ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP ALASAN-ALASAN ALI AKBAR TENTANG KEBOLEHAN PRAKTEK SEWA RAHIM KEPADA IBU PENGGANTI (SURROGATE MOTHER).

ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP ALASAN-ALASAN ALI
AKBAR TENTANG KEBOLEHAN PRAKTEK SEWA RAHIM
KEPADA IBU PENGGANTI (SURROGATE MOTHER)
SKRIPSI
Oleh
M. Khumaidi Al Anshori
NIM. C51211142

Universitas Islam Negeri Sunan Ampel
Fakultas Syariah dan Hukum
Jurusan Hukum Perdata Islam Prodi Ahwalus Syakhsiyyah
Surabaya
2015

ABSTRAK
Skripsi ini adalah hasil penelitian kepustakaan untuk menjawab pertanyaan
bagaimana alasan-alasan Ali Akbar tentang kebolehan sewa rahim, dan bagaimana
analisis hukum Islam terhadap alasan-alasan Ali Akbar tentang kebolehan sewa
rahim.
Data penelitian dihimpun melalui pembacaan dan kajian atas teks (text
reading) dan selanjutnya dianalisis dengan teknik deskriptif analitis, menggunakan

pola pikir deduktif. Pisau analisis pada penelitian ini adalah hukum Islam, lebih
spesifik teori tentang qiya@s dan sadd al-dhari@’ah
Hasil penelitian menyimpulkan bahwa ada tiga alasan yang mengemuka dari
pandangan Ali Akbar tentang kebolehan penyewaan rahim. Pertama, menyusukan
anak kepada wanita lain saja dibolehkan dalam Islam, malah boleh diupahkan. Maka
boleh pula, menitipkan janin kepada wanita lain dengan sebab rahim si ibu pemilik
benih mengalami gangguan; Kedua, penyewaan rahim tidaklah menjadi masalah,
sebab ibu yang dititipi janin tersebut, dapat diambil ukuran hukumnya kepada ibu
susu; Ketiga, bibit (janin) yang ditanamkan itu berasal dari hubungan perkawinan
yang sah. Tugas rahim wanita lain tersebut hanyalah sebagai tempat penitipan.
Alasan yang pertama, dinilai telah benar dan dianggap sebagai sebuah qiya@s
yang s}ah}i@h.} Qiya@snya adalah sebagai berikut; Menitipkan janin kepada wanita lain
dihukumi boleh, sebagaimana dibolehkannya menyusukan anak kepada wanita lain,
karena ada kesamaan ‘illah antara keduanya, yakni sama-sama memberikan
penghidupan (nutrisi) pada makhluk hidup; Alasan yang kedua, bahwa kedudukan
ibu pengganti disamakan dengan kedudukan ibu susuan, yakni sama-sama menjadi
mah}ram bagi anak yang dilahirkan/disusuinya. Keduanya disamakan, karena ada
kesamaan sifat antara keduanya, yakni sama-sama mempunyai andil dalam
membentuk fisik dan psikis seorang anak; Alasan yang ketiga, dinilai tidak sesuai,
jika ditinjau dari sisi sadd al-dhari@’ah. Itu terjadi, karena mafsadah yang

ditimbulkan oleh penyewaan rahim lebih banyak ketimbang mas}lah}ahnya, sehingga
penyewaan rahim ini layak untuk dicegah (sadd). Dalam perspektif hukum Islam,
benar, bahwa alasan Ali Akbar membolehkan penyewaan rahim, jika diqiyaskan
dengan hukum persusuan. Namun, membolehkan penyewaan rahim dengan alasan
bibit yang ditanamkan berasal dari perkawinan yang sah, tidaklah sesuai jika
ditinjau dari sisi sadd al-dhari@’ah.
Para tenaga medis, khususnya di Indonesia, hendaknya memperhatikan
Undang-undang tentang Kesehatan, karena disana telah jelas larangan perbuatan
penyewaan rahim. Bagi masyarakat yang belum dikaruniai keturunan oleh Allah,
hendaknya terus berusaha dan bersabar. Tentu, berusaha dengan cara yang
disepakati kebolehannya oleh para ulama, yakni bayi tabung. Bukan dengan cara
penyewaan rahim, karena cara ini masih diperdebatkan oleh ulama, dan dianggap
sebagai tindak pidana di Indonesia.

vi

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

DAFTAR ISI
Halaman

SAMPUL DALAM ............................................................................................. i
PERNYATAAN KEASLIAN ............................................................................ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING ......................................................................iii
PENGESAHAN .................................................................................................iv
MOTTO ............................................................................................................. v
ABSTRAK ..........................................................................................................vi
KATA PENGANTAR ........................................................................................vii
DAFTAR ISI .......................................................................................................ix
DAFTAR TRANSLITERASI ............................................................................xi
BAB I

PENDAHULUAN ............................................................................ 1
A. Latar Belakang Masalah ........................................................... 1
B. Identifikasi Masalah dan Batasan Masalah .............................. 10
C. Rumusan Masalah ..................................................................... 11
D. Kajian Pustaka .......................................................................... 11
E. Tujuan Penelitian ...................................................................... 14
F. Kegunaan Hasil Penelitian........................................................ 15
G. Definisi Operasional ................................................................. 16
H. Metode Penelitian ..................................................................... 17

I.

BAB II

Sistematika Penulisan ............................................................... 19

TINJAUAN UMUM TENTANG AL-QIYA@S, DAN SADD AlDHARI@’AH ...................................................................................... 21
A. Tinjauan Umum tentang al-Qiya@s ............................................ 21
1. Pengertian dan Kehujjahan al-Qiya@s. ................................. 21
2. Rukun dan Syarat al-Qiya@s. ................................................ 24
3. Cara-cara Mengetahui Illah Hukum. .................................. 29
B. Tinjauan Umum tentang sadd al-Dhari@’ah .............................. 31
1. Pengertian dan Kehujjahan sadd al-Dhari@’ah...................... 31

ix

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

2. Macam-macam al-Dhari@’ah. ................................................ 34
BAB III


PENYEWAAN RAHIM, ALI AKBAR, DAN PEMIKIRAN
ALI AKBAR TENTANG PENYEWAAN RAHIM ....................... 36
A. Tinjauan Umum tentang Penyewaan Rahim ........................... 36
1.

Sejarah Penemuan & Pengertian Sewa Rahim .................. 36

2.

Fenomena Sewa Rahim di Dunia ...................................... 39

3.

Bentuk-bentuk Penyewaan Rahim .................................... 43

4.

Faktor-faktor Seorang Melakukan Sewa Rahim ............... 44


5.

Prosedur Sewa Rahim. ....................................................... 44

6.

Pendapat para Ulama tentang Penyewaan Rahim. ............ 47

7.

