Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Entrepreneurship dan Pembangunan Daerah (Studi Pada Sektor Industri Pengolahan Ikan Kota Bitung, Sulawesi Utara) T2 092012011 BAB II

(1)

25

BAB. 2

Peranan Entrepreneurship dalam Kegiatan Sektor I ndustri Pengolahan Perikanan terhadap Pembangunan Daerah

Pendahuluan

Apakah negara yang memiliki Sumber Daya Alam (SDA) yang melimpah akan memiliki pendapatan ekonomi yang tinggi? Indonesia, adalah salah satu negara yang kaya dengan SDAnya, namun hingga saat ini, statusnya masih tergolong dalam negara berkembang. Berbeda dengan Singapura yang memiliki SDA yang lebih sedikit dari Indonesia namun statusnya sudah tergolong dalam negara berpendapatan tinggi (John Chie Doh, 2012). Beberapa negara seperti, Jepang, Israel, Korea Selatan, Singapura, Hongkong, US, Eropa dan beberapa negara lainnya telah mencapai pendapatan menengah ke pendapatan tinggi (Agenor,

et al., 2012). Apa yang menjadikan negara-negara ini memiliki tingkat

pendapatan ekonomi yang tinggi? Negara-negara berpendapatan tinggi ini memiliki entrepreneurship sebagai salah satu strategi pembangunan yang dapat meningkatkan pertumbuhan ekonominya melalui aktivitas para entrepreneurnya.

M elalui aktivitas para entrepreneur dapat dihasilkan berbagai inovasi baik inovasi produk maupun sistem baru dalam perusahaannya. Inovasi produk inilah yang dapat menambah nilai tambah serta memiliki daya saing dengan produk yang sama di tempat lain. Tentu saja ini tidak terlepas dari kemampuan para entrepreneur untuk dapat melakukan inovasi.Dalam hal ini, pengaruh IPTEK cukup berperan untuk menjadi pendorong dalam melakukan inovasi.Potensi sumber daya alam (SDA) yang banyak serta kualitas entrepreneur yang bagus, dapat menjadi peluang untuk terjadinya inovasi. Oleh karena itu, peranan entrepreneurship dalam kaitannya dengan pembangunan dan pertumbuhan ekonomi suatu daerah memang sangat signifikan.


(2)

Entrepreneurship pada dasarnya merupakan suatu perilaku atau karakteristik seseorang (Carree and Thurik, 2002) yang memiliki kemampuan nyata dan kemauan secara individu baik dalam tim dalam organisasi maupun di luar organisasi yang sudah ada untuk memahami dan menciptakan peluang ekonomi baru (produk baru, metode produksibaru, skema organisasi baru dan kombinasi produk-pasar yang baru) dan memperkenalkan ide-ide mereka di pasar, dalam menghadapi ketidakpastian dan hambatan lainnya, dengan membuat keputusan pada lokasi, bentuk dan penggunaan sumber daya dan lembaga (W ennekers & Thurik, 1999). Grebel et al., (2001) juga mengemukakan bahwa perilaku entrepreneurship adalah kemampuan individu dan jaringan sosialnya dalam mengevaluasi situasi ekonomi. Dalam hal ini, dimaksudkan bagaimana entrepreneur cepat tanggap terhadap dinamika perubahan ekonomi yang terjadi. Namun, jika dilihat secara personal atau individual, entrepreneurship tidak mampu memberikan dampak yang signifikan terhadap pertumbuhan dan pembangunan ekonomi karena dampaknya bersifat personal. Oleh karena itu, entrepreneurship harus dilihat secara agregat dalam konteks populasi sehingga dampaknya bisa signifikan mendorong pertumbuhan ekonomi suatu daerah1.

Berkaitan dengan peranan entrepreneurship terhadap pertumbuhan ekonomi suatu daerah, entrepreneurship dapat menjadi kekuatan pendorong pertumbuhan. Dalam teorinya Schumpeter, menemukan kombinasi baru dari faktor-faktor produksi adalah proses penemuan entrepreneurship yang akan menjadi mesin yang meng-gerakan pembangunan ekonomi. Entrepreneur seperti ini dinamakan ‘The Promoters of New Combination” atau Schumpeterian Entre-preneurs atau EntreEntre-preneurship “Tipe Baru.” 2 Dampak tinggi

1 Entrepreneurship has to do with activities of individual persons. The concept of economic growth is relevant at levels of firms, regions, industries and nations. Hence, linking entrepreneurship to economic growth means linking the individual level to aggregate levels (Carree, M., and A. Roy Thurik (2002).

2 Leibenstein (1968:72-73) mengungkapkan bahwa ada 2 tipe entrepreneurship yang harus dibedakan yaitu Routin Entrepreneurship dan Scumpeterian Entrepreneurship (Entrepreneurship Tipe Baru). “W e may distinguish two broad types of entrepreneurial activity: at one pole there is routine entrepreneurship, which is really a type of management, and for the rest of the spectrum we have Schumpeterian or “new type”


(3)

27 entrepreneurship (High Impact Entrepreneurship) dari entre-preneurship tipe ini akan mampu melakukan inovasi yang dapat men-jamin penggunaan penciptaan/ penemuan serta berkontribusi untuk meningkatkan produktivitas dan berkontribusi untuk pertumbuhan ekonomi (Acs, 2008).

Sebagai penggerak yang handal dalam pertumbuhan dan pembangunan ekonomi suatu daerah, selain menciptakan inovasi, entrepreneur juga harus mampu memadukan semua informasi privat dan jejaring sosial yang dimiliki.Kemampuan entrepreneur mencari dan mendapatkan sumber pengetahuan ditentukan oleh hubungan atau jejaring sosial yang efektif, pengetahuan dan pengalamannya (Leyden

et al., 2013). Ini juga alasan mengapa jaringan sosial begitu penting

dalam membentuk proses entrepreneurship, karena melalui jejaring sosial, mereka akan menyediakan sebuah akses untuk mengalirnya informasi privat sehingga akses masuk ke informasi pribadi melalui sebuah hubungan interpersonal (Stuart & Soronsen, 2005).

Peranan entrepreneurship tercermin dalam sektor industri pengolahan, yang merupakan salah satu bagian dari pembangunan daerah Kota Bitung. Kota Bitung memiliki jumlah industri pengolahan perikanan3 paling banyak di Sulawesi Utara dibanding dengan daerah lainnya, karena potensi unggul daerah di Kota Bitung adalah Perikanan, Kota Bitung dikenal juga dengan Kota Bahari4. Tentunya, dalam

entrepreneurship… By routine entrepreneurship we mean the activities involved in coordinating and carrying on a well established, going concern in which the parts of the production function in use (and likely alternatives to current use) are well known and which operates in well-established and clearly defined markets.” By high impact entrepreneurship “…we mean the activities necessary to create or carry on an enterprise where not all the markets are well established or clearly defined and/or in which the relevant parts of the production function are not completely known.” 3Berdasarkan rekapitulasi UKM se-SULUT (Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi SULUT) dan berdasarkan data Ijin Usaha Industri (I UI ) oleh Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provsinsi SULUT.

4Berdasarkan Visi Kota Bitung dalam Dokumen RPJMD Kota Bitung tahun 2011-2016.Sebagai sebuah Kota, Kota Bitung harus memiliki jati diri atau ciri-ciri yang dapat dilihat dan dikenal dengan mudah oleh semua orang. Kota Bahari cocok di kenakan pada Kota Bitung karena aktivitas Perekonomian warga kota Bitung banyak dipengaruhi oleh kegiatan yang berhubungan dengan sumber daya kelautan dan pesisir pantainya, serta adanya pelabuhan I nternasional Bitung sangat berpeluang menjadi pintu gerbang Indonesia untuk kawasan Asia Pasifik, inilah potensi kota Bitung yang


(4)

meningkatkan produksi sektoral industri pengolahan, tidak pernah terlepas dari peranan entrepreneurship dalam mengelolah komoditas unggulan5 Kota Bitung, yakni produk perikanan dan turunannya menjadi sesuatu yang memiliki nilai tambah dan berdaya saing.

