Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Pemilihan Alat Kontrasepsi pada Akseptor KB di Puskesmas Tegalrejo Salatiga T1 462008069 BAB IV
46
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 ANALISIS UNIVARAT
Subyek penelitian akseptor yang memilih alat kontrasepsi
sebanyak 93 responden di Puskesmas Tegalrejo Salatiga.
Penelitian ini terdapat 8 parameter yang ditanyakan kepada
responden yaitu : Umur, pendidikan, jumlah anak, pekerjaan,
penghasilan, dukungan suami, selain itu, tingkat pengetahuan
ibu mengenai pemakaian alat kontasepsi juga ditanyakan
dalam bentuk pertanyaan tertulis melalui kuesioner.
4.1.1
Pemilihan Alat Kontrasepsi
Hasil
penelitian
menunjukkan
bahwa
responden yang memilih menggunakan kontrasepsi
NON MKJP sebanyak 42 (55%) sedangkan responden
yang memilih menggunakan kontrasepsi MKJP 34
responden (45 %) lebih sedikit dibanding responden
yang memilih kontrasepsi Non MKJP 42 responden
(55%). Hasil penelitian dapat ditunjukkan seperti pada
Tabel.
47
Tabel 4.1. Distribusi frekuensi responden berdasarkan
pemilihan kontrasepsi
Pemilihan
MKJP
Non MKJP
Total
4.1.2
Jumlah
34
42
76
Persentase
45 %
55 %
100 %
Umur Ibu
Umur responden dibagi menjadi 3 yaitu umur <
23 tahun,umur 23-35 tahun, dan umur 36-48 tahun.
Tabel 4.2. Distribusi Umur Responden.
Umur
Jumlah
Persentase
< 23 tahun
23-35 tahun
36-48 Tahun
26
35
15
34,2 %
46,1 %
19,7 %
Total
76
100 %
Tabel 4.2. Menunjukkan mayoritas responden yang
paling tinggi adalah umur 23-35 tahun 35 (46,1 %),
dan paling rendah 36 - 48 tahun 15 (19,7 %).
4.1.3
Pendidikan
Responden memiliki tingkat pendidikan yang
berbeda-beda dan dikategorikan menjadi 4 yaitu SD,
SMP, SMA, dan Perguruan Tinggi.
48
Tabel 4.3. Distribusi Pendidikan responden.
Pendidikan
SD
SMP
SMA
Total
Jumlah
21
49
6
76
Pada tabel 4.3. Menunjukkan
Persentase
27,6 %
64,5 %
7,9 %
100 %
paling banyak
responden berpendidikan SMP sebanyak 49 (64,5%)
dan paling sedikit berpendidikan SMA dengan 6
(7,9%).
4.1.4
Jumlah anak ibu
Pada penelitian ini jumlah anak responden
dibagi menjadi 3 yaitu menjadi 1 anak, 2 anak, >3
anak. Jumlah dan presentase dapat dilihat pada tabel
dibawah ini:
Tabel 4.4. Distribusi Jumlah Anak Ibu
Jumlah anak
1 anak
2 anak
>3 anak
Total
Jumlah
25
33
18
76
Persentase
32,9 %
43,4 %
23,7 %
100 %
Terlihat bahwa mayoritas responden memiliki 2
anak sebanyak 43,4 % dan 1 anak sebanyak 32,9%
dan paling rendah >3 anak 23,7%
49
4.1.5
Pekerjaan Ibu
Pada penelitian ini karakteristik responden
berdasarkan pekerjaan dikategorikan menjadi 2 yaitu
sebagai ibu rumah tangga, dan bekerja jumlah
presentase
responden
dapat
dilihat
pada
tabel
dibawah ini :
Tabel 4.5. Distribusi Pekerjaan Ibu
Pekerjaan
IRT
BEKERJA
Total
Jumlah
33
43
76
Persentase
43,4 %
56,6 %
100 %
Berdasarkan tabel 4.5 dapat dilihat bahwa
responden yang bekerja lebih banyak 43 (56,6%)
dibanding dengan responden sebagai IRT hanya 33
(43,4%).
4.1.6
Penghasilan Keluarga
Berdasarkan
UMR
Kota
Salatiga
maka
penghasilan keluarga dikategorikan menjadi 2 yaitu
900.000. Jumlah dan presentase
responden dapat dilihat pada tabel di bawah ini :
Tabel 4.6. Distribusi Penghasilan Keluarga
Penghasilan
900.000
Total
Jumlah
34
42
76
Persentase
44,7 %
55,3 %
100 %
50
Tabel 4.6
menunjukkan bahwa
mayoritas
responden berpenghasilan > 900.000 degan 42 (55,3
%) responden, lebih tinggi dibanding penghasilan <
900.000 dengan 34 (44,7%) responden.
4.1.7
Dukungan Suami
Pada penelitian ini karakteristik responden
berdasarkan dukungan suami dikategorikan menjadi 2
yaitu, iya dan tidak. Jumlah presentase responden
dapat dilihat pada tabel dibawah ini :
Tabel 4.7. Distribusi Dukungan Suami
Dukungan
Iya
Tidak
Total
Jumlah
41
35
76
Persentase
53,9 %
46,1 %
100 %
Berdasarkan tabel 4.7 di atas menunjukkan
akseptor yang didukung oleh suaminya dengan 41
(53,9%) responden. Sedangkan akseptor yang tidak
didukung 35 (46,1%) responden.
4.1.8
Pengetahuan Akseptor Tentang KB
Pengetahuan akseptor tentang KB dibagi
menjadi 3 yaitu : baik jika (84%-100%), cukup jika
(67%-83%), dan kurang (3 anak 13 17% 5
6%
18 (23%)
Jumlah
Anak
Total
34
45% 42
55%
76 (100%)
Pada hasil penelitian menunjukkan akseptor
mempunyai anak mayoritas 1 anak sebanyak 22
(29%), 2 anak 15 (20%) dan 3 anak 5 (6%).
Penelitian ini merujuk pada jumlah anak yang
memiliki responden pada saat wawancara dilakukan.
Berdasarkan hasil analisis statistik dengan uji chisquare diperoleh hasil yang signifikan nilai p sebesar
0,001 (p < 0,05) yang menunjukkan bahwa terdapat
hubungan yang bermakna antara jumlah anak
dengan pemilihan alat kontrasepsi.
