AL HAQ DALAM AL QUR’AN DAN IMPLIKASINYA DALAM KEHIDUPAN UMAT.

(1)

AL-H}AQ

DALAM AL-QUR’AN DAN IMPLIKASINYA

DALAM KEHIDUPAN UMAT

TESIS

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat

Memperoleh Gelar Magister dalam Program Studi Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir

Pada Pascasarjana UIN Sunan Ampel Surabaya

Oleh Abdurrohim

F05214063

PASCASARJANA

UNIVERSITAS ISLAM NEGRI SUNAN AMPEL SURABAYA


(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

ABSTRAK

Abdurrohim. 2016. AL-H}AQ DALAMAL-QUR’AN DAN IMPLIKASINYA DALAM

KEHIDUPAN UMAT. Tesis. Jurusan Ilmu al-Qur’an dan Tafsir Universitas Islam Negri (UIN) Sunan Ampel Surabaya.

Kata kunci: al-H}aq, Implikasinya dalam Kehidupan Umat.

Pada perinsipnya adalah semua orang niscaya membutuhkan legitimasi

kebenaran (al-H}aq) atas semua tindakannya. Oleh sebab itu pemahaman terhadap

al-haq harus benar-benar teliti, rinci dan hati-hati. Karena kesalahan dalam memahami hal

yang prinsip akibatnya akan sangat fatal. Kesalahan dalam memahami al-haq sering kali

berimplikasi kepada klaim “saya yang paling benar” sehingga itu bisa menyebabkan citarasa kebenaran menjadi panas, cendrung menuai konflik dalam urusan beragama.

Oleh sebab itu permasalahan yang akan dijawab dalam tesis ini dirumuskan

menjadi tiga point: (1) Bagaimana pengungkapan kata al-h}aq dalam Al-Qur’an? (2)

Bagaimana penafsiran al-h}aq dalam al-Qur’an? Dan (3) Apa implikasi penafsiran

al-h}aq terhadap kehidupan umat?

Bertujuan untuk (1) Mendeskripsikan secara sinergi konteks pengungkapan

ayat-ayatal-h}aq dalam al-Qur’an, (2) Menemukan titik temu dari keragaman makna

yang terdapat dalam penafsiran ayat-ayat al-h}aq dalam al-Qur’an dan (3) Menjelaskan

serta mengklarifikasi implikasi makna ayat-ayat al-h}aq dalam kehidupan umat.

Persoalan pemaknaan al-H}aq ini yang diungkap dalam kajian tesis ini,

dianalisa penulis dengan merujuk kepada semua ayat yang mengandung kata al-H}aq

dan menganlisanya dalam metodologi serta sistematika yang konprehensif-tematik hingga berujung kepada kesimpulan bahwa:

(1) Al-H}aq dalam al-Qur’an diungkapkan dalam beberapa bentuk kalimat dan derivasinya yang berjumlah 287 dari 263 ayat. Dari jumlah yang ada didominasi

oleh al-h}aq dalam bentuk mas}dar dan merujuk pada makna yang beragam yang

disebutkan dalam tafsir

(2) Al-H}aq dalam al-Qur’an memiliki konotasi tersendiri yang berporos

hanya kepada satu subjek, yaitu Allah SWT. Allah adalah al-H}aq al-Mutlaq yang

menjadi satu-satunya sumber bagi kebenaran. Allah disifati al-H}aq ialah karena wajib

(pastinya) dan tsabatnya (tetapnnya) Allah dalam hal eksistensi Zat dan sifat-sifatNya

yang Sempurna. Allah adalah Rabb (Pencipta) dan Waly yang haqq karena harmonis

dan relevannya hasil ciptaanNya dan sunnah (hukum alam) yang diberlakukanNya

terhadap ciptaanNya tersebut dan

(3) Implikasi dari al-h}aq dalam kehidupan umat akan terlihat riil dalam

bentuk nilai-nilai ketauhidan, dengan terbentuknya masyarakat madani yang berpegang

teguh pada kearifan social, dan perdamaian yang dibangun atas dasar-dasar iman


(7)

DAFTAR ISI

Halaman Judul

Surat Pernyataan ... i

Persetujan ……... ii

Pengesahan Tim Penguji ………...… iii

Abstrak ... iv

Kata Pengantar ... .v

Transliterasi dan Singkatan ...vi

Daftar Isi ... vii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah……… 1

B. Identifikasi dan Batasan Masalah ………. 6

C. Perumusan Masalah ……….. 7

D. Tujuan Penelitian ………. 8

E. Kegunaan Penelitian …….……… 8

F. Kerangka Teoritik ……….……… 9

G. Penelitian Terdahulu …..……….……… 10

H. Metode Penelitian ……..……….……… 11

1. Jenis dan Sifat Penelitian …....……… 11

2. Sumber Data ……… 12

3. Metode Analisis ……...……… 13

4. Pendekatan …………...……… 14

I. Sistematika Pembahasan ……..……… 15

J. Outline Penelitian ……….……… 17

BAB II AL HAQ MENURUT ULAMA’ A. Menurut Ulama Fiqh …..……… 19

Ragam Makna al-H}aq dalam Bahasa Fiqh …...………. 21 B. Menurut Mutasawwifin ………...……….. 23

C. Menurut Mutakallimin ………...……… 26

BAB III KOSAKATA AL-H}AQ DALAM AL QUR’AN A. Macam-macam Pengungkapan al-H}aq ………..……… 28 1. Termal-H}aq berdasarkan bentuknya ……… 28 2. Termal-H}aq berdasarkan urutan mushaf ………. 31

3. Termal-H}aq berdasarkan tartib nuzul ……….. 46

B. Istilah-istilah yang Identik dengan al-H}aq………. 49

1. al-H}aq Versusal-Bat}il ....……… 49

2. Makna al-H}aq yang Diungkap oleh al-Qur’an ……….…

51


(8)

A. Analisa Terhadap Makna al-Ha}q dalam Penafsiran Ulama’………..

55

B. Motifasi al-Qur’an dalam Perintah al-H}aq………. 64

C. Implikasi Penafsiran al-H}aq dalam Kehidupan Umat……… 67 1. Sumber dan Sasaran al-H}aq………..… 67

2. Objek Kajian dariTerm al-H}aq……….… 68

3. Implikasi al-h}aq dalam kehidupan ………...… 70 4. Karakteristik Kebenaran a. Kebenaran harus bersumber dari wahyu ……… 76

b. Kebenaran Tafsir Terhadap al-Qur’an Bukan Wahyu …….. 80

c. Al-H}aq adalah Riil dan al-Bat}il adalah Ilusi ………. 85 d. Kebenaran Harus Bernilai Maslahah li Ummat ………. 90

1) Hablun Min Allah ……… 90

2) Hablun Min Al-Na@s ……….……. 92

3) Hablun Min al-‘Ala@m ……….…….. 94

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ……….. 97


(9)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah.

Al-Qur’an sebagai kalam Allah haruslah suci dari segala bentuk kesalahan

dan perbedaan.Oleh sebab itu, dalam upaya memberikan arti maupun penafsiran

terhadap al-Qur’an juga harus dilakukan dengan sangat teliti dan hati-hati.

Menurut Muhammad ‘Abduh syarat pertama untuk menghasilkan tafsir al-Qur’an

yang berkualitas, haruslah dimulai dari ketelitian dalam memberikan arti terhadap

kosakata al-Qur’an satu persatu secara rinci.1Hal itu dikarenakan menerjemahkan

Qur’anadalah bagian dari kegiatan untuk mengungkap kemukjizatan makna

al-Qur’an itu sendiri. Dimana satu kata atau huruf dalam sebuah kalimat

masing-masing mengandung pesan khusus, sehingga bila kata yang sama ditempatkan

dalam kalimat lain pada posisi yang berbeda, akan membawa pesan yang berbeda

pula.

Selebihnya kesalahan memahami makna satu kata atau kedudukan jabatan

dan susunan kalimat, bisa mengakibatkan terjadinya2 perubahan makna kata

tersebut yang pada gilirannya akanmerusak makna hakiki yang dikandung ayat

tersebut. Karena itu dalam menangkap pesan Allah yang kemudian dituangkan

dalam bentuk penafsiran, penjelasan atau terjemahan, harus dilakukan dengan cara

1

Muhammad ‘Abd Azhîm al-Zarqâniy, (selanjutnya disebut al-Zarqâniy)Manâhil al-‘Irfân fîy Ulûm al-Qurân, Jilid II, (Mesir: Isa al-Bab al-Halabi, t.th.), 37.

2

Nashruddin Baidan, Wawasan Baru Ilmu Tafsir, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, Cet k 1 2005), 67.


(10)

2

yang seksama dan profesional, agar tidak melenceng dari apa yang dimaksudkan

Allah. Alasannya karena Al-Qur’an itu merupakan al-Furqân, garis pemisah

antara al-h}aqdan al-bât}il.3

Dalam hal ini adalah al-h}aqyang niscaya dibutuhkan setiap manusia guna

memperkuat argumentasinya dan membenarkan segala tindakannya. al-h}aq

sebagailandasan perbuatan manusia akan menuntun kita pada kebenaran Tuhan

sebagai tujuan, karena yang menjauhkan kita dariNya adalah al-Bat}il. Dalam

persoalan umat Islam dewasa ini seperti degradasi moral, kriminalitas, krisis

sosial dan budaya, bisa jadi karena menipisnya pembatas antara haq dan ba@t}il.