Dengan demikian, yang menjadi pertanyaan ialah: “Bagaimana peranan entrepreneurship dalam kegiatan sektoral industri pengolahan ikan terhadap pembangunan daerah?”. Bab berikut ini akan menganalisis peranan entrepreneurship dalam kegiatan sektoral industri pengolahan ikan melalui analisis sumbangan mereka pada penyerapan tenaga kerja, Total Entrepreneurial Activity (TEA), Inovasi,

Shared Privat Information dan Networking (Jaringan).

M etode

Dalam penelitian ini, data yang diperlukan adalah data TEA (total entrepreneurial activity), data inovasi, data shared privat

information dan data networking. Untuk mengetahui data TEA di Kota

Bitung, maka data yang diperlukan adalah data jumlah industri yang baru dimulai dalam kurun waktu 5 tahun terkahir dan jumlah tenaga kerjanya. Sebelum mendapatkan data jumlah industri yang baru, terlebih dahulu didapatkan data semua industri yang ada di Kota Bitung. Data ini didapatkan di Kantor Disperindag Provinsi Sulut. Selain itu, ada data semua UM KM hingga tahun 2013 yang didapatkan dari Kantor Dinas Koperasi dan UKM Kota Bitung. Bersama dengan itu juga, peneliti mendapatkan data industri yang ada di Kota Bitung berdasarkan perijinannya di Kantor BPPT-PM Kota Bitung. Dari semua data usaha industri yang ada didapatkan dari 3 instansi pemerintah,

harus dioptimalkan disamping potensi hutan cagar alam dan pertanian serta perkebunan, demi untuk mencapai masyarakat kota yang sejahtera.

5 Peraturan Menteri Perindustrian Republik Indonesia Nomor 136/M-IND/PER/12/2010 tentang Peta Panduan (Road map) Pengembangan Industri Unggulan Provinsi Sulawesi Utara. Melalui peraturan ini, ditetapkan bahwa Provinsi SULUT memiliki 2 industri unggulan yakni, Industri Pengolahan Kelapa dan turunannya, dan Industri Pengolahan I kan dan turunannya. Jadi ada 2 komoditas yang diungguli di SULUT yaitu Kelapa dan I kan. Bitung merupakan wilayah yang memiliki potensi perikanan yang besar, sehingga, untuk Industri Pengolahan I kan dan turunannya dipusatkan di Kota Bitung.


(5)

29 data dikompilasi satu per satu usaha industri sehingga didapatkan jumlah semua tenaga kerja, baik di bidang perikanan maupun jumlah keseluruhannya. Dengan itu, didapatkan pula usaha-usaha industri yang baru berproduksi selama 5 tahun terakhir.

Selanjutnya, untuk mengetahui inovasi yang dilakukan oleh usaha-usaha industri pengolahan perikanan baik skala kecil maupun skala besar, maka data yang dibutuhkan adalah data inovasi dan penggunaan teknologi yang dilakukan oleh usaha tersebut.Data ini didapatkan melalui wawancara peneliti dengan pemilik usaha (Lampiran pertanyaan).

Dalam rangka mengetahui Shared Privat Information (SPI) di UM KM dan IKM maka data yang diperlukan adalah data informasi-informasi privat yang memberikan implikasi pada usaha yang diperoleh dari relasinya. W awancara dengan pemilik usaha adalah cara yang dilakukan oleh peneliti. Selanjutnya, untuk mengetahui mengenai networking dari UMKM dan IKM, dilakukan wawancara dengan pemilik usaha dan didapatkan data mengenai relasi yang dimiliki oleh usaha, intensitasnya serta dampaknya terhadap usaha.

Dalam proses pengambilan data melalui wawancara, peneliti mengambil tiga narasumber untuk skala UMKM dan dua narasumber untuk skala IKM. Untuk skala IKM , peneliti tidak berhasil mewawan-carai pemilik usahanya, dikarenakan pemilik usaha salah satunya orang asing dan tidak berada di Bitung saat itu, dan pemilik satunya sedang berada di luar kota. Oleh karena itu, peneliti mewawancarai orang kepercayaan dari pemilik usaha yang diwakilkan oleh HRD perusahaan.

Setelah semua data yang diperlukan didapatkan, sebelum dilakukan pengukuran terhadap TEA, inovasi, SPI dan networking, maka dilakukan pemaparan data usaha industri yang ada di Kota Bitung berdasarkan Ijin Usaha Industri, data usaha industri perikanan, dan data penyerapan tenaga kerja oleh UM KM dan Usaha Industri Perikanan. Selanjutnya, analisis indeks TEA dilakukan dengan menghitung rasio starting entrepreneur (jumlah strating entrepreneur dibagi total angkatan kerja), dibagi rasio young entrepreneur (jumlah


(6)

Indeks yang diperoleh dari TEA di Kota Bitung, di bandingkan dengan nilai indeks TEA di Indonesia (menurut Internasional

Entre-preneurship) kemudian dimaknai secara deskripstif.

Dalam pengambilan data inovasi, peneliti tidak mendapatkan inovasi-inovasi yang dilakukan usaha secara detail, namun peneliti telah mengukur efisiensi usaha berdasarkan jumlah produksi dan tenaga kerja dari semua usaha industri pengolahan perikanan di Kota Bitung sehingga melalui efisiensi usaha, dapat mengindikasikan bahwa usaha tersebut melakukan inovasi atau tidak. Selanjutnya, peneliti melakukan sinkronisasi dengan data wawancara yang didapatkan melalui wakil pemilik usaha dan semua data dianalisis secara deskriptif. Setelah data inovasi dianalisis, selanjutnya data SPI dan data

networking. Data SPI dan data networking dianalisis secara deskriptif

melalui hasil wawancara.

H asil

Peranan Entrepreneurship dapat diukur dari beberapa indikator yakni TEA (Total Entrepreneurial Activity), Inovasi, Shared

Privat Information dan Networking. Untuk mengukur indikator TEA,

perlu dipaparkan terlebih dahulu data Usaha Industri yang ada di Kota Bitung berdasarkan Ijin Usaha Industri (IUI), data usaha industri perikanan, data penyerapan tenaga kerja oleh UM KM dan Usaha Industri Perikanan.

Tabel 2.1. Usaha Industri Perikanan dan Non Perikanan Skala M enengah-Besar di Kota Bitung

No. Tahun I jin Usaha I ndustri Perikanan Non Perikanan Jumlah 1. 2012-2013 (Start Entrepreneur) 6 4 10 2. 2009-2011 (Young

Entrepre-neurship) 5 5 10

3. Di bawah 2009 18 16 34

4. Tidak diketahui 3 17 21

Total 32 42 74

Sumber: Data Kompilasi Penulis berdasarkan data sekunder dari Dinas Koperasi dan UM KM Kota Bitung dan Dinas Perindag Prov. Sulut Tahun 2013


(7)

31 Tabel 2.1 menunjukkan adanya 74 usaha industri (Data usaha skala menengah-besar) yang sudah memiliki ijin usaha di Kota Bitung. Ketujuh puluh empat usaha industri ini, memiliki nilai omset 500 juta hingga 1 milyar rupiah, sertamereka yang memiliki usaha industri skala besar diatas 1 milyar rupiah. Ketujuh puluh empat industri tersebut di atas dibagi ke dalam Industri Perikanan, yakni yang berbahan baku perikanan dan turunannya, dan Non Perikanan yaitu industri yang tidak berbahan baku perikanan dan turunannya seperti industri perkapalan, industri pengolahan kelapa dan lainnya. Dari jumlah IUI yang ada ini di kota Bitung, kita dapat mengetahui bahwa jumlah usaha Non perikanan lebih banyak daripada jumlah usaha Perikanan, yakni usaha non perikanan 42 usaha dan usaha perikanan 32 usaha.

