Prevalensi Karsinoma Hepatoseluler di Rumah Sakit Haji Adam Malik Medan pada tahun 2009-2012
Profil Penderita Karsinoma Hepatoseluler di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan pada Tahun 2009 -2012
Oleh:
ASRI MERLIN CLAUDIA BUTAR BUTAR 100100328
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN 2013
(2)
Profil Penderita Karsinoma Hepatoseluler di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan pada Tahun 2009 -2012
KARYA TULIS ILMIAH
Karya Tulis Ilmiah ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh kelulusan sarjana kedokteran
Oleh:
ASRI MERLIN CLAUDIA BUTAR BUTAR 100100328
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN 2013
(3)
(4)
HALAMAN PERSETUJUAN
Karya Tulis Ilmiah
Prevalensi Karsinoma Hepatoseluler di Rumah Sakit Umum Pusat
Haji Adam Malik Medan pada Tahun 2009 -2012
Yang dipersiapkan oleh :
ASRI MERLIN CLAUDIA BUTAR BUTAR
100100328
Hasil Karya Tulis Ilmiah ini telah diperiksa dan disetujui untuk dilanjutkan ke seminar hasil
Medan, Desember 2013
Disetujui,
Dosen Pembimbing
(5)
ABSTRAK
Karsinoma Hepatoseluler adalah tumor ganas hati primer yang berasal dari hepatosit dan penyebab kematian ke -3 akibat kanker di dunia. Sebagian besar dengan faktor risiko infeksi kronis virus hepatitis B dan C.
Untuk mengetahui prevalensi karsino ma hepatoseluler di Rumah Sakit Haji Adam Malik Medan telah dilakukan penelitian desk riptif dengan desain cross sectional. Populasi adalah data penderita karsinoma hepatoseluler yang dirawat di Rumah Sakit Haji Adam Malik Medan periode 1 Januari 2009 -31 Desember 2012 yaitu 153 orang. Sampel adalah seluruh populasi (total sampling).
Prevalensi penderita karsinoma hepatoseluler proporsi terbanyak pada kelompok umur 40-60 tahun yaitu 89 pasien (58,2%) , pada penelitian ini jenis kelamin terbanyak pada laki-laki 120 pasien (78,4%), tidak ada riwayat keluarga 129 pasien (84,3%), pekerjaan petani 47 pasien( 30,7%), suku Batak 78 pasien (51%), tidak ada kejelasan tentang pola hidup 98 pasien (64,1%) dan mortalitas karsinoma hepatoseluler yang masih hidup 130 pasien (85%).
Penderita karsinoma hepatoseluler sering ditemukan pada stadium lanjut maka perlu dilakukan deteksi secara dini terhadap orang yang berisiko dengan pemeriksaan USG dan AFP. Apabila ditemukan kanker segera mendapat penanganan dan pengobatan di tempat pelayanan kesehatan sehingga jumlah kematian akibat karsinoma hepatoseluler dapat dikurangi. Selain itu dapat melakukan pencegahan untuk menghindari terkenanya karsinoma hepatoseluler yaitu dengan vaksinasi yang dilakukan sejak usia dini dimana terbukti efektif dan aman dalam hal mencegah timbulnya virus hepatitis B di tubuh dan mengatur pola hidup yang sehat menghindari mengkonsumsi alkohol terutama bila mengkon sumsi dalam jumlah banyak dan jangka waktu lama.
(6)
ABSTRACT
Hepatocelluler carcinoma is primary neoplasms of the liver from hepatosit and become the third factor of mortality in the world caused by cancer.The highest risk factor of hepatocellular carcinoma are HBV and HCV.
In order to know the prevalence of hepatocellular carcinoma who are hospitalized in Haji Adam Malik Hospital Medan, descriptive study has been done by using a cross sectional design. The population were 153 patients who were suffering from hepatocellular carcinoma which were hospitalized in Haji Adam Malik Hospital Medan in period 01 January 2009 - 31 December 2012. The sample is total sampling.
Prevalence of hepatocellular carcinoma the highest proportion of the patient is at age 40-60 years that counts 89 patients (58,2%), in this study the highest sex that is male 120 patients (78,4%), have no history of hepatocellular carcinoma 129 patients (84,3%), farmer 47 patients (30,7%), Batak ethnic 78 patients (51%), there is no clarity about the lifestyle 98 patients (64,1%) and mortality of hepatocellular still alive 130 patients (85%).
The patient of hepatocellular carcinoma is frequently found in advanced stadium and there shoul be early detection to those high ris k patients by undergo USG and AFP examination. When the cancer is found, then there shoul be prompt treatment in order to decrease mortality rate. Moreover, can take precautions to avoid involvement with hepatocellular carcinoma that vaccination is done at an early age which proved to be effective and safe in preventing hepatitis B virus in the body and set a healthy lifestyle to avoid consuming alcohol, especially when consumed in large quantities and with a long period.
(7)
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur saya ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas kasih dan anugerah-Nya sehingga penulis mampu menyelesaikan karya tulis dengan judul
“Prevalensi Karsinoma Hepatoseluler di Rumah Sakit Haji Adam Malik Medan pada tahun 2009-2012”. Karya tulis ini merupakan sala h satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
Di dalam penulisan Karya Tulis Ilmiah ini ternyata penulis mendapatkan banyak bantuan baik da ri sei moral, material dan spiritual dari berbagi pihak. Pada kesempatan kali ini penulis mengucapkan terima kasih atas bimbingan, dan arahan kepada :
1) Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, Prof. dr . Gontar A.Siregar,Sp.PD. KGEH atas izin p enelitian yang telah diberikan.
2) dr.H.Soekimin,Sp.PA selaku dosen pembimbing saya yang telah memberikan bantuan, bimbingan dan pengarahan kepada penulis selama menyelesaikan penulisan Karya Tulis Ilmiah ini.
3) dr. Christoffel L.Tobing, Sp.OG dan dr. Putri Amelia M.ked(Ped), Sp.A selaku dosen penguji saya yang banyak memberikan kritik dan saran yang membangun dalam penulisan karya tulis ilmiah ini.
4) Kedua orang tua saya, Ir. Marisi Butar butar dan Riama Hutagalung serta Hardika Butar butar sebagai adik atas doa dan dukungannya.
5) Rekan-rekan sejawat stambuk 20 10, terutama Nelfi Disya Amalia,Handalia elmazane,Liza Khairi,Nopita Khairani,Ivo Anjani dan teman lain yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu yang banyak mendukung dalam doa, member i semangat dan motivasi dalam penyelesaian skripsi ini dan persahabatan yang selama ini terjalin.
(8)
Penulis menyadari masih memiliki banyak terdapat kekurangan dari penulisan Karya Tulis Ilmiah ini, oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun demi perbaikan dan kesempurnaan karya tulis ini. Semoga karya tulis ini dapat memberikan manfaat bagi para pembaca .
Medan, Desember 2013
Peneliti
(9)
DAFTAR ISI
Halaman
Halaman Persetujuan ... i
Abstrak... ii
Abstrack ... iii
Kata Pengantar ... iv
Daftar Isi ... vi
Daftar Tabel ... viii
Daftar Gambar ... ix
Daftar Singkatan ... x
Daftar Lampiran ... xi
BAB 1 PENDAHULUAN ... 1
1.1. Latar Belakang ... 1
1.2. Rumusan Masalah ... 2
1.3. Tujuan Penelitian ... 2
1.3.1. Tujuan Umum ... 2
1.3.2. Tujuan Khusus ... 3
1.4. Manfaat Penelitian ... 3
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 5
2.1. Definisi Karsinoma Hepatoseluler(Hepatoma) ... 5
2.2. Anatomi dan fungsi Hati ... 5
2.2.1. Anatomi Hati ... 5
2.2.2. Fungsi Hati ... 6
2.3. Epidemiologi dan Karakter Klinis ... 7
2.3.1. Karakter Klinis ... 9
2.4. Etiologi ... 9
2.4.1. Virus Hepatitis B(HBV) ... 9
2.4.2. Virus Hepatitis C(HCV)... 10
2.4.3. Sirosis Hati ... 10
2.4.4. Aflaktosin ... 10
2.4.5. Alkohol ... 11
2.5. Patogenesis ... 11
2.6. Patologi ... 13
2.7. Stadium Klinis... 14
2.8. Diagnosis ... 14
2.8.1. Anamnesis ... 15
2.8.2. Pemeriksaan fisik ... 15
(10)
2.9. Terapi ... 17
2.9.1. Reseksi Hepatik ... 17
2.9.2. Transplantasi Hati ... 18
2.9.3. Ablasi Tumor Perku tan ... 18
2.9.4. Terapi Paliatif ... 19
2.10. Prognosis ... 19
2.11. Pencegahan ... 20
2.11.1. Pencegahan Primordial ... 20
2.11.2. Pencegahan Primer ... 20
2.11.3. Pencegahan Sekunder ... 20
BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERATIONAL ... 21
3.1. Kerangka Konsep ... 21
3.2. Definisi Operasional ... 21
BAB 4 METODE PENELITIAN ... 25
4.1. Jenis Penelitian... 25
4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 25
4.3. Subjek Penelitian ... 25
4.4. Metode Pengumpulan Data ... 26
4.5. Metode Pengolahan dan Analisa Data ... 26
BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 27
5.1. Hasil Penelitian ... 27
5.1.1. Lokasi Penelitian ... 27
5.1.2. Karakteristik Sampel ... 27
5.1.2.1. Karakteristik Sampel berdasarkan usia ... 28
5.1.2.2. Karakteristik Samp el berdasarkan jenis kelamin ... 28
5.1.2.3. Karakteristik Sampel berdasarkan riwayat keluarga 29 5.1.2.4. Karakteristik Sam pel berdasarkan pekerjaan ... 29
5.1.2.5. Karakteristik Sampel berdasarkan suku ... 30
5.1.2.6. Karakteristik S ampel berdasarkan pola hidup ... 30
5.1.2.7. Karakteristik S ampel berdasarkan mortalitas ... 31
5.2. Pembahasan... 31
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ... 36
6.1 Kesimpulan ... 36
6.2 Saran ... 36
DAFTAR PUSTAKA ... 38 LAMPIRAN
(11)
DAFTAR TABEL
Tabel 5.1 Karakteristik Sampel Berdasarkan Usia Penderita ... 28
Tabel 5.2 Karakteristik Sampel Berdasarkan Jenis Kelamin ... 28
Tabel 5.3 Karakteristik Sampel Berdasarkan Riwayat Keluarga ... 29
Tabel 5.4 Karakteristik Sampel Berdasarkan Pekerjaan ... 29
Tabel 5.5 Karakteristik Sampel Berdasarkan Suku ... 30
Tabel 5.6 Karakteristik S ampel Berdasarkan Pola Hidup ... 30
(12)
DAFTAR GAMBAR
No. Judul Halaman
2.1. Gambar grafik Diagnosis Tahunan K arsinoma Hepatoselular .. 8 2.2. Gambar Ultrasonografi (USG) Abdomen ... 16
(13)
DAFTAR SINGKATAN
AFB1 Alfaktosin B1
AFP Alfa-Fetoprotein
DNA Deoxyribose Nuclei Acid
HBV Hepatitis B Virus
HCC Hepatocelullar Carcinoma
HCV Hepatitis C Virus
KHS Karsinoma Hepato Seluler
PEI Percutan Ethanol Injection
RFA Radiofrequency ablation
TAE/TACE Trans Arterial Embolization/ Chemo Embolization
(14)
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Daftar Riwayat Hidup Lampiran 2. Ethical Clearence Lampiran 3. Surat Izin Penelitian Lampiran 4. Data Induk Penelitian Lampiran 5. HasilOutputSPPS
(15)
ABSTRAK
Karsinoma Hepatoseluler adalah tumor ganas hati primer yang berasal dari hepatosit dan penyebab kematian ke -3 akibat kanker di dunia. Sebagian besar dengan faktor risiko infeksi kronis virus hepatitis B dan C.
