Pola Komunikasi Masyarakat Kampung Bali (Studi Deskriptif Etnografi Pola Komunikasi Masyarakat Suku Bali dalam Berinteraksi dengan Masyarakat yang Multietnis di Desa Cipta Dharma)

(1)

(2)

BIODATA PENELITI

Nama/NIM : Abdul Rahman Sinaga/120904022

Tempat/Tanggal Lahir : Tj. Sari, 12 September 1994 Departemen : Ilmu Komunikasi FISIP USU

Alamat : Lingk. XI Rambung Putih-Simpang Mancang, Kel. Pekan Selesai, Kec. Selesai, Kab. Langkat

Email : abd.rahmansinaga@gmail.com

Orangtua

Ayah : M. Tamrin

Ibu : Rainiah

Anak ke : 1 dari 2

Agama : Islam

Pendidikan : 2000 – 2006

SD Negeri 057745 Simpang Mancang 2006 – 2009

SMP Swasta Dharman Bakti Selesai 2009 – 2012

SMA Negeri 1 Selesai 2012 – 2016


(3)

Tujuan Penelitian

3. Untuk mengetahui Pola komunikasi Masyarakat Hindu Bali dalam berinteraksi dengan masyarakat yang multietnis di Desa Cipta Dharma. 4. Untuk mengetahui hambatan dalam berkomunikasi yang dialami Masyarakat

Hindu Bali dalam berinteraksi dengan masyarakat yang multietnis di Desa Cipta Dharma.

P : Peneliti

I : Informan

Informan I

Nama : Nyoman Sumandro

Umur : 41 Tahun

Pekerjaan : Nderes Getah ( Petani Karet) Tanggal Wawancara : 21 Februari dan 3 Maret.

Tempat : Rumah Bapak Nyoman Sumandro

Kp. Bali, Kec. Sei Wampu, Kab. Langkat

P : Berdasarkan Informasi yang saya dapat Bapak adalah seorang Pemangku, Apa itu Pemangku pak? Dan apa tugasnya?

I : ya saya seorang Pemangku. Sebagai pemangku tugas saya menyelesaikan upacara-upacara keagamaan, menuntun Umat Hindu untuk bersembahyang di Pura, kalau hari raya Nyepi atau sebagainya disitu Pemangku bertugas menuntun, membantu masyarakat Hindu itu untuk sembahyang. Yang kedua, menyelesaikan upacara-upacara apabila ada pernikahan, apabila ada tiga bulan anak, di rumah masyarakat Hindunya. Melaksanakan upacara-upacara keagamaan di kampung sini lah, itulah tugas pemangku.

P : Selain sebagai Pemangku, bapak juga menjadi Kepala Dusun di Kampung Bali ini ya pak?

I : Iya, dulu waktu saya masih Kepala Dusun, terus Pemangkunya disini pergi entah kemana, udah enggak mau lagi dia mengabdi, jadi diadakan perkumpulan Pura, disitulah saya dipilih menjadi Pemangku.


(4)

P : Jadi kalau untuk sumber penghasilan, pekerjaan bapak apa pak?

I : Kalau saya kerja saya sehari-hari nderes karet, menyadap karet, ada sekitar 2 Ha yang punya saya pribadi, itulah pekerjaan saya, itulah untuk makan saya, beserta istri saya.

P : terus kalau untuk berinterkasi sama masyarakat disini bapak sering? Baik itu yang suku Bali, Jawa, Karo atau Batak yang ada disini pak.

I : Sering, apalagi saya Kepala Dusun, jadi ada masalah apapun mereka kemari. Saya berinteraksi sebagaimana baiknya saya bikin kepada masyarakat. Saya bimbing mereka, jangan, misalnya dia itu akan begini-akan begitu, ya saya arahkan. Apa solusinya, ya seringlah. Itu juga tugas dan tanggungjawab pemangku. Apa itu Pemangku? Ya, rohaniawan kan. Terus kedua sebagai Kepala Dusun, ya kalau saya tidak peduli masyarakat ini, bagaimana nasibnya.

P : Bapak akrab sama masyarakat disini pak?

I : Iya, saya akrab sama semua masyarakat yang ada disini. Apalagi saya kepala dusun jadi saya memang harus akrab dengan masyarakat disini.

P : Yang paling akrab itu sama siapa pak?

I : Ya saya akrab-akrab sama masyarakat disini, tapi memang yang paling sering apa itu ya sama bapak yang depan itu, sama dia lah.

P : Apakah bapak terbuka dengan semua masyarakat disini?

I : Terbuka, saya terbuka dengan mereka, mereka terbuka dengan saya. Kalau ada apa mereka datang ke rumah saya. Kalau mereka ada masalah kita cari solusinya sama-sama.

P : Kalau perasaan bapak saat dengan masyarakat disini gimana pak?

I :Perasaan saya sih kalau masalahnya itu misalnya, dia misalnya punya masalah dan itu bisa saya selesaikan, rasa saya itu gembiralah, kemudian itu masyarakat tadinya udah, masih ada masalah dan bisa saya selesaikan dengan berupaya saya. Kalau itu saya berinteraksi untuk gotong royong, ya kadang-kadang agak keras sedikit, karena ya kadang-kadang diajak gotong royong itu agak sulit, makanya kadang agak apa jugalah, agak ada penekanan, sedikit aja, dengan bahasa ajalah. “ Harus hadir karena untuk kita bersama jadi tolonglah untuk besok/hari ini kita hadir bersama-sama”


(5)

I : Sama saja, sama saja saya menyayanginya, sama saja saya mengarahkannya, ibaratnya tidak ada saya itu “ ah dia suku saya” tidak ada keberpihakan. Lagipun kita sudah satu kampung, suatu pimpinan kan tidak boleh berpihak, kebenaran yang diutamankan.

P : Disinikan masyarakatnya udah berbaur ya pak, ada nggak perbedaan antara masyarakat Suku Bali sama masyarakat suku lain pak?

I : Tidak ada kalau perbedaan, artinya disini ya kalau cari makan ya cari makan, jalankan adat istiadat. Dia beragaam muslim ya dijalankan sesuai dengan kemuslimannya, kami Hindu disini kami jalankan ritual kami secara Hindu. Yang membedakna hanya ajaran agama dan ritual adat sitiadat, itupun tidak ada complain, tidak ada misalnya tidak boleh, tidak ada gontokan, gesekan antara kami.

P : terus, disini kalau ada pesta atau hajatan itu gimana pak?

I : Ya misalnya ada nikahan, syukuran rumah baru, ya saling mengundang. Kalau misalnya Hindu ataupun masyarakat Suku Bali punya hajatan masuk rumah baru, Selapan anak, kalau kami 3 bulan anak kalau kami orang bali, itu ya mengundang, jika dia mampu mengundang dia mengundang seluruh masyarakat Kampung Bali ataupun mengundang keluar juga, mengundang keluar kampung ini juga. Misalnya adalah saudara dia, misalnya ada yang di Patok (nama desa), keluarga di Paya Tusam, ya dia mengundang juga. Ada kawinan, memasuki rumah baru, kami mengundang. Disini orang Suku Jawa juga mengundang kami dan pamilinya yang ada dimana-mana. Seperti apa yang dilaksanakan diluar sana, menikahkan anak, menghajatkan anak, seperti itu jugalah kami. Mengundang-undang sahabat, kerabat, orang kampung sebelah.

P : kalau untuk makanan itu gimana pak? Kan kita tau kalau yang muslim lah kita bilang, kan nggak boleh makan daging babi, sementara yang Hindu nggak boleh makan daging sapi, itu cemana pak?

I : kalau itu gini dia, kalau misalnya kita orang Hindu pesta, untuk yang Jawa yang Muslim itu masaknya di rumah orang Jawa, kita suruh mereka masakannya, gitu juga kalau mereka yang pesta, mereka sediakan daging ayam untuk kami.

P : Kalau respon atau tanggapan masyarakat dari suku lain terhadap kegiatan upacara-upacara atau ritual yang dilakukan sama Suku Bali itu gimana pak?


(6)

I : Tanggapannya sih sepertinya tidak ada, tidak ada tanggapan apa-apa sih, tidak ada tanggapanlah, hanya sekedar diam.

P : Kalau antusias untuk lihat atau tanya itu ada pak?

I : Kalau melihat ada, Cuma untuk nanya-nanya gitu untuk penduduk sini kurang gitu. Tidak ada pertanyaan, kalau masyarakat dari luar sering, nanya pun kadang-kadang. Kalau masyarakat disinikan ibaratanya tatacaranya itu 70% udah tau, udah sering nengok, Cuma mungkin kalo ini tujuannya apa tidak tau, mereka hanya sekedar tau, mungkin karena bukan ritual dia. Kecuekan itu ada pada masyarakat disini, “ itu bukan ritual ku ngapailah terlalu jauh” (contohnya)

P : Jadi kalo sekarang itu udah nggak ada pak? I : nggak ada.

P : Oya, kalo bertamu ke rumah masyarakat disini bapak pernah, Pak? I : Saya kalau ada kepentingan-kepentingan ya bertamu saya, tapi nanti kalau misalnya itu ada hari raya, muslim misalnya hari raya, kalau misalnya bertamu ya bertamu saya. Tapi gak semua rumah saya masuki gitu. Ya bertamu saya, bertamu ke rumah yang erat persahabatannya, ke rumah orang-orang yang dituakan, itu saya bertamu.

P : Kalau bertamu biasanya apa saja yang dibicarakan?

I : Ya banyak, cerita tentang kehidupan kita disini, tentang ekonomi kita. Ya banyak lah bang.

P : Kalau untuk duduk-duduk di warung bapak pernah, Pak?

I : Dulu sering, tapi selama saya menjabat pemangku , ini tidak dibenarkan duduk di warung sampai lama-lama. Gak boleh, karena diakan seorang Rohaniawan. Di warung itu kan penuh dengan canda dan tawa, jadi tidak dibenarkan. Nanti ada yang kita dengar (tidak layak) kan tidak enak. Sekarang udah gak pernah lagi.

P : Kalo untuk bicara-bicara berdua atau bertiga gitu sama masyarakat disini pernah nggak Pak?

I : Pernah, sering malah bang. P : Apa saja yang dibicarakan?

I : Ya kalau mereka ada masalah atau mereka ada perlu tentang pemerintahan, mereka datang ke rumah saya. Kita bicara-bicara. Kalau mereka


(7)

ada masalah ya saya carikan solusinya. Tapi kalau untuk interaksi secara santai itu tidak pernah. Paling yang sering sama tetangga depan ini.

P : Ualo untuk bertukar informasi sama masyarakat disini perah Pak?

I : Sering, Kalau ada informasi misalnya kata Kepala Desa ini perlu disampaikan kepada masyarakat, itu saya kumpulkan di balai dusun.

P : Biasanya informasi apa saja pak?

I : Seperti ada perintah. Misalnya ini ada perintah yang penting dari Kepala Desa, ada instruksi besok harus apa, ada tamu yang mau datang, misalnya Bupati gitu.

P : Dimana biasanya tu Pak?

I : Balai dusun. Jadi untuk mengumpulkannya saya buat strategi, saya cari waktu lowong mereka. Saya juga door to door, biasanyakan itu lewat tengah hari “ besok jam 2 kita kumpul di balai dusun” door to door saya, besok di hari-H nya saya pukul kentong. Di balai dusun itukan ada kentong, saya pukul “ tung...tung...tung...” nanti ngumpul. Itu lah dia kalau misalnya ada penyambutan tamu, atau ada yang mau dibicarakan kepada masyarakat atau disampaikan kepada masyarakat secara formal. Harus kumpul di balai dusun, tapi door to door untuk membilanginya. Itu saya yang membilanginya, kadang kalau saya ada kegiatan tetangga depan saya suruh bilangi.

P : Kalo untuk berkomunikasi secara berkelompok atau rame-rame gitu pernah Pak?

I : Ya itu di balai dusun kalau ada hal-hal penting tentang pemerintahan atau tentang masyarakat.

P : Disini ada perkumpulan Pura Pak?

I : Dulu ada muda-mudi, tapi sekarang udah gak ada karena banyak yang keluar, banyak yang kos, sekolah, kerja di luar jadi sekarang udah gak ada lagi. Kalau orang tua masih ada, Suka-Duka namanya.

P : Apa saja yang dibicarakan pak?

I : Kalau suka duka itu tentang masyarakat Hindunya, entah ada pembangunan pura atau ada kemalangan.

P : Oya Pak, sekarang zaman kan makin canggih, kalo untuk berkomunikasi sama masyarakat disini pake HP pernah Pak?


(8)

P : Apa yang dibicarakan pak?

