggal 12 Rabiul
Awal tahun 954 H atau bertepatan dengan tanggal 2 Mei 1547 Masehi, Pandan
Arang dinobatkan menjadi Bupati yang pertama oleh Sultan Pajang setelah
melalui konsultasi dengan Sunan Kalijaga. Pada tanggal itu maka secara adat
dan politis berdirilah Kota Semarang.

Statistik Ketahanan Sosial Kota Semarang Tahun 2014

8

2.2. Wilayah Geografis
Kota Semarang terletak terletak antara garis 6o 50’ – 7o 10’ Lintang
Selatan dan garis 109o 50’ – 110o 35’ Bujur Timur. Letak Kota Semarang
tersebut hampir berada di tengah bentangan panjang Kepulauan Indonesia dari
Barat dan Timur. Sedangkan ketinggian Kota Semarang terletak antara 0,75 –
348,00 meter diatas garis pantai dan secara umum kemiringan tanah berkisar
antara 0 persen sampai 40 persen (curam). Sebagai Ibukota Provinsi Jawa
Tengah, Kota Semarang memiliki batas-batas wilayah administratif sebagai
berikut, yaitu sebelah Utara berbatasan dengan Laut Jawa dengan panjang garis
pantai meliputi 13,5 km. Sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Demak,
sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Kendal dan sebelah selatan
berbatasan dengan Kabupaten Semarang.
Kota Semarang sendiri mempunyai luas wilayah 373,70 km2 yang terbagi
menjadi 16 kecamatan dan 177 kelurahan. Kecamatan paling luas wilayahnya
adalah Kecamatan Mijen sebesar 57,55 km2, di ikuti oleh kecamatan Gunungpati
dengan luas sebesar 54,11 km2 , sedangkan kecamatan yang terkecil wilayahnya
adalah Kecamatan Semarang Selatan sebesar 5,93 km2.
Keadaan topografi wilayah Kota Semarang terdiri dari daerah perbukitan,
dataran rendah dan daerah pantai. Dengan demikian, topografi Kota Semarang
menunjukkan adanya berbagai kemiringan dan tonjolan. Daerah pantai 65,22
persen di wilayahnya dataran dengan kemiringan 2-5 persen dan 37,78 persen
merupakan daerah perbukitan dengan kemiringan 15-40 persen.
Pada daerah perbukitan mempunyai ketinggian 90-348 meter di atas
permukaan Laut (MDPL) dan di dataran mempunyai ketinggian 0,75 – 3,5
MDPL. Bagian utara Kota Semarang merupakan daerah pantai dan dataran

Statistik Ketahanan Sosial Kota Semarang Tahun 2014

9

rendah yang dikenal dengan kota bawah, sedangkan bagian selatan merupakan
daerah dataran tinggi dan daerah perbukitan yang biasa dikenal dengan
Semarang Atas atau kota atas.
Kota bawah yang sebagian besar tanahnya terdiri dari pasir dan lempung,
sedangkan kota atas struktur geologinya sebagian besar terdiri dari batuan beku.
Pemanfaatan lahan lebih banyak digunakan untuk jalan, pemukiman, bangunan,
kawasan industri dan tambak. Di samping itu, Kota bawah juga sebagai pusat
kegiatan pemerintahan, perdagangan, perindustrian, pendidikan, angkutan dan
perikanan. Sedangkan kota atas sebagian besar pemanfaatan lahannya untuk
pemukiman, persawahan, perkebunan, kehutanan dan pusat kegiatan pendidikan.
Kondisi iklim di wilayah Kota Semarang adalah iklim tropis dengan dua
musim yaitu musim hujan dan musim kemarau yang silih berganti sepanjang
tahun. Suhu udara berkisar rata-rata 27,5oC dengan temperatur rendah berkisar
antara 24,2oC dan tertinggi berkisar 31,8oC, dengan kelembaban udara rata-rata
79 persen.

Statistik Ketahanan Sosial Kota Semarang Tahun 2014

10

Tabel 1.
NO

Luas Wilayah Kota Semarang menurut Kecamatan

KECAMATAN

LUAS WILAYAH (KM2)

PERSENTASE (%)

1

Mijen

57,55

15,40

2

Gunungpati

54,11

14,48

3

Banyumanik

25,69

6,87

4

Gajahmungkur

9,07

2,43

5

Semarang Selatan

5,93

1,59

6

Candisari

6,54

1,75

7

Tembalang

44,20

11,83

8

Pedurungan

20,72

5,54

9

Genuk

27,39

7,33

10

Gayamsari

6,18

1,65

11

Semarang Timur

7,70

2,06

12

Semarang Utara

10,97

2,93

13

Semarang Tengah

6,14

1,64

14

Semarang Barat

21,74

5,82

15

Tugu

31,78

8,50

16

Ngaliyan

37,99

10,16

373,70

100,00

Jumlah
Sumber : BPS Kota Semarang

Statistik Ketahanan Sosial Kota Semarang Tahun 2014

11

2.3. Kondisi Sumber Daya Alam
Kota Semarang memiliki potensi alam yang dapat dijadikan sebagai
modal pembangunan yang sangat berharga. Kota Semarang memiliki tanah
pertanian, perkebunan, kehutanan, kelautan/tambak, bahan-bahan material untuk
bangunan dan lain-lain. Penggunaan tanah ini digunakan berdasarkan pada pola
tata guna lahan yang terdiri dari perumahan, tegalan, kebun campuran,
persawahan, tambak, hutan, perusahaan, jasa, industri dan bangunan lainnya.
Walaupun termasuk dalam kota metropolitan, namun Kota Semarang
masih mempunyai wilayah yang berupa tanah persawahan dan perkebunan. Data
dari dinas pertanian menunjukkan bahwa untuk luas tanah persawahan tahun
2014 tidak ada perbedaan yang signifikan dibandingkan tahun 2013, yaitu masih
sekitar 37,89 km2. Selain lahan yang digunakan untuk sawah, penggunaan lahan
untuk keperluan lain juga tidak menunjukkan perubahan yang signifikan
dibandingkan tahun 2013.
Untuk lahan tanah kering berupa perkebunan dan tegalan luasnya sekitar
75,88 km2 dan sebagai daerah pesisir areal tambak masih cukup luas sebesar
46,33 km2. Disamping itu penggunaan lahan untuk bangunan dan pekarangan
seluas 177,68 km2 atau sekitar 47,55 persen dari luas wilayah Kota Semarang.