Jumlah usaha baru, yang dimulai dalam 2 tahun terakhir ini berjumlah 10 usaha, sedangkan usaha yang sudah berjalan dalam 5 tahun berjalan ada 10 perusahaan. Adapun usaha-usaha yang sudah berjalan kurang lebih dari 5 tahunada 34 usaha, yang terbagi atas 18 usaha perikanan dan 16 usaha non perikanan. Sekitar 21 usaha industri, tidak memiliki data lengkap tentang tahun ijin usahanya namun sudah terdaftar sebagai usaha yang memiliki ijin usaha.

Tabel 2.2. Jumlah IUI pada Spesifikasi Usaha Industri Perikanan

No. Jenis Industri 2012-2013 (Start Entre-preneurship)

2009-2013 (Young Entre-preneurship)

Di bawah Tahun 2009

Tidak Diketahui

Jumlah

1. Ikan Beku 4 7 9 2 18

2. Ikan Kayu 3 1 4

3. Ikan Kaleng 5 5

4. Ikan Asap 1 1

5. Pengolahan dan Perda-gangan Besar Perikanan

2 3

5

Total 6 11 17 3 31

Sumber: Data dikompilasi berdasarkan data sekunder dari Dinas Koperasi dan UMKM Kota Bitung dan Dinas Perindag Prov. Sulut Tahun 2013

Ket: jumlah usaha start entrepreneurship tidak ikut dijumlahkan karena usaha yang sama sudah terhitung pada young entrepreneurship


(8)

Tabel 2.2. memaparkan spesifikasi usaha pengolahan perikanan skala menengah di Kota Bitung berdasarkan ijin usahanya. Usaha perikanan yang paling banyak adalah usaha ikan beku, yaitu 18 usaha.Usaha perikanan skala menengah yang paling sedikit adalah usaha ikan asap yakni 1 perusahan, diikuti oleh usaha pengolahan dan perdagangan besar perikanan yang berjumlah 3 usaha, kemudian usaha ikan kayu 4 usaha dan usaha ikan kaleng 5 usaha.

Salah satu hubungan langsung/penting antara entrepreneurship dan kemanfaatan masyarakat atau dengan kata lain dalam pembangunan daerah adalah serapan tenaga kerja oleh perusahan. Oleh sebab itu, patutlah digambarkan bagaimana perusahan-perusahan pengolahan di atas menyerap tenaga kerja. Tabel 2.3 memaparkan data beberapa penyerapan tenaga kerja di Kota Bitung oleh Usaha M ikro, Kecil, dan M enengah di Kota Bitung.

Tabel 2.3. Data Usaha M enengah-Besar dan Tenaga Kerja Kota Bitung 2013

No Skala Jlh. Usaha Jlh. Tenaga Kerja (org)

1 Mikro 1628 2386

2 Kecil 431 1607

3 Menengah-Besar 74 11856

Total 2133 15849

Sumber: Data Kompilasi Penulis berdasarkan data sekunder dari Dinas Koperasi dan UMKM Kota Bitung dan Dinas Perindag Prov. Sulut Tahun 2013

Dari Tabel 2.3. menunjukkan bahwajumlah usaha yang ada di Kota Bitung sejumlah 2133 usaha mampu menyerap 15.849 orang tenaga kerja termasuk dengan pemilik usahanya. Jumlah usaha skala mikro lebih banyak dibandingkan dengan skala kecil dan menengah-besar yakni 1628.Namun, dari jumlah tersebut, hanya menyerap tenaga kerja 2386 orang.Dibandingkan dengan skala M enengah yang jumlah usahanya 74 usaha, namun mampu menyerap tenaga kerja lebih banyak dari skala mikro, yakni 11.856.Hal ini disebabkan karena perbedaan modal, pendapatan, dan produktivitas masing-masing skala yang berbeda.Skala Kecil memiliki 431 usaha dengan penyerapan tenaga kerja sebesar 1607 orang.


(9)

33 Dari 11.856 tenaga kerja yang diserap oleh usaha skala menengah-besar yang ada di Kota Bitung, 8136 orang diserap melalui usaha perikanan.Di bawah ini merupakan data penyerapan tenaga kerja oleh usaha perikanan di Kota Bitung berdasarkan jenis usaha dan skala usahanya.

Tabel 2.4. Penyerapan Tenaga Kerja Oleh UsahaPengolahan Perikanan di Kota Bitung

No. Jenis Usaha

Skala Usaha

Total Tenaga

Kerja

M ikro Kecil Besar

Unit Usaha TK

Unit Usaha TK

Unit usaha TK

1. Ikan M entah 132 264 264

2. Ikan Asin 1 2 2

3. Ikan Asap/Fufu 6 12 2 11 1 80 103

4. Ikan

Putih/Halus 11 22 22

5. Ikan Kaleng 5 5421 5421

6. Ikan Beku 3 18 18 1530 1548

7. Ikan Kayu 4 540 540

8. Tepung Ikan 2 9 9

9. Ikan M asak 5 10 10

10. Tibo I kan 27 54 54

11. Penangkapan

Ikan 2 4 4

12. Bagan

perikanan 3 6 6

13. Pengolahan dan Perdagangan Besar

3 153 153

Total 187 374 7 38 31 7724 8136

Sumber: Data Kompilasi Penulis berdasarkan data sekunder dari Dinas Koperasi, UMKM Kota Bitung dan Dinas Perindag Prov. Sulut Tahun 2013 dan BPPT-PM 2014

Tabel 2.4. menunjukkan data penyerapan tenaga kerja oleh usaha perikanan di Kota Bitung. Usaha pengolahan perikanan yang paling banyak menyerap tenaga kerja adalah usaha ikan beku yang menyerap tenaga kerja sebanyak 5421.Di skala mikro dan kecil usaha ikan kaleng tidak ada karena, dalam pengolahannya memerlukan teknologi dan tenaga kerja yang banyak.Selanjutnya, penyerapan tenaga kerja yang besar juga diserap oleh usaha ikan beku sebanyak


(10)

1548 orang, dan usaha ikan kayu sebanyak 540 orang. Dengan demikian, ketiga usaha pengolahan perikanan yakni Ikan Kaleng, Ikan Beku dan Ikan Kayu, merupakan kontributor terbanyak dalam menyerap tenaga kerja di sektor industri pengolahan perikanan.

TEA (Total Entrepreneurial Activity)

Data dalam tabel 3.1 ini juga digunakan untuk mengukur TEA (Total Entrepreneurial Activity), yaitu persentase dari jumlah angkatan kerja yang baru memulai usaha sekitar 1-2 tahun (starting

entrepreneur) dan yang memiliki usaha selama kurang lebih 3,5-5

tahun (young entrepreneur) (Reynolds et al., 2005; Bosma, et al., 2008, 2009). Jumlah usaha baru sejak 1-5 tahun terakhir adalah 20 usaha (Lihat Tabel 3.1) dan jumlah angkatan kerja 2012 adalah 75.410 orang6. Jadi indeks TEA di kota Bitung adalah 56,42%. Rata-rata TEA Indonesia tahun 2001-2010 menurut International Entrepreneurship adalah 19,3%7. Hal ini berarti bahwa total aktivitas entrepreneur 1 tahun terakhir (2012-2013) di Kota Bitung cukup besar dibandingkan dengan total aktivitas entrepreneur di Indonesia8.

I novasi

Tabel 2.5. Efisiensi Usaha berdasarkan Jumlah Produksi dan Tenaga Kerja di Industri Pengolahan Perikanan Kota Bitung

No. Nama usaha

Jlh. Tenaga

Kerja (org) Investasi (Rp)

Jumlah Produksi/tahun

(ton)

Efisiensi. Usaha (ton/org)

1 A1 1763 19,090,640.00 12.000 6.81

2 A2 294 5,813,691.00 7.500 25.51

3 A3 410 5,354,381.00 6.000 14.63

4 A4 2419 85,020,000.00 34.400 14.22

6 Bitung dalam angka 2013

7http://www.internationalentrepreneurship.com/total-entrepreneurial-activity/ diakses 7 juli 2014

8 Dihitung menggunakan pengkuran rasio yang sama. (Starting entrepreneur dibagi jumlah angkatan kerja per Young entrepreneur dibagi jumlah angkatan kerja.Hasilnya dikalikan dengan 100%).