I : Kepentingan umum, pribadi, golongan. Tapi kalau untuk mengumpulkan orang itu tidak menggunkan handphone. Misalnya dia mau ngurus surat keterangan berkelakuan baik, buat keterangan tanah, yang tadinya udah jumpa tapi kemudian kurang lengkap datanya, saya telpon aja. Yang ada nomor telponnya ya. Karena gak semua masyarakat punya HP, ataupun gak semua nomornya saya tau.

P : Disini masyarakatnya masih suka gotong royong Pak?

I : Dulu rutin dulu, sekarang memang enggak lagi. Sudah dialihkan, sudah diupahkan. Dulu setiap hari kamis, rutin dulu, sekarang sudah diupahkan kepada pekerja itu. Karena ada juga income dari BPKD, Badan Pendapatan Perkapita Desa. Kita menjual sawit atau karet. Jadi, kalau untuk karet ini kepada tengkulak kami kutipkan perkilonya 20 perak, ya dari income itu perkilonya 20 perak, jadi perminggunya itu kalo dikali satu tokeh itu biasanya apa dia, hari ini masyarakat ini setoran kesitu. Jadi nanti diglobal dia berapa dapatnya. Misalnya dia 1 orang ada dapat 5 ton, itulah 5 ton dikali 20 perak. Untuk sawit gitu juga, kalo nanti kami masyarakat disini menyetor sawit kepada agen-agen, agen sawit disini ada dua. Misalnya nanti, dapat 10 ton jual sawit, itu nanti dikalikan, kalo sawit 10 perak. Itulah untuk pembenahan kampung, untuk dia juga nanti, untuk kami juga, untuk masyarakat juga.nanti kalau sistem gotong royong dipake itu kami belikan minuman, kami belikan snack, roti, makanalah ala kadarnya. Jadi karena tidak gotong royong lagi itulah untuk pengganti daripada upah harian, untuk diupahkan. P : itu kenapa enggak jalan lagi Pak?

I : gimana ya, itu memang keputusan dari BPKD.

P : Oya, kan tadi bapak bilang kalo ngajak gotong royong agak keras gitu ngajaknya pak, itu biasanya siapa yang suka bandel kalo gotong royong Pak? I : kalo dibilang siapa ya cemana ya, soalnya kalo misalnya dia hari ini nggak datang itu besoknya gotong royong lagi dia datang, jadi nggak bisa dibilang siapa.

P : Disini kalo ada orang meninggal atau kemalangan, gimana cara ngasihnya ke masyarakat Pak?


(9)

masjid. Dari mulut ke mulut juga ada, tapi formalnya dikasih tau pake kentong atau bedug.

P : Orang Bali ini kan ada sistem penyebutan untuk anak Pak, kayak wayan, made. Itu gimana sistem penyebutannya Pak?

I : Dia gini tu, kalau anak pertama dia harus wayan, kalau dia gak mau Wayan dia bisa pake Gede, kayak anak saya ini pake Gede. Kalau gak mau Wayan atau gGde dia pake Putu. Kalau anak kedua dia pake Made, gak mau Made, Nengah, dah gitu Kadek. Terus anak ketiga Komang, kalau enggak Komang dia Nyoman. Kayak saya Nyoman, kalau gak salah Cuma dua aja. Yang terakhir gak ada gantinya, Ketut untuk anak keempat. Kalau misalnya punya anak lebih dari empat balik lagi ke dia ke Gede atau Putu, Wayan pun bisa. Balik lagilah pokoknya ke semula.

P : Kalau untuk anak bapak menggunakan yang mana?

I : Kalau saya itu anak pertama Gede, kedua itu Made terus yang ketiga Nyoman.

P : Suku Bali ini kan terkenal sama ritual-ritaulnya Pak, Saat ini ritual dan tradisi adat apa saja yang masih dilaksanakan Pak?

I : Mencaru, tauruk sangu atau mencaru. Sama perayaan, kami mengadakan persembahyangan di Pura,kami memakai sajen juga itu. Apakah itu kue-kue kue, bawa seadanya, semampu kami kepada Sanghiangwidi, itu kalo hari raya. Kalau tauruk sangu itu kepada Buto Galo dia, kepada iblis, setan, buto galo.

P : Maknanya apa pak?

I : Itu gini, mencaru itu untuk memberi upah-upah kepada Buto Galo atau roh-roh jahat, setan, iblis biar waktu Nyepi kami enggak diganggu. Jadi kami bisa melaksanakan nyepi dengan lancar. Itu sebenarnya.

P : Kalau yang lain Pak?

I : Banyak bang, ada 3 bulan anak, adat nikahan, nanti ada upacara orang meninggal.

P : Kalau untuk hari besar, hari besar apa saja yang dirayakan pak?

I : Galungan, Sarasvati, itu dilaksanakn berdasarkan kalender bali. Kami pedomannya kalender bali aja, tapi yang gak bisa berubah hari itu Galungan, kalau galungan itu jautuhnya tetap hari rabu, bulannya berubah, saya juga kurang memahami. Galungan itu memperingati hari kemenangan Dharma, kemenangan


(10)

kebenaran. Dharma melwan Adharma, kebenaran melawan ketidakbenaran. Maka dilakukanlah Galungan. Biasanya masyarajat bersembahyang ke Pura jam 9, jam 8 lah, dah gitu di rumah lagi di sanggah-sanggah, hanya sembahyang saja.

P : Kalau Nepi Pak?

I : Nyepi, kalau nyepi itu tidak boleh keluar rumah. Tapi saya tengok kalo di kampung sini ya tidak juga. Ada umat hindu gitu, dai keluar-keluar. Enggak kayak di Bali yang ketat. Sudah tidak terlalu ketat seperti di Bali karena tidak ada Hukuman. Tapi kalau dia kental agamanya dia akan melaksanakan meditasi, puasa. Tidak ada tuntutan kalau keluar, minum, beli ini itu, dolan. Itu tidak ada kami.

P : Ada lagi Pak?

I : Sarasvati itu memperingati lahirnya Dewi Sarasvati, lahitnya Ilmu Pengetahuan. Mengadakan upacara khusus kalau itu, hanya kepada Dewi Sarasvati, membuatkan sajen diatas weda, kalau sembahyang kepada Dewi Sarasvati, Khusu kepada Dewi Sarasvati. Kalau Kuningan itu setelah Galungan, 10 harinya galungan, udah pasti itu. Itu gininya, mengadakan persembahyangan tapi itu pagi-pagi, itu Galungan Para Dewa turun semua, udah kami panggil Dewa itu pas hari Galungan turun semua, jadi bersemayanglah di Pura itu, jadi kami ingin mengasih bekal aja, bawa juga itu sajen-sajen, ngasih bekal para Dewa, itulah dengan doa bahwa menyaksikan para dewa ataupun memberikan upah-upah kepada Dewa itu. Dewa akan kembali ke kayanagan. Menyaksikan para Dewa dari bumi kembali ke kayangan. Intinya Kuningan itu kembalinya para Dewa ke kayangan.

P : Kalau Sesajen itu maknanya apa pak?

I : Itu maknanya gini, kami kan udah dianugerahkan itu makanan, seperti dianugerahkannya itu rejeki, jadi kami karena hastiti kami kepada Sang Hyang Widi sangat kental, karena kami itu memandang karena Sang Hyang Widi itulah kami hidup, terlahir atau selamat, karena Sang Hyang Widi diberikan rejeki. Maka kami dengan tulus iklas memberikan itu, memberikan kue-kue itu untuk kami bawa ke pura, disamping saya nanti bersembahyang memohon kepada Sang hyang widi keselamatan. Kami bawakan nanti itu kue-kue sebagai unsur terimakasih kami. Karena cinta kasih kami kepada Sang Hyang widi, rasa ucapan


(11)

terimakasih aja itu. Dialah yang memberikan segalanya. Apalagi yang bisa kami persembahkan, itulah tenaga kami buat kue kami persembahkan.

P : Terus itu saya lihat ada bambu yang di deapn-deapn ruamh itu apa Pak? maknanya apa pak?

I : Penjor itu, penjor itu maknanya kalau saya nilai ada dua, itu melambangkan seperti manusia semakin berisi semakin menunduk, dua melambangkan Gunung Agung. Ada dua itu, melambangkan gunung Agung, tapi kalau seperti manusia itu semakin tinggi pengetahuannya harus menunduk seperti padi itu dari orang tua bicara saya dengar. Itu wajib dipasang saat hari Raya Galungan, isinya itu ada buah-buahan seperti buah-buahan pisang, kelapa ada janur juga.

P : Disini kalo untuk membedakan rumah masyarakat Bali sama yang lain itu bagaimana Pak?

I : Cara membedakannya itu kalau dia Hindu dia ada tempat persembahyangannya sehari-hari, sanggah namanya. Itu tempat persembahyangan sehari-hari, di rumah masing-masing. Itu setiap rumah wajib ada.

P : Kalo untuk simbol-simbol yang identik sama Hindu Bali itu ada Pak? I : Ada, Swastika, itu artinya hubungan kita kepada Sang hyang widhi yang keatas, dan yang vertikal ini hubungan kita kepada alam dan manusia, kepada sesama. Ada lagi trimurti, melambangkan tiga Dewa, Brahma, Wisnu, Siwa, melambangkan tiga dewa. Oh iya itu namanya Trisula,melambangkan Trimurti. P : Kalau penggunaan warna Pak?

I : Ada, kalau timur dia putih, kalau mencaru itu berguna itu. Kalau yang di Barat Kuning, kalau yang di Selatan Merah, di Utara Hitam. Kalau untuk singgasana Dewa itu menggunakan kain putih kuning untuk tapakan singgasana. Tapi yang lebih sering digunakan itu putih kuning, karena putih itukan artinya suci sedangkan kuning itu artinya kemakmuran.

P : Kalau atribut atua yang dipake di tubuh itu ada Pak?

I : ada itu kayak Udeng; Saput, itu ikat pinggang; kamen itu kain, kalau mau ke Pura pake kain.

P : Maknanya apa itu Pak?

I : Kalau makna gini, kitakan kalau ke Pura itu harus sopan, harus bersih jadi dia gini, kalau udeng itu untuk mengikat pikiran kita, kalau saput atau ikat


(12)

pinggang itu untuk mengikat jiwa raga kita, tapi kalau kain itu saya rasa biar sopan aja.

P : terus kalau masyarakat Hindu Bali ini kalau meninngal dibakar, itu maknanya apa Pak?

I : Itu mengembalikan kelima unsur pembentuk diri kita, Panca maha buto. Kalau kami Hindu mempercayai badan atau wadak ini terbentuk dari lima unsur seperti pertiwi atau tanah, api, air, angin dan akase. Itulah mengembalikan kelima unsur itu aja. Ketika wadak kita itu dibakar kembalilah yang dari api ke api, yang air inikan habis dibakar dihanyutkan ke laut, itu dikembalikan ke air, yang dari tanah inikan sendirinya ke tanah, yang dari angin inikan terbang dibawa angin. Kalau akase itu tenaga ya pulang ke Dewa. Intinya mengembalikan kelima unsur yang ada di wadak kita ini aja.

P : Kalau masyarakat yang Suku Bali disini masih menggunakan bahasa Bali pak?

I : Kalau dipersentasikan 90% sudah menggunakan Bahasa Indonesia, jarang sekali menggunakan bahasa Bali. 90% menggunakan Bahasa Indonesia, yang 10% paling menggunakan Bahasa Bali, paling diantara sang muda dan orang tualah. Misalnya dia datang kepada orang tua memang menggunakan Bahasa Bali. Diwajibkan setahu dia, tidak semua. Kalau dia tau Bahasa Bali ya pake Bahasa Bali, kalau enggak ya campur-campu, kalau kepada orang tua harus ada menggunakan Bahasa Bali.

P : Kalau Masyarakat Hindu Bali, dalam sehari berapa kali melaksanakan persembahyangan pak?

I : Dari pagi itu jam 6 pagi, kalau siang tengah hari jam 12, kalu dia sore jam 6 juga. Tida kali kami sembahyang sehari.

P : Ada hari khusus untuk sembahyang pak?

I : Kami yang khsus tidak ada, Cuma itu yang sebulan dua kali itu ada, Purnama Tilem itu 15 hari sekali. Gak seperti muslim setiap hari jumat, kami 15 hari sekali Purnama Tilem, Purnama itu bulan penuh, Tilem itu mati bulan. Kalau bisa semua turun ke Pura tapi itulah manusia, ada yang memang dia kental mendekatkan diri kepada Tuhan, paling gak di rumah dia melaksanakan itu. P : Hal apa saja yang wajib dalam melakukan persembahyangan pak?


