Perjanjian Sewa Menyewa Rahim Dengan Mempergunakan Ibu Pengganti Dari Perspektif Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

(1)

i

MEMPERGUNAKAN IBU PENGGANTI DARI

PERSPEKTIF KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM

PERDATA

GEDE WISNU YOGA MANDALA NIM. 1216051081

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

2016


(2)

ii

SKRIPSI

PERJANJIAN SEWA MENYEWA RAHIM DENGAN

MEMPERGUNAKAN IBU PENGGANTI DARI

PERSPEKTIF KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM

PERDATA

Skripsi ini dibuat untuk memperoleh Gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Udayana

GEDE WISNU YOGA MANDALA NIM. 1216051081

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

2016


(3)

(4)

(5)

v

atas limpahan Asung Kertha Wara Nugraha-Nya, akhirnya skripsi ini yang berjudul “Perjanjian Sewa Menyewa Rahim Dengan Mempergunakan Ibu Pengganti Dari Perspektif Kitab Undang-Undang Hukum Perdata” dapat diselesaikan tepat pada waktunya guna memenuhi syarat untuk memperoleh gelar kesarjanaan dalam bidang hukum pada fakultas hukum Universitas Udayana.

Dalam penyusunan skripsi ini penulis telah banyak mendapatkan bantuan serta petunjuk-petunjuk dari berbagai pihak sehingga dapat terselesaikan dengan baik oleh karena itu melalui kesempatan ini penulis menghaturkan banyak terima kasih kepada :

1. Bapak Prof. Dr. I Gusti Ngurah Wairocana, SH.,MH Dekan Fakultas Hukum Universitas Udayana.

2. Bapak I Ketut Sudiarta, SH.,MH Pembantu Dekan I Fakultas Hukum Universitas Udayana.

3. Bapak I Nyoman Bela Siki Layang, SH.,MH Pembantu Dekan II Fakultas Hukum Universitas Udayana.

4. Bapak I Wayan Suardana, SH.,MH Pembantu Dekan III Fakultas Hukum Universitas Udayana.

5. Bapak A.A. Gede Oka Parwata, SH.,Msi Ketua Program Ekstensi Fakultas Hukum Universitas Udayana.


(6)

vi

6. Bapak A.A. Ketut Sukranatha, SH.,MH Sekretaris Program Ekstensi Fakultas Hukum Universitas Udayana

7. Bapak Dr. I Wayan Wiryawan, SH.,MH Ketua Bagian Hukum Perdata Fakultas Hukum Universitas Udayana.

8. Bapak Dr. Dewa Gede Rudy, SH.,M.Hum Pembimbing I di Fakultas Hukum Universitas Udayana yang telah membimbing dengan penuh kesabaran serta memberi masukkan dan arahan dalam penyusunan skripsi ini sehinggga dapat terselesaikan dengan baik.

9. Bapak Suatra Putrawan, SH.,MH Pembimbing II di Fakultas Hukum Universitas Udayana yang telah membimbing dengan penuh kesabaran serta memberi masukkan dan arahan dalam penyusunan skripsi ini sehinggga dapat terselesaikan dengan baik.

10.Bapak I Wayan Suarbha, SH Pembimbing Akademik di Fakultas Hukum Universitas Udayana yang telah memberikan petunjuk selama mengikuti perkuliahan.

11.Segenap Bapak dan Ibu Dosen di Fakultas Hukum Universitas Udayana yang telah banyak memberikan dorongan dalam proses belajar mengajar sehingga penulisan skipsi ini dapat terselesaikan tepat pada waktunya. 12.Seluru Staf dan Kariawan yang ada di Fakultas Hukum Universitas

Udayana yang telah banyak membantu dalam penyelesaian administrasi. 13.Seluruh Pegawai Perpustakaan di Fakultas Hukum Universitas Udayana


(7)

vii

15.Saudara tercinta, Aditya Sastra Nugraha dan Komang Bagas Kara yang telah memberikan dukungan segenap hati untuk penyusunan skripsi ini. 16.Semua sahabat se-Angkatan 2012 yang senasib dan seperjuangan selama

melaksanakan perkuliahan di Fakultas Hukum Universitas Udayana yang telah memberikan dukungan dan semangat serta doa kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa pengetahuan dan pengalaman penulis belum merupakan jaminan akan kesempurnaan skripsi ini. Oleh karena itu penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan.

Dalam segala kekurangan ini, penulis persembahkan kepada pembaca semua, sehingga saran dan masukkan yang bersifat membangun sangat diharapkan demi kesempurnaan skripsi ini,

Sebagai akhir kata penulis mengucapkan teriman kasih kepada semua pihak yang telah mendorong dan membantu selama proses penyusunan skripsi ini. Semoga amal baiknya mendapat rahmat dari Tuhan Yang Maha Esa.

Om Shanti, Shanti, Shanti, Om

Denpasar, 29 Pebruari 2016


(8)

(9)

ix

HALAMAN PRASYARAT GELAR SARJANA HUKUM ... ii

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING/PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PENGESAHAN PANITIA PENGUJI SKRIPSI ... iv

KATA PENGANTAR ... v

HALAMAN SURAT PERNYATAAN KEASLIAN ... viii

DAFTAR ISI ... ix

ABSTRAK ... xiii

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah ... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 6

1.3. Ruang Lingkup Masalah ... 6

1.4. Orisinalitas Penelitian ... 7

1.5. Tujuan Penelitian ... 8

1.5.1.Tujuan Umum ... 8

1.5.2.Tujuan Khusus ... 9

1.6. Manfaat Penelitian ... 9

1.6.1.Manfaat Teoritis ... 9

1.6.2.Manfaat Praktis ... 9

1.7. Landasan Teoritis ... 10


(10)

x

1.8.1.Jenis Penelitian ... 13

1.8.2.Jenis Pendekatan ... 14

1.8.3.Bahan Hukum ... 15

1.8.4.Teknik Pengumpulan Bahan Hukum ... 16

1.8.5.Teknik Analisis ... 17

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN SEWA MENYEWA RAHIM IBU PENGGANTI (SURROGATE MOTHER) 2.1. Perjanjian ... 18