55
4.2.4
Hubungan Pekerjaan dengan Pemilihan Alat
Kontrasepsi
Tabel 4.13 Analisis Hubungan Pekerjaan dengan
Pemilihan Alat Kontrasepsi di Puskesmas Tegalrejo
Salatiga.
Pekerjaan
Responden
V
B
IRT
BEKERJA
e Total
Pemilihan Alat
Kontrasepsi
MKJP
Non MKJP
F
%
F
%
17 23% 16 21%
17 22% 26 34%
34 55% 42 45%
Berdasarkan
menunjukkan
bahwa
Total
33
43
76
analisis
diskriptif
mayoritas
26
pValue
0,298
ini
responden
bekerja diluar pekerjaan sebagai IRT.
Berdasarkan hasil analisis statistik dengan uji
chi-square diperoleh hasil yang signifikan nilai p
sebesar 0,298 (p > 0,05), maka secara statistik Ho
diterima
sehingga
tidak
ada
hubungan
yang
signifikan antara pekerjaan dengan pemilihan alat
kontrasepsi di Puskesmas Tegalrejo Salatiga.
56
4.2.5
Hubungan
Penghasilan
Keluarga
dengan
Pemilihan Alat Kontrasepsi
Tabel 4.14 Analisis Hubungan penghasilan dengan
Pemilihan Alat Kontrasepsi di Puskesmas Tegalrejo
Salatiga.
Pemilihan Alat
Total
Kontrasepsi
MKJP Non MKJP
pValue
F
%
F
%
34
900.000 15 20% 27 35 %
42
0,079
Total
34 45% 42 55% 76 (100%)
penghasila
n keluarga
Berdasarkan analisis diskriptif penelitian ini
menunjukkan
bahwa
15
(20%)
responden
memiliki
penghasilan < 900.000, sedangkan 27 (35%) responden
memiliki penghasilan > 900.000. Berdasarkan hasil analisis
statistik dengan uji chi-square diperoleh hasil yang signifikan
nilai p sebesar 0,079 (p > 0,05) maka secara statistik tidak
terdapat hubungan yang signifikan antara pengasilan
dengan pemilihan alat kontrasepsi di Puskesmas Tegalrejo
Salatiga.
57
4.2.6
Hubungan Dukungan Suami dengan Pemilihan
Alat Kontrasepsi
Tabel 4.15 Analisis Hubungan Tingkat Pendidikan
dengan Pemilihan Alat Kontrasepsi di Puskesmas
Tegalrejo Salatiga.
Dukunga
n Dari
Suami
Iya
tidak
Total
Pemilihan Alat
Kontrasepsi
Total
MKJP Non MKJP
pValue
F
%
F
%
7
8% 34
41%
43
27 32% 8
19%
50
0,001
34 45% 42
55% 76(100%)
Berdasarkan analisis deskriptif, mayoritas
mendapat dukungkan suami 34 (41%) responden
dan yang tidak mendapat dukungan 8 (19%)
responden.
Berdasarkan
hasil
analisis
statistik
dengan uji chi-square diperoleh hasil yang signifikan
nilai p sebesar 0,001 (p < 0,05), maka secara
statistik terdapat hubungan yang signifikan antara
dukungan suami dengan pemilihan alat kontrasepsi
di Puskesmas Tegalrejo Salatiga..
58
4.2.7
Hubungan Pengetahuan dengan Pemilihan Alat
Kontrasepsi
Tabel 4.16 Analisis Hubungan Pengetahuan dengan
Pemilihan alat kontrasepsi di Puskesmas Tegalrejo
Salatiga.
Pengetah
uan
Respond
en
Baik
Cukup
Kurang
Total
Pemilihan Alat
Kontrasepsi
MKJP
Non MKJP
F
%
F
13
16
5
34
17%
21%
6%
45%
18
21
3
42
Total
%
24%
31
28%
37
4%
8
55% 76 (100%)
pValue
0,562
Berdasarkan analisis diskriptif, menunjukkan
pengetahuan
akseptor
tentang
pemilihan
alat
kontrasepsi ini memiliki pengetahuan baik 18(24%),
cukup sebanyak 21 (28%) sedangkan 3 responden
(4%) pengetahuaannya kurang. Analisis bivarat
didapat nilai p sebesar
0,562 (p > 0,05) maka
secara statistik tidak terdapat hubungan yang
signifikan antara pengetahuan dengan pemilihan alat
kontrasepsi di Puskesmas Tegalrejo Salatiga.
59
4.3.
ANALISIS KARAKTERISTIK RESPONDEN
4.3.1
Karakteristik Umur Ibu Terhadap Pemilihan Alat
Kontrasepsi di Puskesmas Tegalrejo Salatiga.
Dari tabel 4.9 variabel umur dapat ditentukan
fase-fase penggunaan alat kontrasepsi yang ideal.
Umur kurang dari 23 tahun merupakan fase
menunda kehamilan diperlukan pada wanita yang
menikah dengan umur masih muda, umur antara 2335 tahun adalah fase menjarangkan kehamilan
dengan cara mengatur jarak kehamilan yang baik
yaitu antara 2-4 tahun, dan umur antara 36 tahun
lebih merupakan fase mengakhiri kehamilan yaitu
fase tidak ingin hamil lagi. Diperlukan jika wanita
sudah tidak menginginkan anak lagi (Julian, 2010).
Hasil dari uji chi-square diperoleh hasil yang
signifikan yaitu (p =0,007) bahwa umur mempunyai
hubungan yang
bermakna pada pemilihan alat
kontrasepsi Non MKJP. Hasil analisis statistik
deskriptif diketahui bahwa mayoritas wanita yang <
23 tahun dengan 24 (32%) dominan menggunakan
alat kontrasepsi Non MKJP.
Penelitian
terdahulu
sudah
banyak
mengungkapkan tentang adanya hubungan antara
60
umur dengan peggunaan kontrasepsi. Dari penelitian
(Asih dan Oesman, 2010) mengemukakan bahwa
sebagian besar penggunaan KB Non MKJP pada
umumnya digunakan wanita berumur relatif muda
kurang dari 30 tahun. Sedangkan wanita umur di
atas 30 tahun relatif menggunakan KB MKJP.
Jadi
dapat
disimpulkan
bahwa
umur
merupakan salah satu faktor dalam pemilihan alat
kontrasepsi.
