Pola Komunikasi Masyarakat Kampung Bali (Studi Deskriptif Etnografi Pola Komunikasi Masyarakat Suku Bali dalam Berinteraksi dengan Masyarakat yang Multietnis di Desa Cipta Dharma)

LAMPIRAN

Universitas Sumatera Utara

BIODATA PENELITI
Nama/NIM

: Abdul Rahman Sinaga/120904022

Tempat/Tanggal Lahir

: Tj. Sari, 12 September 1994

Departemen

: Ilmu Komunikasi FISIP USU

Alamat

: Lingk. XI Rambung Putih-Simpang Mancang, Kel.
Pekan Selesai, Kec. Selesai, Kab. Langkat


Email

: abd.rahmansinaga@gmail.com

Orangtua
Ayah

: M. Tamrin

Ibu

: Rainiah

Anak ke

: 1 dari 2

Agama


: Islam

Pendidikan

: 2000 – 2006
SD Negeri 057745 Simpang Mancang
2006 – 2009
SMP Swasta Dharman Bakti Selesai
2009 – 2012
SMA Negeri 1 Selesai
2012 – 2016
Departemen Ilmu Komunikasi FISIP USU

TRANSKRIP HASIL WAWANCARA

Universitas Sumatera Utara

Tujuan Penelitian
3. Untuk mengetahui Pola komunikasi Masyarakat Hindu Bali dalam
berinteraksi dengan masyarakat yang multietnis di Desa Cipta Dharma.

4. Untuk mengetahui hambatan dalam berkomunikasi yang dialami Masyarakat
Hindu Bali dalam berinteraksi dengan masyarakat yang multietnis di Desa
Cipta Dharma.

P

: Peneliti

I

: Informan

Informan I
Nama

: Nyoman Sumandro

Umur

: 41 Tahun


Pekerjaan

: Nderes Getah ( Petani Karet)

Tanggal Wawancara : 21 Februari dan 3 Maret.
Tempat

: Rumah Bapak Nyoman Sumandro
Kp. Bali, Kec. Sei Wampu, Kab. Langkat

P

: Berdasarkan Informasi yang saya dapat Bapak adalah seorang Pemangku,

Apa itu Pemangku pak? Dan apa tugasnya?
I

: ya saya seorang Pemangku. Sebagai pemangku tugas saya menyelesaikan


upacara-upacara keagamaan, menuntun Umat Hindu untuk bersembahyang di
Pura, kalau hari raya Nyepi atau sebagainya disitu Pemangku bertugas menuntun,
membantu masyarakat Hindu itu untuk sembahyang. Yang kedua, menyelesaikan
upacara-upacara apabila ada pernikahan, apabila ada tiga bulan anak, di rumah
masyarakat Hindunya. Melaksanakan upacara-upacara keagamaan di kampung
sini lah, itulah tugas pemangku.
P

: Selain sebagai Pemangku, bapak juga menjadi Kepala Dusun di

Kampung Bali ini ya pak?
I

: Iya, dulu waktu saya masih Kepala Dusun, terus Pemangkunya disini

pergi entah kemana, udah enggak mau lagi dia mengabdi, jadi diadakan
perkumpulan Pura, disitulah saya dipilih menjadi Pemangku.

Universitas Sumatera Utara


P

: Jadi kalau untuk sumber penghasilan, pekerjaan bapak apa pak?

I

: Kalau saya kerja saya sehari-hari nderes karet, menyadap karet, ada

sekitar 2 Ha yang punya saya pribadi, itulah pekerjaan saya, itulah untuk makan
saya, beserta istri saya.
P

: terus kalau untuk berinterkasi sama masyarakat disini bapak sering?

Baik itu yang suku Bali, Jawa, Karo atau Batak yang ada disini pak.
I

: Sering, apalagi saya Kepala Dusun, jadi ada masalah apapun mereka

kemari. Saya berinteraksi sebagaimana baiknya saya bikin kepada masyarakat.

Saya bimbing mereka, jangan, misalnya dia itu akan begini-akan begitu, ya saya
arahkan. Apa solusinya, ya seringlah. Itu juga tugas dan tanggungjawab
pemangku. Apa itu Pemangku? Ya, rohaniawan kan. Terus kedua sebagai Kepala
Dusun, ya kalau saya tidak peduli masyarakat ini, bagaimana nasibnya.
P

: Bapak akrab sama masyarakat disini pak?

I

: Iya, saya akrab sama semua masyarakat yang ada disini. Apalagi saya

kepala dusun jadi saya memang harus akrab dengan masyarakat disini.
P

: Yang paling akrab itu sama siapa pak?

I

: Ya saya akrab-akrab sama masyarakat disini, tapi memang yang paling


sering apa itu ya sama bapak yang depan itu, sama dia lah.
P

: Apakah bapak terbuka dengan semua masyarakat disini?

I

: Terbuka, saya terbuka dengan mereka, mereka terbuka dengan saya.

Kalau ada apa mereka datang ke rumah saya. Kalau mereka ada masalah kita cari
solusinya sama-sama.
P

: Kalau perasaan bapak saat dengan masyarakat disini gimana pak?

I

:Perasaan saya sih kalau masalahnya itu misalnya, dia misalnya punya


masalah dan itu bisa saya selesaikan, rasa saya itu gembiralah, kemudian itu
masyarakat tadinya udah, masih ada masalah dan bisa saya selesaikan dengan
berupaya saya. Kalau itu saya berinteraksi untuk gotong royong, ya kadangkadang agak keras sedikit, karena ya kadang diajak gotong royong itu agak sulit,
makanya kadang agak apa jugalah, agak ada penekanan, sedikit aja, dengan
bahasa ajalah. “ Harus hadir karena untuk kita bersama jadi tolonglah untuk
besok/hari ini kita hadir bersama-sama”
P

: Kalau pemikiran bapak sama masyarakat disini gimana pak? Masyarakat

suku Bali nya sama masyarakat yang lainnya juga.

Universitas Sumatera Utara

I

: Sama saja, sama saja saya menyayanginya, sama saja saya

mengarahkannya, ibaratnya tidak ada saya itu “ ah dia suku saya” tidak ada
keberpihakan. Lagipun kita sudah satu kampung, suatu pimpinan kan tidak boleh

berpihak, kebenaran yang diutamankan.
P

: Disinikan masyarakatnya udah berbaur ya pak, ada nggak perbedaan

antara masyarakat Suku Bali sama masyarakat suku lain pak?
I

: Tidak ada kalau perbedaan, artinya disini ya kalau cari makan ya cari

makan, jalankan adat istiadat. Dia beragaam muslim ya dijalankan sesuai dengan
kemuslimannya, kami Hindu disini kami jalankan ritual kami secara Hindu. Yang
membedakna hanya ajaran agama dan ritual adat sitiadat, itupun tidak ada
complain, tidak ada misalnya tidak boleh, tidak ada gontokan, gesekan antara
kami.
P

: terus, disini kalau ada pesta atau hajatan itu gimana pak?

I


: Ya misalnya ada nikahan, syukuran rumah baru, ya saling mengundang.

Kalau misalnya Hindu ataupun masyarakat Suku Bali punya hajatan masuk rumah
baru, Selapan anak, kalau kami 3 bulan anak kalau kami orang bali, itu ya
mengundang, jika dia mampu mengundang dia mengundang seluruh masyarakat
Kampung Bali ataupun mengundang keluar juga, mengundang keluar kampung
ini juga. Misalnya adalah saudara dia, misalnya ada yang di Patok (nama desa),
keluarga di Paya Tusam, ya dia mengundang juga. Ada kawinan, memasuki
rumah baru, kami mengundang. Disini orang Suku Jawa juga mengundang kami
dan pamilinya yang ada dimana-mana. Seperti apa yang dilaksanakan diluar sana,
menikahkan anak, menghajatkan anak, seperti itu jugalah kami. Mengundangundang sahabat, kerabat, orang kampung sebelah.
P

: kalau untuk makanan itu gimana pak? Kan kita tau kalau yang muslim

lah kita bilang, kan nggak boleh makan daging babi, sementara yang Hindu nggak
boleh makan daging sapi, itu cemana pak?
I

: kalau itu gini dia, kalau misalnya kita orang Hindu pesta, untuk yang

Jawa yang Muslim itu masaknya di rumah orang Jawa, kita suruh mereka
masakannya, gitu juga kalau mereka yang pesta, mereka sediakan daging ayam
untuk kami.
P

: Kalau respon atau tanggapan masyarakat dari suku lain terhadap kegiatan

upacara-upacara atau ritual yang dilakukan sama Suku Bali itu gimana pak?

