MAKALAH PENDIDIKAN AGAMA ISLAM EKONOMI S

MAKALAH
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
EKONOMI SYARIAH

Disusun Oleh :
Tazkiya Laras P. E. (1401150313)
Monica Octaviani P. (1401154411)
Hanna Suci R. (1401154453)
Yeni Nuriyati (1401154523)
Diana Lailatul F. (1401154537)
Nanda Duro W. (1401154551)
Rejnasah Djajilah (1401154666)
KELAS MB 39 05
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS JURUSAN MBTI
Dosen : Ibu Qorriah A. Siregar
( 2015 )

BAB I
PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Hancurnya sistem ekonomi komunisme dan sosialis pada awal tahun 90-an

membuat sistem kapitalisme atau konvensional menjadi satu-satunya sistem
ekonomi yang dipilih oleh masyarakat dunia. Tetapi ternyata sistem ekonomi
tersebut membawa dampak negatif, banyak Negara miskin bertambah miskin dan
Negara kaya bertambah kaya.
Menurut Joseph E. Stiglitz (2006) kegagalan ekonomi Amerika dekade 90-an
karena keserakahan kapitalisme. Kekurangan dari sistem ekonomi konvensional
lebih menonjol dan merugikan ketimbang kelebihannya.
Karena hal tersebut, negara-negara yang penduduknya mayoritas Muslim
mencoba untuk mewujudkan suatu sistem ekonomi yang didasarkan pada Alquran dan Hadist, yaitu sistem ekonomi Syariah yang telah berhasil membawa
umat muslim pada zaman Rasulullah meningkatkan perekonomian di Zazirah
Arab. Dari pemikiran yang didasarkan pada Al-quran dan Hadist tersebut, saat ini
sedang dikembangkan Ekonomi Syariah dan Sistem Ekonomi Syariah di banyak
negara Islam termasuk di Indonesia.
Ekonomi Syariah diberlakukan bukan untuk menyaingi system ekonomi
konvensional, tetapi lebih ditujukan untuk menerapkan system ekonomi yang
kelebihannya lebih banyak sehingga menutupi kekurangan yang ada. Islam
diturunkan ke muka bumi ini dimaksudkan untuk mengatur hidup manusia guna
mewujudkan ketentraman hidup dan kebahagiaan umat di dunia dan di akhirat
sebagai nilai ekonomi tertinggi. Umat di sini tidak semata-mata umat Muslim


tetapi, seluruh umat yang ada di muka bumi. Ketentraman hidup tidak hanya
sekedar dapat memenuhi kebutuhan hidup secara melimpah ruah di dunia, tetapi
juga dapat memenuhi ketentraman jiwa sebagai bekal di akhirat nanti. Jadi harus
ada keseimbangan dalam pemenuhan kebutuhan hidup di dunia dengan
kebutuhan untuk akhirat.
Tiga Prinsip Dasar Yang Menyangkut sistem ekonomi Syariah menurut Islam
1.

Tawhid, Prinsip ini merefleksikan bahwa penguasa dan pemilik

tunggal atas jagad raya ini adalah Allah SWT.
2.

Khilafah, mempresentasikan bahwa manusia adalah khalifah atau

wakil Allah di muka bumi ini dengan dianugerahi seperangkat potensi spiritual
dan mental serta kelengkapan sumberdaya materi yang dapat digunakan untuk
hidup dalam rangka menyebarkan misi hidupnya.
3.


‘Adalah, merupakan bagian yang integral dengan tujuan syariah

(maqasid al-Syariah). Konsekuensi dari prinsip Khilafah dan ‘Adalah menuntut
bahwa semua sumberdaya yang merupakan amanah dari Allah harus digunakan
untuk merefleksikan tujuan syariah antara lain yaitu; pemenuhan kebutuhan (need
fullfillment), menghargai sumber pendapatan (recpectable source of earning),
distribusi pendapatan dan kesejah-teraan yang merata (equitable distribution of
income and wealth) serta stabilitas dan pertumbuhan (growth and stability).
Sistem ekonomi syariah dewasa ini sudah banyak diterapkan di bank-bank
yang ada di Indonesia. Masyarakat pun memerlukan pemahaman akan ekonomi
syariah. Makalah ini akan menjelaskan penerapannya pada perekonomian
Indonesia.