Statistik Ketahanan Sosial Kota Semarang Tahun 2014

12

Gambar 1.

Persentase Luas Penggunaan Lahan Kota Semarang
Tahun 2014

Lainnya, 21,90%

Kolam / Tambak,
6,72%

Sawah, 10,24%

Bangunan,
40,70%
Tegalan, 20,89%

Potensi sumber daya air sangat penting dan memiliki pengaruh yang
signifikan dalam aktifitas kehidupan manusia. Sumber daya air yang ada di Kota
Semarang meliputi air permukaan dan air dalam tanah. Air permukaan pada
umumnya berupa sungai, baik sungai tetap maupun sungai tadah hujan. Sungaisungai yang ada di Kota Semarang meliputi : Sungai Beringin, Banjir Kanal
Barat, Banjir Kanal Timur, Kaligarang, Kali Kreo, Kali Kripik, Kali pengkol,
Kali babon, kali Semarang, Kali Banger dan Kali Silandak.
Kaligarang sebagai sungai utama pembentuk kota bawah yang mengalir
membelah lembah-lembah Gunung Ungaran mengikuti alur yang berbelokbelok dengan aliran yang cukup deras. Setelah diadakan pengukuran debit
Kaligarang mempunyai debit 53,0 % dari debit total, kali Kreo 34,7 %

Statistik Ketahanan Sosial Kota Semarang Tahun 2014

13

selanjutnya kali Kripik 12,3 %. Oleh karena Kaligarang memberikan air yang
cukup dominan bagi Kota Semarang, maka langkah-langkah untuk menjaga
kelestariannya juga terus dilakukan. Karena Kaligarang juga digunakan untuk
memenuhi kebutuhan air minum warga Kota Semarang.
Sedangkan air bawah tanah merupakan air yang keberadaannya berada
didalam tanah dan menjadi kebutuhan hidup manusia. Air tanah bebas ini
merupakan air tanah yang terdapat pada lapisan kedap air. Permukaan air tanah
bebas ini sangat dipengaruhi oleh musim dan keadaan lingkungan sekitarnya.
Penduduk Kota Semarang yang berada didataran rendah, banyak
memanfaatkan air tanah ini dengan membuat sumur-sumur gali (dangkal)
dengan kedalaman rata-rata 3-18 meter. Sedangkan untuk penduduk didataran
tinggi hanya dapat memanfaatkan sumur gali pada musim penghujan dengan
kedalaman berkisar antara 20-40 meter.
Kebutuhan akan air bersih dari sumber daya air tanah untuk berbagai
keperluan, baik untuk konsumsi rumahtangga maupun untuk industri dari tahun
ketahun menunjukkan angka yang selalu meningkat sejalan dengan penggunaan
air melalui PDAM. Jumlah pelanggan PDAM tahun 2014 untuk golongan
rumahtangga sebanyak 139.832 rumahtangga atau 91,99 persen, sedangkan
pelanggan lain dari kategori sosial, industri, instansi pemerintah dll sebanyak
12.182 pelanggan.

Statistik Ketahanan Sosial Kota Semarang Tahun 2014

14

2.4. Kondisi Lingkungan Hidup
Keserasian

pengelolaan

lingkungan

hidup

dengan

pembangunan

merupakan jalan terbaik untuk meningkatkan kualitas hidup manusia, yang
secara langsung akan berpengaruh terhadap ketahanan wilayah/sosial.
Lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan,
makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi
kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk lain.
Dengan pengertian sistemik semacam itu maka penguraian lingkungan
hidup ke dalam komponen-komponennya yang lebih kecil, serta analisis yang
mengikuti uraian terhadap unsur-unsur lingkungan hidup itu kemudian,
mestinya juga akan merefleksikan keterkaitan unsur lingkungan hidup itu secara
tak terlepaskan dari yang lainnya. Oleh sebab itu lingkungan sosial yang
dianggap merupakan bagian dari lingkungan hidup adalah wilayah yang
merupakan tempat berlangsungnya bermacam-macam interaksi sosial antara
berbagai kelompok beserta pranatanya dengan simbol dan nilai serta norma
yang sudah mapan, serta terkait dengan lingkungan alam dan lingkungan buatan
(tata ruang).
Dari sisi tata ruang, wilayah Kota Semarang terbagi menjadi kawasan
lindung, kawasan pemukiman, kawasan industri, kawasan kumuh perkotaan,
lahan pertanian produktif dan lahan kritis. Dilihat dari jenis dan jumlah
Sertifikat Pertanahan yang diproduksi oleh Badan Pertanahan Nasional,
produksi Sertifikat Hak Milik pada tahun 2013 sebanyak 12.954 buah meningkat
menjadi 13.447 pada tahun 2014, sedangkan Sertifikat Hak Guna Bangunan
mengalami penurunan ,yaitu dari sebanyak 3.707 di tahun 2013 menjadi 3.801
buah di tahun 2013 dan produksi Hak Pakai 25 buah di tahun 2013 naik menjadi
50 buah pada tahun 2014.
Statistik Ketahanan Sosial Kota Semarang Tahun 2014