Problematika kehidupan yang sekian berkembang, menuntut kita agar

lebih keras dan cerdsas dalam memahami dalil-dalil shari’ah dengan cermat.

Supaya jelas dimana batas-batas kebenaran dan kemungkaran.Tanpa kejelasan

mana yang haq dan mana yang ba@t}il, maka masalah teologis-filosofis, Syari‘ah

dan hukum dan ibadah serta etika akan mengalami konflik internal, mulai dari

konflik cara berpikir sampai kepada konflik bersikap, mental dan segala

implikasinya dalam kehidupan.

Kehawatiran baru muncul ketika kebutuhan untuk menafsirkan al-Qur’an

lebih komplit dan setiap orang atau kelompok merasa berhak menafsirkannya

secara independen, maka tidak menutup kemungkinan al-Qur’an hanya digunakan

sebagai alat untuk membenarkan semua perbuatannya sesuai keinginannya sendiri

3

Lihat al-Thabariy, ,Muhammad bin Jarir bin Yazid bin Katsir bin Ghalib al-Amaliy Abu Ja’far.

Jami’ al-Bayan fi Ta’wil al-Qurân.Jilid 1 (Lubnan,Muassasah al-Risalah ,2000), 170. lihat juga Ibn Katsîr Abu al-Fida’ Ismail bin Umar bin Katsir al-Quraysiy al-Dimasyqiy. Tafsîr Quran al-‘Azhîm. (Cairo, Dar Thayibah li al-Nasyri .1999), 156


(11)

3

sekalipun jauh dari makna hakiki dari wahyuNya.lebih-lebih itu terjadi dalam kata

atau ayat yang mengandung makna subtansial, terutama mengenai masalah

akidah4, seperti kataal-H}aq (ﻖﺤﻟا) yang merupakan salah satu dari asma@’

al-husna@ yang berjumlah 99 tersebut. Berikut penulis hadirkan contohnya:

Pertama, kesalahan karena kurang memperhatikan gramatika bahasa arab

seperti yang dilakukan Departemen Agama dalam mengartikan kata din

al-h}aqpada surat al-taubah ayat 33 yang berbunyi:

َنﻮُِﺮْﺸُْا َِﺮَ ْﻮََو ُِِّ ِﻦ ِّﺪا ﻰََ َُﺮِﻬْﻈُِ َِّْ ا ِﻦ ِدَو ىَﺪُْﳍِﺎ َُﻮُﺳَر َ َﺳْرَأ يِﺬﱠا َﻮُ

Dialah Yang telah mengutus Rasul-Nya dengan petunjuk (al-Quran) dan agama yang benar untuk diunggulkan atas segala agama, walaupun

orang-orang musyrik tidak menyukai.5

Dalam terjemahan diatas kata din al-h}aqdiartikan sebagaimana na’at

man’u@t hingga memiliki arti “agama yang benar”, padahal seharusnya yang

benar adalah susunan id}afah yang berarti “agamanya Allah’. Dengan demikian,

arti kebenaran dalam konteks ayat ini tidak didasarkan pada klaim dogmatis,

dimana setiap agama juga memiliki klaim yang sama bahwa agama yang mereka

anut adalah agama yang paling benar. Melainkan kebenaran itu adalah milik Allah

al-H}aqsehingga kebenaran agama tidaklah lain hanya karena agama

membimbing penganutnya ke Allah al-H}aq itu sendiri.

4

Kata Seyyed Hossein Nashr dalam Ensiklopedi Tematis Islam, bahwa al-haqîqat yang menjadi

shifat musyabbahah bagi kata al-Haq memiliki signifikansi terbesar pada pemahaman tentang hubungan antara filsafat Islam dengan wahyu Islam, atau Al-Quran.Apalagi salah satu asmâ’ Allah SWT adalah al-Haq, yang menjadi sumber wahyu tersebut.Tuhan sebagai al-Haq merupakan tujuan akhir dari filsafat Islam itu sendiri.Lihat Seyyed Hossein Nashr dan Oliver Leaman.Ensiklopedi Tematis Filsafat Islam. (Bandung: Mizan, 2003), 39.


(12)

4

Artinya kebenaran agama Islam bukanlah muncul dari klaim manusia

(baca: Nabi Muhammad Saw.), sebagaimana klaim yang dilakukan oleh penganut

agama yang lain. Karena kebenaran menurut manusia belum tentu benar menurut

Allah. Kebenaran tentang Islam langsung muncul dari Allah sendiri dalam sekian

firmanNya: telah kami relai Islam itu sebagai agama bagimu;6 sesungguhnya

agama (yang dirid}ai) di sisi Allah hanyalah Islam;7 dan barang siapa yang

mencari agama selain Islam maka tidak akan diterima di sisiNya.8

Kedua, adalah kesalahan dalam mengambil makna terhadap satu kata yang

memiliki banyak makna atau mencukupkan pengertian kata atau hanya pada

makna z}ahir yang dimiliki ayat tersebut. Hingga tidak jarang berimplikasi

terhadap lahirnya kelompok-kelompok yang radikal. Misalnya dalam mengartikan

kata s}aghiru>n dalam surat al-Taubah ayat 29:

َ َنﻮُِّﺮَُﳛ َﻻَو ِﺮِﺧ ْا ِمْﻮَـِْﺎ َﻻَو ِﱠﻪِﺎ َنﻮُِْﺆُـ َﻻ َﻦ ِﺬﱠا اﻮُِﺎَ

ِد َنﻮُ ِﺪَ َﻻَو ُُﻮُﺳَرَو ُﱠﻪا َمﱠﺮَﺣ ﺎ

َِّْ ا َﻦ

َْﺰِْ ا اﻮُﻄُْـ ﱠﱴَﺣ َبﺎَِ ْا اﻮُوُأ َﻦ ِﺬﱠا َﻦِ

َنوُﺮِﻏﺎَﺻ َُْو ٍﺪَ ْﻦَ َﺔ

Perangilah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan tidak (pula) kepada hari kemudian dan mereka tidak mengharamkan apa yang telah diharamkan oleh Allah dan Rasul-Nya dan tidak berdien (agama) dengan agama yang benar (Islam), (yaitu orang-orang) yang diberikan Al-Kitab kepada mereka, sampai mereka membayar jizyah dengan patuh, sedang

mereka dalam keadaan tunduk.9

Ada dua kesalahan dalam penerjemahan ini, yang pertama sebagaimana

diatas yaitu dalam mengartikan kata din al-h}aq dengan arti agama yang benar

dan yang kedua kata s}aghir yang diartikan tunduk (mut}i’) padahal artinya

6 QS. Al-Ma’idah : 03 7 QS. Ali Imran : 19 8 Ibid. 85


(13)

5

adalah rendah (dhallun). Pengertian yang seperti ini menghasilkan simpulan

bahwa setiap personal yang beragama Islam diwajibkan memerangi mereka yang

tidak Bergama Islam yang tidak tunduk terhadap h}ukum Islam dan berada dalam

kekuasaan Islam. Padahal artinya seharusnya adalah mereka dalam keadaan yang

rendah karena mengikuti hukum selain yang ditetapkan Allah.

Bila kondisi seperti digambarkan itu demikian krusialnya, maka amat

perlu mengkaji secara kritis semua kata al-h}aq dalam al-Quran yang dengan

seluruh pecahannya berjumlah 287 kata dari 263 ayat. Apalagi terdapat sejumlah

kata al-h}aqyang dikaitkan langsung dengan Allah, seperti H}uwa al-h}aq,

al-Maliku al-h}aq, mawlâhum al-h}aq, Rabbukum al-h}aq, Qawluhu al-h}aq dan

lainnya. Kesemuanya itu menjadi data yang memposisikan al-h}aqsebagai suatu

yang khas dan penting, karena tidak semua kata dikaitkan dengan al-h}aq.

Dua ratus dua puluh tujuh kata al-h}aqdalam al-Qur’an yang

membutuhkan penafsiran dan setiap penafsiran akan berimplikasi pada arah dan

norma serta tindakan yang akan diambil umat berdasarkan perspektif yang

diperoleh dari penafsiran tersebut. Arah dan norma tindakan tersebut bukan saja

pada satu aspek ajaran Islam, seperti jihad, tapi juga pada aspek ekonomi, ilmu

pengetahuan, hukum, sosial, dan lain-lain termasuk aspek pendidikan.

Kesemuanya ini mendorong penulis untuk melihat dan mengangkat topic

al-h}aqdalam kajian tafsir mawdhu>‘i>, untuk mencaritahu makna al-h}aq dalam


(14)

6

semua kata al-h}aqakan dianalisa, tapi diambil sejumlah ayat yang repsentatif

untuk mewakili keragaman makna al-h}aq tersebut.

B. Identifikasi dan Batasan Masalah.

Seperti diungkapkan diatas, ada 287 ayat yang memunculkan kata al-h}aq

dalam al-Qur’an yang mengandung isi berbagai bidang masalah, tidak

memungkinkan penulis untuk melakukan sebuah kajian dalam satu topik secara

fokus. Apalagi kata al-h}aqselalu terkait dengan masalah-masalah strategis atau

masalah-masalah prinsip yang membutuhkan pendalaman dan penajaman

pemikiran hingga dapat merumuskan nilai atau hukum atau panduan yang jelas

hingga dapat dipegang atau dijadikan landasan sebuah aktivitas, tindakan,

perjuangan atau dakwah.

