Jenis-Jenis Bakteri Gram Negatif Potensial Patogen Pada Ikan Kerapu Lumpur (Epinephelus tauvina)

(1)

JENIS-JENIS BAKTERI GRAM NEGATIF POTENSIAL PATOGEN

PADA IKAN KERAPU LUMPUR (Epinephelus tauvina)

PRASETIA AJITAMA 100302020

PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2014


(2)

JENIS-JENIS BAKTERI GRAM NEGATIF POTENSIAL PATOGEN

PADA IKAN KERAPU LUMPUR (Epinephelus tauvina)

SKRIPSI

PRASETIA AJITAMA 100302020

PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2014


(3)

JENIS-JENIS BAKTERI GRAM NEGATIF POTENSIAL PATOGEN

PADA IKAN KERAPU LUMPUR (Epinephelus tauvina)

SKRIPSI

PRASETIA AJITAMA 100302020

Skripsi Sebagai Satu diantara Beberapa Syarat untuk Dapat Memperoleh Gelar Sarjana Perikanan di Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan

Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara

PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2014


(4)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Penelitian : Jenis-Jenis Bakteri Gram Negatif Potensial Patogen Pada Ikan Kerapu Lumpur (Epinephelus tauvina)

Nama : Prasetia Ajitama

NIM : 100302020

Program Studi : Manajemen Sumberdaya Perairan

Disetujui Oleh Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Dwi Suryanto, M.Sc Dr. Ir. Yunasfi, M.Si

Ketua Anggota

Mengetahui

Dr. Ir. Yunasfi, M.Si


(5)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER

INFORMASI

Saya yang bertandatangan di bawah ini: Nama : Prasetia Ajitama

NIM : 100302020

menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “Jenis-Jenis Bakteri Gram Negatif Potensial Patogen Pada Ikan Kerapu Lumpur (Epinephelus tauvina)”

Adalah benar merupakan hasil karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Medan, September 2014

Prasetia Ajitama NIM. 100302020


(6)

ABSTRAK

PRASETIA AJITAMA. Jenis-Jenis Bakteri Potensial Patogen Ikan Kerapu Lumpur (Epinephelus tauvina). Dibimbing oleh DWI SURYANTO dan YUNASFI.

Ikan kerapu lumpur (E. tauvina) merupakan ikan yang populer di kalangan masyarakat luas dan menjadi kegemaran banyak orang di Indonesia. Hama serta penyakit yang ada pada budidaya ikan kerapu lumpur menjadi salah satu faktor yang cukup menentukan akan keberhasilan budidaya ikan kerapu lumpur. Ikan kerapu lumpur sakit diperoleh dari Keramba Jaring Apung (KJA) yang berlokasi di perairan Belawan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bakteri penyebab penyakit yang menginfeksi ikan kerapu lumpur dan bakteri patogen di air KJA. Penelitian ini dilaksanakan selama empat bulan yaitu bulan Mei sampai dengan Agustus 2014 di Laboratorium SKIPM Kelas I Medan II. Isolasi dan karakterisasi bakteri patogen pada ikan kerapu lumpur dan air KJA menggunakan seri pengenceran dan metode cawan gores. Berdasarkan pengamatan menunjukkan bahwa ikan kerapu lumpur memiliki 3 spesies yang berpotensi sebagai bakteri patogen pada ikan dan air sebanyak 41 isolat, yaitu Aeromonas salmonicida, Edwardsiella ictaluri, dan Vibrio harveyi.


(7)

ABSTRACT

PRASETIA AJITAMA. Kinds of Bacterial Pathogens to Mud Grouper

(Epinephelus tauvina). Supervised by DWI SURYANTO and YUNASFI.

Mud Grouper (E. tauvina) is a popular fish among Indonesian people, which becomes a favorite dish for Indonesian people. Weevil and disease that derive from the aquaculture of the mud grouper becomes one of the most determining factors of the success of the aquaculture of the Mud Grouper. The sick mud grouper were taken from Floating Net Cages or Keramba Jaring Apung (KJA) that is located in Belawan waters. The research is aimed at finding bacteria that cause disease, which infects the mud grouper and discovering the bacterial pathogens in the KJA. The research was conducted for four months from May to August 2014 in SKIPM laboratory of Class I Medan II. The isolation and characterization of the bacterial pathogen in the mud grouper and in the KJA water use the dilution series and the scratch cup method. Based on the observation, it is found that the mud grouper has three species that are potential as the bacterial pathogens on the mud grouper and water by the total number of 41 isolats, which are Aeromonas salmonicida, Edwardsiella ictaluri, and Vibrio harveyi.


(8)

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir di kota Tanjung Pinang, Provinsi Kepulauan Riau pada tanggal 24 Oktober 1992 dari Ayahanda Jamhur dan Ibunda Siti Khairani. Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara.

Penulis mengawali pendidikan formal di TK Ekadyasa Tanjung Pinang pada tahun 1997-1998. Pada tahun 1998-2004, penulis meneruskan pendidikan di SD Negeri 002 Tanjung Pinang dan pendidikan menengah pertama ditempuh dari tahun 2004-2007 di SMP Negeri 7 Tanjung Pinang. Penulis menyelesaikan pendidikan menengah atas di SMA Negeri 4 Tanjung Pinang dengan jurusan IPA pada tahun 2007-2010.

Penulis melanjutkan pendidikan di Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara melalui jalur Ujian Masuk Bersama (UMB). Penulis melaksanakan Praktik Kerja Lapangan (PKL) di Stasiun Karantina Ikan, Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan (SKIPM) Kelas I Medan II Belawan, Provinsi Sumatera Utara.

Selain mengikuti perkuliahan penulis juga menjadi asisten laboratorium Pencemara Perairan dan Pengolahan Limbah tahun 2012-2013, dan Hama Penyakit Ikan tahun 2013-2014.


(9)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT karena atas berkat rahmat, dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Jenis-Jenis Bakteri Potensial Patogen Ikan Kerapu Lumpur (Epinephelus tauvina)”, yang merupakan tugas akhir dalam menyelesaikan studi pada Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara.

Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada ayahanda Jamhur dan Ibunda Siti Khairani yang selalu memberi motivasi dan dukungan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulis mengucapkan terima kasih kepada adinda Ridho Nurrohman.

Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Bapak Prof. Dr. Dwi Suryanto, M.Sc selaku ketua komisi pembimbing dan Bapak Dr. Ir. Yunasfi, M.Si selaku anggota komisi pembimbing sekaligus Ketua Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan, yang telah banyak memberikan arahan dan masukan dalam penyelesaian skripsi ini.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Bapak Pindi Patana, S.Hut, M.Sc selaku sekretaris Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan dan seluruh staf pengajar serta pegawai Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan. Terima kasih kepada Bapak Ir. Felix Lumban Tobing, S.Pi, M.P selaku kepala SKIPM Kelas I Medan II, Bapak Sondang Sitorus, S.Si selaku Kasubsie Tata pelayanan SKIPM Kelas I Medan II , Ibu Cut Rina Meutia, S.H selaku


(10)

Kepala Urusan Tata Usaha SKIPM Kelas I Medan II, Bapak Diky Agung Setiawan, S.St. Pi selaku Kasubsie Wasdalin SKIPM Kelas I Medan II, Ibu Ied Parinduri, S.Si selaku Kepala Laboratorium SKIPM Kelas I Medan II sekaligus Pembimbing penelitian ekstern, serta seluruh staf SKIPM Kelas I Medan II yang telah memberikan dukungan baik materi maupun bantuan kepada penulis selama terlaksananya kegiatan penelitian.

Terimakasih kepada Green Alfath Siregar, S.Pi, Adil Junaidi, Achmad Taher Daulay, Pahrurrozi, Muhammad Irfan Maulana, Ofi Sabrina Sitompul, S.Pi, Tantri Ayu Syahfitri, Pesta Saulina Sitohang, S.Pi, Sabilah Fi Ramadhani, S.Pi, Sudoyo Lumban Tobing, S.Pi, Albino Panjaitan, Ernawati Butar-butar dan seluruh teman-teman seperjuangan di angkatan 2010 Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan. Terimakasih penulis juga sampaikan kepada Muhammad Dafikri, Fadil Muhammad Syah, dan Fajar Prasetya Kembaren serta berbagai pihak yang telah banyak membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

Penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat dalam pengembangan ilmu pengetahuan khususnya dalam bidang manajemen sumberdaya perairan.

Medan, September 2014


(11)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

RIWAYAT HIDUP ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

PENDAHULUAN Latar Belakang... 1

Perumusan Masalah ... 3

Kerangka Pemikiran ... 3

Tujuan Penelitian ... 5

Manfaat Penelitian ... 5

TINJAUAN PUSTAKA Ikan Kerapu Lumpur (Epinephelus tauvina) ... 6

Gejala Penyakit pada Ikan ... 8

Jenis-Jenis Penyakit Pada Ikan Kerapu Lumpur ... 9

Bakteri Vibrio sp ... 11

Bakteri Aeromonas sp ... 13

Bakteri Edwaesiella sp ... 15

Penularan Penyakit Ikan Melalui Air ... 16

Suhu ... 17

Salinitas ... 18

Kecerahan ... 18

Derajat Keasaman (pH) ... 19

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian ... 20

Alat dan Bahan ... 20

Pelaksanaan Penelitian ... 21

Pengambilan Sampel Ikan dan Sampel Air ... 21

Isolasi dan Identifikasi Bakteri Potensial Patogen dari Sampel Ikan 21

Isolasi dan Identifikasi Bakteri Potensial Patogen dari Sampel Air . 22


(12)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Ikan Terserang Penyakit ... 25

Bakteri Potensial Patogen pada Ikan dan Air ... 26

Morfologi Koloni Bakteri Potensial Patogen Ikan dan Air ... 26

Morfologi Sel Bakteri Potensial Patogen Ikan dan Air ... 27

Kualitas Air ... 32

Pembahasan Penyakit pada Ikan ... 32

Bakteri Potensial Patogen Pada Ikan dan Air ... 33

Morfologi Koloni Bakteri Potensial Patogen pada Ikan dan Air ... 34

Morfologi Sel Bakteri Potensial Patogen Pada Ikan dan Air .... 35

Kualitas Air ... 38

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 39

Saran ... 39

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(13)

DAFTAR GAMBAR

No. Teks Halaman

1. Kerangka Pemikiran ... 4

2. Ikan Kerapu Lumpur (Epinephelus tauvina) ... 7

3. Ikan Kerapu Lumpur yang terinfeksi penyakit ... 25

4. Organ Dalam (Hari, Ginjal, dan Limfa) ... 26

5. Bentuk isolat koloni bakteri Vibrio harveyi, Aeromonas salmonicida, Dan Edwardsiella icatulari ... 28


(14)

DAFTAR TABEL

No. Teks Halaman

1. Jumlah isolat bakteri potensial patogen pada sampel air ... 26

2. Morfologi koloni bakteri potensial patogen pada ikan dan air ... 27

3. Hasil pengamatan morfologi sel bakteri Vibrio harveyi ... 29

4. Hasil pengamatan morfologi sel bakteri Aeromonas salmonicida ... 30

5. Hasil pengamatan morfologi sel bakteri Edwardsiella icatulari ... 31


(15)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Teks Halaman

1. Sterilisasi alat dan bahan ... 45

2. Pembuatan media bakteri ... 46

3. Pengambilan sampel ikan dan sampel air ... 49

4. Isolasi bakteri pada ikan dan air ... 50

5. Isolat pada media selektif ... 52

6. Pewarnaan Gram ... 53

7. Uji reaksi biokimia ... 55


(16)

ABSTRAK

PRASETIA AJITAMA. Jenis-Jenis Bakteri Potensial Patogen Ikan Kerapu Lumpur (Epinephelus tauvina). Dibimbing oleh DWI SURYANTO dan YUNASFI.