15

Selain mencermati dari sisi tata ruang, kualitas dan fasilitas perumahan
menjadi salah satu faktor yang ikut berpengaruh terhadap ketahanan
wilayah/sosial masyarakatnya. Pada tahun 2014, 63,0 persen rumahtangga di
Kota Semarang menempati tempat tinggal dengan status milik sendiri.
Kemudian 8,2 persen rumahtangga dengan status mengontrak 10,5 persen
dengan tempat tinggal menyewa, kemudian status bebas sewa dan rumah dinas
sebanyak 17,6 persen, dan sisanya dengan status lainnya sebesar 0.7 persen.
Atap rumah merupakan salah satu unsur rumah yang sangat vital. Tidak
saja berfungsi sebagai pelindung terhadap panas matahari dan hujan, atap rumah
menurut jenisnya juga berpengaruh pada kesehatan bagi penghuninya. Pada
tahun 2014 menunjukkan bahwa 2,6 persen rumah beratapkan beton, kemudian
79,6 persen beratapkan genteng dan 17,8 beratapkan asbes/seng/lainnya.

Tabel 2.

Persentase Rumah Menurut Jenis Atap Kota Semarang

Jenis Atap

2013

2014

(1)

(2)

(3)

3,72

2,62

77,04

79,59

3. Seng

0,77

1,30

4. Asbes

18,47

16,49

1. Beton
2. Genteng

Sumber : BPS Kota Semarang

Statistik Ketahanan Sosial Kota Semarang Tahun 2014

16

Fasilitas air bersih merupakan salah satu indikator ketahanan lingkungan.
Pada tahun 2014 persentase rumahtangga di Kota Semarang yang menggunakan
air kemasan dan ledeng sebesar 76 persen, sedangkan sisanya menggunakan air
dari sumur, mata air dan lain-lain.

Gambar 2.

60,00

Persentase Penggunaan Sumber Air Minum Tahun 2014

52,80

50,00
40,00
30,00

23,20

21,20

20,00
10,00

2,60

0,30

0,00
Air Kemasan
dan Air Isi
Ulang

Air Ledeng

Air Sumur

Mata Air

Statistik Ketahanan Sosial Kota Semarang Tahun 2014

Lainnya

17

BAB III
STATISTIK KETAHANAN
MASYARAKAT

Statistik Ketahanan Sosial Kota Semarang Tahun 201 4

BAB III
STATISTIK KETAHANAN MASYARAKAT

Ketahanan masyarakat menjadi bagian yang tak terpisahkan dengan
ketahanan sosial, karena masyarakat adalah makhluk sosial sehingga interaksi di
dalam masyarakat merupakan salah satu proses sosial. Faktor manusia menjadi
penentu dalam hal ketahanan sosial, karena manusia bukan saja sebagai obyek
atau sasaran namun sekaligus juga sebagai subyek atau pelaksana pembangunan.
Dengan demikian kondisi sumber daya manusia menjadi salah satu tolok ukur
dalam melihat sampai seberapa jauh ketahanan sosial bisa dilihat. Atas dasar
pemikiran tersebut, pembangunan di titik beratkan pada peningkatan kualitas
sumber daya manusia sejalan dengan pertumbuhan ekonomi. Kualitas sumber
daya manusia diperlukan karena jumlah penduduk yang besar dapat menjadi
modal atau aset pembangunan jika kualitasnya baik. Sebaliknya, hanya akan
menjadi beban manakala kualitasnya rendah.

3.1. Jumlah, Kepadatan dan Pertumbuhan Penduduk
Jumlah penduduk Kota Semarang pada tahun 2014 tercatat sebesar
1.584.906 jiwa. Dengan jumlah sebesar itu Kota Semarang termasuk dalam 5
besar Kabupaten/Kota yang mempunyai jumlah penduduk terbesar di Propinsi
Jawa Tengah, sedangkan 4 (empat) wilayah lainnya adalah Kabupaten Brebes,
disusul Kabupaten Cilacap kemudian Kabupaten Banyumas dan Kabupaten
Tegal.

Statistik Ketahanan Sosial Kota Semarang Tahun 201 4

19

Tabel 3 memperlihatkan bahwa perkembangan dan laju pertumbuhan
penduduk selama 6 tahun terakhir menunjukkan kecenderungan berfluktuasi.
Peningkatan laju pertumbuhan penduduk terlihat melambat dari kurun waktu
2010-2014 akan tetapi pertumbuhan penduduk tersebut masih tergolong cukup
tinggi, salah satu yang menjadi penyebabnya adalah karena daya tarik Kota
Semarang sebagai ibukota Provinsi Jawa Tengah yang sekaligus sebagai pusat
perekonomian dan pusat pendidikan.
Potensi permasalahan jumlah penduduk yang besar dipengaruhi oleh
tingkat pertumbuhan penduduk yang dimiliki. Bila jumlah penduduk yang besar
sedangkan tingkat pertumbuhannya tinggi, maka beban untuk mencukupi
kebutuhan pangan, sandang, perumahan, pendidikan, kesehatan dan sebagainya
menjadi sangat berat, sehingga akan berpengaruh terhadap perkembangan
ketahanan wilayah/sosialnya.
Tabel 3.

Jumlah dan Pertumbuhan Penduduk Kota Semarang

Tahun

Jumlah Penduduk

Pertumbuhan (%)

(1)

(2)

(3)

2010

1.527.433

1,36

2011

1.544.358

1,11

2012

1.559.198

0,96

2013

1.572.105

0,83

2014

1.584.906

0,81

Sumber : BPS Kota Semarang

Statistik Ketahanan Sosial Kota Semarang Tahun 201 4

20

Gambar 3.