4.3.2
Karakteristik
Terhadap
Tingkat
Pemilihan
Pendidikan
Alat
Pemakaian
Kontrasepsi
di
Puskesmas Tegalrejo Salatiga
Berdasarkan analisis bivarat pada tabel 4.11
menunjukkan bahwahubungan tingkat pendidikan
dengan pemilihan alat kontrasepsi Non MKJP
didapat nilai p sebesar 0,01 (p < 0,05), maka secara
statistik terdapat hubungan yang signifikan antara
faktor tingkat pendidikan dengan pemilihan alat
kontrasepsi di Puskesmas Tegalrejo Salatiga.
Hasil ini diperkuat dengan adanya penelitian
semakin rendah pendidikan mempunyai peluang
lebih besar memilih Non MKJP dibanding dengan
61
pendidikan di atasnya. Konsep variabel pendidikan
ini sama dengan penelitian (Anderson, 2003) yang
menjelaskan
bahwa
pendidikan
mempengaruhi
pemilihan alat kontrasepsi. Pendidikan seorang ibu
akan
menentukan
pola
penerimaan
terhadap
informasi dan pengambilan keputusan, semakin
berpendidikan seorang ibu maka keputusan yang
akan diambil akan lebih baik.
Hasil ini juga diperkuat dengan adanya
penelitian yang dilakukan (Adisati, 2009) dimana
pada penelitiannya disebutkan bahwa ada hubungan
yang signifikan antara faktor tingkat pendidikan
dengan pemilihan metode kontrasepsi pada PUS di
wilayah kerja Puskesmas. Sedangkan menurut
(Indira, 2009), yang menyebutkan bahwa tidak ada
hubungan yang signifikan antara faktor tingkat
pendidikan dengan pemilihan kontrasepsi yang pada
keluarga miskin.
Berbeda lagi dengan penelitian (Sable, 2000)
Dalam
analisis
multivariate
berlawanan,
yang
menyatakan hanya kelompok yang berbeda secara
signifikan dengan tingkat pendidikan adalah efek
samping group. Berarti nilai untuk dua individu efek
62
samping pernyataan (terkait dengan obat suntik)
menunjukkan bahwa kekhawatiran terhadap obat
suntik, efek samping dan tidak suka untuk tidak
beraturan
periode
tersebut
dianggap
sebagai
penghalang lebih besar untuk digunakan oleh yang
lebih berpendidikan tinggi dibanding berpendidikan
rendah.
Berdasarkan
ketiga
penelitian
tersebut
tampak bahwa tidak selalu adanya hubungan yang
signifikan
antara
tingkat
pendidikan
pemilihan
metode
kontrasepsi.
Hal
dengan
ini
dapat
dipengaruhi oleh karakteristik dan jumlah responden
dari tiap penelitian yang berbeda-beda.
Jadi tingkat pendidikan merupakan salah satu
faktor yang sangat menentukan pengetahuan dan
persepsi seseorang terhadap pentingnya sesuatu
hal, termasuk pentingnya keikutsertaan dalam KB.
Ini disebabkan seseorang yang berpendidikan tinggi
akan lebih luas pandangannya dan lebih mudah
menerima ide dan tata cara kehidupan baru.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa seharusnya
orang yang memiliki tingkat pendidikan yang lebih
tinggi akan memilih jenis kontrasepsi MKJP.
63
4.3.3
Karakteristik Jumlah Anak Terhadap Pemilihan
Alat
Kontrasepsi
di
Puskesmas
Tegalrejo
Salatiga
Berdasarkan hasil analisis statistik dengan uji
chi-square pada tabel 4.12 diperoleh hasil yang
signifikan nilai p sebesar 0,001 (p < 0,05) yang
menunjukkan
bahwa
terdapat
hubungan
yang
bermakna antara jumlah anak dengan pemilihan alat
kontrasepsi.
Penelitian ini sejalan dengan pemelitian
(Yusuf, 2001) menyatakan bahwa ada hubungan
yang bermakna antara proporsi penggunaan KB
dengan kelompok responden yang memiliki jumlah
anak hidup kecil dengan kelompok responden yang
memiliki jumlah anak yang lebih besar. Responden
yang memiliki anak lebih dari 2 orang mempunyai
kemungkinan 20X lebih besar untuk menggunakan
MKJP dibanding dengan ibu yang mempunyai anak
kurang dari 2 orang anak.
Jumlah anak hidup yang dimiliki seorang
wanita,
akan
memberikan
pengalaman
dan
pengetahuan, sehingga wanita dapat mengambil
64
keputusan yang tepat tentang cara atau alat
kontrasepsi yang akan dipakai.
4.3.4
Karakteristik
Pemilihan
Pekerjaan
Alat
Pemakaian Terhadap
Kontrasepsi
di
Puskesmas
Tegalrejo Salatiga
Berdasarkan hasil analisis statistik dengan uji
chi-square pada tabel 4,13 diperoleh hasil yang
signifikan nilai p sebesar 0,298
(p > 0,05), maka
secara statistik Ho diterima sehingga tidak ada
hubungan yang signifikan antara pekerjaan dengan
pemilihan alat kontrasepsi di Puskesmas Tegalrejo
Salatiga.
Hubungan pekerjaan, dapat dijelaskan bahwa
jika seorang wanita bekerja maka tentunya keinginan
untuk menambah anak lebih rendah dibandingkan
dengan wanita yang tidak bekerja. Wanita yang
bekerja mempunyai peluang lebih besar memakai
kontrasepi MKJP
karena
wanita pekerja
ingin
mengatur kehamilannya agar dapat bekerja lebih
baik, tidak hamil dan mempunyai anak dalam waktu
tertentu sesuai dengan yang direncanakan.
65
Penelitian ini berbeda penelitian (Amiranty,
2003) yang menyatakan bahwa terdapat hubungan
bermakna
antara
status
pekerjaan
dengan
penggunaan MKJP. Ibu yang bekerja memiliki
peluang sebesar 2 kali untuk memakai MKJP
dibanding dengan ibu yang tidak bekerja.
Perbedaan
sebagaian
ini
besar
bisa
responden
disebabkan
yang
ikut
karena
dalam
penelitian ini adalah ibu yang tidak bekerja, sehingga
tidak dapat dilihat hubungannya. Serta keputusan
seseorang dalam menentukan alat kontrasepsi yang
digunakan tidak selalu dipengaruhi oleh pekerjaan
yang
dimiiki,
masih
mempengaruhi diantara
banyak
faktor
kepribadian,
yang
lingkungan
individu, serta pengalaman berhubungan dengan
saran dari petugas kesehatan.