(11)

35 No. Nama

usaha

Jlh. Tenaga

Kerja (org) Investasi (Rp)

Jumlah Produksi/tahun

(ton)

Efisiensi. Usaha (ton/org)

5 A5 535 25,000,000.00 15.000 28.04

6 B1 120 2,000,000.00 700 5.83

7 B2 200 2,200,000.00 900 4.50

8 B3 120 6,000,000.00 4.800 40.00

9 B4 100 3,174,000.00 900 9.00

10 C1 492 2,660,000.00 1.200 2.44

11 C2 50 4,730,000.00 25.000 500.00

12 C3 60 4,700,000.00 1.000 16.67

13 C4 32 1,910,000.00 20 0.63

14 C5 104 1,390,000.00 100 0.96

15 C6 124 6,846,414.00 2.700 21.77

16 C7 126 2,303,450.00 4.500 35.71

17 C8 30 1,100,000.00 150 5.00

18 C9 37 1,625,000.00 1.005 27.16

19 C10 50 2,995,400.00 1.200 24.00

20 C11 35 1,500,000.00 750 21.43

21 C13 20 1,450,000.00 750 37.50

22 C14 45 5,000,000.00 3.000 66.67

23 C15 110 5,000,000.00 750 6.82

24 C16 25 4,000,000.00 2.000 80.00

25 C17 26 2,000,000.00 900 34.62

26 C18 120 1,000,000.00 100 0.83

Sumber: BPPT-PM 2013, Disperindag Provinsi Sulut 2013, Dinas Koperasi dan UMKM 2013

Ket: Usaha dikelompokan berdasarkan jenis pengolahan. Usaha A (I kan kaleng), Usaha B (I kan kayu) dan Usaha C (I kan Beku)

Efisiensi usaha pengolahan perikanan yang ada di Kota Bitung ditunjukkan dalam Tabel 2.5.Dari data tersebut dapat dilihat bahwa ada usaha-usaha tertentu yang memiliki efisiensi tenaga kerja terhadap produksi yang dihasilkan usaha tersebut. Dalam kelompok A, usaha A5 memiliki nilai efisiensi yang lebih besar dibandingkan dengan yang lain. Namun jika dibandingkan dengan usaha A2 yang memiliki nilai efisiensi yang hampir sama, ternyata usaha A2 memiliki nilai investasi yang lebih kecil daripada usaha A5. Hal yang serupa juga terdapat pada usaha A3 dan A4 yang memiliki nilai efisiensi usaha yang tidak jauh berbeda.Padahal, nilai investasinya 5 kali lebih kecil daripada usaha


(12)

A4.Usaha A1 memiliki produksi dan tenaga kerja yang lebih besar daripada usaha A2 dan A3, tapi efisiensi usahanya adalah yang paling kecil dari semua usaha dikelompok usaha A.

Beberapa usaha dikelompok B juga memiliki nilai efisiensi yang berbeda.Dari 4 usaha dikelompok B, nilai efiesiensi yang paling tinggi adalah usaha B3, dan yang paling rendah adalah usaha B2. Namun, dalam jumlah tenaga kerja, usaha B2 lebih banyak menggunakan tenaga kerja dibandingkan usaha B yang lain dan yang paling sedikit menggunakan tenaga kerja adalah usaha B4. W alaupun usaha B4 memiliki jumlah tenaga kerja yang paling sedikit, namun usaha B4 memiliki produksi dan nilai investasi yang lebih besar serta efisiensi yang lebih tinggi daripada usaha B2 dan usaha B1.

Selanjutnya, dalam kelompok C, nilai efisiensi yang paling tinggi adalah usaha C2, dan yang paling rendah adalah usaha C4.Usaha C2 juga memiliki jumlah produksi yang paling besar, dan C4 merupakan usaha dalam kelompok C yang memiliki jumlah produksi paling sedikit. Dilihat dari jumlah tenaga kerja, usaha C2 memiliki jumlah tenaga kerja yang sedikit, tapi yang paling sedikit jumlah tenaga kerjanya adalah usaha C13 dan usaha yang paling banyak menggunakan tenaga kerja adalah usaha C1. Sebaliknya jika dilihat dari besaran nilai investasi, usaha yang paling besar memiliki nilai investasi adalah usaha C6 dan yang paling kecil nilai investasinya adalah usaha C18.

Dari deskripsi diatas dapat dilihat bahwa ada beberapa usaha seperti usaha A5, B3 dan C2 adalah usaha yang lebih efisien dalam memproduksi dibandingkan dengan usaha lainnya.Beberapa usaha lainnya seperti usaha A1, B2, C1, C6, dan C7 merupakan usaha padat tenaga kerja yang menggunakan teknologi yang banyak memanfaatkan tenaga kerja.Beberapa usaha lainnya seperti usaha A4, A5, B3, C2, C14 dan C16 adalah usaha-usaha yang menggunakan teknologi yang mereduksi tenaga kerja lebih banyak daripada usaha-usaha lainnya.Hal ini mengindikasikan adanya inovasi dalam bidang teknologi dimana Usaha A adalah pengolahan ikan kaleng, Usaha B adalah pengolahan ikan kayu dan Usaha C adalah pengolahan ikan beku.Jika dilihat secara


(13)

37 keseluruhan, usaha pengolahan ikan beku memiliki nilai efisiensi yang lebih besar daripada usaha pengolahan ikan kaleng dan ikan kayu.

Pada umumnya, perusahaan akan melakukan sebuah inovasi baik dalam produk maupun sistemnya dalam mengembangkan usaha industrinya. M isalnya, inovasi produk yang telah dilakukan oleh usaha A1 yakni penambahan bumbu-bumbu dalam produksi pengalengan ikan sehingga memunculkan cita rasa yang berbeda dengan yang lainnya.Dalam melakukan inovasi ini, ide inovasi muncul dari share pemilik usaha dan departemen penelitian yang ada di usaha ini.Selain itu juga, usaha A1 ini sudah melakukan inovasi dalam teknologi yakni dalam pemakaian mesin-mesin produksi9.

Inovasi juga telah dilakukan oleh B3, dimana usaha ini memiliki nilai efisiensi usaha yang paling tinggi dikelompok B, dan memiliki nilai investasi yang tinggi namun tenaga kerja yang lebih sedikit.Inovasi yang dilakukan oleh usaha ini adalah inovasi produk melalui riset market.Selain inovasi produk, ada juga inovasi sistem misalnya dari segi pengembangan dan perawatan.Inovasi lainnya yakni inovasi pengolahan limbah air hasil rebusan.Salah satu inovasi lainnya juga yang pernah dilakukan oleh usaha B3 ini adalah pembukaan cabang ekspor ke Rusia, namun pada akhirnya dihentikan karena lama kelamaan permintaannya mengalami penurunan.

Inovasi yang dilakukan disini melalui riset market. Sesudah melakukan riset market kita melakukan pengembangan-pengembangan misalnya: yang tadinya ikan kayu, kemudian turunan2 ikan kayu. Dalam arti begini: ketika memproses ikan kayu ada di salah satu tahapan proses situ ada juga remah2nya. yang pada akhirnya yg semula tidak kita ekspor. setelahmelakukan riset market akhirnya di ekspor, itu dari segi produksi. Kemudian dari sisi pengembangan, perawatan. Selain itu juga inovasi lainnya yaitu administrasi misalnya HACCP dan bisa di bilang kita ada data pertama di Bitung yang memiliki ikatan sertifikat HACCP (Hazard Analysis and Critical Control Point) dan HACCP itu tentunya ada hal-hal yang perlu di perbaiki di konsumsi pabrik,layout, cara proses, jadi kita anggap itu juga bagian dari inovasi. kita juga


(14)

melakukan pengolahan air hasil rebusan. Inovasi lainnya adalah pembukaan pasar baru di Rusia namun, pertama banyak terus menurun terjadinya penurunan akhirnya di hentikan10.