Nasab Anak yang Dilahirkan Melalui Penyewaan
Rahim. ................................................................................ 52

B. Ali Akbar .................................................................................... 54
1. Biografi Ali Akbar................................................................. 54
2. Karya-karya Ali Akbar .......................................................... 57
C.Pemikiran Ali Akbar Tentang Penyewaan Rahim ...................... 58
D.Alasan-Alasan Ali Akbar Membolehkan Penyewaan Rahim. .... 62
BAB IV


ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP ALASANALASAN ALI AKBAR TENTANG KEBOLEHAN SEWA
RAHIM............................................................................................. 63
A.

Analisis al-Qiya@s terhadap Alasan Ali Akbar tentang
Kesamaan Penyewaaan Rahim dengan Persusuan ................. 63

B.

Analisis sadd al-Dhari@’ah terhadap Alasan Ali Akbar
Membolehkan Penyewaan Rahim. ......................................... 74

BAB V

PENUTUP .................................................................................... 78
A.

Kesimpulan ............................................................................ 78

B.


Saran ...................................................................................... 79

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

x

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

DAFTAR TRANSLITERASI

Di dalam naskah skripsi ini banyak dijumpai nama dan istilah teknis
(technical term) yang berasal dari bahasa Arab ditulis dengan huruf Latin.
Pedoman transliterasi yang digunakan untuk penulisan tersebut adalah sebagai
berikut:
A. Konsonan
No

Arab


Indonesia

Arab

Indonesia

1.



t}

2.

B

z}

3.


T



4.

Th

Gh

5.

J

F

6.

h}


Q

7.

Kh

K

8.

D

L

9.

Dh

M

10.

R

N

11.

Z

W

12.

S

H

13.

Sh



14.

s}

Y

15.

d}

Sumber:

Kate L. Turabian. A Manual of Writers of Term Papers.

Disertasions (Chicago and London: The University of Chicago
Press. 1987).

xi

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

B. Vokal
1. Vokal Tunggal (monoftong)
Tanda dan
Huruf Arab

Nama

Indonesia

fath}ah

A

Kasrah

I

d}ammah

U

Catatan: Khusus untuk hamzah, penggunaan apostrof hanya berlaku jika

hamzah

berh}arakatsukun

atau

didahului

oleh

huruf

yang

berh}arakatsukun. Contoh: iqtid}a’> (‫)اقتضاء‬
2. Vokal Rangkap (diftong)
Tanda dan Huruf
Arab

Nama

Indonesia

Ket.

fath}ah dan ya’

ay

a dan y

fath}ah dan

au

a dan w

wawu
Contoh

: bayna

( ‫) بين‬

: mawd}u’>

( ‫) موضوع‬

3. Vokal Panjang (mad)
Tanda dan Huruf Arab

Nama

fath}ah dan
alif
kasrah dan
ya’
d}ammahdan
wawu

Indonesia

Ket.
a dan

a>

garis
di atas
i dan

i>

garis
di atas
u dan

u>

garis
di atas

xii

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

Contoh

: al-jama>’ah

(‫)الجماعة‬

: takhyi}>r

(‫)تخيير‬

: yadu>ru

(‫)يدور‬

C. Ta>’ Marbu>t}ah
Transliterasi untuk ta>’ marbu>t}ah ada dua :
1. Jika hidup (menjadi mud}a>f) transliterasinya adalah t.
2. Jika mati atau sukun, transliterasinya adalah h.
Contoh

: shari>‘atal-Isla>m

(‫)شريعة ااسام‬

: shari>‘ah isla>mi>yah

(‫)شريعة إسامية‬

D. Penulisan Huruf Kapital\
Penulisan huruf besar dan kecil pada kata, phrase (ungkapan) atau
kalimat yang ditulis dengan translitersiArab-Indonesia mengikuti ketentuan
penulisan yang berlaku dalam tulisan. Huruf awal (initiallatter) untuk nama
diri, tempat, judul buku, lembaga dan yang lain ditulis dengan huruf besar.

xiii

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Tentu

tiap orang dapat memiliki jawaban yang berbeda-beda, jika

mereka ditanya, apa motivasi mereka untuk melaksanakan perkawinan.
Mungkin alasan ekonomi, yakni untuk menjamin kelangsungan hidup secara
materi. Alasan-alasan lain yang dapat ditemukan antara lain demi mendapatkan
keturunan, demi status sosial, demi cinta, dan sebagainya. Namun, alasan yang
paling umum mendasari keputusan seseorang untuk menikah adalah untuk
memiliki teman hidup yang dicintai dan mendapat kepuasan psikologis dari
hubungan tersebut.1
Satu alasan yang terungakap disana, yakni demi mendapatkan keturunan.
Senada dengannya, Wahbat al-Zuh}ayli@ mengungkapkan bahwa salah satu
hikmah disyariatkannya perkawinan adalah menjaga kelangsungan hidup
manusia melalui reproduksi dan berkembang biak, agar terhindar dari
kepunahan.2 Asal dari sebuah individu baru adalah karena adanya sebuah
pasangan (perkawinan). Tuhan berfirman dalam surat Ya@si@n ayat 36 dan surat
al-Nah}l ayat 72,
1

M Nilam W, Psikologi Populer: Menuju Perkawinan Harmonis, (Jakarta: Elex Media Komputindo,
2009), 100.
2
Wahbat al-Zuh}ayli@, Al-Fiqh al-Isla@mi@ Wa Adillatuhu Juz VII, (Damaskus: Da@r al-Fikr, 1985), 31

1
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

2

            

Artinya: ‚Maha suci Tuhan yang telah menciptakan pasangan-pasangan
semuanya, baik dari apa yang ditumbuhkan oleh bumi dan dari diri
mereka maupun dari apa yang tidak mereka ketahui (Q.S. Ya@si@n: 36)‛3
             

 

Artinya: ‚Allah menjadikan bagi kamu isteri-isteri dari jenis kamu
sendiri dan menjadikan bagimu dari isteri-isteri kamu itu, anak-anak dan
cucu-cucu, dan memberimu rezki dari yang baik-baik (Q.S. al-Nah}l:
72)‛.4
Pendek kata, semua makhluk hidup di dunia ini, oleh Tuhan diciptakan
berpasang-pasangan (laki dan perempuan). Kemudian darinya, lahirlah buah
atau individu baru. Semua ini adalah rahasia Tuhan, dan hanya Dia yang Maha
tahu.5
Oleh karena setiap pasangan saling condong satu sama lain, maka Tuhan
tidak ingin kecondongan tersebut seperti kecondongan yang terjadi pada hewan,
yakni

hanya

sekedar

menyalurkan

syahwat.

Melainkan

Tuhan

ingin

kecondongan tersebut bersifat manusiawi, yakni bukan hanya menyalurkan
syahwat, melainkan juga disertai hubungan saling mencintai, menyayangi dan

3

Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Surabaya: Duta Ilmu Surabaya, 2005), 628.
Ibid., 374.
5
Abu@ Sari@’ Muhammad Abd al-Ha@di@, At}fa@l al-Ana@bi@b, (Kairo: Da@r al-Dhahabiyah, tt), 11.