Untuk mengetahui prevalensi karsino ma hepatoseluler di Rumah Sakit Haji Adam Malik Medan telah dilakukan penelitian desk riptif dengan desain cross sectional. Populasi adalah data penderita karsinoma hepatoseluler yang dirawat di Rumah Sakit Haji Adam Malik Medan periode 1 Januari 2009 -31 Desember 2012 yaitu 153 orang. Sampel adalah seluruh populasi (total sampling).
Prevalensi penderita karsinoma hepatoseluler proporsi terbanyak pada kelompok umur 40-60 tahun yaitu 89 pasien (58,2%) , pada penelitian ini jenis kelamin terbanyak pada laki-laki 120 pasien (78,4%), tidak ada riwayat keluarga 129 pasien (84,3%), pekerjaan petani 47 pasien( 30,7%), suku Batak 78 pasien (51%), tidak ada kejelasan tentang pola hidup 98 pasien (64,1%) dan mortalitas karsinoma hepatoseluler yang masih hidup 130 pasien (85%).
Penderita karsinoma hepatoseluler sering ditemukan pada stadium lanjut maka perlu dilakukan deteksi secara dini terhadap orang yang berisiko dengan pemeriksaan USG dan AFP. Apabila ditemukan kanker segera mendapat penanganan dan pengobatan di tempat pelayanan kesehatan sehingga jumlah kematian akibat karsinoma hepatoseluler dapat dikurangi. Selain itu dapat melakukan pencegahan untuk menghindari terkenanya karsinoma hepatoseluler yaitu dengan vaksinasi yang dilakukan sejak usia dini dimana terbukti efektif dan aman dalam hal mencegah timbulnya virus hepatitis B di tubuh dan mengatur pola hidup yang sehat menghindari mengkonsumsi alkohol terutama bila mengkon sumsi dalam jumlah banyak dan jangka waktu lama.
(16)
ABSTRACT
Hepatocelluler carcinoma is primary neoplasms of the liver from hepatosit and become the third factor of mortality in the world caused by cancer.The highest risk factor of hepatocellular carcinoma are HBV and HCV.
In order to know the prevalence of hepatocellular carcinoma who are hospitalized in Haji Adam Malik Hospital Medan, descriptive study has been done by using a cross sectional design. The population were 153 patients who were suffering from hepatocellular carcinoma which were hospitalized in Haji Adam Malik Hospital Medan in period 01 January 2009 - 31 December 2012. The sample is total sampling.
Prevalence of hepatocellular carcinoma the highest proportion of the patient is at age 40-60 years that counts 89 patients (58,2%), in this study the highest sex that is male 120 patients (78,4%), have no history of hepatocellular carcinoma 129 patients (84,3%), farmer 47 patients (30,7%), Batak ethnic 78 patients (51%), there is no clarity about the lifestyle 98 patients (64,1%) and mortality of hepatocellular still alive 130 patients (85%).
The patient of hepatocellular carcinoma is frequently found in advanced stadium and there shoul be early detection to those high ris k patients by undergo USG and AFP examination. When the cancer is found, then there shoul be prompt treatment in order to decrease mortality rate. Moreover, can take precautions to avoid involvement with hepatocellular carcinoma that vaccination is done at an early age which proved to be effective and safe in preventing hepatitis B virus in the body and set a healthy lifestyle to avoid consuming alcohol, especially when consumed in large quantities and with a long period.
(17)
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar belakang
Karsinoma hepatoseluler (hepatocellular carcinoma = HCC) merupakan tumor ganas primer pada hati yang berasal dari sel -sel hepatosit. Dalam dasawarsa terakhir terjadi perkembangan yang cukup berarti menyangkut karsinoma hepatoseluler, antara lain perkembangan pada modalitas terapi yang memberikan harapan untuk sekurang-kurangnya perbaikan pada kualitas hidup (Hussodo, 2009).
Di Indonesia HCC ditemukan tersering pada median umur 50 dan 60 tahun dengan predominasi pada laki -laki. Rasio antara kasus laki -laki dan perempuan berkisar antara 2-6 : 1. HCC meliputi 5,6% dari seluruh kasus kanker serta menempati peringkat kelima pada l aki-laki dan kesembilan pada perempuan sebagai kanker tersering di dunia (Hussodo, 2009).
Tingkat kematian HCC juga sangat tinggi menempati urutan kedua setelah kanker pankreas. Tingkat kekerapan tertinggi tercatat di Asia Timur dan Tenggara serta di Afrika Tengah sedangkan terendah di Eropa Utara, Amerika Tengah, Australia dan Selandia Baru. Sekitar 80% dari kasus di dunia berada di Negara berkembang seperti Asia Timur dan Asia Tenggara serta Afrika Tengah yang diketahui sebagai wilayah dengan prevalens i tinggi hepatitis virus. Di Amerika Serikat sekitar 80%-90% dari tumor ganas hati primer adalah hepatoma. Angka kejadian tumor ini di Amerika Serikat hanya sekitar 2% dari seluruh karsinoma yang ada. Sebaliknya di Afrika dan Asia hepatoma adalah karsinoma yang paling sering ditemukan dengan angka kejadian 100/100.000 populasi (Singgih B, 2006).
Berdasarkan data profil Depkes tahun 2005, dari sepuluh peringkat utama penyakit neoplasma ganas pada pasien rawat inap di beberapa rumah sakit di Indonesia. Urutan pertama adalah kanker payudara dengan proporsi sebesar 16,9% (7.884 kasus) urutan kedua kanker leher rahim dengan proporsi sebesar 10,9% (5.069
(18)
kasus) dan hepatoma menduduki urutan ketiga dengan proporsi sebesar 9% (4.177 kasus) (Depkes RI, 2005) .
Ada beberapa faktor berperan yang sebagai penyebab karsinoma hepatoseluler yaitu antara lain meliputi Alflatoksin, Infeksi virus hepatitis B, Infeksi virus hepatitis C, Sirosis Hati dan Alkohol. Sedangkan faktor resiko lain yang berperan menimbulkan HCC adalah penyakit hati autoimun, penyakit hati metabolik, zat -zat senyawa kimia (Singgih B, 2006).
Hepatitis virus kronik merupakan faktor risiko timbulnya tumor hepatoma. Virus penyebabnya adalah virus hepatitis B dan C . Bayi dan anak kecil yang terinfeksi virus ini lebih cenderung menderita hepatitis virus kronik daripada dewasa yang terinfeksi virus ini pertama kalinya.
Virus hepatitis B atau C merupakan penyebab 88 % pasien terinfeksi hepatoma. Virus ini mempunyai hubungan yang erat dengan timbulnya hepa toma. Karsinoma hepatoseluler seringkali tidak terdiagnosis karena gejala karsinoma tertutup oleh penyakit yang mendasari yaitu sirosis hati atau hepatitis kronik.
Karsinoma hepatoseluler jarang ditemukan pada usia muda, kecuali di wilayah yang endemik in feksi hepatitis B virus (HBV) serta banyak terjadi transmisi HBV perinatal. Umumnya di wilayah dengan kekerapan karsinoma hepatoseluler tinggi, umur pasian karsinoma hepatoseluler berkisar 10-20 tahun lebih muda daripada umur pasien karsinoma hepatoseluler di wilayah dengan angka kekerapan karsinoma hepatoseluler rendah (Hussodo, 2009).
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, maka peneliti ingin mengetahui profil penderita karsinoma hepatoselul er di Rumah Sakit Haji Adam Malik Medan Tahun 2009 -2012.
1.3. Tujuan Penelitian
(19)
1.3.1. Tujuan Umum
Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui seberapa banyak karsinoma hepatoseluler di Rumah Sakit Haji Adam Malik Medan pada Tahun 2009-2012.
1.3.2. Tujuan Khususnya
a. Untuk mengetahui gambaran karsinoma hepatoselul er berdasarkan usia b. Untuk mengetahui karakteristik karsinoma hepatoseluler berdasarkan jenis
kelamin
c. Untuk mengetahui karakteristik karsinoma hepatoseluler berdasarkan riwayat keluarga
d. Untuk mengetahui karakteristik karsinoma hepatoseluler berdasarkan pekerjaan
e. Untuk mengetahui karakteristik karsinoma hepatoseluler berdasarkan suku f. Untuk mengetahui karakteristik karsinoma hepatoseluler berdasarkan pola
hidup
g. Untuk mengetahui tingkat mortalitas karsinoma hepatoseluler pada tahun 2009-2012
1.4. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dapat diperoleh dari penelitian ini adalah :
1.4.1 Manfaat Bagi Peneliti
a. Memberikan informasi dan masukan yang bermanfaat tentang angka kejadian dan persentasi karsinoma hepatoselul er di Rumah Sakit Haji Adam Malik Medan.
b. Dapat menambah pengetahuan dan wawasan dalam penulisan karya tulis ilmiah serta menambah pengalaman dalam bidang penelitian khususnya mengenai karsinoma hepatoseluler.
(20)
1.4.2. Bagi Instansi Pendidikan
Sebagai referensi bagi perpustakaan, memberikan tambahan informasi untuk melengkapi bahan pustaka, sebagai bahan masukan dalam proses belajar mengajar.
1.4.3. Bagi Rumah Sakit
Sebagai masukan dan informasi bagi institusi Rumah Sakit Haji Adam Malik Medan tentang profil penderita karsinoma hepatoseluler.
(21)
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi Karsinoma Hepatoselul er (Hepatoma)
Hepatoma disebut juga kanker hati atau karsinoma hepatoselul er atau karsinoma hepato primer. Hepatoma merupakan pertumbuhan sel hati yang tidak normal yang di tandai dengan bertambahnya jumlah sel dalam hati yang memiliki kemampuan membelah/mitosis disertai dengan perubahan sel hati yang menjadi ganas.
Kanker hati sering disebut "penyakit terselubung". Pasien seringkali tidak mengalami gejala sampai kanker pada tahap akhir, sehingga jarang ditemukan dini. Pada pertumbuhan kanker hati , beberapa pasien mungkin mengalami gejala seperti sakit di perut sebelah kanan atas mel uas ke bagian belakang dan bahu, bloating, berat badan, kehilangan nafsu makan, kelelahan, mual, muntah, demam, dan ikterus. Penyakit-penyakit hati lainnya dan masalah-masalah kesehatan juga dapat menyebabkan gejala-gejala tersebut, tapi setiap orang yang mengalami gejala seperti ini harus berkonsultasi dengan dokter (Hussodo, 2006).
Kanker Hati atau Karsinoma Hepato Seluler (KHS) merupakan tumor ganas hati primer yang sering di jumpai di Indonesia. KHS merupakan tumor ganas dengan prognosis yang amat buruk, di mana pada umumnya penderita meninggal dalam waktu 2-3 bulan sesudah diagnosisnya di tegakkan (Misnadiarly, 2007) .
2.2. Anatomi dan fungsi Hati 2.2.1. Anatomi Hati
Hati merupakan organ tubuh yang terbesar dengan berat 1200 -1500 gram. Pada orang dewasa ±1/50 dari berat badannya, sedangkan pada bayi kurang lebih 1/18 dari berat bayi. Posisi organ hati sebagian besar terletak di perut bagian kanan atas dibawah diaphragma.
