Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Hubungan antara Lokasi dan Kualitas Pelayanan dengan Sikap Keputusan Berobat pada Pasien di Puskesmas Tegalrejo Salatiga T1 462008049 BAB IV
66 HASIL PENELITIAN
4.1. Gambaran Umum Puskesmas Tegalrejo
Puskesmas Tegalrejo Salatiga didirikan pada tanggal 23 April 1987 di Subinti Tegalrejo Salatiga. Saat itu puskesmas hanya memiliki 12 orang pegawai yang terdiri dari 2 orang tenaga medis, 3 orang tenaga paramedik, Higienie Sanitasi (HS), 1 orang tenaga gizi, 1 tenaga obat, 1 Petugas Imunisasi, 2 orang Tenaga Administrasi, dan 1 orang Tenaga Pesuruh.
Kemudian dalam perkembangannya dalam usaha meningkatkan pelayanannya kepada masyarakat Puskesmas dipindahkan di gedung eks SD Tegalrejo VII Salatiga yang beralamatkan di Jl. Tegalrejo Raya sampai sekarang. Saat ini Puskesmas Tegalrejo memiliki sejumlah 30 pegawai yang terdiri dari 3 orang dokter umum, 3 orang dokter gigi, 5 orang bidan, 5 orang perawat, 3 orang perawat gigi, 1 orang tenaga gizi, 1 orang Tenaga Higienie Sanitasi (HS), 1 orang Tenaga Analis, 2 orang Tenaga Asisten Apoteker (AA), 1 orang Tenaga rekam medik, 4 orang tenaga administrasi, 1 orang sopir puskesmas keliling. Selain itu untuk menunjang pelayanan yang berkualitas saat ini Puskesmas Tegalrejo dilengkapi berbagai fasilitas fisik seperti: ruang loket
(2)
pendaftaran, ruang periksa umum, ruang obat, ruang periksa gigi, KIA, Laborat, Gizi, ruang kepala, aula, kantor, toilet, dan parkir, peralatan medis maupun non medis serta fasilitas transportasi berupa kendaraan roda dua dan mobil ambulance.
Dalam melaksanakan tugasnya Puskesmas Tegalrejo mempunyai 3 wilayah kerja, yaitu: Kelurahan Tegalrejo, Kelurahan Kumpulrejo, dan Kelurahan Randuacir. Kemudian untuk memperlancar pelaksanaan tugas pelayanan kesehatan kepada masyarakat, maka Puskesmas Tegalrejo dibantu oleh 3 Puskesmas Pembantu, yaitu: Puskesmas Pembantu Bulu Tegalrejo, Puskesmas Pembantu Slumut Kumpulrejo, dan Puskesmas Pembantu Ploso Randuacir. Adapun batas wilayah kerja Puskesmas Tegalrejo, yaitu: 1. Sebelah Utara: Berbatasan dengan Kel. Kalicacing dan
Kel Gendongan.
2. Sebelah Timur: Berbatasan dengan Kel. Cebongan dan Kel, Noborejo
3. Sebelah Barat: berbatasan dengan Kabupaten Semarang 4. Sebelah Selatan: berbatasan dengan Kabupaten
(3)
4.2. Deskripsi Data Hasil Penelitian
1. Data karakteristik pasien yang berobat di Puskesmas Tegalrejo Salatiga
a. Umur Responden
Dari hasil penelitian diperoleh tingkat usia responden sebagai berikut :
Tabel 4.1. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan Umur Pasien No. Umur
(Th)
Frekuensi Persentase (%)
1 20-29 4 4,30
2 30-39 22 23,40
3 40-49 37 39,40
4 50-59 11 11,70
5 >=60 20 21,30
Total 94 100,00
Tabel di atas menjelaskan bahwa mayoritas responden dalam hal ini pasien Puskesmas Tegalrejo memiliki umur 40-49 tahun (37 orang atau 39,40 %), sedang minoritas responden memiliki umur 20-29 tahun (4 orang atau 4,30 %).