Grafik Jumlah dan Pertumbuhan Penduduk
Kota Semarang
1.584.906

1,60
1,36
1,11

1,20

1.580.000

1.572.105

1.570.000

1.559.198

1.560.000
1,00

0,83

0,81

0,96

0,80

1.550.000
1.540.000

1.544.358

1.530.000

0,60

1.520.000

1.527.433

0,40

Jumlah Penduduk

Pertumbuhan Penduduk

1,40

1.590.000

1.510.000
0,20

1.500.000

0,00

1.490.000
2010

2011

2012

Pertumbuhan (%)

2013

2014

Jumlah Penduduk

Tingkat pertumbuhan penduduk dibedakan atas tingkat pertumbuhan
alamiah dan tingkat pertumbuhan karena migrasi atau perpindahan. Tingkat
pertumbuhan alamiah secara sederhana dihitung dengan membandingkan jumlah
penduduk yang lahir dan mati. Pada periode waktu tertentu digambarkan dengan
Angka Kelahiran Kasar atau Crude Birth Rate (CBR) dan Angka Kematian
Kasar atau Crude Death Rate (CDR) yang merupakan perbandingan antara
jumlah kelahiran dan kematian dengan jumlah penduduknya selama periode satu
tahun.
Selama periode lima tahun terakhir perkembangan kelahiran penduduk di
Kota Semarang terlihat cenderung mengalami kenaikan, hal ini menjadi salah
satu tolok ukur bahwa pengendalian jumlah kelahiran harus terus diupayakan.
Statistik Ketahanan Sosial Kota Semarang Tahun 201 4

21

Sedangkan CDR memiliki kecenderungan berfluktuasi selama periode 20102014.
Sebagai gambaran pada tahun 2014 angka CBR sebesar 15,63, yang
berarti setiap 1.000 penduduk bertambah sekitar 16 orang karena kelahiran.
Sedangkan angka CDR-nya sebesar 6,80 yang artinya setiap 1.000 penduduk
selama setahun jumlah penduduknya berkurang 7 orang karena meninggal.
Dengan demikian selisih dari keduanya adalah sebesar 8 orang perseribu bila
dinyatakan dalam persen sebesar 0,88 % merupakan angka pertumbuhan
penduduk alamiah atau Rate of Natural Increase (RNI).
Mengenai tingkat pertumbuhan karena perpindahan (net migration),
dihitung dengan melihat selisih antara angka penduduk yang datang (in
migration) dan angka penduduk yang pergi (out migration). Pada tahun 2014
tingkat migrasi masuk sebesar 21.03 yang berarti setiap 1.000 penduduk selama
1 tahun bertambah penduduk yang datang sebanyak 21 orang, sedangkan tingkat
migrasi keluar sebesar 20,36 per 1.000 penduduk. Bila migrasi masuk dikurangi
dengan migrasi keluar diperoleh angka sebesar 0,88, angka inilah yang
dinamakan dengan angka pertumbuhan penduduk karena migrasi (net migration
rate). Keadaan menggambarkan bahwa penduduk kota semarang untuk tahun
2014 relatif stagnan.
Penyebaran penduduk perlu mendapat perhatian karena berkaitan dengan
daya dukung lingkungannya, dengan asumsi bahwa dalam batas-batas tertentu
semakin padat suatu wilayah semakin berkurang ketahanan wilayah/sosialnya.
Sebagai kota besar, Kota Semarang tergolong mempunyai kepadatan penduduk
yang tinggi, pada tahun 2014 ini kepadatan penduduknya sebesar 4.241 jiwa per
km², selama tiga tahun terakhir terus mengalami kenaikan, dimana pada tahun
2012 sebesar 4.172 jiwa per km2 dan pada tahun 2013 sebesar 4.207 jiwa per

Statistik Ketahanan Sosial Kota Semarang Tahun 201 4

22

km2. Bila dilihat tiap Kecamatan, terdapat 3 (tiga) Kecamatan yang mempunyai
kepadatan dibawah angka rata-rata kepadatan Kota Semarang. Tiga terendah
adalah kepadatan penduduk Kecamatan Tugu sebesar 994 jiwa per km² diikuti
dengan Kecamatan Mijen (1.033 jiwa/km²) dan Kecamatan Gunungpati (1.429
jiwa/km²). Dari ketiga Kecamatan tersebut dua diantaranya merupakan daerah
pertanian dan perkebunan, sedangkan Kecamatan Tugu merupakan daerah
pengembangan industri.
Tabel 4.

Kepadatan Penduduk dan Jumlah ART Kota Semarang

Tahun

Kepadatan Penduduk

Jumlah ART

2010

4.087

3,48

2011

4.133

3,60

2012

4.172

3,58

2013

4.207

3,56

2014

4.241

3,57

Sumber : BPS Kota Semarang

Namun sebaliknya untuk Kecamatan-Kecamatan yang terletak di pusat
kota, dimana luas wilayahnya tidak terlalu luas namun jumlah penduduknya
sangat banyak menyebabkan kepadatan penduduknya sangat tinggi. Yang paling
tinggi adalah Kecamatan Semarang Selatan sebesar 13.487 jiwa per km², diikuti
oleh Kecamatan Candisari (12.178 jiwa/km²), Kecamatan Gayamsari (11.956
jiwa/km²), Kecamatan Semarang Tengah (11.519 jiwa/km²), dan Kecamatan
Semarang Utara (11.680 jiwa/km²).
Sedangkan untuk kepadatan jumlah anggota rumahtangga di setiap
rumahtangga juga berpengaruh terhadap ketahanan wilayah/sosial,
Statistik Ketahanan Sosial Kota Semarang Tahun 201 4

karena
23

semakin

padat

suatu

rumah

tangga

semakin

berkurang

ketahanan

wilayah/sosialnya. Selama tiga tahun terakhir terlihat bahwa perkembangan ratarata jumlah anggota rumahtangga berfluktuasi, dari tahun 2012 sebesar 3,58
jiwa per rumahtangga, menjadi 3,56 jiwa di tahun 2013 dan pada tahun 2014
naik sebesar 3,57 jiwa per rumah tangga.