1.2Perumusan Masalah
1.2.1

Pengertian Ekonomi Syariah

1.2.2


Macam-macam bentuk ekonomi syariah yang diterapkan di Indonesia

1.2.3

E-commerce dan MLM dalam perspektif Islam

1.2.4

Filantrofi: Zakat, Infaq, dan sodaqoh

BAB 2
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Ekonomi Syariah
Pengertian ekonomi syariah menurut M.A. Manan adalah ilmu
pengetahuan sosial yang mempelajari masalah-masalah ekonomi rakyat yang
diilhami oleh nilai-nilai islam.
Menurut

Muhammad Abdullah


abdullah

al-'Arabi,

Pengertian

Ekonomi Syariah atau Pengertian Ekonomi Islam ialah sekumpulan dasardasar umum ekonomi yang kita simpulkan dari alquran dan sunnah, dimana
merupakan bangunan perekonomian yang didirikan di atas landasan dasardasar tersebut sesuai tiap lingkungan dan masa.
Sedangkan menurut Prof. Dr. Zainuddin Ali mengemukakan bahwa
Pengertian Ekonomi Syariah atau Pengertian Ekonomi Islam merupakan
kumpulan norma hukum yang bersumber dari alquran dan hadist yang
mengatur perekonomian umat manusia.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa ekonomi syariah ialah ilmu
ekonomi maupun penerapan ekonomi yang diilhami oleh nilai-nilai islam,
berdasarkan Al-Qur’an dan sunah, dan landasan dasar-dasar tersebut fleksibel
terhadap zaman dan mengatur seluruh aspek perekonomian umat manusia.
Sistem keuangan dan perbankan islam memperkenalkan system nilai
dan etika islam dalam lingkungan ekonomi. Karena dasar inilah ekonomi
syariah bukan sekedar sistem transaksi komersial. Persepsi islam dalam
transaksi finansial


merupakan kewajiban agamis bagi kalangan muslim.

Sehingga setiap muslim wajib memegang prinsip ekonomi syariah, yaitu:
1. Tidak memakan Riba

Riba secara bahasa bermakna ziyadah (tambahan). Sedangkan
menurut istilah teknis riba berarti pengambilan dari harta pokok atau
modal secara batil atau biasa kita sebut bunga (Antonio, 1999). Ada
beberapa pendapat dalam menjelaskan riba. Namun secara umum
terdapat benang merah yang menegaskan bahwa riba adalah

pengambilan tambahan, baik dalam transaksi jual beli maupun pinjammeminjam secara batil atau bertentangan dengan prinsip muamalah
dalam Islam. Hal ini dijelaskan dalam surat Al-Baqarah ayat
275-276

"orang-orang yang makan [mengambil] riba tidak dapat berdiri
melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syetan lantaran
[tekanan] penyakit gila. keadaan mereka yang demikian itu adalah
disebabkan mereka berkata [berpendapat] sesungguhnya jual beli itu

sama dengan riba. padahal Allah telah meng halalkan jual beli dan
meng haramkan riba. orang-orang yang telah sampai kepadanya
larangan dari Rabbnya lalu terus berhenti [dari mengambil riba] maka
baginya apa yang telah diambilnya dahulu [sebelum datang larangan]
dan urusannya [terserah] kepada Allah. orang yang kembali
[mengambil riba], maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka.
mereka kekal didalamnya. Allah memusnakan riba dan menyuburkan
orang yang tetap dalam kekafiran dan selalu berbuat dosa."

2.

Mengerluarkan zakat
Zakat merupakan instrumen keadilan dan kesetaraan dalam
Islam. Keadilan dan kesetaraan berarti setiap orang harus memiliki
peluang yang sama dan tidak berarti bahwa mereka harus sama-sama
miskin

atau

sama-sama


kaya.