Shared Privat I nformation (SPI )

Shared privat informationadalah informasi-informasi privat

yang diperoleh perushan yang memberikan implikasi terhadap pengembangan usaha yang ada.Dari beberapa usaha yang telah dikunjungi baik skala kecil, menengah hingga skala besar, terdapat beberapa informasi dari relasi pribadi yang memberikan improvisasi dalam bagian produksi.

Salah satu usaha industri yang diwawancarai menyatakan bahwa,

“ada pembicaraan-pembicaraan pribadi dari pertemuan dengan sesama pengusaha yang diterapkan dalam proses produksi tapi hanya sebagian kecil saja. Selain itu juga informasi-informasi privat yang share mengenai perda, kebijakan, retribusi dan sebagainya dan negara eksportir”.

Dari pernyataan tersebut dapat diartikan bahwa ada informasi-informasi yang didapatkan dari pertemuan secara pribadi dengan rekan pengusaha yang mampu mengimprovisasi proses produksi walaupun hanya sebagian kecil dan informasi lainnya yang terkait sehingga usahanya bisa berjalan seperti saat ini.

Begitu juga dengan usaha B3 yang melakukan SPI dengan

buyernya seputar produksi dan informasi pemasaran. Selain dengan buyernya, pemilik usaha B3 juga pernah melakukan SPI dengan sesama

pemilik usaha lainnya terkait dengan pengolahan produksi dan harga bahan baku yang berdampak pada penjualan.

“Kita pernah mengalami produk kita ditahan di Korea karena salah satu satu bahan kimia kita juga bisa membuat mengganggu kesehatan. Untuk hal seperti ini itu ada shared


(15)

39

informasi-informasi privat antar sesama. Tapi kita juga kadang-kadang dengan sesama pegusaha itu memberikan informasi masalah harga bahan baku yang berkembang yang mana nantinya tentunya berdampak pada penjualan11.

Jaringan (Networking)

Terkait dengan data jaringan usaha, salah satu jaringan usaha yang terbentuk adalah asosiasi pengusaha untuk para pengusaha industri di Kota Bitung. W awancara dengan salah satu pengusaha pengalengan ikan di Kota Bitung mengatakan ,”Dalam pertemuan

asosiasi terjadi saling bertukar informasi, yah seputar misalnya, bahan baku, info-info pekerjaan, kalau tentang inovasi produk itu jarang skali diumumkan karena itu strategi masing-masing perusahaan”12. Artinya bahwa dalam pertemuan asosiasi, terjadi pertukaran informasi seperti informasi bahan baku, informasi pekerjaan, dan sedikitnya membahas tentang inovasi produk, dimana semua informasi tersebut memberikan pengaruh bagi improvisasi usaha mereka walaupun hanya dalam sebagian kecil saja.

Dari wawancara dengan perwakilan pemilik usaha A1 dan B3 menjelaskan bahwa, asosiasi yang dibentuk sudah tidak aktif lagi, sehingga pertemuan-pertemuan secara informal lebih banyak terjadi dalam membahas informasi-informasi dalam pengembangan usaha. Penjelasan ini didukung juga oleh Kepala Dinas Perikanan dan Kelautan Kota Bitung, bahwa

“Asosiasi itu sdh tidak aktif karena apa, karena asosiasi dibentuk tujuannya cuma karena uang, ya sulit majunya. Kalo asosiasi dibentuk atas dasar kebersamaan, kalo ada masalah, yang diselesaikan bersama. Maka lain ceritanya. Itu yang mungkin sedikit terkontaminasi.Jadi perijinan dan bentuk perpanjang ijin dsb harus lewat asosiasi, pada waktu itu mereka pungut biaya.Saat mereka pungut biaya, katanya untuk organisasi tapi lama2 sudah keenakan. Begitu di stop tidak dipungut biaya dan tidak dilibatkan dalam pengurusan

11 W awancara pribadi dengan perwakilan pemilik usaha B3 tanggal 23 Januari 2014 12 W awancara pribadi dengan perwakilan pemilik usaha A1 tanggal 22 Januari 2014


(16)

ijin, yah akhirnya mati suri. Yah itulah organisasi, kalo ujung2nya duit ini sudah lah”.

Dari pernyataan tersebut dapat dilihat bahwa ketidakaktifan asosiasi tersebut karena pembentukannya tidak didasarkan atas dasar kebersamaan dan tempat untuk berbagi informasi serta menyelesaikan masalah, melainkan atas tujuan-tujuan khusus secara pribadi.Namun jika dibentuk atas dasar kebersamaan, kemungkinan asosiasi itu masih aktif hingga saat ini.

Relasi usaha, tidak hanya dalam bentuk asosiasi, namun, hubungan dengan para buyer, juga merupakan relasi usaha yang bisa memberikan informasi-informasi penting dalam proses pengolahan hingga pemasarannya. Bagi usaha B3, misalnya mereka akan memproduksi produknya, harus berkonsultasi dahulu dengan buyernya sehingga produk yang diekspor tidak dikembalikan lagi. Tentu informasi-informasi yang dibicarakan akan memberikan improvisasi yang signifikan dalam tahapan pengolahan hingga ekspornya.

Usaha A1 juga memiliki mitra kerja di luar negeri karena pemilik usahanya adalah orang asing.Dalam setiap pengolahan, ekspornya hingga marketingnya itu ditentukan oleh mitra kerjanya.Beberapa negara yang menjadi tujuan ekspor yaitu sebagian besar eropa, Jepang, Amerika Serikat, Australia, M esir, Saudi Arabia.

“kalo kita di sini bagian marketing kita ada luar negeri.

M ereka yang order dari sana dan kita hanya mengerjakan apa yang sudah diatur dari sana. Proses penawarannya melalui email. Pertemuan-pertemuan internasional dikontak lewat email.”13

Berbicara dengan jaringan, tentunya Pemerintah juga merupakan salah satu relasi usaha dari para pengusaha. M elalui kerja sama dengan pemerintah, akan memberikan dampak khusus dalam proses pengelolaan usahanya seperti kebijakan-kebijakan pemerintah,


(17)

41 pertemuan-pertemuan formal dengan pemerintah, dan sebagainya, apalagi untuk para usaha skala mikro dan skala kecil.

Pembahasan

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis peranan entrepreneurship dalam kegiatan sektoral industri pengolahan perikanan, dan telah dilakukan analisis melalui penyerapan tenaga kerja, total entrepreneurial activity, inovasi, shared privat information dan networking. Dari analisis tersebut, ditemukan bahwa penyerapan tenaga kerja yang paling banyak berada di usaha skala menengah dan besar.Hal ini disebabkan karena, usaha skala menengah dan besar memiliki nilai investasi yang lebih besar dan memiliki jumlah produksi yang lebih tinggi daripada usaha skala dibawahnya. Selain itu juga, pengaruh dari penggunaan teknologi yang digunakan masih memanfaatkan tenaga manusia dalam proses produksi.

Peranan entrepreneurship dalam menyerap tenaga kerja di sektor industri pengolahan perikanan semakin terlihat dari jumlah tenaga kerja yang diserap oleh usaha pengolahan perikanan sangat siginifikan yakni 8136 orang dari 15849 orang.Padahal, usaha pengolahan perikanan di Kota Bitung berjumlah 225 usaha dari 2133 usaha yang terdaftar di Kota Bitung. Itu berarti bahwa, peranan entrepreneurship dalam menyediakan lapangan pekerjaan dan menyerap tenaga kerja di sektor industri pengolahan perikanan melalui peran para entrepreneur sangat signifikan. OECD (1998), menjelaskan bahwa secara keseluruhan peranan entrepreneurship dalam usaha industri pengolahan baik skala kecil maupun menengah menciptakan lapangan pekerjaan baru, dimana usaha tersebut diajdikan sebagai pusat dari penyerapan tenaga kerja.

