Protes Angkatan Muda Muhammadiyah
Protes Angkatan Muda Muhammadiyah
Terhadap Kepemimpinan KH Hisyam
Tidak semua prestasi baik seseorang akan membuahkan tanggapan yang baik pula bagi dirinya.
Demikian pula dengan prestasi KH Hisyam dalam memajukan pendidikan di lingkungan
Muhammadiyah sehingga mendapatkan penghargaan bintang jasa dari Pemerintah Kolonial
Hindia Belanda. Selain mendapatkan protes atau kecaman dari eksternal Muhammadiyah seperti
Taman Siswa dan Syarikat Islam akan jooperatifnya Muhammadiyah kepada Belanda, KH
Hisyam juga menuai protes dari internal Muhammadiyah yaitu dari Angkatan Muda
Muhammadiyah.
Protes ini kemudian menghasilkan pergantian kepemimpinan, pergantian kepemimpinan dari KH
Hisyam kepada KH Mas Mansur. Banyak hal yang pantas dicatat sebelum pergantian
kepemimpinan kepada Mas Mansur sebagai Ketua Pengurus Besar Muhammadiyah. Suasana
yang berkembang saat itu ialah ketidakpuasan angkatan muda Muhammadiyah terhadap
kebijakan Pengurus Besar Muhammadiyah yang terlalu mengutamakan pendidikan yaitu hanya
mengurusi persoalan sekolah-sekolah Muhammadiyah tetapi melupakan bidang tabligh
(penyiaran agama Islam). Angkatan Muda Muhammadiyah saat itu berpendapat bahwa Pengurus
Besar Muhammadiyah hanya dikuasai oleh tiga tokoh tua yaitu KH Hisyam (Ketua Pengurus
Besar), KH Mukhtar (wakil Ketua), dan KH Syuja’ sebagai Ketua Majelis PKO (Pertolongan
Kesedjahteraan Oemoem).
Situasi bertambah kritis ketika dalam Kongres Muhamadiyah ke-26 di Yogyakarta pada tahun
1937, ranting-ranting Muhammadiyah lebih banyak memberikan suara kepada tiga tokoh tua
tersebut. Pilihan ini bagi Ranting adalah hal yang wajar bagi sebuah proses demokrasi, karena
ketiga orang tokoh tua ini lebih banyak yang mereka kenal ketimbang tokoh-tokoh muda yang
potensial. Dalam masalah pemilihan kepemimpinan Muhammadiyah dalam MuktamarMuktamar sekarang pun, siapa yang banyak dikenal oleh kepengurusan tingkat bawah umumnya
yang akan mendapat suara lebih banyak ketimbang yang lain. Untuk masa lalu, siapa yang sering
Turba mengunjungi daerah-daerah akan lebih dikenal ketimbang yang tidak. Sekarangpun meski
masih tetap berlaku kondisi itu, tetapi kemunculan tokoh Muhammadiyah dalam sebuah media
juga bisa mengenalkan diri mereka kepada elit Muhammadiyah di tingkat bawah.
Dengan hasil Kongres yang memilih tokoh-tokoh tua ini, Kelompok muda di lingkungan
Muhammadiyah semakin kecewa. Mereka jelas tak akan mampu duduk di dalam kepemimpinan
Muhammadiyah di masa-masa yang akan datang dan tak akan mampu menerapkan ide-ide
progresif mereka untuk pembaharuan di Muhammadiyah Namun setelah terjadi dialog, ketiga
tokoh tersebut ikhlas mengundurkan diri untuk memberikan kesempatan bagi yang lebih muda
untuk memimpin Muhammadiyah. Di kemudian hari, untuk memberikan peran kepada yang
muda ini, selain ditempati orang-orang yang terpilih dalam Muktamar juga diambil kader-kader
muda Muhammadiyah potensial yang tidak terpilih dalam Muktamar untuk duduk di
kepemimpinan Muhammadiyah.