Negara Islam wajib menjamin terpenuhinya kebutuhan minimal warga
negaranya, dalam bentuk sandang, pangan, papan, perawatan
kesehatan dan pendidikan (QS. 58:11). Tujuan utamanya adalah untuk
menjembatani perbedaan sosial dalam masyarakat dan agar kaum
muslimin mampu menjalani kehidupan sosial dan material yang
bermartabat dan memuaskan.
3. Menjauhi sesuatu yang haram
Sesuatu yang diharamkan adalah sesuatu yang dilarang oleh
Allah sesuai yang telah diajarkan dalam Alquran dan Hadist. Oleh
karena itu, untuk memastikan bahwa praktek dan aktivitas keuangan
syariah tidak bertentangan dengan hukum Islam, maka diharapkan
lembaga keuangan syariah membentuk Dewan Penyelia Agama atau
Dewan Syariah. Dewan ini beranggotakan para ahli hukum Islam yang
bertindak sebagai auditor dan penasihat syariah yang independen.
Aturan tegas mengenai investasi beretika harus dijalankan. Oleh
karena itu lembaga keuangan syariah tidak boleh mendanai aktivitas
atau item yang haram, seperti perdagangan minuman keras, obatobatan terlarang atau daging babi. Selain itu, lembaga keuangan

syariah juga didorong untuk memprioritaskan produksi barang-barang
primer untuk memenuhi kebutuhan umat manusia.
4. Tidak Melakukan Gharar dan Maysir
Alquran melarang secara tegas segala bentuk perjudian (QS.
5:90-91). Alquran menggunakan kata maysir untuk perjudian, berasal
dari kata usr (kemudahan dan kesenangan): penjudi berusaha
mengumpulkan harta tanpa kerja dan saat ini istilah itu diterapkan

secara

umum

pada

semua

bentuk

aktivitas


judi.

Selain mengharamkan judi, Islam juga mengharamkan setiap aktivitas
bisnis yang mengandung unsur judi. Hukum Islam menetapkan bahwa
demi kepentingan transaksi yang adil dan etis, pengayaan diri melalui
permainan

judi

harus

dilarang.

5. Takaful
Takaful adalah kata benda yang berasal dari kata kerja bahasa
arab kafala, yang berarti memperhatikan kebutuhan seseorang. Pada
hakikatnya, konsep takaful didasarkan pada

rasa


solidaritas,

responsibilitas, dan persaudaraan antara para anggota yang bersepakat
untuk bersama-sama menanggung kerugian tertentu yang dibayarkan
dari aset yang telah ditetapkan. Dengan demikian, praktek ini sesuai
dengan apa yang disebut dalam konteks yang berbeda sebagai asuransi
bersama (mutual insurance), karena para anggotanya menjadi
penjamin (insurer) dan juga yang terjamin (insured).

2.2 Macam-macam Bentuk Ekonomi Syariah yang Diterapkan di
Indonesia
Penerapan Hukum Ekonomi Syariah
Dalam sejarahnya upaya penerapan hukum syari’ah atau hukum islam di Indonesia
sebenarnya sudah dilakukan semenjak masa perjuangan kemerdekaan bangsa.
Dimana kita ketahui sendiri memang motor perjuangan kemerdekaan kita saat itu
banyak didominasi oleh pejuang-pejuang muslim yang memegang teguh prinsipprinsip hukum syari’ah. Perjuangan tersebut memang tidak secara frontal dilakukan,
tapi lebih banyak kepada upaya-upaya politis yang berbasis pada kelompok dan
budaya. Sayangnya kemudian upaya-upaya tersebut terbentur dengan kekuasaan
politik pemerintah Hindia-Belanda pada masa penjajahannya secara sistematis terus
mengikis pemberlakuan hukum syari’ah di tanah-tanah jajahannya. Hingga pada
gilirannya kelembagaan-kelembagaan baik yang telah ada maupun yang kemudian
dibentuk baik itu lembaga peradilan, perserikatan, dan lainnya pada masa itu mulai