Dilihat dari TAE sebagai salah satu gambaran dari peranan entrepeneurship, ditemukan bahwa TAE Kota Bitung dalam 1 tahun terakhir sangat signifikan yakni 56,54%. Jumlah munculnya usaha-usaha baru di sektor pengolahan perikanan dalam 1-2 tahun terakhir mampu meningkatkan indeks TAE di Kota Bitung.Hal ini juga tidak


(18)

terlepas dari iklim usaha dan lingkungan entrepreneurship yang kondusif yang mengundang investor dan pengusaha lainnya untuk membangun usaha di Kota Bitung. Selain itu, hal ini juga tidak terlepas dari campur tangan pemerintah dalam usahanya untuk mengembangkan entrepreneurship, sehingga dilihat dari signifikansi indeks TAE dalam 1-2 tahun terakhir cukup besar.

Analisis selanjutnya dari peranan entrepreneurship yaitu dari Inovasi.Dalam penelitian ini, penulis secara langsung tidak mendapatkan data inovasi.Namun, penulis berusaha menggambarkan inovasi yang ada melalui efisiensi usaha. Dalam hal ini, kualitas tenaga kerja, pendidikan, ketrampilan, dan perilaku dari masing-masing usaha ini dianggap sama, sehingga yang sebenarnya menjadi faktor pembeda antar usaha itu adalah inovasi dan teknologi yang digunakan. Dengan pemikiran tersebut, dari data dalam Tabel 5. ditemukan bahwa adanya usaha-usaha yang memiliki efisiensi usaha yang lebih besar dibandingkan usaha lainnya dibidang itu. Ini artinya, semakin banyak yang jumlah barang yang diproduksi dengan menggunakan semakin sedikit tenaga kerja, maka akan semakin efisien usaha itu dengan tidak mengeluarkan upah kerja yang besar bagi pekerjanya. Itu berarti usaha tersebut secara tidak langsung memaksimalkan sumber daya tenaga kerjanya. Di sisi lain, hal ini juga mengindikasikan adanya inovasi tinggi dalam penggunaan teknologi yang mereduksi tenaga kerja, seperti pada usaha C2. Dalam melakukan inovasi tersebut untuk pencapaian produktivitas yang tinggi, entrepreneur akan mempertimbangkan beberapa faktor seperti besarnya skala usaha tersebut, teknologi yang ada, intensitas ekspor, dan karakter tenaga kerja (Kemp, et al., 2003).Dengan pertimbangan-pertimbangan tersebut, inovasi dilakukan untuk meningkatkan produktivitas tidak hanya dilihat dari tenaga kerjanya.

Temuan lainnya, yakni adanya usaha padat tenaga kerja seperti usaha A1, B2, C1, C6 dan C7, dimana usaha-usaha tersebut memiliki efisiensi usaha yang relative kecil namun, memiliki banyak tenaga kerja. Dari segi efisiensi usaha dalam memproduksi barang memang tidak efisien dibandingkan dengan usaha lainnya, namun, dari segi


(19)

43 penyerapan tenaga kerja, usaha-usaha ini sangat berkontribusi besar dalam menurunkan angka pengangguran dan meningkatkan jumlah angkatan kerja.Sebaliknya, ditemukan juga usaha-usaha seperti usaha A4, A5, B3, C2, C14, dan C16 yang memiliki efisiensi usaha yang relative besar, namun, lebih sedikit menggunakan tenaga kerja dibandingkan dengan usaha lain yang sejenis. Hal ini mengindikasikan adanya penggunaan teknologi yang tidak perlu ditangani oleh tenaga kerja sehingga teknologi yang digunakan mereduksi tenaga kerja.W alaupun demikian, usaha A4 memiliki jumlah tenaga kerja yang banyak juga, memiliki efisiensi usaha yang besar, memiliki jumlah produksi yang besar dan juga usaha ini memiliki nilai investasi yang paling besar diantara semua usaha.Dari hal tersebut dapat diartikan bahwa, jumlah produksi yang besar dari usaha tersebut tidak hanya didukung oleh penggunaan tenaga kerja yang banyak dalam mencapai efisiensi usaha yang besar, namun justru dari nilai investasi yang besar dari usaha ini mengindikasikan kemungkinan besar adanya penggunaan teknologi yang mereduksi tenaga kerja.

Selain inovasi dalam teknologi yang dilakukan oleh usaha-usaha tersebut, ditemukan juga inovasi dalam produk seperti inovasi dalam cita rasa dan proses produksi, inovasi dalam pengembangan dan perawatan usaha, dan pembukaan pasar baru.Sependapat dengan itu, (Kritikos, A. 2014) berpendapat bahwa bentuk inovasi yang dilakukan tentunya tidak terbatas pada inovasi teknologi saja, melainkan inovasi produk dan inovasi pelayanan, dimana pelaksanaan inovasi tersebut dapat dilakukan jika lingkungan usahanya menerima adanya inovasi.Dalam melakukan keseluruhan inovasi tersebut tidak lepas dari peranan entrepreneur, khususnya entrepreneur yang inovativ (Innovative entrepreneur) yang tergolong dalam kelompok entrepreneurship dampak tinggi (High Impact Entrepreneurship) yakni mereka yang membawa produk baru dan proses untuk memasarkannya dan memperkenalkan pelayanan, dan teknik marketing atau struktur bisnis termasuk pembukaan pasar baru (Baumol, 2008). Itu artinya, peranan entrepreneurship di sektor industri pengolahan perikanan, mampu menciptakan “lingkungan inovativ” bagi para entrepreneur untuk melakukan inovasi dalam usahanya.Dimana, salah satu implikasi


(20)

dari inovasi yang dilakukan adalah penciptaan lapangan pekerjaan dan penyerapan tenaga kerja.

Temuan selanjutnya yaitu adanya informasi-informasi privat yang memberikanimplikasi terhadap pengembangan usaha industri pengolahan perikanan.Informasi-informasi privat yang dimiliki juga tidak terlepas dari jaringan yang dibangun baik jaringan formal seperti asosisasi dan jaringan dengan pemerintah maupun jaringan pribadi antar sesama pengusaha.Terkait dengan hal tersebut, jaringan merupakan sesuatu yang kritikal bagi kinerja suatu usaha, terutama jaringan personal, seperti contoh dengan adanya koneksi jaringan tersebut memampukan entrepreneur untuk mengidentifikasi peluang bisnis baru, memperoleh sumber harga pasar yang murah, dan mendapatkan legitimasi dari stakeholders eksternal (Stam, et al., 2013).

Daftar Pustaka

Ács, Z. J. (2008). Foundations of High Impact Entrepreneurship, Jena economic research papers, No. 2008,060

Agenor, P.R., Canuto, O., Jelenic, M . 2012. “Avoiding M iddle-Income Growth Traps.”W orld Bank Policy Research W orking Paper Aidis, R. 2003.

Entrepreneurship and Economic Transition.Tinbergen Institute Discussion Paper. (http://www.tinbergen.nl)

Baumol, W ., and Schilling, M . 2008.“Entrepreneurship.” In: The New Palgrave Dictionary of Economics. Basingstoke: Palgrave M acmillan.

Carree, M., and A. Roy Thurik (2002).The Impact of Entrepreneurship on Economic Growth. In Zoltan Acs and David B. Audretsch (2003),

International Handbook of Entrepreneurship Research,

Boston/Dordrecht: Kluwer Academic Publishers.

Grebel, T., A.Pyka, H.Hanusch. 2001. An Evolutionary Approach to the Theory of Entrepreneurship. Department of Economics, University of Ausburg. Germany.

Kemp, R.G.M ., Folkeringa, M ., de Joung, J.P.J., W obben, E.F.M., Zoetermeer. 2003. Innovation & Firm Performance. Research Report.Netherlands M inistry of Economic Affairs. ISBN: 90-371-0875-X. http://www.ondernemerschap.nl/pdf-ez/H200207. pdf


(21)

45

Kritikos, A. 2014.Entrepreneurs and their impact on jobs and economic growth.IZA W orld of Labor. Germany.