(22)
Hepar secara anatomis dibagi menjadi pars hepatic dexter dan sinister oleh bidang yang melalui batas perlekatan ligamentum falciforme pada facies diaphragmatica dan oleh fisurra atau fossa sagitalis sinistra pada facies visceralis. Lobus hepatic dexter terbagi menjadi lobus quadratus yang terletak antara vena cava inferior dan ligamentum venosum. Bagian kanan dan kiri hepar dipisahkan oleh bidang anteroposterior yang melalui fossa sagitalis dextra di sebelah kanan bidang tengah ligamnetum falciforme. Dengan demikian lobus quadratus dan separuh lobus caudatus akan termasuk pars hepatic sinistra yang di lurus oleh pembuluh darah dan saluran empedu sebelah kiri (Wibo wo, 2009).
Hati di suplai oleh dua pembuluh darah yaitu :
a. Vena porta hepatica yang berasal dari lambung dan usus, yang kaya akan nutrisi seperti asam amino, monosakarida, vitamin yang larut dalam air dan mineral.
b. Arteri hepatica cabang dari arteri kuliaka yang kaya akan oksigen.
Cabang-cabang pembuluh darah vena porta hepatica dan arteri hepatica mengalirkan darahnya ke sinusoid. Hepatosit menyerap nutrien, oksigen dan zat racun dari darah sinusoid. Di dalam hepatosit zat racun akan di netralkan sedangkan nutrien akan ditimbun atau di bentuk zat baru, dimana zat tersebut akan disekresikan ke peradaran darah tubuh (Wibowo, 2009).
2.2.2. Fungsi Hati
a. Untuk metabolisme protein, lemak, dan karbohidrat. Bergantung kepada kebutuhan tubuh, ketiganya dapat saling dibentuk.
b. Untuk tempat penyimpanan berbagai zat seperti mineral (Cu, Fe) serta vitamin yang larut dalam lemak (vitamin A, D, E, dan K), glik ogen dan berbagai racun yang tidak dapat dikeluarkan dari tubuh (contohnya : pestisida DDT).
(23)
c. Untuk detoksifikasi dimana hati melakukan inaktivasi hormon dan detoksifikasi toksin dan obat.
d. Untuk fagositosis mikroorganisme, eritrosit, dan leukosit ya ng sudah tua atau rusak.
e. Untuk sekresi, dimana hati memproduksi empedu yang berperan dalam emulsifikasi dan absorbsi lemak .
Hepar mensekresi kurang lebih satu liter cairan empedu ke dalam saluran empedu yang terdiri dari pigmen empedu dan asam empedu. yang termasuk pigmen emepedu adalah bilirubin dan biliverdin yang memberi warna tertentu pada feses. Asam empedu yang di bentuk dari kolesterol membantu pencernaan lemak (Wibowo, 2009).
Sel hati biasanya membelah diri untuk mengganti sel yang terluka atau mati karena usia. Semua proses ini berlangsung secara ketat dan rapi di atur oleh gen yang ada dalam tiap sel. Sel kanker di mulai dari sebuah sel yang menyimpang dari pola tersebut di atas. Sel tidak lagi membelah diri secara teratur/rapi, tetapi tumbuh tidak teratur atau tumbuh liar yaitu tumbuh tidak normal (abnormal). Sel abnormal ini kemudian membuat jutaan penggandaan/menggandakan dirinya sendiri atau
“cloning”. Sel-sel ini tidak menjalankan fungsinya secara normal sehingga mengakibatkan fungsi liver menjadi tidak normal karena sel -sel ini hanya bergerak untuk memperbanyak diri yang akhirnya membentuk gumpalan. Gumpalan itu bisa jadi tumor jinak (yang hanya tumbuh secara lokal dan tidak menyebar) (Misnadiarly, 2007).
2.3. Epidemiologi dan Karakter Kl inis
Terdapat perbedaan mencolok dalam frekuensi HCC di berbagai negara di dunia, yang erat kaitannya dengan prevalensi infeksi HBV. Angka insidensi tahunan di Amerika Utara dan Selatan, Eropa utara dan tengah, dan Australia adalah 3 -7 kasus per 100.000 populasi, sedangkan yang insidensinya pertengahan (hingga 20 kasus per 100.000) adalah Negara di sekitar Mediterranea (Hussodo, 2009) .
(24)
Frekuensi tertinggi di temukan di Taiwan, Mozambik dan Cina tenggara, angka insidensi tahunan pada pria mendekati 150 per 100.000. Gambaran umum pada daerah dengan insidensi tinggi adalah pembawa HBV sejak masa bayi, setelah penularan vertikal dari ibu yang terinfeksi. Keadaan pembawa yang kronis ini meningkatkan risiko HCC pada masa dewasa sebesar 200 kali lipat. Di daerah -daerah ini sirosis mungkin tidak di temukan pada hamp ir separuh pasien HCC. Di dunia Barat di mana jarang terdapat pembawa HBV, sirosis di temukan pada 85% hingga 90% kasus HCC, yang sering timbul dari penyakit hati kronis lainnya (Hussodo, 2009).
Di seluruh dunia, HCC terutama dijumpai pada laki-laki dengan perbandingan antara 3:1 terutama di daerah dengan insidensi rendah dan di daerah yang insidensinya tinggi perbandingannya 8:1. Hal ini berkaitan dengan tingginya prevalensi infeksi HBV, alkoholisme dan penyakit hati kronis pada laki -laki. Di setiap daerah, orang berkulit hitam memiliki angka serangan (attack rate) sekitar empat kali lebih besar daripada kulit putih. Di daerah dengan insidensi tinggi, HCC umumnya timbul pada masa dewasa (dekade ketiga hi ngga kelima) sedangkan di daerah dengan insidensi rendah tumor ini paling sering di temukan pada orang berusia enam puluh hingga tujuh puluh tahun (Hussodo, 2009) .
(25)
Gambar 2.1 Grafik Diagnosis Tahunan Karsinoma Hepatoseluler
(Sumber:http://www.nejm.org/doi/full/10.1056/NEJMra1001683 ) 2.3.1. Karakteristik Klinis
Di Indonesia (khususnya di Jakarta) HCC di temukan tersering pada median umur antara 5060 tahun dengan predominasi pada laki laki. Rasio antara kasus laki -laki dan perempuan berkisar antara 2 -6 : 1. Manifestasi klinisnya sangat bervariasi dari asimtomatik hingga dengan gejala dan tandanya yang sangat jelas disertai gagal hati. Gejala yang paling sering dikeluhkan adalah nyeri atau perasaan tak nyaman di kuadran kanan-atas abdomen (Hussodo, 2009) .
Temuan fisis tersering pada HCC adalah hepatomegali dengan atau tanpa
‘bruit’ hepatik, splenomegali, asites, ikterus, demam dan atrofi otot. Sebagian dari
pasien yang di rujuk kerumah sakit karena perdarahan varises esofagus atau peritonitis bakterial spontan (SBP) ternyata sudah menderita HCC. Pada suatu laporan serial nekropsi didapatkan bahwa 50% dari pasien HCC telah menderita asites hemoragik yang jarang ditemukan pada pasien sirosis hati saja. Pada 10%
(26)
hingga 40% pasien dapat ditemukan hiperkolesterolemia akibat dari berkurangnya produksi enzim beta-hidroksimetilglutaril koenzim-A reduktase, karena tiadanya kontrol umpan balik yang normal pada sel hepatoma (Hussodo, 2009) .
2.4. Etiologi
Penyebab karsinoma ini tidak diketahui, tetapi ada beberapa faktor yang terlihat :
2.4.1. Virus Hepatitis B (HBV)
Hubungan antara infeksi kronik HBV dengan timbulnya HCC terbukti kuat, baik secara epidemiologis klinis maupun eksperimental. Karsinogenisitas HBV terhadap hati mungkin terjadi melalui proses inflamasi kronik, peningkatan proliferasi hepatosit, integrasi HBV DNA ke dalam DNA sel pejamu, dan aktivitas protein spesifik HBV berinteraksi dengan gen hati. Pada dasarnya perubahan hepatosit dari kondisi inaktif (quiescent) menjadi sel yang aktif bereplikasi menentukan tingkat karsinogenesis hati. Siklus sel dapat diaktifkan secara tidak langsung oleh kompensasi proliferatif merespons nekroinflamasi sel hati, atau akibat dipicu oleh ekspresi berlebihan suatu atau bebe rapa gen yang berubah akibat HBV (Hussodo, 2009). Koinsidensi infeksi HBV dengan pajanan agen onkogenik lain seperti aflatoksin dapat menyebabkan terjadinya HCC tanpa melalui sirosis hati (HCC pada hati non sirotik). Transaktifasi beberapa promoter selular atau viral tertentu oleh gen -x HBV (HB-x) dapat mengakibatkan terjadinya HCC, mungkin karena akumulasi protein yang disandi HBx mampu menyebabkan proliferasi hepatosit. Dalam hal ini proliferasi berlebihan hepatosit oleh HBx melampaui mekanisme protektif d ari apoptosis sel (Hussodo, 2009) .
2.4.2. Virus Hepatitis C (HCV)
Prevalensi anti HCV pada pasien HCC di Cina dan Afrika Selatan sekitar 30% sedangkan di Eropa Selatan dan Jepang 70 -80%. Prevalensi anti HCV jauh lebih tinggi pada kasus HCC dengan HbsAg -negatif daripada HbsAg-positif. Pada
(27)
kelompok pasien penyakit hati akibat transfusi darah dengan anti HCV positif, interval saat transfusi hingga terjadinya HCC dapat mencapai 29 tahun. Hepatokarsinogenesis akibat infeksi HCV diduga melalui aktivitas nekroinflamasi kronik dan sirosis hati (Hussodo, 2009) .
2.4.3. Sirosis Hati
Lebih dari 80% penderita karsinoma hepatoselular menderita sirosis hati. Peningkatan pergantian sel pada nodul regeneratif sirosis di hubungkan dengan kelainan sitologi yang dinilai sebagai perubahan displasia praganas. Semua tipe sirosis dapat menimbulkan komplikasi karsinoma, tetapi hubungan ini paling besar pada hemokromatosis, sirosis terinduksi virus dan sirosis alkoholik (Hussodo, 2009) .
2.4.4. Aflaktosin
Aflaktosin B1 (AFB1) merupakan mitoksin yang di produksi oleh jamur Aspergillus. Dari percobaan binatang diketahui bahwa AFB1 bersifat karsinogen. Metabolit AFB1 yaitu AFB 1 -2-3-epoksid merupakan karsinogen utama dari kelompok aflatoksin yang m ampu membentuk ikatan dengan DNA maupun RNA (Hussodo, 2009) .
2.4.5. Alkohol
Meskipun alkohol tidak memiliki kemampuan mutagenik, peminum berat alkohol ( >50-70g/hari dan berlangsung lama) berisiko untuk menderita HCC melalui sirosis hati alkoholik. Hanya sedikit bukti adanya efek karsinogenik langsung dari alkohol. Alkoholisme juga meningkatkan risiko terjadinya sirosis hati dan HCC pada pengidap infeksi HBV atau HCV (Hussodo, 2009) .
(28)
Telah dipastikan terdapat tiga keterkaitan etiologik yang utama : infeksi oleh HBV, Penyakit hati kronis (khususnya yang berkaitan dengan HCV dan alkohol) dan kasus khusus hepatokarsinogen dalam makanan (terutama aflatoksin)
- Banyak faktor, termasuk usia, jenis kelamin, bahan kimia, virus, hormon, alkohol, dan gizi, berinteraksi dalam pembentukan HCC.
Sebagai contoh, penyakit yang paling besar kemungkinannya menimbulkan HCC pada kenyataannya adalah tirosinemia herediter yang sangat jarang, hampir 40% pasien akan terjangkit tumor ini walaupun sudah dilakukan kontrol diet (Kumar, 2007).