4

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

3

mengasihi satu sama lain. Untuk itu, Tuhan memberikan jalan, melalui
perkawinan (pernikahan) yang disyariatkan oleh Islam.6
Melalui pernikahan yang disyariatkan Islam ini, terciptalah jalan terbaik
untuk mendapatkan dan memperbanyak keturunan, menjaga kelangsungan hidup
manusia disertai perlindungan nasab yang jelas bagi seorang anak. Sebuah hadis
Rasul yang sangat terkenal, yang diriwayatkan oleh Abu@ Da@wud,

Artinya: ‚Nikahilah perempuan yang penyayang, dan yang dapat
mempunyai anak banyak, karena sesungguhnya aku akan berbangga
dengan sebab banyaknya kamu di hadapan para nabi di hari kiamat‛.7
Lebih lanjut, setiap pasangan suami istri kemungkinan besar sangat
mengharapkan mempunyai keturunan sebagai generasi penerus mereka, tetapi
tidak semua pasangan yang berhasil mendapatkan keturunan setelah menikah
beberapa lama. Pasangan ini adalah pasangan infertil sehingga diperlakukan
pengelolaan yang benar dalam menangani masalah ini. Infertilitas sendiri berarti
setelah setahun berumah tangga dengan persetubuhan yang tidak memakai
pelindung, tetapi belum terjadi kehamilan. Statistik menyebutkan, infertilitas
disebabkan oleh kelainan pada suami atau pada istri, atau juga pada keduanya.
Pada wanita, 40-50% akibat penyakit saluran telur dan anovulasi, sedangkan
pada pria sebanyak 30-50% karena kelainan faktor sprema.8

6

Ibid., 12.
Sayyid Sa@biq, Fiqh al-Sunnah Juz II, (Kairo: Da@r al-Fath}, 2009), 9.
8
Syafrudin & Hamidah, Kebidanan Komunitas, (Jakarta: Buku Kedokteran EGC, 2007), 40-43.

7

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

4

Saat pasangan memutuskan memulai sebuah keluarga, perlu usaha lebih
keras agar segera memiliki anak. Penelitian menunjukkan hanya 1 dari 5
pasangan yang berhasil di bulan pertama, saat ingin memiliki anak. Hampir 20
persen tidak beruntung dalam tahun pertama.9 Lebih dari itu, jika sudah lewat
dua tahun menunggu, pasangan suami istri belum juga diberi keturunan baru,
maka mereka dinyatakan bermasalah. Penyebabnya bisa dari pihak istri, sama
besarnya dengan penyebab yang berasal dari pihak suami. Untuk melacak
penyebabnya tidak selalu mudah. Serangkaian pemeriksaan perlu ditempuh
untuk menemukan apa penyebabnya. Selain pihak istri perlu menempuh
pemeriksaan darah dan Ultrasonography (USG), pihak suami juga perlu
diperiksa air maninya (semen analiysis).10
Menanggapi

masalah

infertilitas

(kemandulan)

berkembangnya ilmu dan teknologi yang semakin pesat,

tersebut,

seiring

maka muncullah

berbagai macam penemuan yang sangat bermanfaat bagi kepentingan manusia
khususnya di bidang kedokteran. Salah satunya adalah dengan ditemukannya
cara-cara baru dalam hal reproduksi manusia, yakni pembuahan di luar rahim
yang dalam istilah ilmu kedokteran disebut dengan fertilisasi in vitro11, atau

9

http://politik.news.viva.co.id/news/read/540074-pasangan-belum-hamil--coba-cek-5-penyebabnya,
diakses tanggal 25 Desember 2014.
10
Handrawan Nadesul, Kiat Sehat Pranikah, (Jakarta: Kompas Media Nusantara, 2009), 126.
11
Fertilisasi in vitro yaitu proses inseminasi dengan cara mengambil sperma suami dan ovum istri,
kemudian diproses di Vitro (tabung), setelah terjadi pembuahan, lalu ditransfer ke rahim (Abdul
Salam Arief, Pembaruan Pemikiran Hukum Islam antara Fakta dan Realita , (Yogyakarta: Lesfi,
2003), 159.).

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

5

lebih dikenal dengan bayi tabung.12 Penemuan ini pertama kali dilakukan oleh
P.C. Steptoe dan R. G. Edwards atas pasangan suami istri John Brown dan
Leslie. Sprema dan ovum yang digunakan berasal dari suami istri, kemudian
embrionya ditransplantasikan ke dalam rahim istirnya. Lahirlah, pada tanggal 25
Juli 1978, seorang bayi tabung pertama yang bernama Louise Brown di Oldham
Inggris dengan berat 2700 gram.13
Mengenai hukumnya, Islam memperbolehkan upaya inseminasi buatan
atau bayi tabung, dengan syarat apabila perpaduan antara sperma dan ovum itu
berasal dari suami istri yang mempunyai ikatan perkawinan yang sah
(Inseminasi Homolog), yang juga disebut dengan Artificial Insemination

Husband (AIH).14Majlis Ulama Indonesia mengemukakan, bahwa inseminasi
buatan atau bayi tabung dengan sperma dan ovum yang diambil dari pasangan
suami istri yang sah secara muh}taram, dibenarkan oleh Islam, selama mereka
dalam ikatan perkawinan yang sah.15
Sudah barang tentu, inseminasi buatan ini merupakan perwujudan dari
upaya pengobatan seorang suami atau istri yang infertil (mandul), atas
rekomendasi seorang dokter. Islam menyuruh umatnya untuk berobat terlebih
dahulu, sebelum dia pasrah akan takdir dari Tuhannya.16

12

Chuzaimah T. Yanggo & Hafiz Anshory, Problematika Hukum Islam Kontemporer, (Jakarta:
Pustaka Firdaus, 1995), 15.
13
Salim , Bayi Tabung Tinjauan Aspek Hukum, (Jakarta: Sinar Grafika, 1993), 6.
14
Mahjuddin, Masa@’il Fiqhiyyah, (Jakarta: Kalam Mulia, 2007), 13.
15
Salim, Bayi Tabung Tinjauan Aspek Hukum..., 39.
16
Abu@ Sari@’ Muhammad Abd al-Ha@di@, At}fa@l al-Ana@bi@b..., 59.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

6

Sejalan dengan pembuahan Fertilization In Vitro (FIV) yang semakin
pesat, muncullah ide surrogate mother atau ibu pengganti.17 Hal ini pertama kali
dilakukan pada tahun 1987, di Afrika Selatan. Seorang ibu, Edith Jones,
melahirkan kembar tiga anak-anak hasil pencangkokan embrio putrinya,
Suzanne dan suaminya. Kelahiran lewat inseminasi buatan ini dilakukan karena
Suzanne tak memiliki kandungan sejak lahir. Proses pembuahan dilakukan di
Rumah Sakit BMI Park, Nottingham.18
Mengenai hukumnya, tidak seperti hukum bayi tabung, dimana para
ulama dan cendekiawan muslim sepakat membolehkannya, selama sperma dan
ovum yang diproses itu berasal dari suami istri yang sah. Persoalan surrogate

mother, status hukumnya lebih rumit dari bayi tabung. Mayoritas ulama,
mengharamkannya. Yu@suf Qarad}a@wi@ misalnya, beliau berpendapat bahwa
meskipun sperma dan ovum berasal dari suami istri yang sah, tapi rahimnya
milik wanita lain, maka hal ini tidak diperbolehkan (haram). Cara seperti ini
diharamkan karena akan menimbulkan sebuah pertanyaan membingungkan,
‚siapakah sang ibu dari bayi tersebut, apakah si pemilik sel telur, ataukah yang
menanggung rasa sakit karena hamil dan melahirkan?‛.19