(13)

I : Kalau Hindu ini sebenarnya yang penting dalam sembahyang itu ada tiga, api, air sama bunga. Api itu kami pake dupa jadi dupa itu dibakar jadi itu sebagi saksi. Kalau air itu untuk mensucikan, ada air suci namanya. Kalau bunga itu sebagai perwujudan Tuhan

P : Bapak pernah merasa bingung atau tidak mengerti dengan bahasa daerah yang digunakan masyarakat Jawa, Karo dan Batak yang ada disini?

I : Pernah saya bingung, dia bahasa karo. Kalau bahasa Jawa saya tau. Dia bahasa Karo, karena saya tidak tau, itulah saya bingung. Tapi kadang-kadang saya bilangi kalau itu berinterkasi sama saya lah, saya bilangi “ pake Bahasa Indonesia, pak” karena saya tidak mengerti Bahasa Karo, dia ya merubah juga.

P : Hambatan komunikasi apa saja yang bapak alami ketika berkomunikasi dengan masyarakat disni?

I : Masalah waktu, karna kalau pagi mereka bekerja, dia mayoritas pagi bekerja. Jadi hambatannya itu hanya waktu, kalau saya ingin menyampiakan sesuatu kepada masyarakat.

P : Apakah bapak pernah memiliki konflik dengan masyarakat disini?

I : Kalau saya sendiri tidak pernah, tapi pernah ada masyarakat yang ribut karena pringgan (Pembatas tanah), sama pernah karena buah-buahan punya nya diambil. Itu ya saya damaikan, kita ajak bicara sampai jumpa jalan tengahnya. P : Bapak pernah merasa terganggu nggak dengan kehadiran masyarakat dari suku lain disini?

I : Tidak, kami disinikan orang yang pertama, kalau ada yang mau jual sama orang suku karo misalnya, tidak ada keberatan, itu terserah kepada mereka yang punya tanah.

P : Apa tanggapan bapak mengenai perbedaan yang ada disini?

I : Perbedaan agama antara suku ini dengan suku itu sudah menjadi ini sama saya. Karna perbedaan itu memang ada, karna tanpa ada perbedaan, tanpa ada warna lain di kehidupan kita, kita tidak akan pernah maju cara berfikirnya. Itu saja kalau saya pribadi, karena perbedaan itu Tuhan ciptakan, karna supaya kita itu lebih maju dalam berpikir, itu saja saya menanggapi perbedaan itu. Selagi tidak ada benturan.


(14)

Informan II

Nama : Nyoman Suyetno

Umur : 35 Tahun

Pekerjaan : Petani Karet Tanggal Wawancara : 10 Maret 2016

Tempat : Rumah Bapak Nyoman Suyetno

Kp. Bali, Kec. Sei Wampu Kab. Langkat.

P : Bapak sering berinteraksi dengan masyarakat disini Pak? Baik itu yang suku Bali, Jawa, Karo atau Batak yang ada disini?

I : Ya sering sih, kadangkan namanya kita satu kampung pasti sering jumpa, berinteraksilah ya sering.

P : Bapak terbuka nggak Pak sama masyarakat disini?

I : Kalau terbuka enggak semua, ya paling yang dekat-dekat aja. P : Yang paling dekat sama siapa Pak?

I : sama ini lah, sama Pak Kepala Dusun

P : Bapak kan sering ni berinteraksi dengan masyarakat disini, gimana perasaan bapak saat berinteraksi sama masyarakat disini Pak?

I : Gimana ya, sama aja sama semua masyarakat, sama yang Bali sama yang orang Jawa itu sama aja, karena agama pun kan nggak ngajarkan untuk membeda-bedakan.

P : Bapak akrab-akrab sama masyarakat disini Pak?

I : Akrab, tapi tidak semua. Kalau yang paling akrab itu bisa dibilang ya kepala dusunnya. Selain itu ya ketua BPKD itu, itu termasuk ada hubungan saudara juga itu.

P : Kalo pemikiran bapak tentang masyarakat yang ada di sini gimana Pak?

I : Ya baik, masyarakat disini itu baik-baik, apalagi yang Suku Jawa itu baik-baik.

P : Kalo perbedaan antara masyarakat suku Bali dengan masyarakat dari suku lain ada nggak Pak?


(15)

I : Ya jelas lah ada beda, kalau dari segi apa, agamanya pun kan beda, dari cara kita menyembah pun kan beda, nama Tuhannya pun beda, kan gitu ya. Perbedaannya hanya sekedar itu, selain daripada itu nggak ada.

P : Kebiasaan disini kalau ada hajatan atau pesta gimana Pak?

I : Ya bagus hubungannya, diundang. Pokoknya hubungan antara masyarakat disini gak ada masalah. Sama kayak di luar kalau ada pesta ya semua diundang. Termasuk di luar kampung pun diundang.

P : Kalo tanggapan masyarakat disini sama ritual atau upacara Suku Bali itu

cemana Pak?

I : Mereka menanggapi bagus gitu, nggak merasa diganggu gitu enggak, karena memang udah lingkungannya karena udah biasa gitu. Menurut mereka ya mungkin tidak ada masalah ya biasa aja karena memang lingkungannya sudah begitu.

P : Kalo untuk lihat atau nanya gitu ada Pak?

I : Dulu pada awal-awalnya iyalah, kalau sekarang mereka udah tahu udah paham.

P : Bapak pernah bertamu ke rumah masyarakat disini?

I : Kalau untuk sesama masyarakat Bali pernah sih, tapi kalau ke rumah yang Jawa itu enggak.

P : Kenapa nggak pernah Pak?

I : Ya disini masyarakatnya sibuk kerja di ladang, saya pun setiap hari ke ladang jadi nggak apa gitu, kalo sama yang Bali kan disini yang dekat-dekat rumah juga.

P : Kalau misalnya bertamu dalam rangka apa?

I : Ya biasa-biasa aja gitu, ya biasa-biasa aja untuk bincang-bincang. P : Biasanya apa saja yang dibicarakan?

I : Kalau bertamu ya memang gak jauh gak lari dari kerohanian juga. P : Kalo duduk-duduk di warung pernah Pak?

I : Enggak pernah saya, memang gimana ya, saya rasa nggak ada manfaatnya kan gitu. Nggak ada manfaatnya sama kita, buang-buang waktu juga. P : Bapak sering ikut kalau ada perkumpulan di balai dusun?

I : Ikut, selalu ikut saya.


(16)

I : Itu sebenarnya udah lama, enam bulan yang lalu. Jadi setiap enam bulan itu ada perkumpulan BPKD di balai dusun, jadi disitu dia menyampaikan keluhan-keluhannya sama laporan keuangan. Udah enam bulan lah itu, enggak bergantung berapa minggu sekali. Kecuali misalnya ada dari Kepala Desa atau dari Partai gitu, entah ada promosilah, promosi apalah gitu, pernah juga. Tapi itu pun kadang-kadang.

P : Disini ada perkumpulan pura Pak?

I : Ada sih, termasuk banjar lah itu, disini banjar ada 34 Kepala Keluarga, Suka-duka itu namanya. Kalau untuk muda-mudi udah nggak apa juga udah nggak aktif. Karena mereka kebanyakan apa, nggak tinggal disini, kalau sekolah diluar mereka kos, Cuma nggak semua mereka ada juga yang laju.

P : itu apa aja yang dibicarakan pak?

I : Biasanya bahas persiapan sebelum hari raya, Galungan misalnya, memang dua minggu sebelum itu misalnya rapat. Membahas masalah itu, galungan tadi lah misalnya. Dari dana juga, perorangnya dikenakan berapa.

P : Ada lagi tidak pak, tempat yang biasa dijadikan tempat berkumpul masyarakat?

I : Ya itu tadi lah Balai dusun

P : Bapak pernah nggak bicara berdua atau bertiga gitu sama masyarakat disini Pak?

I : Pernah, ya paling sama orang-orag yang dekat aja. P : Apa saja yang dibicarakan?

I : Ya nggak tentu apa aja yang dibicarakan.

P : Bapak sering nggak bertukar informasi sama masyarakat disini Pak? I : Sering juga.

P : Biasanya informasi apa saja pak?

I : apa ya, Ya kadang saya dimintai tolong sama pak kepala dusun untuk memberitahukan warga untuk kumpul di balai dusun, atau ada informasi apa gitu ya itu saya sampaikan.

P : Kalo untuk berkomunikasi secara berkelompok atau rame-rame sama masyarakat disini pernah ya Pak?


(17)

I : Nggak pernah sih bang, eh tapi pernah juga lah memang, pernah sih pernah.

P : Apa yang dibicarakan pak?

I : Ya kadang-kadang keperluan spele aja, untuk jalin komunikasi aja gitu. P : Oya Pak, disini masyarakatnya masih ada gotong royong gitu Pak? I : Sebelumnya itu memang ada, tapi beberapa hari belakangan ini macet, kesadaran orangnya itu kurang, kadang-kadang orangnya ya yang itu-itu aja. Jadi, apanya ini ketua BPKD nya ini terpaksa mengambil tenaga pekerja dari luar, dananya itu diambil dari BPKD. Dulu gotong royong itu dua minggu sekali, dua hari itu. Antara kamis atau jumat itu, kalau yang gak bisa ikut hari kamis nanti dia datang di hari jumat.

P : itu biasanya yang bandel atau susah kalo gotong royong siapa Pak? I : itu cemana ya, memang orang kita Bali.

P : Disini kalo ada kemalangan cara ngasih tau ke masyarakat itu gimana Pak?

I : Pake kentong, ada memang tandanya sendiri, kalau kentong orang meninggal itu, kalau orang Suku Bali itu kentongnya tiga kali untuk orang meninggal, supaya nanti bisa membedakan, kalau kentong untuk mengumpulkan masyarakat itu beda lagi, lebih dari tiga kali dia. Kalau orang Jawa atau yang muslim itu mereka kan punya Masjid, mereka pake bedug Masjid terus pake pengeras suara.

P : Kalau masyarakat Suku Bali ini kan ada sistem penyebutan nama untuk anak, itu gimana sistem penyebutannya Pak?

I : Kalau pertama dia Wayan, ada juga Putu tapi kebanyakan Wayan tadilah pada umumnya. Yang kedua Made ataupun dia Kadek, umumnya ya itu tadi Made kebanyakan. Anak ketiga Nyoman, kalau anak keempat ituKketut. Kayak saya Nyoman saya bukan anak ketiga, karena gini dia kalau udah sampe anak keempat dia baik lagi tu. Untuk anak ketiga Komang pun ada juga, tapi kitakan pake yang pada umumnya kebanyakan orang pake.

P : Kalau untuk anak bapak pake yang mana Pak?

I : itu harus ya bang? Itu harus masuk ke tugasnya? Karena anak saya ini

nggak pake, saya biasa pake nama nama aja, soalnya mamaknya pun kan orang


(18)

P : Kalau sekarang ritual atau upacara apa aja yang masih dilakukan masyarakat Suku Bali disini Pak?

I : Ada seperti Mencaru. P : Itu apa pak?

I : Itu jenis Butayadnya, kan ada dewayadnya, manusiadatnya, ada butayadnya, itu ada lima lah itu. Kalau butayadnya ini memberi sesajen agar tidak diganggu oleh makhluk-makhluk jahat.

P : Kalau untuk hari besar, hari besar apa saja yang dirayakan pak?

I : Hari raya Galungan, hari raya Nyepi itulah yang besarnya. Tapi kalau mengikuti apanya itu, seperti Galungan, hari Raya Kuningan. Kalau Galungan itu sepuluh harinya itu Kuningan. Kalau Nyepi itu sebenarnya tahun barunya, tahun baru saka.

P : Terus, kalau Sesajen itu maknanya apa pak?

I : Itu bisa dikatakan ya persembahan, persembahan kita kepada Tuhan Yang Maha Esa sebagai rasa bakti kita gitu, terimakasih kita.

P : Terus itu kan ada bambu tu Pak, Penjor itu ya Pak, Maknanya apa itu Pak?

I : Itu gimana ya, memang ada itu tapi saya tidak mencerna sekali itu semua. Sebenarnya ini dipasang waktu hari Raya Galungan, kalau hari raya Galungan itu memperingati hari kemenangan Dharma melawan Adharma. Itu yang biasa digantung disitu kueh, pisang, kelapa, buah-buahan. Bisa dibilang hasil bumi gitulah.

P Kalau untuk membedakan yang mana rumah masyarakat Suku Bali dengan Masyarakat yang lain itu gimana Pak?

I : Salah satunya memang kalau orang Bali ini kan memang yang menjadi ciri khas itu sanggah, memang itulah yang menandakan.

P : Ada nggak Pak penggunaan simbol yang identik dengan masyarakat Hindu Bali pak?

I : Ada...ada bang, itu kita Bali lah, Hindu misalnya gitu ada lambangnya.