Setelah mereka mundur lewat musyawarah, Ki Bagus Hadikusuma diusulkan menjadi Ketua
Pengurus Besar Muhammadiyah, namun ia yang menolak. Kiai Hadjid juga menolak ketika ia
dihubungi untuk menjadi Ketua Pengurus Besar Muhammadiyah. Perhatianpun diarahkan
kepada Mas Mansur (Konsul Muhammadiyah Daerah Surabaya). Pada mulannya Mas Mansur
menolak, tetapi setelah melalui dialog panjang ia bersedia menjadi Ketua Pengurus Besar
Muhammadiyah.
Pergantian ini ada positif dan ada negatifnya bagi perkembangan demokrasi di Muhammadiyah.
Positipnya ada yurisprodensi baru di lingkungan Muhammadiyah, bahwa tidak hanya orangorang yang terpilih dalam Muktamar yang bisa memimpin Muhammadiyah, tetapi orang di luar
yang terpilih bisa dipilih asal ada kesepakatan dari orang-orang yang terpilih dalam Muktamar.
Asal pilihan tersebut mendapat persetujuan dari orang-orang yang terpilih dalam Muktamar.
Negatifnya, jika ada salah satu orang yang tidak setuju, terutama yang mendapat suara terbanyak,
akan menjadikan kepemimpinan menjadi tidak kompak dan tentu saja hasil kepemimpinannya
juga menjadi kurang baik.
Pergeseran kepemimpinan dari kelompok tua kepada kelompok muda dalam Pengurus Besar
Muhammadiyah tersebut menunjukkan bahwa Muhammadiyah saat itu sangat akomodatif dan
demokratis terhadap aspirasi kalangan muda yang progresif demi kemajuan Muhammadiyah,
bukan demi kepentingan perseorangan. Bahkan Pengurus Besar Muhammadiyah pada periode
Mas Mansur juga banyak didominasi oleh angkatan muda Muhammadiyah yang cerdas, tangkas
dan progresif. (eff).
Sumber:
Suara Muhammadiyah
Edisi 14 2004
Terhadap Kepemimpinan KH Hisyam
Tidak semua prestasi baik seseorang akan membuahkan tanggapan yang baik pula bagi dirinya.
Demikian pula dengan prestasi KH Hisyam dalam memajukan pendidikan di lingkungan
Muhammadiyah sehingga mendapatkan penghargaan bintang jasa dari Pemerintah Kolonial
Hindia Belanda. Selain mendapatkan protes atau kecaman dari eksternal Muhammadiyah seperti
Taman Siswa dan Syarikat Islam akan jooperatifnya Muhammadiyah kepada Belanda, KH
Hisyam juga menuai protes dari internal Muhammadiyah yaitu dari Angkatan Muda
Muhammadiyah.
Protes ini kemudian menghasilkan pergantian kepemimpinan, pergantian kepemimpinan dari KH
Hisyam kepada KH Mas Mansur. Banyak hal yang pantas dicatat sebelum pergantian
kepemimpinan kepada Mas Mansur sebagai Ketua Pengurus Besar Muhammadiyah. Suasana
yang berkembang saat itu ialah ketidakpuasan angkatan muda Muhammadiyah terhadap
kebijakan Pengurus Besar Muhammadiyah yang terlalu mengutamakan pendidikan yaitu hanya
mengurusi persoalan sekolah-sekolah Muhammadiyah tetapi melupakan bidang tabligh
(penyiaran agama Islam). Angkatan Muda Muhammadiyah saat itu berpendapat bahwa Pengurus
Besar Muhammadiyah hanya dikuasai oleh tiga tokoh tua yaitu KH Hisyam (Ketua Pengurus
Besar), KH Mukhtar (wakil Ketua), dan KH Syuja’ sebagai Ketua Majelis PKO (Pertolongan
Kesedjahteraan Oemoem).
