Index of /enm/images/dokumen
Bisnis Indonesia, Edisi: 21-OCT-2007
GCG butuh dukungan
Setelah struktur yang ada dibuat untuk dapat mendukung penerapan GCG, maka perlu dipastikan
agar mekanisme kepengurusan perusahaan juga dilaksanakan sesuai dengan prinsip GCG.
Selain dari pengaturan wewenang dewan komisaris, direksi, dan rapat umum pemegang saham
(RUPS), juga perlu dipastikan adanya mekanisme komunikasi yang memadai, sehingga masingmasing organ perusahaan dapat melakukan fungsinya dengan baik, dan menerima informasi dengan
lengkap, akurat dan tepat waktu.
Dewan komisaris dan direksi juga harus memiliki kesamaan pandangan terhadap visi, misi, tata
nilai dan strategi perusahaan. Hal ini diperlukan agar keduanya dapat bekerja sama dalam
memelihara kesinambungan usaha jangka panjang.
Untuk membantu pelaksanaan tugasnya, baik direksi maupun dewan komisaris dapat membentuk
unit atau komite seperti komite audit, komite nominasi dan remunerasi, komite kebijakan risiko, dan
komite corporate governance.
Budaya perusahaan
Mengapa GCG perlu dijadikan budaya perusahaan? Karena sesuatu yang telah menjadi perilaku
keseharian dan menjadi budaya, memiliki potensi implementasi yang lebih baik, sebab GCG secara
otomatis akan menjadi patokan dalam beraktivitas.
Karena budaya perusahaan merupakan sesuatu yang harus dibentuk dan merupakan akumulasi dari
sebuah perjalanan, maka menjadikan GCG sebagai budaya perusahaan tidak seperti membalikkan
telapak tangan. Agar GCG dapat menjadi budaya perusahaan, sebelumnya perlu dilakukan beberapa
tahapan.
Perusahaan perlu menetapkan nilai (value) yang dianut dalam melakukan aktivitas usahanya. Nilai
perusahaan ini harus menggambarkan sikap moral perusahaan.
Agar sikap moral tersebut dapat benar-benar diimplementasikan dalam setiap aktivitas usaha, maka
perusahaan harus merumuskan etika berbisnis/berusaha yang disepakati bersama. Etika bisnis inilah
yang menjadi tolok ukur dalam setiap perilaku.
Pelaksanaan etika bisnis yang berkesinambungan akan dapat membentuk budaya perusahaan yang
merupakan cerminan dari sikap moral yang dianut perusahaan. Agar setiap individu dalam
perusahaan dapat lebih mengerti akan perilaku apa yang diharapkan, sikap moral dan etika berbisnis
ini perlu dijabarkan dalam sebuah pedoman perilaku.
Dalam upaya membangun budaya perusahaan berlandaskan CGG, tidak perlu dibuat aturan khusus
untuk memaksa setiap orang menerapkan GCG. Aturan khusus yang perlu dibuat, mungkin hanya
terbatas pada diwajibkannya setiap anggota direksi, komisaris, dan karyawan untuk memberikan
komitmennya dalam menerapkan etika berbisnis yang baik.
Bentuk komitmen tersebut dapat dituangkan dalam sebuah pernyataan yang harus dibuat secara
periodik, diberlakukannya sanksi atas pelanggaran etika, serta pengaturan untuk melindungi pelapor
yang melaporkan adanya perilaku yang tidak etis.
Tetapi, aturan khusus lainnya yang melampaui hal-hal diatas, tidak perlu diatur dengan rinci.
Karena jika hanya berlandaskan pada aturan, maka yang akan dicapai hanya 'kepatuhan pada
peraturan', sementara GCG lebih dari sekadar 'patuh pada peraturan'.
Dukungan hukum
Banyak hal yang masih harus dibenahi agar GCG benar benar dapat diterapkan. Penerapan GCG
perlu didukung oleh adanya lingkungan yang kondusif serta peraturan yang dapat mengakomodir
GCG. Tentunya kerangka ini perlu mendapatkan dukungan penuh dari regulator.
Dengan adanya kerangka hukum yang dapat menunjang pelaku usaha serta dengan adanya
penerapan hukum yang konsisten, maka pelaku usaha dapat lebih mudah dalam menerapkan GCG.
Tingkat penerapan awal GCG dilihat dari pemenuhan perundang-undangan, sehingga kerangka
dasar penerapan GCG dapat dikembangkan dari kerangka hukum tersebut.
Di samping itu, perlu adanya dukungan dari lingkungan di tempat perusahaan beroperasi. Dalam
berinteraksi dengan pihak eksternal, perusahaan dihadapkan pada banyak pihak yang mungkin
sebagian diantaranya tidak bekerja berdasarkan prinsip GCG, termasuk dalam etika kerja, sehingga
kesadaran dan kesungguhan dari perusahaan saja belum cukup.