- Patogenesis pasti HCC mungkin berbeda antara populasi prevalen -HBV insidensi tinggi versus populasi dengan insidensi rendah (Negara Barat), sedang pada penyakit hati kronis lainnya, seperti alkoholism, HCV, dan hemokromatosis herediter lebih sering terjadi.
- Sirosis yang terjadi tampaknya merupakan kontirubutor penting, tetapi tidak mutlak untuk muncul HCC (Kumar, 2007).
Banyak bukti epidemiologis yang mengaitkan infeksi HBV kronis dengan kanker hati, dan terdapat bukti kuat yang mengisyaratkan peran infeksi HCV. Penelitian molekular terhadap karsinogenesis HBV memperlihatkan bahwa genom HBV tidak mengandung sekuensi onkogenik. Selain itu, tidak terdapat tempat selektif untuk integrasi DNA virus ke genom pejamu, sehingga tidak terjadi mutasi atau pengaktivan proto-onkogen tertentu. Faktor berikut diperkirakan berperan :
- Siklus kematian dan regenerasi sel yang berulang, seperti terjadi pada hepatitis kronis apapun sebabnya, penting dalam patogenesis kanker hati - Akumulasi mutasi selama siklus pembelahan kontinu sel akhirnya
menyebabkan sebagian hepatosit mengalam i transformasi. Instabilitas genom lebih besar kemungkinannya terjadi jika terdapat DNA HBV yang terintegrasi dan hal ini menimbulkan penyimpangan kromosom sep erti delesi, translokasi dan duplikasi
(29)
- Analisis molekular terhadap sel tumor pada orang yang terinfeksi HBV memperlihatkan bahwa setiap kasus bersifat klonal dalam kaitannya dengan pola integrasi DNA HBV yang mengisyaratkan integrasi virus mendahului atau menyertai proses transformasi
- Genom HBV mengkode suatu elemen regulatorik, protein X HBV yang merupakan suatu activator transkripsional transacting pada banyak gen dan terdapat di sebagian besar tumor deng an DNA HBV terintegrasi. Tampaknya di sel hati yang terinfeksi HBV, protein X HBV menggang gu pengendalian pertumbuhan normal dengan mengaktifkan proto -onkogen sel pejamu dan mengacaukan kontrol daur sel. Protein ini juga memiliki efek anti apoptotik
- Seperti pada virus papiloma manusia, sebagian (tetapi tid ak semua) studi mengisyaratkan bahwa protein HBV tertentu mengikat dan mengaktifkan gen penekan tumor TP53. Keterkaitan antara infeksi hepatitis C dan kanker hati cukup kuat (Kumar, 2007).
Memang dibanyak belahan dunia termasuk Jepang dan Eropa tengah, inf eksi HCV kronis merupakan fa ktor risiko terbesar terjadinya kanker hati. HCC pada pengidap hepatitis C hampir selalu timbul pada sirosis. Didaerah tertentu didunia seperti Cina dan Afrika Selatan, tempat HBV endemi k juga banyak terjadi pajanan ke aflatoksin dalam makanan yang berasal dari jamur Aspergillus flavus . Toksin yang sangat karsinogenik ini ditemukan dalam kacang dan padi -padian yang
“berjamur”.
Penelitian pada hewan memperlihatkan bahwa aflatoksin dapat berikatan secara kovalen dengan DNA sel dan menyebabkan mutasi diproto -onkogen atau gen penekan tumor terutama TP53. Namun karsinogenesis tidak terjadi kecuali jika hati aktif secara mitosis, seperti pada kasus hepatitis virus kronis dengan pro ses kerusakan dan perbaikan yang berulang -ulang (Kumar, 2007). Tidak ada satupun pengaruh yang berkaitan dengan HCV berperan dalam pembentukan kolangiokarsinoma. Pengaruh
(30)
kausal yang diakui pada tumor yan g jarang ini adalah kolangitis sklerotikans primer, infeksi kronis saluran empedu oleh cacing hati Opisthorchis sinensis dan yang sejenis, serta riwayat pajanan ke Thorotrast (dahulu digunakan dalam radiografi saluran empedu). Namun sebagian besar kolangio karsinoma timbul tanpa adanya faktor risiko sebelumnya (Kumar, 2007).
2.6. Patologi
Secara makroskopis karsinoma hepatoseluler dapat muncul sebagai masa soliter besar, sebagai nodul multipel atau sebagai lesi infiltratif difus. Secara mikroskopis, neoplasma d isusun oleh sel-sel hati abnormal dengan berbagai diferensisasi. Tumor dengan diferensiasi yang lebih baik disusun oleh sel -sel mirip sel hati yang teratur di dalam pita -pita yang terpisah oleh sinusoid -sinusoid.
Sel-sel ini berinti besar yang memperlihat kan anak inti yang menonjol dan hiperkromasi dan dapat mengandung empedu di dalam sitoplasmanya. Tumor -tumor yang kurang berdiferensiasi baik mempunyai lembaran -lembaran sel-sel anaplastik. Invasi pada radikulus vena hepatika merupakan gambaran khas yang m embedakan dengan adenoma. Sulit membedakan karsinoma hepatoselular berdiferensiasi buruk dengan karsinoma metastatik (Chandrasoma, 2005) .
Pewarnaan imunohistokimia dapat memperlihatkan alfa -fetoprotein (AFP) di dalam sel neoplasma. Karsinoma hepatoseluler juga mensekresi AFP ke dalam darah, peningkatan kadar di jumpai pada 90% pasien, membuat pemeriksaan AFP serum sebagai tes diagnostik yang penting. (Catatan : Kadar AFP juga dapat sedikit meningkat pada beberapa kasus hepatitis dan sirosis, demikian juga pada beberapa neoplasma sel germinal pada gonad). Karsinoma hepatoseluler cenderung bermetastasis dini melalui pembuluh limfe ke kelenjar getah bening regional dan melalui darah menimbulkan metastasis pada paru. Metastasis ke tempat lain terjadi pada tahap akhir (Chandrasoma, 2005) .
2.7. Stadium Klinis
Tingkat penyakit (stadium) hepatoma primer terdiri dari :
(31)
metastasis kelenjar limfe peritoneal ataupun jauh
Ib : Tumor tunggal atau dua tumor dengan diameter ≤ 5 cm di
separuh hati, tanpa emboli tumor, tanpa metastasis kelenjar limfe peritoneal ataupun jauh
IIa : Tumor tunggal atau dua tumor dengan diameter gabungan ≤ 10
cm di separuh hati, atau dua tumor dengan gabungan ≤ 5 cm di
kedua belahan hati kiri dan kanan tanpa emboli tumor, tanpa metastasis kelenjar limfe peritoneal ataupun jauh
IIb : Tumor tunggal atau multiple dengan diameter gabungan ≥10 cm di separuh hati, atau tumor multiple dengan gabungan ≥5 cm di kedua belahan hati kiri dan kanan tanpa emboli tumor, tanpa metastasis kelenjar limfe peritoneal ataupun jauh
IIIa : Tidak peduli kondisi tumor, terdapat emboli tumor di pembuluh utama vena porta atau vena kava inferior, metastasis kelenjar limfe peritoneal jauh salah satu daripadan ya
IIIb : Tidak peduli kondisi tumor, tidak peduli emboli tumor, metastasis (Desen, 2008).
2.8. Diagnosis
Melakukan pemeriksaan berkala bagi kelompok risiko tinggi antara lain pengidap virus Hepatitis B dan C, dokter, promiskus, dan bagi orang yang mempunyai anggota keluarga penderita kanker hati. Pemeriksaan dilakukan setiap 3 bulan sekali pada penderita sirosis hati dengan HBsAg positif dan pada penderita hepatitis kronis dengan HBsAg negatif atau penderita penyakit hati kronis atau dengan sirosis dengan HBsAg negatif pernah mendapat transfusi atau hemodialisa diperiksa 6 bulan sekali. Diagnosis dilakukan dengan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang.
(32)
Sebagian besar penderita yang datang berobat sudah dalam fase lanjut dengan keluhan nyeri perut kanan atas. Sifat nyeri ialah nyeri tumpul, terus-menerus, kadang- kadang terasa hebat apabila bergerak. Di samping keluhan nyeri perut ada pula keluhan seperti benjolan di perut kanan atas tanpa atau dengan nyeri, perut membuncit karena adanya asites dan keluhan yang paling umum yaitu merasa badan semakin lemah, anoreksia, perasaan lekas kenyang, feses hitam, demam, bengkak kaki, perdarahan dari dub ur (Sujono, 2000).
2.8.2. Pemeriksaan fisik
Biasanya hati terasa besar dan berbenjol -benjol, tepi tidak rata, tumpul, kadang-kadang terasa nyeri bila ditekan. Bila letak tumor di lobus kiri maka pembesaran hati terlihat di epigastrium, tapi bila tumor tersebut terletak di lobus kanan maka pembesaran hati terlihat di hipokhondrium kanan (Sujono, 1999) .
2.8.3. Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan adalah pemeriksaan Alfa -fetoprotein (AFP) yaitu protein serum normal yang disintesis oleh sel hati fetal. Rentang normal AFP serum adalah 0 -20 ng/ml, kadar AFP meningkat pada 60%-70% pada penderita kanker hati. (Hussodo, 2009) 2. Ultrasonografi (USG) Abdomen
Untuk meminimalkan kesalahan hasil pemeriksaan FP, pasien sirosis hati dianjurkan menjalani pe meriksaan USG setiap tiga bulan. Untuk tumor kecil pada pasien dengan risiko tinggi USG lebih sensitif dari pada AFP serum berulang. Sensitivitas USG untuk neoplasma hati bekisar anatara 70%-80%. Tampilan USG yang khas untuk HCC kecil adalah gambaran mosaik, formasi septum, bagian perifer sonolusen (ber -halo), bayangan lateral yang dibentuk oleh pseudokapsul fibrotik, serta penyangatan eko
(33)
posterior. Berbeda dari metastasis, HCC dengan diameter kurang dari dua sentimeter mempunyai gambaran bentuk cincin yan g khas.
USG color Doppler sangat berguna untuk membedakan HCC dari tumor hepatik lain. Tumor yang berada di bagian atas -belakang lobus kanan mungkin tidak dapat terdeteksi oleh USG. Demikian juga yang berukuran terlalu kecil dan isoekoik. Modalitas imaging lain seperti CT-scan, MRI dan angiografi kadang diperlukan untuk mendeteksi HCC, namun karena beberapa kelebihannya, USG masih tetap merupakan alat diagnostik yang paling populer dan bermanfaat (Hussodo, 2009) .
Gambar 2.2 Gambar Ultrasonografi (USG) Abdomen
(Sumber :http://emedicine.medscape.com/article/369226 -overview) 3. Strategi Skrining Dan Surveilans
Skrining dimaksudkan sebagai aplikasi pemeriksaan diagnostik pada populasi umum, sedangkan surveillance adalah aplikasi berulang pemeriksaan diagnostik pada populasi yang beresiko untuk suatu penyakit sebelum ada bukti bahwa penyakit tersebut sudah terjadi. Karena sebagian dari pasien HCC dengan atau tanpa sirosis adalah tanpa gejala untuk mendeteksi dini H CC diperlukan strategi khusus terutama
(34)
bagi pasien sirosis hati dengan HBsAg atau anti -HCV positif. Berdasarkan atas lamanya waktu penggandaan (doubling time) diameter HCC yang berkisar antara 3 sampai 12 bulan (rerata 6 bulan) dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan AFP serum dan USG abdomen setia 3 hingga 6 bulan bagi pasien sirosis maupun hepatitis kronik B atau C. Cara ini di Jepang terbukti dapat menurunkan jumlah pasien HCC yang terlambat dideteksi dan sebaliknya meningkatkan identifikasi tumor kecil (dini). Namun hingga kini masih belum jelas apakah dengan demikian juga terjadi penurunan mortalitas (liver-related mortality) (Husodo, 2009).