Universitas Sumatera Utara

I

: Tanggapannya sih sepertinya tidak ada, tidak ada tanggapan apa-apa sih,

tidak ada tanggapanlah, hanya sekedar diam.
P

: Kalau antusias untuk lihat atau tanya itu ada pak?

I

: Kalau melihat ada, Cuma untuk nanya-nanya gitu untuk penduduk sini

kurang gitu. Tidak ada pertanyaan, kalau masyarakat dari luar sering, nanya pun
kadang-kadang. Kalau masyarakat disinikan ibaratanya tatacaranya itu 70% udah
tau, udah sering nengok, Cuma mungkin kalo ini tujuannya apa tidak tau, mereka
hanya sekedar tau, mungkin karena bukan ritual dia. Kecuekan itu ada pada
masyarakat disini, “ itu bukan ritual ku ngapailah terlalu jauh” (contohnya)
P

: Jadi kalo sekarang itu udah nggak ada pak?

I

: nggak ada.

P

: Oya, kalo bertamu ke rumah masyarakat disini bapak pernah, Pak?

I

: Saya kalau ada kepentingan-kepentingan ya bertamu saya, tapi nanti

kalau misalnya itu ada hari raya, muslim misalnya hari raya, kalau misalnya
bertamu ya bertamu saya. Tapi gak semua rumah saya masuki gitu. Ya bertamu
saya, bertamu ke rumah yang erat persahabatannya, ke rumah orang-orang yang
dituakan, itu saya bertamu.
P

: Kalau bertamu biasanya apa saja yang dibicarakan?

I

: Ya banyak, cerita tentang kehidupan kita disini, tentang ekonomi kita. Ya

banyak lah bang.
P

: Kalau untuk duduk-duduk di warung bapak pernah, Pak?

I

: Dulu sering, tapi selama saya menjabat pemangku , ini tidak dibenarkan

duduk di warung sampai lama-lama. Gak boleh, karena diakan seorang
Rohaniawan. Di warung itu kan penuh dengan canda dan tawa, jadi tidak
dibenarkan. Nanti ada yang kita dengar (tidak layak) kan tidak enak. Sekarang
udah gak pernah lagi.
P

: Kalo untuk bicara-bicara berdua atau bertiga gitu sama masyarakat disini

pernah nggak Pak?
I

: Pernah, sering malah bang.

P

: Apa saja yang dibicarakan?

I

: Ya kalau mereka ada masalah atau mereka ada perlu tentang

pemerintahan, mereka datang ke rumah saya. Kita bicara-bicara. Kalau mereka

Universitas Sumatera Utara

ada masalah ya saya carikan solusinya. Tapi kalau untuk interaksi secara santai itu
tidak pernah. Paling yang sering sama tetangga depan ini.
P

: Ualo untuk bertukar informasi sama masyarakat disini perah Pak?

I

: Sering, Kalau ada informasi misalnya kata Kepala Desa ini perlu

disampaikan kepada masyarakat, itu saya kumpulkan di balai dusun.
P

: Biasanya informasi apa saja pak?

I

: Seperti ada perintah. Misalnya ini ada perintah yang penting dari Kepala

Desa, ada instruksi besok harus apa, ada tamu yang mau datang, misalnya Bupati
gitu.
P

: Dimana biasanya tu Pak?

I

: Balai dusun. Jadi untuk mengumpulkannya saya buat strategi, saya cari

waktu lowong mereka. Saya juga door to door, biasanyakan itu lewat tengah hari
“ besok jam 2 kita kumpul di balai dusun” door to door saya, besok di hari-H nya
saya pukul kentong. Di balai dusun itukan ada kentong, saya pukul “
tung...tung...tung...” nanti ngumpul. Itu lah dia kalau misalnya ada penyambutan
tamu, atau ada yang mau dibicarakan kepada masyarakat atau disampaikan kepada
masyarakat secara formal. Harus kumpul di balai dusun, tapi door to door untuk
membilanginya. Itu saya yang membilanginya, kadang kalau saya ada kegiatan
tetangga depan saya suruh bilangi.
P

: Kalo untuk berkomunikasi secara berkelompok atau rame-rame gitu

pernah Pak?
I

: Ya itu di balai dusun kalau ada hal-hal penting tentang pemerintahan atau

tentang masyarakat.
P

: Disini ada perkumpulan Pura Pak?

I

: Dulu ada muda-mudi, tapi sekarang udah gak ada karena banyak yang

keluar, banyak yang kos, sekolah, kerja di luar jadi sekarang udah gak ada lagi.
Kalau orang tua masih ada, Suka-Duka namanya.
P

: Apa saja yang dibicarakan pak?

I

: Kalau suka duka itu tentang masyarakat Hindunya, entah ada

pembangunan pura atau ada kemalangan.
P

: Oya Pak, sekarang zaman kan makin canggih, kalo untuk berkomunikasi

sama masyarakat disini pake HP pernah Pak?
I

: Sering, misalnya memberitahu surat sudah selesai, saya telpon aja.

Universitas Sumatera Utara

P

: Apa yang dibicarakan pak?

I

: Kepentingan umum, pribadi, golongan. Tapi kalau untuk mengumpulkan

orang itu tidak menggunkan handphone. Misalnya dia mau ngurus surat
keterangan berkelakuan baik, buat keterangan tanah, yang tadinya udah jumpa
tapi kemudian kurang lengkap datanya, saya telpon aja. Yang ada nomor
telponnya ya. Karena gak semua masyarakat punya HP, ataupun gak semua
nomornya saya tau.
P

: Disini masyarakatnya masih suka gotong royong Pak?

I

: Dulu rutin dulu, sekarang memang enggak lagi. Sudah dialihkan, sudah

diupahkan. Dulu setiap hari kamis, rutin dulu, sekarang sudah diupahkan kepada
pekerja itu. Karena ada juga income dari BPKD, Badan Pendapatan Perkapita
Desa. Kita menjual sawit atau karet. Jadi, kalau untuk karet ini kepada tengkulak
kami kutipkan perkilonya 20 perak, ya dari income itu perkilonya 20 perak, jadi
perminggunya itu kalo dikali satu tokeh itu biasanya apa dia, hari ini masyarakat
ini setoran kesitu. Jadi nanti diglobal dia berapa dapatnya. Misalnya dia 1 orang
ada dapat 5 ton, itulah 5 ton dikali 20 perak. Untuk sawit gitu juga, kalo nanti
kami masyarakat disini menyetor sawit kepada agen-agen, agen sawit disini ada
dua. Misalnya nanti, dapat 10 ton jual sawit, itu nanti dikalikan, kalo sawit 10
perak. Itulah untuk pembenahan kampung, untuk dia juga nanti, untuk kami juga,
untuk masyarakat juga.nanti kalau sistem gotong royong dipake itu kami belikan
minuman, kami belikan snack, roti, makanalah ala kadarnya. Jadi karena tidak
gotong royong lagi itulah untuk pengganti daripada upah harian, untuk diupahkan.
P

: itu kenapa enggak jalan lagi Pak?

I

: gimana ya, itu memang keputusan dari BPKD.