Penulis mengidentifikasi makna al-h}aqsecara akumulatif dalam al-Qur’an

sebagaimana berikut:

1. Al-H}aq dengan makna Allah SWT ini terlihat pada ayat 71 surat al-Mukminûn.

2. Al-H}aq dengan makna Al-Quran ditemui pada ayat 29-30 surah al-Zukhruf.

3. Al-H}aq dengan makna Al-Islam, ditemui pada ayat 81 surah al-Isrâ’. 4. Al-H}aq dengan maksud Al-‘Adl, adil, terdapat pada ayat 25 surah al-Nur. 5. Al-H}aq dengan maksud tauhid, ada pada ayat 37 surah al-Shaffât


(15)

7

6. Al-H}aq dengan maksud al-Shidq, benar, jujur, tepat.terdapat pada ayat 4 surah Yunus.

7. Al-H}aq dengan maksud wajib, pasti, terdapat pada ayat 13 surah al-Sajdah.

8. Al-H}aq dengan maksud ‘ain, al-H}aq itu sendiri, bukan yang bathil. Terdapat pada ayat 62 surah al-H}ajj.

9. Al-H}aq dengan maksud harta dan hutang yang tetap, terdapat pada ayat

282 surah al-Baqarah.Al-H}aq dengan maksud awlâ, lebih utama seperti

pada ayat 81surah al-An‘âm.

10.Al-H}aq dengan makna had}d{an (bagian dari pembagian harta) seperti

yang termuat dalam surah al-Ma’arij ayat 24.10

Namun dalam penelitian ini akan difokuskan kepada al-h}aqyang memiliki

makna kebenaran dan Allah sebagai batasan dari penelitian kali ini.

C. Rumusan Masalah.

Dari masalah yang sudah terindetifikasi dan dibatasi diatas, maka penelitian ini

penulis rumuskan dalam bentuk pertanyaan sebagaimana berikut:

1. Bagaimana pengungkapan kata al-h}aqdalam Al-Qur’an?

2. Bagaimana penafsiranal-h}aqdalam al-Qur’an?

3. Apa implikasi penafsiranal-h}aqterhadap kehidupan umat?

10

Utsman Jum’ah Dhamiriyah.“Al-Haq fi al-Syarî’ah Islamiyyah” dalam Majallah Buhuts al-Islamiyyah.Dirâsat Idârah al-Buhûts al-‘Ilmiyyah wa al-Ifta’ , (Riyadh.t.tahun. edisi 40), 352-354.


(16)

8

D. Tujuan Penelitian.

Berdasarkan rumusan masalah yang telah dijelaskan di atas, maka penelitian

ini memiliki tujuan, sebagai berikut:

1. Mendeskripsikan secara sinergi konteks pengungkapan ayat-ayatal-h}aq

dalam Al-Qur’an.

2. Menemukan titik temu dari keragaman makna yang terdapat dalam

penafsiran ayat-ayat al-h}aqdalam al-Qur’an.

3. Menjelaskan serta mengklarifikasi implikasi makna ayat-ayat al-h}aq

dalam kehidupan ummat.

E. Kegunaan Penelitian.

Penelitian ini memiliki kegunaan sebagaimana berikut:

1. Secara umum, Kajian ini berguna untuk mengungkap makna-makna

al-h}aq dalam al-Qur’an yang dengan itu diketahui posisi al-h}aq sebagai

salah satu asmâ’ alhusnâ dan hubungan antar makna al-h}aq dalam

al-Quran sendiri. Pengungkapan ini diperlukan untuk mendapatkan

perspektif yang jelas dalam memahami dan mempedomani al-h}aq dalam

kehidupan serta bagaimana implikasinya yang harus diikuti dan

diamalkan.

2. Secara akademis, hasil kajian ini diharapkan dapat mempunyai nilai

akademis dalam meneliti kata al-h}aq dalam al-Quran, khususnya terkait


(17)

9

sebuah kesimpulan ilmiyah yang dapat menambah informasi dan

dipertimbangkan dalam memperkaya pemikiran keislaman khususnya

dalam kajian ketafsiran.

3. Bagi penulis, dapat menjadi pembelajaran yang sangat penting dalam

memperoleh pengalaman dan wawasan baik secara metodologis maupun

subtansi keilmuan yang didapatkan dengan penulisan tesis ini.

F. Kerangka Teoretik.

Kerangkateori merupakan landasan berpikir yang disusun untuk menunjukkan

dari sudut mana masalah yang telah dipilih akan disoroti.11 Menurut Sugiono,

teori adalah seperangkat konsep, definisi, dan proposisi yang tersusun secara

sistematis sehingga dapat digunakan untuk menjelaskan dan meramalkan

fenomena.12

Dalam topic kajian ini adalah al-h}aq akan dibahas secara teoritis berdasakan

metode maud}u’i dengan langkah sebagaimana berikut:

1. Al-h}aq dalam al-Qur’an akan dikumpulkan berdasarkan kualifikasi tertib nuzul dan tertib mush}af lalu diseleksi sesuai kebutuhan dari penelitian.

2. Mengungkanpan ragam penafsiran ulama’ terhadap makna al-h}aq dalam

al-Qur’an.

3. Membahas kemungkinan dampak dan implikasi dari penafsiran kata

al-h}aq dalam al-Qur’an terhadap kehidupan umat.

11M. Alfatih Suryadilaga, Metodologi Ilmu Tafsir (Yogyakarta: Teras, 2005), 166. 12Sugiono, Memahami Penelitian Kualitatif, (Bandung: CV. Alfabeta, 2010), 52.


(18)

10

G. Penelitian Terdahulu.

Al-h}aqsebagai topik pemikiran dan kaitannya dengan Allah, telah dikaji dalam beragam sisinya sejak dahulu. Dalam kajian filsafat Yunani, pembicaraan

mengenai Tuhan, berkisar tentang eksisten Tuhan itu sendiri, bahwa Tuhan adalah

al-Mawjûd al-Muthlaq. Tidak diragukan lagi, pembahasan tentang al-h}aq tak

pernah selesai dibahas dikarenakan merupakan topic yang sangat urgen. Berikut

adalah beberapa penelitian terdahulu yang penulis temukan:

1. Menyingkap Tabir Ilahi karya Quraish Shihab, membahas al-h}aq sebagai

salah satu dari Asmâ’ al-Husnâ yang menekankan bahwa Allah adalah Wujûd

yang tidak pernah mengalami perubahan, dan segala yang bersumber

dari-Nya pasti benar.13

2. Yusuf Qardhawi dalam bukunya yang berjudul “Manusia dan Kebenaran”

menjelaskan hubungan al-h}aq dengan manusia dan bagaimana kebenaran

menjadi kebutuhan dalam hidupnya.

3. Muhammad bin ‘Abd al-Rahman al-Râwiy dalam kitabnya yang berjudul

Kalimat al-h}aq fîy al-Qur’ân al-Karîm, Mawriduhâ wa Dalalatuhâ,

mengemukan makna al-h}aq dalam berbagai aspek, termasuk ketuhanan,

pendidikan, hukum dan lainnya secara global dan ringkas. sayangnya al-Râwiy

membahas makna al-h}aq dalam al-Quran hanya bersifat

deskriptif-informatif.

13


(19)

11

Seluruh kajian diatas masih menggunakan pendekatan tekstualis normative

dan informative, jadi memiliki perbedaan yang sangat mendasar dengan penelitian yang akan dilakukan penulis kali ini, karena selain menggunakan pendekatan teks,

penulis juga mengambil pendekatan konteks untuk mengungkap makna aplikatif

yang merupakan hasil dari implementasi dari makna al-h}aq.

H. Metode Penelitian.

1. Jenis dan Sifat Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan penulis adalah library research, sesuai

dengan tema yang diangkat adalah kajian tematik terhadap makna al-h}aqdalam

al-Qur’an. Terkait ini adalah seluruh pembahasan kata al-h}aq dan seluruh

pecahannya, yang sekiranya akan memberikan kontribusi terhadap penelitian ini.

Penelitian ini bersifat eksplanatif dan eksploratif, yaitu penelitian yang

didahului dengan penjajakan bersifat terbuka dan mencari yang kemudian

dilanjutkan dengan penelitian penjelasan atau sebagai lanjutan dari penelitian

tahap awal14. Dalam hal ini penulis melacak setiap kata al-h}aqdalam al-Quran

dan kemudian menentukan posisi dan kelompok kata al-h}aqyang memiliki

kesamaan topik. Seterusnya kata-kata yang sudah dalam kelompok topik yang

sama dilanjutkan dengan pembahasannya sesuai dengan metode tafsir.

2. Sumber Data

Ada beberapa langkah dalam mengumpulkan data mengenai kata al-h}aqini:


(20)

12

a. Yang dijadikan sebagai rujukan utama (data primer) adalah ayat-ayat

al-Qur’an al-Karim, khususnya ayat yang memuat kata al-h}aqdan atau

mendukung bagi kelengkapan analisa dalam memahami dan menafsirkan

maksud ayat tentang al-h}aq.

b. Terjemahan yang digunakan dalam tulisan ini adalah salinan dari

terjemahan dari Departemen Agama RI yang telah direkam dalam bentuk

freeware al-Quran Digital oleh Achmad Fahrudin Ari Widodo dan Gatot H. Pramono dengan judul Al-Quran Digital. Namun jika penulis

menemukan terjemahan yang tidak penulis setujui, penulis merombak

terjemahan tersebut sesuai teori yang penulis yakini.

c. Menghimpun jumlah ayat yang menggunakan kata al-h}aq, termasuk

klasifikasi Makiyyah dan Madaniyyah dengan alat bantu kitab Mu‘jam

al-Mufahratsh li Alfâzh al-Qurân al-Karîm oleh Fuad ‘Abd al-Bâqiy. Dan seperti telah diketahui kitab indeks al-Quran ini telah diakui

akurasinya oleh para Ulama15.

d. Menyeleksi dan memilah ayat demi ayat berdasarkan rumusan yang telah

disusun berdasar teori yang dibuat oleh para ahli ilmu al-Quran,

khususnya dalam bidang mufradât al-Qur’an.

e. Menyusun ayat per ayat tersebut secara utuh untuk melihat posisi al-h}aq

dalam kalimat atau hubungan munasabat antar ayat.