3.2. Angka Beban Ketergantungan dan Rasio Jenis Kelamin
Selain jumlah, kepadatan maupun pertumbuhan penduduk, hal lain yang
perlu diketahui adalah komposisi penduduk, antara lain komposisi penduduk
menurut umur dan jenis kelamin. Dikatakan penting karena kejadian demografis
maupun karakteristiknya berbeda menurut umur dan jenis kelamin baik untuk
kelahiran, kematian maupun perpindahan penduduk. Kelahiran menurut jenis
kelamin jelas berbeda, pada saat dilahirkan umumnya jumlah bayi pria lebih
banyak dari bayi wanita. Kedua variabel yaitu umur dan jenis kelamin akan
dapat dihitung indikator angka beban ketergantungan dan rasio jenis kelamin,
dimana kedua indikator tersebut sangat berpengaruh terhadap kondisi ketahanan
wilayah/sosial dari suatu wilayah kota dan atau dalam satu rumahtangga
Angka beban ketergantungan merupakan perbandingan antar jumlah
penduduk yang produktif ( 15 – 64 tahun ) dengan yang tidak produktif
( 0 – 14 tahun dan 65 tahun keatas ). Angka beban ketergantungan memberikan
gambaran seberapa jauh penduduk yang berusia produktif/aktif secara ekonomi
harus menanggung penduduk yang belum produktif dan pasca produktif. Untuk
penduduk yang mempunyai struktur muda atau sangat tua sekali, maka beban
ketergantungannya sangat tinggi. Di negara-negara berkembang karena struktur
umur penduduknya muda, maka angka beban ketergantungannya biasanya
relatif tinggi.
Statistik Ketahanan Sosial Kota Semarang Tahun 201 4

24

Gambar 4.

Jumlah Penduduk menurut Kelompok Umur dan Jenis
Kelamin Kota Semarang Tahun 2014

65 +

42.340

60 - 64

18.890

55 - 59

20 - 24
15 - 19

45.108

55.308

40 - 44

25 - 29

33.621

45.178

45 - 49

30 - 34

17.841

30.743

50 - 54

35 - 39

32.538

51.284

61.543

57.566

63.593

61.878

70.167

69.474

75.206

74.571

78.228

76.898

75.226

71.639

10 - 14

59.357

5-9

60.565

65.752

0-4

60.857

66.287

63.248

100.000 80.000 60.000 40.000 20.000

Perempuan

0

20.000 40.000 60.000 80.000 100.000

Laki - laki

Angka beban ketergantungan untuk Kota Semarang pada tahun 2014
sebesar 39,77 persen, sedangkan angka ketergantungan penduduk muda sebesar
33,16 persen dan angka ketergantungan penduduk tua sebesar 6,60 persen. Bila
dibandingkan dengan keadaan tahun sebelumnya, angka beban ketergantungan
total, ketergantungan muda maupun ketergantungan tua tidak menunjukkan
perbedaan yang signifikan, yakni masing-masing sebesar 39,65 persen, 33,16
persen 6,60 persen.
Selain menurut umur komposisi penduduk juga dapat dilihat menurut
jenis kelamin. Perbandingan antara penduduk laki-laki dengan penduduk
perempuan akan menghasilkan suatu ukuran yang disebut dengan rasio jenis
kelamin (sex ratio). Dari 1.584.906 jiwa penduduk Kota Semarang pada tahun
Statistik Ketahanan Sosial Kota Semarang Tahun 201 4

25

2014, sebanyak 787.705 jiwa diantaranya adalah penduduk laki-laki dan
797.201 penduduk perempuan. Dengan demikian rasio jenis kelamin yang
merupakan perbandingan antara penduduk laki-laki dan perempuan di Kota
Semarang sebesar 99, yang artinya jumlah penduduk perempuan 1 persen lebih
banyak dari penduduk laki-laki atau setiap 100 penduduk perempuan terdapat 99
penduduk laki-laki. Sedangkan wilayah kecamatan yang mempunyai rasio jenis
kelamin diatas 100 ada sebanyak 8 (delapan) kecamatan, yaitu, Kecamatan
Mijen, Kecamatan Gunung Pati, Kecamatan Gajah Mungkur, Kecamatan
Tembalang, Kecamatan Genuk, Kecamatan Gayam sari, kecamatan Tugu dan
Kecamatan Ngaliyan.

3.3. Ketenagakerjaan
Masalah ketenagakerjaan juga merupakan salah satu hal yang mempunyai
pengaruh terhadap ketahanan sosial. Misalnya tingginya tingkat pengangguran
di suatu wilayah akan memberikan dorongan yang kuat (potensi) bagi
munculnya berbagai ketidak puasan atas beragam kebijakan pembangunan
(terutama dibidang ekonomi), yang kemudian dapat memicu terjadinya konflik
antar berbagai pihak, baik pemerintah dengan masyarakat, masyarakat dengan
pengusaha, dan antar masyarakat sendiri. Frekuensi konflik yang timbul dan
eskalasinya

menunjukkan/mengindikasikan

seberapa

kuatnya

ketahan

wilayah/sosial masyarakat yang ada. Tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK)
dan tingkat pengangguran terbuka (TPT) merupakan indikator yang dapat
dianggap paling relevan (terutama bagi indikator penyebab/input) dalam
memnggambarkan kondisi ketahanan wilayah/sosial, khususnya dibidang
ketenagakerjaan.