b. Jenis Kelamin Responden
Adapun jenis kelamin responden dapat dilihat pada tabel di bawah ini :
(4)
Tabel 4.2. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin
No. Jenis kelamin Frekuensi Persentase (%) 1. 2. Laki-Laki Perempuan 30 64 31,90 68,10
Total 94 100,00
Dari tabel 4.2 dapat dilihat bahwa 64 orang atau 68,10 % pasien adalah berjenis kelamin perempuan, sedang 30 orang (31,90 %) lainnya adalah berjenis kelamin laki-laki. Dengan demikian dapat dikatakan jika mayoritas responden adalah berjenis kelamin perempuan.
c. Tingkat Pendidikan Responden
Hasil penelitian juga diperoleh mengenai data tingkat pendidikan responden penelitian sebagai berikut:
Tabel 4.3. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan No. Tingkat
pendidikan
Frekuensi Persentase (%)
1 SD 3 3,20
2 SMP 7 7,40
3 SMA 49 52,10
4 DIII 10 10,60
5 Sarjana 25 26,60
(5)
Dari tabel 4.3 dapat dilihat bahwa mayoritas responden memiliki tingkat pendidikan SMA (49 orang atau 52,10%), dan minoritas responden adalah berpendidikan SD (3 orang atau 3,20 %).
2. Hasil Analisis Univariat
a. Penilaian lokasi Puskesmas Tegalrejo Salatiga Dari hasil pengisian kuesioner diperoleh data mengenai penilaian lokasi Puskesmas Tegalrejo Salatiga, yaitu sebagai berikut:
Tabel 4.4. Penilaian lokasi Puskesmas Tegalrejo Salatiga
No. Lokasi Frekuensi
(Orang)
Persentase (%)
1 Cukup Strategis 6 6,40
2 Strategis 88 93,60
Total 94 100,00
Tabel 4.4 di atas menjelaskan bahwa mayoritas responden dalam hal ini pasien Puskesmas Tegalrejo (88 orang atau 93,60%) menilai lokasi puskesmas strategis, dan hanya 6 orang pasien saja (6,40%) yang menilai jika lokasi cukup strategis.
(6)
b. Penilaian Kualitas Pelayanan di Puskesmas Tegalrejo Salatiga
Dari hasil penelitian diperoleh tanggapan responden mengenai kualitas pelayanan di Puskesmas Tegalrejo Salatiga, yaitu sebagai berikut : Tabel 4.5. Penilaian kualitas Pelayanan Puskesmas
Tegalrejo Salatiga
No. Kualitas Pelayanan
Frekuensi (Orang)
Persentase (%)
1. Cukup Baik 28 29,80
2. Baik 66 70,20
Total 94 100,00
Dari tabel 4.5 di atas diketahui bahwa mayoritas responden, yaitu 66 orang (70,20%) memberikan tanggapan bahwa kualitas pelayanan yang diberikan oleh Puskesmas Tegalrejo baik, dan lainnya, yaitu 28 orang (29,80%) menilai bahwa kualitas pelayanan cukup baik.
c. Pertimbangan pasien dalam memutuskan berobat di Puskesmas Tegalrejo Salatiga
Dari hasil penelitian diperoleh tanggapan responden mengenai pertimbangan pasien dalam memutuskan berobat di Puskesmas Tegalrejo Salatiga, yaitu sebagai berikut:
(7)
Tabel 4.6. Pertimbangan pasien dalam memutuskan berobat di Puskesmas Tegalrejo Salatiga
No.
Pertimbangan pasien dalam memutuskan
berobat
Frekuensi (Orang)
Persentase (%)
1.
Baik 85 90,402.
