KOMITMEN DI ATAS AL HAQ
KOMITMEN DI ATAS AL-HAQ
Ust. M jundullah Robbani AJI
Diriwayatkan bahwa seorang laki-laki datang menghadap Abdullah bin Mas'ud RA. Sambil
bericara: "Wahai Abu Abdurrahman! Ajarkanlah kepada saya suatu ajaran yang di dalamnya
terkumpul kebajikan!" Abdullah bin Mas'ud menjawab, "Janganlah engkau sekutukan Allah
SWT dengan sesuatu apapun. Tetaplah bersama Al-Qur'an kemana saja engkau pergi (Tetap
komitmen di atasnya). Dan barangsiapa yang datang kepadamu dengan membawa Al-Haq
(kebenaran), maka ambillah ia, walau dari orang yang jauh dan paling engkau benci. Namun
siapa saja yang datang kepadamu dengan membawa hebatilan, maka tolaklah ia walaupun dia
orang yang paling kau sayangi dan paling dekat denganmu." (Kitab Shifatush Shofwah, lbnul
Jauzy: Juz I, hal 457).
Dan seterusnya juga lbnu Mas'ud RA. Mewasiatkan, "Janganlah kalian semua menjadi seorang
Imma'ah (yang hanya mengikut saja)". Setelah ditanya tentang apa itu Imma'ah, beliau
menjawab: "Imma'ah yaitu orang yang hanya mengatakan "Saya bersama manusia", jika mereka
baik saya ikut baik. Akan tetapi jika mereka sesat (Jelek), saya ikut dengan mereka (sesat) juga.
(Kitab Shifatush Shofwah, lbnul Jouii, 1/457).
Ternyata mengikuti kebanyakan manusia tanpa pertimbangan ilmu yang benar dalam rangka
mencari "selamat" saja adalah bukan tipe Salaftish Sholih (Rasulullah, para Sahabatnya dan
pengikut mereka). Artinya bukan tipe orang yang beriman kepada Allah SWT dan Rasulnya.
Mereka siap mengikuti hanya pada seruan-seruan Al-Haq saja, akan meninggalkan seruanseruan mayoritas orang bila mereka mengajak pada kebatilan dan kesesatan.
Seorang penguasa eksekutif, "Fir'aun" La'natullah 'Alaihi, dengan legitimasi rakyat Yahudi dan
bala tentaranya telah memproklamirkan dirinya sebagai Tuhan semesta alam, lewat kata-katanya
yang diabadikan Allah SWT di dalam al-Qur'an: "Saya adalah Robb/Tuhan kalian yang paling
tinggi". Namun demikian, Nabi Isa as. bersama segilintir pengikutnya tetap mengingkarinya.
Karena orang yang menganggap dan menyerukan kepada manusia bahwa dirinya Robb/Tuhan
serta rela disembah oleh pengikutnya adalah dedengkotnya Thoghut (Pemberontak), yang
memberontak kepada Keesaan Allah SWT Robb semesta Alam.
Secara tegas Rasulullah saw pun langsung membacakan al-Qur'an Surat At-Taubah ayat ke-31
ketika melihat Adi bin Hatim memakai kalung Salib dari perak. Ketika Adi Bin Hatim menolak
pernyataan Rasulullah saw bahwasanya orang-orang Yahudi dan Nashrani itu menyembah
Rahib-rahib dan pendeta-pendeta mereka. Maka Rasulullah saw pun langsung mengatakan:
"Bukankah mereka (para Pendeta dan Rahib) itu mengharamkan apa-apa yang telah Allah SWT
halalkan lalu kalian mengikutinya dan mereka menghalalkan apa-apa yang diharamkan oleh
Allah lalu kalianpun mentaatinya? "Kalau yang itu ya", Jawab Adi bin Hatim. Maka itulah
bentuk peribadahan mereka kepada rahib dan pendeta mereka itu. (Kitab Syarhu Ushuuluts
Tsalaatsah, M. Bin Abdul Wahhab).