Ikan kerapu lumpur (E. tauvina) merupakan ikan yang populer di kalangan masyarakat luas dan menjadi kegemaran banyak orang di Indonesia. Hama serta penyakit yang ada pada budidaya ikan kerapu lumpur menjadi salah satu faktor yang cukup menentukan akan keberhasilan budidaya ikan kerapu lumpur. Ikan kerapu lumpur sakit diperoleh dari Keramba Jaring Apung (KJA) yang berlokasi di perairan Belawan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bakteri penyebab penyakit yang menginfeksi ikan kerapu lumpur dan bakteri patogen di air KJA. Penelitian ini dilaksanakan selama empat bulan yaitu bulan Mei sampai dengan Agustus 2014 di Laboratorium SKIPM Kelas I Medan II. Isolasi dan karakterisasi bakteri patogen pada ikan kerapu lumpur dan air KJA menggunakan seri pengenceran dan metode cawan gores. Berdasarkan pengamatan menunjukkan bahwa ikan kerapu lumpur memiliki 3 spesies yang berpotensi sebagai bakteri patogen pada ikan dan air sebanyak 41 isolat, yaitu Aeromonas salmonicida, Edwardsiella ictaluri, dan Vibrio harveyi.


(17)

ABSTRACT

PRASETIA AJITAMA. Kinds of Bacterial Pathogens to Mud Grouper

(Epinephelus tauvina). Supervised by DWI SURYANTO and YUNASFI.

Mud Grouper (E. tauvina) is a popular fish among Indonesian people, which becomes a favorite dish for Indonesian people. Weevil and disease that derive from the aquaculture of the mud grouper becomes one of the most determining factors of the success of the aquaculture of the Mud Grouper. The sick mud grouper were taken from Floating Net Cages or Keramba Jaring Apung (KJA) that is located in Belawan waters. The research is aimed at finding bacteria that cause disease, which infects the mud grouper and discovering the bacterial pathogens in the KJA. The research was conducted for four months from May to August 2014 in SKIPM laboratory of Class I Medan II. The isolation and characterization of the bacterial pathogen in the mud grouper and in the KJA water use the dilution series and the scratch cup method. Based on the observation, it is found that the mud grouper has three species that are potential as the bacterial pathogens on the mud grouper and water by the total number of 41 isolats, which are Aeromonas salmonicida, Edwardsiella ictaluri, and Vibrio harveyi.


(18)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Indonesia termasuk negara maritim yang mempunyai potensi hasil perikanan laut yang sangat besar. Sebagai negara maritim, usaha budidaya laut merupakan salah satu usaha yang dapat memberikan alternatif sumber penghasilan untuk meningkatkan pendapatan bagi nelayan. Berkembangnya usaha budidaya, dapat meningkatkan produksi baik jumlah maupun mutunya. Dampak lebih lanjut dari usaha ini adalah kesejahteraan masyarakat nelayan mengalami peningkatan disamping itu negara diuntungkan karena adanya peningkatan jumlah devisa sebagai hasil ekspor produk perikanan.

Selama ini produksi ikan kerapu lebih banyak disuplai dari hasil perikanan tangkap. Di Indonesia 58.905 ton produksi ikan kerapu hanya sekitar 7.500 ton (13%) yang berasal dari budidaya. Produksi dari hasil penangkapan di laut nilainya semakin menurun hampir mencapai 60%. Hal ini menunjukkan ketidakseimbangan antara jumlah penangkapan dan hasil ikan di alam yang dapat membahayakan kelestarian ikan kerapu (Widiana dkk., 2009).

Pengembangan ikan kerapu di keramba jaring apung (KJA) mempunyai kendala dalam proses kegiatan budidayanya. Permasalahan yang timbul dalam proses pemeliharaan benih ikan kerapu dalam KJA adalah timbulnya penyakit. Beberapa jenis penyakit yang ditemukan pada kegiatan pemeliharaan tersebut antara lain borok pada pangkal sirip ekor, sirip yang busuk, dan mulut merah. Selain itu, ikan kerapu juga sering terserang penyakit parasitik, yang diakibatkan karena infeksi dari jenis crustacean (Nerocilla sp.), cacing (Diplectanum sp.),


(19)

protozoa (Cryptocaryon sp.) serta bakteri dari genus Vibrio. Hal ini mendorong perlu diadakan pengkajian tentang penyakit yang menyerang ikan kerapu (Azhar, 2011).

Guna pemenuhan kebutuhan ikan kerapu dan upaya perlindungan dikembangkanlah usaha budidaya ikan kerapu seperti pengembangan panti-panti pembenihan. Namun usaha ini masih banyak menghadapi kendala dan masalah. Permasalahan utama yang sering menjadi penghambat produksi adalah penyakit seperti bakteri dan virus, termasuk serangan patogen ini pada benih, larva dan juvenil. Produksi budidaya ikan kerapu lumpur, yang terserang patogen juga dapat dimulai dari kegiatan pembenihan sampai budidaya pembesaran di keramba jaring apung. Jenis penyakit yang sering timbul pada budidaya air laut adalah disebabkan oleh strain Vibrio, Pseudomonas, Chromobacterium, Bacillus (Irianto, 2003).

Penyakit pada ikan kerapu yang disebabkan oleh berbagai bakteri penyebab penyakit merupakan masalah yang dihadapi pembudidaya. Bakteri-bakteri tersebut akan terus berkembang pada ikan kerapu dan menyebabkan kematian pada ikan tersebut. Salah satu bakteri yang diduga hidup pada ikan kerapu lumpur adalah bakteri Vibrio sp., yang menyebabkan penyakit vibriosis. Bakteri ini dapat langsung menyerang dan menginfeksi bagian tubuh ikan kerapu lumpur yang terlihat mengalami memar dan luka. Pada penelitian ini dilakukan pemeriksaan bakteri-bakteri penyebab penyakit yang diduga bersifat patogen pada ikan kerapu lumpur (Epinephelus tauvina) sehingga dapat di identifikasi bakteri apa saja yang menginfeksi ikan kerapu tersebut.


(20)

Perumusan Masalah

Dalam suatu usaha budidaya seringkali terdapat berbagai permasalahan yang dihadapi seperti adanya serangan penyakit pada kurun waktu tertentu yang dapat menghambat pertumbuhan biota bahkan dapat mengakibatkan kematian bagi biota tersebut. Permasalahan tersebut sering dihadapi dalam usaha perikanan, satu diantaranya usaha budidaya kerapu lumpur pada keramba jaring apung (KJA) milik UD. Sundoro.

Berdasarkan deskripsi di atas, perumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bakteri patogen apa saja yang hidup dan menginfeksi ikan kerapu lumpur ? 2. Apakah ada bakteri patogen yang dominan hidup serta menginfeksi ikan

kerapu lumpur dan air tempat ikan itu hidup?

Kerangka Pemikiran

Berdasarkan pemaparan latar belakang penelitian, ikan kerapu lumpur (E. tauvina) merupakan ikan yang populer di kalangan masyarakat luas dan menjadi kegemaran banyak orang di Indonesia. Hama serta penyakit yang ada pada budidaya ikan kerapu lumpur menjadi salah satu faktor yang cukup menentukan akan keberhasilan budidaya ikan kerapu lumpur.

Timbulnya serangan penyakit merupakan hasil interaksi yang tidak seimbang antara lingkungan, kondisi inang (ikan) dan patogen (penyakit). Identifikasi bakteri pada berbagai anggota tubuh ikan kerapu yang diduga terdapat bakteri penyebab penyakit sangat penting untuk menentukan spesies bakteri apa yang paling dominan pada tubuh ikan kerapu lumpur yang diduga terserang


(21)

penyakit serta pengambilan sampel air dimana ikan kerapu lumpur itu hidup untuk mengetahui bakteri-bakteri apa saja yang ada pada keramba jaring apung ikan kerapu lumpur sehingga dapat di identifikasi bakteri yang didapat. Berikut ini adalah kerangka pemikiran (Gambar 1) dalam melakukan penelitian ini:

Gambar 1. Kerangka Pemikiran Lingkungan

Inang

Patogen

Interaksi

Serangan Penyakit Pada Ikan

Virus Bakteri Jamur

Isolasi B k i

Identifikasi Bakteri Penyebab Penyakit

Bakteri-Bakteri Potensial Patogen

Air Ikan


(22)

Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui jenis-jenis bakteri potensial patogen yang hidup dan menginfeksi ikan kerapu lumpur.

2. Untuk mengetahui jenis bakteri penyebab potensial patogen yang paling dominan hidup dan menginfeksi ikan kerapu lumpur, serta jenis bakteri patogen pada air tempat ikan kerapu lumpur itu hidup.

Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai informasi bagi pembudidaya ikan laut dengan mengetahui bakteri-bakteri potensial patogen yang dapat menginfeksi ikan laut khususnya ikan kerapu lumpur serta bakteri-bakteri patogen yang terdapat pada air tempat ikan kerapu lumpur itu hidup.


(23)

TINJAUAN PUSTAKA

Ikan Kerapu Lumpur (Epinephelus tauvina)

Ikan kerapu hidup di perairan pantai hingga mencapai kedalaman 60 meter. Terumbu karang yang banyak di temukan di perairan Indonesia merupakan tempat hidupnya. Biasanya ikan ini berdiam diri di celah-celah batu menanti mangsa. Makanan utamanya adalah ikan-ikan kecil lainnya. Warna dasar tubuh kerapu adalah cokelat muda, yang sesuai dengan lingkungan hidupnya. Bulatan-bulatan merah atau coklat terdapat pada kepala bagian atas, tubuh dan sirip. Pada kerapu besar jalur dan bulatan itu menghilang. Penyebaran ikan ini sangat luas, mulai dari Laut Merah dan Afrika Selatan hingga Indonesia, Philipina, Jepang, Hawaii dan Australia (Ratna dkk., 2001).

Larva kerapu pada umumnya menghindari permukaan air pada siang hari, sebaliknya pada malam hari lebih banyak ditemukan di permukaan air. Penyebaran vertikal tersebut sesuai dengan sifat ikan kerapu sebagai organisme yang pada siang hari lebih banyak bersembunyi di liang-liang karang sedangkan pada malam hari aktif bergerak di kolom air untuk mencari makan (Anidiastuti, 2004).

Ikan kerapu yang paling terkenal dan sering dibudidayakan di Indonesia adalah Ikan kerapu lumpur. Adapun ciri-ciri kerapu lumpur secara morfologi yaitu bentuk tubuh agak rendah, moncong panjang memipih dan menajam, maxillary

lebar di luar mata, gigi-gigi pada bagian sisi dentary 3 atau 4 baris, terdapat bintik putih coklat pada kepala, badan dan sirip, bintik hitam pada bagian dorsal dan posterior. Habitat ikan kerapu lumpuradalah pantai yang banyak ditumbuhi algae


(24)

jenis Ulva reticulata dan Gracilaha spp. dan setelah dewasa hidup di perairan yang lebih dalam dengan dasar yang terdiri atas pasir berlumpur (Purba, 1990).

Selain itu, Ikan kerapu lumpur memiliki badan yang berwarna dasar sawo matang dan pada bagian bawah agak keputihan. Terdapat garis menyerupai pita yang berwarna gelap, yang melintang pada badannya dalam jumlah sekitar 4-6 buah. Saat masih muda, pada seluruh tubuhnya terdapat noda-noda berwarna merah sawo (Murtidjo, 2002). Adapun klasifikasi ikan kerapu lumpur adalah sebagai berikut :

Kingdom : Animalia

Filum : Chordata

Kelas

Ordo : Perciformes Famili : Serranidae Genus : Epinephelus

Spesies : Epinephelus tauvina


(25)

Gejala Penyakit Pada Ikan

Penyakit ikan dapat didefenisikan sebagai segala sesuatu yang dapat menimbulkan gangguan suatu fungsi atau struktur dari alat tubuh atau sebagian alat tubuh, baik secara langsung maupun tidak langsung. Pada prinsipnya penyakit yang menyerang ikan tidak datang begitu saja, melainkan melalui proses hubungan antara tiga faktor, yaitu kondisi lingkungan (kondisi di dalam air), kondisi inang (ikan), dan adanya patogen. Dengan demikian timbulnya serangan penyakit itu merupakan hasil interaksi yang tidak serasi antara lingkungan ikan, dan organisme penyakit. Interaksi yang tidak serasi ini menyebabkan stress pada ikan, sehingga mekanisme pertahanan diri yang dimilikinya menjadi lemah dan akhirnya mudah diserang oleh penyakit (Kordi, 2004).