15

Lihat Muhammad Fu’âd ‘Abd al-Bâqi’, al-Mu‘jam al-Mufahrats li Alfâzh al-Quran al-Karîm, (Beirût: Dâr al-Fikr,1986), Cet. I.


(21)

13

f. Membuat tabulasinya setelah lebih dulu mengelompokkan ayat-ayat pada

topik yang sama.

3. Metode Analisis

Dalam menggali makna al-h}aq dalam al-Qur’an ini dalam kajian tafsir

mawdhû‘ie ini penulis melakukan pengolahan data dan analisa dengan langkah-langkah berikut:

a. Melakukan analisa dengan pendekatan etimologis, ma’na mufradat,

secara bahasa, dalam hal ini Bahasa Arab sebagai makna dasar untuk

mengetahui makna kata al-h}aq dan kata-kata terkait yang

membutuhkan penjelasan secara etimologis.

b. Melakukan analisa semantik baik dari aspek bentuk dan susunan kata

(sharfiyah/morpologis), pendekatan jabatan kata dalam kalimat (nahwiyah/sintaksis) maupun pendekatan kesusastraan Arab (Balâghiyah).

c. Merujuk, memperkaya dan memperbandingkan analisa dengan

berbagai kitab tafsir tanpa membuat penggolongan atau pemilihan

kitab tafsir berdasarkan klasik atau modernnya, atau bi al-Ma’thûr

atau bi al-Ra’yinya atau dari sisi corak adabi dan ilmi-nya.

d. Melakukan muqâranah, perbandingan, dalam penafsiran dari ulasan


(22)

14

e. Di samping kitab-kitab tafsir, juga digunakan kitab-kitab hadist dan

kitab-kitab lainnya yang mendukung tersusunnya pemikiran dalam

memaknai al-h}aq, khususnya kitab Tawhîd dan Sîrah Nabawiyyah.

f. Membuat kesimpulan tentang makna al-h}aqdan kaitannya dengan

ketuhanan Allah implikasinya dalam kehidupan umat.

4. Pendekatan

Sesuai dengan judul kajian ini, yakni al-h}aqdalam al-Qur’an, maka

pendekatan yang digunakan adalah pendekatan ilmu tafsir. Berdasarkan tulisan

al-Farmawiy tentang metode Tahlîliy, Ijmâliy, Muqârin, dan Mawdhû‘iy, yaitu

empat macam metode penafsiran al-Quran, maka dalam kajian ini, yang

digunakan di sini adalah metode Mauwdhu‘iy yang secara mendalam diuraikan

pada Bab II. Dalam hal ini tidak menghalangi metode Muqârin digunakan juga

dalam waktu yang sama, karena kedua metode ini bisa saling mendukung.

Kecuali pendekatan Bahasa Arab sebagai pendekatan awalnya, disiplin

ilmu yang paling dekat dengan kajian ini adalah ilmu tauwhîd, khususnya

tawhi@d Ulûhiyyah dan Rubûbiyyah atau dengan kata lain menggunakan analisa

tawhid. Selain itu masuk juga pendekatan Sirah Nabawiyah yang dipadukan

dengan munâsabat, asbâb nuzul serta lainnya yang menjadi perangkat ilmu tafsir.

Melakukan pendekatan hermaneutik, yakni mengedepankan objektifitas,

sikap kritis dan argumentatif. Ada tiga dimensi penting yang dilihat dari


(23)

15

dengan triadic structure.16Jelasnya ialah dengan membicarakan teks dari sisi

hakikatnya, memastikan interpreter benar-benar telah menguasai teks serta

interpresi yang dikemukakan telah diselaraskan redaksinya dengan kondisi

audiens.17

Dalam hal memahami bahasa Al-Qur’an yang memang berbahasa Arab,

penulis merujuk kepada kamus-kamus standar, klasik dan baru seperti Lisân

al-‘Arab, Mukhtâr al-Shihah, Qâmûs al-Quran, al-Mu‘jam al-Washit dan lainnya. Kesemuanya ini merupakan alat bantu utama tulisan ini untuk mengeksploitasi

makna kosakata al-h}aqdalam setiap bab dan pasal.

I. Sistematika Pembahasan.

Untuk mengantarkan tesis ini kepada hasil yang diharapkan dapat

menjawab pertanyaan utama, maka disusunlah sistematika kepada lima bab:

Bab I berisi pendahuluan yang terdiri dari latar belakang masalah,

identifikasi dan batasan masalah, rumusan masalah tujuan dan kegunaan

penelitian, subjek dan objek penelitian, metode pengumpulan data, metode

analisa, kajian pustaka, kerangka teoritis dan sistematika penulisan.

BAB II ini akan membahas padangan beberapa ulama tentang al-h}aq

sebagai perwakilan dari umat. Memcakup al-h}aqmenurut ulama Fiqh, al-h}aq

menurut ahli kalam dan al-h}aq menurut ulama tasawwuf.

16

Mirce Eliade (ed.), Encyclopedia of Religion , (New York: Mac Millan Publishing Companiy, 1987), Cet. VI. 279.


(24)

16

BAB III berisikan dua sub bab yang memaparkan seluruh kata-kata al-

Haq dalam al-Quran dengan ulasan asbâb nuzûl, makiyyah dan madaniyyah, dan

lain-lainnya yang kemudian disusul pada sub dua dengan himpunan ayat yang

mengandung kosakata al-h}aq ditemukan khusus berkaitan dengan

kebenaranTuhan dan klasifikasinya.

BAB IV berisikan penafsiran dan analisa makna kosakata al-h}aqberdasar

metode penafsiran Mawdhû‘iy dan metode Lughawi yang telah dikemukakan

pada bab II. Pada bab ini semua temuan makna akan terlihat dengan ragam

pesannya dan implikasi apa yang muncul dengan penafsiran tersebut pada umat.

BAB V berisikan kesimpulan dari hasil kajian secara keseluruhan tesis ini

sebagai jawaban dari pertanyaan mendasar yang dikemukakan pada bab satu. Setelah itu isusul dengan saran dan rekomendasi.


(25)

17

BAB II

AL-H}AQ MENURUT PARA AHLI

A. Menurut Fuqaha’

Imam Syafe’i menempatkan Nabi Muhammad saw sebagai Imama l-H}aq. Tentu

saja istilah al-H}aq disini dalam konteks Fiqh. Hal ini terlihat dalam muqaddimahnya

dalam kitab al-Umm1 karangannya. Sedangkan dalam Mausû’ah Fiqhiyyah

al-Qawa@itiyyah dijelaskan bahwa para fuqahâ menggunakan istilah al-H}aq untuk beragam pengertian sebagai berikut:

a. al-H}ukmu al-Mut}a@biq li al-Wa@qi’ (aturan hukum yang sesuai dengan

realitas) Ini berlaku terhadap perkataan/pendapat, masalah akidah, masalah agama dan masalah aliran dengan memandang cakupannya dalam

masalah-masalah tersebut. Al-Haq merupakan lawan dari al-Bâthil.

b. al-Wa@jib al-Tsa@bit (Yang pasti adanya sekaligus tidak pernah berubah atau tetap).

Selain pengertian al-H}aq diatas ada beberapa penggunaan terhadap term yang

lain yang penulis ringkas sebagai Seberikut:

a. Al-H}aq digunakan untuk hal-hal yang mencakup masalah harta dan bukan harta. b. Al-H}aq terkait dengan kewajiban-kewajiban yang terjadi karena adanya’akad

dan berhubungan dengan hukum-hukumnya.