Leyden D.P., Link A.N., Siegel D.S. 2013. A Theoretical Analysis Of The Role Of Social Networks in Entrepreneurship. W orking Paper 13-22.http://bae.uncg.edu/econ/Longbao, W .2009. Regional Economic

development and Entrepreneurship in China. Paper presentated for

the conference, “US‐China Business Cooperation in the 21st Century: Opportunities and Challenges for Enterpreneurs,” Indiana University, Indianapolis and Bloomington, Indiana, April 15‐17, 2009.

OECD. 1998. Small Business, Job Creation, and Growth: Facts, Obstacles and

Best Practices. OECD publisher.

http://www.oecd.org/industry/smes/2090740.pdf

Stam, W ., Arzlanin, S., Elfring, T. 2013. Social Capital Of Entrepreneurs and Small Firm Performance: A M eta-analysis of Contextual and M ethodological M oderators. Elsevier Journal. Hal 1-22. http://dx.doi.org/10.1016/J.jbusvent.2013.01.002.

Stuart T.E., Sorensen O., 2005. Social networks and Entrepreneurship.Handbook of Entrepreneurship Research.Vol 2. PP 233-252.

W ennekers, S. and Thurik, R., 1999. Linking entrepreneurship and economic growth.Small Business Economics 13:27-55


(1)

ijin, yah akhirnya mati suri. Yah itulah organisasi, kalo ujung2nya duit ini sudah lah”.

Dari pernyataan tersebut dapat dilihat bahwa ketidakaktifan asosiasi tersebut karena pembentukannya tidak didasarkan atas dasar kebersamaan dan tempat untuk berbagi informasi serta menyelesaikan masalah, melainkan atas tujuan-tujuan khusus secara pribadi.Namun jika dibentuk atas dasar kebersamaan, kemungkinan asosiasi itu masih aktif hingga saat ini.

Relasi usaha, tidak hanya dalam bentuk asosiasi, namun, hubungan dengan para buyer, juga merupakan relasi usaha yang bisa memberikan informasi-informasi penting dalam proses pengolahan hingga pemasarannya. Bagi usaha B3, misalnya mereka akan memproduksi produknya, harus berkonsultasi dahulu dengan buyernya sehingga produk yang diekspor tidak dikembalikan lagi. Tentu informasi-informasi yang dibicarakan akan memberikan improvisasi yang signifikan dalam tahapan pengolahan hingga ekspornya.

Usaha A1 juga memiliki mitra kerja di luar negeri karena pemilik usahanya adalah orang asing.Dalam setiap pengolahan, ekspornya hingga marketingnya itu ditentukan oleh mitra kerjanya.Beberapa negara yang menjadi tujuan ekspor yaitu sebagian besar eropa, Jepang, Amerika Serikat, Australia, M esir, Saudi Arabia.

“kalo kita di sini bagian marketing kita ada luar negeri. M ereka yang order dari sana dan kita hanya mengerjakan apa yang sudah diatur dari sana. Proses penawarannya melalui email. Pertemuan-pertemuan internasional dikontak lewat email.”13

Berbicara dengan jaringan, tentunya Pemerintah juga merupakan salah satu relasi usaha dari para pengusaha. M elalui kerja sama dengan pemerintah, akan memberikan dampak khusus dalam proses pengelolaan usahanya seperti kebijakan-kebijakan pemerintah,


(2)

pertemuan-pertemuan formal dengan pemerintah, dan sebagainya, apalagi untuk para usaha skala mikro dan skala kecil.

Pembahasan

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis peranan entrepreneurship dalam kegiatan sektoral industri pengolahan perikanan, dan telah dilakukan analisis melalui penyerapan tenaga kerja, total entrepreneurial activity, inovasi, shared privat information dan networking. Dari analisis tersebut, ditemukan bahwa penyerapan tenaga kerja yang paling banyak berada di usaha skala menengah dan besar.Hal ini disebabkan karena, usaha skala menengah dan besar memiliki nilai investasi yang lebih besar dan memiliki jumlah produksi yang lebih tinggi daripada usaha skala dibawahnya. Selain itu juga, pengaruh dari penggunaan teknologi yang digunakan masih memanfaatkan tenaga manusia dalam proses produksi.

Peranan entrepreneurship dalam menyerap tenaga kerja di sektor industri pengolahan perikanan semakin terlihat dari jumlah tenaga kerja yang diserap oleh usaha pengolahan perikanan sangat siginifikan yakni 8136 orang dari 15849 orang.Padahal, usaha pengolahan perikanan di Kota Bitung berjumlah 225 usaha dari 2133 usaha yang terdaftar di Kota Bitung. Itu berarti bahwa, peranan entrepreneurship dalam menyediakan lapangan pekerjaan dan menyerap tenaga kerja di sektor industri pengolahan perikanan melalui peran para entrepreneur sangat signifikan. OECD (1998), menjelaskan bahwa secara keseluruhan peranan entrepreneurship dalam usaha industri pengolahan baik skala kecil maupun menengah menciptakan lapangan pekerjaan baru, dimana usaha tersebut diajdikan sebagai pusat dari penyerapan tenaga kerja.

Dilihat dari TAE sebagai salah satu gambaran dari peranan entrepeneurship, ditemukan bahwa TAE Kota Bitung dalam 1 tahun terakhir sangat signifikan yakni 56,54%. Jumlah munculnya usaha-usaha baru di sektor pengolahan perikanan dalam 1-2 tahun terakhir mampu meningkatkan indeks TAE di Kota Bitung.Hal ini juga tidak


(3)

terlepas dari iklim usaha dan lingkungan entrepreneurship yang kondusif yang mengundang investor dan pengusaha lainnya untuk membangun usaha di Kota Bitung. Selain itu, hal ini juga tidak terlepas dari campur tangan pemerintah dalam usahanya untuk mengembangkan entrepreneurship, sehingga dilihat dari signifikansi indeks TAE dalam 1-2 tahun terakhir cukup besar.

Analisis selanjutnya dari peranan entrepreneurship yaitu dari Inovasi.Dalam penelitian ini, penulis secara langsung tidak mendapatkan data inovasi.Namun, penulis berusaha menggambarkan inovasi yang ada melalui efisiensi usaha. Dalam hal ini, kualitas tenaga kerja, pendidikan, ketrampilan, dan perilaku dari masing-masing usaha ini dianggap sama, sehingga yang sebenarnya menjadi faktor pembeda antar usaha itu adalah inovasi dan teknologi yang digunakan. Dengan pemikiran tersebut, dari data dalam Tabel 5. ditemukan bahwa adanya usaha-usaha yang memiliki efisiensi usaha yang lebih besar dibandingkan usaha lainnya dibidang itu. Ini artinya, semakin banyak yang jumlah barang yang diproduksi dengan menggunakan semakin sedikit tenaga kerja, maka akan semakin efisien usaha itu dengan tidak mengeluarkan upah kerja yang besar bagi pekerjanya. Itu berarti usaha tersebut secara tidak langsung memaksimalkan sumber daya tenaga kerjanya. Di sisi lain, hal ini juga mengindikasikan adanya inovasi tinggi dalam penggunaan teknologi yang mereduksi tenaga kerja, seperti pada usaha C2. Dalam melakukan inovasi tersebut untuk pencapaian produktivitas yang tinggi, entrepreneur akan mempertimbangkan beberapa faktor seperti besarnya skala usaha tersebut, teknologi yang ada, intensitas ekspor, dan karakter tenaga kerja (Kemp, et al., 2003).Dengan pertimbangan-pertimbangan tersebut, inovasi dilakukan untuk meningkatkan produktivitas tidak hanya dilihat dari tenaga kerjanya.