2.9. Terapi
Karena sirosis hati yang melatar belakanginya serta tingginya kekerapan multi-nodularis, resektabilitas HC C sangat rendah. Di samping itu kanker ini juga sering kambuh meskipun sudah menjalani reseksi bedah kuratif. Pilihan terapi ditetapkan berdasarkan atas ada tidaknya sirosis, jumlah dan ukuran tumor, serta derajat pemburukan hepati k. Untuk menilai status k linis, sistem skor Child-pugh
menunjukkan estimasi yang akurat mengenai kesintasan pasien. Mengenai terapi HCC menemukan sejumlah kesulitan karena terbatasnya penelitian dengan kontrol yang membandingkan efikasi terapi bedah atau terapi ablative lokoregion al, di samping besarnya heterogenitas kesintasan kelompok kontrol pada berbagai penelitian individual (Husodo, 2009).
2.9.1. Reseksi Hepatik
Untuk pasien dalam kelompok non -sirosis yang biasanya mempunyai fungsi hati normal pilihan utama terapi adalah reseksi he patik. Namun untuk pasien sirosis diperlukan kriteria seleksi karena operasi dapat memicu timbulnya gagal hati yang dapat menurunkan angka harapan hidup. Parameter yang dapat digunakan untuk seleksi adalah skor Child-Pugh dan derajat hipertensi portal atau kadar bilirubin serum dan derajat hipertensi portal saja. Subjek dengan bilirubin normal tanpa
(35)
hipertensi portal yang bermakna, harapan hidup 5 tahunnya dapat mencapai 70%. Kontraindikasi tindakan ini adalah adanya metastasis ekstrahepatik HCC difus atau multifocal, sirosis stadium lanjut dan penyakit penyerta yang dapat mempengaruhi ketahanan pasien menjalani operasi (Husodo, 2009).
2.9.2. Transplantasi Hati
Bagi pasien HCC dan sirosis hati, transplantasi hati memberikan kemungkinan untuk menyingkirkan tumor dan menggantikan parenkim hati yang mengalami disfungsi. Dilaporkan survival analisis 3 tahun mencapai 80% bahkan dengan perbaikan seleksi pasien dan terapi perioperatif dengan obat antiviral seperti lamivudin, ribavirin dan interferon dapat dicapai survival analisis 5 tahun 92%. Kematian pasca transplantasi tersering disebabkan oleh rekurensi tumor bahkan mungkin diperkuat oleh obat anti rejeksi yang harus diberikan. Tumor yang berdiameter kurang dari 3cm lebih jarang kambuh dibandingkan dengan tumor yang diameternya lebih dari 5cm (Husodo, 2009) .
2.9.3. Ablasi Tumor Perkutan
Injeksi etanol perkutan (PEI) merupakan teknik terpilih untuk tumor kecil karena efikasinya tinggi, efek sampingnya rendah serta relatif murah. Dasar kerjanya adalah menimbulkan dehidrasi, nekrosis, oklusi vaskular dan fibrosis. Untuk tumor (diameter <5cm). PEI bermanfaat untuk pasien dengan tumor kecil namun resektabilitasnya terbatas karena adanya sirosis hati non -child A.
Radiofrequency ablation (RFA) menunjukkan angka keberhasilan yang l ebih tinggi daripada PEI dan efikasinya tertinggi untuk tumor yang lebih besar dari 3cm, namun tetap tidak berpengaruh terhadap harapan hidup pasien. Selain itu, RFA lebih mahal dan efek sampingnya lebih banyak ditemukan dibandingkan dengan PEI.
Guna mencegah terjadinya rekurensi tumor, pemberian asam poliprenoik
(polyprenoic acid) selama 12 bulan dilaporkan dapat menurunkan angka rekurensi pada bulan ke-38 secara bermakna dibandingkan dengan kelompok plasebo
(36)
(kelompok plasebo 49%, kelompok terapi PEI atau reseksi kuratif 22%) (Husodo, 2009).
2.9.4. Terapi Paliatif
Sebagian besar pasien HCC di diagnosis pada stadium menengah -lanjut
(intermediate-advanced stage) yang tidak ada terapi standarnya. Berdasarkan meta analisi, pada stadium ini hanya TAE/TACE (transarterial embolization/chemo embolization) saja yang menunjukkan penurunan pertumbuhan tumor serta dapat meningkatkan harapan hidup pasien dengan HCC yang tidak resektabel. TACE dengan frekuensi 3 hingga 4 kali setahun dianjurkan pada pasien yang fungsi ha tinya cukup baik(Child-Pugh) serta tumor multinodular asimtomatik tanpa invasi vascular atau penyebaran ekstrahepatik, yang tidak dapat diterapi secara radikal. Sebaliknya bagi pasien yang dalam keadaan gagal hati (Child-Pugh B-C), serangan iskemik akibat terapi ini dapat mengakibatkan efek samping yang berat (Husodo, 2009).
Adapun beberapa jenis terapi lain untuk HCC yang tidak resektabel seperti imunoterapi dengan interferon, terapi antiesterogen, antiandrogen, oktreotid, radiasi internal, kemoterapi arterial atau sistemik masih memerlukan penelitian lebih lanjut untuk mendapatkan penilaian yang pasti (Husodo, 2009).
2.10. Prognosis
Pada umumnya prognosis karsinoma h epatoseluler adalah jelek. Tanpa pengobatan kematian rata -rata terjadi sesudah 6-7 bulan setelah timbul keluhan pertama. Dengan pengobatan, hidup penderita dapat diperpanjang sekitar 11 - 12 bulan. Bila karsinoma h epatoseluler dapat dideteksi secara dini, usaha -usaha pengobatan seperti pembedahan dapat segera dilakukan misalnya dengan cara sub -segmenektomi, maka masa hidup penderita dapat menjadi lebih panjang lagi.
Sebaliknya, penderita karsinoma h epatoseluler fase lanjut mempunyai masa hidup yang lebih singkat. Kematian umumnya disebabkan oleh karena koma hepatik, hematemesis dan melena, syok yang sebelumnya didahului dengan rasa sakit hebat
(37)
karena pecahnya karsinoma hepatoseluler. Oleh karena itu langkah -langkah terhadap pencegahan karsinoma h epatoseluler haruslah dilakukan. Pencegahan yang paling utama adalah menghindarkan infeksi terhadap HBV dan HCV serta menghindari konsumsi alkohol untuk mencegah terjadinya sirosis (Siregar.A.Gontar, 2011).
2.11. Pencegahan
2.11.1. Pencegahan Primordial
Pencegahan yang dilakukan untu k mengindari kemunculan keterpaparan dari gaya hidup yang berkontribusi meningkatkan risiko penyakit, dilakukan dengan:
a. Mengkonsumsi buah dan sayur yang mengandung vitamin, beta karoten, mineral, dan tinggi serat yang dapat menjaga kondisi tubuh agar tetap sehat.
b. Kurangi makanan yang mengandung lemak tinggi.
c. Kurangi makanan yang dibakar, diasinkan, diasap, diawetkan dengan nitrit.
d. Pengontrolan berat badan, diet seimbang dan olahraga. e. Hindari stres.
f. Menjaga lingkungan yang sehat dan bersih sehingga terhindar dari penyakit menular (Elisabet.S, 2009).
2.11.2. Pencegahan Primer
Pencegahan primer adalah langka yang harus dilakukan untuk menghindari insidens penyakit dengan mengendalikan penyakit dan faktor risiko.
a. Memperhatikan menu makanan terutama mengkonsumsi protein hewani cukup.
b. Hindari mengkonsumsi minuman alkohol
c. Mencegah penularan virus hepatitis, imunisasi bayi secara rutin menjadi strategi utama untuk pencegahan infeksi VB H dan dapat memutuskan rantai penularan (Elisabet.S, 2009).
(38)
2.11.3. Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder adalah pengobatan penderita dan mengurangi akibat -akibat yang serius dari penyakit melalui diagnosa dini dan pemberian pengobatan. Hepatoma sering ditemukan pada stadium lanjut maka perlu dilakukan pengamatan berlaku pada kelompok penderita yang kemungkinan besar akan menderita hepatoma dengan pemeriksaan USG dan AFP (Elisabet.S, 2009).
(39)
BAB 3
KERANGKA KONSEP PENELITIAN DAN DEFINISI OPERASIONAL 3.1. Kerangka Konsep Penelitian
Berdasarkan tujuan penelitian di atas maka kerangka konsep dalam penelitian ini adalah :
.
Gambar 3.1. Kerangka Konsep Penelitian 3.2. Definisi Operasional
3.2.1. Variabel Bebas
1. Karsinoma Hepatoseluler (Hepatoma)
Pasien hepatoma adalah orang atau pasien yang menderita hepatoma berdasarkan pada medical record yang di dapat dari Rumah Sakit Haji Adam Malik Medan tahun 2009 -2012.
Cara pengukuran : Rekam medik
Alat pengukuran : Melihat rekam medik Hasil pengukuran : 1. Ya
2. Tidak Skala pengukuran : Nominal Karsinoma Hepatoseluler
Faktor resiko mempengaruhi : 1. Umur
2. Jenis Kelamin 3. Riwayat Keluarga 4. Pekerjaan
5. Suku 6. Pola Hidup 7. Mortalitas
(40)
3.2.2. Variabel Terikat
1. Umur adalah umur pasien karsinoma hepatoselula er yang tercantum dalam
medical record.
Cara pengukuran : Rekam medik
Alat pengukuran : Melihat rekam medik Hasil pengukuran : 1. <40 tahun
2. 40-60 tahun 3. >60 tahun Skala pengukuran : Ratio
2. Jenis kelamin adalah jenis kelami n laki-laki atau perempuan pasien karsinoma hepatoseluler yang tercatat dalammedical record.
Cara pengukuran : Rekam medik
Alat pengukuran : Melihat rekam medik Hasil pengukuran : 1. Laki-laki
2. Perempuan Skala pengukuran : Nominal
3. Riwayat keluarga adalah ada tidaknya keluarga penderita mengalami penyakit yang berhubungan dengan karsinoma hepatoselul er yang tercatat dalammedical record.
Cara pengukuran : Rekam medik
Alat pengukuran : Melihat rekam medik Hasil pengukuran : 1. Ya
2. Tidak ada Skala pengukuran : Nominal
(41)
4. Pekerjaan adalah kegiatan yang dilakukan penderita dalam kehidupa n sehari-hari sesuai dengan yang tertulis di medical record.
Cara pengukuran : Rekam medik
Alat pengukuran : Melihat rekam medik Hasil pengukuran : 1. Pegawai negeri
2. Pegawai swasta 3. Wiraswasta 4. Petani
5. Ibu rumah tangga 6. Pekerja lepas 7. Nelayan 8. Pensiunan 9. Supir Skala pengukuran : Nominal
5. Suku adalah suku penderita karsinoma hepatoseluler sesuai dengan yang tertulis dimedical record.
Cara pengukuran : Rekam medik
Alat pengukuran : Melihat rekam medik Hasil pengukuran : 1. Batak
2. Aceh 3. Tionghoa 4. Jawa Skala pengukuran : Nominal
6. Pola Hidup adalah kebiasaan hidup yang dijalani sehari -hari penderita karsinoma hepatoseluler sesuai dengan yang tertulis dimedical record. Cara pengukuran : Rekam medik
(42)
Alat pengukuran : Melihat rekam medik Hasil pengukuran : 1. Merokok
2. Jamu-jamuan 3. Minum Alkohol Skala pengukuran : Nominal
7. Tingkat Mortalitas penderita karsinoma hepatoseluler adalah angka atau proporsi kefatalan akibat karsinoma hepatoseluler yang diperoleh dari jumlah kematian akibat karsinoma hepatoseluler dengan jumlah penderita karsinoma hepatoseluler dalam periode waktu yang sama (tahun).