17

Surrogate Mother (ibu pengganti/ sewa rahim/ gestational agreement), yakni wanita yang bersedia
disewa rahimnya, dengan suatu perjanjian untuk mengandung, melahirkan, dan menyerahkan kembali
bayinya kepada suami istri yang tak bisa mempunyai keturunan karena istri tersebut tak bisa
mengandung, dengan imbalan sejumlah materi, Koes Irianto, Panduan Lengkap Biologi Reproduksi
Manusia, (Bandung: Alfabeta, 2014), 315.
18
Luthfi Asy-Syaukani, Politik, HAM, dan Isu-isu Teknologi dalam Fikih Kontemporer, (Jakarta:
Pustaka Hidayah, 1998), 158.
19
Yu@suf Qarad}a@wi@, Fatwa-fatwa Kontemporer Jilid III, (Jakarta: Gema Insani Press, 2001), 658.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

7

Sejalan dengan pendapat Qarad}aw
@ i@, Said Aqil Husin Al-Munawar juga
berpendapat bahwa bayi tabung dengan penyewaan rahim ini hukumnya haram.
Alasannya, dalam proses penyewaan rahim terdapat mafsadah yang lebih besar
daripada manfaatnya. Dalam kaitannya dengan kasus ini, bahwa paling utama
yang diakibatkan adalah menjadi tidak jelasnya nasab anak yang dilahirkan.20
Pun begitu juga,

Fathurrahman Djamil, Dosen UIN Jakarta. Beliau pun

mengharamkannya, dengan alasan ketidakjelasan nasab anak yang dilahirkan.
Meski dalam kasus tersebut, nasab bapaknya jelas, akan tetapi nasab ibunya
menjadi tidak jelas.21 Sebagai tambahan informasi, bahwa praktek sewa rahim
ini dianggap sebagai tindak pidana di Indonesia. Oleh karenanya, tidak bisa
dilakukan. Secara tegas pelarangan tersebut tercantum dalam pasal 82 UU
No.23 Tahun 1992 tentang Kesehatan.22
Pasal 82 menyebutkan, ‚Barangsiapa dengan sengaja melakukan upaya
kehamilan diluar cara alami yang tidak sesuai dengan ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 16 Ayat (2); dipidana dengan pidana penjara paling lama
5 (lima) tahun dan atau pidana denda paling banyak Rp. 100.000.000,00 (seratus
juta rupiah)‛.23
Adapun yang dimaksud upaya kehamilan di luar cara alami dalam pasal
16 Ayat (2), adalah hasil pembuahan sperma dan ovum dari suami istri yang
20

Said Aqil Husin al-Munawar, Hukum Islam & Pluralitas Sosial, (Jakarta: Penamadani, 2004), 116.
Luthfi Asy-Syaukani, Politik, HAM, dan Isu-isu Teknologi dalam Fikih Kontemporer..., 154.
22
Fajar Bayu Setiawan dkk, ‚Kedudukan Kontrak Sewa Rahim dalam Hukum Positif di Indonesia ‛,
Private Law, (01 Maret-Juni 2013), 74.
23
UU No.23 Tahun 1992 Tentang Kesehatan
21

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

8

bersangkutan, ditanamkan dalam rahim istri dari mana ovum berasal. Dari sini,
nampak bahwa selain bayi tabung, upaya kehamilan di luar cara alami,
keberadaannya dilarang di Indonesia.
Berbeda dengan mayoritas Ulama dan ketentuan hukum positif di
Indonesia, Ali Akbar berpendapat bahwa menitipkan bayi tabung pada wanita
yang

bukan

ibunya,

diperbolehkan.

Alasannya,

karena

si

ibu

tidak

menghamilkannya sebab rahimnya mengalami gangguan. Menyusukan anak
kepada wanita lain saja diperbolehkan dalam Islam, malah boleh diupahkan.
Maka bolehlah pula memberikan upah kepada wanita yang meminjam
rahimnya.24Lebih lanjut, menurutnya inseminasi dengan meminjam rahim orang
lain boleh-boleh saja dilakukan. Alasannya, karena bibit yang ditanamkan itu
berasal dari hubungan perkawinan yang sah. Tugas rahim orang lain itu,
hanyalah sebagai tempat penitipan. Adapun nasab anak tersebut, tetap kepada
pemilik bibit itu.25 Pendek kata, ibu penghamil (dalam kasus penyewaan rahim)
kedudukannya sama saja dengan ibu susu.26
Berdasarkan fakta-fakta yang telah diungkapkan diatas, maka penulis
tertarik untuk mengkaji dan menganalisa lebih dalam alasan-alasan dari Ali
Akbar tentang kebolehan praktek sewa rahim. Setidaknya ada tiga hal, yang
membuat penulis tertarik mengkajinya. Pertama, karena kajian tentang

24

Ibid.,73.
Luthfi Asy-Syaukani, Politik, HAM, dan Isu-isu Teknologi dalam Fikih Kontemporer..., 154.
26
Ali Akbar, Seksualita Ditinjau dari Hukum Islam, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1982),
25

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

9

inseminasi buatan dengan jalan sewa rahim ini merupakan masalah kontemporer

ijtiha@diyah, tak terdapat hukumnya secara spesifik dalam al-Qur’an maupun alHadith, bahkan dalam kajian fikih klasik sekalipun. Kedua, salah satu alasan Ali
Akbar membolehkan praktek sewa rahim, adalah karena beliau menyamakannya
dengan mengupahkan seorang wanita untuk menyusukan seorang anak. Ketiga,
dari sosok Ali Akbar itu sendiri. Beliau merupakan seseorang yang dijuluki
sebagai ‛dokter yang ulama‛. Bukan tanpa sebab ia menyandang julukan
tersebut, karena selain sebagai dokter, beliau juga aktif di Pemerintahan
Indonesia saat itu. Terbukti, dia pernah menjadi ketua Majelis Pertimbangan
Kesehatan dan Syara’ pada tahun 1966.27 Selain itu, ia juga dikenal sebagai
dokter pertama di Indonesia yang banyak membahas problem seksual dalam
perkawinan dan rumah tangga yang dikaitkan dengan tuntunan ajaran Islam.28
Untuk itu, penulis ingin mengungkap, mengkaji, dan menganilisis lebih
dalam, alasan-alasan dari Ali Akbar tentang praktek sewa rahim, dalam skripsi
yang berjudul, ‚Analisis Hukum Islam terhadap Alasan-alasan Ali Akbar
tentang Kebolehan Praktek Sewa Rahim

kepada Ibu Pengganti (Surrogate

Mother)‛

27

.http://www.republika.co.id/berita/ensiklopedia-islam/khazanah/08/10/14/7769-ali-akbar-dokteryang-ulama, diakses tanggal 6 Desember 2014.
28
Ary Cahyani, ‚Analisis Pemikiran Ali Akbar tentang Merawat Cinta Kasih dalam Keluarga ‛,
(Skripsi--IAIN Walisongo, Semarang, 2006), 3.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

10

B. Identifikasi dan Batasan Masalah
Pemaparan latar belakang masalah di atas, mampu mengidentifikasi
beberapa masalah. Di antaranya sebagai berikut;
1.