4.3.5
Karakteristik
Penghasilan
di
Puskesmas
Tegalrejo Salatiga
Berdasarkan analisis diskriptif penelitian ini
menunjukkan bahwa 15 (20%) responden memiliki
penghasilan
<
900.000,
sedangkan
27
responden memiliki penghasilan > 900.000.
(35%)
66
Berdasarkan hasil analisis statistik dengan uji
chi-square diperoleh hasil yang signifikan nilai p
sebesar 0,079 (p > 0,05) maka secara statistik tidak
terdapat hubungan yang signifikan antara pengasilan
dengan pemilihan alat kontrasepsi Non MKJP di
Puskesmas Tegalrejo Salatiga.
Penelitian ini berbeda dengan penelitian
(Abdul, 2006) yang menyebutkan bahwa status
ekonomi keluarga sangat berpengaruh terhadap
pemilihan kontrasepsi. Disebabkan karena untuk
mendapatkan
pelayanan
kontrasepsi
yang
diperlukan, peserta harus meyediakan dana yang
diperlukan. Hal ini bisa berbeda disebabkan karena
mereka beranggapan bahwa didalam pemilihan alat
kontrasepsi sebaiknya memang harus dilihat dari
kapasitas
kemampuan
mereka
untuk
membeli
kontrasepsi. Sehingga pemakaian kontrasepsi tidak
dirasa memberatkan bagi akseptor. Hal ini sama
dengan penelitian (Trussell, 1995), mengatakan
bahwa perempuan berpenghasilan rendah sangat
berpengaruh terhadap pemilihan alat kontrasepsi
supaya tidak terjadi kegagalan.
67
4.3.6
Karakteristik
Terhadap
Dukungan
Pemilihan
Suami
Alat
Pemakaian
Kontrasepsi
di
Puskesmas Tegalrejo Salatiga
Berdasarkan analisis deskriptif, mayoritas
mendapat dukungkan suami 34 (41%) responden
dan yang tidak mendapat dukungan 8 (19%)
responden.
Berdasarkan hasil analisis statistik dengan uji
chi-square diperoleh hasil yang signifikan nilai p
sebesar 0,001 (p < 0,05), maka secara statistik
terdapat hubungan yang signifikan antara dukungan
suami
dengan
pemilihan
alat
kontrasepsi
di
Puskesmas Tegalrejo Salatiga.
Hasil
penelitian
sebelumnya
yang
ini
didukung
dilakukan
penelitian
(Indira,
2009)
mengatakan bahwa ada hubungan yang signifikan
antara faktor dukungan suami terhadap pemilihan
jenis kontrasepsi pada keluarga miskin yang akan
digunakan istri.
Hasil penelitian ini juga tidak sesuai dengan
teori yang mengatakan bahwa seorang istri di dalam
pengambilan keputusan untuk memakai atau tidak
memakai alat kontrasepsi membutuhkan persetujuan
68
dari suami karena suami dipandang sebagai kepala
keluarga, pelindung keluarga, pencari nafkah dan
seseorang yang dapat membuat keputusan dalam
suatu keluarga. Pengetahuan yang memadai tentang
alat kontrasepsi, dapat memotivasi suami dan untuk
menganjurkan istrinya memakai alat kontrasepsi
tersebut (Mayasari, 2008).
4.3.7
Karakteristik Pengetahuan Pemakaian Terhadap
Pemilihan
Alat
Kontrasepsi
di
Puskesmas
Tegalrejo Salatiga
Berdasarkan analisis diskriptif, menunjukkan
pengetahuan akseptor tentang KB ini memiliki
pengetahuan baik 18 (24%) , cukup 21 (28%)
sedangkan 3 (4%) pengetahuaannya kurang.
Analisis bivarat didapat nilai p sebesar 0,562
(p > 0,05) maka secara statistik tidak terdapat
hubungan
yang
signifikan
antara
pengetahuan
dengan pemilihan alat kontrasepsi di Puskesmas
Tegalrejo Salatiga
Hal ini berbrda dengan penelitian yang
dilakukan (Indira, 2009) yang menyebutkan bahwa
tidak ada hubungan signifikan antara faktor tingkat
69
pengetahuan dengan pemilihan kontrasepsi pada
keluarga miskin. Namun pada penelitian yang
dilakukan (Aidah, 2001) didapatkan hasil yang
signifikan antara faktor tingkat pengetahuan dengan
pemilihan kontrasepsi.
Dalam
teori
pengetahuan
seseorang,
WHO,
dipengaruhi
faktor-faktor
dijelaskan
oleh
luar
bahwa
pengalaman
orang
tersebut
(lingkungan), baik fisik maupun non fisik dan sosial
budaya
diketahui,
yang
kemudian
dipersepsikan,
pengalaman
tersebut
diyakini
sehingga
menimbulkan motivasi, niat untuk bertindak dan
pada akhirnya terjadi perwujudan niat berupa
perilaku.
Berdasarkan
teori
tersebut
dapat
dimungkinkan banyak faktor yang mempengaruhi
pengetahuan seseorang sehingga hasil penelitian ini
menghasilkan hubungan yang tidak signifikan.
70
4.4 Keterbatasan Penelitian
Dalam penelitian ini, peneliti masih menemukan berbagai
keterbatasan penelitian. Beberapa keterbatasan penelitian
yang ada sebagai berikut:
1.
Keterbatasan rancangan penelitian
Penelitian ini menggunakan metode pendekatan
cross sectional sehingga hubungan yang ditentukan
dari variabel independen dan variabel dependen
bukanlah
merupakan
hubungan
sebab
akibat,
karena penelitian dilakukan dalam waktu bersamaan
dan tanpa adanya follow up.
2.
Keterbatasan waktu dan pengumpulan data
Masih banyak variable independen yang dapat
menjadikan faktor-faktor dalam pemilihan KB yang
dijadikan sebagai variabel bebas dalam penelitian
ini. Namun karena kemampuan penulis terbatas
dalam hal waktu dan tenaga maka variabel bebas
yang
digunakan
terbatas.
Pada
dilakukan
dengan
wawancara
kuesioner
terhadap
responden
penelitian
serta
di
ini
memberi
Ruang
KIA
Puskesmas Tegalrejo Salatiga. Pengumpulan data
menggunakan kuesioner mempunyai dampak yang
sangat subyektif sehingga kebenaran data kurang
71
maksimal. Karena pada saat peneliti memberi
pertanyaan sebagaian responden tidak maksimal
dalam memberi jawaban dipicu dengan kepentingan
anak yang mendesak.
