Jenis-Jenis Bakteri Gram Positif Potensial Patogen Pada Ikan Bandeng (Chanos chanos) di Tambak Desa Tanjung Rejo Paluh Putri Percut Sei Tuan

TINJAUAN PUSTAKA

Ikan Bandeng (Chanos chanos)
Bandeng (Chanos chanos) merupakan ikan bernilai ekonomis penting
yang banyak di pelihara di tambak-tambak air payau di Indonesia. Ikan ini
merupakan konsumsi yang berperan penting dalam memenuhi kebutuhan protein
masyarakat karena harganya relatif murah. Untuk memenuhi kebutuhan protein
masyarakat budidaya bandeng telah berkembang dengan pesat (Mas’ud, β011).
Ikan bandeng merupakan salah satu ikan laut yang memiliki potensi untuk
dibudidayakan di tambak. Jenis ikan ini mampu mentolerir salinitas perairan yang
luas (0-158 ppt) sehingga digolongkan sebagai ikan euryhaline. Ikan bandeng
mampu beradaptasi terhadap perubahan lingkungan, seperti suhu, pH, dan
kekeruhan air serta tahan terhadap serangan penyakit (Ghufron dan Kardi, 1997).
Ikan bandeng memiliki tubuh yang memanjang dan pipih serta berbentuk
torpedo. Mulut ikan bandeng agak runcing, ekor bercabang dan bersisik halus.
Habitat asli ikan bandeng adalah di laut, kemudian dikembangkan hingga dapat
dipelihara pada air payau. Ikan bandeng ditemukan hidup di Samudra Hindia serta
Samudra Pasifik, hidup secara bergerombol dan banyak ditemukan di perairan
sekitar pulau-pulau dengan dasar karang. (Anwar, 2014).
Ikan bandeng merupakan komuditas andalan pengembangan budidaya laut
yang memiliki beberapa keunggulan dibandingkan dengan spesies lainnya, antara

lain adalah teknik pembenihannya telah dikuasai, teknik budidayanya relatif
mudah dan dapat diadopsi oleh petani, tahan terhadap perubahan lingkungan yang
cukup ekstrim (salinitas), tanggap terhadap pakan buatan yang telah tersedia

Universitas Sumatera Utara

secara komersial, dapat dipelihara dengan kepadatan tinggi dan tidak bersifat
kanibalisme (Rachmansyah, 2004).
Ikan bandeng (Gambar 2) yang dalam bahasa latin adalah Chanos chanos,
bahasa Inggris Milkfish, dan dalam bahasa Bugis Makassar Bale Bolu, pertama
kali ditemukan oleh seseorang yang bernama Dane Forsskal pada Tahun 1925 di
laut merah. Adapun klasifikasi ikan bandeng. Menurut Saanin (1984) klasifikasi
ikan bandeng adalah sebagai berikut
Kingdom

: Animalia

Filum

: Chordata


Subfilum

: Vertebrata

Kelas

: Pisces

Subkelas

: Teleostei

Ordo

: Malacopterygii

Famili

: Chanidae


Genus

: Chanos

Spesies

: Chanos chanos

Gambar 2. Ikan Bandeng (Chanos chanos) (Saanin,1984).

Universitas Sumatera Utara

Jenis-Jenis Penyakit Pada Ikan Bandeng
Penyakit ikan adalah segala sesuatu yang dapat menimbulkan gangguan
pada ikan baik secara langsung atau tidak langsung. gangguan itu dapat
disebabkan oleh organisme lain, pakan atau kondisi lingkungan yang kurang
menunjang kehidupan ikan. Timbulnya serangan penyakit ikan di tambak
merupakan basil interaksi yang tidak serasi antara ikan, kondisi lingkungan dan
organisme penyakit (Afrianto dan Liviawati, 1992).