Masih menjadi perdebatan, bahwa pasangan suami istri diharuskan
mempunyai keturunan atau tidak.

2.

Upaya penggunanaan teknologi baru dalam dunia kedokteran menjadi
salah satu upaya pengobatan dari pasangan infertil (mandul).

3.

Hukum Islam memandang praktek pembuahan di luar rahim (bayi tabung).

4.

Munculnya ide baru sebagai pengembangan dari bayi tabung, yakni sewa
rahim (surrogate mother)

5.

Pandangan para ulama tentang praktek sewa rahim (surrogate mother)

6.

Ali Akbar membolehkan praktek sewa rahim, yang oleh mayoritas ulama,
diharamkan.

7.

Alasan Ali Akbar membolehkan sewa rahim, karena hal tersebut
disamakan/ diqiya@skan dengan menyewa wanita lain untuk menyusukan
seorang anak.

8.

Alasan yang lainnya adalah rahim wanita lain hanyalah sebagai tempat
penitipan embrio yang dihasilkan dari perkawinan yang sah.
Dari pengidentifikasian tersebut, ditemukan sebanyak delapan masalah.

Untuk memudahkan pembahasan, maka oleh penulis diambil dua saja yang

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

11

dinilai paling sesuai untuk merepresentasikan judul skripsi penulis. Berikut ini
keduanya;
1.

Alasan-alasan Ali Akbar tentang kebolehan praktek sewa rahim kepada
ibu pengganti (surrogate mother).

2.

Analisis hukum Islam terhadap alasan-alasan Ali Akbar tentang kebolehan
praktek sewa rahim kepada ibu pengganti (surrogate mother).

C. Rumusan Masalah
1.

Bagaimana alasan-alasan Ali Akbar tentang kebolehan praktek sewa rahim
kepada ibu pengganti (surrogate mother)?

2.

Bagaimana analisis hukum Islam terhadap alasan-alasan Ali Akbar
tentang kebolehan praktek sewa rahim kepada ibu pengganti (surrogate

mother)?

D. Kajian Pustaka
Untuk menunjang dalam mengkaji analisis hukum Islam terhadap alasanalasan Ali Akbar tentang kebolehan praktek sewa rahim kepada ibu pengganti,
maka penulis menelaah beberapa buku, skripsi, artikel, serta karya tulis ilmiah
lainnya yang hampir sama pembahasannya dengan topik yang diangkat oleh
penulis. Diantaranya sebagai berikut;

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

12

1.

Skripsi yang ditulis oleh saudara Ary Cahyani (2006), mahasiswa strata
satu IAIN Walisongo Semarang, yang berjudul ‚Analisis Pemikiran Ali

Akbar tentang Perawatan Cinta Kasih dalam Keluarga Ditinjau dari
Bimbingan dan Konseling Islam‛. Dalam kesimpulannya, penelitian
tersebut menjelaskan bahwa paling tidak ada tiga faktor yang harus
diperhatikan dalam merawat cintah kasih suami istri. Pertama, perihal
memilih pasangan hidup. Kedua, masalah pemahaman tentang seks.

Ketiga, tentang pelaksanaan hak dan kewajiban sebagai suami istri.29
2.

Skripsi yang ditulis oleh saudara Habib Ulin Niam (2013), mahasiswa
strata satu IAIN Walisongo Semarang, dengan judul ‚Tinjauan Hukum

Islam terhadap Nasab Anak yang Dilahirkan melalui Surrogate Mother‛.
Penelitian tersebut berkesimpulan bahwa terdapat tiga macam pendapat
para pakar dalam menentukan nasab anak yang dilahirkan melalui

surrogate mother. Pertama, nasabnya kepada wanita pemilik benih. Kedua,
pada wanita yang melahirkan. Ketiga, tidak dapat dinasabkan pada
keduanya. Dari ketiganya, penulis lebih condong pada pendapat yang
menerangkan bahwa nasab anak tersebut kepada wanita yang melahirkan,
karena hakikat seorang ibu adalah mengandung, melahirkan, dan
menyusui.30

29

Ary Cahyani, Analisis Pemikiran Ali Akbar tentang Merawat Cinta Kasih dalam Keluarga..., vi.
Habib Ulin Ni’am, ‚Tinjauan Hukum Islam terhadap Nasab Anak yang dilahirkan melalui
Surrogate Mother‛, (Skripsi--IAIN Walisongo, Semarang, 2013), vi.

30

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

13

3.

Skripsi yang ditulis oleh Supmi Yuliardi, dengan judul ‚Kedudukan

Hukum Anak yang Dilahirkan melalui Ibu Pengganti pada Kontrak
Surogasi Ditinjau dari Hukum Perdata dan Hukum Islam‛. Tulisan
tersebut berkesimpulan bahwa secara keperdataan, anak yang dilahirkan
berstatus sebagai anak di luar perkawinan yang tidak diakui/zina, jika ibu
penggantinya seorang gadis atau janda. Akan tetapi, jika terikat dalam
perkawinan yang sah (dengan suaminya), maka anak yang dilahirkan
adalah anak sah dari pasangan suami istri yang disewa rahimnya.
Sedangkan jika ditinjau dari hukum Islam (fikih), maka status anaknya
adalah tidak sah dan kedudukannya sama dengan anak zina.31
4.

Jurnal ilmiah yang ditulis oleh Fajar Bayu Setiawan dkk, dengan judul
‚Kedudukan Kontrak Sewa Rahim dalam Hukum Positif di Indonesia‛.
Tulisan tersebut berkesimpulan bahwa apabila dilihat dari beberapa aturan
hukum positif di Indonesia yang memiliki keterkaitan dengan kontrak
sewa rahim tersebut, diantaranya adalah ketentuan dalam KUHPerdata,
UU No.36 Tentang Kesehatan dan ketentuan dalam hukum Islam. Dapat
disimpulkan darinya, bahwa adanya praktek kontrak sewa rahim tersebut
dilarang keberadaannya di Indonesia. Ketiga peraturan diatas, hanya

31

Supmi Yuliardi, ‚Kedudukan Hukum Anak yang Dilahirkan melalui Ibu Pengganti pada Kontrak
Surogasi Ditinjau dari Hukum Perdata dan Hukum Islam‛ , (Skripsi--UNRAM, Mataram, 2014), xi.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

14

memperbolehkan adanya bayi tabung sebagai cara alternatif memperoleh
anak.32
Dari keempat karya tulis ilmiah diatas, tidak ada satupun yang sama
dengan ide atau gagasan yang akan diteliti oleh penulis. Penelitian pertama,
memang benar yang diteliti adalah pemikiran tokoh Ali Akbar, namun objek
yang diteliti, berbeda dengan apa yang akan penulis teliti. Penelitian kedua dan

ketiga, fokusnya terhadap nasab anak yang dilahirkan melalui ibu pengganti,
sedangkan yang akan diteliti penulis adalah bagaimana keabsahan praktek sewa
rahim itu sendiri. Penelitian keempat, hanya menjelaskan secara umum,
bagaimana kedudukan kontrak sewa rahim dalam tiga prespektif hukum.
Sehingga, penulis berkesimpulan, bahwa skripsi yang akan diteliti adalah hal
yang benar-benar baru.