Menurut Standar Nasional Indonesia (SNI) ada beberapa gejala penyebab penyakit diantaranya :

1. Gejala Eksternal

Lesi terjadi secara subkutan dengan pembengkakan sehingga menyebabkan ulcerative dermatitis (furunculosis), pembengkakan biasanya menjadi luka terbuka berisi nanah, darah dan jaringan yang rusak di tengah luka tersebut terbentuk cekungan, pada serangan akut tanda-tanda yang menyeluruh mungkin tidak tampak, hemorhagi pada dasar sirip dan sirip dorsal geripis, mata menonjol dan warna tubuh menjadi gelap.

2. Gejala Internal

Pada jaringan otot tubuh, usus bagian belakang lengket dan bersatu, pembengkakan limfa dan ginjal yang berkembang menjadi nekrosis, serta septicemia sangat jelas.


(26)

3. Histopatologi

Nikrosis pada jaringan dengan kolonisasi bakteri, inflamasi sedikit dijumpai karena bakteri menghasilkan leukocytolytic exotoxin.

Ikan kerapu yang menderita sakit biasanya memperlihatkan gejala-gejala yang dapat diketahui dengan jelas dan mudah. Beberapa gejala yang dapat terlihat dengan jelas seperti kelainan tingkah laku pada kondisi ikan berenang terlihat sangat lemah dengan posisi miring (Menukik dari permukaan langsung ke dasar, bergerak kembali ke permukaan dan akan tetap berada di permukaan), nafsu makan berkurang dan daya tahan tubuh melemah, kelainan bentuk mata, sisik dan warna tubuh, mata menonjol, sisik badan sebagian lepas, warna tubuh menjadi lebih gelap, kelainan pada insang dan sirip ekor. Tutup insang membuka terus-menerus secara cepat, sirip ekor tidak normal serta kelainan pada kulit, ada luka-luka pada kulit dan bintik-bintik putih serta merah (Purba, 1990).

Jenis-Jenis Penyakit Pada Ikan Kerapu Lumpur

Pengembangan usaha budidaya ikan kerapu lumpur di keramba jaring apung mempunyai kelebihan antara lain rendahnya biaya operasional dibandingkan dengan nilai ekonomi yang dihasilkan serta teknologi budidayanya yang sederhana dan mudah diadaptasikan di masyarakat petani nelayan secara luas. Permasalahan yang timbul pada budidaya ikan kerapu lumpur di keramba jaring apung adalah terjadinya penyakit. Salah satu penyakit yang ditemukan pada ikan kerapu lumpur adalah penyakit infeksi bakteri dengan gejala klinis adanya borok pada bagian tubuh, dan sirip yang busuk (Johnny dkk., 2002).


(27)

Sewaktu bakteri menginfeksi ikan, bakteri dapat menghasilkan zat beracun yang disebut sebagai toksin yang merupakan produk ekstraseluler yang berkaitan dengan antibiosis sehingga bisa mematikan organisme inang atau memudahkan bakteri masuk ke dalam tubuh inang. Berdasarkan proses pengeluarannya, toksin yang dihasilkan oleh bakteri dapat bersifat eksotoksin jika diekskresikan ke luar sel, atau endotoksin jika racun tersebut tetap disimpan dalam sel bakteri dan tidak diekskresikan (Todar, 2002).

Menurut Handajani dan Samsundari (2005) jenis penyakit ikan laut dan organisme yang sering terjadi disebabkan oleh bakteri adalah sebagai berikut: 1. Penyakit sirip borok organisme penyebabnya Myxobacter sp.dan Vibrio sp. 2. Penyakit Bacterial sirip organisme penyebabnya Pseudomonas sp. dan Gram

Positif.

3. Penyakit Streptococciasis organisme penyebabnya Cocci.

4. Penyakit Vibriosis organisme penyebabnya Streptococcus dan Vibrio.

Kendala terbesar yang selalu dihadapi pada kegiatan budidaya ikan kerapu adalah terjadinya serangan bakteri patogen terutama pada stadia larva. Serangan bakteri patogen ini menimbulkan penurunan kualitas dan tingkat produksi pada usaha pembenihan ikan kerapu, bahkan kematian dan kegagalan panen dapat terjadi. Rukyani (1993) melaporkan bahwa akibat adanya serangan penyakit, hanya sekitar 40% dari seluruh areal keramba di Indonesia yang masih beroperasi sehingga menimbulkan kerugian yang cukup besar. Sekurang-kurangnya 300 miliar rupiah telah hilang pertahunnya dari seluruh areal keramba di Indonesia.

Mikroorganisme virus, bakteri atau parasit merupakan penyebab penyakit yang sering ditemukan dalam pembenihan atau budidaya ikan. Menurut Shickney


(28)

(2000) penyakit bakterial pada ikan kerapu lumpur adalah Vibrio sp., Aeromonas

sp., Pasteurella spp., Streptococcus dan Mycobacterium. Kasus penyakit bakterial pada ikan kerapu macan disebabkan oleh adanya infeksi bakteri Vibrio sp. dan dapat bersifat patogen ataupun hanya penyebab sekunder (Bessie, 1988 diacu oleh Wong dkk.,1990). Sedangkan pada kerapu lumpur kasus penyakit yang disebabkan oleh bakteri Vibrio harveyi (Saeed, 1995) atau Pseudomonas sp. berupa peradangan pada kulit (Nash dkk.,1987).

Bakteri Vibrio sp.

Vibrio sp. merupakan salah satu bakteri patogen yang tergolong dalam divisi bakteri, kelas Schizomycetes, ordo Eubacteriales, famili Vibrionaceae. Bakteri ini bersifat gram negatif, fakultatif anaerobik, fermentatif, bentuk sel batang dengan ukuran panjang antara 2 – 3 um, menghasilkan katalase dan oksidase dan bergerak dengan satu flagella pada ujung sel (Austin, 1988). Vibrio

merupakan patogen oportunistik yang dalam keadaan normal ada dalam lingkungan pemeliharaan, kemudian berkembang dari sifat yang saprofitik menjadi patogenik jika kondisi lingkungannya memungkinkan.

Bakteri Vibrio yang patogen dapat hidup di bagian tubuh organisme lain baik di luar tubuh dengan jalan menempel, maupun pada organ tubuh bagian dalam seperti hati, insang, ginjal, dan limfa. Menurut Wagiyo (1975) dampak langsung bakteri patogen dapat menimbulkan penyakit, parasit, pembusukan dan toksin yang dapat menyebabkan kematian biota yang menghuni perairan tersebut.

Lebih lanjut dikemukakan bahwa toksin yang dihasilkan oleh bakteri patogen akan merusak sel dan jaringan inang secara keseluruhan. Kerusakan sel


(29)

akibat interaksi antara toksin dengan inang. Bordas., dkk (2004), mengemukakan bahwa beberapa jenis bakteri patogen memproduksi toksin tetrodotoksin. Bakteri-bakteri penghasil toksin tersebut antara lain adalah Vibrio alginolyticus, Vibrio Parahaemolyticus dan Vibrio anguillarum yang berupa anhydrotetrodotoksin.

Beberapa jenis Vibrio yang bersifat patogen yaitu dengan mengeluarkan toksin ganas dan seringkali mengakibatkan kematian pada manusia dan hewan.

Vibrio cholera yang berasal dari darat atau air tawar, sudah dikenal sebagai penyebab penyakit muntah berak di Indonesia (Thayib, 1977). Jenis Vibrio yang terdapat pada ikan dan invertebrata laut adalah Vibrio alginolyticus, Vibrio damsela, Vibrio charchariae, Vibrio anguilarum, Vibrio ordalli, Vibrio cholerae, Vibrio salmonicida, Vibrio vulnificus, Vibrio parahaemolyticus, Vibrio pelagia, Vibrio splendida, Vibrio fischeri dan Vibrioharveyi (Austin dan Austin, 1993).

Umumnya ikan yang terserang penyakit Vibriosis memperlihatkan gejala-gejala ikan kehilangan nafsu makan (anorexia), kulit ikan menjadi gelap, insang ikan pucat, sering terjadi pembengkakan pada kulit yang lama-kelamaan akan pecah menjadi luka (bisul) dan mengeluarkan cairan nanah berwarna kuning kemerah-merahan, terjadi pendarahan pada dinding perut dan permukaan jantung dan jika dilakukan pembedahan akan terlihat pembengkakan dan kerusakan pada jaringan hati, ginjal dan limpa (Kordi, 2004).

Bakteri Vibrio sp. diketahui sebagai bakteri oportunistik dan merupakan bakteri yang sangat ganas dan berbahaya pada budidaya ikan kerapu karena dapat bertindak sebagai patogen primer dan sekunder. Sebagai patogen primer bakteri masuk tubuh ikan melalui kontak langsung, sedangkan sebagai patogen sekunder


(30)

bakteri menginfeksi ikan yang telah terserang penyakit lain, misalnya oleh parasit (Post, 1987).

Ciri bakteri Vibrio adalah bentuknya seperti batang pendek, tidak membentuk spora, sumbu melengkung atau lurus, ukurannya 0,51 mm x 1 – 2 mm, bersifat gram negatif, tumbuh baik pada kadar NaCl 1 – 1,5 %, terdapat tunggal atau kadang-kadang bersatu dalam bentuk s atau spiral. Vibrio harveyi

umumnya hidup di air laut dan payau, terutama air dangkal serta musim dimana temperatur air menjadi tinggi, ditemukan di habitat-habitat akuatik, sebagian pada air laut, lingkungan estuarin dan berasosiasi dengan hewan laut. Bakteri Vibrio

spp termasuk jenis bakteri halofit. Dapat tumbuh secara optimum pada salinitas 20 – 30 ppt, dan dapat tumbuh dengan baik pada kondisi alkali, yaitu pH optimum berkisar antara 7,5 – 8,5 (Prajitno, 2005).

Bakteri Aeromonas sp.

Bakteri Aeromonas spdapat hidup di berbagai perairan di dunia seperti air sungai, estuaria, air laut dan dikenal sebagai penyebab penyakit Motil Aeromonas Septicaemia (MAS) dimana bakteri tersebut memproduksi berbagai produk protein ekstraseluler, termasuk toksin, haemolysin dan enzim protease yang diduga sebagai penyebab virulensi bakteri tersebut terhadap inangnya (Muslim, dkk., 2009). Penularan bakteri ini melalui air, kontak badan, pemakaian alat yang telah tercemar atau karena alat digunakan untuk pemindahan ikan yang telah terserang bakteri Aeromonas.

Kerugian yang ditimbulkannya sangat besar, sebab dalam waktu relatif singkat puluhan ton ikan mati secara masal, baik ukuran benih maupun induk.


(31)

Serangan bakteri ini bersifat laten (berkepanjangan), jadi tidak memperlihatkan gejala penyakit meskipun telah dijumpai pada tubuh ikan. Serangan bakteri ini baru terlihat apabila ketahanan tubuh ikan menurun akibat stres yang disebabkan oleh penurunan kualitas air, kekurangan pakan atau penanganan ikan yang kurang baik (Kordi, 2004).

Ikan yang terserang bakteri Aeromonas menujukkan perubahan warna tubuh menjadi gelap, berenang tidak beraturan, mata ikan rusak, sisik seperti akan lepas, sirip rusak, insang berwarna pucat, ikan berenang ke permukaan seperti kekurangan oksigen, insang rusak sehingga sulit bernapas, kulit ikan menjadi kasat dan timbul pendarahan dengan luka-luka borok, perut menjadi besar (dropsi) dan apabila dibedah akan terlihat pendarahan pada hati, ginjal dan limpa.

Aeromonas salmonicida menyebabkan penyakit Furuncolosis dan merupakan bakteri gram negatif. Bakteri gram negatif adala mempertahankan

Aeromonas salmonicida berbentuk batang pendek ( 1,3 – 2,0 x 0,8 – 1,3 µm ), non motil atau tidak bergerak, tidak membentuk spora, fakultatif anaerob, pertumbuhan optimum pada suhu 22⁰C. Koloni bakteri ini berwarna putih, kecil, bulat, dan cembung. Strain typical dapat menghasilkan pigmen coklat yang akan lebih kelihatan apabila medium ditambah dengan tyrosine atau phenylalanine. Pada media dengan kandungan asam amino tinggi pigmen coklat akan jelas kelihatan pada umur kultur 48 jam. Secara biokimia bakteri ini bersifat oksidase positif dan memfermentasi glukosa (Septiama, 2008).


(32)

Bakteri Edwardsiella sp.