meninggalkan nilai-nilai hukum syari’ah dan mulai terbiasa menerapkan aturan
hukum yang dibentuk pemerintah Hindia-Belanda yang saat itu disebut Burgerlijk
Wetbook yang tentunya jauh dari nilai-nilai syari’ah. Sehingga jelas saja kagiatankegiatan atau perkara-perkara peradilan yang bersinggungan dengan syari’ah saat itu
belum memiliki pedoman yang sesuai dengan nurani masyarakat muslim kebanyakan.
Disadari atau tidak kondisi tersebut diatas tetap bergulir hingga kurun waktu
dewasa ini. Dalam prakteknya di lapangan, terlebih pada lembaga peradilan kita,
sebelum adanya amandemen UU No 7 tahun 1989, penegakkan hukum yang
berkaitan dengan urusan perniagaan ataupun kontrak bisnis di lembaga-lembaga
keungan syari’ah kita masih mengacu pada ketentuan KUH Perdata yang ternyata
merupakan hasil terjemahan dari Burgerlijk Wetbook peninggalan jajahan HindiaBelanda yang keberlakuannya sudah dikorkordansi sejak tahun 1854.. Sehingga
konsep perikatan dalam hukum-hukum syari’ah tidak lagi berfungsi dalam praktek
legal-formal hukum di masyarakat.
Menyadari akan hal tersebut, tentunya kita sebagai muslim patut mempertanyakan
kembali sejauh mana penerapan hukum syari’ah dalam setiap aktivitas kehidupan
kita, terlebih pada hal-hal yang terkait dengan aktivitas-aktivitas yang bernafaskan
ekonomi syari’ah yang telah jelas disebutkan bahwa regulasi-regulasi formil yang
menaungi hukumnya masih mengakar pada penerapan KUH Perdata yang belum
dapat dianggap syari’ah karena masih bersumber pada Burgerlijk Wetbook hasil
peninggalan penjajahan Hindia-Belanda.
Sejalan dengan perkembangan pesat sistem ekonomi syari’ah dewasa ini berbagai
upaya-upaya sistematis dilakukan oleh pejuang-pejuang ekonomi syari’ah pada level
atas untuk kemudian memuluskan penerapan hukum ekonomi syari’ah secara formal
pada tatanan payung hukum yang lebih diakui pada tingkat nasional. Tentunya upayaupaya ini tidak lepas dari aspek politik hukum di Indonesia. Proses legislasi hukum
ekonomi syari’ah pun sudah sejak lama dilakukan dan relatif belum menemui
hambatan yang secara signifikan mempengaruhi proses perjalanannya. Hanya saja
kemudian upaya-upaya ini baru sampai pada tahap perumusan Undang Undang yang
mengatur

aspek-aspek

ekonomi

syari’ah

secara

terpisah,

belum

kepada

pembentukkan instrument hukum yang lebih nyata layaknya KUH Pidana maupun
KUH Perdata yang lebih kuat.
Berikut macam-macam akad yang di jalankan di lembaga keuangan syariah di
Indonesia:
1. Akad Tabarru’
Akad tabarru’ merupakan segala macam perjanjian yang menyangkut
transaksi nirlaba yang tidak mencari keuntungan (not for profit), Akad tabarru’
dilakukan dengan tujuan tolong-menolong dalam rangka berbuat kebaikan.
Dalam akad tabarru’, pihak yang berbuat kebaikan tersebut tidak berhak
mensyaratkan dan mengharapkan imbalan apapun kepada pihak lainnya, Pada
hakekatnya,

akad

tabarru’