2.1.1.Pengertian Perjanjian ... 18

2.1.2.Syarat Sahnya Suatu Perjanjian ... 21

2.1.3.Obyek dan Subyek Perjanjian ... 25

2.1.4.Unsur-Unsur Perjanjian ... 27

2.1.5.Asas-Asas Perjanjian ... 28

2.1.6.Jenis-Jenis Perjanjian ... 32

2.2. Sewa Menyewa Rahim dengan Mempergunakan Ibu Pengganti (Surrogate Mother) ... 34

2.2.1.Pengertian Sewa Menyewa Rahim dengan Mempergunakan Ibu Pengganti (Surrogate Mother) ... 34

2.2.2.Motivasi Dilakukannya Sewa Menyewa Rahim dengan Mempergunakan Ibu Pengganti (Surrogate Mother) ... 36


(11)

xi

(Surrogate Mother) di Indonesia ... 40

BAB III PENGATURAN PERJANJIAN SEWA MENYEWA

RAHIM DENGAN MEMPERGUNAKAN IBU

PENGGANTI

3.1. Pengaturan Sewa Menyewa Rahim dengan Mempergunakan Ibu Pengganti Menurut Hukum Kesehatan di Indonesia ... 44 3.2. Pengatuan Perjanjian Sewa Rahim dengan Mempergunakan Ibu

Pengganti Menurut KUHPerdata ... 48 3.2.1.Perjanjian Sewa Menyewa Rahim dengan Mempergunakan Ibu

Pengganti Ditinjau dari Perspektif Hukum Perjanjian ... 48 3.2.2.Perjanjian Sewa Menyewa Rahim dengan Mempergunakan Ibu

Pengganti Ditinjau dari Perspektif Hukum Kebendaan ... 56 3.2.3.Perjanjian Sewa Menyewa Rahim dengan Mempergunakan Ibu


(12)

xii

BAB IV STATUS HUKUM ANAK YANG DILAHIRKAN DARI

PROSES SEWA MENYEWA RAHIM DENGAN MEMPERGUNAKAN IBU PENGGANTI

4.1. Status Hukum Anak yang Dilahirkan dari Proses Sewa Menyewa Rahim dengan Mempergunakan Ibu Pengganti Menurut KUHPerdata ... 62 4.2. Hak-hak Anak Hasil dari Proses Sewa Menyewa Rahim dengan

Mempergunakan Ibu Pengganti ... 65 4.3. Hak Mewaris Anak Hasil dari Proses Sewa Menyewa Rahim dengan

Mempergunakan Ibu Pengganti ... 67

BAB V PENUTUP

5.1. Kesimpulan ... 70 5.2. Saran ... 71


(13)

xiii

oleh teknologi kedokteran terkini yaitu dengan cara pembuahan luar rahim pasangan suami istri tersebut ditanam ke rahim wanita lain, dengan suatu perjanjian yang mana wanita tersebut harus mau mengandung, melahirkan dan menyerahkan kembali bayinya dengan imbalan sejumlah materi. Hal inilah yang disebut sebagai sewa rahim (gestational agreement) ibu pengganti (Surrogate Mother). Sehingga permasalahan yang muncul bagaimanakah pengaturan tentang perjanjian sewa menyewa rahim dengan mempergunakan ibu pengganti serta bagaimanakah status hukum anak yang dilahirkan dari proses sewa menyewa rahim dengan mempergunakan ibu pengganti. Untuk memberikan kepastian hukum.

Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini termasuk dalam kategori/jenis penelitian hukum normatif, yaitu penelitian hukum kepustakaan atau penelitian hukum yang didasarkan pada data sekunder. Kemudian dianalisis secara interpretasi.

Pengaturan perjanjian sewa menyewa rahim ibu pengganti menurut Pasal 1320 KUHPerdata mengenai syarat sahnya perjanjian, perjanjian ini tidak sah dan tidak mempunyai kekuatan mengikat dikarenakan syarat kausa yang halal dalam perjanjian sewa menyewa rahim ibu pengganti tidak terpenuhi, bertentangan dengan peraturan Perundang-undangan, dalam hal ini bertentangan dengan Pasal 127 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dan Pasal 40 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 61 Tahun 2014 tentang Kesehatan Reproduksi. Menurut hukum perdata status hukum anak hasil sewa rahim adalah merupakan anak angkat bagi pihak yang menyewa rahim tersebut. Dianggap anak angkat dikarenakan tidak sahnya perjanjian sewa menyewa rahim ibu pengganti. Anak angkat ini menggantikan kedudukan anak kandung. Dengan demikian ia berhak untuk mendapatkan warisan dari orang tua yang mengangkatnya (pewaris). Disarankan agar pasangan suami istri yang tidak bias memperoleh keturunan secara alamiah tidak melakukan perjanjian sewa menyewa rahim.

Kata Kunci : Sewa Rahim, Ibu Pengganti, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata


(14)

xiv

ABSTRACT

One method of in vitro ferttilization where the wife could not conceive, but the egg cell is still good, then there is one solution offered by medical technology current is by way of fertilization outside the womb couples are implanted into the woman's uterus other, with an agreement in which the woman must be willing pregnant, give birth and handed back the baby in exchange for some material. This is called a lease womb (gestational agreement) surrogacy (Surrogate Mother). So that the problems that arise how the regulation of the lease agreement with the use of surrogate mothers womb and how the legal status of children born out of the lease by using the surrogate mother's womb. In order to provide legal certainty.

The method used in writing this essay included in the category / type of normative legal research, namely legal research or legal research literature that is based on secondary data. Then analyzed the interpretation.

Arrangement lease agreement womb of a surrogate mother in accordance with Article 1320 of the Civil Code regarding the terms validity of the agreement, this agreement is not valid and has no binding force because the condition causes kosher in the lease agreement womb of a surrogate mother is not met, contrary to the rules legislation, in this case contrary to Article 127 paragraph (1) letter a of Law Number 36 Year 2009 on Health and Article 40 of the Indonesia Government Regulation No. 61 Year 2014 About Reproduction health. According to the civil law legal standing rental yields womb child is a foster child for those who are renting the uterus. Considered a foster child because it unlawful agreement renting the uterus af a surrogate mother. It replaces the position adopted children biological children. As such he is entitled to inherit from a parent who appointed him (heir). It is recommended that couples who are not biased to conceive naturally can not do a lease agreement womb.