Swastika, itulah memang lambangnya agama Hindu. Sebenarnya dalam agama

Hindu banyak kita jumpai simbol-simbol. Untuk maknanya memang ada tapi saya tidak mendalami, tapi memang itu tadi lambang agama Hindu.


(19)

I : Kalau Trisula itu bisa dikatakan senjatanya Dewa Siwa. Banyak sih lambang-lambang seperti senjata para Dewa tapi jarang digunakan.

P : Kalau penggunaan warna yang identik ada nggak Pak?

I : Ya, paling yang identik kuning sama putih, tapi tidak diharuskan. Itu hanya kalau kuning indah putih suci, tapi enggak mesti, enggak harus.

P : Kalau makna dibalik warna kuning dan putih itu apa pak?

I : Kalau itu saya juga kurang tau, kayaknya nggak ada atau gimana ya saya juga kurang paham. Ya paling itu tadilah kalau kuning dia kan indah, kalau putih suci.

P : Kalau atribut yang sering di pake di badan ada nggak Pak?

I : Kayak pakaian resmi gitu, kayak Udeng, Anteng (ikat pinggang). P : Ada maksudanya itu Pak?

I : Kalau udeng itu mengikat pikiran kita, kalau anteng atau ikat pinggang itu mengikat jiwa kita, karena inikan mau menghadap Tuhan.

P : Oya Pak, masyarakat Suku Bali ini kalau meninggal kan di bakar, itu tujuannya apa Pak?

I : Kalau menurut apanya sih, kalau dibakar itu lebih cepat prosesnya mengembalikan unsur-unsur badan tadi, yang terdiri dari lima elemen. Kan lebih cepat dia, kalau misalnya tanah dia ya kembali ke tanah, kalau yang air kembali ke air, kalau yang angin kembali ke udara, kan gitu.

P : Disini masyarakat Bali nya sama sesama yang Bali masih pake Bahasa Bali Pak?

I : Masih juga, tapi tidak begitu dominan, paling orang-orang tertentu. Kayak saya, istri saya bukan suku Bali, kayak bapak itu juga bukan suku Bali, jadi ya bahkan mereka ini berbahasa jawa.

P : Masyarakat Hindu Bali ini, dalam sehari berapa kali melaksanakan persembahyangan pak?

I : Yang ditetapkan atau yang diwajibkan itu memang tiga kali. Pagi, siang, sore. Kalau menurut anjuran misalnya pagi 45 menit sebelum matahari terbit itu dianggap bagus, siang mungkin 45 menit sebelum jam 12 dianggap bagus, begitu juga sore 45 menit sebelum matahari terbenam dianggap bagus. Ada juga penambahan-penambahan, tapi yang ditetapkan tiga itu.


(20)

I : Kalau hari khusus tidak ada, tapi kayak ini nanti ada persembahyanagn Purnama Tilem. Itu setiap lima belas hari sekali.

P : Kalo sembahyang itu apa aja yang harus ada Pak?

I : Ada itu api, kalau kami pake dupa itu maksudnya sebagai saksi lah saksi persembahyangan kita, dan juga untuk menyampaikan atau menghantarkan doa-doa kita kepada Tuhan Yang Maha Esa, kepada Tuhan yang berada di alam Transenden kan gitu. Kalau air itu mensucikan, diminum tiga kali, di...di cuci muka tiga kali, begitulah apanya, apa....apa... istilahnya pelaksanaannya. Kalau bunga itu sebagai pikiran yang suci.

P : Bapak pernah nggak mengalami kendala dengan bahasa saat berkomunikasi dengan masyarakat dari suku lain yang ada disini?

I : Tidak, Ya kalau Jawa sih saya ngerti, kalau karo yang saya nggak ngerti. Kalau sedikit-sedikit ngerti sih tapi sangat sedikit sekali.

P : Hambatan komunikasi apa saja yang bapak alami ketika berkomunikasi dengan masyarakat disni?

I : Itu kadang-kadang apa, mungkin tanggapan atau respon yang kurang pas. Sebenarnya sih kalau hambatan tidak ada.

P : Bapak pernah nggak memiliki konflik dengan masyarakat disini?

I : Tidak ada, kalau ada pun mungkin dulu-dulu, kalau sekarang ini nggak ada.

P : Bapak pernah merasa terganggu nggak dengan kehadiran masyarakat dari suku lain disini?

I : Kalau dengan keadatangan mereka mungkin tidak.

P : Apa tanggapan bapak mengenai perbedaan yang ada disini?

I : Itu wajar saja, itu kita maklumi, itu memang wajar-wajar saja. Dimana-dimana ada, mana bisa kita mendirikan negara sendiri.

Informan III

Nama : I Wayan Weto

Umur : 60 Tahun

Pekerjaan : Petani (Karet dan Sawit) Tanggal wawancara : 23 Maret 2016


(21)

Kp. Bali Kec. Sei Wampu Kab. Langkat

P : Bapak sering nggak berinteraksi dengan masyarakat disini? Baik itu yang suku Bali, Jawa, Karo atau Batak yang ada disini?

I : Sering, sering. Bahkan dulu dari boleh dikatakan lah tahun 77 ya saya juga entah kenapa, saya juga kalau dari muslim itu wirit saya ikut. Jadi ada rasa apa, kepengen lo rasanya duduk berdampingan sama mereka. Padahal nggak nya disuruh tapi ada panggilan dari hati untuk ikut wirit gitu. Apalagi sekarang orang Bali ambil orang Jawa, orang Jawa ambil orang Bali, orang Bali mabil orang Karo, orang Karo ambil orang Bali, ya gitu sekarang udah berputar-putar disitu aja, jadi kita nggak lagi membesar-besarkan masalah si polan begini, si polan begitu, yasudah yang penting kita sekarang disini memperbaiki diri kita. Kalau kita menyalahkan orang lain itu kan..kan.. gak wajar, ataupun tujuan hidup kita bukan itu. Orang lain salah, diri kita udah benar gak, kan gitu.

P : Bapak terbuka nggak dengan semua masyarakat disini?

I : Terbuka, terbuka ya kayak saya bilang tadi, disini udah jadi satu, udah

kayak saudara semua jadi enggak ada beda-beda. Mereka pun terbuka, kenapa

saya bilang terbuka karena kalau ada wirit dibawakannya juga lemet entah kue-kue, itu kan terbuka namanya. Ya gitu saya, kalau kita hari Raya Galungan, karena mereka memberi ya kita memberi, jadi sama-sama memberi kan gitu. Itu lah yang sama-sama kita pupuk disini. Ya itulah kalau wirit dibawakannya entah pisang goreng entah gemblong di bawakannya. Itu lah keguyupannya disini. P : Hubungan Bapak akrab dengan masyarakat disini?

I ; Iya, kita disini udah kayak saudara jadi semuanya akrab, ya itu tadi disini keguyupannya udah kuat antara orang kita Jawa, orang kita Bali, orang kita Karo dan orang kita Batak.

P : Gimana perasaan bapak ketika berinteraksi dengan masyarakat disini? I : Ya rasanya, rasanya seperti saudara iya. Nggak ada dedeng aleng-aleng gitu. Seperti saudara ya, ngomong ya dia Bahasa Jawa ya bapak Bahasa Jawa.

Nggak cemana, nggak canggung. ya kita membahasabagaimana kedepannya, kok

ekonomi kita begini. Cemana cara kita cari hasil tambahan, ya itu yang dibahas heheheh...


(22)

I : Saya rasa selama hidup berdampingan di kampung ini saya rasa positif-positif aja, karena gimana ya, itu lah yang saya bilang tadi kalau dia ada pesta kita pun dikasih tau, kalau dari orang Bali pesta kita kasih tau. Saya rasa cemana ya hidup ini rasanya orang Jawa orang Bali rasanya sudah seperti satu darah gitu. P : Walaupun udah seperti satu darah gitu ya Pak, ada nggak perbedaan antara masyarakat Suku Bali dengan masyarakat dari suku lain?

I : Cuma kadang-kadang bedanya dari masyarakat kita Jawa dengan orang kita Bali ini satu, kalau kita Bali ini kalau ada pesta nggak sah rasanya kalau

enggak potong babi, jadi untuk yang Jawa kita masakan untuk mereka di rumah

yang Jawa. Itu aja mungkin ya lebih dari segi kepercayaan dan tradisi.

P : Itu kalau disini ada hajatan atau pesta, biasanya masyarakat disini tu

gimana pak?

I : Ya kalau ada pesta kita saling mengundang, kalau orang kita Jawa pesta mereka mengundang kita, dan kalau kita Bali pesta mengundang mereka. Tapi ada bedanya yaitu tadi, kalau kita Bali kan kalau ada pesta nggak sah rasanya kalau

enggak ada babi jadi untuk orang kita Jawa itu kita masakan makanan untuk

mereka di rumah orang kita Jawa, jadi kita suruh mereka masak di salah satu rumah orang kita Jawa.

P : Kalau respon atau tanggapan masyarakat dari suku lain terhadap kegiatan upacara-upacara atau ritual yang bapak lakukan itu gimana Pak?

I : Ya kalau tanggapan mereka itu, contohnya kalau ada hari raya Nyepi mereka juga menghormati. Nanti kalau muslim juga ada Maulid Nabi ya kita juga hormati. Contohnya kalau muslim Maulid Nabi kan di balai dusun itu ya anak-anak kita kasih tau kalau naik kereta jangan buang-buang gas.

P : Kalau ada upacara atau ritual gitu, mereka suka lihat atau ada yang

nanya-nanya gitu nggak Pak?

I : Kalau untuk melihat dulu iya, dulu iya kalau nggak salah tahun 75-76an, dulu banyak mereka itu datang melihat, bahkan setelah itu orang luar yang banyak melihat. Kalau untuk bertanya ada dulu, ada dulu nanya ini artinya apa, banten ini apa, kalau sekarang ya ada tapi tidak seperti dulu.

P : Bapak pernah bertamu ke rumah masyarakat disini?


(23)

kristen pun kalau bapak hari raya Galungan ya mereka datang kemari. Kalau untuk sesama masyarakat Bali ya sering, kalau misalnya ada yang sakit ya kita datangi.

P : Kalau bertamu itu biasanya bicarakan apa aja Pak?

I : Ya ngomong-ngomong aja, yang sering kita omongkan ya kita nggak nyangka akan begini jadinya kampung kita. Kalau dulu untuk keluar aja kita harus 2-3 orang baru berani keluar, orang mau kemari pun mikir-mikir lagi, terus paling ya kita bicara-bicara masalah-masalah gitulah, masalah ekonomi, ya kadang-kadang masalah pendapatan menurun, karet rusak ya gitu-gitulah yang kita bahas, kalau yang lain-lain itukan enggak terpikir sama kita, kita orang awam ini nggak mampu sampe kesana-kesana cara pikirnya.

P : Kalau ke warung untuk duduk-duduk, bicara-bicara sama teman, itu bapak pernah Pak?

I : Semenjak udah tua gini ya pernah-pernah tapi nggak seperti dulu, paling ya kalau beli gula setelah itu ya pulang. Kalau dulu pas anak masih kecil-kecil ya dari tengah hari sampe magrib baru pulang. Inikan ceritanya jujur ya ngapai ditutup-tutupi hehehehe...Kalau sekarang ya seperlunya ajalah karena kan udah tua, kalau kita ngobrol kesana-kemari juga gak ada arti. Kalau kita orang tua ini mau ngobrol-ngobrol nantikan ada waktunya, ntah nanti ada orang nikah misalnya, disitulah kita ngobrol.

P : Kalau di warung, apa saja yang dibicarakan?

I : Ya karena jarang ke warung yang dibicarakan juga macam-macam ya, tapi kalau mereka yang sering duduk di warung bapak juga kurang tau apa yang dibiacarakan mereka.

P : Bapak pernah berkomunikasi sama masyarakat secara berkemlompok atau rame-rame gitu Pak??

I : Kalau berkelompok ya di Balai Dusun. P : Di balai dusun itu ngapai aja Pak?

I : Balai Dusun, di balai dusun itulah biasa masyarakat berkumpul, biasanya kita setiap enam bulan sekali kita kumpul ke balai dusun untuk membahas masalah BPKD dan keadaan di kampung kita ini, entah mau gotong royong atau ada yang mau diperbaiki.


(24)

I : Ada, ada perkumpulan pura, Cuma terus terang aja perkumpulan muda-mudi memang dari 2014 memang itu memang berjalan, lagi-lagi bapak itu bukan mau nutup-nutupi, harus jujur, memang itu adalah kegiatan dari muda-mudi, selain dari suka-duka. Jadi dari tahun 2014,2015 sampe sekarang ini vakum. Kalau orang tua ya itu perkumpulan Suka-Duka. Yang dibahas itu ya kalau di pura itu nanti membangun, misalnya banyak kekurangan bangunan di pura itu, atau ada yang ditimpa musibah atau sakit kita harus gimana ya gitu-gitu lah. P : Kalau berkomunikasi secara pribadi dengan masyarakat disini bapak pernah Pak?