Bila hari ini ada seseorang yang mengahalalkan sesuatu (seperti kasus Ajinomoto kemarin) yang
itu jelas-jelas bertentangan dengan syari'at Islam atas dasar pertimbangan bisnis, inkam Negara,
kepentingan rakyat, bukan atas dasar Syari'at, atau membolehkan mengangkat seorang ibu rumah
tangga sebagai Pemimpin Umum (yang memimpin kaum laki-laki dan perempuan), maka dia
sudah termasuk kedalam kategori Thoghut berdasarkan Syari'at.
Seseorang itu baru dikatakan benar-benar komitmen di atas Al-Haq (Syari'at Islam) bila dia
betul-betul mampu mengkufuri dan bersih dirinya dari nilai-nilai Thoghut beserta atributatributnya. Sebagamiana hal itu telah diultimatumkan oleh Allah SWT di dalam Al-Qur'anul
Karim lewat firman-Nya: "Tidak ada paksaan sedikitpun untuk masuk ke dalam Agama Islam.
Dan sungguh telah benar-benar jelas perbedaan antara yang Haq/Lurus dengan yang
Bathil/kesesatan. Maha barangsiapa yang telah mampu mengkufuri Thoghut secara
keseluruhan, maka sungguh dia benar-benar telah komitmen di atas Al-'Urwatul Wutsqoo/Tali
Ikatan Yang Amat Kokoh (yaitu Al-Haq/Al-Islam) yang tidak akan mungidn putus. Dan Allah
benar-benar Maha mendengar lagi Maha mengetahui." (QS. Al-Baqarah: 256).
Di dalam menjelaskan kata "THOGHUT" pada ayat di atas, seorang Pakar Aqidah Imam lbnul
Qoyyim Al-Jauziyah berkata: "Yang dimaksud dengan THOGHUT adalah segala sesuatu baik
itu orang, pemimpin, Undang-undang, hukum dan lain-lain yang diibadahi dan ditaati selain
Allah SWT. Dan THOGHUT itu paling tidak terbagi menjadi lima, yaitu: Pertama, Syetan
La'natullahi 'Alaihi dan ini adalah raja dan dedengkotnya Thoghut. Kedua, orang yang
mengaku bahwa dirinya mengetahui hal-hal/perkara-perkara Ghaib, seperti tukang sihir, para
dukun, tukang tenung dan para Peramal Nasib. Ketiga, orang yang mengproklamirkan dirinya
sebagai Tuhan dan mengajak manusia supaya mengibadahi dan menyembahnya, seperti Fir'aun
dan Raja Namrud. Keempat, orang yang tidak mau berhukum kepada hukum dan syari'at Allah
SWT dan termasuk mereka yang tidak enggan diatur dengan Syari'at-Nya. Kelima, patungpatung, berhala-berhala, pohon-pohon besar, batu-batu besar dan lain sebagainya yang
disembah selain Allah SWT. " (Kitab Syareh Ushuul Ats-Tsalaatsah, Muhammad bin Abdul
Wahhab: 100-110)
Dalam hal komitmen di atas Al-Haq, Rasulullah saw. telah menuntun kita lewat sabdanya:
"Katakanlah yang Haq itu Haq sekalipun sangat pedih akibatnya.' (HR. Bukhari dll). Oleh
karena itu bila kita ingin dimasukkan oleh Allah SWT ke dalam golongan orang-orang yang
Komitmen di atas Al-Haq, maka kita harus bersih dari nilai-nilai Thoghut di dalam hidup kita
sehari-hari. Lalu muncul pertanyaan, masih adakah diantara kita yang benar-benar komitmen di
atas AL-Haq di saat bangsa kita dalam keadaan sangat terpuruk seperti ini?
Jawabannya ada pada diri kita masing-masing. Bila kita menginginkan ridha Allah di dunia dan
akhirat serta ingin memperbaiki bangsa ini dari keterpurukan, maka kita wajib melakukannya.
Tapi bila kita tidak mau dan jadi penonton saja seperti hari apalagi menjadi penentang Syari'atNta, maka tunggu saja kehancuran kita dan bangsa ini. Na'udzubillahi Min Dzaalik. Wallahu
A'lam Bish-Showab.
Penulis adalah Pemerhati masalah Sosial-Keagamaan Propinsi Bengkulu, dan calon Anggota
Legislatif Partai Amanat Nasional (PAN) DPRD tingkat II Kota Bengkulu periode 2004-2009.