(15)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Seorang anak memiliki arti yang sangat penting dalam sebuah kehidupan rumah tangga, karena tujuan sebuah perkawinan selain untuk membangun mahligai rumah tangga yang bahagia dan sejahtera, juga untuk mempersatukan keluarga dan meneruskan keturunan dari satu generasi ke generasi berikutnya, sehingga tidak heran jika banyak pasangan suami istri yang baru melangsungkan perkawinan begitu mendambakan kehadiran seorang anak dalam kehidupan rumah tangganya. Anak merupakan pemberian Tuhan yang paling berharga bagi kedua orang tuanya, serta akan memberikan kesempurnaan ikatan cinta dan kasih sayang di antara mereka. Pada umumnya orang tua berharap kelak seorang anak akan mampu mewujudkan harapan dan cita-citanya yang belum tercapai, sedangkan di sisi lain anak juga akan menjadi pewaris dari harta dan kekayaan yang ditinggalkan orang tuanya ketika ia meninggal dunia.

Setiap keluarga (pasangan suami-istri) pasti menginginkan adanya pelanjut keturunannya (dalam hal ini memiliki anak). Hal tersebut wajar dan manusiawi, mengingat salah satu tujuan hidup manusia adalah melanjutkan keturunannya. Hal ini sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (selanjutnya disebut UU Perkawinan) yang menyebutkan bahwa tujuan perkawinan adalah membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Suatu keluarga disamping terdiri dari suami dan istri juga terdapat anak-anak didalamnya.


(16)

2

Melanjutkan keturunan merupakan hak asasi setiap manusia sebagai pemenuhan atas fungsi pranata keluarga. Hak ini diatur antara lain pada Pasal 28B ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUDNRI), Pasal 16 ayat (1) Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM), Pasal 23 ayat (2) Kovenan Internasional tentang Hak-hak Sipil dan Politik (ICCPR), Pasal 10 Kovenan Internasional tentang Hak-hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya (ICESCR), Pasal 2 piagam HAM Tap MPR Nomor XVII/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia, dan Pasal 10 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (UU HAM). Dengan demikian, negara wajib menjamin warga negaranya untuk melanjutkan keturunan dan membentuk keluarga sebagai perlindungan terhadap hak asasi manusia.1

Kehidupan keluarga bahagia, umumnya antara lain ditentukan oleh kehadiran anak-anak. Tapi pada kenyataannya, kehadiran anak yang didambakan itu ada yang tidak terwujud. Hal ini disebabkan karena pasangan suami istri tersebut mengalami infertilitas. Infertilitas adalah suatu kondisi dimana pasangan suami-istri belum mampu memiliki anak walaupun telah melakukan hubungan seksual sebanyak 2-3 kali seminggu dalam kurun waktu 1 tahun dengan tanpa menggunakan alat kontrasepsi dalam bentuk apapun.2 Selain itu ada banyak lagi masalah kesehatan yang menyebabkan seseorang tidak bisa memiliki keturunan secara alami diantaranya: 1. Masalah saluran telur yaitu saluran telur tidak berfungsi dengan baik, atau tidak memungkinkan terjadinya pertemuan antara sel

1Sista Noor Elvina, 2014, “

Perlindungan Hukum Hak Untuk Melanjutkan Keturunan Dalam Surrogate Mother”, Jurnal Hukum Bisnis, Fakultas Hukum Universitas Brawijaya, Malang, hal. 3.

2

Tono Djuantono, et. al., 2008, Panduan Medis Tepat dan Terpercaya untuk Mengatasi Kemandulan Hanya 7 Hari, Memahami Infertilitas, Refika Aditama, Bandung, hal.1.


(17)

telur dengan sperma, sehingga pembuahan tidak terjadi, walaupun pembuahan bisa terjadi, kemungkinan embrio tidak masuk ke rongga rahim, sehingga terjadi kehamilan di luar kandungan. 2. Masalah sperma yaitu a. jumlah sperma sangat sedikit (<10 juta/cc), sebagian besar sperma tidak bergerak (30%), b. serakan sperma sangat lambat (Astenozoospermia), c. sperma tidak keluar bersama air mani (Azoospermia). 3. Endometriosis berat adalah Kondisi dimana kelenjar dinding rahim tumbuh abnormal, pada endometriosis berat, kecil kemungkinan bisa terjadi kehamilan alami. 4. Unexplained infertility adalah ketidak suburan yang tidak diketahui penyebabnya, pembuahan normal sebenarnya bisa dilakukan, tapi tidak kunjung berhasil karena tidak bisa diketahui apakah sperma dapat bertemu dengan sel telur, atau sperma dapat menembus sel telur untuk melakukan pembuahan. 5. Antibodi Antisperma yaitu adanya antibodi terhadap sperma suami pada istri, atau adanya antibodi pada sperma itu sendiri (sperma seperti memakai

“helm”, sehingga tidak bisa menembus sel telur), sehingga menghambat

terjadinya pembuahan.3 Masalah kesehatan reproduksi yang terjadi terkadang menjadi permasalahan dalam rumah tangga. Apalagi terhadap masyarakat yang adat istiadatnya kaku mengharuskan memiliki anak sebagai pelanjut keturunannya.

Menghadapi hal tersebut hukum memberikan peluang untuk melakukan pengangkatan anak (adopsi) anak orang lain sehingga dianggap sebagai anaknya sendiri. Namun tidak sedikit pasangan suami istri yang menginginkan anak dari

3

Rosana Dwi Rianti, 2013, “Alasan dan Dampak Mengikuti Bayi Tabung”, URL: https://keperawatanreligionrosanadwirianti.wordpress.com/2013/06/04/alasan-dan-dampak mengikuti-bayi-tabung/, diakses tanggal 17 Januari 2016.