E. Tujuan Penelitian
1.

Mampu

mendeskripsikan alasan-alasan Ali Akbar tentang kebolehan

praktek sewa rahim kepada ibu pengganti (surrogate mother)
2.

Mampu menganalisis alasan-alasan Ali Akbar tentang kebolehan praktek
sewa rahim kepada ibu pengganti (surrogate mother), dengan pendekatan
hukum Islam.

32

Fajar Bayu Setiawan dkk, Kedudukan Kontrak Sewa Rahim dalam Hukum Positif di Indonesia...,
74.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

15

F. Kegunaan Penelitian
Dalam penelitian ini, setidaknya ada dua kegunaan yang dapat
diwujudkan. Pertama, kegunaan teoritis, dan kedua, kegunaan praktis. Berikut
penjelasannya;
1.

Teoritis : Mendalami dan menambah wawasan keilmuan tentang salah
satu kasus kontemporer di bidang hukum keluarga Islam, yakni kasus
tentang pembuahan di luar rahim dengan metode FIV (bayi tabung), lebih
khusus bayi tabung yang dititipkan pada rahim wanita lain (surrogate

mother)
2.

Praktis : Pertama, bahwa untuk menyelesaikan tugas akhir penulis sebagai
seorang mahasiswa strata satu di perguruan tinggi. Kedua, tulisan ini
sebagai upaya sosialisasi kepada masyarakat muslim, bahwa selama ini
ada praktek pembuahan di luar rahim dengan metode FIV, ataupun FIV
yang menggunakan rahim wanita lain. Kedua praktek tersebut, berbeda
masing-masing hukumnya. Yang satu, diperbolehkan dengan syarat
tertentu, satunya lagi masih diperdebatkan oleh para ulama dan tak boleh
dipraktekkan di Indonesia sampai saat ini.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

16

G. Definisi Operasional
Untuk memudahkan pembaca dalam memahami topik yang diteliti oleh
penulis, maka berikut ini, penulis kemukakan istilah-istilah yang termuat dalam
judul penulis, yang perlu didefinisikan secara operasional.
1.

Hukum Islam,
Hukum Islam merupakan seperangkat teori yang termuat dalam fikih maupun

us}u@l fiqh, hasil gagasan para ulama. Lebih fokus, dalam penelitian ini, penulis
menggunakan teori qiya@s milik imam syafii dan sadd al-dhari@’ah sebagai
pisau analisa dalam menanggapi pandangan Ali Akbar.
2.

Sewa Rahim,
Sewa rahim adalah menyewa rahim wanita lain guna mengandungkan benih
ovum yang telah disenyawakan benih sperma pasangan suami istri, janin itu
dikandungnya sampai melahirkan dengan perjanjian tertulis dan mendapat
imbalan.33

3.

Ibu Pengganti (Surrogate Mother),
Adalah seorang wanita yang menyetujui dengan kontrak dan jumlah biaya
untuk mengandung anak dari pasangan yang ingin memiliki anak, dimana
keadaan pasangan tersebut, sedang tak subur atau fisik istrinya tak mampu
membawa janin yang sedang berkembang.34

33
34

Koes Irianto, Panduan Lengkap Biologi Reproduksi Manusia..., 315.
http://en.wikipedia.org/wiki/Surrogacy, diakses tanggal 25 Desember 2014.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

17

H. Metode Penelitian
1.

Data yang dikumpulkan
Sesuai dengan rumusan masalah diatas, maka data yang dihimpun
adalah data tentang;
a. Alasan-alasan Ali Akbar tentang kebolehan praktek sewa rahim kepada
ibu pengganti
b. Analisis hukum Islam terhadap alasan-alasan Ali Akbar tentang
kebolehan praktek sewa rahim kepada ibu pengganti

2.

Sumber data
Data penelitian ini bersifat normatif, sehingga sumber datanya
sekunder, bukan primer. Adapun data sekunder itu sendiri adalah yang
diperoleh atau dikumpulkan oleh orang yang melakukan penelitian dari
sumber-sumber yang telah ada baik dari perpustakaan atau dari laporanlaporan peneliti terdahulu.35
Dalam penelitian ini, sumber data sekundernya adalah dokumen
pribadi dan resmi, baik dalam bentuk catatan, buku, kitab-kitab fikih, kitabkitab tafsir, jurnal ataupun artikel dan karya tulis ilmiah lain yang berguna
untuk menganalisis alasan-alasan Ali Akbar tentang kebolehan praktek sewa
rahim.
Bahan primernya termuat dalam buku karangan beliau, yang berjudul:

35

Masruhan, Metodologi Penelitian Hukum, (Surabaya: Hilal Pustaka, 2013), 94

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

18

a.

Seksualita ditinjau dari Hukum Islam (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1982).

b.

Merawat Cinta Kasih (Jakarta: Pustaka Antara, 1978).
Adapun bahan sekundernya adalah buku-buku yang digunakan

sebagai pisau analisa atas alasan-alasan Ali Akbar tentang kebolehan praktek
sewa rahim. Diantaranya sebagai berikut;

3.

a.

Ilmu Us}u@l al-Fiqh, karya Abdul Waha@b Khala@f

b.

Us}u@l al-Fiqh al-Isla@mi@, karya Wahbat al-Zuh}ayli@

c.

Fiqh al-Sunnah, karya Sayyid Sa@biq

d.

Al-Fiqh al-Isla@mi@ Wa Adillatuhu, karya Wahbat al-Zuh}ayli@

e.

Al-Tafsi@r al-Muni@r, karya Wahbat al-Zuh}ayli@

f.

Fatwa-fatwa Kontemporer, karya Yu@suf Qarad}aw
@ i@

Teknik pengumpulan data
Untuk mengumpulkan data berdasarkan sumber data di atas, maka
penelitian ini menggunakan teknik pengumpulan data studi kepustakaan atau
studi dokumen (library research), yaitu dengan cara mengumpulkan data dari
bahan pustaka. Lebih praktis, pertama, penulis mengumpulkan data tentang
alasan-alasan Ali Akbar tentang kebolehan praktek sewa rahim dari bukubuku, dan tulisan-tulisan karya beliau. Kedua, penulis mengumpulkan data
dalam bentuk catatan, buku, kitab-kitab fikih, kitab-kitab tafsir, jurnal
ataupun artikel dan karya tulis ilmiah lain, guna menganalisis alasan-alasan
beliau tentang kebolehan praktek sewa rahim.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

19

4.