P

: Oya, kan tadi bapak bilang kalo ngajak gotong royong agak keras gitu

ngajaknya pak, itu biasanya siapa yang suka bandel kalo gotong royong Pak?
I

: kalo dibilang siapa ya cemana ya, soalnya kalo misalnya dia hari ini

nggak datang itu besoknya gotong royong lagi dia datang, jadi nggak bisa dibilang
siapa.
P

: Disini kalo ada orang meninggal atau kemalangan, gimana cara

ngasihnya ke masyarakat Pak?
I

: Ada dari kentongan, kalau masyarakat Hindu dia kalau misalnya

meninggal dia ada kentong di balai dusun, kalau muslim pake bedug yang ada di

Universitas Sumatera Utara

masjid. Dari mulut ke mulut juga ada, tapi formalnya dikasih tau pake kentong
atau bedug.
P

: Orang Bali ini kan ada sistem penyebutan untuk anak Pak, kayak wayan,

made. Itu gimana sistem penyebutannya Pak?
I

: Dia gini tu, kalau anak pertama dia harus wayan, kalau dia gak mau

Wayan dia bisa pake Gede, kayak anak saya ini pake Gede. Kalau gak mau
Wayan atau gGde dia pake Putu. Kalau anak kedua dia pake Made, gak mau
Made,

Nengah, dah gitu Kadek. Terus anak ketiga Komang, kalau enggak

Komang dia Nyoman. Kayak saya Nyoman, kalau gak salah Cuma dua aja. Yang
terakhir gak ada gantinya, Ketut untuk anak keempat. Kalau misalnya punya anak
lebih dari empat balik lagi ke dia ke Gede atau Putu, Wayan pun bisa. Balik
lagilah pokoknya ke semula.
P

: Kalau untuk anak bapak menggunakan yang mana?

I

: Kalau saya itu anak pertama Gede, kedua itu Made terus yang ketiga

Nyoman.
P

: Suku Bali ini kan terkenal sama ritual-ritaulnya Pak, Saat ini ritual dan

tradisi adat apa saja yang masih dilaksanakan Pak?
I

: Mencaru, tauruk sangu atau mencaru. Sama perayaan, kami mengadakan

persembahyangan di Pura,kami memakai sajen juga itu. Apakah itu kue-kue kue,
bawa seadanya, semampu kami kepada Sanghiangwidi, itu kalo hari raya. Kalau
tauruk sangu itu kepada Buto Galo dia, kepada iblis, setan, buto galo.
P

: Maknanya apa pak?

I

: Itu gini, mencaru itu untuk memberi upah-upah kepada Buto Galo atau

roh-roh jahat, setan, iblis biar waktu Nyepi kami enggak diganggu. Jadi kami bisa
melaksanakan nyepi dengan lancar. Itu sebenarnya.
P

: Kalau yang lain Pak?

I

: Banyak bang, ada 3 bulan anak, adat nikahan, nanti ada upacara orang

meninggal.
P

: Kalau untuk hari besar, hari besar apa saja yang dirayakan pak?

I

: Galungan, Sarasvati, itu dilaksanakn berdasarkan kalender bali. Kami

pedomannya kalender bali aja, tapi yang gak bisa berubah hari itu Galungan,
kalau galungan itu jautuhnya tetap hari rabu, bulannya berubah, saya juga kurang
memahami. Galungan itu memperingati hari kemenangan Dharma, kemenangan

Universitas Sumatera Utara

kebenaran. Dharma melwan Adharma, kebenaran melawan ketidakbenaran. Maka
dilakukanlah Galungan. Biasanya masyarajat bersembahyang ke Pura jam 9, jam
8 lah, dah gitu di rumah lagi di sanggah-sanggah, hanya sembahyang saja.
P

: Kalau Nepi Pak?

I

: Nyepi, kalau nyepi itu tidak boleh keluar rumah. Tapi saya tengok kalo di

kampung sini ya tidak juga. Ada umat hindu gitu, dai keluar-keluar. Enggak
kayak di Bali yang ketat. Sudah tidak terlalu ketat seperti di Bali karena tidak ada
Hukuman. Tapi kalau dia kental agamanya dia akan melaksanakan meditasi,
puasa. Tidak ada tuntutan kalau keluar, minum, beli ini itu, dolan. Itu tidak ada
kami.
P

: Ada lagi Pak?

I

: Sarasvati itu memperingati lahirnya Dewi Sarasvati, lahitnya Ilmu

Pengetahuan. Mengadakan upacara khusus kalau itu, hanya kepada Dewi
Sarasvati, membuatkan sajen diatas weda, kalau sembahyang kepada Dewi
Sarasvati, Khusu kepada Dewi Sarasvati. Kalau Kuningan itu setelah Galungan,
10 harinya galungan, udah pasti itu. Itu gininya, mengadakan persembahyangan
tapi itu pagi-pagi, itu Galungan Para Dewa turun semua, udah kami panggil Dewa
itu pas hari Galungan turun semua, jadi bersemayanglah di Pura itu, jadi kami
ingin mengasih bekal aja, bawa juga itu sajen-sajen, ngasih bekal para Dewa,
itulah dengan doa bahwa menyaksikan para dewa ataupun memberikan upah-upah
kepada Dewa itu. Dewa akan kembali ke kayanagan. Menyaksikan para Dewa
dari bumi kembali ke kayangan. Intinya Kuningan itu kembalinya para Dewa ke
kayangan.
P

: Kalau Sesajen itu maknanya apa pak?

I

: Itu maknanya gini, kami kan udah dianugerahkan itu makanan, seperti

dianugerahkannya itu rejeki, jadi kami karena hastiti kami kepada Sang Hyang
Widi sangat kental, karena kami itu memandang karena Sang Hyang Widi itulah
kami hidup, terlahir atau selamat, karena Sang Hyang Widi diberikan rejeki. Maka
kami dengan tulus iklas memberikan itu, memberikan kue-kue itu untuk kami
bawa ke pura, disamping saya nanti bersembahyang memohon kepada Sang
hyang widi keselamatan. Kami bawakan nanti itu kue-kue sebagai unsur
terimakasih kami. Karena cinta kasih kami kepada Sang Hyang widi, rasa ucapan

Universitas Sumatera Utara

terimakasih aja itu. Dialah yang memberikan segalanya. Apalagi yang bisa kami
persembahkan, itulah tenaga kami buat kue kami persembahkan.
P

: Terus itu saya lihat ada bambu yang di deapn-deapn ruamh itu apa Pak?

maknanya apa pak?
I

: Penjor itu, penjor itu maknanya kalau saya nilai ada dua, itu

melambangkan seperti manusia semakin berisi semakin menunduk, dua
melambangkan Gunung Agung. Ada dua itu, melambangkan gunung Agung, tapi
kalau seperti manusia itu semakin tinggi pengetahuannya harus menunduk seperti
padi itu dari orang tua bicara saya dengar. Itu wajib dipasang saat hari Raya
Galungan, isinya itu ada buah-buahan seperti buah-buahan pisang, kelapa ada
janur juga.
P

: Disini kalo untuk membedakan rumah masyarakat Bali sama yang lain

itu bagaimana Pak?
I

: Cara membedakannya itu kalau dia Hindu dia ada tempat

persembahyangannya sehari-hari, sanggah namanya. Itu tempat persembahyangan
sehari-hari, di rumah masing-masing. Itu setiap rumah wajib ada.
P

: Kalo untuk simbol-simbol yang identik sama Hindu Bali itu ada Pak?

I

: Ada, Swastika, itu artinya hubungan kita kepada Sang hyang widhi yang

keatas, dan yang vertikal ini hubungan kita kepada alam dan manusia, kepada
sesama. Ada lagi trimurti, melambangkan tiga Dewa, Brahma, Wisnu, Siwa,
melambangkan tiga dewa. Oh iya itu namanya Trisula,melambangkan Trimurti.
P

: Kalau penggunaan warna Pak?

I

: Ada, kalau timur dia putih, kalau mencaru itu berguna itu. Kalau yang di

Barat Kuning, kalau yang di Selatan Merah, di Utara Hitam. Kalau untuk
singgasana Dewa itu menggunakan kain putih kuning untuk tapakan singgasana.
Tapi yang lebih sering digunakan itu putih kuning, karena putih itukan artinya
suci sedangkan kuning itu artinya kemakmuran.
P

: Kalau atribut atua yang dipake di tubuh itu ada Pak?

I

: ada itu kayak Udeng; Saput, itu ikat pinggang; kamen itu kain, kalau mau

ke Pura pake kain.
P

: Maknanya apa itu Pak?

I

: Kalau makna gini, kitakan kalau ke Pura itu harus sopan, harus bersih

jadi dia gini, kalau udeng itu untuk mengikat pikiran kita, kalau saput atau ikat

Universitas Sumatera Utara

pinggang itu untuk mengikat jiwa raga kita, tapi kalau kain itu saya rasa biar
sopan aja.
P

: terus kalau masyarakat Hindu Bali ini kalau meninngal dibakar, itu

maknanya apa Pak?
I

: Itu mengembalikan kelima unsur pembentuk diri kita, Panca maha buto.