1

Dalam kita al-Umm, Imam Syafe’i berkata:

ﺮ ا ﺮ ا ﺔ ﺪ ﺪ ا بر ﺎ ا . تاﻮ و ﮭ ﻼ و ﺨ ا مﺎ إو ، ا ﺪﺋﺎ ﺮﻐ ا ، ﺠ ا

ﺷو ﺬ ا نذﺈ مﻮ مﻮ سﺎ ا بﺮ

، ﺎ ا

ﻰ و ﮭ آ ﻄ ا ﺮھﺎﻄ ا ﮭﺘ ﺎ و ةرﺮ ا ﺬ ا اﻮ ﺪ اوﺪھﺎ اﻮ ﺬ و ا او ةﺮ اﺬھ ﺪ ا ا

(Salawatullah dan salamNya atas penghulu makhluk, imamnya al-Haq dan Panglimanya al-Gharal-Muhjilin (mereka yang selalu menyempurnakan wudhuknya) Pemberi syafa’at bagi para pendosa dengan izin Allah di hari manusia berdiri menghadap Rabbnya alam semesta. (Muhammad Idris al-Syafe’i.al-Umm jilid) . 5


(26)

18

c. Al-H}aq dimaksudkan untuk menyebutkan dana-dana yang diberikan kepada para

hakim dan ulama yang diambil dari bait al-mal kaum muslimin.

d. Al-H}aq digunakan untuk menyebutkan dana atau biaya maintenant kepentingan umum yang tetap, seperti hak jalan raya.

e. Hak-hak perorangan yang hukumnya mubah seperti hak memiliki, hak memilih

dsb.

f. Sumber al-H}aq itu adalah Allah untuk mengatur alam semesta Kecuali itu

al-H}aq dalam Fiqih mempunyai dua rukun;

a) Shâhib al-H}aq yaitu berkaitan dengan hak-hak hamba Allah terhadap orang-orang ditetapkannya untuknya hak, seperti hak suami atas istrinya b) Seseorang-orang yang terpikul atasnya hak orang lain, seperti seseorang yang dibebankannya

kepada untuk membayar sesuatu. Al-H}aq juga terbagi kepada beberapa hal.

g. Al-Haq itu terbagi kepada beberapa hal berdasarkan mesti dan tidak mestinya, atau berdasarkan manfaat umum dan khususnya, atau berdasarkan ada tidaknya hak seorang manusia itu, atau berdasar mampu tidak yang bersangkutan dll.

h. Dari segi ketetapan hukumnya terbagi dua: Lâzim dan ghairu lâzim. Al-Haq

al-lazim ialah hak-hak yang telah ditetapkan syara’ secara tegas tidak bisa

ditawar-tawar, misalnya hak hidup setiap orang. Sedangkan al-Haq al-lazim ialah

hak-hak yang ditetapkan oleh syara’ secara tidak tegas (fleksibel)

i. Fuqahâ Hanafiyah membagi huqûq (hak-hak) dari segi umum dan khususnya manfaat yaitu hak-hak Allah yang murni. Hak-hak manusia yang murni. Hak yang menyangkut dengan hak Allah dan manusia.

j. Hak-hak Allah yang terkait atas manusia yang tidak ada pengecualian, seperti


(27)

19

k. Hak-hak Allah yang murni untuk Allah versi Hanafiyah adalah seperti iman,

shalat dan lainnya.2

Ragam makna al-H}aq dalam Bahasa Fiqh

Penggunaan kata al-H}aq dalam kajian Fiqih sangat beragam, seperti dijelaskan

diatas dan dalam penerapannya akan dipahami dengan mengetahui kontek pembicaraan

yang sedang dibahas. Atau dengan kata lain, meskipun makna al-h}aq sudah dipahami

sebagai benda dan kaitannya dengan hak milik, tapi apa konkritnya merujuk kepada topik apa yang sedang dibahas. Ragam makna di sini bukanlah pembagian makna, tapi sebatas

ekplorasi penggunaan al-Haq oleh ulama Fuqaha dalam kitab-kitab mereka.

Contohnya sebagaimana Imam Syafi’e berkata:

لﺎ

ﻲ ﺎﺸ ا

ﺎ ﻧإو

زﺎ

نأ

ﮫﻧﻻ

ﮫ ﻮ و

و

ا

ةدﺎ ز

لﺎ

(Sesungguhnya seorang waliy Yatim tersebut boleh saja meminjamkan untuk

mereka (anak yatim tersebut ) ,karena itu berarti menyegerakan h}aq untuk

mereka sebelum jatuh tempo wajib peneyerahan al-h}aq tersebut sebagai bonus

untuk mereka dengan segala kondisinya)3.

Kata al-H}aq di sini maksudnya adalah harta anak yatim yang berada dalam

perwalian seseorang. Makna al-H}aq disini sangat spesifik. Adakalanya al-H}aq dapat

berarti “keputusan yang tepat” hal ini terlihat dalam ungkapan yang digunakan dalam

Mausu’ah Fiqhiyyah sebagaimana berikut;

“Jumhur Ulama madhhabH}anafi, Maliki dan Shafe’i mengakatan bahwa tidak

baik hakim memutuskan perkara saat dalam keadaan menahan BAK atau BAB, karena bisa menghalangi hadirnya hati dan nalar berpendapat. Ia akan direpotkan

dalam berpikir untuk memutuskan al-Haq. Yang demikian sama dengan makna

marah yang dikemukakan oleh Rasulullah saw: Janganlah seseorang mengadili perkara hukum saat dia lagi marah. Jika ia memutuskan hukuman dalam kondisi seperti itu maka jalanlah eksekuisi keputusannya.”

2Al-Mawsu’ah al-Fiqhiyyah al-Kuweitiyyah. .6150-6157 3 Muhammad bin Idris al-Syafi’iy. Al-Umm ( jilid 2 ) .22


(28)

20

Di lain tempat kata Haq berarti ”kewajiban”. Hal ini terlihat antara lain dalam

kitabnya Fiqh Sunnanya Sayyid Sabiq: ”al-Hafigh Ibnu Hajar berkata: Sesungguhnya dalil yang paling kuat adalah dalil yang mengatakan bahwa mandi Jum’at tidaklah wajib. Pendapat yang mengatakan sunnat ialah karena meninggal mandi itu tidak membawa kepada kemudharatan, tapi mandi dianjurkan karena ia akan menghanyutkan keringat serta melenyapkan bau tak sedap. Tadinya para ulama mengatakan bahwa mandi Jum’at itu wajib meskipun tidak ada masalah jika meninggalknannya. Mereka berdalil

berdasarkan kata Abu Hurairah yang mengatakan bahwa Rasulullah bersabda:

ﺎ ﻮ مﺎ ا ﺔ ﻰ

ﻐ نا

ا

( adalah hak yang wajib dilakukan oleh setiap

muslim untuk mandi satu hari)3F

4 Hadis riwayat Bukhari.

Kecuali itu al-H}aq juga dimaksudkan dengan ”sikap yakin seseorang dalam

menghadapi konidisi darurat”. Hal ini dapat dicontohkan seperti dimuat dalam kitab Bidayah al-Mujtahid oleh Ibnu Rusyd:

”Sebab perbedaan mereka mengenai masalah ini adalah: Apakah seseorang tersebut dikatakan tidak menemukan air tanpa berusaha mencari air kecuali hanya sekali? Atau tidakkan yang disebut orang yang tidak menemukan air, kecuali setelah setelah mereka berusaha untuk itu tapi tak menemukannya? Tapi yang

H}aq dalam hal ini adalah bahwa orang bertaqwa itu berkeyakinan akan ketiadaan

air itu. Apakah dengan mencarilebih dulu, atau tidak. Adapun orang yang menduga

adanya air, lalu dia tidak dikatakan orang yang ketiadaan air5.

Melihat dari beragam penggunaan kata al-h}aq dalam fiqh sepertinya tidak jauh

berbeda dengan klasifikasi makna al-h{aq menurut ulama’ tafsir. Yaitu al-h}aq bermakna

bagian, keyakinan, lebih utama dan kebenaran atau lawan dari al-bat}il.

B. Menurut Mutas}awwifin

4

Menurut jumhur ‘ulama’ kata yauman yang dimaksud adalah hari jum’at. Lihat Sayyid Sabiq.

Fiqh Sunnah. Juz 1 (Madinah. Mathâbi’ al-Madinah al-Munawwarah. 1988 ) :61

5

Ibnu Rusyd, Muhammad bin Ahmad bin Muhammad bin Ahmad. Bidayah al-Mujtahid , jilid1 Libanon. Dar al-Fikr.tanpa tahun.) .46-53


(29)

21

Berdasarkan fakta sejarah terdapat dua corak pandangan ulama mengenai al-Haq,

Pertama ulama yang melihat al-Haq dalam perspektif tasawwuf dan yang kedua ulama

yang melihat dari aspek Syari’ah.6 Dua versi ulama ini , berada dalam tataran dua kubu

yang selalu berhadapan bahkan sampai sekarang.

Ulama S}ufi dan Ulama Syari’ah, sebenarnya sama-sama menempatkan terma

al-Haq ini dalam wilayah ketuhanan. Seperti dikatakan oleh Abu Bakar Aceh, pandangan

orang S}ufi dan Tas}awwuf terhadap Tuhan tetap dalam posisi ilmu tauhid yang merujuk

kepada hukum naqli dan hadith-hadith mengenai zat, sifat dan af’’al Tuhan serta dengan

segala penggolongannya. Namun S}ufi dan tas}awwuf juga menganggap Tuhan itu sumber dari segala kesempurnaan dan keindahan yang tiap saat menjadi pemikiran bagi

orang-orang s}ufi.7 Atau dengan kata lain, S}ufi dan Tas}awwuf juga menggunakan

perasaan dan pengalaman rohani sebagai sumbernya. Perbedaan ini menjadi besar dan bahkan ada yang bertolak belakang, disebabkan selain perbedaan sumber adalah karena

mereka menggunakan metodologi logi tersendiri untuk sampai kepada Allah.8

Perbedaan metode ini terjadi akibat perbedaan sasaran dan tujuan yang hendak

dicapai. Bahkan yang dimaksud dengan metode atau thariqah pun juga tidak sama antara

yang dipakai ulama s}ufi dan yang dipakai oleh ulama syari’ah. Yang dimaksud dengan

6

Abd al-Rahman Abd al-Khaliq. Al-Fikru al-Shufiy fi Dhau’i al-Kitab wa al-Sunnah. (Damaskus Maktabah Dar al-Fiha’ Cet ke 1 ,th. 1994 . 101

7

Abu Bakar Aceh. Pengantar Sejarah Sufi dan Tasawwuf. (Jakarta, Ramadhani .tahun 1989) . 28 – 29.