3.
Tidak mengkaji faktor-faktor pada akseptor KB MKJP
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 ANALISIS UNIVARAT
Subyek penelitian akseptor yang memilih alat kontrasepsi
sebanyak 93 responden di Puskesmas Tegalrejo Salatiga.
Penelitian ini terdapat 8 parameter yang ditanyakan kepada
responden yaitu : Umur, pendidikan, jumlah anak, pekerjaan,
penghasilan, dukungan suami, selain itu, tingkat pengetahuan
ibu mengenai pemakaian alat kontasepsi juga ditanyakan
dalam bentuk pertanyaan tertulis melalui kuesioner.
4.1.1
Pemilihan Alat Kontrasepsi
Hasil
penelitian
menunjukkan
bahwa
responden yang memilih menggunakan kontrasepsi
NON MKJP sebanyak 42 (55%) sedangkan responden
yang memilih menggunakan kontrasepsi MKJP 34
responden (45 %) lebih sedikit dibanding responden
yang memilih kontrasepsi Non MKJP 42 responden
(55%). Hasil penelitian dapat ditunjukkan seperti pada
Tabel.
47
Tabel 4.1. Distribusi frekuensi responden berdasarkan
pemilihan kontrasepsi
Pemilihan
MKJP
Non MKJP
Total
4.1.2
Jumlah
34
42
76
Persentase
45 %
55 %
100 %
Umur Ibu
Umur responden dibagi menjadi 3 yaitu umur <
23 tahun,umur 23-35 tahun, dan umur 36-48 tahun.
Tabel 4.2. Distribusi Umur Responden.
Umur
Jumlah
Persentase
< 23 tahun
23-35 tahun
36-48 Tahun
26
35
15
34,2 %
46,1 %
19,7 %
Total
76
100 %
Tabel 4.2. Menunjukkan mayoritas responden yang
paling tinggi adalah umur 23-35 tahun 35 (46,1 %),
dan paling rendah 36 - 48 tahun 15 (19,7 %).
4.1.3
Pendidikan
Responden memiliki tingkat pendidikan yang
berbeda-beda dan dikategorikan menjadi 4 yaitu SD,
SMP, SMA, dan Perguruan Tinggi.
48
Tabel 4.3. Distribusi Pendidikan responden.
Pendidikan
SD
SMP
SMA
Total
Jumlah
21
49
6
76
Pada tabel 4.3. Menunjukkan
Persentase
27,6 %
64,5 %
7,9 %
100 %
paling banyak
responden berpendidikan SMP sebanyak 49 (64,5%)
dan paling sedikit berpendidikan SMA dengan 6
(7,9%).
4.1.4
Jumlah anak ibu
Pada penelitian ini jumlah anak responden
dibagi menjadi 3 yaitu menjadi 1 anak, 2 anak, >3
anak. Jumlah dan presentase dapat dilihat pada tabel
dibawah ini:
Tabel 4.4. Distribusi Jumlah Anak Ibu
Jumlah anak
1 anak
2 anak
>3 anak
Total
Jumlah
25
33
18
76
Persentase
32,9 %
43,4 %
23,7 %
100 %
Terlihat bahwa mayoritas responden memiliki 2
anak sebanyak 43,4 % dan 1 anak sebanyak 32,9%
dan paling rendah >3 anak 23,7%
49
4.1.5
Pekerjaan Ibu
Pada penelitian ini karakteristik responden
berdasarkan pekerjaan dikategorikan menjadi 2 yaitu
sebagai ibu rumah tangga, dan bekerja jumlah
presentase
responden
dapat
dilihat
pada
tabel
dibawah ini :
Tabel 4.5. Distribusi Pekerjaan Ibu
Pekerjaan
IRT
BEKERJA
Total
Jumlah
33
43
76
Persentase
43,4 %
56,6 %
100 %
Berdasarkan tabel 4.5 dapat dilihat bahwa
responden yang bekerja lebih banyak 43 (56,6%)
dibanding dengan responden sebagai IRT hanya 33
(43,4%).
4.1.6
Penghasilan Keluarga
Berdasarkan
UMR
Kota
Salatiga
maka
penghasilan keluarga dikategorikan menjadi 2 yaitu
900.000. Jumlah dan presentase
responden dapat dilihat pada tabel di bawah ini :
Tabel 4.6. Distribusi Penghasilan Keluarga
Penghasilan
900.000
Total
Jumlah
34
42
76
Persentase
44,7 %
55,3 %
100 %
50
Tabel 4.6
menunjukkan bahwa
mayoritas
responden berpenghasilan > 900.000 degan 42 (55,3
%) responden, lebih tinggi dibanding penghasilan <
900.000 dengan 34 (44,7%) responden.
4.1.7
Dukungan Suami
Pada penelitian ini karakteristik responden
berdasarkan dukungan suami dikategorikan menjadi 2
yaitu, iya dan tidak. Jumlah presentase responden
dapat dilihat pada tabel dibawah ini :
Tabel 4.7. Distribusi Dukungan Suami
Dukungan
Iya
Tidak
Total
Jumlah
41
35
76
Persentase
53,9 %
46,1 %
100 %
Berdasarkan tabel 4.7 di atas menunjukkan
akseptor yang didukung oleh suaminya dengan 41
(53,9%) responden. Sedangkan akseptor yang tidak
didukung 35 (46,1%) responden.
4.1.8
Pengetahuan Akseptor Tentang KB
Pengetahuan akseptor tentang KB dibagi
menjadi 3 yaitu : baik jika (84%-100%), cukup jika
(67%-83%), dan kurang (3 anak 13 17% 5
6%
18 (23%)
Jumlah
Anak
Total
34
45% 42
55%
76 (100%)
Pada hasil penelitian menunjukkan akseptor
mempunyai anak mayoritas 1 anak sebanyak 22
(29%), 2 anak 15 (20%) dan 3 anak 5 (6%).
Penelitian ini merujuk pada jumlah anak yang
memiliki responden pada saat wawancara dilakukan.
Berdasarkan hasil analisis statistik dengan uji chisquare diperoleh hasil yang signifikan nilai p sebesar
0,001 (p < 0,05) yang menunjukkan bahwa terdapat
hubungan yang bermakna antara jumlah anak
dengan pemilihan alat kontrasepsi.
55
4.2.4
Hubungan Pekerjaan dengan Pemilihan Alat
Kontrasepsi
Tabel 4.13 Analisis Hubungan Pekerjaan dengan
Pemilihan Alat Kontrasepsi di Puskesmas Tegalrejo
Salatiga.