I : Pernah, sering malah saya bicara-bicara sama masyarakat disini berdua atau empat mata gitu.

P : Apa saja yang dibicarakan?

I : Ya kayak yang saya bilang tadi, paling bahas masalah kampung kita, bahas-bahas masalah ekonomi, ya gitu-gitu aja.

P : Kalau untuk bertukar informasi dengam masyarakat disini pernah Pak? I : Sering, sering sekali malah. Jadi kita ini kan hidup bermasyarakat jadi kalau ada informasi itu kita selalu kasih tau.

P :Biasanya informasi apa saja pak?

I : Ya apa aja, enggak tentu ya. Namanya juga kadang ada info ini info itu ya sampe ke telinga kita gitu. Kadang informasi-informasi nggak penting pun bisa sampek gitu.

P : Dimana bapak biasa melakukannya pak?

I : Ya kadang kalau lagi bertamu, atau lagi di tempat orang pesta, kayak bapak juga kan suka ikut muslim wirit jadi disitu banyak dapat-dapat informasi. P : Bapak pernah berkomunikasi menggunakan alat komunikasi seperti

Handphone?

I : Itu kalau saya apalagi yang layar sentuh katanya sama sekali tidak tau. Tapi kalau yang manual katanya ya paling untuk hubungi anak. Kalau sengaja untuk komunikasi sama orang lain enggak pernah. Kadang-kadang anak yang hubungi itu baru saya angkat.

P : Apa yang dibicarakan pak?


(25)

P : Masyarakat disini masih melakukan gotong royong pak?

I : Masih, sering pun masih sering. Inilah diberhentikan dulu karena inikan kemarau panjang jadi agak keras tanahnya, kalau enggak ya ini lanjut. Ya ini pun udah mau lanjut, karena gimana ya titi disana udah mau diperbaiki, jalan ini rencananya itulah ketua BPKD rencananya kalau ada dana entah dua atau tiga juta daripada kita gotong royong nanti kita apa bagus kita ambilkan nanti tractor jadikan adakan sedikit menyimpan tenaga masyarakat. Kalau pake tractor ini dua jam kan tembus. Gitulah apanya. Jadi kalau untuk gotong royong ini memang udah hampir dua bulan nggak dijalankan ya, selama musim kemarau inilah.

P : Itu semuanya ikut gotong royong atau ada masyarakat yang nakal tidak ikut gotong royong Pak?

I : Ada, itu ada yang kayak gitu. Bukannya kita nutup-nutupi memang ada, Cuma sekarang caranya untuk orang yang bandel itu biar tidak selamanya dia mempengaruhi orang yang rajin gitu. Sekarang ketua BPKD itu membuat suatu kelompok, misalnya nanti disini dibuat tiga kelompok, yang rumahnya dekat inpres mereka khusus membersihkan yang disana, ada yang sebagai mandornya. Kalau yang dari candi itu kesana ada yang mandori, kalau yang disini ada yang mandori. Apabila anggotanya tidak hadir itu menjadi tanggungjawab mandornya, jadi kalau udah dibuat kelompok gitu yang malas itu agak enggan dia, karena nanti kalau nggak hadir dikenakan biaya dia, nanti orang gotong royong paling dua jam dia nanti kena 50 ribu kan rugi dia. Jadi ikut dia, alhasil semua ikut gotong royong.

P : Biasanya kalau ada yang nakal tidak ikut gotong royong, itu dari masyarakat suku Bali, Jawa, Batak atau Karo pak?

I : Kalau itu tidak bisa kita bilang orang kita Jawa atau orang kita Bali atau Karo, karena rasanya sama saja, tidak ada masyarakat Jawa malas gotong royong atau masyarakat suku Bali yang malas, itu tidak ada. Ya kalau ada yang tidak ikut gotong royong ya itu dari Bali ada, dari jawa pun ada.

P : Jika ada kemalangan, biasanya disini gimana cara memberitahukannya ke masyarakata Pak?

I : Kalau kemalangan bagi umat Hindu itu cara memberitahunya pukul kentongan, kalau umat hindu pukul kentong itu ada artinya, kalau tiga kali itu artinya ada kemalangan, kalau tujuh kali berarti ntah ada perkumpulan, kalau


(26)

dipukul macam bulus katanya, pukul bulus itu artinya entah ada kebakaran. Nah kalau dari warga muslim tandanya kalau ada orang medi ninggal itu dari bedug. P : Oya Pak, Bagaimana sistem penyebutan nama dalam masyarakata suku Bali pak?

I : Itu ada pertama wayan, kedua made, ketiga nyoman, keempat ketut. Sebenarnya ada juga gede, putu, made dan lainnya, kalau di Bali itu digunakan berdasarkan daerah misalnya di karang asem atau di gianyar itu pake yang mana, tapi kalau disini ya pake yang mana yang disuka aja.

P : Dalam keluarga bapak menggunakan yang mana?

I : Anak pertama itu Wayan, kedua itu Made, yang ketiga baru Nyoman, kalau anak ke empat pasti Ketut.

P : Saat ini ritual dan tradisi adat apa saja yang masih dilaksanakan Pak? I : Kalau disini masih itu aja, 3 bulan anak, 1 weton atau 6 bulanan, kalau sudah dewasa ya potong gigi, itu kalau orang bali ini memang dari lahir sampe tua ada aja ritualnya. Ini kalau ritual-ritual untuk anak ya, kalau di luar itu ya paling mencaru lah.

P : Maknanya apa pak?

I : Kalau 3 bulan anak, 6 bulan anak itu sebenarnya itu untuk keselamatan anak atau bisa dibilang doa selamat untuk anak. Kalau potong gigi itu nah disitu lah tanda dia seorang anak kalau udah potong gigi dia sudah menanggung dosanya sendiri, bukan tanggungan orang tua lagi.Kalau caru atau mecaru itu kita memberi upah-upah kepada Panca maha Buto.

P : Kalau untuk hari besar, hari besar apa saja yang dirayakan pak?

I : Hari raya yang utama ya kalau apa Galungan, Nyepi, Kuningan sama Odalan di Pura. kalau Galungan itu kan memang hari kemenangan Dharma melawan Adharma, kalau Nyepi itu kan tujuannya menahan diri, sepi dari segala hawa nafsu dan segala macam gitu. Sepi itu kan luas maknanya, bisa dibilang tidak meyalakan api, tidak bepergian, tidak melakukan aktivitas, tidak mendengarkan musik, itu sepi. Sebenarnya tujuannya pada intinya menahan nafsu. Kalau odalan atau piodalan itu merayakan hari jadi Pura. kalau Kuningan itu kan menyambung dari Galungan, sepuluh hari Galungan itu pasti kuningan.


(27)

I : Itu gini, kalau sajen itu sudah jelas perwujudan. Kalau kepada Buta Kala itu artinya upah-upah karena Buta Kala ini sifatnya menggangu, kalau dalam sembahyang ini sebagai perwujudan terimaksih kita kepada Sang Hyang Widi. P : Kalau penjor itu maknanya apa pak?

I : Itu gini, kalau penjor itu sebenarnya simbol. Jadi penjor itu menyimbulkan gunung agung, jadi gunung agung itu kan hutan, jadi penjor itu kita ibaratkan hutan, jadi disitu ada kue dari pulut, ada pisang, ada buah-buahan. Jadi umat Hindu Bali itukan menyembah ke arah gunung agung jadi disini penjor itu sebagai pengganti Gunung Agung.

P : Kalau untuk membedakan rumah masyarakat suku Bali dengan masyarakat yang lain itu gimana Pak?

I : Ya itu, kalau untuk membedakan yang mana rumah orang kita Jawa atau yang mana rumah orang kita Bali itu bisa kita lihat dari Sanggah atau tempat sembahyang yang ada di depan atau di sebelah rumahnya. Itu aja untuk membedakannya.

P : Kalau penggunaan simbol yang identik dengan masyarakat Hindu Bali ada Pak?

I : Ada, itu karena sekarang yang buat tidak bisa karena udah muda-muda jadi enggak lagi kreatif. Itu ada lamak, lamak itu melambangkan seluruh isi dunia. Kalau sekarang sudah tidak ada yang bisa buat itu. Swastika, itu lambang Agama, terus Trisula itu senjata Dewa Siwa kalau nggak salah.

P : Bagaimana dengan penggunaan warna Pak, Apakah ada penggunaan warna yang identik dengan masyarakat Hindu Bali pak?

I : Ada, itu memang warna yang paling identik itu yang melekat sampe sekarang itu putih-kuning. Itu maknanya kayak telur dia, itu disebut tatwa susila

upara. Kalau telur itu kan putih kulitnya, putih isinya, kuning sarinya. Jadikan

putih itu kan suci, sementara kuning itu sejahtera jadi kurang lebih gitulah dia putih kuning itu.

P : Kalau atribut yang digunakan di tubuh ada nggak Pak?

I : Kalau kita mengadakan persembahyangan itu Udeng, kain panjang, udah gitu Kampo, kampo itu lebih pendek dia dari kain. Udah gitu anteng. Itu filosofinya gini kalau udeng itu mengikat nafsu-nafsu pikiran kita yang jelek. Kalau kain panjang ini kan boleh dikatakan menutupi daripda aurat kita. Kalau


(28)

kampo itu sebagai sopan santun kita, kalau anteng ini mengikat hawa nafsu kita, seperti nafsu birahi kita, itulah anteng.

P : Sebenarnya Kremasi itu tujuannya untuk apa Pak?

I : Itu sebenarnya gini, kalau orang hindu meninggal itu memang sudah menjadi kewajiban kita karena lebih cepat mengembalikan raganya itu kepada pertiwi akase dan lain-lainnya itu, karena apa ya itu tergantug juga dana, karena apa ya kalau ada dana kita langsung kita bakar masih setingkat kremasi, nanti ada nanti dana baru kita aben kan.

P : Kalau untuk berbicara sehari-hari, masyarakat disini masih pake Bahasa Bali Pak?

I : Kalau yang masih lahir di Bali iya, masih menggunakan bahasa daerahnya, kalau yang besar di Sumatera campur aduk, ada yang bahas Bali, ada yang bahasa Jawa, ada yang bahasa Indonesia, itu campur aduk. Kalau yang lahir di Bali itu memang untuk bahasa sehari-harinya menggunakan bahasa daerah Bali, kalau yang lahir disini besar disini ya udah sesama orang Bali malah pake bahasa Jawa.

P : Masyarakat Hindu Bali, dalam sehari berapa kali melaksanakan persembahyangan pak?

I : Kalau kita Hindu sembahyang itu sehari tiga kali, pagi, siang sama sore. P : Ada hari khususnya nggak Pak?

I : Sebenarnya kalau hari khusus selain hari Raya itu tidak ada, hanya setiap dua minggu seklai kita ada.

P : Apa itu Pak?

I : Sembahyang Purnama Tilem namanya, itu setiap 15 hari atau dua minggu sekali. Itu sembahyang Purnama waktu bulan penuh, kalau Tilem waktu bulan mati.

P : Kalalu sembahyang, Hal apa saja yang wajib ada Pak?

I : Sebenarnya inti daripada kita melakukan puja-puja sembahyang itu ya intinya itulah, air, bunga dan api. Kalau kita nggak mampu membuat banten atau sajen ya itu intinya itu aja, api, bunga dan air. Karena itu tujuan kita berdoa. Karena bunga itu sebagai perwujudan, api sebagai persaksi, air adalah kehidupan atau membersihkan tubuh kita.


(29)

P : Bapak pernah nggak merasa bingung atau tidak mengerti dengan bahasa daerah yang digunakan masyarakat Jawa, Karo dan Batak yang ada disini?

I : Dulu iya, baru-baru disini, kalau ingat itu memang menggelikan. Kalau sama orang Bali “uwong” itu jamur, anggapan orang kita jawa ini uwong itu kan orang, jadi sama dikerjaan ini jadi kawannya apa nanya laut bontotnya jadi “Jukut Uwong” katanya, jadi lari lah orang Jawa ini, jadi beredarlah isu jangan dekat -dekat orang Bali mereka makan orang. Jadi lama-lama dijelaskan lah kalau “uwong” itu dalam bahasa Bali artinya jamur. Itulah dulu pernah kejadian. Pernah juga dulu anak saya waktu masih kecil dengan anak Pak Payung orang kita karo, ribut gara-gara kodok, anak saya bilang ini dongkang, anak itu pake bahasa indonesia bilang itu kodok, sampe betengkar sampe nangis. Padahal itu sama kodok bahasa indonesia, kalau dongkang bahasa bali. Disitulah, dua itu yang pernah terjadi. Tapi itu dulu.