Penyakit Edwardsiellosis disebabkan oleh bakteri dari genus Edwardsiella

yaitu Edwardsiella tarda dan Edwardsiella ictaluri. Bakteri ini menyerang spesies-spesies ikan di daerah tropis. Bakteri E. tarda dan E. ictaluri bisa bertahan hidup di air. Beberapa inang alamiah bisa bertahan sebagai carrier. Penularan secara horizontal yaitu kontak antara inang satu dengan inang lainnya atau melalui air. Gejala eksternal ikan yang terserang. Penyakit Edwardsiellosis pada infeksi ringan, hanya menampakkan luka-luka kecil. Ukuran luka sebesar 3 – 5 mm. Luka tersebut berada disamping bagian belakang badan (posterio-lateral)

(Mangunwiryo dkk., 1995).

Sebagai perkembangan penyakit lebih lanjut, luka bernanah berkembang dalam otot rusuk dan lambung. Pada kasus akut akan terlihat luka bernanah secara cepat bertambah dengan berbagai ukuran. Perkembangan lebih lanjut, luka-luka (rongga-rongga) berisi gas. Terlihat bentuk cembung, menyebar ke seluruh tubuh. Ikan tampak kehilangan warna, dan luka-luka kemudian merata di seluruh tubuh. Jika luka digores, bau busuk tersebar. Bekas jaringan mati bisa berisi 3 rongga (Nitimulyo dkk., 1993).

Edwardsiella ictaluri merupakan salah satu spesies yang juga termasuk famili dari Enterobacteriaceae yang bersifat patogen. Menurut Irianto (2005) bakteri ini berbeda dengan Edwardsiella tarda, ia justru menginfeksi ikan pada saat masih muda (benih, seukuran jari). Bakteri dapat menyebabkan Enteric Septicemia atau septikemia enterik yang menunjukkan gejala klinis seperti infeksi sistemik bakteri pada umumnya, diantaranya nekrosa dan ulserasi organ distensi abdominal, exophthalmia dan hemoragi pada kulit dan mulut. Pada negara empat


(33)

musim, bakteri ini merupakan bakteri yang menyebabkan penyakit musiman. Ia dapat bertahan hidup pada suhu sekitar 24˚ – 28˚C yang merupakan suhu optimum untuk pertumbuhan bakteri. Tingkat prevalensinya meningkat pada bulan Mei– Juni dan September – Oktober. Selain itu E. ictaluri dapat bertahan pada air kolam selama 90 hari dengan suhu sekitar 25˚C (Songer dan Post, 2005).

Penularan Penyakit Ikan Melalui Air

Air merupakan kebutuhan mutlak bagi ikan, sebab seluruh hidupnya berada dalam air. Namun demikian, tidak semua air dapat digunakan untuk memelihara ikan. Sumber air yang digunakan untuk mengairi ikan kerapu harus memenuhi syarat, baik kualitas maupun kuantitasnya, dan tersedia sepanjang tahun (Supratno, 2006).

Pengendalian kondisi lingkungan budidaya agar tetap stabil dan optimal bagi organisme perairan termasuk ikan sebagai hewan budidaya menjadi sangat perlu dilakukan. Sehingga secara khusus pengolahan dan air sebagai tempat budidaya perlu dilakukan. Air yang digunakan untuk keperluan budidaya perikanan tidak sekedar air (H2O), karena air mengandung banyak ion. Ion-ion unsur yang kemudian menentukan apakah lingkungan tersebut cocok untuk kegiatan budidaya. Jadi kualitas air yang baik adalah air yang cocok untuk kegiatan budidaya, dimana jenis komoditas bisa hidup dan tumbuh dengan normal (Maniagasi dkk., 2013).

Air yang digunakan untuk pembenihan maupun pembesaran ikan yang telah tercemar oleh penyakit, biasanya ikan yang dibudidayakan juga akan terserang oleh penyakit tersebut. Penggunaan air yang berkualitas rendah atau air


(34)

yang telah tercemar oleh senyawa beracun dapat menyebabkan timbulnya serangan penyakit pada ikan. Penyakit yang menyebabkan ikan sakit berupa penyakit infeksi maupun non infeksi (Kordi, 2004).

Pengelolaan kualitas air untuk keperluan budidaya sangat penting, karena air merupakan media hidup bagi kehidupan organisme akuakultur. Usaha untuk memperbaiki dan mempertahankan kualitas air telah banyak dilakukan, baik secara fisik maupun kimia. Tetapi biaya yang dibutuhkan cukup besar dan terkadang tidak ramah lingkungan (Mulyanto, 1992).

Suhu

Suhu suatu badan air dipengaruhi oleh musim, lintang, ketinggian dari permukaan laut, waktu harian, sirkulasi udara, penutupan awan, dan aliran serta kedalaman badan air (Effendi, 2006). Suhu dalam budidaya ikan berpengaruh terhadap laju metabolisme, pemijahan dan penetasan telur, aktivitas patogen, sistem imunitas, daya larut senyawa kimia, serta kalarutan oksigen dan karbondioksida.

Ikan adalah hewan poikiotermal, dimana suhu lingkungan sangat berpengaruh tehadap metabolisme termasuk sistem imunitas (Noga, 2000). Apabila suhu mengalami penurunan akan menyebabkan kelarutan oksigen meningkat, laju metabolisme menurun, nafsu makan berkurang, pertumbuhan berkurang, sistem imun menurun, gerakan ikan melemah, disorientasi sehingga ikan dapat mengalami kematian. Sedangkan bila suhu meningkat, maka suhu tubuh meningkat, laju metabolisme juga meningkat, konsumsi oksigen bertambah sedangkan kadar oksigen terlarut menurun, toksistas perairan dari senyawa kimia


(35)

meningkat, jumlah patogen meningkat sehingga ikan mudah terekspose oleh penyakit dan dapat menimbulkan kematian. Kisaran suhu standar untuk pembenihan ikan kerapu adalah 28˚ – 32˚C.

Salinitas

Salinitas adalah konsentrasi total ion yang terdapat di perairan. Salinitas menggambarkan padatan total di dalam air, setelah semua karbonat di konversi menjadi oksida, semua bromida dan iodida digantikan oleh klorida, dan semua bahan organik telah dioksidasi. Kisaran salinitas perairan laut antara 30 – 40 ppm. Tingkat salinitas yang terlampau rendah atau terlampau tinggi dapat mengakibatkan respon stres dari akut hingga kronis pada ikan budidaya (Noga 2000).

Semakin tinggi salinitas maka kadar oksigen terlaut di perairan akan semakin menurun, hal ini menyebabkan ikan menjadi stress dam mudah terkena penyakit, selain itu, perubahan salinitas yang signifikan dapat mempengaruhi sistem osmoregulasi ikan (Effendi, 2006).

Kecerahan

Kecerahan air tergantung pada warna dan kekeruhan. Kecerahan merupakan ukuran transparansi perairan, yang ditentukan secara visual dengan menggunakan secchi disk. Nilai kecerahan dinyatakan dalam satuan meter. Nilai ini sangat dipengaruhi oleh keadaan cuaca, waktu pengukuran, kekeruahan, dan padatan tersuspensi, serta ketelitian orang yang melakukan pengukuran. Pengkuran kecerahan sebaiknya dilakukan ketika cuaca cerah (Effendi, 2006).


(36)

Derajat Keasaman (pH)

Derajat keasaman (pH) didefinisikan sebagai logaritma negatif dari aktivitas ion hidrogen. Kebanyakan perairan alam memiliki nilai pH 6,9 – 9. pH berkaitan erat dengan karbondioksida dan alkalinitas. Semakin tinggi nilai pH, semakin tinggi pula nilai alkalinitas dan semakin rendah kadar karbondioksida bebas. pH juga mempengaruhi toksisitas suatu senyawa kimia yang dapat menyebabkan kematian massal pada ikan. Noga (2000) mengatakan bahwa pH rendah dapat menyebabkan penurunan tingkat produksi lendir sedangkan pH tinggi dapat menyebabkan ikan stres. Sebagian besar biota akuatik sensitif terhadap perubahan pH dan menyukai nilai pH sekitar 7 – 8,5.


(37)

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan selama 4 bulan dari bulan Mei sampai dengan Agustus 2014. Pengambilan sampel ikan dan air dilakukan di Keramba Jaring Apung milik UD. Sundoro yang merupakan tempat budidaya ikan kerapu lumpur (E. tauvina) yang diduga terkena penyakit. Identifikasi sampel ikan dan air dilakukan di Stasiun Karantina Ikan, Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan (SKIPM) Kelas I Medan II, Jalan Pelabuhan Perikanan Samudera Gabion Belawan.

Alat dan Bahan

Alat yang digunakan antara lain laminar air flow, autoklaf, inkubator, timbangan analitik, hot plate, cawan Petri, tabung reaksi, lampu Bunsen, botol sampel, coolbox, alumunium foil, magnetic stirer, labu Erlenmeyer, oven, mikroskop, jarum ose, dissecting set,alat tulis, kertas label, komputer, camera.

Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah sebagai berikut sampel uji ikan dan air, Thiosulfate Citrate Bile Sucrose (TCBS), Rimler Shotts Agar (RSA),

Mac Conkey Agar (MCA), Tryptic Soy Agar (TSA), Oksidatif/Fermentatif (O/F),

Motitlity Indol Ornithin (MIO), Sulfit Indol Motility (SIM), bahan untuk uji pewarnaan Gram (Crystal violet, aquades, lugol iodine, safranin, dan etil alkohol 95%), KOH, Hidrogen Peroksida (H2O2), Oksidase, Alkohol 70%.


(38)

Pelaksanaan Penelitian

Penelitian dilakukan dengan pengambilan sampel ikan kerapu lumpur yang mengalami gejala penyakit bakterial di Keramba Jaring Apung. Pada penelitian ini dilakukan beberapa tahapan yaitu sterilisasi alat dan bahan (Lampiran 1), pembuatan media bakteri (Lampiran 2), pengambilan sampel ikan dan air, isolasi dan identifikasi bakteri potensial patogen pada ikan dan air, karakterisasi bakteri, dan uji reaksi biokimia.

Pengambilan Sampel Ikan dan Sampel Air

Sampel ikan kerapu lumpur (E. tauvina) diambil dari keramba jaring apung (KJA) Belawan. Ikan yang diambil sebagai sampel dipilih ikan yang mengalami gejala penyakit seperti terdapatnya borok atau luka pada permukaan tubuh ikan. Sampel ikan dimasukkan kedalam kantong plastik berisi air KJA dan kemudian dibawa ke laboratorium dalam keadaan hidup untuk dilakukan pengidentifikasian.

Pengambilan sampel air dilakukan dengan mengambil contoh air KJA dengan menggunakan botol steril. Botol yang telah berisi air hasil sampling dimasukkan ke dalam coolbox untuk menjaga agar bakteri tidak mati kemudian dikirim ke laboratorium untuk dianalisis. Pengambilan sampel ikan dan sampel air disajikan pada Lampiran 3.

Isolasi dan Identifikasi Bakteri Potensial Patogen dari Sampel Ikan

Bakteri patogen diisolasi pada beberapa bagian tubuh ikan yaitu hati, ginjal, limfa dan kulit yang mengalami luka atau borok. Isolasi bakteri dilakukan dengan menggunakan teknik cawan gores atau streak plate pada bagian-bagian


(39)

tubuh ikan tersebut (Lampiran 4). Kemudian di goreskan pada 3 media selektif yang berbeda yaitu TCBS, RSA dan MCA dapat dilihat pada Lampiran 5, setelah itu kultur diinkubasi dengan posisi cawan terbalik selama 24 – 48 jam pada suhu ruang. Bakteri yang tumbuh pada 3 media selektif tersebut kemudian dipindahkan ke media TSA dengan menggunakan teknik cawan gores atau streak plate, kultur diinkubasi dengan posisi cawan terbalik selama 24 – 48 jam pada suhu ruang (Darmayasa, 2008).

Selanjutnya dilakukan pengamatan secara makroskopik dan mikroskopik dengan pewarnaan Gram, serta serangkaian uji biokimia untuk identifikasi spesies bakteri yang ada dalam sampel ikan. Pengamatan karakter makroskopik koloni bakteri meliputi ukuran, pigmentasi (warna koloni), bentuk karakter mikroskopik meliputi ukuran, warna, dan bentuk bakteri. Uji biokimia meliputi uji KOH, uji katalase, uji oksidase, uji indol, uji motilitas, uji H2S, uji oksidatif fermentatif (O/F), uji citrate, uji TSIA, uji MIO, uji LIA, uji urease, uji gelatin, uji methyl red, dan uji vogesproskauer serta uji gula-gula sebagai uji tambahan (uji glukosa, uji manitol, uji sorbitol, uji laktosa dan uji maltosa).