Pekerjaan
Responden
V
B
IRT
BEKERJA
e Total
Pemilihan Alat
Kontrasepsi
MKJP
Non MKJP
F
%
F
%
17 23% 16 21%
17 22% 26 34%
34 55% 42 45%
Berdasarkan
menunjukkan
bahwa
Total
33
43
76
analisis
diskriptif
mayoritas
26
pValue
0,298
ini
responden
bekerja diluar pekerjaan sebagai IRT.
Berdasarkan hasil analisis statistik dengan uji
chi-square diperoleh hasil yang signifikan nilai p
sebesar 0,298 (p > 0,05), maka secara statistik Ho
diterima
sehingga
tidak
ada
hubungan
yang
signifikan antara pekerjaan dengan pemilihan alat
kontrasepsi di Puskesmas Tegalrejo Salatiga.
56
4.2.5
Hubungan
Penghasilan
Keluarga
dengan
Pemilihan Alat Kontrasepsi
Tabel 4.14 Analisis Hubungan penghasilan dengan
Pemilihan Alat Kontrasepsi di Puskesmas Tegalrejo
Salatiga.
Pemilihan Alat
Total
Kontrasepsi
MKJP Non MKJP
pValue
F
%
F
%
34
900.000 15 20% 27 35 %
42
0,079
Total
34 45% 42 55% 76 (100%)
penghasila
n keluarga
Berdasarkan analisis diskriptif penelitian ini
menunjukkan
bahwa
15
(20%)
responden
memiliki
penghasilan < 900.000, sedangkan 27 (35%) responden
memiliki penghasilan > 900.000. Berdasarkan hasil analisis
statistik dengan uji chi-square diperoleh hasil yang signifikan
nilai p sebesar 0,079 (p > 0,05) maka secara statistik tidak
terdapat hubungan yang signifikan antara pengasilan
dengan pemilihan alat kontrasepsi di Puskesmas Tegalrejo
Salatiga.
57
4.2.6
Hubungan Dukungan Suami dengan Pemilihan
Alat Kontrasepsi
Tabel 4.15 Analisis Hubungan Tingkat Pendidikan
dengan Pemilihan Alat Kontrasepsi di Puskesmas
Tegalrejo Salatiga.
Dukunga
n Dari
Suami
Iya
tidak
Total
Pemilihan Alat
Kontrasepsi
Total
MKJP Non MKJP
pValue
F
%
F
%
7
8% 34
41%
43
27 32% 8
19%
50
0,001
34 45% 42
55% 76(100%)
Berdasarkan analisis deskriptif, mayoritas
mendapat dukungkan suami 34 (41%) responden
dan yang tidak mendapat dukungan 8 (19%)
responden.
Berdasarkan
hasil
analisis
statistik
dengan uji chi-square diperoleh hasil yang signifikan
nilai p sebesar 0,001 (p < 0,05), maka secara
statistik terdapat hubungan yang signifikan antara
dukungan suami dengan pemilihan alat kontrasepsi
di Puskesmas Tegalrejo Salatiga..
58
4.2.7
Hubungan Pengetahuan dengan Pemilihan Alat
Kontrasepsi
Tabel 4.16 Analisis Hubungan Pengetahuan dengan
Pemilihan alat kontrasepsi di Puskesmas Tegalrejo
Salatiga.
Pengetah
uan
Respond
en
Baik
Cukup
Kurang
Total
Pemilihan Alat
Kontrasepsi
MKJP
Non MKJP
F
%
F
13
16
5
34
17%
21%
6%
45%
18
21
3
42
Total
%
24%
31
28%
37
4%
8
55% 76 (100%)
pValue
0,562
Berdasarkan analisis diskriptif, menunjukkan
pengetahuan
akseptor
tentang
pemilihan
alat
kontrasepsi ini memiliki pengetahuan baik 18(24%),
cukup sebanyak 21 (28%) sedangkan 3 responden
(4%) pengetahuaannya kurang. Analisis bivarat
didapat nilai p sebesar
0,562 (p > 0,05) maka
secara statistik tidak terdapat hubungan yang
signifikan antara pengetahuan dengan pemilihan alat
kontrasepsi di Puskesmas Tegalrejo Salatiga.
59
4.3.
ANALISIS KARAKTERISTIK RESPONDEN
4.3.1
Karakteristik Umur Ibu Terhadap Pemilihan Alat
Kontrasepsi di Puskesmas Tegalrejo Salatiga.
Dari tabel 4.9 variabel umur dapat ditentukan
fase-fase penggunaan alat kontrasepsi yang ideal.
Umur kurang dari 23 tahun merupakan fase
menunda kehamilan diperlukan pada wanita yang
menikah dengan umur masih muda, umur antara 2335 tahun adalah fase menjarangkan kehamilan
dengan cara mengatur jarak kehamilan yang baik
yaitu antara 2-4 tahun, dan umur antara 36 tahun
lebih merupakan fase mengakhiri kehamilan yaitu
fase tidak ingin hamil lagi. Diperlukan jika wanita
sudah tidak menginginkan anak lagi (Julian, 2010).
Hasil dari uji chi-square diperoleh hasil yang
signifikan yaitu (p =0,007) bahwa umur mempunyai
hubungan yang
bermakna pada pemilihan alat
kontrasepsi Non MKJP. Hasil analisis statistik
deskriptif diketahui bahwa mayoritas wanita yang <
23 tahun dengan 24 (32%) dominan menggunakan
alat kontrasepsi Non MKJP.
Penelitian
terdahulu
sudah
banyak
mengungkapkan tentang adanya hubungan antara
60
umur dengan peggunaan kontrasepsi. Dari penelitian
(Asih dan Oesman, 2010) mengemukakan bahwa
sebagian besar penggunaan KB Non MKJP pada
umumnya digunakan wanita berumur relatif muda
kurang dari 30 tahun. Sedangkan wanita umur di
atas 30 tahun relatif menggunakan KB MKJP.
Jadi
dapat
disimpulkan
bahwa
umur
merupakan salah satu faktor dalam pemilihan alat
kontrasepsi.