Kalau kami Hindu mempercayai badan atau wadak ini terbentuk dari lima unsur
seperti pertiwi atau tanah, api, air, angin dan akase. Itulah mengembalikan kelima
unsur itu aja. Ketika wadak kita itu dibakar kembalilah yang dari api ke api, yang
air inikan habis dibakar dihanyutkan ke laut, itu dikembalikan ke air, yang dari
tanah inikan sendirinya ke tanah, yang dari angin inikan terbang dibawa angin.
Kalau akase itu tenaga ya pulang ke Dewa. Intinya mengembalikan kelima unsur
yang ada di wadak kita ini aja.
P

: Kalau masyarakat yang Suku Bali disini masih menggunakan bahasa Bali

pak?
I

: Kalau dipersentasikan 90% sudah menggunakan Bahasa Indonesia,

jarang sekali menggunakan bahasa Bali. 90% menggunakan Bahasa Indonesia,
yang 10% paling menggunakan Bahasa Bali, paling diantara sang muda dan orang
tualah. Misalnya dia datang kepada orang tua memang menggunakan Bahasa Bali.
Diwajibkan setahu dia, tidak semua. Kalau dia tau Bahasa Bali ya pake Bahasa
Bali, kalau enggak ya campur-campu, kalau kepada orang tua harus ada
menggunakan Bahasa Bali.
P

: Kalau Masyarakat Hindu Bali, dalam sehari berapa kali melaksanakan

persembahyangan pak?
I

: Dari pagi itu jam 6 pagi, kalau siang tengah hari jam 12, kalu dia sore

jam 6 juga. Tida kali kami sembahyang sehari.
P

: Ada hari khusus untuk sembahyang pak?

I

: Kami yang khsus tidak ada, Cuma itu yang sebulan dua kali itu ada,

Purnama Tilem itu 15 hari sekali. Gak seperti muslim setiap hari jumat, kami 15
hari sekali Purnama Tilem, Purnama itu bulan penuh, Tilem itu mati bulan. Kalau
bisa semua turun ke Pura tapi itulah manusia, ada yang memang dia kental
mendekatkan diri kepada Tuhan, paling gak di rumah dia melaksanakan itu.
P

: Hal apa saja yang wajib dalam melakukan persembahyangan pak?

Universitas Sumatera Utara

I

: Kalau Hindu ini sebenarnya yang penting dalam sembahyang itu ada tiga,

api, air sama bunga. Api itu kami pake dupa jadi dupa itu dibakar jadi itu sebagi
saksi. Kalau air itu untuk mensucikan, ada air suci namanya. Kalau bunga itu
sebagai perwujudan Tuhan
P

: Bapak pernah merasa bingung atau tidak mengerti dengan bahasa daerah

yang digunakan masyarakat Jawa, Karo dan Batak yang ada disini?
I

: Pernah saya bingung, dia bahasa karo. Kalau bahasa Jawa saya tau. Dia

bahasa Karo, karena saya tidak tau, itulah saya bingung. Tapi kadang-kadang saya
bilangi kalau itu berinterkasi sama saya lah, saya bilangi “ pake Bahasa Indonesia,
pak” karena saya tidak mengerti Bahasa Karo, dia ya merubah juga.
P

: Hambatan komunikasi apa saja yang bapak alami ketika berkomunikasi

dengan masyarakat disni?
I

: Masalah waktu, karna kalau pagi mereka bekerja, dia mayoritas pagi

bekerja. Jadi hambatannya itu hanya waktu, kalau saya ingin menyampiakan
sesuatu kepada masyarakat.
P

: Apakah bapak pernah memiliki konflik dengan masyarakat disini?

I

: Kalau saya sendiri tidak pernah, tapi pernah ada masyarakat yang ribut

karena pringgan (Pembatas tanah), sama pernah karena buah-buahan punya nya
diambil. Itu ya saya damaikan, kita ajak bicara sampai jumpa jalan tengahnya.
P

: Bapak pernah merasa terganggu nggak dengan kehadiran masyarakat dari

suku lain disini?
I

: Tidak, kami disinikan orang yang pertama, kalau ada yang mau jual sama

orang suku karo misalnya, tidak ada keberatan, itu terserah kepada mereka yang
punya tanah.
P

: Apa tanggapan bapak mengenai perbedaan yang ada disini?

I

: Perbedaan agama antara suku ini dengan suku itu sudah menjadi ini sama

saya. Karna perbedaan itu memang ada, karna tanpa ada perbedaan, tanpa ada
warna lain di kehidupan kita, kita tidak akan pernah maju cara berfikirnya. Itu saja
kalau saya pribadi, karena perbedaan itu Tuhan ciptakan, karna supaya kita itu
lebih maju dalam berpikir, itu saja saya menanggapi perbedaan itu. Selagi tidak
ada benturan.

Universitas Sumatera Utara

Informan II
Nama

: Nyoman Suyetno

Umur

: 35 Tahun

Pekerjaan

: Petani Karet

Tanggal Wawancara : 10 Maret 2016
Tempat

: Rumah Bapak Nyoman Suyetno
Kp. Bali, Kec. Sei Wampu Kab. Langkat.

P

: Bapak sering berinteraksi dengan masyarakat disini Pak? Baik itu yang

suku Bali, Jawa, Karo atau Batak yang ada disini?
I

: Ya sering sih, kadangkan namanya kita satu kampung pasti sering jumpa,

berinteraksilah ya sering.
P

: Bapak terbuka nggak Pak sama masyarakat disini?

I

: Kalau terbuka enggak semua, ya paling yang dekat-dekat aja.

P

: Yang paling dekat sama siapa Pak?

I

: sama ini lah, sama Pak Kepala Dusun

P

: Bapak kan sering ni berinteraksi dengan masyarakat disini, gimana

perasaan bapak saat berinteraksi sama masyarakat disini Pak?
I

: Gimana ya, sama aja sama semua masyarakat, sama yang Bali sama yang

orang Jawa itu sama aja, karena agama pun kan nggak ngajarkan untuk
membeda-bedakan.
P

: Bapak akrab-akrab sama masyarakat disini Pak?

I

: Akrab, tapi tidak semua. Kalau yang paling akrab itu bisa dibilang ya

kepala dusunnya. Selain itu ya ketua BPKD itu, itu termasuk ada hubungan
saudara juga itu.

P

: Kalo pemikiran bapak tentang masyarakat yang ada di sini gimana Pak?

I

: Ya baik, masyarakat disini itu baik-baik, apalagi yang Suku Jawa itu

baik-baik.
P

: Kalo perbedaan antara masyarakat suku Bali dengan masyarakat dari

suku lain ada nggak Pak?

Universitas Sumatera Utara

I

: Ya jelas lah ada beda, kalau dari segi apa, agamanya pun kan beda, dari

cara kita menyembah pun kan beda, nama Tuhannya pun beda, kan gitu ya.
Perbedaannya hanya sekedar itu, selain daripada itu nggak ada.
P

: Kebiasaan disini kalau ada hajatan atau pesta gimana Pak?

I

: Ya bagus hubungannya, diundang. Pokoknya hubungan antara

masyarakat disini gak ada masalah. Sama kayak di luar kalau ada pesta ya semua
diundang. Termasuk di luar kampung pun diundang.
P

: Kalo tanggapan masyarakat disini sama ritual atau upacara Suku Bali itu

cemana Pak?
I

: Mereka menanggapi bagus gitu, nggak merasa diganggu gitu enggak,

karena memang udah lingkungannya karena udah biasa gitu. Menurut mereka ya
mungkin tidak ada masalah ya biasa aja karena memang lingkungannya sudah
begitu.
P

: Kalo untuk lihat atau nanya gitu ada Pak?

I

: Dulu pada awal-awalnya iyalah, kalau sekarang mereka udah tahu udah

paham.
P

: Bapak pernah bertamu ke rumah masyarakat disini?

