Gambaran Kejadian Asfiksia Neonatorum di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan Tahun 2010-2012

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1.

Latar Belakang
Kemampuan pelayanan kesehatan suatu negara ditentukan dengan

perbandingan tinggi rendahnya angka kematian ibu dan angka kematian perinatal.
Dikemukakan bahwa angka kematian perinatal lebih mencerminkan kesanggupan
satu negara untuk memberikan pelayanan kesehatan (Manuaba, 1998). Masih
tingginya Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB)
menunjukkan kondisi derajat kesehatan masyarakat di Indonesia saat ini masih
memprihatinkan.
Angka Kematian Ibu (AKI) menggambarkan jumlah wanita yang
meninggal dari suatu penyebab kematian terkait dengan gangguan kehamilan atau
penanganannya selama kehamilan, melahirkan, dan dalam masa nifas (42 hari
setelah melahirkan) tanpa memperhitungkan lama kehamilan per 100.000
kelahiran hidup. AKI mengacu pada jumlah kematian ibu yang terkait dengan
masa kehamilan, persalinan, dan nifas. Berdasarkan data Survey Demografis dan
Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2007, AKI di Indonesia sebesar 228 per

100.000 kelahiran hidup. Angka tersebut masih tinggi bila dibandingkan dengan
AKI negara Asia lainnya, yang berarti kemampuan untuk memberikan pelayanan
kesehatan masih memerlukan perbaikan yang bersifat menyeluruh dan lebih
bermutu (Manuaba, 1998).
Angka Kematian Bayi (AKB) juga menjadi salah satu indikator penting
dalam menentukan derajat kesehatan masyarakat. AKB adalah jumlah kematian
bayi (0-12 bulan) per 1.000 kelahiran hidup dalam kurun waktu 1 tahun.
Kesehatan bayi merupakan salah satu parameter/ukuran penting kesehatan
nasional karena variabel itu berkaitan dengan berbagai faktor antara lain,
kesehatan ibu, mutu akses ke layanan medis, kondisi sosioekonomi dan praktik
kesehatan masyarakat (Rachmawati dkk, 2011). Di Indonesia, tercatat bahwa
AKB sebesar 34 per 1.000 kelahiran hidup (SDKI, 2007). Berdasarkan hasil Riset
Kesehatan Dasar tahun 2007, tiga penyebab utama kematian perinatal di Indonesia

Universitas Sumatera Utara

adalah gangguan pernapasan/ respiratory disorders (35,9%), prematuritas
(32,4%), dan sepsis neonatorum (12,0%) (Depkes, 2008).
Asfiksia neonatorum adalah suatu keadaan dimana bayi baru lahir gagal
bernapas spontan dan teratur segera setelah lahir. Keadaan tersebut akan disertai

dengan keadaan hipoksia, hiperkapnea, dan berakhir dengan asidosis (Ilyas,
1994). Asfiksia merupakan salah satu penyebab morbiditas dan mortalitas bayi
baru lahir dan akan membawa berbagai dampak pada periode neonatal (Radityo,
2011). Diperkirakan bahwa sekitar 23% dari seluruh angka kematian neonatus di
seluruh dunia disebabkan oleh asfiksia neonatorum dengan proporsi lahir mati
yang lebih besar (Depkes, 2007). Laporan dari World Health Organization
(WHO) menyebutkan bahwa sejak tahun 2000-2003 asfiksia menempati urutan
ke-6, yaitu sebanyak 8%, sebagai penyebab kematian anak diseluruh dunia setelah
pneumonia, malaria, sepsis neonatorum, dan kelahiran prematur. Di Indonesia,
angka kejadian asfiksia di Rumah Sakit Propinsi Jawa Barat ialah 25,2%, dan
angka kematian karena asfiksia di rumah sakit rujukan propinsi di Indonesia
sebesar 41,94% (Dharmasetiawani, 2008).
Menurut Fahrudin (2003), faktor resiko yang berpengaruh terhadap
kejadian asfiksia neonatorum adalah usia ibu, status kunjungan antenatal care,
riwayat obstetri, kelainan letak janin, ketuban pecah dini, persalinan lama, berat
lahir bayi, dan tindakan sectio caesarea. Asfiksia akan menyebabkan keadaan
hipoksia dan iskemia pada bayi. Hal ini berakibat kerusakan pada beberapa
jaringan dan organ dalam tubuh. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh
Mohan (2000) bahwa kerusakan organ ini sebagian besar terjadi pada ginjal
(50%), sistem syaraf pusat (28%), sistem kardiovaskular (25%), dan paru (23%).

Asfiksia perinatal masih merupakan penyebab utama morbiditas dan
mortalitas pada bayi baru lahir di negara berkembang maupun di negara maju. Di
negara maju angka kejadian asfiksia berkisar antara 1-1,5% dan berhubungan
dengan masa gestasi dan berat lahir (Snyder dan Cloherty, 1998). Di negara
berkembang angka kejadian bayi asfiksia lebih tinggi dibandingkan di negara
maju karena pelayanan antenatal care yang masih kurang memadai (Manoe,

Universitas Sumatera Utara

2003). Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk meneliti gambaran kejadian asfiksia
pada bayi baru lahir.

1.2

Rumusan Masalah
“Bagaimanakah gambaran kejadian asfiksia neonatorum di Rumah Sakit

Umum Pusat Haji Adam Malik Medan tahun 2010-2012?”

1.3


Tujuan Penelitian

1.3.1

Tujuan Umum
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui gambaran kejadian asfiksia

neonatorum di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan tahun 20102012.
1.3.2

Tujuan Khusus
Yang menjadi tujuan khusus dalam penelitian ini adalah untuk:

a. Untuk mengetahui distribusi frekuensi bayi yang mengalami asfiksia di
RSUP Haji Adam Malik Medan pada tahun 2010-2012 berdasarkan jenis
kelamin, berat badan lahir, dan usia kehamilan
b. Untuk mengetahui distribusi frekuensi bayi yang mengalami asfiksia di
RSUP Haji Adam Malik Medan pada tahun 2010-2012 berdasarkan skor
APGAR

c. Untuk mengetahui distribusi frekuensi bayi yang mengalami asfiksia di
RSUP Haji Adam Malik Medan pada tahun 2010-2012 berdasarkan cara
persalinan
d. Untuk mengetahui distribusi frekuensi bayi yang mengalami asfiksia di
RSUP Haji Adam Malik Medan pada tahun 2010-2012 berdasarkan status
paritas dan umur ibu

Universitas Sumatera Utara

1.4

Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk:
a. Untuk meningkatkan pengetahuan dan wawasan peneliti khususnya
tentang asfiksia yang terjadi pada bayi baru lahir.
b. Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi tenaga medis agar lebih
meningkatkan fasilitas kesehatan dan menyediakan sarana kesehatan yang
lebih lengkap dan efektif untuk tindakan resusitasi.
c. Menjadi data awal untuk penelitian-penelitian selanjutnya.


Universitas Sumatera Utara