kinerja sistem perpajakan

EVALUASI KINERJA SISTEM PERPAJAKAN
INDONESIA

Oleh:
Gilang Febriawan
08620278
AKUNTANSI/ 3E

Latar Belakang
• Pemerintah saat ini tengah menunggu pengesahan atas
tiga RUU yang mengubah tiga UU Perpajakan yang
saat ini berlaku.
• Amandemen UU Perpajakan tahun 2005 ini menandai
dilaksanakannya reformasi perpajakan keempat, sejak
beralihnya sistem perpajakan nasional.
• Pertanyaan yang segera muncul adalah apakah
pencapaian dari reformasi perpajakan nasional yang
telah dilakukan dan permasalahan apa saja yang masih
harus dibenahi dengan reformasi lanjutan yang akan
diluncurkan.


Pengertian Pajak






Menurut Adam Smith (1898:302), pajak adalah “a
contribution from the citizen to support of the state”.
Sommerfeld (1983:1) mendefinisikan pajak sebagai
“any nonpenal yet compulsory transfer of resources
from the private to public sector, levied on the basis
of predetermined criteria and without receipt of
specific benefit of equal value, in order to accomplish
some of a nation’s economic and social objectives.”
Bastable (1993:263) menyatakan bahwa pajak adalah
“a compulsory contribution of the wealth of a person
or body of persons for service of the public powers.”






Dari kalangan dalam negeri, Rochmat Soemitro (1994:23)
menyatakan bahwa pajak adalah “iuran rakyat kepada kas negara
(peralihan kekayaan dari sektor partikulir ke sektor pemerintah)
berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan
tiada mendapat jasa timbal (tegen prestasi) yang langsung dapat
ditunjukkan dan digunakan untuk membiayai pengeluaran
umum.”
menurut Djajaningrat, pajak adalah “kewajiban untuk
menyerahkan sebagian dari kekayaan kepada negara disebabkan
oleh suatu keadaan, kejadian dan perbuatan yang memberikan
kedudukan tertentu, tetapi bukan sebagai hukuman, menurut
peraturan-peraturan yang ditetapkan pemerintah serta dapat
dipaksakan, tetapi tidak ada jasa balik dari negara secara
langsung, untuk memelihara kesejahteraan umum”.

Dasar-dasar dari pengertian pajak
 Pembayaran pajak harus berdasarkan undangundang;

 Sifatnya dapat dipaksakan
 Tidak ada kontraprestasi yang langsung dapat
dirasakan oleh pembayar pajak;
 Pemungutan pajak dilakukan oleh negara baik
pemerintah pusat maupun daerah; dan
 Pajak digunakan untuk membiayai pengeluaranpengeluaran pemerintah (rutin dan pembangunan)
bagi kepentingan masyarakat umum.

Fungsi Pajak
 Pajak

berfungsi budgeter, yaitu untuk mengumpulkan
uang pajak sebanyak-banyaknya sesuai dengan
undang-undang yang berlaku yang pada waktunya
akan digunakan untuk membiayai pengeluaranpengeluaran negara, yaitu pengeluaran rutin dan
pengeluaran pembangunan, dan bila ada sisa (surplus)
akan digunakan sebagai tabungan pemerintah.
 Pajak berfungsi regulerend adalah suatu fungsi bahwa
pajak-pajak tersebut digunakan sebagai suatu alat
untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu.


Reformasi Pajak
• Williamson dalam Mas’oed (1994:60) menyatakan
bahwa reformasi perpajakan meliputi perluasan basis
perpajakan, perbaikan administrasi perpajakan,
mengurangi terjadinya penghindaran dan manipulasi
pajak, serta mengatur pengenaan pada asset yang
berada di luar negeri.
• Anggito Abimanyu (2003:15) menyebutkan bahwa
reformasi perpajakan adalah perubahan mendasar di
segala aspek perpajakan yang memiliki 3 (tiga) tujuan
utama, yaitu tingkat kepatuhan sukarela yang tinggi,
kepercayaan terhadap administrasi perpajakan yang
tinggi, dan produktivitas aparat perpajakan yang
tinggi.



Aviliani (2003:27) berpendapat bahwa tujuan utama
reformasi perpajakan adalah untuk menegakkan

kemandirian ekonomi dalam membiayai
pembangunan nasional dengan jalan lebih
mengerahkan kemampuan sendiri. Secara bertahap,
pajak diharapkan bisa mengurangi ketergantungan
utang luar negeri.

Secara garis besar, reformasi administrasi
perpajakan ini diharapkan dapat memenuhi
tiga tujuan utama:
 Tercapainya tingkat kepatuhan
sukarela yang tinggi;
 Tercapainya tingkat kepercayaan
terhadap administrasi
perpajakan yang tinggi;
 Tercapainya produktivitas aparat
perpajakan yang tinggi.

Sejarah Reformasi Perpajakan Indonesia

Reformasi perpajakan di Indonesia pertama kali

diluncurkan pada tahun 1983, dengan perombakan
sistem perpajakan paling mendasar, yaitu
digantikannya sistem official assessment menjadi
self assessment

Hasil Reformasi Perpajakan

Reformasi Perpajakan di Indonesia sejak diluncurkan
tahun 1983 dan diberlakukan pada tahun 1984 telah
memberikan pengaruh positif bagi perekonomian
nasional Indonesia. Kinerja penerimaan pajak terus
bertambah dan meningkat dari tahun ke-tahun.

Masalah Pengampunan Pajak
Salah satu hal yang mengemuka dalam masalah perpajakan
kita saat ini adalahtentang rencana Pemerintah
memberlakukan Undang-Undang tentang Pengampunan
Pajak. Hal ini tercermin dari berbagai pernyataan
Pemerintah melalui para pejabatnya, baik di tingkat
menteri hingga eselon I Departemen. Pemerintah bahkan

telah mengirimkan sebuah tim beranggotakan tujuh ahli
untuk mempelajari masalah pengampunan pajak di Afrika
Selatan. Sayangnya, pada saat ini gaung tentang masalah
pengampunan pajak ini tidak lagi keras terdengar.

Masa Depan Reformasi Perpajakan Indonesia
Pada dasarnya, Reformasi Perpajakan Indonesia memiliki
nilai istimewa dibandingkan negara lain. Sebelum memuji
“As already mentioned, Indonesian experience shows that
a comprehensive reform can indeed be implemented
quickly and quite successfully in a developing
country.”Richard M. Bird menyatakan reformasi
perpajakan Indonesia sebagai langkah sistematis1 yang
disusun melalui perencanaan yang baik.

KESIMPULAN DAN SARAN





Sebagaimana layaknya negara berkembang,
nampaknya problematika pembiayaan negara dan
pembangunan di Indonesia juga senantiasa
dihadapkan pada keterbatasan sumber dana yang
ada.
Persoalan Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN)
juga harus diperhatikan dalam pembenahan
Direktorat Jenderal Pajak.





Untuk menjalankan agenda pemberantasan KKN di
Direktorat Jenderal Pajak, pemerintah harus
bekerja ekstra keras dan tidak hanya berlindung
pada angka penegakan disiplin yang mungkin
menyesatkan.
Untuk menjalankan agenda pemberantasan KKN di
Direktorat Jenderal Pajak, pemerintah harus

bekerja ekstra keras dan tidak hanya berlindung
pada angka penegakan disiplin yang mungkin
menyesatkan.