adalah

akad

melakukan

kebaikan

yang

mengharapkan balasan dari Allah SWT semata. Contoh akad-akad tabarru’
adalah qard, rahn, hiwalah, wakalah, kafalah, wadi’ah, hibah,waqf,
shadaqah,hadiah, dll.
2. Akad Tijarah
Akad Tijarah adalah akad yang berorientasi pada keuntungan komersial
( for propfit oriented). Dalam akad ini masing-masing pihak yang melakukan
akad berhak untuk mencari keuntungan. Contoh akad tijarah adalah akad-akad
investasi, jual-beli, sewa-menyewa dan lain – lain. Sebagai contoh, Akad Jual
Beli
a. Bai’ naqdan adalah jual beli biasa yang dilakukan secara tunai. Dalam jual
beli ini bahwa baik uang maupun barang diserahkan di muka pada saat yang
bersamaan, yakni di awal transaksi (tunai).
b. Bai’ muajjal adalah jual beli dengan cara cicilan. Pada jenis ini barang
diserahkan di awal periode, sedangkan uang dapat diserahkan pada periode
selanjutnya. Pembayaran ini dapat dilakukan secara cicilan selama periode
hutang, atau dapat juga dilakukan secara sekaligus di akhir periode.
c. Murabahah adalah jual beli dimana besarnya keuntungan secara terbuka
dapat diketahui oleh penjual dan pembeli.

d. Salam adalah akad jual beli barang dengan cara pemesanan dan pembayaran
harga lebih dahulu dengan syarat-syarat tertentu.
e. Istisna adalah akad jual beli dalam bentuk pemesanan pembuatan barang
tertentu dengan kriteria dan persyaratan tertentu yang disepakati antara
pemesan (Pembeli, Mustashni’) dan penjual (Pembuat, shani’).

2.3 E-commerce dan MLM dalam perspektif Islam
2.3.1 E-commerce
Secara istilah, sulit untuk mendefinisikan secara pasti apa itu ecommerce. Berikut ini akan dipaparkan beberapa definisi e-commerce yang
diharapkan dapat mewakili dari banyaknya definisi yang ada. Menurut
Association for Electronic Commerce secara sederhana mendefinisikan ecommerce sebagai mekanisme bisnis secara elektronis. Commerce Net,
sebuah konsorsium industri memberikan definisi yang lebih lengkap yaitu
penggunaan jaringan komputer sebagai sarana penciptaan relasi bisnis
sehingga terjadi proses pembelian dan penjualan jasa/pertukaran dan distribusi
informasi antara dua pihak di dalam satu perusahaan dengan menggunakan
internet.
Orang yang terjun ke dunia usaha, berkewajiban mengetahui hal-hal
yang dapat mengakibatkan jual beli itu sah atau fasid. Ini dimaksudkan agar
mu’amalah berjalan sah dan segala sikap dan tindakannya jauh dari kerusakan
yang tidak dibenarkan. Diriwayatkan, bahwa Umar r.a. berkeliling pasar dan
beliau memukul sebagian pedagang dengan tongkat dan berkata: “Tidak boleh
yang berjualan di pasar kami ini, kecuali mereka yang memahami hukum.
Jika tidak berarti dia memakan riba, sadarkah ia atau tidak.”Berkaitan dengan
perdagangan, Allah Ta’ala telah menegaskan dalam firman-Nya QS. AlBaqarah (2) ayat 275. “…Allah telah menghalalkan jual beli dan
mengharamkan riba..” dan QS. An-Nissa’(4): 29, “Hai orang-orang yang
beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang

batil, kecuali dengan jalan perdagangan yang berlaku suka sama suka diantara
kamu…” Sedangkaan landasan sunnahnya, sabda Rasulullah Saw: “Perolehan
yang paling afdhal adalah hasil karya tangan seseorang dan jual beli yang
mabrur.” Dan hadis riwayat al-Bazzar dan Rifa’ah ibn Rafi’ dan dibenarkan
oleh al-Hakim, ketika itu Rasulullah Saw pernah ditanya oleh sahabat
mengenai profesi yang baik. Rasulullah Saw menjawab: “Usaha manusia
dengan tangannya sendiri dan setiap jual beli yang baik.”Sebagai suatu alat
pertukaran, jual beli mempunyai rukun dan syarat yang harus dipenuhi
sehingga jual beli itu dapat dikatakan sah oleh syara’.
Dalam permasalahan e-commerce, fiqh memandang bahwa transaksi
bisnis di dunia maya diperbolehkan karena mashlahah. Mashlahah adalah
mengambil manfaat dan menolak kemudaratan dalam rangka memelihara
tujuan syara’. Bila e-commerce dipandang seperti layaknya perdagangan
dalam Islam, maka dapat dianalogikan bahwa pertama penjualnya adalah
merchant (Internet Service Provider atau ISP), sedangkan pembelinya akrab
dipanggil customer. Kedua, obyek adalah barang dan jasa yang ditawarkan
(adanya pemesanan seperti as-salam) dengan berbagai informasi, profile,
mencantumkan harga, terlihat gambar barang, serta resminya perusahaan. Dan
ketiga, Sighat (ijab-qabul) dilakukan dengan payment gateway yaitu
system/software pendukung (otoritas dan monitor) bagi acquirer, serta
berguna untuk service online.
2.3.2 MLM
MLM disebut sebagai network marketing. Disebut demikian karena
anggota kelompok tersebut semakin banyak sehingga membentuk sebuah
jaringan kerja (network) yang merupakan suatu sistem pemasaran dengan
menggunakan jaringan kerja berupa sekumpulan banyak orang yang kerjanya
melakukan pemasaran.
MLM yang menggunakan strategi pemasaran secara bertingkat
(levelisasi) mengandung unsur-unsur positif, asalkan diisi dengan nilai-nilai

Islam dan sistemnya disesuaikan dengan syari’ah Islam. Bila demikian, MLM
dipandang memiliki unsur-unsur silaturrahmi, dakwah dan tarbiyah.
MenurutMuhammad Hidayat, Dewan syari’ah MUI Pusat, metode semacam
ini pernah digunakan Rasulullah dalam melakukan dakwah Islamiyah pada
awal-awal Islam. Dakwah Islam pada saat itu dilakukan melalui teori gethok
tular (mulut ke mulut) dari sahabat satu ke sahabat lainnya. Sehingga pada
suatu ketika Islam dapat di terima oleh masyarakat kebanyakan.(Lihat, Azhari
Akmal Tarigan, Ekonomi dan Bank Syari’ah, FKEBI IAIN, 2002, hlm. 30)
Bisnis yang dijalankan dengan sistem MLM tidak hanya sekedar
menjalankan penjualan produk barang, tetapi juga jasa, yaitu jasa marketing
yang berlevel-level (bertingkat-tingkat) dengan imbalan berupa marketing fee,
bonus, hadiah dan sebagainya, tergantung prestasi, dan level seorang anggota.
Kegiatan samsarah dalam bentuk distributor, agen, member atau mitra
niaga dalam fikih Islam termasuk dalam akad ijarah. yaitu suatu transaksi
memanfaatkan jasa orang lain dengan imbalan, insentif atau bonus (ujrah)
Semua ulama membolehkan akad seperti ini (Fikih Sunnah, III, hlm 159).
Sama halnya seperti cara berdagang yang lain, strategi MLM harus
memenuhi rukun jual beli serta akhlak (etika) yang baik. Di samping itu
komoditas yang dijual harus halal (bukan haram maupun syubhat), memenuhi

kualitas dan bermafaat. MLM tidak boleh memperjualbelikan produk yang
tidak jelas status halalnya. Atau menggunakan modus penawaran (iklan)
produksi promosi tanpa mengindahkan norma-norma agama dan kesusilaan.