Tidak Baik 9 9,60Total 94 100,00
Dari tabel 4.6 di atas diketahui bahwa mayoritas responden (85 orang atau 90,40%) memiliki pertimbangan baik dalam berobat di Puskesmas Tegalrejo. Dan 9 orang (6,60%) memiliki pertimbangan cukup baik.
4.3. Hasil Analisis Bivariat
Dalam penelitian ini analisis bivariat digunakan untuk mengetahui hubungan variabel lokasi, dan kualitas pelayanan dengan keputusan pasien berobat di Puskesmas Tegalrejo.
Adapun alat analisis yang digunakan adalah Rank Spearman, sebab dari hasil uji normalitas dengan alat analisis Kolmogorov-Smirnov terdapat data yang tidak terdistribusi normal, berikut penjelasannya:
(8)
Tabel 4.7. Hasil Uji Normalitas
No. Variabel
Kolmogorov-Smirnov Z
Asymp. Sig. (2-tailed)
1. Lokasi (X1) 1,438 ,032
2. Kualitas Pelayanan (X2) 0,818 ,515 3. Keputusan Berobat (Y) 2,273 ,000
Total 94 100,00
Dari tabel di atas terlihat bahwa data pada variabel lokasi (X1), dan keputusan berobat menunjukkan nilai <0,05, sehingga sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan, yaitu jika nilai Asymp. Sig. < 0,05 maka data terdistribusi tidak normal, maka nilai kedua variabel yang menunjukkan angka < 0,05 masuk dalam kategori tidak normal. Untuk itu sesuai dengan ketentuan alat analisis yang digunakan adalah analisis alternatif, yaitu Rank Spearman.
Hasil analisis Rank Spearman hasil penelitian ini dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
Tabel 4.8. Hasil Analisis Korelasi Rank Spearman Variabel Lokasi, Kualitas Pelayanan dengan Variabel Keputusan Berobat
Korelasi Antar Variabel Nilai Sig. (p)
1. Variabel Lokasi (X1) dengan Keputusan Berobat
0,211 0,041
2. Variabel Kualitas Pelayanan
(X2) dengan Keputusan Berobat
(9)
1. Hubungan antara lokasi dengan sikap keputusan berobat pada pasien di Puskesmas Tegalrejo Salatiga Nilai koefisien korelasi hubungan antara lokasi dengan sikap keputusan berobat pada pasien di Puskesmas Tegalrejo Salatiga adalah sebesar 0,211, dengan nilai p sebesar 0,041. Berdasarkan ketentuan yang telah ditetapkan bahwa Ha1 diterima, jika diperoleh nilai p-value lebih kecil atau sama dengan nilai alpha (0,05), maka nilai p-value = 0,041 < 0,05, sehingga pernyataan hipotesis penelitian “Ada hubungan signifikan antara lokasi dengan sikap keputusan berobat”, dapat diterima.
2. Hubungan antara kualitas pelayanan dengan sikap keputusan berobat pada pasien di Puskesmas Tegalrejo Salatiga
Nilai koefisien korelasi hubungan antara kualitas pelayanan dengan sikap keputusan berobat pada pasien di Puskesmas Tegalrejo Salatiga adalah sebesar 0,421, dan nilai p-value sebesar 0,000. Berdasarkan ketentuan yang telah ditetapkan bahwa Ha2 diterima, jika diperoleh nilai p-value lebih kecil atau sama dengan nilai alpha (0,05), maka nilai p-value = 0,000 < 0,05, sehingga
(10)
pernyataan hipotesis penelitian “ Ada hubungan signifikan antara kualitas pelayanan dengan sikap keputusan berobat”, dapat diterima.
4.4. Pembahasan
1. Hasil Analisis Univariat
a. Penilaian lokasi Puskesmas Tegalrejo Salatiga Hasil penelitian menyebutkan bahwa mayoritas responden dalam hal ini pasien Puskesmas Tegalrejo (88 orang atau 93,60%) menilai lokasi puskesmas strategis, dan hanya 6 orang pasien saja (6,40%) yang menilai jika lokasi cukup strategis.