8

Abu al-Wafa al-Ghânimi dalam bukunya al-Madkhal ila al-Tas}awwuf al-Islam , cetakan ke 4 , terbitan Dar al-Tsaqafah li al-Nasyr wa al-Tawzi’, Kairo 19883 mencatat terdapat empat sumber penting dari tas}awwuf; 1. Al-Quran al-Karim. 2. Ilmu-ilmu Islam seperti Fiqih, Hadis, Nahwu dll. 3. Terminologi-terminologi para ahli ilmu kalam angkatan pertama dan ke 4. Bahasa Ilmiyah yang terbentuk di Timur sampai enam abad permulaan Masehi, adalah bahasa lainnya, seperti bahasa Yunani dan Persia, yang menjadi bahasa ilmu pengetahuan dan filsafat. Sementara Ulama Syari’ah, seperti telah diketahui, secara umum mendasakan ijtihadnya pada empat hal utama, yaitu Quran, Hadis Nabi yang shahih, Qiyas dan Ijma’.


(30)

22

thariqah dalam tashauf adalah; pertama kepada syekh mana si murid bergabung dan

dengan demikian ia akan tahu juga urutan langkah apa yang ia harus tempuh.9

Term al-Haq di kalangan ulama tas}awuf, mengacu pada zat Allah. Artinya

Allah huwa al-Haq. Namun dalam berinteraksi dengan al-Haq ini, selain harus

menempuh thariqah yang beragam, memiliki bentuk pandangan yang berbeda.

Ada dua pandangan yang sangat radikal yang mengemuka dalam meyakini, menyikapi dan berinteraksi dengan Tuhan. Yang demikian itu adalah pandangan yang

disebut dengan hulul oleh Abu Yazid al-Busthami dan pandangan wihdatu al-wujud oleh

Ibnu Arabi.10 Dari paham inilah muncul bentuk hubungan hubungan al-Haq dengan sang

Hamba. Al-Haq di sini maksudnya adalah Allah yang Wajibu al-Wujud dengan segala

sifat dan asmaNya.

Dalam pemikirannya Abu Yazid al-Bustami mengibaratkan konsep hululnya

dengan Tuhan dan manusia seperti ular dan kulitnya. Manusia tidak dapat berkata bahwa ia ada, karena ia hanya merupakan sarung ular, hanya ada merupakan sifat belaka. Yang

ada hanya Tuhan dan manusia fana11.

Abu Yazid al-Busthami berkata: ”Tidak ada Tuhan melainkan Aku. Sembahlah

Aku dan Subhâni”, mâ a’zhama sya’niy” (Mahasuci aku. Alangkah besarnya

kekuasaanKu”.12

Bustami juga pernah berkata: ”Pernah Allah mengangkutku dan ditegakkanNya aku di hadapannya sendiri. Maka berkatalah Ia kepadaku: ”Hai, Abu Yazid. Makhluk-Ku

ingin melihat engkau”. Kemudian aku berkata : Hiasilah aku dengan wahdâniyyatMu,

9

Abdu al-Rahman Abd al-Khaliq. Al-Fikru al-Shufiy fi Dhau’i al-Kitab wa al-Sunnah.h.540-541

10

Hulul ialah bersatunya Tuhan dalam seorang hamba Allah. Perumpaan bersatunya itu digambarkan oleh para ahli shufi perpaduan antara api dengan besi tatkala sangat panasnya. Sementara wihdatu al-wujud adalah wujudnya makhluk adalah ‘ain wujudnya Khalik. Lihat Hamka. Tasauf. Perkembangan dan Pemurniannya.h.102 dan 154

11 Abu Bakar Aceh. Pengantar Sejarah ....259


(31)

23

pakaikanlah kepadaku pakaian keakuanMu, angkatlah aku ke dalam kesatuanMu, sehingga bila mana makhlukMu melihat daku, mereka akan berkata: Kami telah melihat

Engkau, maka engkaulah itu dan aku tidak ada di sana”13

Jadi konsentrasi makna al-Haq dalam pandangan Bustami, sama dengan yang

lainnya, terletak pada proses dan terjadinya hulûl antara dia (sebagai makhluk atau wali)

dengan Allah swt. tersebut. Dengan kata lain adalah bahwa konotasi al-Haq tidak

menyentuh wilayah pemaknaan lain seperti apa yang dikemukakan oleh ulama Fuqaha

atau seperti makna-makna al-Haq dalam al-Qur’an.

Imam al-Ghazali mencoba menetralisir kontroversi pandangan tersebut dengan

memberikan penafsirannya sendiri terhadap pandangan hululnya manusia dengan al-Haq

ini. Ketika ditanya pendapatnya tentang kata-kata al-Halaj: “Ana al-Haq”, bekiau

menjawab: Perkataan yang demikian keluar dari mulutnya adalah karena sangat cintanya kepada Allah. Apabila cinta sudah sekian mendalamnya, tidak dirasa lagi perpisahan

antara diri dengan yang dicintai.14 Artinya hulul ini merupakan klimak dari hubungan

hamba dengan al-Haq atau Allah. Ini merupakan indikasi terpenting yang menunjukkan

bahwa antara al-H}aq dan hamba Allah terdapat suatu benang merah yang disebut dengan

mahabbah (cinta), yang meyatukan roh Allah dengan roh kekasihNya.

Artinya secara menyeluruh, al-Ghazali tidak menyangkal adanya kondisi al-Haq

bisa jadi berlaku seperti apa yang diucapkan oleh kedua ahli s}ufi tersebut. Paham ini tentunya bukan diyakini oleh yang bersangkutan saja, tapi masing-masing punya pengikut tersendiri.

C. Menurut Mutakallimin

13 Ibid. 14 ibid. 128


(32)

24

Pembahasan al-Haq dalam ilmu Us}ul al-Di@n atau juga disebut dengan ilmu

al-Kalam15, dan oleh Abu Hanifa disebut sebagai fiqh al-akba@r, terdapat pada topik-topik

masalah tauhid, masalah keadilan, masalah wa’ad wa’id, masalah ketaatan dan masalah

akal dalam Islam. Dalam hal ini pembahasan dimaksud adalah untuk menentukan

kebenaran yang sesuai dengan logika dan dan sesuai pula dengan dalil-dalil naqli.

Seperti dikatakan oleh al-Shahrastani16, terjadi banyak perbedaan pendapat di

kalangan ulama ushuluddin berkaitan dengan masalah-masalah tesebut diatas, khususnya

mengenai konsep Tuhan dengan wahdâniyyat dan sifat-sifatNya, konsep Rasul serta

ayat-ayat dan keterangan-keterangan mereka. Masalah-masalah ini oleh mereka dikaji, dibahas dan diperdebatkan secara serius sampai mereka melihat dengan nyata sebagai “kebenaran”.

Perbedaan-perbedaan tersebut telah menkristalkan eksistensi penganut berbagai aliran dalam dunia Islam, seperti Syi’ah, kahwarij, Murji’ah, mu’tazilah, Asy’ariyah, dan lain sebagainya. Kesemuanya itu, menurut mereka adalah masalah-masalah mendasar yang harus didudukkan sebagai “kebenaran” keyakinan baik untuk diterapkan kepada umat Islam, maupun dalam mempertahan keyakinan agama Islam itu sendiri terhadap non Islam.

Ulama Ilmu Kalam dalam kajian dan perbedaannya, menggunakan logika

disamping dalil-dalil naqliah. Ilmu kalam memang berfungsi untuk mempertahankan

keyakinan ajaran agama Islam, khususnya tentang keyakinan-keyakinan kebenaran agama yang dipertahankan dengan argumen-argumen rasional. Sebagian ilmuan, bahkan mengatakan bahwa ilmu ini berisikan keyakinan-keyakinan kebenaran, praktek dan

15

Lihat Harun Nasution. Teologi Islam (Jakarta.Penerbit Universitas Indonesia.th.2006), ix

16


(33)

25

pelaksaan ajaran agama, serta pengalaman keagamaan yang dijelaskan dengan

pendekatan rasional.17

Melihat kepada masalah al-Haq di sini terdapat dua sisi pembicaraan yang

menjadi fokus kajian. Pertama al-Haq dari sisi memahami tawhid Allah (bukan aspek

eksistensiNya) dan yang kedua al-Haq dari sisi kebenaran ajaran Allah, khususnya dalam

masalah-masalah keyakinan akidah.

17

Lihat Phlip Bob Cock Gove (ed) Webster’s third New International Dictionary of The English Language Uni Bridged. (U.S.A g7c Mervian Company Publisher. 1966), 2371


(34)

100

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan.

Setelah menghimpun, mengolah dan melakukan analisa dengan berbagai

pendekatan, tentang makna kosakata al-H}aq dalam al-Quran, akhirnya penulis

berkesimpulan sebagai berikut.

1. Al-H}aq dalam al-Qur’an diungkapkan dalam beberapa bentuk kalimat dan derivasinya yang berjumlah 287 dari 263 ayat. Dari

jumlah yang ada didominasi oleh al-h}aq dalam bentuk mas}dar

dan merujuk pada makna yang beragam yang disebutkan dalam

tafsir.