(18)

4

benihnya sendiri (anak kandung) padahal pasangan tersebut tidak dapat memperoleh keturunan secara alamiah. Perkembangan bioteknologi reproduksi memberikan solusi bagi pasangan suami istri yang mengalami permasalahan reproduksi. Perkembangan bioteknologi reproduksi melahirkan metode penyimpanan sprema yang dilanjuti cara kehamilan diluar rahim yang dikenal dengan nama program bayi tabung (in vitro fertization). Salah satu metode program bayi tabung yang mana sang istri tidak bisa mengandung, tetapi sel telurnya masih baik, maka ada satu solusi yang ditawarkan oleh teknologi kedokteran terkini yaitu dengan cara pembuahan luar rahim pasangan suami-istri tersebut ditanam ke rahim wanita lain, dengan suatu perjanjian yang mana wanita tersebut harus mau mengandung, melahirkan dan menyerahkan kembali bayinya dengan imbalan sejumlah materi. Hal inilah yang disebut sebagai Surrogate Mother atau sewa rahim (gestational agreement).4

Proses sewa menyewa rahim ibu tumpang cukup menjanjikan terhadap penanggulangan beberapa kasus pasangan suami istri yang tidak mempunyai keturunan. Sewa menyewa rahim dengan mempergunakan ibu pengganti (Surrogate Mother) banyak dilakukan oleh negara-negara yang sistem hukumnya memperbolehkan terjadinya donasi sel gamet, yaitu sel sperma dan sel ovum. Beberapa negara yang memungkinkan terjadinya perikatan Surrogate Mother,

yaitu Inggris, Amerika Serikat, Austria, Jerman, Denmark, Finlandia, Prancis,

4

Desriza Ratman, 2012, Seri Hukum Kesehatan Surrogate mother dalam Perspektif Etika dan Hukum : Bolehkah Sewa rahim di Indonesia ?, PT Elex Media Komputindo, Jakarta, hal. vii-viii.


(19)

Israel, Jepang, Norwegia, Singapura (donasi sel sperma) sedangkan negara donasi sel ovum diantaranya Amerika Serikat, Inggris, Austria, Israel.5

Pelaksanaan sewa menyewa rahim ibu pengganti dapat memberikan solusi bagi pasangan suami istri yang menginginkan keturunan dari benihnya sendiri, namun dibalik fungsinya dan pelaksanaannya yang memiliki manfaat terdapat juga kendala dalam pelaksanaannya, dimana adanya pro dan kontra pelaksanaan sewa menyewa rahim ibu pengganti dalam masyarakat, khususya bagi kalangan tokoh agama menolak pelaksanaan tersebut dikarenakan bertentangan dengan ajaran agama, disamping itu juga pelaksanaan sewa menyewa rahim dengan mempergunakan ibu pengganti lebih banyak bermuatan ekonomisnya dibandingkan dengan kepentingan urgensi pelanjutan keturunannya. Ditambah pula pelaksanaan sewa menyewa dengan menggunakan rahim ibu pengganti belum memiliki landasan hukum yang kuat dalam pelaksanaannya.

Hukum positif Indonesia belum mengatur (masih kosong norma) berkenaan dengan pelaksanaan sewa menyewa rahim dengan mempergunakan ibu pengganti. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (selanjutnya disingkat KUHPerdata), Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, Undang-Undang Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesahatan dan Peraturan Menteri Kesahatan belum jelas mengatur perihal tentang perjanjian sewa menyewa rahim dengan mempergunakan ibu pengganti. Oleh karena itu mendorong keinginan penulis untuk melakukan penelitian hukum berkenaan dengan pengaturan tentang perjanjian sewa menyewa rahim dengan mempergunakan ibu pengganti serta

5


(20)

6

status hukum anak yang dilahirkan dari proses sewa menyewa rahim dengan mempergunakan ibu pengganti dan kemudian menuangkannya dalam bentuk skripsi dengan judul “PERJANJIAN SEWA MENYEWA RAHIM DENGAN MEMPERGUNAKAN IBU PENGGANTI DARI PERSPEKTIF KITAB

UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA”

1.2. Rumusan Masalah

Dari latar belakang masalah sebagaimana yang telah diuraikan di atas, maka dapatlah diajukan beberapa permasalahan yang merupakan pokok bahasan dalam tulisan ini. Permasalahan-permasalahan tersebut apabila dirumuskan adalah sebagai berikut:

1. Bagaimanakah pengaturan tentang perjanjian sewa menyewa rahim dengan mempergunakan ibu pengganti ?

2. Bagaimankah status hukum anak yang dilahirkan dari proses sewa menyewa rahim dengan mempergunakan ibu pengganti ?

1.3. Ruang Lingkup Masalah

Mengingat begitu luasnya permasalahan yang dapat diangkat, maka dipandang perlu adanya pembatasan mengenai ruang lingkup masalah yang akan dibahas nanti. Adapun permasalahan pertama dibatasi hanya pada bagaimanakah pengaturan tentang perjanjian sewa menyewa rahim dengan mempergunakan ibu pengganti sedangkan permasalahan kedua membahas mengenai bagaimanakah


(21)

status hukum anak yang dilahirkan dari proses sewa menyewa rahim dengan mempergunakan ibu pengganti.

1.4. Orisinalitas Penelitian

Dengan ini penulis menyatakan bahwa tulisan yang berjudul Perjanjian Sewa Menyewa Rahim Dengan Mempergunakan Ibu Pengganti Dari Perspektif Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, adalah sepenuhnya hasil dari pemikiran dan tulisan yang ditulis oleh penulis sendiri dengan menggunakan 2 (dua) skripsi sebagai referensi. Beberapa penelitian yang ditelusuri berkaitan dengan penelitian ini dapat dikemukakan sebagai berikut :

No Judul Skripsi Penulis Rumusan Masalah

1 Status Hukum Anak Bayi Tabung dan Hak Kewarisannya dalam Hukum Islam

Anas Ibnu Safaruddin

1. Bagaimana Status hukum anak bayi tabung dengan melalui donor (sperma atau ovum dan sewa Rahim) ?

2. Bagaimana hak kewarisan anak bayi tabung dengan melalui donor dalam kewarisan islam ?


(22)

8

2 Perlindungan Hukum terhadap pasien sebagai konsumen jasa dibidang pelayanan medis berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

L Niken Rosari

1. Bagaimana Substansi materi yang diatur di dalam KUHPerdata berkaitan dengan perlindungan hukum terhadap pasien sebagai konsumen jasa dibidang pelayanan medis ?