Isolasi dan Identifikasi Bakteri Potensial Patogen dari Sampel Air

Tahap isolasi sampel air yang dianalisis dan dikultur menggunakan seri pengenceran. Metode seri pengenceran dilakukan dengan mengambil sampel air ke dalam tabung reaksi yang berisi 9 ml akuades lalu dihomogenisasi menggunakan vortex stirrer selama 2 – 4 menit sehingga didapat pengenceran 10-1, untuk mendapatkan pengenceran 10-2 dilakukan dengan mengambil 1 ml dari pengenceran 10-1 dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang berisi 9 ml akuades,


(40)

demikian seterusnya dilakukan seri pengenceran 10-3. Pengenceran 10-1, 10-2 dan 10-3 kemudian dimasukkan kedalam cawan petri pada 3 media selektif yang berbeda yaitu MCA, RSA dan TCBS dengan menggunakan teknik cawan tuang atau pour plate. Kultur yang ada pada media selektif tersebut diinkubasi dengan posisi cawan terbalik selama 24 – 48 jam pada suhu ruang. Setelah koloni tumbuh di masing-masing media kemudian diinokulasikan masing-masing koloni tersebut pada TSA.

Selanjutnya dilakukan pengamatan secara makroskopik dan mikroskopik dengan pewarnaan Gram, serta serangkaian uji biokimia untuk identifikasi spesies bakteri seperti pada sampel ikan.

Karakterisasi dan Identifikasi Bakteri

Setelah diinkubasi selama 48 jam, dilakukan isolasi bakteri dengan metode goresan kuadran beberapa tahap hingga diperoleh 1 isolat yang murni. Isolat-isolat yang diperoleh kemudian diamati morfologi. Pengamatan pada morfologi koloni seperti warna koloni bakteri diamati secara makroskopik sedangkan bentuk, tepian, dan elevasi diamati secara mikroskopik dengan pembesaran 100 kali.

Pengamatan morfologi sel dilakukan dengan melakukan pewarnaan Gram dan uji reaksi biokimia. Pewarnaan Gram dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui bakteri Gram positif dan Gram negatif secara mikroskopik pada kaca preparat dengan pembesaran 1000 kali sehingga dapat diketahui bentuknya (kokus, batang atau spiral) (Hadioetomo, 1993). Prosedur pewarnaan Gram disajikan pada Lampiran 6.

Uji reaksi biokimia yang bertujuan untuk menumbuhkan bakteri yang diinginkan dalam media. Uji biokimia meliputi uji KOH, uji katalase, uji


(41)

oksidase, uji indol, uji motilitas, uji H2S, uji oksidatif fermentatif (O/F), uji citrat, uji TSIA, uji MIO, uji LIA, uji urease, uji gelatin, uji methyl red, dan uji voges proskauer serta uji gula-gula sebagai uji tambahan (uji glukosa, uji manitol, uji sorbitol, uji laktosa dan uji maltosa). Uji reaksi biokimia yang dilakukan dalam penelitian ini menggunakan. Prosedur uji reaksi biokimia tersebut disajikan pada Lampiran 7.

Setelah dilakukan semua uji dibuat tabel hasil sehingga mudah dalam pembacaan ciri-ciri bakteri. Referensi untuk identifikasi bakteri menggunakan buku “Manual for the Identification of medical Bacteria” oleh Cowan and Steels (1974), “Bergey`s Manual of Determinative Bacteriology” oleh Holt dkk., (1994) dan “Bacteria from Fish and Other Aquatic Animals” Oleh N.B. Buller (2004).


(42)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Ikan Terserang Penyakit

Tanda-tanda ikan yang terinfeksi penyakit pada KJA ditunjukkan dengan adanya lesi, borok atau luka dan lendir yang berlebihan pada sampel ikan dan hal ini merupakan gejala klinis dari ikan sakit yang akan di uji seperti pada Gambar 3.

Gambar 3. Ikan Kerapu Lumpur (E. tauvina) yang terinfeksi penyakit Pada pemeriksaan organ dalam ikan uji juga terdapat gejala klinis seperti pada hati, ginjal dan limfa. Hati ikan uji terlihat pucat, berwarna merah kekuning-kuningan dan mengeluarkan bau tak sedap. Ginjal pada ikan uji terlihat terdapat pembengkakan, dan limfa berwarna pekat dan terlihat tidak sehat seperti tampak pada Gambar 4.

(a) (b) (c) Gambar 4. Organ Dalam (a) Hati (b) Ginjal (c) Limfa


(43)

Bakteri Potensial Patogen Pada Ikan dan Air

Bakteri potensial patogen pada ikan kerapu lumpur (E. tauvina) dan sampel air Keramba Jaring Apung (KJA) yang didapat selama penelitian sebanyak 3 jenis yaitu Vibrio harveyi, Aeromonas salmonicida, dan Edwardsiella ictaluri.

Secara keseluruhan jumlah isolat yang ditemukan pada sampel ikan dan air sebanyak 41 isolat bakteri potensial patogen.

Jumlah isolat bakteri potensial patogen pada sampel ikan kerapu lumpur ditemukan sebanyak 23 isolat bakteri yang menginfeksi organ dalam (ginjal, hati, dan limfa) dan lesi, yaitu terdapat 10 isolat bakteri Vibrio harveyi, 6 isolat bakteri

Aeromonas salmonicida, dan7 isolat bakteri Edwardsiella ictaluri.

Sedangkan pada sampel air KJA ditemukan sebanyak 18 isolat (Tabel 1). Isolat tersebut terdiri atas 12 isolat bakteri Vibrio harveyi, 1 isolat bakteri

Aeromonas salmonicida, 5 isolat bakteri Edwardsiella ictaluri yang dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Jumlah Isolat Bakteri Potensial Patogen Pada Sampel Air

Bakteri KJA 1 KJA 2 KJA 3 10-1 10-2 10-3 10-1 10-2 10-3 10-1 10-2 10-3

Vibrio harveyi 3 1 1 2 1 1 1 1 1

Aeromonas salmonicida 1

Edwardsiella ictaluri 1 1 2 1

Morfologi Koloni Bakteri Potensial Patogen Pada Ikan dan Air

Bakteri potensial patogen yang ditemukan dapat dilihat dari morfologi koloni meliputi tepian, elevasi dan warna koloni yang dapat dilihat pada Tabel 2. Berdasarkan Tabel 2 dapat dijelaskan bahwa bakteri V. harvei, A. salmonicida, dan E. ictaluri memiliki tepian dan elevasi yang sama, hanya terdapat perbedaan


(44)

pada warna dari masing-masing ketiga bakteri tersebut. Perbedaan warna bakteri dapat dilihat pada Gambar 5.

Tabel 2. Morfologi Koloni Bakteri Potensial Patogen Pada Ikan dan Air

Media Koloni Spesies

Tepian Elevasi Warna

TCBS Rata Cembung Kuning Vibrio harveyi

RSA Rata Cembung Agak Kekuningan Aeromonas salmonicida

MCA Rata Cembung Putih Edwardsiella ictaluri

(a) (b)

(c)

Gambar 5. (a) Bentuk koloni isolat Vibrio harveyi (b) Bentuk koloni isolat

Aeromonas salmonicida (c) Bentuk koloni isolat Edwardsiella ictaluri

(perbesaran 100x)

Morfologi Sel Bakteri Potensial Patogen Pada Ikan dan Air

Pengamatan morfologi sel perlu dilakukan pewarnaan Gram dan uji Biokimia untuk mengidentifikasi bakteri potensial pathogen yang menginfeksi


(45)

sampel ikan kerapu lumpur (E. tauvina). Pewarnaan Gram yang dilakukan secara mikroskopik dengan perbesaran 1000x didapat hasil pewarnaan Gram bakteri V. harveyi, A. salmonicida dan E. ictaluri berwarna merah muda yang merupakan Gram negatif dan berbentuk basil atau batang kecuali bakteri V. harveyi berbentuk batang bengkokok. Pewarnaan Gram bakteri tersebut dapat dilihat pada Gambar 6.

(a) (b)

(c)

Gambar 6. Bentuk Sel dari Isolat (a) Vibrio harveyi (b) Aeromonas salmonicida

(c) Edwardsiella ictaluri (perbesaran 1000x)

Hasil pengamatan morfologi sel berupa pewarnaan Gram dan uji Biokimia yang dilakukan untuk mengidentifikasi 41 isolat bakteri yang ditemukan pada ikan dan air diduga merupakan bakteri potensial patogen, bakteri-bakteri tersebut dapat menyebabkan penyakit pada ikan kerapu lumpur (E. tauvina). Bakteri potensial patogen ini juga ditemukan pada KJA yang merupakan tempat ikan kerapu lumpur itu hidup. Hasil pengamatan morfologi sel baik pewarnaan Gram dan uji biokimia dari ketiga bakteri dapat dilihat pada Tabel 3, Tabel 4, dan Tabel 5.


(46)

Tabel 3. Hasil pengamatan morfologi sel berupa pewarnaan Gram dan uji biokimia bakteri Vibrio harveyi

Karakter Vibrio Harveyi (Buller, 2004)

Kode Isolat

Ikan Air

V1, V5, V7, V8, V11, V14, V22,

V31, V34, V38

V12, V13, V17, V19, V24, V25, V32, V35, V39 V41

Pewarnaan Gram

Bentuk Batang Batang Batang

Sifat Gram - - -

Uji Biokimia

Oksidase + + +

Katalase + + +

Motilitas + + +

H2S - - -

Indol + - -

Citrat + + +

Urease - + -

LIA - +

TSIA A/K A/K

MR + + +

VP - - -

O/F F F F

Gelatin + - -

Uji Gula-Gula

Glukosa + + +

Laktosa - -

Sorbitol - - -

Sukrosa V + +

Manitol + + +

Media Selektif

TCBS + + +

TSA + +

Keterangan: (+) positif, (-) negative, O (Oksidatif), F (Fermentatif), V (Variabel), (A) Acid, (K) Alkali


(47)

Tabel 4. Hasil pengamatan morfologi sel berupa pewarnaan Gram dan uji biokimia bakteri Aeromonas salmonicida

Karakter

Aeromonas salmonicida (Buller, 2004)

Kode Isolat

Ikan Air

A3, A10, A20,

A23, A27, A37 A18

Pewarnaan Gram

Bentuk Batang Batang Batang

Sifat Gram - - -

Uji Biokimia

Oksidase + + +

Katalase + + +

Motilitas - - -

H2S + + +

Indol - - +

Citrat V + +

Urease - - -

LIA + +

TSIA A/K A/K

MR V - -

VP - - -

O/F F F F

Gelatin + - +

Uji Gula-Gula

Glukosa - + +

Laktosa - - -

Sorbitol - - -

Sukrosa V + +

Manitol - + +

Media Selektif

RSA + + +

TSA + +

Keterangan: (+) positif, (-) negative, O (Oksidatif), F (Fermentatif), V (Variabel), (A) Acid, (K) Alkali


(48)

Tabel 5. Hasil pengamatan morfologi sel berupa pewarnaan Gram dan uji biokimia bakteri Edwardsiella ictaluri

Karakter

Edwardsiella ictaluri (Buller, 2004)

Kode Isolat

Ikan Air

E2, E4, E16, E26, E29, E30, E40

E6, E9, E33, E15, E21

Pewarnaan Gram

Bentuk Batang Batang Batang

Sifat Gram - - -

Uji Biokimia

Oksidase - - -

Katalase + + +

Motilitas + - -

H2S - - +

Indol - - -

Citrat - + +

Urease - - -

LIA + +

TSIA K/K K/K

MR + + +

VP - - -

O/F F F F

Gelatin - - +

Uji Gula-Gula

Glukosa + + +

Laktosa - - -

Sorbitol - - -

Sukrosa - + +

Manitol - + +

Media Selektif

MCA + + +

TSA + +

Keterangan: (+) positif, (-) negative, O (Oksidatif), F (Fermentatif), V (Variabel), (A) Acid, (K) Alkali


(49)

Kualitas Air

Kondisi lingkungan perairan merupakan faktor yang dapat mempengaruhi kehidupan ikan pada habitatnya, satu diantaranya Keramba Jaring Apung (KJA). Hasil pengamatan kondisi kualitas air di KJA perairan belawan disajikan pada pada Tabel 6.