Sumber:
Suara Muhammadiyah
Edisi 15 2004
Ust. M jundullah Robbani AJI
Diriwayatkan bahwa seorang laki-laki datang menghadap Abdullah bin Mas'ud RA. Sambil
bericara: "Wahai Abu Abdurrahman! Ajarkanlah kepada saya suatu ajaran yang di dalamnya
terkumpul kebajikan!" Abdullah bin Mas'ud menjawab, "Janganlah engkau sekutukan Allah
SWT dengan sesuatu apapun. Tetaplah bersama Al-Qur'an kemana saja engkau pergi (Tetap
komitmen di atasnya). Dan barangsiapa yang datang kepadamu dengan membawa Al-Haq
(kebenaran), maka ambillah ia, walau dari orang yang jauh dan paling engkau benci. Namun
siapa saja yang datang kepadamu dengan membawa hebatilan, maka tolaklah ia walaupun dia
orang yang paling kau sayangi dan paling dekat denganmu." (Kitab Shifatush Shofwah, lbnul
Jauzy: Juz I, hal 457).
Dan seterusnya juga lbnu Mas'ud RA. Mewasiatkan, "Janganlah kalian semua menjadi seorang
Imma'ah (yang hanya mengikut saja)". Setelah ditanya tentang apa itu Imma'ah, beliau
menjawab: "Imma'ah yaitu orang yang hanya mengatakan "Saya bersama manusia", jika mereka
baik saya ikut baik. Akan tetapi jika mereka sesat (Jelek), saya ikut dengan mereka (sesat) juga.
(Kitab Shifatush Shofwah, lbnul Jouii, 1/457).
Ternyata mengikuti kebanyakan manusia tanpa pertimbangan ilmu yang benar dalam rangka
mencari "selamat" saja adalah bukan tipe Salaftish Sholih (Rasulullah, para Sahabatnya dan
pengikut mereka). Artinya bukan tipe orang yang beriman kepada Allah SWT dan Rasulnya.
Mereka siap mengikuti hanya pada seruan-seruan Al-Haq saja, akan meninggalkan seruanseruan mayoritas orang bila mereka mengajak pada kebatilan dan kesesatan.
Seorang penguasa eksekutif, "Fir'aun" La'natullah 'Alaihi, dengan legitimasi rakyat Yahudi dan
bala tentaranya telah memproklamirkan dirinya sebagai Tuhan semesta alam, lewat kata-katanya
yang diabadikan Allah SWT di dalam al-Qur'an: "Saya adalah Robb/Tuhan kalian yang paling
tinggi". Namun demikian, Nabi Isa as. bersama segilintir pengikutnya tetap mengingkarinya.
Karena orang yang menganggap dan menyerukan kepada manusia bahwa dirinya Robb/Tuhan
serta rela disembah oleh pengikutnya adalah dedengkotnya Thoghut (Pemberontak), yang
memberontak kepada Keesaan Allah SWT Robb semesta Alam.
Secara tegas Rasulullah saw pun langsung membacakan al-Qur'an Surat At-Taubah ayat ke-31
ketika melihat Adi bin Hatim memakai kalung Salib dari perak. Ketika Adi Bin Hatim menolak
pernyataan Rasulullah saw bahwasanya orang-orang Yahudi dan Nashrani itu menyembah
Rahib-rahib dan pendeta-pendeta mereka. Maka Rasulullah saw pun langsung mengatakan:
"Bukankah mereka (para Pendeta dan Rahib) itu mengharamkan apa-apa yang telah Allah SWT
halalkan lalu kalian mengikutinya dan mereka menghalalkan apa-apa yang diharamkan oleh
Allah lalu kalianpun mentaatinya? "Kalau yang itu ya", Jawab Adi bin Hatim. Maka itulah
bentuk peribadahan mereka kepada rahib dan pendeta mereka itu. (Kitab Syarhu Ushuuluts
Tsalaatsah, M. Bin Abdul Wahhab).
Bila hari ini ada seseorang yang mengahalalkan sesuatu (seperti kasus Ajinomoto kemarin) yang
itu jelas-jelas bertentangan dengan syari'at Islam atas dasar pertimbangan bisnis, inkam Negara,
kepentingan rakyat, bukan atas dasar Syari'at, atau membolehkan mengangkat seorang ibu rumah
tangga sebagai Pemimpin Umum (yang memimpin kaum laki-laki dan perempuan), maka dia
sudah termasuk kedalam kategori Thoghut berdasarkan Syari'at.