Sudah bukan rahasia lagi bahwa di Asia, dan Indonesia pada khususnya, banyak sekali praktik
pemberian 'kickback' kepada supplier, konsumer dan bahkan kepada regulator agar urusan
pekerjaan dapat berjalan dengan mulus.
Tanpa lingkungan yang kondusif, tantangan dalam penerapan GCG akan cukup besar. Good public
governance dalam hal ini mempunyai peran penting dalam mendukung keberhasilan penerapan
GCG di perusahaan.
ecara ringkas, penerapan GCG dapat ditempuh dalam beberapa tahapan yang harus dilakukan secara
berkelanjutan. Pertama, adalah membangun pemahaman, kepedulian dan komitmen untuk
melaksanakan GCG oleh semua anggota direksi dan dewan komisaris, serta pemegang saham
pengendali, dan semua karyawan.
Kedua, perusahaan perlu melakukan kajian terhadap kondisi perusahaan yang berkaitan dengan
pelaksanaan GCG dan tindakan korektif yang diperlukan. Ketiga, setelah ketimpangan dan tindakan
korektif yang diperlukan teridentifikasi, perlu disusun program dan pedoman pelaksanaan GCG
perusahaan.
Keempat, dilakukan internalisasi pelaksanaan GCG sehingga terbentuk rasa memiliki dari semua
pihak di dalam perusahaan, serta pemahaman atas pelaksanaan pedoman GCG dalam kegiatan
sehari-hari.
Terakhir adalah melakukan penilaian independen untuk memastikan penerapan GCG secara
berkesinambungan untuk mengukur efektivitas dan sejauh mana penerapannya dilakukan secara
konsisten.
Hasil penilaian ini tentunya perlu dilaporkan kepada pemegang saham dalam RUPS, dan dituangkan
dalam laporan tahunan-untuk perusahaan publik. Hal ini diperlukan agar fungsi pengawasan yang
dilakukan oleh pemegang saham dan juga stakeholder lainnya dalam menilai penerapan GCG
perusahaan dapat berjalan dengan semestinya.
Tulisan ini merupakan kontribusi Komite Nasional Kebijakan Governance
Mas Achmad Daniri
Ketua Komite Nasional Kebijakan Governance
&
Angela Indrawati Simatupang
Anggota Tim Penyusun Pedoman Umum GCG
GCG butuh dukungan
Setelah struktur yang ada dibuat untuk dapat mendukung penerapan GCG, maka perlu dipastikan
agar mekanisme kepengurusan perusahaan juga dilaksanakan sesuai dengan prinsip GCG.
Selain dari pengaturan wewenang dewan komisaris, direksi, dan rapat umum pemegang saham
(RUPS), juga perlu dipastikan adanya mekanisme komunikasi yang memadai, sehingga masingmasing organ perusahaan dapat melakukan fungsinya dengan baik, dan menerima informasi dengan
lengkap, akurat dan tepat waktu.
Dewan komisaris dan direksi juga harus memiliki kesamaan pandangan terhadap visi, misi, tata
nilai dan strategi perusahaan. Hal ini diperlukan agar keduanya dapat bekerja sama dalam
memelihara kesinambungan usaha jangka panjang.
Untuk membantu pelaksanaan tugasnya, baik direksi maupun dewan komisaris dapat membentuk
unit atau komite seperti komite audit, komite nominasi dan remunerasi, komite kebijakan risiko, dan
komite corporate governance.
Budaya perusahaan
Mengapa GCG perlu dijadikan budaya perusahaan? Karena sesuatu yang telah menjadi perilaku
keseharian dan menjadi budaya, memiliki potensi implementasi yang lebih baik, sebab GCG secara
otomatis akan menjadi patokan dalam beraktivitas.
Karena budaya perusahaan merupakan sesuatu yang harus dibentuk dan merupakan akumulasi dari
sebuah perjalanan, maka menjadikan GCG sebagai budaya perusahaan tidak seperti membalikkan
telapak tangan. Agar GCG dapat menjadi budaya perusahaan, sebelumnya perlu dilakukan beberapa
tahapan.
Perusahaan perlu menetapkan nilai (value) yang dianut dalam melakukan aktivitas usahanya. Nilai
perusahaan ini harus menggambarkan sikap moral perusahaan.
Agar sikap moral tersebut dapat benar-benar diimplementasikan dalam setiap aktivitas usaha, maka
perusahaan harus merumuskan etika berbisnis/berusaha yang disepakati bersama. Etika bisnis inilah
yang menjadi tolok ukur dalam setiap perilaku.