Statistik Ketahanan Sosial Kota Semarang Tahun 201 4

26

Keterlibatan penduduk dalam kegiatan ekonomi salah satunya diukur
dengan indikator Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) yaitu merupakan
perbandingan antara jumlah angkatan kerja dengan jumlah penduduk usia kerja.
Perkembangan TPAK terlihat mengalami kenaikan selama periode 2013-2014,
yaitu dari 67,91 persen menjadi 68,43 persen.
Tabel 5.

TPAK

TPT

Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) dan Tingkat
Pengangguran Terbuka (TPT)

Indikator

Tahun 2013

Tahun 2014

(1)

(2)

(3)

Laki-laki

80,15

81,97

Perempuan

56,11

55,72

Total

67,75

68,43

Laki-laki

4,72

8,00

Perempuan

7,63

7,42

Total

5,96

7,76

Sumber : BPS Kota Semarang

Statistik Ketahanan Sosial Kota Semarang Tahun 201 4

27

Gambar 5.

Grafik TPAK dan TPT Kota Semarang

90,00
80,00
70,00
60,00
50,00
40,00
30,00
20,00
10,00
0,00
Laki-laki

Perempuan

Total

Laki-laki

Perempuan

TPAK

Total

TPT

Tahun 2013

Tahun 2014

Peningkatan angkatan kerja ini mengisyaratkan akan perlunya lapangan
pekerjaan yang cukup banyak guna menampung banyaknya penawaran angkatan
kerja. Bila dilihat menurut jenis kelamin seperti pada tabel 5, TPAK laki-laki
sedikit mengalami peningkatan, sebaliknya TPAK perempuan mengalami
penurunan. Besarnya TPAK laki-laki pada tahun 2013 adalah 80,15 persen naik
menjadi 81,97 persen pada tahun 2014, dan TPAK perempuan yakni dari 56,11
persen menjadi 55,72 persen.
Disamping

itu

indikator

lain

yang

cukup

penting

dibidang

ketenagakerjaan adalah tingkat pengangguran, dimana dapat menunjukkan
sampai sejauh mana angkatan kerja yang ada terserap dalam pasar kerja. Tingkat
Pengangguran Terbuka (TPT) adalah persentase penduduk yang mencari
pekerjaan terhadap angkatan kerja pada tahun 2014 sebesar 7,76 persen

Statistik Ketahanan Sosial Kota Semarang Tahun 201 4

28

sedangkan pada tahun 2013 sebesar 5,96 persen. Bila dirinci menurut jenis
kelamin, TPT laki-laki mengalami peningkatan yakni dari 4,72 menjadi 8,00
padatahun 2014, kondisi sebaliknya terjadi pada TPT perempuan yakni dari 7,63
pada tahun 2013 menjadi 7,42 pada tahun 2014.
Indikator tersebut menunjukkan bahwa jumlah penduduk perempuan yang
masuk kedalam pasar kerja semakin menurun pada Tahun 2014, dengan tingkat
penyerapan tenaga kerja perempuan yang menurun pula.

3.4. Pendidikan
Kondisi sumber daya manusia dibidang pendidikan juga menjadi salah
satu faktor yang ikut berpengaruh terhadap ketahanan wilayah/sosial
masyarakatnya. Sebagai contoh semakin lama penduduk/anggota masyarakat
menuntut ilmu/sekolah, semakin tinggi pemahamannya akan unsur kehidupan
yang ada, sehingga diharapkan semakin arif dan bijaksana mereka hidup antar
sesama. Dengan asumsi bahwa
memperoleh

semakin lama penduduk suatu wilayah

pendidikan/bersekolah,

ketahanan

wilayah/sosialnya

relatif

semakin baik, maka indikator pendidikan yang dianggap relevan dengan
ketahanan sosial adalah angka partisipasi sekolah, baik itu angka partisipasi
kasar (APK) maupun angka partisipasi murni (APM), kemudian angka buta
huruf, dan tingkat pendidikan tertinggi yang ditamatkan.
Indikator partisipasi sekolah termasuk dalam indikator proses yang dalam
pembahasan disini diantaranya adalah Angka Partisipasi Kasar (APK) dan
Angka Partisipasi Murni (APM).

APK adalah indikator untuk mengukur

proporsi anak sekolah pada suatu jenjang pendidikan tertentu dalam kelompok
umur yang sesuai dengan jenjang pendidikan tersebut. APK memberikan

Statistik Ketahanan Sosial Kota Semarang Tahun 201 4

29

gambaran secara umum tentang banyaknya anak yang sedang/telah menerima
pendidikan pada jenjang tertentu. Sedangkan APM adalah indikator yang
menunjukkan proporsi anak sekolah pada satu kelompok umur tertentu yang
bersekolah pada tingkat yang sesuai dengan kelompok umurnya.
Tabel 6.

Nilai APK, APM Menurut Jenjang Pendidikan Tahun 2014

Uraian

SD

SLTP

SLTA

(1)

(2)

(3)

(4)

APK

102,97

109,28

66,92

APM

91,14

89,19

60,09

Sumber : BPS Kota Semarang

Tabel 7.