Adanya responden yang menilai lokasi Puskesmas Tegalrejo cukup strategis tersebut menunjukkan ada sebagian responden yang memberikan pernyataan kurang mendukung jika mudah mencari lokasi sarana transportasi umum menuju lokasi (Pernyataan Item no. 3), dan pernyataan mendukung jika susah untuk mencari sarana transportasi umum menuju lokasi (Pernyataan Item no. 4).
(11)
Temuan tersebut di atas sesuai dengan kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa transportasi umum menuju lokasi Puskesmas Tegalrejo hanya didukung oleh armada angkota no. 7 yang jumlahya cukup terbatas, sehingga bagi pasien yang tinggal di daerah Dares, Tetep, Ngemplak, Promasan, Ngronggo, dan Slumut harus menunggu lama untuk mendapatkan angkota no. 7.
b. Penilaian kualitas pelayanan di Puskesmas Tegalrejo Salatiga
Hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas responden, yaitu 66 orang (70,20%) memberikan tanggapan bahwa kualitas pelayanan yang diberikan oleh Puskesmas Tegalrejo baik, dan lainnya, yaitu 28 orang (29,80%) menilai bahwa kualitas pelayanan cukup baik.
Adanya sebagian responden yang menilai kualitas pelayanan cukup baik menunjukkan bahwa ada sebagian responden yang kurang berkenan dengan kualitas pelayanan yang diberikan oleh pihak Puskesmas Tegalrejo selama ini, seperti: ketepatan petugas dalam memberikan layanan (item pernyataan
(12)
no. 8), kemauan petugas dalam memberikan penjelasan dengan jelas penyakit yang diderita pasien, dan pengobatan yang harus dilakukan (item pernyataan no. 9), kurang mengerti penjelasan petugas (item pernyataan no. 11), petugas kurang terampil dalam memberikan pelayanan (item pernyataan no. 16).
Kondisi di atas sejalan dengan kenyataan di lapangan, bahwa terdapat petugas medis yang kurang komunikatif terhadap pasien dimana petugas sering tidak memberikan penjelasan secara detail tentang penyakit yang diderita pasien. Begitu juga dengan obat yang diberikan tidak dijelaskan jenisnya apa, yang penting setelah pemeriksaan selesai petugas memberikan obat dengan aturan yang telah ditentukan. Kondisi tersebut kadang membuat pasien kurang puas dengan kualitas pelayanan yang diberikan.
c. Pertimbangan pasien dalam memutuskan berobat di Puskesmas Tegalrejo Salatiga
Hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas responden (85 orang atau 90,40%) memiliki
(13)
pertimbangan baik dalam berobat di Puskesmas Tegalrejo. Dan 9 orang (6,60%) memiliki pertimbangan cukup baik.
Adanya sebagian responden yang memiliki sikap cukup baik menunjukkan bahwa responden memberikan responden yang kurang memberikan dukungan positif dengan lokasi dan kualitas pelayanan yang diberikan. Hal tersebut terlihat dari sikap responden yang cenderung tidak memberikan dukungan terhadap kemudahan mencari sarana transportasi umum (item pernyataan no.. 3), memberikan dukungan bahwa susah mencari transportasi umum (item pernyataan no. 4), memberikan dukungan bahwa petugas kurang komunikatif (item pernyataan no. 18), dan memberikan dukungan bahwa petugas tidak pernah memberikan penjelasan secara lengkap mengenai efek samping dari obat yang diminum (item pernyataan no. 20).