2. Bagaimana bentuk perlindungan terhadap pasien sebagai konsumen jasa dibidang pelayanan medis ?

1.5. Tujuan Penelitian 1.5.1. Tujuan Umum

1. Untuk memenuhi persyaratan akademis dalam menyelesaikan studi di Fakultas Hukum Universitas Udayana;

2. Untuk melatih diri dalam menyampaikan pikiran ilmiah secara tertulis;

3. Untuk melaksanakan Tri Dharma Perguruan Tinggi, khususnya pada bidang penelitian;


(23)

1.5.2. Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui tentang pengaturan perjanjian sewa menyewa rahim dengan mempergunakan ibu pengganti.

2. Untuk mengetahui status hukum anak yang dilahirkan dari proses sewa menyewa rahim dengan mempergunakan ibu pengganti.

1.6. Manfaat Penelitian 1.6.1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan kajian atau bahan penelitian lebih lanjut, serta menambah informasi mengenai aspek hukum sewa menyewa rahim dengan mempergunakan ibu pengganti dalam perspektif KUHPerdata.

1.6.2. Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai masukan dan memberikan informasi kepada pihak-pihak yang terlibat dalam pengimplementasi hukum kesehatan khususnya mengenai pengaturan parjanjian sewa menyewa rahim ibu pengganti dan juga status hukum anak yang dilahirkan dari perjanjian tersebut dalam KUHPerdata sehingga diharapkan dalam pelaksanaanya tersebut terdapat penjelasan hukum yang jelas sehingga tidak menimbulkan konflik dalam penerapan hukumnya.


(24)

10

1.7. Landasan Teoritis

a. Teori Hukum Perjanjian

Teori Perjanjian digunakan untuk membahas kedudukan perjanjian sewa menyewa rahim dengan menggunakan ibu pengganti menurut KUHPerdata.

Teori hukum perjanjian pertama kali dicetuskan oleh John Locke yaitu ketika John Locke menerangkan terbentuknya sebuah negara didasari adanya perjanjian dari masyarakat yang menginginkan berdirinya negara tersebut. Dengan demikian, tujuan berdirinya negara untuk menjamin dan melindungi milik pribadi setiap warga negara yang mengadakan perjanjian tersebut. Selain itu kuasa dalam perjanjian ini adalah hak untuk menentukan bagaimana setiap manusia mempertahankan diri, dan hak untuk menghukum setiap pelanggar hukum kodrat yang berasal dari Tuhan.6

Pasal 1313 KUHPerdata menjelaskan perjanjian sebagai suatu perbuatan dengan mana satu pihak atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih.

Menurut Doktrin Teori Lama perjanjian adalah perbuatan hukum berdasarkan kata sepakat untuk menimbulkan akibat hukum. Adapun unsur-unsur perjanjian menurut teori lama adalah adanya perbuatan hukum, penyesuaian kehendak dari beberapa orang, persesuaian kehendak harus dinyatakan, perbuatan hukum terjadi karena kerja sama antara dua orang

6 Samuel Cibro, 2015, “Konsekuensi Hukum Gugatan Perjanjian Sewa Rumah Tanpa

Jangka Waktu Setelah Berlakunya Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1992 Jo Undang-Undang Nomor 1 tahun 2011 Tentang Perumahan dan Pemukiman”, Tesis, Program Studi Kenotariatan Program Pascasarjana Universitas Udayana, Denpasar, hal.23-24.


(25)

atau lebih pernyataan kehendak yang sesuai harus saling bergantung satu sama lain, kehendak ditujukan untuk menimbulkan akibat hukum, akibat hukum itu untuk kepentingan yang satu atas beban yang lain atau timbal balik, dan persesuaian kehendak harus dengan mengingat peraturan perundang-undangan.7 Sedangkan Doktrin Teori baru yang dikemukakan oleh Van Dunne, perjanjian adalah suatu hubungan hukum antara dua pihak atau lebih berdasarkan kata sepakat untuk menimbulkan akibat hukum. Teori baru ini tidak hanya memandang perjanjian semata-mata, tetapi juga harus dilihat perbuatan sebelumnya atau mendahuluinya. Ada tiga tahap dalam membuat perjanjian menurut teori ini yaitu tahap prakontraktual, ialah adanya penawaran dan penerimaan, tahap kontraktual, ialah adanya pesesuaian pernyataan kehendak antara para pihak dan tahap post kontraktual ialah pelaksanaan perjanjian.8

Dalam membuat suatu perjanjian harus memperhatikan ketentuan Pasal 1320 KUHPerdata yaitu: “(1) Sepakat, (2) Cakap, (3) Hal tertentu dan (4) Sebab yang halal.” Dalam Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata dijelaskan bahwa perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Artinya, perjanjian yang dibuat oleh para pihak ditentukan isinya oleh para pihak dan tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, ketertiban umum dan kesusilaan. Selain itu, ketentuan ini memiliki suatu kekuatan mengikat karena perjanjian yang dibuat memiliki kekuatan mengikat layaknya sebagai suatu undang-undang

7

Salim H.S. 2008, Hukum Kontrak Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak, Sinar Grafika, Jakarta, (selanjutnya disingkat Salim HS I), hal. 25

8 Ibid,


(26)

12

bagi para pihak yang membuatnya. Itikad baik dalam suatu perjanjian sangat penting sebab dengan adanya itikad baik maka para pihak akan melaksanakan perjanjian sebagaimana yang telah disepakati hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 1338 ayat (3) KUHPerdata yang menyatakan bahwa

“Persetujuan harus dilaksanakan dengan itikad baik.”

a. Teori Kepastian Hukum

Menurut Utrecht, hukum bertugas menjamin adanya kepastian hukum

(rechhtszekerheid) dalam pergaulan manusia. Dalam tugas itu terdapat 2 (dua) tugas lain, yaitu harus menjamin keadilan serta hukum bertugas polisionil (politionele taak van het recht) yang berarti hukum menjaga agar dalam masyarakat tidak terjadi main hakim sendiri.9

Teori kepastian hukum mengandung 2 (dua) pengertian yaitu pertama adanya aturan yang bersifat umum membuat individu mengetahui perbuatan apa yang boleh atau tidak boleh dilakukan, dan kedua berupa keamanan hukum bagi individu dari kesewenangan pemerintah, karena dengan adanya aturan hukum yang bersifat umum itu individu dapat mengetahui apa saja yang boleh dibebankan atau dilakukan oleh negara terhadap individu.10

Menurut Tatiek Sri Djatmiati kepastian hukum dijabarkan menjadi beberapa unsur sebagai berikut:

9

Riduan Syahrani, 2008, Rangkuman Intisari Ilmu Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung, hal. 23.