Penyakit ikan dapat didefenisikan sebagai segala sesuatu yang dapat
menimbulkan gangguan suatu fungsi atau struktur dari alat tubuh atau sebagian
alat tubuh, baik secara langsung maupun tidak langsung. Pada prinsipnya penyakit
yang menyerang ikan tidak datang begitu saja, melainkan melalui hubungan
antara tiga faktor, yaitu kondisi lingkungan (kondisi di dalam air), kondisi inang
(ikan), dan adanya patogen. Dengan demikian timbulnya serangan penyakit itu
merupakan hasil interaksi yang tidak serasi antara lingkungan ikan, dan orgaisme
penyakit. Interaksi yang tidak serasi ini menyebabkan stress pada ikan, sehingga
mekanisme pertahanan diri yang dimilikinya menjadi lemah dan akhirnya mudah
diserang oleh penyakit (Kordi, 2004).
Salah satu faktor pembatas dalam keberhasilan usaha budidaya perikanan
adalah penyakit infeksi yang diakibatkan oleh bakteri, virus, jamur dan parasit.
Menurut Sukenda (2004), budidaya ikan nila pada saat ini menghadapi kendala
yang serius, yaitu ikan rentan terhadap penyakit terutama karena bakterial. Salah
satu jenis bakteri penyebab penyakit tersebut adalah Streptococcus iniae Jenis
bakteri ini dapat menimbulkan kematian ikan yang tinggi pada ikan nila dalam
berbagai ukuran, termasuk pada stadia benih.Penyakit yang disebabkan oleh

Universitas Sumatera Utara


parasit relatif lebih rendah jika dibandingkan dengan yang disebabkan oleh bakteri
dan virus, namun kasus ini tidak dapat diabaikan begitu saja karena infeksi yang
disebabkan oleh parasit dapat menyebabkan infeksi primer artinya dalam kondisi
ikan yang lemah akibat serangan parasit akan memudahkan masuknya
mikroorganisme lain yang tentu akan memperparah kondisi ikan dan
mempercepat terjadinya kematian (Handayani dan Bambang, 1999).
Kerugian akibat infestasi ektoparasit memang tidak sebesar kerugian
akibat infeksi organisme patogen lain seperti virus dan bakteri, namun infestasi
ektoparasit dapat menjadi salah satu faktor predisposisi bagi infeksi organisme
patogen yang lebih berbahaya. Kerugian non lethal lain dapat berupa kerusakan
organ luar yaitu kulit dan insang, pertumbuhan lambat dan penurunan nilai jual
(Bhakti, 2011).
Faktor penting yang perlu diperhatikan dalam menunjang keberhasilan
usaha pembenihan adalah penyediaan lingkungan yang sesuai atau dikehendaki
benih bandeng (C. chanos) sehingga diperoleh kelangsungan hidup yang tinggi.
Beberapa faktor yang perlu diperhatikan dalam budidaya bandeng (C. chanos)
tradisional diantaranya adalah oksigen terlarut, salinitas, suhu, pH, serta senyawa
kimia seperti NH . Perkembangan parasit dan 3 penyakit di pacu seiring dengan
memburuknya kualitas lingkungan perairan (Cameron, 2002). Perkembangan
penyakit parasiter ini perlu di pantau setiap saat, sehingga wabah penyakit yang

besar dapat dihindari.

Universitas Sumatera Utara

Bakteri Streptococcus sp.
Streptococcus sp. merupakan jenis bakteri Gram Positif, dimana dinding

selnya terdiri dari lapisan peptidoglikan dan asam teikoat. Struktur dinding sel
pada bakteri Streptococcus sp. yang sederhana tersebut memungkinkan masuknya
senyawa atau partikel besar seperti senyawa bioaktif (Supriyadi dkk, 2005).
Bakteri Streptococcus sp. termasuk bakteri yang resisten terhadap berbagai
antibiotik yang secara umum digunakan secara terus - menerus pada berbagai
pengobatan penyakit bakterial. Menurut Park (2009), pada isolat bakteri spesies
S. Parauberi. memiliki tingkat resistensi tinggi terhadap tetracyclin dan

erythromycin. Daya resistensi terhadap antibiotik tersebut diujikan melalui
metode multiplex PCR assays serta analisa sequencing.
Klasifikasi bakteri S.iniae menurut Pier (1976), adalah :
Kingdom