I

: Kalau untuk sesama masyarakat Bali pernah sih, tapi kalau ke rumah

yang Jawa itu enggak.
P

: Kenapa nggak pernah Pak?

I

: Ya disini masyarakatnya sibuk kerja di ladang, saya pun setiap hari ke

ladang jadi nggak apa gitu, kalo sama yang Bali kan disini yang dekat-dekat
rumah juga.
P

: Kalau misalnya bertamu dalam rangka apa?

I

: Ya biasa-biasa aja gitu, ya biasa-biasa aja untuk bincang-bincang.

P

: Biasanya apa saja yang dibicarakan?

I

: Kalau bertamu ya memang gak jauh gak lari dari kerohanian juga.

P

: Kalo duduk-duduk di warung pernah Pak?

I

: Enggak pernah saya, memang gimana ya,

saya rasa nggak ada

manfaatnya kan gitu. Nggak ada manfaatnya sama kita, buang-buang waktu juga.
P

: Bapak sering ikut kalau ada perkumpulan di balai dusun?

I

: Ikut, selalu ikut saya.

P

: Itu biasanya di balai dusun bicarai apa saja pak?

Universitas Sumatera Utara

I

: Itu sebenarnya udah lama, enam bulan yang lalu. Jadi setiap enam bulan

itu ada perkumpulan BPKD di balai dusun, jadi disitu dia menyampaikan keluhankeluhannya sama laporan keuangan. Udah enam bulan lah itu, enggak bergantung
berapa minggu sekali. Kecuali misalnya ada dari Kepala Desa atau dari Partai
gitu, entah ada promosilah, promosi apalah gitu, pernah juga. Tapi itu pun
kadang-kadang.
P

: Disini ada perkumpulan pura Pak?

I

: Ada sih, termasuk banjar lah itu, disini banjar ada 34 Kepala Keluarga,

Suka-duka itu namanya. Kalau untuk muda-mudi udah nggak apa juga udah
nggak aktif. Karena mereka kebanyakan apa, nggak tinggal disini, kalau sekolah
diluar mereka kos, Cuma nggak semua mereka ada juga yang laju.
P

: itu apa aja yang dibicarakan pak?

I

: Biasanya bahas persiapan sebelum hari raya, Galungan misalnya,

memang dua minggu sebelum itu misalnya rapat. Membahas masalah itu,
galungan tadi lah misalnya. Dari dana juga, perorangnya dikenakan berapa.
P

: Ada lagi tidak pak, tempat yang biasa dijadikan tempat berkumpul

masyarakat?
I

: Ya itu tadi lah Balai dusun

P

: Bapak pernah nggak bicara berdua atau bertiga gitu sama masyarakat

disini Pak?
I

: Pernah, ya paling sama orang-orag yang dekat aja.

P

: Apa saja yang dibicarakan?

I

: Ya nggak tentu apa aja yang dibicarakan.

P

: Bapak sering nggak bertukar informasi sama masyarakat disini Pak?

I

: Sering juga.

P

: Biasanya informasi apa saja pak?

I

: apa ya, Ya kadang saya dimintai tolong sama pak kepala dusun untuk

memberitahukan warga untuk kumpul di balai dusun, atau ada informasi apa gitu
ya itu saya sampaikan.
P

: Kalo untuk berkomunikasi secara berkelompok atau rame-rame sama

masyarakat disini pernah ya Pak?
I

: Ya paling waktu kumpul di balai dusun itu tadilah.

P

: Kalo berkomunikasi pake HP pernah Pak?

Universitas Sumatera Utara

I

: Nggak pernah sih bang, eh tapi pernah juga lah memang, pernah sih

pernah.
P

: Apa yang dibicarakan pak?

I

: Ya kadang-kadang keperluan spele aja, untuk jalin komunikasi aja gitu.

P

: Oya Pak, disini masyarakatnya masih ada gotong royong gitu Pak?

I

: Sebelumnya itu memang ada, tapi beberapa hari belakangan ini macet,

kesadaran orangnya itu kurang, kadang-kadang orangnya ya yang itu-itu aja. Jadi,
apanya ini ketua BPKD nya ini terpaksa mengambil tenaga pekerja dari luar,
dananya itu diambil dari BPKD. Dulu gotong royong itu dua minggu sekali, dua
hari itu. Antara kamis atau jumat itu, kalau yang gak bisa ikut hari kamis nanti dia
datang di hari jumat.
P

: itu biasanya yang bandel atau susah kalo gotong royong siapa Pak?

I

: itu cemana ya, memang orang kita Bali.

P

: Disini kalo ada kemalangan cara ngasih tau ke masyarakat itu gimana

Pak?
I

: Pake kentong, ada memang tandanya sendiri, kalau kentong orang

meninggal itu, kalau orang Suku Bali itu kentongnya tiga kali untuk orang
meninggal, supaya nanti bisa membedakan, kalau kentong untuk mengumpulkan
masyarakat itu beda lagi, lebih dari tiga kali dia. Kalau orang Jawa atau yang
muslim itu mereka kan punya Masjid, mereka pake bedug Masjid terus pake
pengeras suara.
P

: Kalau masyarakat Suku Bali ini kan ada sistem penyebutan nama untuk

anak, itu gimana sistem penyebutannya Pak?
I

: Kalau pertama dia Wayan, ada juga Putu tapi kebanyakan Wayan tadilah

pada umumnya. Yang kedua Made ataupun dia Kadek, umumnya ya itu tadi Made
kebanyakan. Anak ketiga Nyoman, kalau anak keempat ituKketut. Kayak saya
Nyoman saya bukan anak ketiga, karena gini dia kalau udah sampe anak keempat
dia baik lagi tu. Untuk anak ketiga Komang pun ada juga, tapi kitakan pake yang
pada umumnya kebanyakan orang pake.
P

: Kalau untuk anak bapak pake yang mana Pak?

I

: itu harus ya bang? Itu harus masuk ke tugasnya? Karena anak saya ini

nggak pake, saya biasa pake nama nama aja, soalnya mamaknya pun kan orang
Jawa jadi anak saya nggak pake.

Universitas Sumatera Utara

P

: Kalau sekarang ritual atau upacara

apa aja yang masih dilakukan

masyarakat Suku Bali disini Pak?
I

: Ada seperti Mencaru.

P

: Itu apa pak?

I

: Itu jenis Butayadnya, kan ada dewayadnya, manusiadatnya, ada

butayadnya, itu ada lima lah itu. Kalau butayadnya ini memberi sesajen agar tidak
diganggu oleh makhluk-makhluk jahat.
P

: Kalau untuk hari besar, hari besar apa saja yang dirayakan pak?

I

: Hari raya Galungan, hari raya Nyepi itulah yang besarnya. Tapi kalau

mengikuti apanya itu, seperti Galungan, hari Raya Kuningan. Kalau Galungan itu
sepuluh harinya itu Kuningan. Kalau Nyepi itu sebenarnya tahun barunya, tahun
baru saka.
P

: Terus, kalau Sesajen itu maknanya apa pak?

I

: Itu bisa dikatakan ya persembahan, persembahan kita kepada Tuhan

Yang Maha Esa sebagai rasa bakti kita gitu, terimakasih kita.
P

: Terus itu kan ada bambu tu Pak, Penjor itu ya Pak, Maknanya apa itu

Pak?
I

: Itu gimana ya, memang ada itu tapi saya tidak mencerna sekali itu

semua. Sebenarnya ini dipasang waktu hari Raya Galungan, kalau hari raya
Galungan itu memperingati hari kemenangan Dharma melawan Adharma. Itu
yang biasa digantung disitu kueh, pisang, kelapa, buah-buahan. Bisa dibilang hasil
bumi gitulah.
P

Kalau untuk membedakan yang mana rumah masyarakat Suku Bali

dengan Masyarakat yang lain itu gimana Pak?
I

: Salah satunya memang kalau orang Bali ini kan memang yang menjadi

ciri khas itu sanggah, memang itulah yang menandakan.
P

: Ada nggak Pak penggunaan simbol yang identik dengan masyarakat

Hindu Bali pak?
I

: Ada...ada bang, itu kita Bali lah, Hindu misalnya gitu ada lambangnya.