P : Ada nggak Pak Hambatan komunikasi yang bapak alami ketika berkomunikasi dengan masyarakat disni?

I : Kalau hambatan udah gak ada, apalagi dari segi bahasa itu gak ada hambatan, orang jawa malah ada yang bisa bahasa bali, yang bali bisa bahasa jawa, bahasa karo. Jadi kalau untuk hambatan itu memang sudah tidak ada lagi. P : Bapak pernah memiliki konflik nggak dengan masyarakat disini?

I : Tidak, tidak pernah kita berkonflik disini, orang jawa, orang bali, orang karo disini hidupnya aman-aman aja, rukun-rukun aja. Tidak pernah terjadi cek-cok.

P : Bapak pernah merasa terganggu dengan kehadiran masyarakat dari suku lain disini?

I : Tidak, tidak pernah terganggu sama sekali, karena kita disinikan sama-sama melangsungkan hidup, jadi tidak ada rasa terganggu sama-sama sekali.

P : Gimana tanggapan bapak mengenai perbedaan yang ada disini?

I : Awalnya kita menganggap agak aneh, tetapi setelah kita telusuri kita pahami ternyata perbedaan itu, itu memang harus sebenarnya. Jadi gimana ya, perbedaan itu memang ada antara suku jawa, suku bali, suku karo, muslim atau itu hindu perbedaannya memang ada, jadi caranya menyikapi perbedaan itu jadi kita, kita kembalikan kepada diri kita. Jangan menilai dia itu salah, kita kembalikan


(30)

dulu ke diri kita, apa yang berbeda di diri kita berbeda juga dengan mereka, jadi perbedaan itu tidak perlu dibesar-besarkan.

Informan IV

Nama : Nyoman Sutejo

Umur : 36 Tahun

Pekerjaan : Petani Karet ( Tokeh Karet) Tanggal wawancara : 30 Maret 2016

Tempat : Rumah Bapak Nyoman Sutejo

Kp. Bali, Desa Paya Tusam Kec. Sei Wampu Kab. Langkat

P : Saya dengar dari masyarakat disini katanya bapak adalah ketua BPKD, Apa itu BPKD dan apa tugasnya pak?

I : BPKD itu Badan Pendapatan perKapita Desa, tugasnya ya untuk membangun desa ini, dusun ini. Kita ajak masyarakat gotong royong, atau untuk membangun. Semua pendapat masyarakat disini kita tampung untuk kita diskusikan.

P : Oya Pak, penelitian saya inikan tentang hubungan masyarakat disini, kalau bapak sering berinteraksi nggak dengan masyarakat disini? Baik itu yang suku Bali, Jawa, Karo atau Batak yang ada disini?

I : Ya seringlah, kalau misalnya ada acara kenduri saya datang, ya namanya kita bertetangga kan, orang itu jawa kan ada kenduri ya saya datang. Mereka gitu juga, kalau kami ada acara ya mereka datang. Karena disinikan tidak ada batasan ini orang Bali, ini orang Jawa itu nggak ada, kami udah jadi satu. Makanya kami bilangkan disinikan udah jadi satu kelompok.

P : Bapak terbuka nggak dengan semua masyarakat disini?

I : Ya, kalau saya istilahnya gini, saya ketua BPKD saya membangun semua ini saya transfaran, misalnya gini lah, dalam enam bulan sekali kami kumpul di balai desa, kami bicarakan apa yang menjadi keluhan masyarakat, apa yang kami ambil kan gitu. Istilahnya kayak kami ini kan, kayak saya kan mengambil uang dari masyarakat juga, melalui BPKD dari hasil bumi itukan, misalnya sawit kita ambil 20 perak setiap kilo, nanti getah pun gitu juga saya ambil. Jadi nanti kami


(31)

yang kelola. Karena kami disinikan jarang dapat bantuan dari pemerintah, karena kami jauh jadi nggak tau.

P : Hubungan bapak sama masyarakat disini akran Pak?

I : Ya gini, masyarakat disini kalau misalnya saya ajak gotong royong ya mudah-mudahan 90% ikut, karena saya gini, walaupun saya orang Bali dan disini lingkungan kita banyak jawa kan, saya ini prinsipnya yang penting sikap dan

omongan saya itu sejalan, soalnya orang ini kan enggak lihat cara kita ngomong

tapi cara kerja kita, tindakan kita. Ya mungkin bisa ditanya disini bagaimana saya disini. Karena prinsip saya gini, walaupun dia muda kalau di menghargai saya ya saya juga menghargai dia.

P : Bagaimana Perasaan anda ketika berinteraksi dengan masyarakat disini? I : Perasaan saya ya saya senang berinteraksi sama masyarakat disini, baik orang kita Jawa ataupun Bali, kita nggak ada beda-beda disini.

P : Gimana sih pemikiran bapak tentang masyarakat yang ada di sini?

I : Kalau masyarakat Jawa ini enak, istilahnya gini mereka mudah nerima, mereka mudah diajak bergaul. Kalau karo pun gitu, kalau yang Bali ya sudah pasti lah ya karena kita kan sama.

P : Ada nggak Pak, perbedaan antara masyarakat suku Bali dengan masyarakat dari suku lain yang ada disini?

I : Kalau perbedaan kan istilahnya gini, kalau ada pesta misalnyakan kayak orang jawa itu kan nggak makan babi, kami Hindu kan nggak makan lembu. Kami gini bang, kalau misalnya ada acara masakan kami pisahkan, kalau misalnya orang Jawa ya orang Jawa, kalau orang Bali ya orang Bali. Jadi kami tetap bersatu tapi antara pantangan kan nggak bisa bersatu, jadi antara makanan sama kepercayaan itu ajalah letak perbedaannya, kalau yang lainnya nggak ada.

P : Jadi disini kalau ada hajatan atau pesta itu biasanya gimana Pak?

I : Kita ya ngundang-ngundang juga sama yang Jawa, Bali dan yang lain, ya itu kayak yang saya bilang tadi, kalau orang Jawa yang masak orang Jawa, kalau orang Bali ya orang Bali. Jadi kalau orang Bali ada acara untuk orang Jawa atau Muslim itu masaknya di rumah orang Jawa, begitu juga kalau yang Bali. Jadi kita gini saling menghargai.

P : Suku Bali ini kan terkenal sama upacara atau ritual-ritualnya, itu respon atau tanggapan masyarakat dari suku lain gimana Pak?


(32)

I : Tanggapan masyarakat disini ya dibilang udah biasa, istilahnya kami kan kayak upacara-upacara itu kan udah menjadi adat kalau adat itu kan tidak bisa kita hilangkan. Ya mereka mengerti juga.

P : Kalau untuk melihat atau bertanya itu ada Pak?

I : Kalau untuk melihat atau bertanya yang namanya manusia ini kan memang ada yang namanya rasa ingin tahu, jadi bagaimana caranya kta memberitahukannya agar mereka bisa menerima.

P : Terus Kalo sesama masyarakat disini, baik yang Suku Bali atau Suku lainnya bapak Pernahkah bertamu ke rumah mereka?

I : Sering.

P : Kalau bertamu dalam rangka apa?

I : Kalau kami, kalau yang namanya Idul Fitri itu kan ya silaturahmi lah ke rumah-rumah yang muslim itu, tapi kalau kami Galungan ya mereka datang. Ya istilahnya saling silaturahmi lah. Kalau untuk hari biasa itu sering juga, kadang kalau malam itu kadang ya rame kumpul-kumpul disini, rame-rame duduk-duduk. P : Biasanya apa saja yang dibicarakan?

I : Ya yang dibahas ya masalah gotong royong, atau hanya sekedar senda gurau aja.

P : Kalau duduk-duduk duduk-duduk di warung pernah Pak? I : Tiap hari saya, kalau duduk di warung tiap hari saya hehehe... P : Kalau di warung, apa saja yang dibicarakan?

I : Masa-masa ini paling pun masalah pemerintah, masalah politik ini. Ya kadang-kadang cerita tentang bantuan yang nggak pernah masuk kesini, padahal di luar banyak yang dapat.

P : Bapak pernah berkomunikasi secara berkelompok atau rama-rame gitu sama masyarakat disini Pak?

I : Ya itu kan kalau rapat BPKD, kalau kita duduk-duduk rame-rame pekan getah itu kan kelompok juga namanya.

P : Apa saja yang dibicarakan pak?

I : Ya kalau di balai dusun tentang BPKD atau tentang pembangunan desa. Kalau yang kumpul-kumpul gitu ya nggak tentu yang dibahas.


(33)

I : Ya itu masalah gotong royong, kayak kemarin itu kita bahas untuk perbaikan titi, ini juga kita mau buat jaga malam karena udah mulai nggak aman kan, udah mulai ada yang kehilangan.

P : Masyarakat Suku Balinya disini ada perkumpulan Pura Pak? I : Ada, itu namanya Suka-duka, itulah ketuanya Pak Dangin. P : Biasanya kalau di Suka-duka itu apa saja yang dibicarakan pak?

I : Ya banyak, tentang pura atau tentang masyarakat Bali nya, kalau suka-duka ini untuk orang kita Bali aja.

P : Ada lagi nggak Pak, tempat yang biasa dijadikan tempat berkumpul masyarakat?

I : Ya paling di pekan-pekan getah ini lah, banyak masyarakat yang kumpul disini, kalau lagi ada nolak getah atau hanya sekedar duduk-duduk aja disini. Kalau orang kita Jawa itu di wiritan tapi kalau di Kenduri baru ada orang kita juga.

P : Bapak kalau untuk berkomunikasi secara pribadi berdua atau bertiga gitu, pernah Pak?

I : Pernah, sering pun. Ya kadang kalau ada yang antar getah gitu, kita duduk-duduk dulu di gubuk yang di pekan getah itu kita ngobrol-ngobrol.

P : Apa saja yang dibicarakan?

I : Ya biasanya itu tentang getah, hasil getah lah yang trek, kadang ya tentang yang lain pun sering. Entah itu tentang ekonomi atau pemerintah, ya

kayak yang saya bilang tadi itulah.

P : Kalau untuk bertukar informasi dengan masyarakat disini, itu bapak sering?

I : Sering, sering saya bertukar informasi sama masyarakat disini. P : Biasanya informasi apa saja pak?

I : Tentang harga getah, entah tentang BPKD atau ada informasi apa gitu yang saya rasa perlu dikasih tau ya saya kasih tau.

P : Dimana bapak biasa melakukannya pak?

I : Ya kadang di warung, kadang di pekan getah gini. P : Bapak sering berkomunikasi pake HP Pak? I : Sering, HP 24 jam Aktif hehehe...


(34)

I : Ya banyak lah, karena sekarang semua nya bisa pake hp.

P : Oya Pak, disini masyarakatnya masih sering gotong royong Pak?

I : Sekitar 1-2 bulan belakangan udah enggak, karena lagi kemarau gini kan, getah trek, tambah lagi harga getah murah, jadi ya masyarakat fokus kesitu. Kalau sebelumnya ya jalan. Kalau dulu gotong royong semua wajib, mau Bali, Jawa Karo itu wajib, kalau enggak bapaknya ya anaknya, karena kami kalau

enggak keluar itu kena denda Rp 20.000.

P : Kalau gotong royong gitu ada yang bandel nggak Pak? Yang susah diajak gitu.

I : Kalau yang bandel itu memang ada ya, tapi kalau dibilang ya misalnya tiga kali gotong royong ada sekali dia gak masuk. Tapi kalau yang mutlak gak ikut itu nggak ada.

P : Disini kalau ada kemalangan, biasanya cemana cara untuk menginformasikannya ke masyarakat Pak?

I : Pake kentongan, kalau orang kita Hindu kentongan itu tiga kali kentong, kalau orang kita Muslim itu kan dari bedug, disitu bedanya. Tapi kentong pun kalau ada kentong kemalingan atau kentong kebakaran itu pake kentongan panjang tu.

P : Kalau untuk sistem penyebutan nama itu gimana Pak? Kayak Wayan, Nyoman itu Pak.

I : Kalau anak pertama itu pake Wayan, kedua Made, ketiga itu Nyoman yang keempat itu Ketut.

P : Dalam keluarga bapak menggunakan yang mana?

I : Kalau anak saya itu yang besar Made, yang kecil itu Nyoman.

P : Kalau sekarang ini di Kampung Bail ritual dan tradisi adat apa saja yang masih dilaksanakan pak?