Teknik analisis data
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
deskriptif analitis dengan menggunakan pola pikir deduktif, yakni dengan
mengungkapkan teori hukum Islam, dalam hal ini berarti teori qiya@s dan sadd

al-dhari@’ah, kemudian menjelaskan pandangan dan alasan-alasan Ali Akbar
tentang kebolehan praktek sewa rahim, serta kemudian penerapan teori
hukum Islam tersebut terhadap alasan-alasan Ali Akbar tentang kebolehan
praktek sewa rahim.
G. Sistematika Pembahasan
Agar penelitian ini dapat mengarah pada tujuan yang telah ditetapkan,
maka disusun sedemikian rupa secara sistematis yang terdiri dari lima bab,
masing-masing memperlihatkan titik berat yang berbeda namun dalam satu
kesatuan.
Bab kesatu berisi pendahuluan yang meliputi latar belakang masalah,
identifikasi dan batasan masalah, rumusan masalah, kajian pustaka, tujuan
penelitian, kegunaan hasil penelitian, definisi operasional, metode penelitian,
dan sistematika pembahasan.
Bab kedua berisi kerangka konseptual. Dalam bab ini, penulis kemukaan
teori tentang qiya@s dan sadd al-dhari@’ah sebagai pisau analisa terhadap alasanalasan Ali Akbar tentang kebolehan praktek sewa rahim.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

20

Bab ketiga berisi data penelitian, yakni membahas tinjauan umum
tentang praktek sewa rahim kepada ibu pengganti (surrogate mother) yang
meliputi sejarah dan pengertian sewa rahim, fenomena sewa rahim di dunia,
bentuk-bentuk penyewaan rahim, faktor-faktor yang menyebabkan seseorang
melakukan praktek sewa rahim, prosedur sewa rahim, pandangan para ulama
tentang praktek sewa rahim, serta nasab anak yang dilahirkan melalui kasus
penyewaan rahim. Lalu penulis kemukakan tentang Ali Akbar dan alasan-alasan
beliau tentang kebolehan praktek sewa rahim. Lebih spesifik, meliputi profil
dari Ali Akbar, lalu pandangannya tentang praktek sewa rahim kepada ibu
pengganti, serta bagaimana alasan-alasan beliau tentang kebolehan praktek sewa
rahim kepada ibu pengganti.
Bab keempat berisi analisis data, yang memuat analisis hukum Islam
(qiya@s dan sadd al-dhari@ah), terhadap data penelitian yang telah dideskripsikan,
yakni data tentang alasan-alasan Ali Akbar tentang kebolehan praktek sewa
rahim. Semuanya dilakukan guna menjawab masalah penelitian, lalu
menafsirkan dan mengintegrasikan temuan penelitian itu kedalam kumpulan
pengetahuan yang telah mapan, memodifikasi teori yang ada, atau menyusun
teori baru.
Bab kelima berisi penutup, yang meliputi kesimpulan dan saran
penelitian.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

BAB II
TINJAUAN UMUM TENTANG

AL-QIYA@S, DAN SADD AL-DHARI@’AH

A. Tinjauan Umum tentang al-Qiya@s
1.

Pengertian dan Kehujjahan al-Qiya@s

Qiya@s merupakan salah satu dalil-dalil1 s}hara’ atau hukum Islam,
dan ia merupakan salah satu bentuk dari istinba@t,} yakni suatu usaha
penggalian makna dari nas al-Qur’an dan al-Hadith dengan keseriusan hati
dan kekuatan akal. Itu terjadi, karena qiya@s tak dapat lepas dari sumbernya,
yakni al-Quran dan al-Hadith.2
Secara bahasa, kata qiya@s berasal dari bahasa Arab, yang maknanya
sama dengan kata al-taqdi@r (mengukur). Ya, mengukur dalam arti
mengetahui ukuran dari suatu hal. Seperti mengukur kain (baju) dengan

dzira@’ (penggaris), atau mengukur tanah dengan qus}bah (meteran). Istilah
al-taqdi@r itu sendiri, biasanya dikonotasikan kepada perbuatan mengukur
dua

hal,

guna

keseimbangan)

mengatahui

antara

al-musa@wah

keduanya.

Tentu,

(kesesuaian/

al-musa@wah

kesamaan/
(kesesuaian/

1

Dalil adalah sesuatu yang dijadikan pedoman, menurut perundangan yang benar, atas hukum shara’
mengenai perbuatan manusia, baik secara pasti ( qat}’i@) maupun dugaan (z}anni@). Lihat Abdul Waha@b
Khala@f, Ilmu Us}ul@ al-Fiqh, (Jakarta: Al-Haramain, 2004), 20.
2
Fajruddin Fatwa et al., Us}ul@ Fiqh dan Kaidah Fiqhiyah, (Surabaya: IAIN Press, 2013), 49.

21
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

22

kesamaan/ keseimbangan) lah, yang ingin dicapai dari perbuatan al-taqdi@r
itu sendiri.3
Adapun secara istilah, menurut ulama ahli us}ul@ fiqh, qiya@s adalah;4

‚Menghubungkan suatu kejadian yang hukumnya tak terdapat dalam
nas}, kepada kejadian yang hukumnya terdapat dalam nas}. Kejadian
yang belum ada hukumnya tadi, dihukumi sama dengan kejadian
yang telah ada petunjuknya dalam nas}, karena adanya kesamaan
antar keduanya dari segi illah (sifat) hukumnya‛.
Untuk lebih mudah dalam memahami definisi qiya@s, penulis
kemukakan

sebuah

contoh.

Dalam

menghukumi

(pemakaian/pengedaran), seorang mujtahid

sebuah

ganja

tentu tak akan pernah

menemukan dalil/petunjuknya secara eksplisit dalam al-Qur’an maupun alHadith, karena hal/kejadian tersebut merupakan hal yang baru. Oleh
karenanya, seorang mujtahid perlu mengerahkan kekuatan akalnya guna
mencari jawaban atas hal tersebut. Melalui qiya@s lah, jawaban tersebut
ditemukan. Pemakaian ganja dihubungkan dengan meminum khamr. Dalam
al-Qur’an (al-Ma@’idah ayat 93), secara eksplisit haram hukumnya meminum

khamr. Sehingga, pemakaian ganja pun dihukumi haram, karena
dihubungkan/disamakan dengan hukum meminum khamr. Keduanya

3
4

Wahbat al-Zuhaili, Us}u@l al-Fiqh al-Isla@mi@ Juz I, (Damaskus: Da@r al-Fikr, 1986), 601.
Abdul Waha@b Khala@f, Ilmu Us}ul@ al-Fiqh..., 52.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