Kondisi tersebut sesuai dengan kenyataan di lapangan bahwa pasien yang tinggal di daerah Dares, Tetep, Ngemplak, Promasan, Ngronggo, dan Slumut harus menunggu lama untuk mendapatkan angkota
(14)
no. 7 karena jumlah angkota no. 7 terbatas. Selain itu kenyataan di lapangan terdapat petugas medis yang kurang komunikatif dalam memberikan penjelasan tentang penyakit dan obat diberikan pada pasien, akibatnya pasien merasa kecewa, sehingga mendorong sebagian pasien untuk melakukan pemeriksaan di puskesmas lain atau rumah sakit atau lembaga kesehatan lainnya yang disediakan oleh swasta.
Adanya sikap petugas yang dinilai kurang memuaskan oleh sebagian pasien tersebut menunjukkan jika petugas belum memberikan pelayanan secara optimal, serta belum mampu mempertanggungjawabkan segala bentuk pelayanannya. Fakta tersebut jelas bertolak belakang dengan tujuan pendirian puskesmas, yakni meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi orang yang bertempat tinggal di wilayah kerja puskesmas agar terwujud derajat kesehatan yang setinggi-tingginya dalam rangka
mewujudkan Indonesia Sehat
(15)
Terkait dengan permasalahan-permasalahan tersebut di atas maka langkah yang dapat diambil oleh pihak pimpinan puskemas adalah mengadakan pelatihan-pelatihan atau bintek (bimbingan teknis) kepada setiap petugas medis, seperti: pelatihan customer care, dan memberikan kesempatan kepada petugas medis untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi, serta meningkatkan kesejahteraan petugas. Selain itu mengenai masalah angkutan pihak pimpinan Puskesmas Tegalrejo dapat mengusulkan kepada dinas yang berkepentingan dalam hal pengaturan trayek angkutan umum agar mengambil kebijakan dengan menambah jumlah angkota no. 7.
2. Hasil Analisis Bivariat
a. Hubungan antara lokasi dengan sikap keputusan berobat pada pasien di Puskesmas Tegalrejo Salatiga
Hasil analisis Rank Spearman menunjukkan bahwa besarnya nilai p-value hubungan signifikan antara lokasi dengan sikap keputusan berobat pada pasien di Puskesmas Tegalrejo Salatiga adalah
(16)
sebesar 0,041 < 0,05, berarti ada hubungan signifikan antara lokasi dengan sikap keputusan berobat.
Kondisi di atas memberikan gambaran bahwa faktor lokasi yang strategis merupakan salah satu faktor yang dipertimbangkan oleh pasien untuk berkunjung di Puskesmas Tegalrejo.
Kenyataan tersebut di atas memberikan dukungan pada pendapat Assauri (2004) yang menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi sikap keputusan pembelian konsumen tidak lepas dari faktor marketing mix, yang antara lain : lokasi (Assauri, 2004). Selain itu juga memberikan dukungan juga pada pendapat Swastha (2003), bahwa faktor lokasi yang tepat juga merupakan cara untuk bersaing dalam usaha menarik pelanggan (Swastha, 2003). Untuk itu dalam pemilihan lokasi usaha perlu selektif karena keberhasilan usaha sangat tergantung pada pemilihan lokasi usaha yang tepat (Kotler, 2000). Pernyataan tersebut memberikan suatu isyarat bahwa apapun bentuk usaha yang dijalankan pemilihan lokasi yang strategis adalah faktor yang sangat perlu untuk dipertimbangkan. Adapun menurut Levy dan dan
(17)
Weitz (lhalauw, 2001) untuk mengetahui apakah lokasi usaha strategis apa tidak dapat dilakukan dengan menilai faktor accessibility lokasi usaha bersangkutan. Dengan demikian adanya temuan bahwa lokasi Puskesmas Tegalrejo cukup sulit untuk dijangkau karena terbatasnya jumlah angkota no. 7, maka ada baiknya jika pihak Kepala Puskesmas Tegalrejo dapat mengusulkan kepada dinas yang berkepentingan dalam hal pengaturan trayek angkutan umum agar mengambil kebijakan dengan menambah jumlah angkota atau menambah rute trayek angkota no. 7. b. Hubungan antara kualitas pelayanan dengan sikap
keputusan berobat pada pasien di Puskesmas Tegalrejo Salatiga
Hasil analisis Rank Spearman menunjukkan bahwa besarnya nilai p-value hubungan signifikan antara kualitas pelayanan dengan sikap keputusan berobat pada pasien di Puskesmas Tegalrejo Salatiga adalah 0,000 < 0,05. Dengan demikian terbukti bahwa ada hubungan signifikan antara kualitas pelayanan dengan sikap keputusan berobat.