I : Ya masih, semua masih dilaksanakan. Ya istilahnya memang kalau dimulai dari rumah ya misalnya nanti anak lahir itu, nanti menikah, nanti ada tradisi kematian juga.

P : Kalau untuk hari besar, hari besar apa saja yang dirayakan pak?

I : Kalau hari raya itu kan nanti ada Galungan, Kuningan, Nyepi. Semua masih kita rayakan.


(35)

I : Sajen, sajen itu kan untuk menghubungkan manusia dengan Tuhan, walaupun nggak pake sajen apa-apa gitu, kami pake api, air sama bunga aja udah cukup.

P : Terus setiap Galungan itu ya Pak, kan ada di depan rumah dipasang Penjor, penjor itu maknanya apa pak?

I : Itu melambangkan itu, kalau kita... saya pun kurang ngerti juga, kurang paham. Cuma memang kalau menurut orang tua itu melambangkan kemenangan. Itu kan dulu antara Dharma melawang Adharma, antara kebenaran melawan ketidakbenaran, yaitulah kemenangan kebenaran itu, ditandai dengan penjor. Jadi kalau Galungan dia nggak masang itu orang Bali berarti dia belum menang, dia masih kalah sama keburukan.

P : Kalau untuk membedakan rumah masyarakat suku Bali dengan masyarakat yang lain itu cemana Pak?

I : Kalau sekarang ya gimana kita bilang, kalau ya ada sanggah gini ya cara kita bedakan. Tapi kalau orang Bali enggak ada sanggah dia punya pelangkiran itu, ada tempat kecil itu untuk tempat sajen, itu ada di depan pintu biasanya itu kalau dia belum punya sanggah. Kalau orang kita jawa atau muslim kan nggak ada. Kalau yang jelas ya sanggah itu lah.

P : Ada nggak penggunaan simbol yang identik dengan masyarakat Hindu Bali Pak?

I : Kalau simbol kami itu Swastika, itu kalau Hindu memang lambang agamanya itu Swastika. Kalau lambang-lambang lain kayaknya nggak ada yang sering digunakan, kalau di ukiran-ukiran itu memangkan tergantung selera.

P : Kalau penggunaan warna warna yang identik dengan masyarakat Hindu Bali Pak?

I : Kalau warna, paling sembahyang lah pake warna putih. Karena putih itu kan melambangkan kesucian.

P : Kalau accesssoris atau pakaian yang identik dengan masyarakat Hindu Bali pak?

I : Ya kalau kami bilang, yang di kepala itu Udeng, selendang. Itu Udeng itu maknanya cemana ya, kalau kita Jawa itu peci lah, kayakmana peci itu gitu lah hehehe. Kalau selendang itu kurang tau juga. Hehehe


(36)

I : Itu kalau orang dikremasi itu kan kalau kami orang Bali kita balik ke asal lagi, kita kan dari tanah, dari air , dari angin itu kita kembali lagi. Itu kan kita mau kembali ke nirwana jadi kalau dikremasi itu lebih cepat dia.

P : Disini masyarakat suku Bali disini masih menggunakan bahasa Bali pak? I : Udah jarang, masih ada tapi jarang. Kayak saya sama anak saya ya mereka nggak ngerti Bahasa Bali karena mamaknya Jawa, tapi kalau saya sama mamak saya masih pake bahasa Bali, masih ngerti, masih seringlah pake bahasa Bali, tapi kalau sama anak nggak ngerti pun dia.

P : Masyarakat Hindu Bali, dalam sehari berapa kali melaksanakan persembahyangan Pak?

I : Kalau orang kita Hindu itu sembahyang dalam sehari tiga kali. Pagi, siang sama sore kita sembahyang.

P : Ada nggak hari khusus untuk sembahyang pak?

I : Purnama tilem itu lah, setiap lima belas hari sekali kita sembahyang purnama tilem. Purnama tilem itu gini, purnama bulan penuh jadi kita sembahyang di Pura atau di sanggah, kalau tilem itu bulan mati jadi kita sembahyang juga.

P : Kalau sembahyang hal apa saja yang wajib ada Pak?

I : Ya itu tadilah, kalau kami orang Bali yang diperlukan Cuma tiga itu tadi aja, api, air sama bunga. Kalau api itu kami pake dupa, dupa itu saksi untuk menyampaikan kita kepada yang Maha Kuasa gitu. Saya juga nggak terlalu paham ya, karna saya juga orang awam jadi kurang tau.

P : Bapak pernah merasa bingung atau nggak mengerti dengan bahasa daerah yang digunakan masyarakat Jawa, Karo dan Batak yang ada disini?

I : Kalau bahasa Jawa saya pande, bahasa karo pun saya ngerti kan gitu, jadi nggak pernah bingung kalau mereka ngomong.

P : Hambatan komunikasi apa saja yang bapak alami ketika berkomunikasi dengan masyarakat disni?

I : Kalau kami nggak pernah kayaknya, waktu aja kayaknya. Kadang masyarakat disini kan kalau siang kan waktu kerja nya nggak sama. Kalau malam dia nggak sempat itu aja paling. Kalau maslah bahasa atau lain dari itu nggak ada. P : Bapak pernah memiliki konflik dengan masyarakat disini?


(37)

I : Dari dulu kami ya nggak pernah ada konflik untuk masalah agama atau adat itu ya nggak ada.

P : Bapak pernah nggak merasa terganggu dengan kehadiran masyarakat dari suku lain disini?

I : Ya saya selaku orang Bali disini, yang tinggal disini lebih dulu saya

nggak ada mikir apa-apa, ya adem-adem aja. Istilahnya nggak ada kami rasa kami

duluan yang punya itu nggak ada. Walaupun kami duluan ya itu kita sama-sama menjaga.

P : Apa tanggapan bapak mengenai perbedaan yang ada disini?

I : Perbedaan itu kan gimana ya, kayak saya ini bermasyarakat ini kan, kalau bisa perbedaan itu dihilangkan, kalau dari sisi saya ya. Soalnya kan saya kayak saya Hindu, orang rumah saya dulu Islam bisa kita hilangkan perbedaan jadi kenapa dalam masyarakat perbedaan-perbedaan itu nggak bisa kita hilangkan.

Informan V

Nama : Wayan Dangin

Umur : 42 Tahun

Pekerjaan : Petani Karet Tanggal wawancara : 30 Maret 2016

Tempat : Rumah Bapak Wayan Dangin.

Kp. Bali, Kec. Sei Wampu, Kab. Langkat

P : Pak Saya dengar bapak ini ketua suka-duka ya pak? Itu tugasnya apa aja pak?

I : Iya saya ketua Suka-duka, Itu ya biasanya membimbing warga, mengumpulkan warga apabila ada acara, ada perayaan, setiap hari-hari suci lah untuk ambil kebijaksanaan, ambil kebijakan ya gitu-gitu lah. Ya saya sebagai pembimbing, pembimbing umat, memberikan pencerahan gitu, di bidang kerohanian juga.

P : Kalau untuk berinterkasi sama masyarakat disini bapak sering nggak? Baik itu yang suku Bali, Jawa, Karo atau Batak yang ada disini?

I : Sering, sering interaksi sama masyarakat. Kadang bahas pertanian, tentang kebutuhan kita, kehidupan kita. Paling ya gitu-gitu lah.


(38)

P : Hubungan bapak sama masyarakat akrab Pak?

I : Iya, saya akrab sama masyrakat disini, mau itu orang kita Jawa atau orang kita Bali itu saya akrab-akrab sama mereka.

P : Bapak terbuka dengan semua masyarakat disini? I : Terbuka, saya sangat terbuka sama masyarakat disini.

P : Kalau Perasaan bapak ketika berinteraksi dengan masyarakat disini itu

gimana Pak?

I : Perasaan saya ya biasa saja, biasa saja, tidak ada masalah gitu. Tidak ada masalah.

P : Pemikiran bapak tentang masyarakat yang ada di sini gimana?

I : Masyarakat disini bagus, saling menghormati, tidak pernah merendahkan agama yang tidak kita anut.

P : Ada nggak perbedaan yang terdapat antara masyarakat suku Bali dengan masyarakat dari suku lain yang ada disini?

I : Perbedaannya ya, pasti ada kalau perbedaan, masalah adat istiadat pasti ada. Kalau orang Hindu begini, kalau orang kita Jawa begini. Kan gitu kan. P : Disini kalau ada hatajan atau pesta, gimana kebiasaan masyarakat disini Pak?

I : Kalau ada hajatan ya sama-sama datang, kalau ada yang disa dibantu ya kita bantu, kalau ada yang bisa dikerjakan ya kita kerjakan, misalnya buat jenang ya kita bantu. Kalau ada hajatan kita pun diundang, kalau kita Hindu pun kalau ada hajatan kita undang.

P : Mayarakat Bali ini kan banyak tu upacra atau ritual-ritualnya Pak, respon atau tanggapan masyarakat dari suku lain itu gimana Pak?

I : Tanggapan mereka itu,tanggapan mereka itu tidak ada. Tanggapan itu ya toleran gitu aja, saling harga menghargai.

P : Kalau untuk melihat atau tanya-tanya itu ada Pak?

I : kalau untuk tanya-tanya mereka tidak ada, paling tahu ya sudah tahu gitu aja.

P : Kalau dalam masyarakat kan itu sering bertamu-bertmau gitu Pak, Bapak pernah bertamu ke rumah masyarakat disini?


(39)

mereka bertamu, gitu lah. Ya kalau mislanya hari-hari biasa gini paling kalau bertamu kita duduk-duduk di bawah pohon rindang, kuyuk-kuyuk gitu.

P : Biasanya apa saja yang dibicarakan?

I : Ya itu kuyuk-kuyuklah, humor-humor, kalau masalah bidang politik itu

nggak pernah.

P : Bapak pernah duduk-duduk di warung?

I : Saya ke warung ya di waktu tertentu lah, ya kalau mau beli gorengan itu saya ke warung, kalau enggak ya enggak pernah. Kalau untuk duduk-duduk di warung itu saya nggak pernah. Kalau orang Hindu ini ya, ke warung itu nggak kesitu dia, itu kan kalau orang kita Karo itu sering dia, kalau kita ya kalau sore itu ya fokusnya itu di kebun.

P : Bapak pernah berkomunikasi secara berkelompok sama masyarakat disini?

I : Pernah, ya itu kalau ada perkumpulan suka-duka di pura kan itu saya yang pimpin, saya yang ajak umat hindu untuk diskusi. Kalau ada kumpul di balai dusun bahas BPKD juga saya selaalu ikut.

P : Apa saja yang dibicarakan pak?

I : Ya kayak yang saya bilang tadi lah, kalau di suka-duka paling rundingan kalau mau buat acara atau perayaan, entah per KK dikenakan berapa untuk itu ya gitu-gitu lha, klaau di balai dusun tentang BPKD ya kita bahas masalah BPKD, tentang perbaikan desa.

P : Bapak pernah mengikuti rapat di balai dusun pak? I : Sering.

P : Biasanya apa saja yang dibicarakan pak?

I : Itu kalau ada diskusi-diskusi ari Kepala Dusun atau kita setiap enam bulan sekali ada bahas BPKD., bahas pendapatan daerah, dibicarakan, dimusyawarahkan. Tentang pendapatan daerah, pengeluran daerah itu kita musyawarahkan.

P : Ada lagi nggak Pak, tempat yang biasa dijadikan tempat berkumpul masyarakat?

I : Ya selama ini ya, di pohon-pohon rindang ginilah, cari-cari suasana sejuk.


(40)

P : Bapak pernah nggak berkomunikasisecara pribadi dengan masyarakat disini, berdua atau bertiga lah gitu Pak?

I : Pernah, sering pun saya kalau ngomong-ngomong gitu, kayak kemaren waktu adek pulang itu kan saya duduk-duduk sama Made Prapto di depan ruamhnya itu.

P : Kalau kayak gitu apa saja yang dibicarakan?

I : Ya kalau sesama orang kita Bali lebih sering bahas tentang rohani, kalau sama yang lain ya paling kuyuk-kuyuk gitu, bahas-bahsa tentang kampung kita. P : Bapak sering nggak bertukar informasi dengan masyarakat disini pak? I : Sering, ya sering lah.

P : Biasanya informasi apa saja pak?

I : Ya masalah adat istiadat, tanya jawab, sharing, tukar-tukar pikiran lah gitu. Kalau masalah-masalah yang nggak bidang kita kayak ekonomi, politik itu

enggak lah, kita kan nggak ngerti.

P : Kalau berkomunikasi menggunakan alat komunikasi seperti Handphone itu pernah Pak?