Situasi bertambah kritis ketika dalam Kongres Muhamadiyah ke-26 di Yogyakarta pada tahun
1937, ranting-ranting Muhammadiyah lebih banyak memberikan suara kepada tiga tokoh tua
tersebut. Pilihan ini bagi Ranting adalah hal yang wajar bagi sebuah proses demokrasi, karena
ketiga orang tokoh tua ini lebih banyak yang mereka kenal ketimbang tokoh-tokoh muda yang
potensial. Dalam masalah pemilihan kepemimpinan Muhammadiyah dalam MuktamarMuktamar sekarang pun, siapa yang banyak dikenal oleh kepengurusan tingkat bawah umumnya
yang akan mendapat suara lebih banyak ketimbang yang lain. Untuk masa lalu, siapa yang sering
Turba mengunjungi daerah-daerah akan lebih dikenal ketimbang yang tidak. Sekarangpun meski
masih tetap berlaku kondisi itu, tetapi kemunculan tokoh Muhammadiyah dalam sebuah media
juga bisa mengenalkan diri mereka kepada elit Muhammadiyah di tingkat bawah.
Dengan hasil Kongres yang memilih tokoh-tokoh tua ini, Kelompok muda di lingkungan
Muhammadiyah semakin kecewa. Mereka jelas tak akan mampu duduk di dalam kepemimpinan
Muhammadiyah di masa-masa yang akan datang dan tak akan mampu menerapkan ide-ide
progresif mereka untuk pembaharuan di Muhammadiyah Namun setelah terjadi dialog, ketiga
tokoh tersebut ikhlas mengundurkan diri untuk memberikan kesempatan bagi yang lebih muda
untuk memimpin Muhammadiyah. Di kemudian hari, untuk memberikan peran kepada yang
muda ini, selain ditempati orang-orang yang terpilih dalam Muktamar juga diambil kader-kader
muda Muhammadiyah potensial yang tidak terpilih dalam Muktamar untuk duduk di
kepemimpinan Muhammadiyah.
Setelah mereka mundur lewat musyawarah, Ki Bagus Hadikusuma diusulkan menjadi Ketua
Pengurus Besar Muhammadiyah, namun ia yang menolak. Kiai Hadjid juga menolak ketika ia
dihubungi untuk menjadi Ketua Pengurus Besar Muhammadiyah. Perhatianpun diarahkan
kepada Mas Mansur (Konsul Muhammadiyah Daerah Surabaya). Pada mulannya Mas Mansur
menolak, tetapi setelah melalui dialog panjang ia bersedia menjadi Ketua Pengurus Besar
Muhammadiyah.
Pergantian ini ada positif dan ada negatifnya bagi perkembangan demokrasi di Muhammadiyah.
Positipnya ada yurisprodensi baru di lingkungan Muhammadiyah, bahwa tidak hanya orangorang yang terpilih dalam Muktamar yang bisa memimpin Muhammadiyah, tetapi orang di luar
yang terpilih bisa dipilih asal ada kesepakatan dari orang-orang yang terpilih dalam Muktamar.
Asal pilihan tersebut mendapat persetujuan dari orang-orang yang terpilih dalam Muktamar.
Negatifnya, jika ada salah satu orang yang tidak setuju, terutama yang mendapat suara terbanyak,
akan menjadikan kepemimpinan menjadi tidak kompak dan tentu saja hasil kepemimpinannya
juga menjadi kurang baik.
Pergeseran kepemimpinan dari kelompok tua kepada kelompok muda dalam Pengurus Besar
Muhammadiyah tersebut menunjukkan bahwa Muhammadiyah saat itu sangat akomodatif dan
demokratis terhadap aspirasi kalangan muda yang progresif demi kemajuan Muhammadiyah,
bukan demi kepentingan perseorangan. Bahkan Pengurus Besar Muhammadiyah pada periode
Mas Mansur juga banyak didominasi oleh angkatan muda Muhammadiyah yang cerdas, tangkas
dan progresif. (eff).
Sumber:
Suara Muhammadiyah
Edisi 14 2004