Pelaksanaan etika bisnis yang berkesinambungan akan dapat membentuk budaya perusahaan yang
merupakan cerminan dari sikap moral yang dianut perusahaan. Agar setiap individu dalam
perusahaan dapat lebih mengerti akan perilaku apa yang diharapkan, sikap moral dan etika berbisnis
ini perlu dijabarkan dalam sebuah pedoman perilaku.
Dalam upaya membangun budaya perusahaan berlandaskan CGG, tidak perlu dibuat aturan khusus
untuk memaksa setiap orang menerapkan GCG. Aturan khusus yang perlu dibuat, mungkin hanya
terbatas pada diwajibkannya setiap anggota direksi, komisaris, dan karyawan untuk memberikan
komitmennya dalam menerapkan etika berbisnis yang baik.
Bentuk komitmen tersebut dapat dituangkan dalam sebuah pernyataan yang harus dibuat secara
periodik, diberlakukannya sanksi atas pelanggaran etika, serta pengaturan untuk melindungi pelapor
yang melaporkan adanya perilaku yang tidak etis.
Tetapi, aturan khusus lainnya yang melampaui hal-hal diatas, tidak perlu diatur dengan rinci.
Karena jika hanya berlandaskan pada aturan, maka yang akan dicapai hanya 'kepatuhan pada
peraturan', sementara GCG lebih dari sekadar 'patuh pada peraturan'.
Dukungan hukum
Banyak hal yang masih harus dibenahi agar GCG benar benar dapat diterapkan. Penerapan GCG
perlu didukung oleh adanya lingkungan yang kondusif serta peraturan yang dapat mengakomodir
GCG. Tentunya kerangka ini perlu mendapatkan dukungan penuh dari regulator.
Dengan adanya kerangka hukum yang dapat menunjang pelaku usaha serta dengan adanya
penerapan hukum yang konsisten, maka pelaku usaha dapat lebih mudah dalam menerapkan GCG.
Tingkat penerapan awal GCG dilihat dari pemenuhan perundang-undangan, sehingga kerangka
dasar penerapan GCG dapat dikembangkan dari kerangka hukum tersebut.
Di samping itu, perlu adanya dukungan dari lingkungan di tempat perusahaan beroperasi. Dalam
berinteraksi dengan pihak eksternal, perusahaan dihadapkan pada banyak pihak yang mungkin
sebagian diantaranya tidak bekerja berdasarkan prinsip GCG, termasuk dalam etika kerja, sehingga
kesadaran dan kesungguhan dari perusahaan saja belum cukup.
Sudah bukan rahasia lagi bahwa di Asia, dan Indonesia pada khususnya, banyak sekali praktik
pemberian 'kickback' kepada supplier, konsumer dan bahkan kepada regulator agar urusan
pekerjaan dapat berjalan dengan mulus.
Tanpa lingkungan yang kondusif, tantangan dalam penerapan GCG akan cukup besar. Good public
governance dalam hal ini mempunyai peran penting dalam mendukung keberhasilan penerapan
GCG di perusahaan.
ecara ringkas, penerapan GCG dapat ditempuh dalam beberapa tahapan yang harus dilakukan secara
berkelanjutan. Pertama, adalah membangun pemahaman, kepedulian dan komitmen untuk
melaksanakan GCG oleh semua anggota direksi dan dewan komisaris, serta pemegang saham
pengendali, dan semua karyawan.
Kedua, perusahaan perlu melakukan kajian terhadap kondisi perusahaan yang berkaitan dengan
pelaksanaan GCG dan tindakan korektif yang diperlukan. Ketiga, setelah ketimpangan dan tindakan
korektif yang diperlukan teridentifikasi, perlu disusun program dan pedoman pelaksanaan GCG
perusahaan.
Keempat, dilakukan internalisasi pelaksanaan GCG sehingga terbentuk rasa memiliki dari semua
pihak di dalam perusahaan, serta pemahaman atas pelaksanaan pedoman GCG dalam kegiatan
sehari-hari.
Terakhir adalah melakukan penilaian independen untuk memastikan penerapan GCG secara
berkesinambungan untuk mengukur efektivitas dan sejauh mana penerapannya dilakukan secara
konsisten.
Hasil penilaian ini tentunya perlu dilaporkan kepada pemegang saham dalam RUPS, dan dituangkan
dalam laporan tahunan-untuk perusahaan publik. Hal ini diperlukan agar fungsi pengawasan yang
dilakukan oleh pemegang saham dan juga stakeholder lainnya dalam menilai penerapan GCG
perusahaan dapat berjalan dengan semestinya.
Tulisan ini merupakan kontribusi Komite Nasional Kebijakan Governance
Mas Achmad Daniri
Ketua Komite Nasional Kebijakan Governance
&
Angela Indrawati Simatupang
Anggota Tim Penyusun Pedoman Umum GCG