Tabel 6. Hasil pengukuran kualitas air di KJA Perairan belawan

KJA Suhu (oC) Salinitas (‰) Kecerahan (m) pH

1 30 21 1 8

2 31 21 1,5 7

3 31 21 1 6

Pembahasan Penyakit Ikan

Hasil pengamatan gejala klinis yang terlihat pada ikan kerapu lumpur yang diambil dari keramba jaring apung menunjukkan terdapatnya lesi, luka atau borok dan lendir yang berlebih pada bagian luar tubuh ikan (Gambar 3). Pada pengamatan di lapangan ikan kerapu lumpur yang diduga sakit juga berenang ke permukaan, pergerakan lambat dan berada disudut atas keramba jaring apung. Kordi (2004) menyatakan bahwa dalam melakukan identifikasi atau diagnosis penyakit ikan, nama penyakit dan gejala klinisnya penting diketahui karena dapat membantu dalam menentukan kepastian penyebabnya.

Pada pemeriksaan organ dalam ikan uji terlihat hati berwarna merah kekuning-kuningan dan berbau tidak sedap (Gambar 4a), ginjal terlihat pembengkakan (Gambar 4b) dan limfa berwarna merah tua dan agak gelap (Gambar 4c). Menurut Kordi (2004), umumnya ikan yang terserang vibriosis memperlihatkan gejala-gejala ikan kehilangan nafsu makan (anorexia), kulit ikan


(50)

menjadi gelap, insang ikan pucat, sering terjadi pembengkakan pada kulit yang lama-kelamaan akan pecah menjadi luka (bisul) dan mengeluarkan cairan nanah berwarna kuning kemerah-merahan, terjadi pendarahan pada dinding perut dan permukaan jantung dan jika dilakukan pembedahan akan terlihat pembengkakan dan kerusakan pada jaringan hati, ginjal dan limfa.

Bakteri Potensial Patogen Pada Ikan dan Air

Isolasi bakteri pada penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan bakteri potensial patogen pada ikan kerapu lumpur yang diduga sakit. Hasil isolasi pada luka, hati, ginjal dan limfa pada ikan uji serta sampel air yang diambil di keramba jaring apung tempat ikan itu hidup didapatkan 3 jenis bakteri potensial patogen yaitu Vibrio harveyi, Aeromonas salmonicida, dan Edwardsiella ictaluri

(Lampiran 4). Bakteri-bakteri ini merupakan bakteri penyebab penyakit pada ikan yang menyebabkan penyakit vibriosis, furuncolosis dan edwarsiellosis.

Bakteri V. harveyi pada isolasi ikan uji dan sampel air ditemukan 22 isolat, yang merupakan bakteri potensial patogen yang paling dominan ditemui pada ikan kerapu lumpur dan air. Organ yang paling banyak ditemukan bakteri ini adalah limfa. Wagiyo (1975), bakteri Vibrio yang patogen dapat hidup di bagian tubuh organisme lain baik di luar tubuh dengan jalan menempel, maupun pada organ tubuh bagian dalam seperti hati, ginjal, usus dan limfa.

Bakteri A. salmonicida pada isolasi ikan uji dan sampel air ditemukan 7 isolat bakteri. Organ hati merupakan yang paling banyak ditemukan bakteri ini namun hanya ada 1 isolat bakteri yang ditemukan pada sampel air. Menurut Muslim, dkk (2009), Penularan bakteri ini melalui air, kontak badan, pemakaian


(51)

alat yang telah tercemar atau karena alat digunakan untuk pemindahan ikan yang telah terserang bakteri Aeromonas.

Bakteri E. ictaluri pada isolasi ikan uji dan sampel air ditemukan 12 isolat bakteri. Organ ginjal merupakan yang paling banyak ditemukan bakteri ini. Dan pada sampel air juga ditemukan cukup banyak yaitu 5 isolat bakteri ini. Penularan secara horizontal yaitu kontak antara inang satu dengan inang lainnya atau melalui air (Mangunwiryo dkk, 1995).

Morfologi Koloni Bakteri Potensial Patogen Pada Ikan dan Air

Pengamatan morfologi koloni pada isolat bakteri V. harveyi ditemukan memiliki bentuk batang, tepian rata, elevasi cembung dan berwarna kuning (Gambar 5a). Menurut Austin (1993), bakteri V. harveyi termasuk genus Vibrio, memiliki ciri-ciri morfologi dengan bentuk koloni bulat, elevasi cembung, berwarna krem atau kuning dengan diameter 2 – 3 mm.

Hasil isolat bakteri A. salmonicida memiliki bentuk batang, tepian rata, elevasi cembung dan berwarna kuning (Gambar 5b). A. salmonicida memiliki Koloni kecil, dan tumbuh setelah 48 jam pada 22 – 25oC serta tidak dapat bertahan lama di luar tubuh inangnya, aktivitas tertinggi terjadi pada temperatur 20 – 23oC (Eddy dan Liviawaty, 1992).

Hasil isolat bakteri E. ictaluri memiliki bentuk batang, tepian rata, elevasi cembung dan berwarna putih (Gambar 5c). Menurut Songer dan Post (2005), bakteri E. ictaluri memiliki koloni cembung dan berwarna putih serta dapat bertahan hidup pada suhu sekitar 240 – 280C yang merupakan suhu optimum untuk pertumbuhan bakteri.


(52)

Morfologi Sel Bakteri Potensial Patogen Pada Ikan dan Air

Hasil pengamatan morfologi sel yaitu pewarnaan Gram dan bentuk sel menunjukkan bakteri V. harveyi, A. salmonicida dan E. ictaluri berbentuk batang dan merupakan bakteri Gram negatif karena bakteri-bakteri ini tidak mempertahan metil ungu pada pewarnaan Gram namun menyerap warna merah muda (Gambar 6). Hal ini sesuai dengan pendapat Kathiresan dan Bingham (2001), yang menyatakan bahwa hampir semua bakteri patogen di laut bersifat Gram negatif. Didapatkannya semua isolat Gram negatif diduga karena bakteri Gram negatif memiliki struktur dinding sel yang lebih kompleks dibanding bakteri Gram positif. Sehingga bakteri Gram negatif mampu bertahan dikondisi lingkungan yang ekstrim.

Hasil dari penelitian ini ditemukannya 22 isolat bakteri Vibrio sp. pada media selektif TCBS (Lampiran 5), yang merupakan media khusus untuk menumbuhkan bakteri pada tingkat genus yaitu genus Vibrio. Setelah dilakukan uji biokimia pada bakteri yang ditemukan pada sampel ikan dan air (Tabel 3) terdapat sedikit perbedaan hasil uji biokimia pada Indol, urease, LIA dan gelatin. Namun hasil uji tersebut tetap mengarah pada bakteri V. harveyi. Menurut Gultom (2003), bakteri V.harveyi bersifat Gram negatif, sel tunggal berbentuk batang pendek yang bengkok (koma) atau lurus, motil, oksidase positif, tidak membentuk H2S, tidak membentuk gas dari fermentasi terhadap glukosa, tumbuh pada media TCBS, dan mempunyai flagella pada salah satu kutub selnya. Berdasarkan hasil uji biokimia yang dilakukan 22 isolat bakteri potensial patogen ini merupakan bakteri V. harveyi yang dapat menyebabkan penyakit vibriosis pada ikan laut. Pada penelitian ini bakteri V. harveyi merupakan bakteri dominan yang ditemukan


(53)

pada ikan dan air (Tabel 1). Hal ini sesuai dengan Handajani dan Samsundri (2005), jenis penyakit ikan laut adalah penyakit vibriosis yang disebabkan oleh bakteri Streptococcus dan Vibrio yang banyak ditemukan pada ikan kerapu.

Penyakit vibriosis pada ikan kerapu lumpur (E. tauvina), baik di pembenihan maupun pembesaran, merupakan salah satu jenis penyakit yang sering menyebabkan kerugian akibat kematian yang ditimbulkannya. Penyakit vibriosis disebabkan oleh bakteri V. harveyi, dan serangannya dapat menyebar dalam waktu yang cepat karena keganasan dari bakteri ini. Pada umumnya V. harveyi bersifat patogen oportunistik, yaitu organisme yang dalam keadaan normal ada di lingkungan pemeliharan yang bersifat saprofitik dan berkembang patogenik apabila kondisi lingkungan dan inangnya memburuk (Austin, 1988).

Hasil dari penelitian ini ditemukan pula bakteri A. salmonicida pada 7 isolat bakteri yang ditumbuhkan pada media selektif RSA (Lampiran 5), yang merupakan media khusus untuk menumbuhkan bakteri pada tingkat genus, yaitu

Aeromonas. Hasil uji biokimia bakteri A. salmonicida (Tabel 4) berdasarkan Buller (2004), bakteri A. salmonicida berbentuk batang pendek non motil atau tidak bergerak, tidak membentuk spora, fakultatif anaerob, dan terdapat sedikit perbedaan pada uji indol, citrate dan urease.

Hasil penelitian ini menunjukan bahwa bakteri A. salmonicida merupakan bakteri potensial patogen yang dapat hidup pada organ tubuh ikan dan air tempat ikan itu hidup. Penyakit ikan yang disebabkan oleh bakteri A. salmonicida ini dapat ditularkan melalui air yang terkontaminasi. Menurut Muslim., dkk (2009),

A. salmonicida adalah salah satu bakteri patogen yang banyak menyerang ikan dan penularannya sangat cepat melalui air atau lingkungan.


(54)

A.salmonicida merupakan penyebab penyakit furunculosis yang disertai dengan adanya luka pada kulit yang berakibat kematian akut. Menurut Septiama (2008), A. salmonicida merupakan bakteri penyebab utama penyakit infeksi pada ikan-ikan salmon dengan penyakit yang dikenal dengan furunkulosis, tapi sejumlah laporan juga menunjukkan insiden infeksi pada ikan non salmon. Bakteri A. salmonicida umumnya menyerang ikan air tawar dan kini menjadi masalah yang serius pada ikan air laut.

Dari hasil penelitian ini ditemukan 12 isolat bakteri E. ictaluri yang terdapat pada ikan dan air yang ditumbuhkan pada media selektif MCA yang merupakan media khusus untuk menumbuhkan bakteri Gram negatif (Lampiran 5). Hal ini dilakukan agar dapat menumbuhkan bakteri potensial patogen yang diduga merupakan bakteri Gram negatif. Menurut Shickney (2000) penyakit bakterial yang menyerang ikan kerapu umumnya bakteri Gram negatif.

Hasil uji biokimia pada bakteri E. ictaluri memiliki banyak kesamaan pada hasil uji yang dilakukan (Tabel 5). Hal ini sesuai dengan Buller (2004) yang menyatakan bakteri E. ictaluri bermotil, fermentatif, dan glukosa positif. E. ictaluri merupakan salah satu spesies yang juga termasuk famili dari

Enterobacteriaceae yang bersifat patogen. Menurut Mangunwiryo., dkk (1995), Penyakit Edwardsiellosis disebabkan oleh bakteri dari genus Edwardsiella.

Bakteri ini menyerang spesies-spesies ikan di daerah tropis.

Kualitas Air

Hasil pengamatan kualitas air pada keramba jaring apung (KJA) yaitu suhu berkisar 30-31oC, salinitas 21‰, kecerahan 1 – 1,5 meter, dan pH berkisar 6 – 8 (Tabel 6). Kualitas air merupakan salah satu faktor penting dalam


(55)

pemeliharaan ikan kerapu lumpur (E. tauvina) karena kualitas air tempat pemeliharaan ikan akan sangat mempengaruhi kerentanan ikan terinfeksi berbagai penyakit. Menurut Effendi (2006), kisaran suhu standar untuk pembenihan ikan kerapu adalah 28 – 32 0C, salinitas yang baik antara 32 – 34 ‰, kecerahan 1 – 2 meter dan nilai pH sekitar 7 – 8,5.