: Bacteria

Filum

: Firmicutes

Kelas

: Bacili

Ordo

: Lactobacillales

Famili

: Streptococcaceae

Genus


: Streptococcus

Spesies

: Streptococcus iniae

Bakteri S. iniae menyebabkan penyakit Streptococcosis. Penyakit ini
dikenal juga sebagai “pop eye”.Penyakit ini membahayakan pada ikan dan
merupakan HPIK (Hama Penyakit Ikan karantina) golongan bakteri. S. iniae
bersifat zoonosis (phatogen terhadap manusia) yaitu menyebabkan selulitis. Pola
penyerangan bakteri ini terutama pada ikan dewasa yang siap panen. Sehingga

Universitas Sumatera Utara

menimbulkan kerugian besar. S. iniae menyebabkan penyakit Streptococcosis dan
Meningoenchepalis yang fatal. Morfologi bakteri S.iniae adalah koloni tumbuh
pada suhu 24 – 450C (suhu optimum 370C) selama 24 – 48 jam, berdiameter 0,5
mm, warna putih transparan pada media BHIA, bentuk rata, permukaan konvex,
dan pada agar darah ada yang α hemolitik,


hemolitik dan ɣ hemolitik. Morfologi

bakteri meliputi Gram positif, bentuk coccus dalam bentuk berpasangan atau
rantai pendek, tidak motil, tidak membentuk spora, tidak membentuk kapsul dan
bersifat acid fast negatif. Sifat biokimia antara lain anaerob fakultatif dan katalase
(Faizal, 2010).
Penyakit Streptococosis menyerang saat terjadi fluktuasi suhu yang
signifikan, sehingga kondisi daya tahan tubuh ikan menurun. Isolat dari beberapa
jenis bakteri Streptococcus sp. merupakan jenis yang resisten terhadap antibiotik
(seperti:

oxytetracyclin,

erythromycin,

penicillin,

tetracyclin,

macrolides,


cephalosporin dan quinoline). Diagnosa ikan yang terserang penyakit tersebut

dilakukan secara definitif melalui uji sifat - sifat biokimia dari patogen. Diagnosa
tersebut akan memberikan informasi tentang karakteristik bakteri secara spesifik,
sehingga dapat menentukan teknik penanggulangan selanjutnya. Pengamatan
gejala serangan penyakit Streptococcosis secara eksternal dapat diamati melalui
kondisi organ tubuh dan gerakan renang ikan (Fahmansyah, 2014).

Bakteri Staphylococcus sp.
Staphylococcus aureus adalah bakteri Gram positif dengan diameter antara

0,8-1,0 mikron, non motil, dan tidak berspora. Koloni Staphylococcus aureus
umumnya opak, berwarna putih atau krem dan kadang-kadang berwarna kuning

Universitas Sumatera Utara

atau oranye. Tumbuh optimum pada suhu 30°C-37°C. Bersifat fakultatif anaerob,
katalase positif dan oksidase negatif (Public Health England, 2014).
Staphylococcus aureus merupakan bakteri gram positif, yang infeksinya


disebabkan oleh kontaminasi langsung pada luka misalnya pada infeksi luka pasca
operasi. Ditandai dengan munculnya furunkel atau abses lokal lainnya, diikuti
dengan reaksi peradangan dan nyeri yang mengalami pernanahan. Sebagian isolat
Staphylococcus aureus resisten terhadap methisilin dan golongannya karena

adanya modifikasi protein pengikat penisilin. Protein ini mengkode peptidoglikan
transpeptidase baru yang mempunyai afinitas rendah terhadap antibiotik beta
laktam, sehingga terapi beta laktam tidak responsif. Hal ini dikenal dengan
Methicillin-resistant Staphylococcus aureus (MRSA) yang termasuk dalam
resistensi multi obat (Jawetz dkk, 2005).
Menurut Todar (2005) dalam Haerah (2015), berdasarkan taksonominya,
Staphylococcus aureus dapat digolongkan sebagai berikut:

Kingdom

: Bacteria

Filum

: Firmicutes

Kelas

: Cocci

Ordo

: Bacillales

Family

: Staphylococccaceae

Genus

: Staphylococcus

Spesies

: Staphylococcus aureus

Bakteri ini pertama kali diamati dan dibiakkan oleh Pasteur dan Koch,
kemudian diteliti lebih lanjut oleh Ogston dan Rosenbach pada tahun 1880-an.
Nama genus Staphylococcus diberikan Ogston karena jika diamati dengan

Universitas Sumatera Utara

mikroskop bakteri ini terlihat seperti setangkai buah anggur. Nama spesies aureus
diberikan oleh Rosenbach karena pada biakan murni, koloni bakteri ini terlihat
berwarna kuning-keemasan (Yuwono, 2012).
Katalase merupakan salah satu uji cepat yang dapat dilakukan untuk
mengidentifikasi Staphylococcus aureus. Uji ini dapat membedakan koloni
Staphylococcus

yang

berwarna

putih

sampai

abu-abu

dengan

koloni

Streptococcus. Uji cepat lainnya adalah uji oksidase, uji ini dapat membedakan
Staphylococcus dari Micrococcus. Selain kedua uji di atas, uji yang penting dalam

mengidentifikasi Staphylococcus aureus adalah melalui uji koagulase (Goldman
dan Lorrence, 2009). Uji koagulase bertujuan untuk mengetahui kemampuan
bakteri menghasilkan enzim koagulase. Produksi koagulase adalah kriteria yang
paling umum digunakan untuk identifikasi sementara S. aureus (Abrar, 2001).
Koloni Staphylococcus aureus pada media Baird Parker mempunyai ciri
khas bundar, licin, dan halus, cembung, diameter 2 mm sampai dengan 3 mm,
berwarna abu-abu sampai hitam pekat, dikelilingi zona opak, dengan atau tanpa
zona luar yang terang (clear zone). Konsistensi koloni seperti mentega atau lemak
jika disentuh oleh ose (BSN, 2008). Bakteri ini dapat tumbuh dengan baik dan
mampu memfermentasi mannitol pada media mannitol salt agar. Koloni berwarna
kuning emas dan kemampuan memfermentasi mannitol terlihat dari perubahan
warna media menjadi kuning. Hal tersebut merupakan ciri khas yang
membedakan Staphylococcus

aureus

dengan Staphylococcus

epidermidis

(Leboffe dan Pierce, 2011).

Universitas Sumatera Utara

Penularan Penyakit Ikan Melalui Air
Air merupakan kebutuhan mutlak bagi ikan, sebab seluruh hidupnya
berada dalam air. Namun demikian, tidak semua air dapat digunakan untuk
memelihara ikan. Sumber air yang digunakan untuk mengairi ikan kerapu harus
memenuhi syarat, baik kualitas maupun kuantitasnya, dan tersedia sepanjang
tahun (Supratno, 2006).
Air yang digunakan untuk pembenihan maupun pembesaran ikan yang
telah tercemar oleh penyakit, biasanya ikan yang dibudidayakan juga akan
terserang oleh penyakit tersebut. Penggunaan air yang berkualitas rendah atau air
yang telah tercemar oleh senyawa beracun dapat menyebabkan timbulnya
serangan penyakit pada ikan. Penyakit yang menyebabkan ikan sakit berupa
penyakit infeksi maupun non infeksi (Kordi, 2004).
Pengelolaan kualitas air untuk keperluan budidaya sangat penting, karena
air merupakan media hidup bagi kehidupan organisme akuakultur. Usaha untuk
memperbaiki dan mempertahankan kualitas air telah banyak dilakukan, baik
secara fisik maupun kimia. Tetapi biaya yang dibutuhkan cukup besar dan
terkadang tidak ramah lingkungan (Mulyanto, 1992).
Pengendalian kondisi lingkungan budidaya agar tetap stabil dan optimal
bagi organisme perairan termasuk ikan sebagai hewan budidaya menjadi sangat
perlu dilakukan. Sehingga secara khusus pengolahan dan air sebagai tempat
budidaya perlu dilakukan. Air yang digunakan untuk keperluan budidaya
perikanan tidak sekedar air (H2O), karena air mengandung banyak ion
(Maniagasi dkk., 2013).