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan
harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan
perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. Dan
janganlah kamu membunuh dirimu. Sesungguhnya Allah adalah Maha

Penyayang kepadamu.” (QS. An-Nisā (4): 29)

2.4 Filantrofi: Zakat, Infaq, dan Sodaqoh
2.4.1 Makna Zakat
Secara Bahasa (lughat), berarti : tumbuh; berkembang dan berkah (HR. AtTirmidzi) atau dapat pula berarti membersihkan atau mensucikan:
“Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu
membersihkan (maksudnya: zakat itu membersihkan mereka dari kekikiran
dan cinta yang berlebih-lebihan kepada harta benda) dan mensucikan mereka
(maksudnya: zakat itu menyuburkan sifat-sifat kebaikan dalam hati mereka
dan memperkembangkan harta benda mereka) dan berdoalah untuk mereka.
Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan
Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS At Taubah 103)
Sedangkan istilah zakat berarti derma yang telah ditetapkan jenis, jumlah, dan
waktu

suatu

kekayaan

atau

harta

yang

wajib

diserahkan;

dan

pendayagunaannya pun ditentukan pula, yaitu dari umat Islam untuk umat
Islam.
2.4.2 Makna Infaq
Pengertian infaq adalah lebih luas dan lebih umum dibanding dengan zakat.
Tidak ditentukan jenisnya, jumlahnya dan waktunya suatu kekayaan atau

harta harus didermakan. Allah memberi kebebasan kepada pemiliknya untuk
menetukan jenis harta, berapa jumlah yang yang sebaiknya diserahkan.
2.4.3 Makna Shadaqah
Adapun Shadaqoh mempunyai makna yang lebih luas lagi dibanding infaq.
Shadaqah ialah segala bentuk nilai kebajikan yang tidak terikat oleh jumlah,
waktu dan juga yang tidak terbatas pada materi tetapi juga dapat dalam bentuk
non materi, misalnya menyingkirkan rintangan di jalan, menuntun orang yang
buta, memberikan senyuman dan wajah yang manis kepada saudaranya,
menyalurkan syahwatnya pada istri dsb. Dan shadaqoh adalah ungkapan
kejujuran (shiddiq) iman seseorang.
Antara zakat, infak, dan shadaqah memiliki pengertian tersendiri dalam
bahasan kitab-kitab fiqh. Zakat yaitu kewajiban atas sejumlah harta tertentu
dalam waktu tertentu dan untuk kelompok tertentu.
Infak memiliki arti lebih luas dari zakat, yaitu mengeluarkan atau
menafkahkan uang. Infak ada yang wajib, sunnah dan mubah. Infak wajib di
antaranya adalah zakat, kafarat, infak untuk keluarga dan sebagainya. Infak
sunnah adalah infak yang sangat dianjurkan untuk melaksanakannya namun
tidak menjadi kewajiban, seperti infak untuk dakwah, pembangunan masjid
dan sebagainya. Sedangkan infak mubah adalah infak yang tidak masuk
dalam kategori wajib dan sunnah, serta tidak ada anjuran secara tekstual ayat
maupun hadits, diantaranya seperti infak untuk mengajak makan-makan dan
sebagainya.
Shadaqah lebih luas dari sekedar zakat maupun infak. Karena shadaqah tidak
hanya berarti mengeluarkan atau mendermakan harta. Namun shadaqah
mencakup segala amal atau perbuatan baik. Dalam sebuah hadits
digambarkan, “Memberikan senyuman kepada saudaramu adalah shadaqah.”

Makna shadaqah yang terdapat dalam hadits di atas adalah mengacu pada
makna shadaqah di atas. Bahkan secara tersirat shadaqah yang dimaksudkan
dalam hadits adalah segala macam bentuk kebaikan yang dilakukan oleh
setiap muslim dalam rangka mencari keridhaan Allah swt. Baik dalam bentuk
ibadah atau perbuatan yang secara lahiriyah terlihat sebagai bentuk taqarrub
kepada Allah swt., maupun dalam bentuk aktivitas yang secara lahiriyah tidak
tampak seperti bertaqarrub kepada Allah, seperti hubungan intim suami istri,
bekerja, dsb. Semua aktivitas ini bernilai ibadah di sisi Allah swt.