(18)
Fakta tersebut di atas memberikan gambaran bahwa kualitas pelayanan yang bermutu kepada pasien akan berdampak timbulnya sikap keputusan berobat pada pasien di Puskesmas Tegalrejo Salatiga yang baik.
Kenyataan tersebut di atas memberikan dukungan pada pendapat Assauri (2004) yang menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi sikap keputusan pembelian konsumen tidak lepas dari faktor marketing mix, yang antara lain : kualitas pelayanan. Ditambahkan oleh Parasuraman, et al (1996) yang dikutip oleh Lupiyoadi (2001), bahwa tenaga kerja (petugas kesehatan) adalah salah satu unsur masukan (input) yang mempengaruhi kualitas pelayanan. Dengan demikian jelas bahwa kualitas pelayanan memiliki hubungan dengan sikap keputusan pasien untuk berobat di Puskesmas Tegalrejo Salatiga. Untuk itu sudah sepatutnya jika dalam pelayanan petugas medis yang cenderung dinilai kurang memenuhi harapan pasien seperti: sikap petugas yang kurang komunikatif terhadap pasien segera untuk diperbaiki melalui pelatihan-pelatihan
(19)
atau bimbingan teknis (bintek) kepada setiap petugas medis, seperti: pelatihan excelence service, dan memberikan kesempatan kepada petugas medis untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi, serta meningkatkan kesejahteraan petugas.
(1)
no. 7 karena jumlah angkota no. 7 terbatas. Selain itu kenyataan di lapangan terdapat petugas medis yang kurang komunikatif dalam memberikan penjelasan tentang penyakit dan obat diberikan pada pasien, akibatnya pasien merasa kecewa, sehingga mendorong sebagian pasien untuk melakukan pemeriksaan di puskesmas lain atau rumah sakit atau lembaga kesehatan lainnya yang disediakan oleh swasta.
Adanya sikap petugas yang dinilai kurang memuaskan oleh sebagian pasien tersebut menunjukkan jika petugas belum memberikan pelayanan secara optimal, serta belum mampu mempertanggungjawabkan segala bentuk pelayanannya. Fakta tersebut jelas bertolak belakang dengan tujuan pendirian puskesmas, yakni meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi orang yang bertempat tinggal di wilayah kerja puskesmas agar terwujud derajat kesehatan yang setinggi-tingginya dalam rangka
mewujudkan Indonesia Sehat
(2)
Terkait dengan permasalahan-permasalahan tersebut di atas maka langkah yang dapat diambil oleh pihak pimpinan puskemas adalah mengadakan pelatihan-pelatihan atau bintek (bimbingan teknis) kepada setiap petugas medis, seperti: pelatihan customer care, dan memberikan kesempatan kepada petugas medis untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi, serta meningkatkan kesejahteraan petugas. Selain itu mengenai masalah angkutan pihak pimpinan Puskesmas Tegalrejo dapat mengusulkan kepada dinas yang berkepentingan dalam hal pengaturan trayek angkutan umum agar mengambil kebijakan dengan menambah jumlah angkota no. 7.
2. Hasil Analisis Bivariat
a. Hubungan antara lokasi dengan sikap keputusan berobat pada pasien di Puskesmas Tegalrejo Salatiga
Hasil analisis Rank Spearman menunjukkan bahwa besarnya nilai p-value hubungan signifikan antara lokasi dengan sikap keputusan berobat pada pasien di Puskesmas Tegalrejo Salatiga adalah
(3)
sebesar 0,041 < 0,05, berarti ada hubungan signifikan antara lokasi dengan sikap keputusan berobat.