10

Peter Mahmud Marzuki, 2008, Pengantar Ilmu Hukum, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, (selanjutnya disingkat Peter Mahmud Marzuki I), hal. 158.


(27)

1. Adanya suatu aturan yang konsisten yang ditetapkan oleh Negara dan dapat diterapkan;

2. Aparat pemerintah harus menerapkan hukum tersebut secara konsisten dengan tetap berpegangan dan berdasarkan aturan tersebut;

3. Rakyat pada dasarnya harus tunduk pada ketentuan hukum; 4. Adanya hakim yang idependen atau bebas dalam artian tidak

memihak dan secara konsisten menerapkan aturan hukum tersebut;

5. Putusan hukum dilaksanakan secara nyata.11

Berdasarkan penjelasan diatas dapat dikatakan bahwa kepastian hukum berarti hukum harus memberikan kejelasan atas tindakan pemerintah dan masyarakat, sehingga memberikan kepastian hukum, dan tidak menimbulkan multitafsir atas aturan hukum tersebut. Selain itu antara satu aturan dengan aturan lain haruslah terjalin harmonisasi sehingga aturan tersebut tidak kontradiktif antara satu aturan dengan aturan lain. Dengan penelitian ini diharapkan mampu memberikan kepastian hukum tentang pelaksanaan kegiatan sewa menyewa rahim ibu pengganti bagi para pasangan suami istri yang menginginkan adanya keturunan secara langsung berdasarkan benih dari diri mereka.

1.8. Metode Penelitian 1.8.1. Jenis Penelitian

Penelitian adalah merupakan suatu kegiatan ilmiah yang berkaitan dengan analisa dan konstruksi yang dilakukan secara metodelogis, sistematis, dan konsisten.12 Penelitian yang dilakukan kaitannya dengan

11 Tatiek Sri Djatmiati, 2002, “Prinsip Izin Usaha Industri Di Indonesia”, Disertasi,

Fakultas Hukum Universitas Airlangga, Surabaya, hal. 18.

12


(28)

14

penulisan skripsi ini termasuk dalam kategori/jenis penelitian normatif, yaitu penelitian hukum kepustakaan atau penelitian hukum yang didasarkan pada data sekunder. Data sekunder yaitu data-data yang bersumber dari data yang sudah terdokumenkan dalam bentuk bahan hukum.

Perlunya penelitian hukum normatif ini adalah beranjak dari kosongnya norma hukum berkaitan permasalahan penelitian, sehingga didalam mengkajinya lebih mengutamakan sumber data sekunder, yaitu berupa bahan hukum primer, sekunder dan tersier. Dimana belum adanya pengaturan (kosong) dalam produk perundang-undangan baik dalam KUHPerdata, UU Perkawinan, Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesahatan dan Peraturan Menteri Kesahatan berkenaan dengan pelaksanaan perjanjian sewa menyewa rahim dengan mempergunakan ibu pengganti tersebut.

1.8.2. Jenis Pendekatan

Penelitian ini mempergunakan Pendekatan Undang-Undang (The State Approach) dan Pendekatan konsep (The Conseptual Approach). Pendekatan undang-undang dilakukan dengan mengkaji dan menganalisis berbagai peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang kedudukan hukum perjanjiansewa menyewa rahim ibu pengganti serta status hukum berkenaan dengan anak yang dilahirkan dari perjanjian sewa menyewa rahim ibu pengganti tersebut. Sedangkan pendekatan konseptual dilakukan untuk menelusuri mengenai kedudukan hukum perjanjian sewa menyewa


(29)

rahim ibu pengganti serta status hukum berkenaan dengan anak yang dilahirkan dari perjanjian sewa menyewa rahim ibu pengganti berdasarkan hukum positif di Indonesia, pada dasarnya pendekatan konseptual merupakan pendekatan yang beranjak dari pandangan-pandangan dan doktrin-doktrin yang berkembang dalam ilmu hukum. Dari pandangan-pandangan ataupun doktrin-doktrin tersebut merupakan sandaran bagi penulis untuk membangun suatu argumentasi hukum dalam memecahkan masalah yang dihadapi.

1.8.3. Bahan Hukum

Bahan hukum yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier. Adapun bahan-bahan hukum sebagaimana dimaksud adalah sebagai berikut :

1. Bahan hukum primer yaitu bahan hukum yang bersifat autoritatif atau mempunyai otoritas atau memiliki kekuatan mengikat, yaitu: a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

1945;

b. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata;

c. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan; d. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan; e. Peraturan Pemerintah Repulik Indonesia Nomor 61 Tahun

2014 tentang Kesehatan Reproduksi; f. Peraturan Menteri Kesahatan


(30)

16

Bahan hukum sekunder, yaitu bahan hukum yang memberikan penjelasan terhadap bahan hukum primer, yaitu meliputi buku-buku, jurnal, makalah, skripsi, tesis, desertasi dan bahan-bahan hukum tertulis lainnya yang berhubungan dengan permasalahan penelitian,13 disamping itu, juga dipergunakan bahan-bahan hukum yang diperoleh melalui electronic research yaitu melalui internet dengan jalan mengcopy (download) bahan hukum yang diperlukan.

Bahan hukum tersier, yaitu bahan hukum yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, yaitu berupa kamus, yang terdiri dari :

a. Kamus Besar Bahasa Indonesia, Penerbit Balai Pustaka, Jakarta; b. Black’s Law Dictionoary;

c. Kamus Hukum.

1.8.4. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum

Pengumpulan bahan hukum dilakukan melalui studi dokumentasi. Bahan hukum yang diperolehnya, diinfentarisasi dan diidentifikasi serta kemudian dilakukan pengklasifikasian bahan-bahan sejenis, mencatat dan mengolahnya secara sistematis sesuai dengan tujuan dan kebutuhan penelitian. Tujuan dari tehnik dokumentasi ini adalah untuk mencari konsepsi-konsepsi, teori-teori, pendapat-pendapat, penemuan-penemuan yang berhubungan dengan permasalahan penelitian.