BAB III
KESIMPULAN
Ekonomi islam atau ekonomi syariah saat ini sedang ramai di perbincangkaan,
bahkan sudah banyak masyarakat menginginkan penerapannya pada perekonomian
indonesia. Penerapan ekonomi islam sendiri menurut saya merupakan perbaikan
perekonomian Indonesia, dengan segala prinsip-prinsip yang mengaturnya.
Seperti yang kita ketahui, jenis transaksi yang dilarang oleh Allah SWT dan RasulNya ini tergolong ke dalam transaksi-transaksi non real atau dzalim yang dapat
mengakibatkan dharar/bahaya bagi masyarakat dan negara, memunculkan high cost
dalam ekonomi, serta bermuara pada bencana dan kesengasaraan pada umat manusia.
Sifat-sifat tersebut melekat dalam sistem ekonomi kapitalis dengan berbagai jenis
transaksinya. Konsekuensi bagi negara dan masyarakat yang menganut atau tunduk
dan membebek pada sistem ekonomi kapitalis yang dipaksakan oleh negara-negara
Barat adalah kehancuran ekonomi dan kesengsaraan hidup. Oleh karena itu,
pemerintah harus mempertimbangkan lagi keinginan masyarakat tentang penerapan
ekonomi syariah pada perekonomian Indonesia ini.
E-commerce dan MLM ialah bisnis atau perdagangan yang sangat “booming” di
masyarakat dewasa ini. Kedua bisnis ini mengandalkan teknologi sebagai media

berbisnis. Perspektifnya dalam islam ialah di halalkan, asalkan sesuai dengan hukum
dan syarat jual beli yang ada di Al-Qur,an dan Hadist.
Filantrofi zakat, infaq, dan sodaqoh sangat penting bagi kehidupan agamis kita.
Ketiga hal tersebut memiliki arti harfiah yang sama, yaitu menyumbangkan sebagian
rezeki kita untuk orang yang membutuhkan, ikhlas karena Allah SWT. Baik dalam
bentuk ibadah atau perbuatan yang secara lahiriyah terlihat sebagai bentuk taqarrub
kepada Allah swt., maupun dalam bentuk aktivitas yang secara lahiriyah tidak tampak
seperti bertaqarrub kepada Allah, seperti, bekerja, dsb. Semua aktivitas ini bernilai
ibadah di sisi Allah swt.

DAFTAR PUSTAKA
Rasjid, Sulaiman. 2003. Fiqh Islam (Hukum Fiqih Islam), cet ke-36. Bandung : Sinar
Baru Algesindo Offset.
Barkatullah, Abdul Halim. 2009. Perlindungan Hukum bagi Konsumen Transaksi ECommerce Lintas Negara di Indonesia. Jogjakarta : FH UII Press.
Sabiq, Syaikh Sayyid. 1992. Fiqhu al-Sunnah, juz 3. Beirut : Darr Al-fikr
Purbo, onno. W. Dkk. 2001. Mengenal E- Commerce. Jakarta : PT. Elex Media
Komputindo.
Qordlowi, Yusuf. 2000. Halal Haram fil Islam. Surakarta : Era Intermedia.
Utomo, Hadi Setiawan. 2003. Fikih aktual : Jawaban Tuntas Masalah Kontemporer.
Jakarta : Gema Insani Press.
www.Eramuslim.com
www.Pesantrenvirtual.com
www. Bayusanusi.blogspot.com

www.ananganggarjito.blogspot.com
http://mungs.biz/demo/?p=24
http://www.pengertianpakar.com/2015/01/pengertian-ruang-lingkupmanfaat.html#_
https://id-id.facebook.com/notes/hadist-nabi-muhammad-saw/larangan-ribabunga-dalam-al-quran-al-hadits/194389903987077
https://sithobil.wordpress.com/2012/01/16/macam-macam-akad-dalam-akadlembaga-keuangan-syariah/
http://ummisholikhah.blogspot.co.id/2010/12/e-commers-dalam-perspektifislam.html
http://ananganggarjito.blogspot.co.id/2008/07/e-commerce-dalam-perspektifislam.html
http://archive.kaskus.co.id/thread/13119284/0/diskusi-tentang-zakat-infak-wakaf-danfilantropi-islam