Swastika, itulah memang lambangnya agama Hindu. Sebenarnya dalam agama
Hindu banyak kita jumpai simbol-simbol. Untuk maknanya memang ada tapi saya
tidak mendalami, tapi memang itu tadi lambang agama Hindu.
P

: Kalau Trisula itu Pak?

Universitas Sumatera Utara

I

: Kalau Trisula itu bisa dikatakan senjatanya Dewa Siwa. Banyak sih

lambang-lambang seperti senjata para Dewa tapi jarang digunakan.
P

: Kalau penggunaan warna yang identik ada nggak Pak?

I

: Ya, paling yang identik kuning sama putih, tapi tidak diharuskan. Itu

hanya kalau kuning indah putih suci, tapi enggak mesti, enggak harus.
P

: Kalau makna dibalik warna kuning dan putih itu apa pak?

I

: Kalau itu saya juga kurang tau, kayaknya nggak ada atau gimana ya saya

juga kurang paham. Ya paling itu tadilah kalau kuning dia kan indah, kalau putih
suci.
P

: Kalau atribut yang sering di pake di badan ada nggak Pak?

I

: Kayak pakaian resmi gitu, kayak Udeng, Anteng (ikat pinggang).

P

: Ada maksudanya itu Pak?

I

: Kalau udeng itu mengikat pikiran kita, kalau anteng atau ikat pinggang

itu mengikat jiwa kita, karena inikan mau menghadap Tuhan.
P

: Oya Pak, masyarakat Suku Bali ini kalau meninggal kan di bakar, itu

tujuannya apa Pak?
I

: Kalau menurut apanya sih, kalau dibakar itu lebih cepat prosesnya

mengembalikan unsur-unsur badan tadi, yang terdiri dari lima elemen. Kan lebih
cepat dia, kalau misalnya tanah dia ya kembali ke tanah, kalau yang air kembali
ke air, kalau yang angin kembali ke udara, kan gitu.
P

: Disini masyarakat Bali nya sama sesama yang Bali masih pake Bahasa

Bali Pak?
I

: Masih juga, tapi tidak begitu dominan, paling orang-orang tertentu.

Kayak saya, istri saya bukan suku Bali, kayak bapak itu juga bukan suku Bali,
jadi ya bahkan mereka ini berbahasa jawa.
P

: Masyarakat Hindu Bali ini, dalam sehari berapa kali melaksanakan

persembahyangan pak?
I

: Yang ditetapkan atau yang diwajibkan itu memang tiga kali. Pagi, siang,

sore. Kalau menurut anjuran misalnya pagi 45 menit sebelum matahari terbit itu
dianggap bagus, siang mungkin 45 menit sebelum jam 12 dianggap bagus, begitu
juga sore 45 menit sebelum matahari terbenam dianggap bagus. Ada juga
penambahan-penambahan, tapi yang ditetapkan tiga itu.
P

: Ada hari khusus untuk sembahyang pak?

Universitas Sumatera Utara

I

: Kalau hari khusus tidak ada, tapi kayak ini nanti ada persembahyanagn

Purnama Tilem. Itu setiap lima belas hari sekali.
P

: Kalo sembahyang itu apa aja yang harus ada Pak?

I

: Ada itu api, kalau kami pake dupa itu maksudnya sebagai saksi lah saksi

persembahyangan kita, dan juga untuk menyampaikan atau menghantarkan doadoa kita kepada Tuhan Yang Maha Esa, kepada Tuhan yang berada di alam
Transenden kan gitu. Kalau air itu mensucikan, diminum tiga kali, di...di cuci
muka tiga kali, begitulah apanya, apa....apa... istilahnya pelaksanaannya. Kalau
bunga itu sebagai pikiran yang suci.
P

: Bapak pernah nggak mengalami kendala dengan bahasa saat

berkomunikasi dengan masyarakat dari suku lain yang ada disini?
I

: Tidak, Ya kalau Jawa sih saya ngerti, kalau karo yang saya nggak ngerti.

Kalau sedikit-sedikit ngerti sih tapi sangat sedikit sekali.
P

: Hambatan komunikasi apa saja yang bapak alami ketika berkomunikasi

dengan masyarakat disni?
I

: Itu kadang-kadang apa, mungkin tanggapan atau respon yang kurang pas.

Sebenarnya sih kalau hambatan tidak ada.
P

: Bapak pernah nggak memiliki konflik dengan masyarakat disini?

I

: Tidak ada, kalau ada pun mungkin dulu-dulu, kalau sekarang ini nggak

ada.
P

: Bapak pernah merasa terganggu nggak dengan kehadiran masyarakat dari

suku lain disini?
I

: Kalau dengan keadatangan mereka mungkin tidak.

P

: Apa tanggapan bapak mengenai perbedaan yang ada disini?

I

: Itu wajar saja, itu kita maklumi, itu memang wajar-wajar saja. Dimana-

dimana ada, mana bisa kita mendirikan negara sendiri.

Informan III
Nama

: I Wayan Weto

Umur

: 60 Tahun

Pekerjaan

: Petani (Karet dan Sawit)

Tanggal wawancara : 23 Maret 2016
Tempat

: Rumah Bapak I Wayan Weto

Universitas Sumatera Utara

Kp. Bali Kec. Sei Wampu Kab. Langkat

P

: Bapak sering nggak berinteraksi dengan masyarakat disini? Baik itu yang

suku Bali, Jawa, Karo atau Batak yang ada disini?
I

: Sering, sering. Bahkan dulu dari boleh dikatakan lah tahun 77 ya saya

juga entah kenapa, saya juga kalau dari muslim itu wirit saya ikut. Jadi ada rasa
apa, kepengen lo rasanya duduk berdampingan sama mereka. Padahal nggak nya
disuruh tapi ada panggilan dari hati untuk ikut wirit gitu. Apalagi sekarang orang
Bali ambil orang Jawa, orang Jawa ambil orang Bali, orang Bali mabil orang
Karo, orang Karo ambil orang Bali, ya gitu sekarang udah berputar-putar disitu
aja, jadi kita nggak lagi membesar-besarkan masalah si polan begini, si polan
begitu, yasudah yang penting kita sekarang disini memperbaiki diri kita. Kalau
kita menyalahkan orang lain itu kan..kan.. gak wajar, ataupun tujuan hidup kita
bukan itu. Orang lain salah, diri kita udah benar gak, kan gitu.
P

: Bapak terbuka nggak dengan semua masyarakat disini?

I

: Terbuka, terbuka ya kayak saya bilang tadi, disini udah jadi satu, udah

kayak saudara semua jadi enggak ada beda-beda. Mereka pun terbuka, kenapa
saya bilang terbuka karena kalau ada wirit dibawakannya juga lemet entah kuekue, itu kan terbuka namanya. Ya gitu saya, kalau kita hari Raya Galungan,
karena mereka memberi ya kita memberi, jadi sama-sama memberi kan gitu. Itu
lah yang sama-sama kita pupuk disini. Ya itulah kalau wirit dibawakannya entah
pisang goreng entah gemblong di bawakannya. Itu lah keguyupannya disini.
P

: Hubungan Bapak akrab dengan masyarakat disini?

I

; Iya, kita disini udah kayak saudara jadi semuanya akrab, ya itu tadi disini

keguyupannya udah kuat antara orang kita Jawa, orang kita Bali, orang kita Karo
dan orang kita Batak.
P

: Gimana perasaan bapak ketika berinteraksi dengan masyarakat disini?

I

: Ya rasanya, rasanya seperti saudara iya. Nggak ada dedeng aleng-aleng

gitu. Seperti saudara ya, ngomong ya dia Bahasa Jawa ya bapak Bahasa Jawa.
Nggak cemana, nggak canggung. ya kita membahasabagaimana kedepannya, kok
ekonomi kita begini. Cemana cara kita cari hasil tambahan, ya itu yang dibahas
heheheh...
P

: Bagaimana pemikiran bapak tentang masyarakat yang ada di sini?