Banyaknya Sekolah, Murid dan Guru Menurut Jenjang
Pendidikan Kota Semarang Tahun 2014

Uraian

SD/MI

SLTP/MTs

SLTA/MA

(1)

(2)

(3)

(4)

1. Sekolah
2. Jumlah Murid
3. Guru
4. Rasio Murid-Guru

604

216

185

152.229

75.575

72.408

7.898

5.256

6.338

18

14

11

Sumber : Dinas Pendidikan Kota Semarang

Statistik Ketahanan Sosial Kota Semarang Tahun 201 4

30

Gambar 6.

Banyaknya Sekolah, Murid dan Guru Menurut Jenjang
Pendidikan Kota Semarang Tahun 2014

160.000
140.000
120.000
100.000
80.000
60.000
40.000
20.000
0
Sekolah

Jumlah Murid

SD/MI

SLTP/MTs

Guru

Rasio Murid-Guru

SLTA/MA

Secara umum, ketahanan sosial masyarakat kota Semarang di bidang
pendidikan relatif baik. Hal ini ditunjukkan dengan angka rasio Murid-Guru di
Kota Semarang. Pada tahun 2014 Rasio Murid Guru di Kota Semarang untuk
jenjang pendidikan SD/MI sebesar 18 yang berarti satu orang guru rata-rata
mengajar 18 murid, sedangkan tingkat SLTP/MTs secara rata-rata seorang guru
menangani 14 murid dan tingkat SLTA/MA secara rata-rata seorang guru
menangani 11 murid.

Statistik Ketahanan Sosial Kota Semarang Tahun 201 4

31

Gambar 7.

Persentase Penduduk Usia 10 Tahun ke Atas Menurut
Pendidikan Yang Ditamatkan Kota Semarang Tahun 2014

D4/S1/S2/S3, 9,37
D1/D2/D3, 5,00

Tidak Punya Ijazah
SD, 6,70

SLTA, 40,97

SD, 16,04

SLTP, 21,92

Kualitas sumber daya manusia secara spesifik dapat dilihat pada tingkat
pendidikan yang ditamatkan. Pada tahun 2014 persentase penduduk umur 10
tahun keatas yang berpendidikan SLTP keatas telah mencapai 77,25 persen,
terjadi sedikit peningkatan bila dibandingkan dengan keadaan tahun 2013
sebesar 74,99 persen. Indikator ini juga sering digunakan dalam menghitung
angka Indeks Pembangunan Manusia yang didekati dengan rata-rata lama
sekolah.

Statistik Ketahanan Sosial Kota Semarang Tahun 201 4

32

3.5. Kesehatan
Kondisi sumber daya manusia dibidang kesehatan juga ikut andil dalam
melihat kondisi ketahanan wilayah/sosial penduduk di suatu wilayah tertentu.
Keadaan kesehatan penduduk pada suatu saat dapat digunakan untuk
memberikan gambaran tentang status kesehatan penduduk pada umumnya.
Kondisi kesehatan yang dalam hal ini diwakili dengan indikator angka kesakitan
merupakan resultan dari berbagai aspek/kondisi yang dirasakan/dialami oleh
masyarakatnya secara umum, yang dengan demikian dapat menjadi salah satu
indikator yang baik untuk menggambarkan kondisi ketahanan wilayah/
sosialnya.
Pada tahun 2014 status kesehatan penduduk

tergambar dari angka

kesakitan (persentase penduduk yang mempunyai keluhan kesehatan) yang
mencapai 33,49 persen. Angka ini menunjukkan bahwa hampir dari sepertiga
penduduk Kota Semarang pernah mengalami keluhan kesehatan. Keluhan
kesehatan tersebut meliputi beberapa penyakit antara lain: panas, batuk, pilek,
asma/sesak nafas, diare/buang-buang air, sakit kepala berulang, sakit gigi, dan
lainnya.
Tabel 8.

Persentase Penduduk Yang Pernah Mengalami Keluhan
Kesehatan

Jenis Kelamin

Tahun 2013

Tahun 2014

(1)

(2)

(3)

1. Laki-laki

29,03

31,26

2. Perempuan

32,40

35,63

3. Laki-laki + Perempuan

30,74

33,49

Sumber : BPS Kota Semarang
Statistik Ketahanan Sosial Kota Semarang Tahun 201 4

33

Tabel diatas memperlihatkan bahwa jumlah penduduk yang memiliki
keluhan kesehatan di tahun 2013 lebih sedikit dibandingkan dengan tahun
sebelumnya.

3.6. Sosial Budaya
Dalam kurun waktu sejarah telah tercatat bahwa Semarang telah mampu
berkembang sebagai transformasi budaya, baik yang bersifat religi, tradisi,
teknologi maupun aspirasi yang semuanya itu merupakan daya penggerak yang
sangat besar nilainya dalam memberi corak serta memperkaya kebudayaan,
kepribadian dan kebanggaan daerah yang pada gilirannya akan mempengaruhi
ketahanan wilayah/sosial masyarakatnya. Nilai-nilai agama yang universal dan
abadi sifatnya merupakan salah satu aspek bagi kehidupan dan kebudayaan
bangsa. Kota Semarang memiliki iklim yang kondusif bagi perkembangannya
berbagai ragam agama, khususnya dalam hal toleransi antar umat beragama.
Dari berbagai agama yang ada, data kementrian agama menunjukkan
sebagian besar penduduk Kota Semarang memeluk agama Islam 1.325.851
orang atau 83,65 persen, kemudian yang memeluk agama Kristen Katholik
sebesar 116.440 orang atau 7,35 persen, agama Kristen Protestan sebesar
111.373 orang atau 7,03 persen, agama Budha sebanyak 18.432 orang atau 1,16
persen dan pemeluk agama Hindu sebesar 10.526 orang atau 0,66 persen.