Universitas Sumatera Utara

Derajat Keasaman (pH)
Derajat keasaman (pH) didefinisikan sebagai logaritma negatif dari
aktivitas ion hidrogen. Kebanyakan perairan alam memiliki nilai pH 6,9 – 9. pH
berkaitan erat dengan karbondioksida dan alkalinitas. Semakin tinggi nilai pH,
semakin tinggi pula nilai alkalinitas dan semakin rendah kadar karbondioksida
bebas. pH juga mempengaruhi toksisitas suatu senyawa kimia yang dapat
menyebabkan kematian massal pada ikan. Noga (2000), mengatakan bahwa pH
rendah dapat menyebabkan penurunan tingkat produksi lendir sedangkan pH
tinggi dapat menyebabkan ikan stres. Sebagian besar biota akuatik sensitif
terhadap perubahan pH.

Kecerahan
Kecerahan air tergantung pada warna dan kekeruhan. Kecerahan
merupakan ukuran transparansi perairan, yang ditentukan secara visual dengan
menggunakan secchi disk. Nilai kecerahan dinyatakan dalam satuan meter. Nilai
ini sangat dipengaruhi oleh keadaan cuaca, waktu pengukuran, kekeruahan, dan
padatan tersuspensi, serta ketelitian orang yang melakukan pengukuran.
Pengkuran kecerahan sebaiknya dilakukan ketika cuaca cerah (Effendi, 2006).

Salinitas
Salinitas adalah konsentrasi total ion yang terdapat di perairan. Salinitas
menggambarkan padatan total di dalam air, setelah semua karbonat di konversi
menjadi oksida, semua bromida dan iodida digantikan oleh klorida, dan semua
bahan organik telah dioksidasi. Kisaran salinitas perairan laut antara 30-40 ppm.

Universitas Sumatera Utara

Tingkat salinitas yang terlampau rendah atau terlampau tinggi dapat
mengakibatkan respon stres dari akut hingga kronis pada ikan budidaya
(Noga, 2000).
Semakin tinggi salinitas maka kadar oksigen terlaut di perairan akan
semakin menurun, hal ini menyebabkan ikan menjadi stress dam mudah terkena
penyakit, selain itu, perubahan salinitas yang signifikan dapat mempengaruhi
sistem osmoregulasi ikan (Effendi, 2006).

Suhu
Suhu suatu badan air dipengaruhi oleh musim, lintang, ketinggian dari
permukaan laut, waktu harian, sirkulasi udara, penutupan awan, dan aliran serta
kedalaman badan air (Effendi, 2006). Suhu dalam budidaya ikan berpengaruh
terhadap laju metabolisme, pemijahan dan penetasan telur, aktivitas patogen,
sistem imunitas, daya larut senyawa kimia, serta kalarutan oksigen dan
karbondioksida.
Ikan adalah hewan poikiotermal, dimana suhu lingkungan sangat
berpengaruh tehadap metabolisme termasuk sistem imunitas (Noga, 2000).
Apabila suhu mengalami penurunan akan menyebabkan kelarutan oksigen
meningkat, laju metabolisme menurun, nafsu makan berkurang, pertumbuhan
berkurang, sistem imun menurun, gerakan ikan melemah, disorientasi sehingga
ikan dapat mengalami kematian. Sedangkan bila suhu meningkat, maka suhu
tubuh meningkat, laju metabolisme juga meningkat, konsumsi oksigen bertambah
sedangkan kadar oksigen terlarut menurun, toksistas perairan dari senyawa kimia

Universitas Sumatera Utara

meningkat, jumlah patogen meningkat sehingga ikan mudah terekspose oleh
penyakit dan dapat menimbulkan kematian. Kisaran suhu standar untuk
pembenihan ikan kerapu adalah β8˚-γβ˚ C.

Universitas Sumatera Utara