Universitas Sumatera Utara

I

: Saya rasa selama hidup berdampingan di kampung ini saya rasa positif-

positif aja, karena gimana ya, itu lah yang saya bilang tadi kalau dia ada pesta kita
pun dikasih tau, kalau dari orang Bali pesta kita kasih tau. Saya rasa cemana ya
hidup ini rasanya orang Jawa orang Bali rasanya sudah seperti satu darah gitu.
P

: Walaupun udah seperti satu darah gitu ya Pak, ada nggak perbedaan

antara masyarakat Suku Bali dengan masyarakat dari suku lain?
I

: Cuma kadang-kadang bedanya dari masyarakat kita Jawa dengan orang

kita Bali ini satu, kalau kita Bali ini kalau ada pesta nggak sah rasanya kalau
enggak potong babi, jadi untuk yang Jawa kita masakan untuk mereka di rumah
yang Jawa. Itu aja mungkin ya lebih dari segi kepercayaan dan tradisi.
P

: Itu kalau disini ada hajatan atau pesta, biasanya masyarakat disini tu

gimana pak?
I

: Ya kalau ada pesta kita saling mengundang, kalau orang kita Jawa pesta

mereka mengundang kita, dan kalau kita Bali pesta mengundang mereka. Tapi ada
bedanya yaitu tadi, kalau kita Bali kan kalau ada pesta nggak sah rasanya kalau
enggak ada babi jadi untuk orang kita Jawa itu kita masakan makanan untuk
mereka di rumah orang kita Jawa, jadi kita suruh mereka masak di salah satu
rumah orang kita Jawa.
P

:

Kalau

respon atau tanggapan masyarakat dari suku lain terhadap

kegiatan upacara-upacara atau ritual yang bapak lakukan itu gimana Pak?
I

: Ya kalau tanggapan mereka itu, contohnya kalau ada hari raya Nyepi

mereka juga menghormati. Nanti kalau muslim juga ada Maulid Nabi ya kita juga
hormati. Contohnya kalau muslim Maulid Nabi kan di balai dusun itu ya anakanak kita kasih tau kalau naik kereta jangan buang-buang gas.
P

: Kalau ada upacara atau ritual gitu, mereka suka lihat atau ada yang

nanya-nanya gitu nggak Pak?
I

: Kalau untuk melihat dulu iya, dulu iya kalau nggak salah tahun 75-76an,

dulu banyak mereka itu datang melihat, bahkan setelah itu orang luar yang banyak
melihat. Kalau untuk bertanya ada dulu, ada dulu nanya ini artinya apa, banten ini
apa, kalau sekarang ya ada tapi tidak seperti dulu.
P

: Bapak pernah bertamu ke rumah masyarakat disini?

I

: Kalau mereka pas ada Idul fitri misalnya, bapak kunjung mengunjungi,

itulah cara kita menyambung persaudaraan. Itu orang kita muslim dan orang kita

Universitas Sumatera Utara

kristen pun kalau bapak hari raya Galungan ya mereka datang kemari. Kalau
untuk sesama masyarakat Bali ya sering, kalau misalnya ada yang sakit ya kita
datangi.
P

: Kalau bertamu itu biasanya bicarakan apa aja Pak?

I

: Ya ngomong-ngomong aja, yang sering kita omongkan ya kita nggak

nyangka akan begini jadinya kampung kita. Kalau dulu untuk keluar aja kita harus
2-3 orang baru berani keluar, orang mau kemari pun mikir-mikir lagi, terus paling
ya kita bicara-bicara masalah-masalah gitulah, masalah ekonomi, ya kadangkadang masalah pendapatan menurun, karet rusak ya gitu-gitulah yang kita bahas,
kalau yang lain-lain itukan enggak terpikir sama kita, kita orang awam ini nggak
mampu sampe kesana-kesana cara pikirnya.
P

: Kalau ke warung untuk duduk-duduk, bicara-bicara sama teman, itu

bapak pernah Pak?
I

: Semenjak udah tua gini ya pernah-pernah tapi nggak seperti dulu, paling

ya kalau beli gula setelah itu ya pulang. Kalau dulu pas anak masih kecil-kecil ya
dari tengah hari sampe magrib baru pulang. Inikan ceritanya jujur ya ngapai
ditutup-tutupi hehehehe...Kalau sekarang ya seperlunya ajalah karena kan udah
tua, kalau kita ngobrol kesana-kemari juga gak ada arti. Kalau kita orang tua ini
mau ngobrol-ngobrol nantikan ada waktunya, ntah nanti ada orang nikah
misalnya, disitulah kita ngobrol.
P

: Kalau di warung, apa saja yang dibicarakan?

I

: Ya karena jarang ke warung yang dibicarakan juga macam-macam ya,

tapi kalau mereka yang sering duduk di warung bapak juga kurang tau apa yang
dibiacarakan mereka.
P

: Bapak pernah berkomunikasi sama masyarakat secara berkemlompok

atau rame-rame gitu Pak??
I

: Kalau berkelompok ya di Balai Dusun.

P

: Di balai dusun itu ngapai aja Pak?

I

: Balai Dusun, di balai dusun itulah biasa masyarakat berkumpul, biasanya

kita setiap enam bulan sekali kita kumpul ke balai dusun untuk membahas
masalah BPKD dan keadaan di kampung kita ini, entah mau gotong royong atau
ada yang mau diperbaiki.
P

: Kalau perkumpulan Pura ada Pak?

Universitas Sumatera Utara

I

: Ada, ada perkumpulan pura, Cuma terus terang aja perkumpulan muda-

mudi memang dari 2014 memang itu memang berjalan, lagi-lagi bapak itu bukan
mau nutup-nutupi, harus jujur, memang itu adalah kegiatan dari muda-mudi,
selain dari suka-duka. Jadi dari tahun 2014,2015 sampe sekarang ini vakum.
Kalau orang tua ya itu perkumpulan Suka-Duka. Yang dibahas itu ya kalau di
pura itu nanti membangun, misalnya banyak kekurangan bangunan di pura itu,
atau ada yang ditimpa musibah atau sakit kita harus gimana ya gitu-gitu lah.
P

: Kalau berkomunikasi secara pribadi dengan masyarakat disini bapak

pernah Pak?
I

: Pernah, sering malah saya bicara-bicara sama masyarakat disini berdua

atau empat mata gitu.
P

: Apa saja yang dibicarakan?

I

: Ya kayak yang saya bilang tadi, paling bahas masalah kampung kita,

bahas-bahas masalah ekonomi, ya gitu-gitu aja.
P

: Kalau untuk bertukar informasi dengam masyarakat disini pernah Pak?

I

: Sering, sering sekali malah. Jadi kita ini kan hidup bermasyarakat jadi

kalau ada informasi itu kita selalu kasih tau.
P

:Biasanya informasi apa saja pak?

I

: Ya apa aja, enggak tentu ya. Namanya juga kadang ada info ini info itu

ya sampe ke telinga kita gitu. Kadang informasi-informasi nggak penting pun bisa
sampek gitu.
P

: Dimana bapak biasa melakukannya pak?

I

: Ya kadang kalau lagi bertamu, atau lagi di tempat orang pesta, kayak

bapak juga kan suka ikut muslim wirit jadi disitu banyak dapat-dapat informasi.
P

: Bapak pernah berkomunikasi menggunakan alat komunikasi seperti

Handphone?
I

: Itu kalau saya apalagi yang layar sentuh katanya sama sekali tidak tau.

Tapi kalau yang manual katanya ya paling untuk hubungi anak. Kalau sengaja
untuk komunikasi sama orang lain enggak pernah. Kadang-kadang anak yang
hubungi itu baru saya angkat.
P

: Apa yang dibicarakan pak?

I

: Ya itu paling tanya kabar atau kalau ada informasi gitu, karena anak saya

kan ada yang di luar, enggak disini tinggalnya.

Universitas Sumatera Utara

P

: Masyarakat disini masih melakukan gotong royong pak?