Cara pengukuran : Rekam medik
Alat pengukuran : Melihat rekam medik Hasil pengukuran : 1. Hidup
2. Meninggal Skala pengukuran : Nominal
(43)
BAB 4
METODE PENELITIAN
3.1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah Deskriptif, yaitu penelitian yang bertujuan melakukan deskripsi mengenai fenomena yang ditemukan (Sostroasmoro, 2008) dengan design Cross Sectional yaitu mengambil data sekunder melalui rekam medik untuk mengetahui profil penderita karsinoma hepatoselul er di Rumah Sakit Haji Adam Malik Medan pada tahun 2019 -2012.
3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1. Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan mulai 1 Agustus 2013 sampai dengan 31 Oktober 2013.
3.2.2. Tempat Penelitian
Penelitian dilakukan di departemen penyakit dalam Rumah Sakit Haji Adam Malik Medan dengan pertimbangan tersedianya data rekam medik penderita karsinoma hepatoseluler yang di rawat di departemen penyakit dalam rumah sakit haji adam malik medan.
3.2. Subjek Penelitian 3.3.1. Populasi
Populasi penelitian ini adalah se luruh data penderita karsinoma hepatoselular di departemen penyakit dalam yang ada di Rumah Sakit Haji Adam Malik Medan periode 1 Januari 2009 sampai dengan 31 Desember 2012.
3.3.2. Sampel
Sampel penelitian ini adalah data rekam medi k penderita Karsinoma Hepatoseluler di Rumah Sakit Haji Medan p eriode 1 Januari 2009 sampai dengan 31 Desember 2012.
(44)
Kriteria inklusi dan kriteria eksklusi : Kriteria inklusi
Semua data pasien yang tercatat dalam rekam medik yang menderita karsinoma hepatoseluler di RSUP H.Adam Malik Medan
Kriteria eksklusi
Data pasien yang tidak ada data dasarnya nama, umur, jenis kelamin, diagnosis pada rekam medik di RSUP H.Adam Malik Medan
Data yang berulang pada rekam medik di RSUP H.Adam Malik Medan
Pengambilan sampel dilakukan dengan metode total sampling, yaitu besar sampel sama dengan jumlah populasi dengan ketentuan yang telah dibatasi berdasarkan kriteria-kriteria yang telah diteta pkan. Semua subjek yang memenuhi kriteria pemilihan dimasukkan dalam penelitian.
3.4. Metode Pengumpulan Data 3.4.1. Sumber Data
Data yang digunakan adalah data sekunder (medical record) di Rumah Sakit Haji Adam Malik Medan pada tahun 2009 -2012.
3.4.2. Langkah-langkah Pengumpulan Data
Sebelum pengumpulan data dilakukan, tahap awal dalam proses ini adalah melakukan persiapan untuk kelancaran pelaksanaan berupa surat izin penelitian dan perjajakan ketempat dimana akan dilaksanakan. Setelah persyaratan terpenuhi, selanjutnya dilakukan proses pengambilan data.
(45)
3.4 Metode Pengolahan dan Analisis Data
Data dianalisis dan diinterpretasikan dengan menggunakan program komputer yang sesuai dengan tujuan penelitian kemudian di distribusikan secara deskriptif disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi .
(46)
BAB 5
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
5.1. Hasil Penelitian 5.1.1. Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik (RSUP HAM) Kota Medan Provinsi Sumatera Utara. RSUP Haji Adam Malik berlokasi di Jalan Bunga Lau No.17, Kelurahan Kemenangan Tani, Kecamatan Medan Tuntungan. Rumah Sakit ini merupakan Rumah Sakit Pemerintah dengan kategori kelas A. Selain itu, RSUP Haji Adam Malik Medan juga merupakan r umah sakit rujukan untuk wilayah Sumatera yang meliputi Sumatera Utara, Aceh, Sumatera Barat dan Riau, sehingga dapat dijumpai pasien dengan latar belakang yang sangat bervariasi. Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 502/ Menkes/ IX/ 1991 tanggal 6 September 1991, RSUP Haji Adam Malik Medan ditetapkan sebagai rumah sakit pendidikan bagi mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
5.1.2. Karakteristik Sampel
Sampel yang didapat dengan metode total sampling, didapatkan 153 pasien penderita karsinoma hepatoseluler yang berkunjung ke RSUP H Adam Malik Medan selama periode 01 Januari 2009 – 31 Desember 2012. Semua data responden diambil dari data sekunder yaitu rekam medik pasien. Dari keseluruhan responden, variabel yang dinilai adalah usia, jenis kelamin, pekerjaan, riwayat keluarga, suku, pola hidup, dan mortalitas.
(47)
5.1.2.1. Karakteristik Sampel Berdasarkan Usia Penderita
Tabel 5.1. Karakteristik Sampel Berdasarkan Usia Penderita
Usia Penderita N %
< 40 Tahun 26 17,0
40-60 Tahun 89 58,2
>60 Tahun 38 24,8
Total 153 100
Berdasarkan tabel diatas, didapat penderita karsinoma hepatoseluler paling banyak dijumpai pada kelompok usia dalam rentang 40 –60 tahun, yaitu sebanyak 89 orang (58,2 %), kemudian diikuti dengan kelompok usia diatas 60 tahun sebanyak 38 orang (24,8%) dan kelompok usia paling sedikit dijumpai pada usia dibawah 40 tahun yaitu sebanyak 26 orang ( 17,0%).
5.1.2.2. Karakteristik Sampel Berdasarkan Jenis Kelamin
Tabel 5.2. Karakteristik Sampel Berdasarkan Jenis Kelamin
Jenis Kelamin N %
Laki-Laki 120 78,4
Perempuan 3 21,6
Total 153 100
Berdasarkan tabel diatas, terlihat bahwa penderita karsinoma hepatoseluler paling banyak dijumpai pada laki-laki yaitu sebanyak 120 orang (78,4%), diikuti dengan kelompok perempuan sebanyak 33 orang (21,6%).
(48)
5.1.2.3. Karakteristik Sampel Berdasarkan Riwayat Keluarga
Tabel 5.3. Karakteristik Sampel Berdasarkan Riwayat Keluarga
Riwayat Keluarga N %
Ada 15 9,8
Tidak Ada
Data Tidak Lengkap
9 129
5,9 84,3
Total 153 100
Berdasarkan tabel diatas, terlihat bahwa penderita karsinoma hepatoseluler yang berhubungan dengan riwayat keluarga yang paling tinggi kebanyakan data tidak lengkap yaitu sebanyak 129 orang (84,3%) diikuti dengan ada riwayat keluarga yaitu sebanyak 15 orang (9,8%) dan yang terendah tidak ada riwayat keluarga yaitu sebanyak 9 orang (5,9%).
5.1.2.4. Karakteristik Sampel Berdasarkan Pekerjaan
Tabel 5.4. Karakteristik Sampel Berdasarkan Pekerjaan
Pekerjaan N %
Pegawai Negeri 23 15,0
Pegawai Swasta 2 1,3
Wiraswasta Petani
Ibu Rumah Tangga Pekerja Lepas Nelayan Pensiunan 37 47 18 9 2 13 24,2 30,7 11,8 5,9 1,3 8,5
(49)
Supir
Total
2
153
1,3
100
Berdasarkan tabel diatas, diketahui bahwa pada penderita karsinoma hepatoseluler proporsi pekerjaan tertinggi adalah petani yaitu sebanyak 47 orang (30,7%), sedangkan proporsi yang terendah adalah pegawai swasta, nelayan dan supir yaitu sebanyak 2 orang (1,3%).
5.1.2.5. Karakteristik Sampel Berdasark an Suku
Tabel 5.5. Karakteristik Sampel Berdasarkan Suku
Suku N %
Batak 78 51,0
Aceh 20 13,1
Tionghoa 1 0,7
Jawa 54 35,3
Total 153 100
Berdasarkan tabel diatas, didapatkan bahwa penderita karsinoma hepatoseluler berdasarkan suku proporsi tertinggi adalah suku Batak yaitu sebanyak 78 orang (51%) sedangkan proporsi suku terendah adalah Tionghoa yaitu sebanyak 1 orang (0,7%).
5.1.2.6. Karakteristik Sampel Berdasarkan Pola Hidup
Tabel 5.6. Karakteristik Sampel Berdasarkan Pola Hidup
Pola Hidup N %
Merokok 2 1,3
Jamu-jamuan 8 5,2
(50)
Riwayat minum obat Alkohol dan jamu Rokok dan alkohol Tidak ad 3 3 3 98 2,0 2,0 2,0 64,1
Total 153 100
Berdasarkan tabel diatas, didapatkan bahwa penderita karsinoma hepatoseluler berdasarkan Pola hidup proporsi tertinggi tidak ada yaitu sebanyak 98 orang (64,1%) kemudian diikuti kebiasaan minum alkohol yaitu sebanyak 36 orang (23,5%) dan yang terendah kebiasaan merokok yaitu sebanyak 2 orang (1,3%).
5.1.2.7. Karakteristik Sampel Berdasarkan Mortalitas
Tabel 5.7. Karakteristik Sampel Berdasar kan Mortalitas
Berdasarkan tabel diatas, didapatkan bahwa sebanyak 130 orang (85,0%) penderita karsinoma hepatoseluler masih hidup, tetapi sebanyak 15 orang (15,0%) sudah dinyatakan meninggal.
5.2. Pembahasan
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui profil penderita karsinoma hepatoseluler di RSUP H Adam Malik Medan periode 01 Januari 2009 – 31 Desember 2012. Penelitian ini dilakukan sejak bulan Agustus sampai Oktober 2013. Menurut data komputerisasi rekam med ik, didapatkan jumlah penderita karsinoma hepatoseluler sebanyak 153 pasien.
Mortalitas N %
Hidup 130 85,0
Meninggal Total 23 153 15,0 100
(51)
Insidensi karsinoma hepatoseluler meningkat seiring peningkatan usia, diagnosa karsinoma hepatoseluler terutama dialami oleh kelompok usia lebih tua dari 40-an hingga 60-an yang diakibatkan penurunan fungsi hati dengan bertambahnya usia. Pada tabel 5.1 dapat dilihat bahwa kelompok usia yang paling banyak didiagnosa dengan karsinoma hepatoseluler adalah kelompok usia 40 -60 tahun (58,2%). Hal yang sama didapati pada penelitian Elisa bet (2009) yang mendapati sekitar 48,2 % dari 110 pasien karsinoma hepatoseluler berusia di atas 40 tahun di Rumah Sakit Elisabeth Medan. Sedangkan pada tabel 5.1 juga didapati 17% pasien karsinoma hepatoseluler yang berusia dibawah 40 tahun dimana bisa ju ga dialami oleh individu lebih muda yang telah terkena hepatitis -B atau C kronis sejak lahir atau pada mereka dengan kondisi bawaan tertentu.
Berdasarkan Jenis kelamin penderita karsinoma hepatoseluler, pada tabel 5.2 didapatkan kelompok terbanyak adalah kelompok pria (78,4%). Hal ini sesuai dengan penelitian Hidayat (2007) yang menyatakan bahwa rasio penderita karsinoma hepatoseluler antara pria dan wanita adalah 6 : 1 dengan kejadian pada pria lebih tinggi daripada wanita. (Hussodo, 2009) Selain itu bebe rapa penelitian dijumpai hal yang sama, seperti penelitian Elisabet (2009) di Medan yang mendapatkan pasien pria dengan persentase 63,6 % dari 110 pasien yang didiagnosa dengan karsinoma hepatoseluler.