Hasil kualitas air menunjukkan salinitas pada KJA 21 ‰ berarti keadaan ini menyebabkan kondisi yang kurang baik pada ikan kerapu lumpur. Menurut Noga (2000), tingkat salinitas yang terlampau rendah atau terlampau tinggi dapat mengakibatkan respon stres dari akut hingga kronis pada ikan budidaya.

Pada pengambilan sampel air didapatkan 18 isolat bakteri pada KJA (Tabel 1) yang terdiri dari V. harveyi, A. salmonicida dan E. ictaluri sehingga dapat dipastikan bakteri yang menginfeksi ikan juga ditemukan pada KJA tempat ikan kerapu lumpur hidup. Ditemukannya ikan sakit pada KJA oleh serangan bakteri patogen karena air merupakan media perantara penyebaran bakteri dan ikan yang merupakan organisme air yang selalu kontak dengan lingkungan perairan, sehingga mudah terinfeksi bakteri patogen melalui air. Menurut Marseodi & Saputri (2006) Aeromonas sp., Vibrio sp., Edwardsiella sp., dan Pseudomonas sp merupakan jenis bakteri yang bersifat patogenik pada ikan, menyebar secara cepat pada padat penebaran tinggi dan dapat mengakibatkan kematian ikan sampai 90%.


(56)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Bakteri potensial patogen yang menginfeksi ikan kerapu lumpur (E. tauvina) yaitu V. harveyi yang menyebabkan penyakit Vibriosis, A. salmonicida yang menyebabkan penyakit Furuncolosis dan E. ictaluri

yang menyebabkan penyakit Edwardsiellosis.

2. Bakteri potensial patogen pada ikan kerapu lumpur (E. tauvina) dan pada air KJA tempat ikan hidup yang paling dominan adalah V. harveyi

sebanyak 22 isolat, E. ictaluri sebanyak 12 isolat dan A. salmonicida

sebanyak 7 isolat.

Saran

Untuk mencegah wabah penyakit bakterial pada ikan kerapu lumpur (E. tauvina), perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk mengetahui ekstrak atau obat alami yang dapat digunakan menghambat pertumbuhan bakteri potensial patogen pada ikan kerapu lumpur (E. tauvina) dan air Keramba Jaring Apung.


(57)

DAFTAR PUSTAKA

Anindiastuti. 2004. Pembenihan Ikan Kerapu (Epinephelus sp). DKP Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya. Balai Budidaya Laut Lampung.

Austin, B. dan D. A.Austin. 1993. Bacterial Fish Pathogens. Disease in Farmed And Wild Fish. Second Edition. Ellis Horword limited. Chichester, England.

Austin, B. 1988. Marine Microbiology. Cambridge University Press. Cambridge, England.

Azhar, F. 2011. Vibriosis Pada Pendederan Ikan Kerapu Bebek (Cromileptes altivelis) Di Pulau Payung Kepulauan Seribu. Skripsi. Departemen Budidaya Perairan. Fakultas Ilmu Perikanan dan Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Bessie, O. 1988. Characteristic of Bacteria Isolated From Diseased Grouper (Epinephelus salmoides). Aquaculture, 73: 7 – 17.

Bordas, M.A., M. C. Balebona, I. Zorrilla, J. J. Borrego, dan M. A. Morinigo. 2004. Kinetics of adhesion of Selected Fish-Pathogenic Vibrio Strains to Skin Mucus of Gilt-Head Sea Bream (Sparus aurata L.). Applied and Environmental Microbiology, Oct. 1996, 3650–3654.

Chua, F.C.H., M.L. Ng., J. J. Loo dan J.Y. Wee. 1994. Investigation of Outbreak of Novel Diseases, Dleepy Grouper Diseases, Affecting The Brown-Spotted grouper, Epinephelus tauvina Forskal. Journal of Fish Diseases, 17: 417 – 427.

Darmayasa, I.B G. 2008. Isolasi dan Identifikasi Bakteri Pendegradasi Lipid (lemak) Pada Beberapa Tempat Pembuangan Limbah Dan Estuari DAM Denpasar. Bumi Lestari, 8: 122-127.

Desrina, Taslihan, A. Ambriyanto., dan S. Suryaningrum. 2006. Uji Keganasan Bakteri Vibrio Pada Ikan Kerapu Macam (Epinephelus fuscoguttatus).

Jurnal Ilmu Kelautan 2 (3) : 119-125.

Eddy, A dan E. Liviawaty. 1992. Pengendalian Hama dan Penyakit Ikan.Penerbit Kanisius: Yogyakarta.

Effendi, H. 2006. Telaah Kualitas Air. Kanisius. Yogyakarta.

Hadioetomo, R. S. 1993. Mikrobiologi Dasar Dalam Praktek Teknik Dan Prosedur Dasar Laboratorium. Penerbit Gramedia, Jakarta.


(58)

Handajani, H., dan S. Samsundari. 2005. Parasit dan Penyakit Ikan. Penerbit Universitas Muhammadiyah Malang. Malang.

Irianto, A. 2005. Probiotik akuakultur. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Johnny, F., Prisdiminggo, dan D. Roza. 2002. Kasus Penyakit Infeksi Bakteri Pada Ikan Kerapu (Ephinephelus sp) Di Keramba Jaring Apung Teluk Ekas, Kabupaten Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat. Balai Besar Riset Budidaya Laut Gondol. Bali.

Kathiresan, K dan Bingham B. L. 2001. Biology of mangrove and mangrove ecosystems. Centre of advanced study in marine biology, Annamalai university. Huxley College of Environmental Studies, Western Washington University. Annamalai, India.

Kasonchandra J. 1999. Major Viral Bakterial Diseases of Marine Fishes with Emphasions Seabass and Grooper. Paper Contributed to the Fourth Syimposium on Diseases in Asian Aquaculture. Cebu International Convention Centre. Cebu City. Philipines.

Kordi, G. H. 2004. Penanggulangan Hama dan Penyakit Ikan. Rineka Cipta. Jakarta.

Leong, T.S. 1994. Parasites And Diseases of Cultured Marine Finfish in South East Asia. School of Biological Sciences, University Sains Malaysia. Mangunwiryo, H., D. Dana, A. Rukyani. 1995. Deskripsi Hama dan Penyakit

Ikan Karantina Golongan Virus. Pusat Karantina Pertanian. Jakarta.

Maniagasi, R., Tumembouw, S.S., dan Y. Mundeng. 2013. Analisis Kualitas Fisika Kimia Air Di Areal Budidaya Ikan Danau Tondano Provinsi

Sulawesi Utara. Jurnal Budidaya Perairan 1(2):29-37.

Marsoedi dan Saputri, K. 2006. Penggunaan Filtrat Crude Daun Sirih (Piper betle) Untuk Pengobatan Ikan Gurami (Osphronemus gouramy) yang Terinfeksi Bakteri Aeromonas hydrophila. Fakultas Perikanan Universitas Brawijaya.

Mulyanto. 1992. Lingkungan Hidup Untuk Ikan. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta.

Murjani, M. 1997. Pembenihan Ikan Kerapu Tikus (Cromileptes altivelis) dalam Bak Terkendali di Loka BBAP Situbondo. Ditjen Perikanan, Deptan.

Murtidjo, B.A. 2002. Budidaya Kerapu Dalam Tambak. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.


(59)

Muslim, Holtly M. P dan H. Widjajanti. 2009. Penggunaan Ekstrak bawang Putih (Allium sativum) untuk Mengobati Benih Ikan Patin Siam (Pangasius hypophthalmus) yang Diinfeksi Bakteri Aeromonas hydrophilla. Jurnal Akuakultur 8(1): 91-100.

Nitimulyo, K.H., I.Y.B. Lelono, dan A. Sarono. 1993. Deskripsi Hama dan Penyakit Ikan Karantina Golongan Bakteri Buku 2. Pusat Karantina Pertanian. Jakarta.

Noga, E.J. 2000. Fish Disease: Diagnosis and Treatment. Iowa State Uneversity Press.

Nursida, N. F. 2011. Polimorfisme Ikan Kerapu Macam (Ephinephelus fuscoguttatus) Yang Tahan Bakteri Vibrio alginolitycus dan Toleran Salinitas Rendah Serta Salinitas Tinggi. Skripsi. Jurusan Perikanan. Fakultas Ilmu Kelautan Dan Perikanan. Universitas Hasanuddin: Makassar.

Prajitno, A. 2005. Diktat Parasit dan Penyakit Ikan. Fakultas Perikanan. Universitas Brawijaya

Post, G. 1987. Texbook of Fish Health. T.F.H. Publications Inc. USA.

Purba, R. 1990. Biologi Ikan Kerapu (Epinephelus tauvina) dan Catatan Penyebab kematiannya. Jurnal LIPI 1(4) : 29-42.

Ratna, E., Mujiani, E., dan K. Sujono. 2001. Usaha Perikanan Indonesia. PT. Mutiara Sumber Widya. Jakarta.

Rukyani. A. 1993. Penanggulangan Penyakit Udang Windu (Penaeus monodon). dalam Hanafi, A., M. Atmomarsono, dan S. Ismawati (Eds.). Prosiding Seminar Hasil Penelitian Perikanan Budidaya Pantai, Maros 16 – 19 Juli 1993.1 – 8.

Saeed, O. 1995. Association of Vibrio Harveyi With Mortalities in Cultured Marine Fish in Kuwait. Aquaculture, 136: 21 – 29.

Sari, W. P, Agustono., dan Yudi, C. 2009. Pemberian Pakan Dengan Energi Yang Berbeda Terhadap Pertumbuhan Benih Ikan Kerapu Tikus (Cromileptes altivelis). Jurnal Perikanan dan Kelautan. Surabaya.

Schubert, G. 1987. Fish Diseases a Complete Introduction. T.F.H. Publications Inc. USA.

Shickney, R. R. 2000. Encyclopedia of Aquaculture. John Wiley and Sons. Inc. 418–421.


(60)

Septiama, 2008. Metode Standar Pemeriksaan HPIK Golongan Bakteri

Aeromonas salmonicida. Pusat Karantina Ikan Departemen Kelautan dan Perikanan. Jakarta.

Songer G, Post KW. 2005. Veterinary Microbiology. North Carolina: Elsevier Sauners.

Supratno, T. 2006. Evalusi Lahan Tambak Wilayah Pesisir Jepara Untuk Pemanfaatan Budidaya Ikan Kerapu [Tesis]. Program Studi Magister Manajemen Sumberdaya Pantai. Program Pasca Sarjana Universitas Dipenogoro. Semarang.

Thayib, S S. 1977. Vibrio Laut Yang Mengganggu Kehidupan Manusia dan Ikan. Pewarta Oseana No.24 : 1-6.

Todar, K. 2002. Mechanisms of Bacterial Pathogenicity. University of Wisconsin Madison Departement of Bacteriology, 1-6.

Wagiyo C.E. 1975. Microbial and Environment in L H.Stevenson and R.R Colwell (eds) Estuaries Microbial Ecology. University of South Carolina Press. Columbia.

Wardana, I.P. 1994. Pembesaran Kerapu Dengan Keramba Jaring Apung. Penebar Swadaya. Jakarta.

Wijayati, A. dan N. Hamid. 1997. Identifikasi Bakteri pada Pembenihan Ikan Kerapu Tikus (Cromiteptes altivelis). Ditjen Perikanan. Deptan


(61)

(62)

Lampiran 1. Sterilisasi Alat dan Bahan

Semua peralatan yang akan digunakan dalam penelitian disterilisasikan terlebih dahulu. Peralatan mikrobiologi disterilisasi dengan oven pada suhu 171˚C selama 1,5 jam. Alat-alat yang terbuat dari kaca sebelum digunakan dicuci dan dikeringkan. Alat-alat tersebut kemudian dibungkus dengan kertas dan disterilisasi menggunakan autoclave pada suhu 121˚C selama 20 menit dan tekanan 1 atm. Kemudian dikeringkan dengan menggunakan oven. Sedangkan media disterilisasikan pada 121˚C selama 15 menit dan tekanan 1 atm. Sterilisasi pembakaran yaitu jarum ose untuk inokulasi bakteri disterilisasi dengan membakarnya sampai berwarna kemerahan dengan menggunakan lampu Bunsen.

a. Tabung reaksi dan erlenmeyer b. Cawan petri Gambar 3. Alat-alat yang akan disterilkan


(63)

Lampiran 2. Pembuatan Media Bakteri

1. Pembuatan Media Thiosulfate Citrate Bile Sucrose (TCBS)

Sterilisasi aquades 100 ml dalam erlenmeyer 250 ml lalu di autoclave

selama 15 menit pada suhu 121ºC. Media TCBS ditimbang secara teknis sebanyak 8,8 g. Kemudian dimasukkan kedalam erlenmeyer yang telah berisi aquades steril 100 ml. Campuran dipanaskan menggunakan hot plate hingga larut dan digoyangkan sampai homogen. Dituangkan kedalam cawan Petri, ditunggu sampai media mengeras kemudian media disimpan ke dalam kulkas.