23

disamakan karena ada kesamaan antar keduanya, yakni sama sama
memabukkan atau merusak fikiran.5
Mayoritas ulama menetapkan qiya@s

sebagai dalil shara’ dengan

berdasarkan al-Qur’an, al-Hadith, perbuatan sahabat, serta dalil aqli (akal).
Dalam al-Qur’an misalnya, terdapat dalam surat al-Nisa@’ ayat 59. Ayat
tersebut menyatakan bahwa jika terjadi pertentangan dalam suatu perkara,
maka kita diperintahkan untuk mengembalikan kepada Allah dan RasulNya. Nah, termasuk juga mengembalikan perkara yang tak ada nas}nya,
kepada perkara yang ada nas}nya, yang dikenal dengan qiya@s (analog).6
Al-Hadith pun demikian. Hadith yang sangat terkenal yang
digunakan sebagai dasar kehujjahan qiya@s

adalah riwayat tentang

perbincangan Rasulullah tatkala membai’at Mu’a@dh bin Jabal sebagai
walikota Yaman.7 Para sahabat pun seringkali berijtihad dengan
menggunakan qiya@s. Seperti tatkala sahabat mengqiya@s kan khila@fah dengan

ima@mah dalam shalat. Abu Bakar terpilih menjadi kha@lifah, karena beliau
pernah menjadi pengganti ima@mah dalam shalat sewaktu nabi sakit.8
Secara logika pun, qiya@s dapat diterima, karena nas}-nas} al-Qur’an
maupun al-Hadith terbatas. Sedangkan, peristiwa yang terjadi pada manusia
tidaklah terbatas. Oleh karena itu, bagaimana mungkin, nas} yang terbatas
5

Fajruddin Fatwa et al., Us}u@l Fiqh dan Kaidah Fiqhiyah..., 53.
Ibid., 51. Lihat juga Abdul Waha@b Khala@f, Ilmu Us}ul@ al-Fiqh..., 54.
7
Ibid.
8
Ibid., 52. Lihat juga Abdul Waha@b Khala@f, Ilmu Us}ul@ al-Fiqh..., 57.

6

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

24

dapat menjawab masalah yang tak terbatas? Untuk itu, maka sangatlah
dibutuhkan qiya@s dalam pemecahannya.9
2. Rukun dan Syarat al-Qiya@s
Rukun adalah suatu bagian yang tak boleh terpisahkan dari suatu
kesatuan, dalam hal ini berarti kesatuan qiya@s. Jika melihat definisi qiya@s, maka
dari definisi tersebut, ditemukan sebanyak empat bagian (unsur) yang harus ada
dalam suatu qiya@s. Keempatnya adalah al-as}l, al-far’, hukm al-as}l, dan al-illah.10
Penjelasannya sebagai berikut;

Pertama, al-ashl (pokok). Ia adalah sesuatu yang hukumnya termuat
dalam nas} maupun ijma@’. Seperti khamr yang hukumnya termuat dalam alQur’an.11 Dapat juga disebut dengan al-maqi@s alayh (yang dijadikan tempat
melakukan qiya@s )/al-mushabbah bih (tempat menyerupakannya)/al-mah}mu@l

alayh (tempat membandingkannya).12
Adapun syarat dari al-as}l itu sendiri adalah ia bukanlah sebuah al-far’,
artinya ketetapan hukum dari al-as}l, bukanlah dari sebuah qiya@s, dengan kata
lain al-as}l telah tetap hukumnya dalam nas}.13

Kedua, al-far’ (cabang). Ia adalah kejadian atau hal yang belum
ditemukan hukumnya dalam nas}, atau ijma@’, contohnya seperti al-nabi@dh

9

Ibid., 53. Lihat juga Abdul Waha@b Khala@f, Ilmu Us}ul@ al-Fiqh..., 58.
Wahbat al-Zuh}ayli@, Us}u@l al-Fiqh al-Isla@mi@ Juz I, 605. Lihat juga Abdul Waha@b Khala@f, Ilmu Us}u@l
al-Fiqh..., 60., Fajruddin Fatwa et al., Us}ul@ Fiqh dan Kaidah Fiqhiyah..., 53.
11
Ibid., 605.
12
Fajruddin Fatwa et al, Us}ul@ Fiqh dan Kaidah Fiqhiyah..., 53.
13
Wahbat al-Zuh}ayli@, Us}u@l al-Fiqh al-Isla@mi@ Juz I..., 634.
10

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

25

(anggur).14 Dapat juga disebut dengan al-maqi@s (sesuatu yang akan
disamakan)/al-mah}mu@l

(sesuatu

yang

akan

dibandingkan)/al-mushabbah

(sesuatu yang akan diserupakan). Hal inilah yang nantinya akan disamakan
hukumnya dengan al-as}l.15
Adapun syarat daripada al-far’ itu sendiri adalah hukum dari al-far’
(setelah diqiya@skan), tidak boleh bertentangan dengan nas} atau ijma@’. Jika tidak
demikian, maka qiya@snya menjadi fa@sid (batal).

Contohnya, mensyaratkan

keimanan, dalam hal memerdekakan budak pada kasus kafa@rah sumpah,
diqiya@skan dengan kasus kafa@rah pembunuhan. Qiya@s tersebut batal, karena
bertentangan dengan al-Qur’an, surat al-Ma@’idah ayat 89.16

Ketiga, hukm al-as}l. Ia adalah hukum yang termuat dalam al-as}l, yang
akan diterapkan (dikembangkan) pada al-far’. Contohnya seperti haram
meminum khamr.17 Adapun syarat hukm al-as}l itu sendiri adalah sebagai
berikut;18
a.

Hukm al-as}l tidak berupa hukum yang dikhususkan, dalam arti harus
bersifat muta’addiyah (dapat dikembangkan). Jika tidak demikian, maka
hukumnya tak dapat dikembangkan. Seperti kekhususan tentang

14

Ibid., 606.
Abdul Waha@b Khala@f, Ilmu Us}ul@ al-Fiqh..., 60. Lihat juga Fajruddin Fatwa et al, Us}ul@ Fiqh dan
Kaidah Fiqhiyah..., 53.
16
Wahbat al-Zuh}ayli@, Us}ul@ al-Fiqh al-Isla@mi@ Juz I..., 645.
17
Ibid., 606.
18
Fajruddin Fatwa et al., Us}ul@ Fiqh dan Kaidah Fiqhiyah..., 54.
15

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

26

perkawinan lebih dari empat istri yang dilakukan oleh nabi Muhammad
SAW.
b.

Hukm al-as}l tergolong hukum yang illahnya dapat dipahami oleh akal. Hal
ini, karena prinsip qiya@s

adalah menetapkan

illat hukm al-as}l, dan

menerapkannya pada al-far’. Sementara itu, hukum yang bersifat

ta’abbudi@ tidak dapat dilakukan qiya@s. Seperti pembatasan bilangan rakaat
pada shalat lima waktu, bagian-bagian ash}ab@ al-furu@d}, ukuran h}ad dan

kafa@rah, dan sebagainya.19
c.

Hukm al-as}l harus berdasarkan al-Qur’an atau al-Hadith, termasuk ijma@’
(menurut pendapat yang kuat). Juga bukan berupa qiya@s. Sementar