I : Ini lah, istri sama anak-anak di rumah, kalau saya enggak bisa. Kalau ngagk hobi tadi gimana ya, payah. Padahal udah diajari sama orang rumah, tapi kalau nggak hobi ya cemana. Terus terang aja saya. Kalau nelpon atau terima telpon itu ya pernah sekali-sekali, tapi ya itu tinggal bicara aja, nggak pande ngapainya, ya paling orang rumah saya suruh.

P : Terus Pak, kalau untuk gotong royong gitu, masyarakat disini masih melakukan gotong royong pak?

I : Sering, disini gotong royong masih sering, masih menjadi tradisi. Tapi memang beberapa bulan belakangan berhenti, karena mungkin kondisi saat ini masyarakat karetnya lagi seret karena musim kemarau ini.

P : Biasanya kalau ada kemalangan gimana cara untuk menginformasikannya kepada masyarakat pak?

I : Melalui kentong, kentongan, pukul kentong itu tiga kali. Kalau kita muslim itu dari masjid pake bedug terus pake pengeras suara, kalau kita Hindu dari kentongan itu tadi.


(41)

P : Kalau untuk sistem penyebutan nama, kayak Wayan, Putu itu bagaimana Pak?

I : Iya ada, kalau anak pertama Wayan, anak kedua Made, anak ketiga Nyoman ya kan, anak keempat Ketut. Kalau ada kelima itu nanti balik lagi ke Wayan. Tapi kalau sekarang anak pertama ini bukan Wayan aja ada yang Putu, Gede.

P : Dalam keluarga bapak menggunakan yang mana?

I : Anak saya yang pertama wayan, yang kedua Nengah, yang ketiga Komang.

P : Sekarang ini ritual dan tradisi adat apa saja yang masih dilaksanakan Pak?

I : Ya pernikahan ada ritualnya, tiga bulani anak. Kalau Hindu ini terlalu banyak ritualnya.

P : Kalau untuk hari besar, hari besar apa saja yang dirayakan pak?

I : Ya kayak Nyepi itu hari raya yang terbesar, Galungan itu disucikan, Kuningan itu juga disucikan, hari raya saravati itu juga disucikan, itu haru lahirnya ilmu pengetahuan.

P : Kalau Sesajen itu maknanya apa pak?

I : Sajen itu ya sarana, sajen itu ya sarana aja. Sarana kita dalam beribadah untuk wujud terimakasih kita kepada Sang Hyang Widhi.

P : Terus kalau penjor itu maknanya apa Pak?

I : Penjor itu sebagai lambang bahwa kita di dunia ini sudah menang, sudah cukup sandang dan pangan. Karena itu kan dipasang waktu hari raya galungan, Galungan itu kan hari kemenangan Dharma melawan Adharma, jadi penjor itulah yang melambangkna kalau kita sudah menang.

P : Terus kalau untuk membedakan yang mana rumah masyarakata Suku Bali dengan yang lainnya itu gimana Pak

I : Yang membedakan inilah sanggah atau nerajan ini, inilah yang membedakannya. Kalau ada sanggah seperti ini pasti orang kita Hindu ya kan. P : Ada nggak penggunaan simbol yang identik dengan masyarakat Hindu Bali pak?

I : Simbol adalah, Swastika itu lambang agama. Sebenarnya banyak itu lah tapi jarang yang tahu. Kalau yang tahu itu lah Swastika, itu semua tahu itu.


(42)

P : Kalau penggunaan warna yang identik dengan masyarakat Hindu Bali pak?

I : Ya putih sama kuning, itu-itu aja warnanya. Kalau putih ini melambangkan suci dia, kalau yang kuning melambangkan ya kemakmuran. Leih identik sama kuning dan putih.

P : Ada nggak Pak, accesssoris atau pakaian yang identik dengan masyarakat Hindu Bali ?

I : Ada, pake kain, pake saput, pake udeng, pake selendang. P : Maknanya itu apa Pak?

I : Selendang itu kan mengikat jiwa kita, kalau udeng itu kan letaknya di kepala, itu mengikat pikiran kita biar fokus.

P : Kalau Masyarakat Hindu Bali ini kalaau meninggal di kremasi Pak, itu kremasi maknanya apa Pak?

I : Ya kremasi, itu namanya adat. Maknanya ya kembali lagi ke alam, yang disebut panca maha buta. Yang dari air ke air, yang dari api ke api. Mengembalikan panca maha buta.

P : Masyarakat suku Bali disini masih menggunakan bahasa Bali pak?

I : Kadang-kadang masih digunai, kadang-kadang ya bahasa indonesia, karena disini sudah tiga keturunan, yang tua-tua dulu udah nggak ada jadi kalau kami-kami yaudah pake bahasa indonesia. Saya sama anak-anak udah pake bahasa indonesia.

P : Masyarakat Hindu Bali, dalam sehari berapa kali melaksanakan persembahyangan pak?

I : Iya sehari kita itu tiga kali, ada pagi terus siang sama sore. Kalau muslim itu kan ada lima kali ya, kalau kami tiga kali.

P : Ada hari khusus untuk sembahyang pak?

I : Iya ada, purnama tilem, kalau purnama itukan bulan penuh, kalau tilem itu bulan mati.

P : Tujuannya itu apa Pak?

I : Ya kalau sembahyang purnama ininya hari pembersihan bagi umat Hindu.


(1)

ABSTRAK

Penelitian ini berjudul Pola Komunikasi Masyarakat Kampung Bali, yang penelitiannya meliputi wawancara pada Masyarakat Suku Bali di Desa Cipta Dharma atau Kampung Bali. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana Pola Komunikasi masyarakat Suku Bali dalam berinteraksi dengan sesama suku bali dan masyarakat yang berbeda suku, selain itu penelitian ini juga bertujuan untuk mengetahui apa saja hamabatan komunikasi yang dialami oleh masyarakat Suku Bali ketika berinteraksi dengan masyarakat yang multietnis Adapun teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah komunikasi, Etnografi Komunikasi, Interaksionis Simbolik, komunikasi Antarbudaya dan Pola Komunikasi. Penelitian ini memfokuskan pada metode penelitian studi deskriptif etnografi. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara melakukan wawancara mendalam dengan masyarakat Suku Bali dan masyarakat Suku Jawa sebagai informan tambahan. Subjek penelitian dalam penelitian ini adalah enam orang Suku Bali yaitu Bapak Nyoman Sumandro, Bapak Nyoman Suyetno, Bapak Wayan Weto, Bapak Nyoman Sutejo, Bapak Wayan Dangin, Bapak Made Suprapto dan Satu Orang Suku Jawa yaitu Bapak Abu Hanifah. Teknik analisis data yakni dengan melakukan reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan. Temuan penelitian ini menunjukkan Masyarakat Suku Bali memiliki hubungan yang harmonis dengan sesama Suku Bali maupun dengan suku lain, mereka selalu berkomunikasi dan berinterkasi, Pola Komunikasi yang biasa mereka lakukan adalah pola komunikasi dua arah ketika sedang bertamu dan melakukan Komunikasi Antarpribadi dan Pola Komunikasi multi arah ketika mereka sedang dalam pertemuan Suka-duka dan BPKD di Balai Dusun. Hambatan komunikasi yang dialami adalah perbedaan waktu bekerja dan perbedaan persepsi yang kerap menjadi hambatan masyarakat dalam berkomunikasi dengan sesama Suku Bali maupun Suku lainnya.

Kata kunci :

Etnografi Komunikasi, Interaksionis Simbolik, Komunikasi Antarbudaya, Pola Komunikasi.


(2)

ABSTRACT

This research entitled Commommunication Pattern of Kampung Bali Peoples, whose research involves interviewing Balinese peoples in Desa Cipta Dharma or Kampung Bali. This study aims to determine how the comunication pattern Balinese peoples in interacting to same etnic or diffrence etnics. The theory used in this study is etnography of communication, interactionis symbolic, interculture communication and communication pattern. This study focuses on the descriptif ethnograpy methode. Data collected by conducting in-depth interviews) with Balinese peoples and Javanese people as additional. The research subjects in this study were six Balinese peoples those are Mr. Nyoman Sumandro, Mr. Nyoman Suyetno, Mr. Wayan Weto, Mr. Nyoman Sutejo, Mr. Wayang Dangin, Mr. Made Suprapto and one Javanese is Mr. Abu Hanifah. Namely data analysis techniques to perform data reduction, data presentation and conclusion. The findings of this study indicate that Balinese people have harmonic relationship with the same etnic and the different etnic, they always comunicationg and interacting, communication pattren which always they are doing are two ways communication pattern when thwy are visiting and do an interpersonal communication and multi ways communications pattern when they are in Suka-duka meeting and BPKD meeting in village hall meeting. Communication barriers experienced is the difference between work and differences in perceptions often become barriers to communicating with other communities in Balineses or other tribes

Keywords :

Ethnography of communication, Interactionis symbolic, Interculture


(3)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL... i

LEMBAR PERSETUJUAN... ii

LEMBAR PERNYATAAN ORISINALITAS... iii

LEMBAR PENGESAHAN... iv

KATA PENGANTAR... v

LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH... vii

ABSTRAK... viii

DAFTAR ISI... x

DAFTAR TABEL... xii

DAFTAR GAMBAR... xiii

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Konteks Masalah... 1

1.2. Fokus Masalah... 6

1.3. Tujuan Penelitian... 7

1.4. Manfaat Penelitian... 7

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1Paradigma Kajian... 8

2.1 Kajian Pustaka... 9

2.2.1. Komunikasi... 10

2.2.2. Etnografi Komunikasi... 12

2.2.3. Interaksionis Simbolik... 15

2.2.4. Komunikasi Antarbudaya... 16

2.2.5. Pola Komunikasi... 20

2.3. Model Teoritik... 21

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Metode Penelitian... 22

3.2. Objek Penelitian... 22

3.3. Subjek Penelitian... 22

3.4. Kerangka Analisis... 23

3.5. Teknik Pengumpulan Data... 23

3.5.1. Penentuan Informan... 25

3.5.2. Keabsahan Data... 25


(4)

5). Bapak Wayan Dangin... 36

6). Bapak Made Suprapto... 36

4.1.4. Hasil Pengamatan dan Wawancara... 37

4.2. Pembahasan... 107

4.2.1. Pola Komunikasi Masyarakat Suku Bali... 107

4.2.2. Hambatan dalam Berkomunikasi... 119

BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan... 123

5.2. Saran... 124

DAFTAR REFERENSI LAMPIRAN


(5)

DAFTAR TABEL

NO. JUDUL HALAMAN


(6)

DAFTAR GAMBAR

NO. JUDUL HALAMAN


Dokumen yang terkait

POLA KOMUNIKASI INTERPERSONAL ORANG DENGAN LUPUS (ODAPUS) DALAM MASYARAKAT Pola Komunikasi Interpersonal Orang Dengan Lupus (Odapus) Dalam Masyarakat (Studi Fenomenologi Pola Komunikasi Interpersonal Odapus Pada Komunitas Griya Kupu Solo Dalam Masyarakat

0 2 12

Pola Pemukiman Masyarakat Tenganan Pegringsingan Bali.

0 1 2

Pola Komunikasi Masyarakat Kampung Bali (Studi Deskriptif Etnografi Pola Komunikasi Masyarakat Suku Bali dalam Berinteraksi dengan Masyarakat yang Multietnis di Desa Cipta Dharma)

0 0 14

Pola Komunikasi Masyarakat Kampung Bali (Studi Deskriptif Etnografi Pola Komunikasi Masyarakat Suku Bali dalam Berinteraksi dengan Masyarakat yang Multietnis di Desa Cipta Dharma)

0 0 2

Pola Komunikasi Masyarakat Kampung Bali (Studi Deskriptif Etnografi Pola Komunikasi Masyarakat Suku Bali dalam Berinteraksi dengan Masyarakat yang Multietnis di Desa Cipta Dharma)

0 0 7

Pola Komunikasi Masyarakat Kampung Bali (Studi Deskriptif Etnografi Pola Komunikasi Masyarakat Suku Bali dalam Berinteraksi dengan Masyarakat yang Multietnis di Desa Cipta Dharma)

0 0 14

Pola Komunikasi Masyarakat Kampung Bali (Studi Deskriptif Etnografi Pola Komunikasi Masyarakat Suku Bali dalam Berinteraksi dengan Masyarakat yang Multietnis di Desa Cipta Dharma)

0 0 3

Pola Komunikasi Masyarakat Kampung Bali (Studi Deskriptif Etnografi Pola Komunikasi Masyarakat Suku Bali dalam Berinteraksi dengan Masyarakat yang Multietnis di Desa Cipta Dharma)

0 0 59

MAKALAH POLA KOMUNIKASI MASYARAKAT DESA

0 0 16

POLA KOMUNIKASI MASYARAKAT MISKIN

1 2 221