Seseorang itu baru dikatakan benar-benar komitmen di atas Al-Haq (Syari'at Islam) bila dia
betul-betul mampu mengkufuri dan bersih dirinya dari nilai-nilai Thoghut beserta atributatributnya. Sebagamiana hal itu telah diultimatumkan oleh Allah SWT di dalam Al-Qur'anul
Karim lewat firman-Nya: "Tidak ada paksaan sedikitpun untuk masuk ke dalam Agama Islam.
Dan sungguh telah benar-benar jelas perbedaan antara yang Haq/Lurus dengan yang
Bathil/kesesatan. Maha barangsiapa yang telah mampu mengkufuri Thoghut secara
keseluruhan, maka sungguh dia benar-benar telah komitmen di atas Al-'Urwatul Wutsqoo/Tali
Ikatan Yang Amat Kokoh (yaitu Al-Haq/Al-Islam) yang tidak akan mungidn putus. Dan Allah
benar-benar Maha mendengar lagi Maha mengetahui." (QS. Al-Baqarah: 256).
Di dalam menjelaskan kata "THOGHUT" pada ayat di atas, seorang Pakar Aqidah Imam lbnul
Qoyyim Al-Jauziyah berkata: "Yang dimaksud dengan THOGHUT adalah segala sesuatu baik
itu orang, pemimpin, Undang-undang, hukum dan lain-lain yang diibadahi dan ditaati selain
Allah SWT. Dan THOGHUT itu paling tidak terbagi menjadi lima, yaitu: Pertama, Syetan
La'natullahi 'Alaihi dan ini adalah raja dan dedengkotnya Thoghut. Kedua, orang yang
mengaku bahwa dirinya mengetahui hal-hal/perkara-perkara Ghaib, seperti tukang sihir, para
dukun, tukang tenung dan para Peramal Nasib. Ketiga, orang yang mengproklamirkan dirinya
sebagai Tuhan dan mengajak manusia supaya mengibadahi dan menyembahnya, seperti Fir'aun
dan Raja Namrud. Keempat, orang yang tidak mau berhukum kepada hukum dan syari'at Allah
SWT dan termasuk mereka yang tidak enggan diatur dengan Syari'at-Nya. Kelima, patungpatung, berhala-berhala, pohon-pohon besar, batu-batu besar dan lain sebagainya yang
disembah selain Allah SWT. " (Kitab Syareh Ushuul Ats-Tsalaatsah, Muhammad bin Abdul
Wahhab: 100-110)
Dalam hal komitmen di atas Al-Haq, Rasulullah saw. telah menuntun kita lewat sabdanya:
"Katakanlah yang Haq itu Haq sekalipun sangat pedih akibatnya.' (HR. Bukhari dll). Oleh
karena itu bila kita ingin dimasukkan oleh Allah SWT ke dalam golongan orang-orang yang
Komitmen di atas Al-Haq, maka kita harus bersih dari nilai-nilai Thoghut di dalam hidup kita
sehari-hari. Lalu muncul pertanyaan, masih adakah diantara kita yang benar-benar komitmen di
atas AL-Haq di saat bangsa kita dalam keadaan sangat terpuruk seperti ini?
Jawabannya ada pada diri kita masing-masing. Bila kita menginginkan ridha Allah di dunia dan
akhirat serta ingin memperbaiki bangsa ini dari keterpurukan, maka kita wajib melakukannya.
Tapi bila kita tidak mau dan jadi penonton saja seperti hari apalagi menjadi penentang Syari'atNta, maka tunggu saja kehancuran kita dan bangsa ini. Na'udzubillahi Min Dzaalik. Wallahu
A'lam Bish-Showab.
Penulis adalah Pemerhati masalah Sosial-Keagamaan Propinsi Bengkulu, dan calon Anggota
Legislatif Partai Amanat Nasional (PAN) DPRD tingkat II Kota Bengkulu periode 2004-2009.
Sumber:
Suara Muhammadiyah
Edisi 15 2004