Temuan lainnya, yakni adanya usaha padat tenaga kerja seperti usaha A1, B2, C1, C6 dan C7, dimana usaha-usaha tersebut memiliki efisiensi usaha yang relative kecil namun, memiliki banyak tenaga kerja. Dari segi efisiensi usaha dalam memproduksi barang memang tidak efisien dibandingkan dengan usaha lainnya, namun, dari segi


(4)

penyerapan tenaga kerja, usaha-usaha ini sangat berkontribusi besar dalam menurunkan angka pengangguran dan meningkatkan jumlah angkatan kerja.Sebaliknya, ditemukan juga usaha-usaha seperti usaha A4, A5, B3, C2, C14, dan C16 yang memiliki efisiensi usaha yang relative besar, namun, lebih sedikit menggunakan tenaga kerja dibandingkan dengan usaha lain yang sejenis. Hal ini mengindikasikan adanya penggunaan teknologi yang tidak perlu ditangani oleh tenaga kerja sehingga teknologi yang digunakan mereduksi tenaga kerja.W alaupun demikian, usaha A4 memiliki jumlah tenaga kerja yang banyak juga, memiliki efisiensi usaha yang besar, memiliki jumlah produksi yang besar dan juga usaha ini memiliki nilai investasi yang paling besar diantara semua usaha.Dari hal tersebut dapat diartikan bahwa, jumlah produksi yang besar dari usaha tersebut tidak hanya didukung oleh penggunaan tenaga kerja yang banyak dalam mencapai efisiensi usaha yang besar, namun justru dari nilai investasi yang besar dari usaha ini mengindikasikan kemungkinan besar adanya penggunaan teknologi yang mereduksi tenaga kerja.

Selain inovasi dalam teknologi yang dilakukan oleh usaha-usaha tersebut, ditemukan juga inovasi dalam produk seperti inovasi dalam cita rasa dan proses produksi, inovasi dalam pengembangan dan perawatan usaha, dan pembukaan pasar baru.Sependapat dengan itu, (Kritikos, A. 2014) berpendapat bahwa bentuk inovasi yang dilakukan tentunya tidak terbatas pada inovasi teknologi saja, melainkan inovasi produk dan inovasi pelayanan, dimana pelaksanaan inovasi tersebut dapat dilakukan jika lingkungan usahanya menerima adanya inovasi.Dalam melakukan keseluruhan inovasi tersebut tidak lepas dari peranan entrepreneur, khususnya entrepreneur yang inovativ (Innovative entrepreneur) yang tergolong dalam kelompok entrepreneurship dampak tinggi (High Impact Entrepreneurship) yakni mereka yang membawa produk baru dan proses untuk memasarkannya dan memperkenalkan pelayanan, dan teknik marketing atau struktur bisnis termasuk pembukaan pasar baru (Baumol, 2008). Itu artinya, peranan entrepreneurship di sektor industri pengolahan perikanan, mampu menciptakan “lingkungan inovativ” bagi para entrepreneur untuk melakukan inovasi dalam usahanya.Dimana, salah satu implikasi


(5)

dari inovasi yang dilakukan adalah penciptaan lapangan pekerjaan dan penyerapan tenaga kerja.

Temuan selanjutnya yaitu adanya informasi-informasi privat yang memberikanimplikasi terhadap pengembangan usaha industri pengolahan perikanan.Informasi-informasi privat yang dimiliki juga tidak terlepas dari jaringan yang dibangun baik jaringan formal seperti asosisasi dan jaringan dengan pemerintah maupun jaringan pribadi antar sesama pengusaha.Terkait dengan hal tersebut, jaringan merupakan sesuatu yang kritikal bagi kinerja suatu usaha, terutama jaringan personal, seperti contoh dengan adanya koneksi jaringan tersebut memampukan entrepreneur untuk mengidentifikasi peluang bisnis baru, memperoleh sumber harga pasar yang murah, dan mendapatkan legitimasi dari stakeholders eksternal (Stam, et al., 2013).

Daftar Pustaka

Ács, Z. J. (2008). Foundations of High Impact Entrepreneurship, Jena economic research papers, No. 2008,060

Agenor, P.R., Canuto, O., Jelenic, M . 2012. “Avoiding M iddle-Income Growth Traps.”W orld Bank Policy Research W orking Paper Aidis, R. 2003. Entrepreneurship and Economic Transition.Tinbergen Institute Discussion Paper. (http://www.tinbergen.nl)

Baumol, W ., and Schilling, M . 2008.“Entrepreneurship.” In: The New Palgrave Dictionary of Economics. Basingstoke: Palgrave M acmillan. Carree, M., and A. Roy Thurik (2002).The Impact of Entrepreneurship on

Economic Growth. In Zoltan Acs and David B. Audretsch (2003),

International Handbook of Entrepreneurship Research,

Boston/Dordrecht: Kluwer Academic Publishers.

Grebel, T., A.Pyka, H.Hanusch. 2001. An Evolutionary Approach to the Theory of Entrepreneurship. Department of Economics, University of Ausburg. Germany.

Kemp, R.G.M ., Folkeringa, M ., de Joung, J.P.J., W obben, E.F.M., Zoetermeer. 2003. Innovation & Firm Performance. Research Report.Netherlands M inistry of Economic Affairs. ISBN: 90-371-0875-X. http://www.ondernemerschap.nl/pdf-ez/H200207. pdf


(6)

Kritikos, A. 2014.Entrepreneurs and their impact on jobs and economic growth.IZA W orld of Labor. Germany.

Leyden D.P., Link A.N., Siegel D.S. 2013. A Theoretical Analysis Of The Role Of Social Networks in Entrepreneurship. W orking Paper 13-22.http://bae.uncg.edu/econ/Longbao, W .2009. Regional Economic development and Entrepreneurship in China. Paper presentated for the conference, “US‐China Business Cooperation in the 21st Century: Opportunities and Challenges for Enterpreneurs,” Indiana University, Indianapolis and Bloomington, Indiana, April 15‐17, 2009.

OECD. 1998. Small Business, Job Creation, and Growth: Facts, Obstacles and

Best Practices. OECD publisher.

http://www.oecd.org/industry/smes/2090740.pdf

Stam, W ., Arzlanin, S., Elfring, T. 2013. Social Capital Of Entrepreneurs and Small Firm Performance: A M eta-analysis of Contextual and M ethodological M oderators. Elsevier Journal. Hal 1-22. http://dx.doi.org/10.1016/J.jbusvent.2013.01.002.

Stuart T.E., Sorensen O., 2005. Social networks and Entrepreneurship.Handbook of Entrepreneurship Research.Vol 2. PP 233-252.

W ennekers, S. and Thurik, R., 1999. Linking entrepreneurship and economic growth.Small Business Economics 13:27-55


Dokumen yang terkait

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Identitas Budaya sebagai Instrumen Pembangunan Daerah T2 092013011 BAB II

0 0 13

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Aspek Ekonomi Ikan Cakalang di Kota Bitung

0 0 7

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Aspek Ekonomi Ikan Cakalang di Kota Bitung

0 0 1

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Entrepreneurship dan Pembangunan Daerah (Studi Pada Sektor Industri Pengolahan Ikan Kota Bitung, Sulawesi Utara)

0 0 20

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Entrepreneurship dan Pembangunan Daerah (Studi Pada Sektor Industri Pengolahan Ikan Kota Bitung, Sulawesi Utara) T2 092012011 BAB I

0 0 23

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Entrepreneurship dan Pembangunan Daerah (Studi Pada Sektor Industri Pengolahan Ikan Kota Bitung, Sulawesi Utara) T2 092012011 BAB IV

0 0 94

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Entrepreneurship dan Pembangunan Daerah (Studi Pada Sektor Industri Pengolahan Ikan Kota Bitung, Sulawesi Utara) T2 092012011 BAB V

0 0 3

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Christian Entrepreneurship T2 912010027 BAB II

0 1 59

T2__BAB II Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Strategi Peningkatan Mutu dan Citra (Image) Sekolah T2 BAB II

0 0 15

T2__BAB II Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Evaluasi Praktek Kerja Industri Di SMK Negeri 1 Sayung T2 BAB II

0 0 28