13

Peter Mahmud Marzuki, 2008, Penelitian Hukum, cet. IV, Kencana, Jakarta, (selanjutnya disingkat Peter Mahmud Marzuki II), hal.141.


(31)

Teknik studi dokumen merupakan teknik awal yang digunakan dalam melakukan penelitian ini dengan cara mengumpulkan data berdasarkan pada benda-benda berbentuk tulisan, dilakukan dengan cara mencari, membaca, mempelajari dan memahami data-data sekunder yang berhubungan dengan hukum sesuai dengan permasalahan yang dikaji dalam bentuk buku-buku, majalah, literatur, dokumen, peraturan yang ada relevansinya dengan masalah yang diteliti.

1.8.5. Teknik Analisis

Penulisan dengan metode normatif menggunakan teknik analisis deskripsi, interpretasi, silogisme, kontruksi, evaluasi, argumentasi dan sistematisasi dengan menggunakan pola pikir induktif. Silogisme dengan teknik analisis induksi yaitu proses analisis bermula dari penarikan kesimpulan dan permasalahan yang bersifat umum terhadap permasalahan khusus yang diteliti. Penulisan hukum ini juga menggunakan interpretasi berdasarkan Undang-Undang, interpretasi berdasarkan Undang-Undang yaitu merupakan suatu interpretasi berdasarkan pada kata-kata yang terdapat dalam Undang-Undang. Interpretasi ini dapat dilakukan dengan singkat, padat, serta akurat mengenai makna yang dimaksud dalam Undang-Undang tersebut nantinya tidak mengandung multitafsir atau arti yang bermacam-macam.14

14Ibid


(32)

18

BAB II

TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN SEWA MENYEWA

RAHIM IBU PENGGANTI (SURROGATE MOTHER)

2.1. Perjanjian

2.1.1. Pengertian Perjanjian

Perjanjian berasal dari istilah belanda yaitu overeenkomst. Definisi Pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata memberikan definisi perjanjian, sebagai “Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan manasatu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih”. Perumusan Pasal 1313 KUHPerdata tersebut, tidak menyebutkan tujuan mengadakan perjanjian, sehingga pihak-pihak mengikatkan diri tidak jelas untuk apa.1 Berdasarkan alasan tersebut, Abdul Kadir Muhammad “merumuskan pengertian perjanjian sebagai suatu persetujuan antara dua orang atau lebih saling mengikatkan diri untuk melaksanakan sesuatu hal dalam lapangan harta kekayaan.”2 Disamping pengertian perjanjian menurut Abdulkadir Muhammad terdapat beberapa pendapat para sarjana yang mengartikan mengenai perjanjian, yakni sebagai berikut :

1

Abdulkadir Muhammad, 1992, Hukum Perikatan, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, (selanjutnya disingkat Abdulkadir Muhammad I), hal. 78.

2 Ibid.


(33)

1. R. Subekti mengartikan perjanjian sebagai suatu peristiwa bahwa seseorang berjanji kepada orang lain atau dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal.3

2. R. Wiryono Prododikoro mengartikan perjanjian sebagai suatu perhubungan hukum mengenai harta benda antara dua belah pihak, dalam mana suatu pihak berjanji untuk melakukan suatu hal atau tidak melakukan suatu hal, sedangkan pihak lain berhak untuk menuntut pelaksanaan perjanjian.4

3. R. M. Sudikno Mertokusumo mengemukakan bahwa perjanjian adalah hubungan hukum antara dua pihak atau lebih berdasarkan kata sepakat untuk menimbulkan akibat hukum.5

4. R. Setiawan mengartikan perjanjian sebagai suatu perbuatan hukum dimana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya atau saling mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih.6

Dari penjelasan beberapa pengertian perjanjian diatas maka dapat disimpulkan bahwa unsur-unsur perjanjian adalah sebagai berikut :

a. Ada pihak-pihak, sedikitnya dua orang

Pihak-pihak yang ada di dalam perjanjian ini disebut sebagai subyek perjanjian. Subyek perjanjian dapat berupa manusia pribadi atau juga badan hukum. Subyek perjanjian harus mampu atau berwenang dalam

3

Subekti, 1990, Hukum Perjanjian, PT. Intermasa, Jakarta, (selanjutnya disingkat Subekti I), hal. 1.

4

R. Wiryono Prododikoro, 1987, Asas-asas Hukum Perjanjian, cet. VII, Sumur, Bandung, hal. 7.

5

RM. Sudikno Mertokusumo, 1988, Mengenal Hukum (Suatu Pengantar), Liberty, Yogyakarta, hal. 97.

6


(34)

20

melakukan perbuatan hukum seperti yang ditetapkan dalam undang-undang. Subyek hukum dapat dalam kedudukan pasif atau sebagai debitur atau dalam kedudukan yang aktif atau sebagai kreditur.

b. Ada persetujuan antara pihak-pihak

Persetujuan di sini bersifat tetap, dalam arti bukan baru dalam tahap berunding. Perundingan itu sendiri adalah merupakan tindakan-tindakan pendahuluan untuk menuju kepada adanya persetujuan.

c. Ada tujuan yang akan dicapai

Tujuan mengadakan perjanjian terutama guna memenuhi kebutuhan pihak-pihak dan kebutuhan tersebut hanya dapat dipenuhi jika mengadakan perjanjian dengan pihak lain.

d. Ada prestasi yang akan dilaksanakan

Bila telah ada persetujuan, maka dengan sendirinya akan timbul suatu kewajiban untuk melaksanakannya. Ada syarat-syarat tertentu sebagai isi dari suatu perjanjian.

e. Ada bentuk tertentu, lisan atau tertulis

Dalam suatu perjanjian bentuk itu sangat penting, karena ada ketentuan undang-undang bahwa hanya dengan bentuk tertentu maka perjanjian mempunyai kekuatan mengikat sebagai bukti.

f. Adanya syarat tertentu

Mengenai syarat tertentu ini sebenarnya sebagai isi dari perjanjian, karena dengan syarat-syarat itulah dapat diketahui adanya hak dan kewajiban dari pihak-pihak.