2. al-H}aq dalam al-Quran memiliki konotasi tersendiri yang berporos hanya kepada satu subjek, yaitu Allah SWT. Allah

adalah al-H}aq al-Mutlaq yang menjadi satu-satunya sumber bagi

kebenaran. Allah disifati al-H}aq ialah karena wajib (pastinya)

dan tsabatnya (tetapnnya) Allah dalam hal eksistensi Zat dan

sifat-sifatNya yang Sempurna. Allah adalah Rabb (Pencipta) dan Waly

yang haqq karena harmonis dan relevannya hasil ciptaanNya dan

sunnah (hukum alam) yang diberlakukanNya terhadap ciptaanNya tersebut.


(35)

101

3. Implikasi dari al-h}aq dalam kehidupan umat akan terlihat riil

dalam bentuk nilai-nilai ketauhidan, terbentuknya masyarakat

madani yang berpegang teguh pada kearifan social, dan

perdamaian yang dibangun atas dasar-dasar iman kepada al-h{aq.

B. Rekomendasi.

Kajian Tesis ini pada dasarnya berisifat tematik. Dengan cara dan pola

seperti ini kita dapat mendalami ayat-ayat al-Al-Qur’an secara menukik ke inti

permasalahan. Dari itu penulis ingin merekomendasikan kepada pihak-pihak yang

kompeten dalam kajian ketafsiran seperti lembaga-lembaga pendidikan formal

mulai tingkat dasar sampai perguruan tinggi dan demikian juga lembaga-lembaga

pendidikan non formal seperti majlis ta’lim, kursus-kursus, dan sebagainya,

kiranya sekarang kajian-kajian tersebut diarahkan pada tafsir tematik, agar dapat

mencarikan solusi terhadap berbagai permasalahan kontemporer, baik

menyangkut bidang sosial, ekonomi, budaya, maupun politik dan sebagainya.

Dengan menerapkan tafsir tematik, maka diharapkan umat mendapat

solusi Qurani terhadap berbagai permasalahan yang sedang mereka hadapi.

Namun perlu diingat penerapan metode tafsir tematik harus disesuaikan dengan

tingkat kemampuan daya serap peserta didik. Artinya mereka yang dapat

diberikan metode tafsir tematik ini tentetu mereka yang telah berada pada tingkat

lanjut, bukan para pemula. Bagi para pemula jelas metode ijmāli masih sangat


(36)

102

tematik, masa depan umat akan semakin cerah dam lebih kondusif, dalam


(37)

Daftar Pustaka.

________________Al-Mawsu’ah al-Fiqhiyyah al-Kuweitiyyah.

Abu Abdillah bin Muhammad bin Hambal, Masnal Imam Hanbal, Turki:

Muassah al-Risalah.

Abu Abdillah Muhammad bin Isma’il, S}ahih al-Bukhari

Abu Ja’far, Muhammad bin Jarir bin Yazid bin Katsir bin Ghalib al-Amaliy. Jami’u al-Bayan fi Ta’wil al-Qurân. Lebanon: Muassasah al-Risalah, 2000.

Aceh, Abu Bakar. Pengantar Sejarah Sufi dan Tasawwuf, Jakarta: Ramadhani,

tahun 1989.

Al-‘Ummadi, Abu Sa’ud. Irsal ‘Aqli Sali@m Ila Maza@ya Kita@b

al-Kari@m, Bairud: Dar Ihya a’Turath

Al-Bâqi’, Muhammad Fu’âd ‘Abd. al-Mu‘jam al-Mufahrats li Alfâzh al-Quran

al-Karîm, Beirût: Dâr al-Fikr,1986.

Al-Bukhari, Muhammad Bin Isma’il. S}ahih Bukhari, T}ab’ah al-Hindiyah.

Al-Dimasyqiy, Ibn Katsîr Abu al-Fida’ Ismail bin Umar bin Katsir al-Quraysiy. Tafsîr al-Quran al-‘Azhîm. Cairo, Dar Thayibah li al-Nasyri, 1999.

Al-Ghânimi, Abu al-Wafa. al-Madkhal ila al-Tas}awwuf al-Islam, Kairo:Dar

al-Tsaqafah li al-Nasyr wa al-Tawzi’, 1883

Al-Hanafi, Shihabu al-Di@n. Hashiyat al-Shiha@b ‘Ala Tafsi@r al-Baghawi,

Bairud: Dar al-S}adir

Al-Khaliq, Abd al-Rahman Abd. Al-Fikru Shufiy fi Dhau’i Kitab wa

al-Sunnah, Damaskus: Maktabah Dar al-Fiha’ Cet ke 1, th. 1994.

Al-Muna@wi, Abdul Ra’uf . Faid al-Qadir, Mesir: Maktabah Tijariyah

al-Kubra.

Al-Qaradhawi, Yusuf. Kaifa Nata'ammal Ma'al Quran al-'Adzim, Kairo: Darus


(38)

Al-Shahrastani, Abul Fath Bin Abdu al-Karim, Al-Milal wa al-Nihal, Muassah

al-Hulba

Al-Shuyut}i, al-Itqa@n fi ‘Ulum al-Qur’an,

Al-Syafi’iy, Muhammad bin Idris. Al-Umm, tt.

Al-T}abari, Abu Ja’far. Jami’ul bayan fi takwil al-Qur’an, Muassah al-Risalah,

2000

Al-T}abra@ni, Abu al-Qasim Sulaiman bin Ahmad. al-Mu’jam al-Awsat},

Qahirah: Dar Haramain.

Al-Tirmidi, Abu ‘Isa Muhammad bin ‘Isa. Sunan al-Tirmidi, Bairut: Dar

al-Gharab al-Islami.

Al-Zarqâniy, Muhammad ‘Abd Azhîm, Manâhil al-‘Irfân fîy Ulûm al-Qurân,

Mesir: Isa al-Bab al-Halabi.

Al-Zuh}aili, Wahbah Bin Mustafa. tafsir al-Munir Fi al-Shari’ah wa al-‘Aqidah

wa al-Manhaj, Damaskus: Dar al-Fikri al-Mu’as}ir.

Baidan, Nashruddin. Wawasan Baru Ilmu Tafsir, Yogyakarta: Pustaka Pelajar,

Cet k 1 2005.

Hamka, Buya. Tasauf. Perkembangan dan Pemurniannya.

Hamid, Muhammad Muhyiddin Abdul. al-Tabwil al-Maud}u’I li al-Aha@dith.

Harun Nasution, Teologi Islam, Jakarta: Universitas Indonesia, th. 2006.

Ibnu ‘Ashur, al-Tahdir wa al-Tanwi@r.

Ibnu Abbas, Tanwirul Miqbas Min Tafsiril Ibnu 'Abbas, Mauqiut Tafasir, tt

Ibnu al-Mulqin S}irajuddin, al-Taud}ih li sharhi al-Jami’ al-S}ahih, Damaskus:

Dar al-Nawadir.

Ibnu Katsir, 'Imaduddin Abil Fida' Isma'il al-Quraish al-Damsyhiq, Tafsirul

Quranil Adzim, Semarang: Maktabah wa Matba'ah Toha Putera.

Ibnu Rusyd, Muhammad bin Ahmad bin Muhammad bin Ahmad, Bidayah


(39)

Isma’il Haqqi Bin Mus}t}afa, Rauh}ul Bayan, Dar Ihya@’ al-Turath al-‘Arabi.

Mirce Eliade (ed.), Encyclopedia of Religion , (New York: Mac Millan Publishing

Companiy, 1987), Cet. VI.

Nashr, Seyyed Hossein dan Oliver Leaman, Ensiklopedi Tematis Filsafat Islam.

Bandung: Mizan, 2003.

Phlip Bob Cock Gove (ed) Webster’s third New International Dictionary of The

English Language Uni Bridged, U.S.A g7c Mervian Company Publisher. 1966

Salim , ‘At}iyah Bin Muhammad. Sharhu Bulugh al-Mara@m.

Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah, Madinah: Mathâbi’ al-Madinah al-Munawwarah,

1988.

Shihab, M. Quraish. Menyingkap Tabir Ilahi. Jakarta: Lentera Hati, 1998.

Singarimbun, Masri dkk.,Metode Penelitian Survai, Jakarta: LP3ES, 1982.

Sugiono, Memahami Penelitian Kualitatif, Bandung: CV. Alfabeta, 2010.

Sulaiman,Musaid Bin. Sharhu Muqaddimah Fi Us}uli al-Tafsir Li Ibnu Taymiyah,

Da@r Ibnu Jauzi.

Suryadilaga, M. Alfatih. Metodologi Ilmu Tafsir. Yogyakarta: Teras, 2005.

Syahrur,Muhammad. Epistemologi Qurani; Tafsir Kontemporer Ayat-ayat

al-Qur’an Berbasis Materialis, Dualis dan Historis, Bandung: Marja.

Utsman Jum’ah Dhamiriyah.“Al-Haq fi al-Syarî’ah Islamiyyah” Majallah

al-Buhuts al-Islamiyyah. Dirâsat Idârah al-Buhûts al-‘Ilmiyyah wa al-Ifta’


(1)

100

Digilib.uinsby.ac.id | BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan.

Setelah menghimpun, mengolah dan melakukan analisa dengan berbagai pendekatan, tentang makna kosakata al-H}aq dalam al-Quran, akhirnya penulis berkesimpulan sebagai berikut.

1. Al-H}aq dalam al-Qur’an diungkapkan dalam beberapa bentuk kalimat dan derivasinya yang berjumlah 287 dari 263 ayat. Dari jumlah yang ada didominasi oleh al-h}aq dalam bentuk mas}dar dan merujuk pada makna yang beragam yang disebutkan dalam tafsir.