4.3.2
Karakteristik
Terhadap
Tingkat
Pemilihan
Pendidikan
Alat
Pemakaian
Kontrasepsi
di
Puskesmas Tegalrejo Salatiga
Berdasarkan analisis bivarat pada tabel 4.11
menunjukkan bahwahubungan tingkat pendidikan
dengan pemilihan alat kontrasepsi Non MKJP
didapat nilai p sebesar 0,01 (p < 0,05), maka secara
statistik terdapat hubungan yang signifikan antara
faktor tingkat pendidikan dengan pemilihan alat
kontrasepsi di Puskesmas Tegalrejo Salatiga.
Hasil ini diperkuat dengan adanya penelitian
semakin rendah pendidikan mempunyai peluang
lebih besar memilih Non MKJP dibanding dengan
61
pendidikan di atasnya. Konsep variabel pendidikan
ini sama dengan penelitian (Anderson, 2003) yang
menjelaskan
bahwa
pendidikan
mempengaruhi
pemilihan alat kontrasepsi. Pendidikan seorang ibu
akan
menentukan
pola
penerimaan
terhadap
informasi dan pengambilan keputusan, semakin
berpendidikan seorang ibu maka keputusan yang
akan diambil akan lebih baik.
Hasil ini juga diperkuat dengan adanya
penelitian yang dilakukan (Adisati, 2009) dimana
pada penelitiannya disebutkan bahwa ada hubungan
yang signifikan antara faktor tingkat pendidikan
dengan pemilihan metode kontrasepsi pada PUS di
wilayah kerja Puskesmas. Sedangkan menurut
(Indira, 2009), yang menyebutkan bahwa tidak ada
hubungan yang signifikan antara faktor tingkat
pendidikan dengan pemilihan kontrasepsi yang pada
keluarga miskin.
Berbeda lagi dengan penelitian (Sable, 2000)
Dalam
analisis
multivariate
berlawanan,
yang
menyatakan hanya kelompok yang berbeda secara
signifikan dengan tingkat pendidikan adalah efek
samping group. Berarti nilai untuk dua individu efek
62
samping pernyataan (terkait dengan obat suntik)
menunjukkan bahwa kekhawatiran terhadap obat
suntik, efek samping dan tidak suka untuk tidak
beraturan
periode
tersebut
dianggap
sebagai
penghalang lebih besar untuk digunakan oleh yang
lebih berpendidikan tinggi dibanding berpendidikan
rendah.
Berdasarkan
ketiga
penelitian
tersebut
tampak bahwa tidak selalu adanya hubungan yang
signifikan
antara
tingkat
pendidikan
pemilihan
metode
kontrasepsi.
Hal
dengan
ini
dapat
dipengaruhi oleh karakteristik dan jumlah responden
dari tiap penelitian yang berbeda-beda.
Jadi tingkat pendidikan merupakan salah satu
faktor yang sangat menentukan pengetahuan dan
persepsi seseorang terhadap pentingnya sesuatu
hal, termasuk pentingnya keikutsertaan dalam KB.
Ini disebabkan seseorang yang berpendidikan tinggi
akan lebih luas pandangannya dan lebih mudah
menerima ide dan tata cara kehidupan baru.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa seharusnya
orang yang memiliki tingkat pendidikan yang lebih
tinggi akan memilih jenis kontrasepsi MKJP.
63
4.3.3
Karakteristik Jumlah Anak Terhadap Pemilihan
Alat
Kontrasepsi
di
Puskesmas
Tegalrejo
Salatiga
Berdasarkan hasil analisis statistik dengan uji
chi-square pada tabel 4.12 diperoleh hasil yang
signifikan nilai p sebesar 0,001 (p < 0,05) yang
menunjukkan
bahwa
terdapat
hubungan
yang
bermakna antara jumlah anak dengan pemilihan alat
kontrasepsi.
Penelitian ini sejalan dengan pemelitian
(Yusuf, 2001) menyatakan bahwa ada hubungan
yang bermakna antara proporsi penggunaan KB
dengan kelompok responden yang memiliki jumlah
anak hidup kecil dengan kelompok responden yang
memiliki jumlah anak yang lebih besar. Responden
yang memiliki anak lebih dari 2 orang mempunyai
kemungkinan 20X lebih besar untuk menggunakan
MKJP dibanding dengan ibu yang mempunyai anak
kurang dari 2 orang anak.
Jumlah anak hidup yang dimiliki seorang
wanita,
akan
memberikan
pengalaman
dan
pengetahuan, sehingga wanita dapat mengambil
64
keputusan yang tepat tentang cara atau alat
kontrasepsi yang akan dipakai.
4.3.4
Karakteristik
Pemilihan
Pekerjaan
Alat
Pemakaian Terhadap
Kontrasepsi
di
Puskesmas
Tegalrejo Salatiga
Berdasarkan hasil analisis statistik dengan uji
chi-square pada tabel 4,13 diperoleh hasil yang
signifikan nilai p sebesar 0,298
(p > 0,05), maka
secara statistik Ho diterima sehingga tidak ada
hubungan yang signifikan antara pekerjaan dengan
pemilihan alat kontrasepsi di Puskesmas Tegalrejo
Salatiga.
Hubungan pekerjaan, dapat dijelaskan bahwa
jika seorang wanita bekerja maka tentunya keinginan
untuk menambah anak lebih rendah dibandingkan
dengan wanita yang tidak bekerja. Wanita yang
bekerja mempunyai peluang lebih besar memakai
kontrasepi MKJP
karena
wanita pekerja
ingin
mengatur kehamilannya agar dapat bekerja lebih
baik, tidak hamil dan mempunyai anak dalam waktu
tertentu sesuai dengan yang direncanakan.
65
Penelitian ini berbeda penelitian (Amiranty,
2003) yang menyatakan bahwa terdapat hubungan
bermakna
antara
status
pekerjaan
dengan
penggunaan MKJP. Ibu yang bekerja memiliki
peluang sebesar 2 kali untuk memakai MKJP
dibanding dengan ibu yang tidak bekerja.
Perbedaan
sebagaian
ini
besar
bisa
responden
disebabkan
yang
ikut
karena
dalam
penelitian ini adalah ibu yang tidak bekerja, sehingga
tidak dapat dilihat hubungannya. Serta keputusan
seseorang dalam menentukan alat kontrasepsi yang
digunakan tidak selalu dipengaruhi oleh pekerjaan
yang
dimiiki,
masih
mempengaruhi diantara
banyak
faktor
kepribadian,
yang
lingkungan
individu, serta pengalaman berhubungan dengan
saran dari petugas kesehatan.
4.3.5
Karakteristik
Penghasilan
di
Puskesmas
Tegalrejo Salatiga
Berdasarkan analisis diskriptif penelitian ini
menunjukkan bahwa 15 (20%) responden memiliki
penghasilan
<
900.000,
sedangkan
27
responden memiliki penghasilan > 900.000.