2. Rimler Shotts Agar (RSA)

Ditimbang media RSA sebanyak 20 g, lalu ukur akuabides sebanyak 500 ml, setelah itu campurkan media RSA dengan akuabides ke dalam labu Erlenmeyer kemudian masukan magnetic stirrer ke dalamnya yang berfungsi untuk mengaduk larutan agar merata, setelah itu tutup erat bagian mulut labu Erlenmeyer dengan erat menggunakan kapas dan alumunium foil, kemudian panaskan larutan media RSA dengan menggunakan hot plate sampai mendidih kemudian dituang ke dalam cawan Petri, ditunggu sampai media mengeras dan disimpan ke dalam kulkas.

3. Mac Conkey Agar (MCA)

Ditimbang media MCA sebanyak 20 g, lalu ukur akuabides sebanyak 500 ml, setelah itu campurkan media MCA dengan akuabides ke dalam labu Erlenmeyer kemudian masukan magnetic stirrer ke dalamnya yang berfungsi untuk mengaduk larutan agar merata, setelah itu tutup erat bagian mulut labu Erlenmeyer dengan erat menggunakan kapas dan alumunium foil.


(64)

Lampiran 2. (Lanjutan)

Kemudian panaskan larutan media MCA dengan menggunakan hot plate sampai mendidih, lalu larutan media dimasukan di autoklave agar steril, kemudian dituang ke dalam cawan Petri, ditunggu sampai media mengeras dan disimpan ke dalam kulkas.

4. Media Tryptic Soy Agar (TSA)

Ditimbang media TSA sebanyak 20 g, lalu ukur akuabides sebanyak 500 ml, setelah itu campurkan media TSA dengan akuabides ke dalam labu Erlenmeyer kemudian masukan magnetic stirrer ke dalamnya yang berfungsi untuk mengaduk larutan agar merata, setelah itu tutup erat bagian mulut labu Erlenmeyer dengan erat menggunakan kapas dan alumunium foil, kemudian panaskan larutan media TSA dengan menggunakan hot plate sampai mendidih, lalu larutan media dimasukan di autoklave agar steril, kemudian dituang ke dalam cawan Petri, ditunggu sampai media mengeras dan disimpan ke dalam kulkas.

5. Pembuatan Media Nutrient Agar (NA)

Sebanyak 10 g bubuk NA dilarutkan dalam 500 ml akuades yang ditempatkan dalam erlenmeyer 1liter dan dipanaskan pada pada penangas air sambil diaduk hingga larut danhomogen dengan menggunakan batang pengaduk, kemudian disterilkan dengan autoclave pada suhu 121oC dengan tekanan uap 1 atm selama 15 menit. Setelah itu dimasukkan ke dalam tabung reaksi atau cawan yang telah steril, lalu disimpan dalam lemari es dengan plastiksteril.


(65)

Lampiran 2. (Lanjutan)

6. Pembuatan Media Sulfit Indol Motility (SIM)

Sebanyak 30 g serbuk media SIM dilarutkan dengan 1 liter air suling, dipanaskan hingga melarut, setelah itu dimasukkan ke tabung reaksi sebanyak 10 mL, disterilkan dengan autoklaf selama 15 menit pada suhu 121⁰C tekanan 15 lbs.

7. Pembuatan Media Metil Red-Voges Proskauer (MR-VP)

Sebanyak 17 g serbuk media MR-VP dilarutkan dalam 1 liter air suling, lalu dimasukkan ke dalam tabung reaksi sebanyak 10 mL, kemudian disterilkan dengan autoklaf selama 15 menit pada suhu 121⁰ C tekanan 15 lbs.


(66)

Lampiran 3. Pengambilan Sampel Ikan dan Sampel Air

Pengambilan Sampel Air

Pengambilan sampel air dengan menggunakan botol sampel yang diikatkan dengan tali

Pengukuran Kecerahan Pengukuran Suhu


(67)

Lampiran 3. (Lanjutan)

Pengambilan Sampel Ikan

Ikan Kerapu (E. tauvina) Ikan KJA I

Ikan KJA II Ikan KJA III

Lampiran 4. Isolasi Bakteri Pada Ikan dan Air


(68)

Lampiran 4. (Lanjutan) Isolasi Bakteri


(69)

Lampiran 5. Isolat Pada Media Selektif

Media Selektif

Media TCBS Media Mc Conkey


(70)

Lampiran 6. Pewarnaan Gram

Prosedur Pewarnaan Gram

Pewarnaan Gram dilakukan dengan membersihkan kaca objek dengan alkohol dan dilewatkan beberapa kali pada nyala api Bunsen, kemudian diambil isolat bakteri masing-masing media dengan jarum ose dan dioleskan pada kaca objek. Isolat bakteri kemudian ditetesi ungu violet dan dibiarkan selama 1 menit, selanjutnya dicuci dengan air mengalir dan dianginkan hingga kering. Selanjutnya isolat bakteri ditetesi alkohol 95% selama 30 detik, kemudian dialiri air dan dianginkan hingga kering.

Isolat bakteri kemudian ditetesi safranin selama 30 detik dan dicuci dengan air mengalir, dikeringkan dengan kertas penghisap dan dikering anginkan, kemudian dilakukan pengamatan dengan menggunakan mikroskop. Bakteri gram positif ditandai dengan warna ungu yang menunjukkan bahwa bakteri tersebut mampu mengikat warna kristal violet, sedangkan bakteri gram negatif ditandai dengan warna merah muda yang menunjukkan bahwa bakteri tersebut tidak mampu mengikat warna kristal violet dan hanya terwarnai oleh safranin (pewarna tandingan) (Hadioetomo, 1993).


(1)

6. Uji O/F (Oksidatif/Fermentatif)

Uji O/F medium (Oksidatif/Fermentatif) dilakukan untuk mengetahui sifat oksidatif atau fermentatif bakteri terhadap glukosa dengan menggunakan dua tabung media yang salah satunya ditutup dengan menggunakan paraffin, sehingga diharapkan di dalam media tidak terdapat udara yang dapat mendukung terjadinya fermentasi. Adapun prosedurnya adalah inokulasikan bakteri kedalam media O/F secara tegak lurus, inkubasi pada suhu ruangan selama 24-48 jam. Jika kedua larutan tetap hijau maka NR (No Reaction). Jika yang tanpa parafin kuning maka oksidatif dan jika keduanya kuning maka fermentatif.

7. Uji Metil Red (MR)

Uji Metil Red dilakukan untuk menentukan adanya fermentasi asam campuran, sehingga dapat mengubah indikator metil merah menjadi merah. Pada Uji Metil Red diinokulasi bakteri dengan menggunakan jarum ose ke dalam media MR-VP. Kemudian diinkubasi pada suhu 37˚C selama 24 jam. Lalu diteteskan 2 tetes reagen metil red. Hasil positif (+) ditunjukkan dengan terbentuk cincin merah. Hasil negatif (-) ditunjukkan tidak terdapat cincin merah.

8. Uji Voges Proskauer (VP)

Uji Voges Proskauer dilakukan untuk menentukan kemampuan bakteri dalam menghasilkan produk akhir yang netral (asetilmetilkarbinol) dari fermentasi glukosa. Pada Uji Voger Proskauer bakteri diinokulasi dengan menggunakan jarum ose ke dalam media MR-VP. Kemudian diinkubasi pada suhu 37oC selama 24 jam. Setelah itu diteteskan 2 tetes reagen barit A dan barit B. Hasil positif (+) ditunjukkan dengan terbentuk cincin merah. Hasil negatif (-) ditunjukkan tidak terdapat cincin merah.


(2)

9. Uji Citrat

Pengujian citrat dilakukan untuk membedakan Enterobacteriaceae dan bakteri gram negatif tertentu berdasarkan penggunaan citrat sebagai satu-satunya sumber karbon. Prosedurnya adalah diambil bakteri dengan menggunakan jarum ose dan diinokulasikan ke dalam media Simmon Citrate Agar, inkubasi pada suhu 35⁰C selama 48-96 jam. Hasil positif (+) ditunjukkan dengan perubahan media dari hijau menjadi biru. Hasil negatif (-) ditunjukkan dengan tidak terjadi perubahan warna media tetap hijau.

10. Uji Urease

Uji urease dilakukan untuk menentukan bakteri yang mampu mengurai urea oleh ezim urease. Diambil isolat bakteri yang akan diidentifikasi menggunakan jarum ose. Setelah itu, satu ose koloni bakteri digoreskan pada media urea dengan teknik goreszig-zag. Media diinkubasi pada suhu 37°C selama 20 jam. Hasil positif (+) ditunjukkan dengan warna media menjadi merah muda. Hasil negatif (-) ditunjukkan dengan tidak terjadi perubahan warna pada media.

11. Uji LIA (Lysin Iron Agar)

Uji LIA dilakukan untuk melihat kemampuan bakteri dalam mendekarboxylase lysine yang ada pada media. Adapun prosedur kerjanya adalah inokulum bakteri diambil dengan menggunakan jarum ose ose steril, inokulasikan ke dalam media LIA dengan cara goresan dan tusukan ke dalam media. Inkubasikan kedalam suhu 37oC selama 12-24 jam. Amati perubahan warna pada


(3)

12. Uji MIO (Motility Indole Ornitin)

Uji MIO dilakukan untuk mengetahui pertumbuhan bakteri pada daerah anaerob. Prosedur kerjanya bakteri diinokulasikan kedalam media MIO secara tegak lurus, Inkubasi pada suhu ruangan selama 18-24 jam. Hasil positif (+) apabila semakin ungu dan negatif (-) jika semakin kuning.

13. Uji TSIA (Triple Sugar Iron Agar)

Uji TSIA dilakukan untuk membedakan jenis bakteri berdasarkan kemampuan memecah dextrose, laktosa, sukrosa dan pembebasan sulfide, selain itu Uji TSIA berfungsi untuk mengetahui bakteri menghasilkan gas dan H2S atau

tidak. Media yang digunakan mempunyai dua bagian, yaitu slant (miring) dan butt

(tegak).

Prosedur kerjanya adalah inokulum bakteri diambil dengan menggunakan jarum ose steril. Inokulasikan kedalam media TSIA dengan cara tusukan dan goresan, inkubasikan ke dalam media TSIA dengan cara tusukan dan goresan, inkubasikan dengan ruangan selama 24 jam. Amati perubahan warna pada test tube pada bagian slant (miring) dan butt (tegak). Jika berwarna merah berarti

Alkali (K) dan jika berwarna kuning berarti Acid (A), diamati pula gas yang berbentuk, jika ada beri symbol G dan amati pembentukan H2S yang terjadi


(4)

14. Uji Gelatin

Pengujian gelatin digunakan untuk melihat kemampuan bakteri dalam mencerna gelatin. Uji gelatin dapat juga digunakan untuk mendeteksi aktivitas proteolytic antara bakteri. Inokulum bakteri diambil dengan jarum ose steril. Inokulasikan ke dalam media gelatin dengan cara ditusuk tegak satu garis. Media gelatin diinkubasikan pada suhu ruangan selama 24 jam. Setelah diinkubasi, masukan biakan ke dalam kulkas selama 10-20 menit. Hasil positif (+) ditunjukkan dengan media mencair. Hasil negatif (-) ditunjukkan dengan media membeku.

15. Uji Gula

Uji gula dilakukan dengan tujuan mendeterminasi kemampuan bakteri dalam mendegradasikan gula dan menghasilkan asam organik yang berasal dari tiap-tiap jenis gula, yaitu glukosa, sukrosa, maltosa, manitol, sukrosa, sorbitol, laktosa, dan arabinosa.


(5)

(6)

Lampiran 8. Hasil Bakteri Pada Media TSA

Vibrio harveyi Aeromonas salmonicida