2. al-H}aq dalam al-Quran memiliki konotasi tersendiri yang berporos hanya kepada satu subjek, yaitu Allah SWT. Allah adalah al-H}aq al-Mutlaq yang menjadi satu-satunya sumber bagi kebenaran. Allah disifati al-H}aq ialah karena wajib (pastinya) dan tsabatnya (tetapnnya) Allah dalam hal eksistensi Zat dan sifat-sifatNya yang Sempurna. Allah adalah Rabb (Pencipta) dan Waly yang haqq karena harmonis dan relevannya hasil ciptaanNya dan sunnah (hukum alam) yang diberlakukanNya terhadap ciptaanNya tersebut.


(2)

101

Digilib.uinsby.ac.id |

3. Implikasi dari al-h}aq dalam kehidupan umat akan terlihat riil dalam bentuk nilai-nilai ketauhidan, terbentuknya masyarakat madani yang berpegang teguh pada kearifan social, dan perdamaian yang dibangun atas dasar-dasar iman kepada al-h{aq. B. Rekomendasi.

Kajian Tesis ini pada dasarnya berisifat tematik. Dengan cara dan pola seperti ini kita dapat mendalami ayat-ayat al-Al-Qur’an secara menukik ke inti permasalahan. Dari itu penulis ingin merekomendasikan kepada pihak-pihak yang kompeten dalam kajian ketafsiran seperti lembaga-lembaga pendidikan formal mulai tingkat dasar sampai perguruan tinggi dan demikian juga lembaga-lembaga pendidikan non formal seperti majlis ta’lim, kursus-kursus, dan sebagainya, kiranya sekarang kajian-kajian tersebut diarahkan pada tafsir tematik, agar dapat mencarikan solusi terhadap berbagai permasalahan kontemporer, baik menyangkut bidang sosial, ekonomi, budaya, maupun politik dan sebagainya.

Dengan menerapkan tafsir tematik, maka diharapkan umat mendapat solusi Qurani terhadap berbagai permasalahan yang sedang mereka hadapi. Namun perlu diingat penerapan metode tafsir tematik harus disesuaikan dengan tingkat kemampuan daya serap peserta didik. Artinya mereka yang dapat diberikan metode tafsir tematik ini tentetu mereka yang telah berada pada tingkat lanjut, bukan para pemula. Bagi para pemula jelas metode ijmāli masih sangat relevan. Demikianlah, mudah-mudahan ke depan, dengan penerapan tafsir


(3)

102

Digilib.uinsby.ac.id | tematik, masa depan umat akan semakin cerah dam lebih kondusif, dalam berbagai aspek aspek kehidupan.


(4)

Daftar Pustaka.

________________Al-Mawsu’ah al-Fiqhiyyah al-Kuweitiyyah.

Abu Abdillah bin Muhammad bin Hambal, Masnal Imam Hanbal, Turki: Muassah al-Risalah.

Abu Abdillah Muhammad bin Isma’il, S}ahih al-Bukhari

Abu Ja’far, Muhammad bin Jarir bin Yazid bin Katsir bin Ghalib al-Amaliy. Jami’u al-Bayan fi Ta’wil al-Qurân. Lebanon: Muassasah al-Risalah, 2000.

Aceh, Abu Bakar. Pengantar Sejarah Sufi dan Tasawwuf, Jakarta: Ramadhani, tahun 1989.

Al-‘Ummadi, Abu Sa’ud. Irsal ‘Aqli Sali@m Ila Maza@ya Kita@b al-Kari@m, Bairud: Dar Ihya a’Turath

Al-Bâqi’, Muhammad Fu’âd ‘Abd. al-Mu‘jam al-Mufahrats li Alfâzh al-Quran al-Karîm, Beirût: Dâr al-Fikr,1986.

Al-Bukhari, Muhammad Bin Isma’il. S}ahih Bukhari, T}ab’ah al-Hindiyah. Al-Dimasyqiy, Ibn Katsîr Abu al-Fida’ Ismail bin Umar bin Katsir al-Quraysiy.

Tafsîr al-Quran al-‘Azhîm. Cairo, Dar Thayibah li al-Nasyri, 1999. Al-Ghânimi, Abu al-Wafa. al-Madkhal ila al-Tas}awwuf al-Islam, Kairo:Dar

al-Tsaqafah li al-Nasyr wa al-Tawzi’, 1883

Al-Hanafi, Shihabu al-Di@n. Hashiyat al-Shiha@b ‘Ala Tafsi@r al-Baghawi, Bairud: Dar al-S}adir

Al-Khaliq, Abd al-Rahman Abd. Al-Fikru Shufiy fi Dhau’i Kitab wa al-Sunnah, Damaskus: Maktabah Dar al-Fiha’ Cet ke 1, th. 1994.

Al-Muna@wi, Abdul Ra’uf . Faid al-Qadir, Mesir: Maktabah Tijariyah al-Kubra.

Al-Qaradhawi, Yusuf. Kaifa Nata'ammal Ma'al Quran al-'Adzim, Kairo: Darus Suruq, Cet. Ke-3


(5)

Al-Shahrastani, Abul Fath Bin Abdu al-Karim, Al-Milal wa al-Nihal, Muassah al-Hulba

Al-Shuyut}i, al-Itqa@n fi ‘Ulum al-Qur’an, Al-Syafi’iy, Muhammad bin Idris. Al-Umm, tt.

Al-T}abari, Abu Ja’far. Jami’ul bayan fi takwil al-Qur’an, Muassah al-Risalah, 2000

Al-T}abra@ni, Abu al-Qasim Sulaiman bin Ahmad. al-Mu’jam al-Awsat}, Qahirah: Dar Haramain.

Al-Tirmidi, Abu ‘Isa Muhammad bin ‘Isa. Sunan al-Tirmidi, Bairut: Dar al-Gharab al-Islami.

Al-Zarqâniy, Muhammad ‘Abd Azhîm, Manâhil al-‘Irfân fîy Ulûm al-Qurân, Mesir: Isa al-Bab al-Halabi.

Al-Zuh}aili, Wahbah Bin Mustafa. tafsir al-Munir Fi al-Shari’ah wa al-‘Aqidah wa al-Manhaj, Damaskus: Dar al-Fikri al-Mu’as}ir.

Baidan, Nashruddin. Wawasan Baru Ilmu Tafsir, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, Cet k 1 2005.

Hamka, Buya. Tasauf. Perkembangan dan Pemurniannya.

Hamid, Muhammad Muhyiddin Abdul. al-Tabwil al-Maud}u’I li al-Aha@dith. Harun Nasution, Teologi Islam, Jakarta: Universitas Indonesia, th. 2006. Ibnu ‘Ashur, al-Tahdir wa al-Tanwi@r.

Ibnu Abbas, Tanwirul Miqbas Min Tafsiril Ibnu 'Abbas, Mauqiut Tafasir, tt Ibnu al-Mulqin S}irajuddin, al-Taud}ih li sharhi al-Jami’ al-S}ahih, Damaskus:

Dar al-Nawadir.

Ibnu Katsir, 'Imaduddin Abil Fida' Isma'il al-Quraish al-Damsyhiq, Tafsirul Quranil Adzim, Semarang: Maktabah wa Matba'ah Toha Putera.

Ibnu Rusyd, Muhammad bin Ahmad bin Muhammad bin Ahmad, Bidayah al-Mujtahid, Libanon: Dar al-Fikr


(6)

Isma’il Haqqi Bin Mus}t}afa, Rauh}ul Bayan, Dar Ihya@’ al-Turath al-‘Arabi. Mirce Eliade (ed.), Encyclopedia of Religion , (New York: Mac Millan Publishing

Companiy, 1987), Cet. VI.

Nashr, Seyyed Hossein dan Oliver Leaman, Ensiklopedi Tematis Filsafat Islam. Bandung: Mizan, 2003.

Phlip Bob Cock Gove (ed) Webster’s third New International Dictionary of The English Language Uni Bridged, U.S.A g7c Mervian Company Publisher. 1966

Salim , ‘At}iyah Bin Muhammad. Sharhu Bulugh al-Mara@m.

Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah, Madinah: Mathâbi’ al-Madinah al-Munawwarah, 1988.

Shihab, M. Quraish. Menyingkap Tabir Ilahi. Jakarta: Lentera Hati, 1998. Singarimbun, Masri dkk.,Metode Penelitian Survai, Jakarta: LP3ES, 1982. Sugiono, Memahami Penelitian Kualitatif, Bandung: CV. Alfabeta, 2010.

Sulaiman,Musaid Bin. Sharhu Muqaddimah Fi Us}uli al-Tafsir Li Ibnu Taymiyah, Da@r Ibnu Jauzi.

Suryadilaga, M. Alfatih. Metodologi Ilmu Tafsir. Yogyakarta: Teras, 2005.

Syahrur,Muhammad. Epistemologi Qurani; Tafsir Kontemporer Ayat-ayat al-Qur’an Berbasis Materialis, Dualis dan Historis, Bandung: Marja. Utsman Jum’ah Dhamiriyah.“Al-Haq fi al-Syarî’ah Islamiyyah” Majallah

al-Buhuts al-Islamiyyah. Dirâsat Idârah al-Buhûts al-‘Ilmiyyah wa al-Ifta’ Riyadh.t.t. edisi 40.