(35%)
66
Berdasarkan hasil analisis statistik dengan uji
chi-square diperoleh hasil yang signifikan nilai p
sebesar 0,079 (p > 0,05) maka secara statistik tidak
terdapat hubungan yang signifikan antara pengasilan
dengan pemilihan alat kontrasepsi Non MKJP di
Puskesmas Tegalrejo Salatiga.
Penelitian ini berbeda dengan penelitian
(Abdul, 2006) yang menyebutkan bahwa status
ekonomi keluarga sangat berpengaruh terhadap
pemilihan kontrasepsi. Disebabkan karena untuk
mendapatkan
pelayanan
kontrasepsi
yang
diperlukan, peserta harus meyediakan dana yang
diperlukan. Hal ini bisa berbeda disebabkan karena
mereka beranggapan bahwa didalam pemilihan alat
kontrasepsi sebaiknya memang harus dilihat dari
kapasitas
kemampuan
mereka
untuk
membeli
kontrasepsi. Sehingga pemakaian kontrasepsi tidak
dirasa memberatkan bagi akseptor. Hal ini sama
dengan penelitian (Trussell, 1995), mengatakan
bahwa perempuan berpenghasilan rendah sangat
berpengaruh terhadap pemilihan alat kontrasepsi
supaya tidak terjadi kegagalan.
67
4.3.6
Karakteristik
Terhadap
Dukungan
Pemilihan
Suami
Alat
Pemakaian
Kontrasepsi
di
Puskesmas Tegalrejo Salatiga
Berdasarkan analisis deskriptif, mayoritas
mendapat dukungkan suami 34 (41%) responden
dan yang tidak mendapat dukungan 8 (19%)
responden.
Berdasarkan hasil analisis statistik dengan uji
chi-square diperoleh hasil yang signifikan nilai p
sebesar 0,001 (p < 0,05), maka secara statistik
terdapat hubungan yang signifikan antara dukungan
suami
dengan
pemilihan
alat
kontrasepsi
di
Puskesmas Tegalrejo Salatiga.
Hasil
penelitian
sebelumnya
yang
ini
didukung
dilakukan
penelitian
(Indira,
2009)
mengatakan bahwa ada hubungan yang signifikan
antara faktor dukungan suami terhadap pemilihan
jenis kontrasepsi pada keluarga miskin yang akan
digunakan istri.
Hasil penelitian ini juga tidak sesuai dengan
teori yang mengatakan bahwa seorang istri di dalam
pengambilan keputusan untuk memakai atau tidak
memakai alat kontrasepsi membutuhkan persetujuan
68
dari suami karena suami dipandang sebagai kepala
keluarga, pelindung keluarga, pencari nafkah dan
seseorang yang dapat membuat keputusan dalam
suatu keluarga. Pengetahuan yang memadai tentang
alat kontrasepsi, dapat memotivasi suami dan untuk
menganjurkan istrinya memakai alat kontrasepsi
tersebut (Mayasari, 2008).
4.3.7
Karakteristik Pengetahuan Pemakaian Terhadap
Pemilihan
Alat
Kontrasepsi
di
Puskesmas
Tegalrejo Salatiga
Berdasarkan analisis diskriptif, menunjukkan
pengetahuan akseptor tentang KB ini memiliki
pengetahuan baik 18 (24%) , cukup 21 (28%)
sedangkan 3 (4%) pengetahuaannya kurang.
Analisis bivarat didapat nilai p sebesar 0,562
(p > 0,05) maka secara statistik tidak terdapat
hubungan
yang
signifikan
antara
pengetahuan
dengan pemilihan alat kontrasepsi di Puskesmas
Tegalrejo Salatiga
Hal ini berbrda dengan penelitian yang
dilakukan (Indira, 2009) yang menyebutkan bahwa
tidak ada hubungan signifikan antara faktor tingkat
69
pengetahuan dengan pemilihan kontrasepsi pada
keluarga miskin. Namun pada penelitian yang
dilakukan (Aidah, 2001) didapatkan hasil yang
signifikan antara faktor tingkat pengetahuan dengan
pemilihan kontrasepsi.
Dalam
teori
pengetahuan
seseorang,
WHO,
dipengaruhi
faktor-faktor
dijelaskan
oleh
luar
bahwa
pengalaman
orang
tersebut
(lingkungan), baik fisik maupun non fisik dan sosial
budaya
diketahui,
yang
kemudian
dipersepsikan,
pengalaman
tersebut
diyakini
sehingga
menimbulkan motivasi, niat untuk bertindak dan
pada akhirnya terjadi perwujudan niat berupa
perilaku.
Berdasarkan
teori
tersebut
dapat
dimungkinkan banyak faktor yang mempengaruhi
pengetahuan seseorang sehingga hasil penelitian ini
menghasilkan hubungan yang tidak signifikan.
70
4.4 Keterbatasan Penelitian
Dalam penelitian ini, peneliti masih menemukan berbagai
keterbatasan penelitian. Beberapa keterbatasan penelitian
yang ada sebagai berikut:
1.
Keterbatasan rancangan penelitian
Penelitian ini menggunakan metode pendekatan
cross sectional sehingga hubungan yang ditentukan
dari variabel independen dan variabel dependen
bukanlah
merupakan
hubungan
sebab
akibat,
karena penelitian dilakukan dalam waktu bersamaan
dan tanpa adanya follow up.
2.
Keterbatasan waktu dan pengumpulan data
Masih banyak variable independen yang dapat
menjadikan faktor-faktor dalam pemilihan KB yang
dijadikan sebagai variabel bebas dalam penelitian
ini. Namun karena kemampuan penulis terbatas
dalam hal waktu dan tenaga maka variabel bebas
yang
digunakan
terbatas.
Pada
dilakukan
dengan
wawancara
kuesioner
terhadap
responden
penelitian
serta
di
ini
memberi
Ruang
KIA
Puskesmas Tegalrejo Salatiga. Pengumpulan data
menggunakan kuesioner mempunyai dampak yang
sangat subyektif sehingga kebenaran data kurang
71
maksimal. Karena pada saat peneliti memberi
pertanyaan sebagaian responden tidak maksimal
dalam memberi jawaban dipicu dengan kepentingan
anak yang mendesak.
3.
Tidak mengkaji faktor-faktor pada akseptor KB MKJP