Pengaruh jenis kelamin terhadap kejadian karsinoma h epatoseluler biasanya lebih banyak pada laki -laki hal ini dihubungkan dengan faktor hormonal atau prevalensi HBsAg yang tinggi pada laki laki, konsumsi alkohol yang tinggi pada laki -laki peminum berat (>50 -70g/hari dan berlangsung lama) meningkatkan risiko karsinoma hepatoseluler pada pengidap hepatitis B dan hepatitis C Elisabet (2009).
Berdasarkan riwayat keluarga terhadap karsinoma hepatoseluler juga penting untuk mengetahui kondisi medis seperti hemochromatosis keturunan (gangguan di mana ada terlalu banyak zat besi disimpan dalam tubuh, termasuk dalam hati). besi dalam penyakit hati berlemak (akumulasi lemak dalam hati), sclerosing cholangitis (peradangan dan jaringan parut dari saluran empedu di dalam dan di luar hati) dan hepatitis autoimun (peradanga n hati karena respon autoimun) mungkin juga
(52)
menempatkan satu pada peningkatan risiko pertumbuhan kanker di hati (National Institute of Diabetes and Digestive and Kidney Diseases , 2008). Pada tabel 5.3 pengaruh riwayat keluarga terhadap karsinoma hepatosel uler data yang didapatkan paling banyak tidak ada riwayat dari keluarga yaitu 84,3%.
Berdasarkan pekerjaan pada tabel 5.4 bahwa proporsi pekerjaan tertinggi terhadap karsinoma hepatoseluler adalah petani yaitu 30,7%. Sering tanpa disadari bahan kimia beracun tersebut masuk ke dalam tubuh seseorang tanpa menimbulkan rasa sakit yang mendadak dan mengakibatkan keracunan kronis. Seseorang yang menderita keracunan kronis, ketahuan setelah selang waktu yang lama, setelah berbulan atau bertahun. Keracunan kronis akibat pestisida saat ini paling ditakuti, karena efek racun dapat bersifat karsiogenik (pembentukan jaringan kanker pada tubuh), mutagenik (kerusakan genetik untuk generasi yang akan datang), dan teratogenik (kelahiran anak cacat dari ibu yang keracunan). Hal ini menunjukkan bahwa petani tepapar bahan kimia seperti pestisida dalam jangka waktu yang lama dapat merusak fungsi hati dan menimbulkan efek karsiogenik (Nurhidayah, 2012). Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian Elisabet (2009) di rumah sakit Elisabeth Medan bahwa proposi pekerjaan penderita karsinoma hepatoseluler pada petani dengan proporsi 27,3%. Tetapi hal berbeda didapatkan pada hasil penelitian hidayat (2007) yang mendapatkan proporsi pekerjaan tertinggi pada pensiunan dengan proporsi 30,5% pada penelitian ini menjelaskan hal ini disebabkan untuk terjadi suatu keganasan membutuhkan waktu yang lama ( multisteps process: inisiasi, promosi, progresi ) sehingga kecenderungan timbul pada orang tua yang sudah pensiun (Hidayat, 2007).
Berdasarkan suku pada tabel 5.5 proporsi tertinggi suku penderita karsinoma hepatoseluler adalah suku batak dengan proporsi 51%. Pada penelitian ini suku batak adalah penggabungan batak Toba, Karo, Mandailing, Pak -pak, Simalungun. Hal ini bukan berarti suku batak berisiko tinggi terhadap karsinoma hepatoseluler hanya ingin menunjukkan bahwa yang berobat ke rumah sakit tersebut lebih banyak pada masyarakat bersuku batak.
(53)
Berdasarkan pola hidup pada tabel 5.6 didapati 36 pasien (23,5%) yang meminum alkohol pada p enderita karsinoma hepatoseluler. Hal ini mengakibatkan sirosis yang disebabkan oleh konsumsi alkohol dalam jangka waktu lama merupakan penyebab paling umum dari kanker hati di negara -negara maju. Mekanisme ini terjadi ketika para alkoholik menghentikan ko nsumsi alkoholnya, sel-sel hati akan mencoba untuk memperbaiki organ hati dengan cara regenerasi atau mereproduksi sel -sel baru. Selama proses regenerasi aktif inilah, terjadi suatu perubahan genetik (mutasi) yang menghasilkan kanker. Meskipun alkohol tida k memiliki kemampuan mutagenik, peminum berat alkohol (50 -70 g/hari dan berlangsung lama) beresiko untuk menderita HCC melalui sirosis hati alkoholik. Hanya sedikit bukti adanya efek karsinogenik langsung dari alkohol. Alkoholisme juga meningkatkan resiko terjadinya sirosis hati dan HCC pada pengidap infeksi HBV atau HCV. Sebaliknya, pada sirosis alkoholik terjadinya HCC juga meningkat bermakna pada pasien dengan HbsAg-positif atau anti- HCV positif. Ini menunjukkan adanya peran sinergistik alkohol terhadap infeksi HBV maupun infeksi HCV. Seringkali penyalahgunaan alkohol merupakan prediktor bebas untuk terjadinya HCC pada pasien dengan hepatitis kronik atau sirosis akibat infeksi HBV atau HCV. Efek hepatotoksik alkohol bersifat dose-dependent, sehingga asup an sedikit alkohol tidak meningkatkan resiko terjadinya HCC (Hussodo, 2009).
Selain itu pola hidup meminum jamu -jamuan dapat memicu karsinoma hepatoseluler yaitu dapat dilihat 5,2% pasien terkena karsinoma hepatoseluler dari minum jamu-jamuan hal ini bisa dikarenakan jamu yang telah berjamur ini diminum untuk waktu yang lama dan terus -menerus. jamu yang berjamur akan mengandung aflatoxin, suatu zat karcinogenik, yaitu zat yang dapat menimbulkan kanker, khususnya kanker hati. Selain itu j amu yang dari bahan alam tentu mengandung zat -zat alkaloida, yang tidak seluruhnya dapat diterima tubuh. Organ hati bertugas menyaring seluruh bahan yang bersifat racun. Dengan begitu beban hati menjadi demikian berat selama minum jamu. Jika kondisi hati tidak normal, dengan minum jamu justru akan memperburuk keadaannya. Lebih -lebih jika jenis jamu yang diminum banyak kandungan zat atau alkaloida yang bersifat racun terhadap tubuh.
(54)
Dimana salah satu penyebab karsinoma hepatoseluler juga akibat pengaruh obat atau zat-zat kimiawi lainya yang bersifat karsinogenik (Dokter Sahabat Kita, 2012).
Berdasarkan distribusi mortalitas pada tabel 5.7 didapati 130 pasien (85%) pasien dinyatakan hidup sedangkan yang dinyatakan meninggal didapati 23 pasien (15%). Menurut Journal of Hepatology (2013) karsinoma hepatoseluler adalah penyebab dari beban penyakit yang besar di seluruh Uni Eropa. Mortalitas penderita karsinoma hepatoseluler menurut Para peneliti menghitung bahwa 170.000 kematian setiap tahun disebabkan oleh sirosis hati dengan 47.000 dari ini disebabkan oleh kanker hati. Penyebab utama dari penyakit hati adalah konsumsi alkohol yang berlebihan, infeksi virus dan obesitas yang semuanya dapat dicegah dan diobati. karsinoma hepatoseluler menyebabkan 47.000 kematian setiap tahunnya. Pada tahun 2008, kejadian kanker hati di antara laki -laki adalah 11 per 100.000 orang dan 4 per 100.000 perempuan (Carter, 2013). Menurut American Cancer Society (2013) Untuk orang-orang yang tekena karsinoma hepatoseluler dengan stadium awal dan melakukan transplantasi hati, tingkat kelangsungan hidup 5 tahun adalah sekitar 60 -70%.
(55)
BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan
1. Proporsi penderita karsinoma hepatoseluler berdasarkan usia, yang paling banyak adalah pada kelompok usia 40-60 tahun, yaitu 58,2%.
2. Proporsi penderita karsinoma hepatoseluler berdasarkan jenis kelamin, yang paling banyak adalah pada laki -laki yaitu, 78,4%.
3. Proporsi penderita karsinoma hepatoseluler berdasarkan faktor risiko yang turut mempengaruhi yaitu berdas arkan data riwayat keluarga yang paling banyak pada penelitian ini tentang riwayat keluarga dimana terdapat data tidak lengkap, yaitu 84,3%.
4. Proporsi penderita karsinoma hepatoseluler berdasarkan pekerjaan yang paling banyak adalah pada pekerjaan petani, y aitu 30,7%.
5. Proporsi penderita karsinoma hepatoseluler berdasarkan faktor suku yang paling banyak adalah pada suku batak, yaitu 51%.
6. Proporsi penderita karsinoma hepatoseluler yang ditimbulkan dari pola hidup tidak sehat yang paling banyak adalah pada pola hidup tidak ada penjelasan pada rekam medik, yaitu 64,1% diikuti dengan pola hidup suka meminum alkohol 23,5%.
7. Berdasarkan tingkat mortalitas pada karsinoma hepatoseluler, yang paling banyak adalah kelompok yang masih hidup yaitu 85,0%.
6.2. Saran
1. Penderita karsinoma hepatoseluler sering ditemukan pada stadium lanjut maka perlu dilakukan deteksi secara dini terhadap orang yang berisiko dengan pemeriksaan USG dan AFP. Apabila ditemukan kanker segera mendapat penanganan dan pengobatan di tempat pelay anan kesehatan sehingga jumlah kematian akibat karsinoma hepatoseluler dapat dikurangi.
(56)
2. Diperlukan deteksi dini pada kelompok usia dibawah 40 tahun, terutama bagi individu yang memiliki riwayat keluarga terkena karsinoma hepatoseluler.
3. Untuk masyarakat secara umum dapat melakukan pencegahan untuk menghindari terkenanya karsinoma hepatoseluler yaitu dengan vaksinasi yang dilakukan sejak usia dini dimana terbukti efektif dan aman dalam hal mencegah timbulnya virus hepatitis B di tubuh.
4. Mengatur pola hidup yang sehat dengan menghindari mengkonsumsi alkohol terutama bila mengkonsumsi dalam jumlah banyak dalam jangka waktu lama.
5. Diperlukan melakukan pencegahan pada pekerjaan petani yaitu dengan menggunakan masker agar tidak terpapar langsung den gan zat kimia dari penggunaan pestisida dalam jangka waktu lama.
6. Kepada bagian RSUP Haji Adam Malik Medan diharapkan untuk meningkatkan data rekam medik, terkhusus yang berkaitan dengan penyakit karsinoma hepatoseluler misalnya tentang pola hidup dan riwayat keluarganya agar lebih lengkap dan mempermudah peneliti untuk melakukan pengamatan.
(57)
DAFTAR PUSTAKA
American Cancer society., 2013. Survival rates for liver cancer. Available from:
http://www.cancer.org/cancer/livercancer/detailedguide/liver -cancer-survival-rates.
Blachier M et al., 2013. The burden of liver disease in Europe: a review of the available epidemiological data. Journal of Hepatology 58: 593 -608.
Budihussodo, U., 2009.Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 1 edisi ke V. Jakarta : Balai Penerbit FKUI : 685-691.
Carter, M., 2013. Liver a disease a major cause of illness and death across the EU: action needed to save lives.Available from :
http://www.spiritia.or.id/news/bacanews.php?nwno=3289 [Accessed 16 April 2013].