I

: Masih, sering pun masih sering. Inilah diberhentikan dulu karena inikan

kemarau panjang jadi agak keras tanahnya, kalau enggak ya ini lanjut. Ya ini pun
udah mau lanjut, karena gimana ya titi disana udah mau diperbaiki, jalan ini
rencananya itulah ketua BPKD rencananya kalau ada dana entah dua atau tiga juta
daripada kita gotong royong nanti kita apa bagus kita ambilkan nanti tractor
jadikan adakan sedikit menyimpan tenaga masyarakat. Kalau pake tractor ini dua
jam kan tembus. Gitulah apanya. Jadi kalau untuk gotong royong ini memang
udah hampir dua bulan nggak dijalankan ya, selama musim kemarau inilah.
P

: Itu semuanya ikut gotong royong atau ada masyarakat yang nakal tidak

ikut gotong royong Pak?
I

: Ada, itu ada yang kayak gitu. Bukannya kita nutup-nutupi memang ada,

Cuma sekarang caranya untuk orang yang bandel itu biar tidak selamanya dia
mempengaruhi orang yang rajin gitu. Sekarang ketua BPKD itu membuat suatu
kelompok, misalnya nanti disini dibuat tiga kelompok, yang rumahnya dekat
inpres mereka khusus membersihkan yang disana, ada yang sebagai mandornya.
Kalau yang dari candi itu kesana ada yang mandori, kalau yang disini ada yang
mandori. Apabila anggotanya tidak hadir itu menjadi tanggungjawab mandornya,
jadi kalau udah dibuat kelompok gitu yang malas itu agak enggan dia, karena
nanti kalau nggak hadir dikenakan biaya dia, nanti orang gotong royong paling
dua jam dia nanti kena 50 ribu kan rugi dia. Jadi ikut dia, alhasil semua ikut
gotong royong.
P

: Biasanya kalau ada yang nakal tidak ikut

gotong royong, itu dari

masyarakat suku Bali, Jawa, Batak atau Karo pak?
I

: Kalau itu tidak bisa kita bilang orang kita Jawa atau orang kita Bali atau

Karo, karena rasanya sama saja, tidak ada masyarakat Jawa malas gotong royong
atau masyarakat suku Bali yang malas, itu tidak ada. Ya kalau ada yang tidak ikut
gotong royong ya itu dari Bali ada, dari jawa pun ada.
P

: Jika ada kemalangan, biasanya disini gimana cara memberitahukannya

ke masyarakata Pak?
I

: Kalau kemalangan bagi umat Hindu itu cara memberitahunya pukul

kentongan, kalau umat hindu pukul kentong itu ada artinya, kalau tiga kali itu
artinya ada kemalangan, kalau tujuh kali berarti ntah ada perkumpulan, kalau

Universitas Sumatera Utara

dipukul macam bulus katanya, pukul bulus itu artinya entah ada kebakaran. Nah
kalau dari warga muslim tandanya kalau ada orang medi ninggal itu dari bedug.
P

: Oya Pak, Bagaimana sistem penyebutan nama dalam masyarakata suku

Bali pak?
I

: Itu ada pertama wayan, kedua made, ketiga nyoman, keempat ketut.

Sebenarnya ada juga gede, putu, made dan lainnya, kalau di Bali itu digunakan
berdasarkan daerah misalnya di karang asem atau di gianyar itu pake yang mana,
tapi kalau disini ya pake yang mana yang disuka aja.
P

: Dalam keluarga bapak menggunakan yang mana?

I

: Anak pertama itu Wayan, kedua itu Made, yang ketiga baru Nyoman,

kalau anak ke empat pasti Ketut.
P

: Saat ini ritual dan tradisi adat apa saja yang masih dilaksanakan Pak?

I

: Kalau disini masih itu aja, 3 bulan anak, 1 weton atau 6 bulanan, kalau

sudah dewasa ya potong gigi, itu kalau orang bali ini memang dari lahir sampe tua
ada aja ritualnya. Ini kalau ritual-ritual untuk anak ya, kalau di luar itu ya paling
mencaru lah.
P

: Maknanya apa pak?

I

: Kalau 3 bulan anak, 6 bulan anak itu sebenarnya itu untuk keselamatan

anak atau bisa dibilang doa selamat untuk anak. Kalau potong gigi itu nah disitu
lah tanda dia seorang anak kalau udah potong gigi dia sudah menanggung dosanya
sendiri, bukan tanggungan orang tua lagi.Kalau caru atau mecaru itu kita memberi
upah-upah kepada Panca maha Buto.
P

: Kalau untuk hari besar, hari besar apa saja yang dirayakan pak?

I

: Hari raya yang utama ya kalau apa Galungan, Nyepi, Kuningan sama

Odalan di Pura. kalau Galungan itu kan memang hari kemenangan Dharma
melawan Adharma, kalau Nyepi itu kan tujuannya menahan diri, sepi dari segala
hawa nafsu dan segala macam gitu. Sepi itu kan luas maknanya, bisa dibilang
tidak meyalakan api, tidak bepergian, tidak melakukan aktivitas, tidak
mendengarkan musik, itu sepi. Sebenarnya tujuannya pada intinya menahan nafsu.
Kalau odalan atau piodalan itu merayakan hari jadi Pura. kalau Kuningan itu kan
menyambung dari Galungan, sepuluh hari Galungan itu pasti kuningan.
P

: Kalau Sesajen itu maknanya apa pak?

Universitas Sumatera Utara

I

: Itu gini, kalau sajen itu sudah jelas perwujudan. Kalau kepada Buta Kala

itu artinya upah-upah karena Buta Kala ini sifatnya menggangu, kalau dalam
sembahyang ini sebagai perwujudan terimaksih kita kepada Sang Hyang Widi.
P

: Kalau penjor itu maknanya apa pak?

I

: Itu gini, kalau penjor itu sebenarnya simbol. Jadi penjor itu

menyimbulkan gunung agung, jadi gunung agung itu kan hutan, jadi penjor itu
kita ibaratkan hutan, jadi disitu ada kue dari pulut, ada pisang, ada buah-buahan.
Jadi umat Hindu Bali itukan menyembah ke arah gunung agung jadi disini penjor
itu sebagai pengganti Gunung Agung.
P

: Kalau untuk membedakan rumah masyarakat suku Bali dengan

masyarakat yang lain itu gimana Pak?
I

: Ya itu, kalau untuk membedakan yang mana rumah orang kita Jawa atau

yang mana rumah orang kita Bali itu bisa kita lihat dari Sanggah atau tempat
sembah

Dokumen yang terkait

Pola Komunikasi Masyarakat Kampung Bali (Studi Deskriptif Etnografi Pola Komunikasi Masyarakat Suku Bali dalam Berinteraksi dengan Masyarakat yang Multietnis di Desa Cipta Dharma)

1 21 203

POLA KOMUNIKASI INTERPERSONAL ORANG DENGAN LUPUS (ODAPUS) DALAM MASYARAKAT Pola Komunikasi Interpersonal Orang Dengan Lupus (Odapus) Dalam Masyarakat (Studi Fenomenologi Pola Komunikasi Interpersonal Odapus Pada Komunitas Griya Kupu Solo Dalam Masyarakat

0 2 12

Pola Pemukiman Masyarakat Tenganan Pegringsingan Bali.

0 1 2

Pola Komunikasi Masyarakat Kampung Bali (Studi Deskriptif Etnografi Pola Komunikasi Masyarakat Suku Bali dalam Berinteraksi dengan Masyarakat yang Multietnis di Desa Cipta Dharma)

0 0 14

Pola Komunikasi Masyarakat Kampung Bali (Studi Deskriptif Etnografi Pola Komunikasi Masyarakat Suku Bali dalam Berinteraksi dengan Masyarakat yang Multietnis di Desa Cipta Dharma)

0 0 2

Pola Komunikasi Masyarakat Kampung Bali (Studi Deskriptif Etnografi Pola Komunikasi Masyarakat Suku Bali dalam Berinteraksi dengan Masyarakat yang Multietnis di Desa Cipta Dharma)

0 0 7

Pola Komunikasi Masyarakat Kampung Bali (Studi Deskriptif Etnografi Pola Komunikasi Masyarakat Suku Bali dalam Berinteraksi dengan Masyarakat yang Multietnis di Desa Cipta Dharma)

0 0 14

Pola Komunikasi Masyarakat Kampung Bali (Studi Deskriptif Etnografi Pola Komunikasi Masyarakat Suku Bali dalam Berinteraksi dengan Masyarakat yang Multietnis di Desa Cipta Dharma)

0 0 3

MAKALAH POLA KOMUNIKASI MASYARAKAT DESA

0 0 16

POLA KOMUNIKASI MASYARAKAT MISKIN

1 2 221