Kondisi di atas memberikan gambaran bahwa faktor lokasi yang strategis merupakan salah satu faktor yang dipertimbangkan oleh pasien untuk berkunjung di Puskesmas Tegalrejo.
Kenyataan tersebut di atas memberikan dukungan pada pendapat Assauri (2004) yang menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi sikap keputusan pembelian konsumen tidak lepas dari faktor marketing mix, yang antara lain : lokasi (Assauri, 2004). Selain itu juga memberikan dukungan juga pada pendapat Swastha (2003), bahwa faktor lokasi yang tepat juga merupakan cara untuk bersaing dalam usaha menarik pelanggan (Swastha, 2003). Untuk itu dalam pemilihan lokasi usaha perlu selektif karena keberhasilan usaha sangat tergantung pada pemilihan lokasi usaha yang tepat (Kotler, 2000). Pernyataan tersebut memberikan suatu isyarat bahwa apapun bentuk usaha yang dijalankan pemilihan lokasi yang strategis adalah faktor yang sangat perlu untuk dipertimbangkan. Adapun menurut Levy dan dan
(4)
Weitz (lhalauw, 2001) untuk mengetahui apakah lokasi usaha strategis apa tidak dapat dilakukan dengan menilai faktor accessibility lokasi usaha bersangkutan. Dengan demikian adanya temuan bahwa lokasi Puskesmas Tegalrejo cukup sulit untuk dijangkau karena terbatasnya jumlah angkota no. 7, maka ada baiknya jika pihak Kepala Puskesmas Tegalrejo dapat mengusulkan kepada dinas yang berkepentingan dalam hal pengaturan trayek angkutan umum agar mengambil kebijakan dengan menambah jumlah angkota atau menambah rute trayek angkota no. 7. b. Hubungan antara kualitas pelayanan dengan sikap
keputusan berobat pada pasien di Puskesmas Tegalrejo Salatiga
Hasil analisis Rank Spearman menunjukkan bahwa besarnya nilai p-value hubungan signifikan antara kualitas pelayanan dengan sikap keputusan berobat pada pasien di Puskesmas Tegalrejo Salatiga adalah 0,000 < 0,05. Dengan demikian terbukti bahwa ada hubungan signifikan antara kualitas pelayanan dengan sikap keputusan berobat.
(5)
Fakta tersebut di atas memberikan gambaran bahwa kualitas pelayanan yang bermutu kepada pasien akan berdampak timbulnya sikap keputusan berobat pada pasien di Puskesmas Tegalrejo Salatiga yang baik.
Kenyataan tersebut di atas memberikan dukungan pada pendapat Assauri (2004) yang menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi sikap keputusan pembelian konsumen tidak lepas dari faktor marketing mix, yang antara lain : kualitas pelayanan. Ditambahkan oleh Parasuraman, et al (1996) yang dikutip oleh Lupiyoadi (2001), bahwa tenaga kerja (petugas kesehatan) adalah salah satu unsur masukan (input) yang mempengaruhi kualitas pelayanan. Dengan demikian jelas bahwa kualitas pelayanan memiliki hubungan dengan sikap keputusan pasien untuk berobat di Puskesmas Tegalrejo Salatiga. Untuk itu sudah sepatutnya jika dalam pelayanan petugas medis yang cenderung dinilai kurang memenuhi harapan pasien seperti: sikap petugas yang kurang komunikatif terhadap pasien segera untuk diperbaiki melalui pelatihan-pelatihan
(6)
atau bimbingan teknis (bintek) kepada setiap petugas medis, seperti: pelatihan excelence service, dan memberikan kesempatan kepada petugas medis untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi, serta meningkatkan kesejahteraan petugas.