Statistik Ketahanan Sosial Kota Semarang Tahun 201 4

34

Keberagaman ini diakomodir dengan penyediaan fasilitas Tempat Ibadah
sesuai Tabel berikut:
Tabel 9.

Banyaknya Tempat Ibadah Di Kota Semarang
Banyaknya

Kecamatan
(1)

Masjid

Langgar /
Mushola /
Surau

Gereja /
Kapel

Vihara /
Kuil / Pura

(2)

(3)

(4)

(5)

010. Mijen

69

140

15

1

020. Gunungpati

94

223

4

2

030. Banyumanik

115

121

33

1

040. Gajahmungkur

57

61

17

1

050. Smg. Selatan

59

53

21

2

060. Candisari

50

44

12

1

070. Tembalang

110

196

20

0

080. Pedurungan

123

203

17

3

090. Genuk

54

240

6

0

100. Gayamsari

54

62

8

0

110. Smg. Timur

39

87

22

6

120. Smg. Utara

54

106

29

0

130. Smg. Tengah

28

71

18

17

111

87

50

4

150. Tugu

18

86

1

0

160. Ngaliyan

96

151

14

0

1.131

1.931

287

38

140. Smg. Barat

Jumlah / Total
Sumber : BPS Kota Semarang

Statistik Ketahanan Sosial Kota Semarang Tahun 201 4

35

BAB IV
STATISTIK KETAHANAN
EKONOMI

Statistik Ketahanan Sosial Kota Semarang Tahun 201 4

BAB IV
STATISTIK KETAHANAN EKONOMI

Kondisi perekonomian sebagai salah satu faktor yang berpengaruh
terhadap ketahanan wilayah/sosial masyarakat yang ada didalamnya. Kondisi
perekonomian yang dimaksud adalah kondisi yang mencerminkan stabilitas
ekonomi, pertumbuhan ekonomi dan pendapatan perkapita serta kemiskinan.
Keempat hal tersebut dimanifestasikan dengan beberapa indikator yang relevan,
diantaranya untuk stabilitas ekonomi diwakili dengan angka inflasi, tingkat
pertumbuhan ekonomi dilihat dengan tingkat pertumbuhan Produk Domestik
Regional Bruto (PDRB) termasuk didalamnya pendapatan perkapita dan jumlah
rumah tangga miskin yang mencerminkan ketahanan sosial dari masyarakat
Kota Semarang.

4.1. Tingkat Inflasi
Tingkat inflasi merupakan sisi lain untuk melihat kondisi perekonomian.
Perubahan harga yang terjadi dari waktu ke waktu menunjukkan stabilitas
ekonomi suatu wilayah. Dalam kenyataannya naik turunnya inflasi lebih banyak
dipengaruhi oleh faktor kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM), kenaikan
tarif jasa-jasa publik dan pola konsumsi masyarakat pada periode tertentu serta
pengaruh spekulan. Tingkat inflasi yang tinggi dan tak terkendali akan
merugikan perekonomian suatu negara, yang pada akhirnya menimbulkan
kesulitan ekonomi bagi rakyat secara keseluruhan, dan pada gilirannya akan
berpengaruh terhadap kondisi ketahanan wilayah/sosial masyarakatnya.

Statistik Ketahanan Sosial Kota Semarang Tahun 201 4

37

Gambar 8.

Laju Inflasi Nasional dan Kota Semarang

18,00
16,00
14,00
12,00
10,00
8,00
6,00

4,00
2,00
0,00

2005

2006

2007

2008

2009

2010

2011

2012

2013

2014

Semarang 16,46

6,08

6,75

10,34

3,19

7,11

2,87

4,85

8,19

8,53

Nasional

6,60

6,59

11,06

2,78

6,96

3,79

4,30

8,38

8,36

17,11

Semarang

Nasional

Laju inflasi selama 3 tahun terakhir meningkat hampir dua kali tahun
lipat, inflasi tahun 2012 sebesar 4,85 persen, dan tahun 2013 meningkat menjadi
8,19 persen dan terakhir tahun 2014 meningkat menjadi 8,53 persen. Hal yang
sama terjadi untuk inflasi di tingkat nasional yang ternyata di tahun 2014 sedikit
lebih rendah dari tahun sebelumnya, yaitu 8,38 persen di tahun 2013 menjadi
8,36 persen di tahun 2014.
Apabila dibandingkan dengan laju inflasi Nasional, inflasi Kota Semarang
selama periode 2010 – 2014 cenderung lebih tinggi kecuali pada periode 2011
dan 2013. Pada tahun tersebut angka inflasi Kota Semarang sebesar 2,87 dan
8,19 persen lebih besar bila dibandingkan dengan inflasi nasional sebesar 3,79
dan 8,38 persen. Sedangkan pada tahun 2010, 2012 dan 2014 angka inflasi Kota
Semarang lebih tinggi nilainya dibandingkan dengan angka inflasi Nasional,
Statistik Ketahanan Sosial Kota Semarang Tahun 201 4

38

yaitu 7,11; 4,85 dan 8,53 untuk Kota Semarang dan 6,96; 4,30 dan 8,36 untuk
Nasional.
Selama tahun 2014 inflasi tertinggi terjadi pada bulan desember yaitu
sebesar 2,40 persen. Hal ini lebih dipicu oleh naiknya permintaan bahan
makanan untuk persiapan hari raya agama dan tahun baru. Inflasi pada bulan
tersebut terjadi karena adanya kenaikan harga yang cukup tinggi oleh naiknya
indeks pada kelompok bahan makanan; kelompok sandang; kelompokan
pendidikan, rekreasi, dan olahraga; dan kelompok transpor, komunikasi dan jasa
keuangan. Secara umum dalam hal kestabilan harga Kota