Chandrasoma,P. & Taylor,C.R.Patologi Anatomi edisi ke II . Jakarta : EGC : 600-601.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia., 2005. Profil Kesehatan Indonesia 2005. Available from : http://www.depkes.go.id.
Desen,W., 2008. Tumor Abdomen Dalam Buku Ajar Onkologi Klinik edisi 2. Jakarta: Balai PenerbitFKUI : 408 -423.
(58)
1118- 1127. Available from:
http://www.nejm.org/doi/full/10.1056/NEJMra1001683 [Accessed 22 September 2011].
Elisabet S. I., 2009.Karakteristik Penderita Hepatoma yang Dirawat Inap di
Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan Tahun 2003 -2007. Available from: http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/14638/1/09E01649.pdf
Elmberg M, et al., 2003. Cancer risk in patients with hereditary hemochromatosis and in their first-degree relatives. Gastroenterology.125:1733-41.
Hassan MM, et al., 2008. The association of family history of liver cancer with
hepatocellular carcinoma: a case -control study in the United States.
Available from : http://www.texasoncology.com/types-of-cancer/liver-cancer/liver-cancer-screening-prevention/. [Accessed 16 October 2008].
Hidayat, H., 2007.Perbedaan profil klinik karsinoma hepatoseluler yang
terinfeksi kronik virus hepatitis B dengan virus hepatitis C. Available from:
http://eprints.undip.ac.id/22680/1/Hendri_Hidayat.pdf
Jacobson,D.R., 2013.Hepatocellular Carcinoma Imaging, University of Rochester School of Medicine. Available from :
http://emedicine.medscape.com/article/369226 -overview. [Accessed 17 April 2013].
Kamel IR, Bluemke DA., 2002. Imaging evaluation of hepatocellular carcinoma. J Vasc Interv Radiol 13:S73-S83.
(1)
esli 40-60 perempuan ibu rumah tangga data tidak lengkap batak tidak ada hidup
siti 40-60 perempuan pegawai negeri data tidak lengkap jawa tidak ada hidup
zaenudin 40-60 laki-laki petani tidak ada aceh
jamu-jamuan
hidup mustakim <40 laki-laki pekerja lepas data tidak lengkap aceh tidak ada hidup
ramlan 40-60 laki-laki nelayan data tidak lengkap batak tidak ada hidup
endang 40-60 perempuan ibu rumah tangga data tidak lengkap jawa tidak ada hidup
mulahen >60 laki-laki pensiunan data tidak lengkap batak alkohol hidup
asnan >60 laki-laki wiraswasta data tidak lengkap jawa tidak ada hidup
daud <40 laki-laki wiraswasta Ada aceh tidak ada hidup
miran >60 laki-laki wiraswasta data tidak lengkap jawa tidak ada hidup
sugia 40-60 laki-laki pegawai negeri data tidak lengkap batak alkohol dan jamu
hidup samsiah 40-60 perempuan ibu rumah tangga data tidak lengkap jawa tidak ada hidup
husni <40 laki-laki wiraswasta data tidak lengkap jawa tidak ada meninggal
janan 40-60 laki-laki petani data tidak lengkap aceh alkohol hidup
bahrum 40-60 laki-laki wiraswasta data tidak lengkap jawa alkohol hidup
surbakti 40-60 perempuan petani data tidak lengkap batak tidak ada hidup
tiomas >60 perempuan ibu rumah tangga data tidak lengkap batak tidak ada hidup
sopar 40-60 laki-laki pensiunan Ada batak tidak ada hidup
aliudin 40-60 laki-laki petani data tidak lengkap batak tidak ada hidup
djarnge >60 perempuan pensiunan Ada batak tidak ada hidup
syahri <40 laki-laki wiraswasta data tidak lengkap jawa tidak ada hidup
aman >60 laki-laki petani data tidak lengkap batak tidak ada hidup
marsudin 40-60 laki-laki wiraswasta data tidak lengkap batak alkohol hidup
ater >60 laki-laki petani data tidak lengkap batak alkohol hidup
marhatas 40-60 laki-laki petani data tidak lengkap batak alkohol dan
jamu
hidup
bachtiar 40-60 laki-laki petani data tidak lengkap aceh tidak ada hidup
pardamea 40-60 laki-laki wiraswasta data tidak lengkap batak
jamu-jamuan
hidup
sadik >60 laki-laki petani tidak ada jawa merokok meninggal
relawan 40-60 laki-laki pegawai negeri Ada jawa tidak ada hidup
darman 40-60 laki-laki petani data tidak lengkap jawa tidak ada hidup
suriyah >60 perempuan ibu rumah tangga Ada jawa tidak ada hidup
firman >60 laki-laki petani data tidak lengkap batak tidak ada hidup
ibrahim 40-60 laki-laki pegawai negeri data tidak lengkap jawa tidak ada meninggal
darwin 40-60 laki-laki petani data tidak lengkap batak tidak ada hidup
tungko >60 laki-laki petani Ada batak tidak ada hidup
(2)
total >60 laki-laki wiraswasta Ada batak tidak ada meninggal
syahrin 40-60 laki-laki petani data tidak lengkap batak alkohol hidup
eni 40-60 perempuan pegawai negeri data tidak lengkap jawa tidak ada hidup
azwir 40-60 laki-laki wiraswasta data tidak lengkap jawa merokok hidup
seri 40-60 perempuan petani data tidak lengkap jawa riwayat
minum obat
hidup
tumpak 40-60 laki-laki wiraswasta Ada batak alkohol meninggal
irfan <40 laki-laki wiraswasta data tidak lengkap aceh tidak ada hidup
muhammad 40-60 laki-laki pegawai negeri tidak ada aceh tidak ada hidup
asmar <40 laki-laki petani data tidak lengkap batak alkohol hidup
ahmad 40-60 laki-laki wiraswasta data tidak lengkap aceh alkohol hidup
mustika <40 perempuan wiraswasta data tidak lengkap jawa tidak ada hidup
rofinus >60 laki-laki petani data tidak lengkap batak alkohol meninggal
khalid 40-60 laki-laki petani data tidak lengkap aceh
jamu-jamuan
hidup
maruli >60 laki-laki pensiunan data tidak lengkap batak alkohol hidup
sauli 40-60 perempuan ibu rumah tangga data tidak lengkap jawa tidak ada hidup
arifin 40-60 laki-laki petani data tidak lengkap jawa alkohol meninggal
mahadi 40-60 laki-laki wiraswasta data tidak lengkap jawa tidak ada hidup
agran 40-60 laki-laki petani data tidak lengkap jawa alkohol hidup
sanggam <40 laki-laki pegawai negeri tidak ada batak tidak ada hidup
pen >60 laki-laki petani data tidak lengkap batak tidak ada hidup
bugis >60 laki-laki petani data tidak lengkap batak
jamu-jamuan
hidup
rustam 40-60 laki-laki wiraswasta data tidak lengkap jawa tidak ada hidup
dedy <40 laki-laki wiraswasta data tidak lengkap jawa tidak ada meninggal
jerry 40-60 laki-laki petani data tidak lengkap batak rokok dan
alkohol
hidup
achmad >60 laki-laki wiraswasta data tidak lengkap jawa tidak ada hidup
maruhum 40-60 laki-laki pekerja lepas Ada batak alkohol hidup
terus 40-60 laki-laki wiraswasta data tidak lengkap batak tidak ada hidup
wagino 40-60 laki-laki wiraswasta data tidak lengkap jawa
jamu-jamuan
hidup
riswan <40 laki-laki wiraswasta data tidak lengkap batak alkohol meninggal
reh ukur >60 laki-laki pensiunan data tidak lengkap batak tidak ada hidup
nelson 40-60 laki-laki wiraswasta data tidak lengkap batak alkohol hidup
adam <40 laki-laki pegawai negeri data tidak lengkap aceh tidak ada hidup rumini 40-60 perempuan ibu rumah tangga data tidak lengkap batak tidak ada meninggal bedawi >60 laki-laki pegawai negeri data tidak lengkap jawa tidak ada hidup amrizal 40-60 laki-laki pekerja lepas data tidak lengkap jawa tidak ada hidup
(3)
usman 40-60 laki-laki petani data tidak lengkap batak alkohol meninggal nasarudi 40-60 laki-laki pegawai negeri data tidak lengkap aceh tidak ada hidup
dame >60 laki-laki wiraswasta data tidak lengkap batak alkohol hidup
saul >60 laki-laki petani data tidak lengkap batak tidak ada hidup
zairina 40-60 perempuan pegawai negeri data tidak lengkap aceh tidak ada hidup
marnaek 40-60 laki-laki petani data tidak lengkap batak tidak ada hidup
rosna 40-60 perempuan wiraswasta data tidak lengkap batak tidak ada hidup
kusni 40-60 laki-laki pegawai negeri data tidak lengkap jawa tidak ada hidup
ridwan 40-60 laki-laki supir tidak ada batak tidak ada hidup
chairudi 40-60 laki-laki wiraswasta data tidak lengkap batak tidak ada hidup rosdiana 40-60 perempuan ibu rumah tangga data tidak lengkap batak tidak ada hidup
saut 40-60 laki-laki petani Ada batak alkohol hidup
sahat >60 laki-laki pensiunan data tidak lengkap batak tidak ada hidup
abdullah 40-60 laki-laki petani data tidak lengkap aceh tidak ada hidup
ranap 40-60 laki-laki petani data tidak lengkap batak alkohol hidup
pandji 40-60 laki-laki pensiunan data tidak lengkap batak tidak ada hidup
(4)
Lampiran 5
Usia
Frequency Percent
Valid
Percent
Cumulative
Percent
Valid
<40
26
17.0
17.0
17.0
40-60
89
58.2
58.2
75.2
>60
38
24.8
24.8
100.0
Total
153
100.0
100.0
Jeniskelamin
Frequency Percent
Valid
Percent
Cumulative
Percent
Valid Laki-Laki
120
78.4
78.4
78.4
Perempuan
33
21.6
21.6
100.0
Total
153
100.0
100.0
Pekerjaan
Frequency Percent
Valid
Percent
Cumulative
Percent
Valid Pegawai Negeri
23
15.0
15.0
15.0
Pegawai Swasta
2
1.3
1.3
16.3
Wiraswasta
37
24.2
24.2
40.5
Petani
47
30.7
30.7
71.2
Ibu Rumah
Tangga
18
11.8
11.8
83.0
Pekerja Lepas
9
5.9
5.9
88.9
Nelayan
2
1.3
1.3
90.2
Pensiunan
13
8.5
8.5
98.7
(5)
Pekerjaan
Frequency Percent
Valid
Percent
Cumulative
Percent
Valid Pegawai Negeri
23
15.0
15.0
15.0
Pegawai Swasta
2
1.3
1.3
16.3
Wiraswasta
37
24.2
24.2
40.5
Petani
47
30.7
30.7
71.2
Ibu Rumah
Tangga
18
11.8
11.8
83.0
Pekerja Lepas
9
5.9
5.9
88.9
Nelayan
2
1.3
1.3
90.2
Pensiunan
13
8.5
8.5
98.7
Supir
2
1.3
1.3
100.0
Total
153
100.0
100.0
Riwayat Keluarga
Frequency Percent
Valid
Percent
Cumulative
Percent
Valid
Ada
15
9.8
9.8
9.8
Tidak Ada
9
5.9
5.9
15.7
Data Tidak
Lengkap
129
84.3
84.3
100.0
Total
153
100.0
100.0
Suku
Frequency Percent
Valid
Percent
Cumulative
Percent
Valid
Batak
78
51.0
51.0
51.0
Aceh
20
13.1
13.1
64.1
Tionghoa
1
.7
.7
64.7
(6)