(35)

2.1.2. Syarat Sahnya Suatu Perjanjian

Menurut ketentuan Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan 4 (empat) syarat, yaitu :

A. Kesepakatan mereka yang mengikat dirinya. Adanya kata sepakat, berarti bahwa subjek (kreditor dan debitor) yang mengadakan perjanjian itu dengan kesepakatan, yaitu setuju atau seiya sekata mengenai hal-hal pokok dari isi perjanjian itu. Artinya apa yang dikehendaki oleh pihak yang satu juga dikehendaki oleh pihak yang lain, mereka menghendaki sesuatu yang sama secara timbal balik.

1) Kesepakatan bebas berdasarkan Pasal 1321 KUHPerdata, yang lengkapnya berbunyi: “Tiada suatu perbuatan pun mempunyai kekuatan jika diberikan karena kekhilafan atau diperoleh dengan paksaan atau

penipuan”.7

a) Tentang kekhilapan dalam perjanjian

Ada dua hal pokok dan prinsipil dari rumusan Pasal 1322 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang dapat kita kemukakan disini:8 1. kekhilapan bukanlah alasan untuk membatalkan perjanjian;

2. ada dua hal yang dapat menyebabkan alasan pembatalan perjanjian karena kekhilapan mengenai:

a. hakikat kebendaan yang menjadi pokok perjanjian tidak sesuai dengan keadaan yang sebenarnya;

b. orang terhadap siapa suatu perjanjian hanya akan dibuat.

7

Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja,2010, Perikatan Yang Lahir dari Perjanjian, cet.V. PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, hal. 94-95.

8 Ibid,


(36)

22

Kekhilapan dapat terjadi perihal orang atau barang yang menjadi tujuan para pihak yang mengadakan perjanjian. Contohnya kekhilapan mengenai orang yang dikiranya adalah seseorang penyanyi yang tersohor, tetapi kemudian ternyata bukuan orang yang dimaksud, hanya namanya saja yang kebetulan sama. Sedangkan contoh kekhilapan mengenai barang yaitu jika orang membeli sebuah lukisan dikiranya lukisan Basuki Abdullah tetapi kemudian ternyata hanya turunan saja.9

b) Tentang paksaan dalam perjanjian

Paksaan sebagai alasan pembatalan perjanjian diatur dalam 5 pasal, yaitu dari Pasal 1323 hingga Pasal 1327 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.10 Jika ketentuan Pasal 1323 dan Pasal 1325 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata berbicara soal subyek yang dipaksa atau diancam, maka Pasal 1324 dan Pasal 1326 berbicara mengenai akibat paksaan atau ancaman yang dilakukan, yang dapat dijadikan sebagai alasan pembatalan perjanjian yang telah dibuat (di bawah paksaan atau ancaman tersebut).11 Paksaan terjadi jika seseorang memberikan persetujuan karena ia takut pada suatu ancaman. Misalnya ia akan dianiaya jika ia tidak menyetujui suatu perjanjian. Yang diancam harus mengenai suatu perbuatan yang dilarang oleh undang-undang. Jikalau yang diancamkan itu suatu perbuatan yang

9

Subekti, 2003, Pokok-Pokok Hukum Perdata, cet XXXI, Intermasa, Jakarta, (selanjutnya disingkat Subekti II), hal. 135.

10

Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja, Op.cit, hal. 120.

11


(37)

memang di izinkan oleh undang-undang, seperti ancaman akan menggugat yang bersangkutan didepan hakim dengan menyita barang, hal itu tidak dapat dikatakan sebagai suatu paksaan.12

c) Tentang penipuan dalam perjanjian

Penipuan sebagai alasan pembatalan perjanjian diatur dalam Pasal 1328 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang terdiri dari dua ayat, yang keseluruhannya berbunyi sebagai berikut:13

“Penipuan merupakan suatu alasan untuk membatalkan suatu perjanjian, apabila tipu muslihat yang dipakai oleh salah satu pihak adalah sedemikian rupa, sehingga terang dan nyata bahwa pihak yang lain tidak telah membuat perikatan itu jika tidak dilakukan tipu muslihat tersebut. Penipuan tidak dipersangkakan, melainkan harus dibuktikan”.

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menyatakan bahwa masalah penipuan yang berkaitan dengan kesengajaan ini harus dibuktikan dan tidak boleh hanya di persangkakan saja. Dalam hal ini, maka pihak terhadap siapa penipuan telah terjadi wajib membuktikan bahwa lawan pihaknya tersebut disengaja olehnya, yang tanpa adanya informasi yang tidak benar tersebut, pihak lawannya tersebut

12

Subekti II, Loc.cit.

13


(38)

24

tidak mungkin akan memberikan kesempatan untuk tunduk pada perjanjian yang dibuat tersebut.14

B. Cakap untuk membuat suatu perjanjian. Seseorang yang dapat membuat perjanjian harus cakap menurut hukum. Hakikatnya setiap orang yang sudah dewasa (sudah mencapai umur 21 tahun atau sudah menikah walaupun belum mencapai umur 21 tahun) dan sehat akal adalah cakap menurut hukum. Aspek keadilan dilihat dari orang yang membuat perjanjian dan nantinya akan terikat oleh perjanjian itu harus mempunyai cukup kemampuan untuk menyadari benar-benar akan tanggung jawab yang dipikulnya atas perbuatannya itu.

C. Mengenai suatu hal tertentu. Suatu hal tertentu merupakan pokok perjanjian atau objek perjanjian serta prestasi yang wajib dipenuhi, kejelasan mengenai pokok perjanjian atau objek perjanjian itu dimaksudkan untuk memungkinkan pelaksanaan hak dan kewajiban para pihak. Jika pokok perjanjian, objek perjanjian dan prestasi itu tidak dilaksanakan maka perjanjian itu batal. Suatu perjanjian yang tidak memenuhi syarat ketiga ini berakibat batal demi hukum, oleh karena itu perjanjian dianggap tidak pernah ada.

D. Suatu sebab yang halal. Sebab adalah sesuatu yang menyebabkan orang membuat perjanjian atau yang mendorong orang membuat perjanjian. Tetapi yang dimaksud dengan dengan causa yang halal menurut Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata bukanlah sebab dalam arti yang

14


(39)

menyebabkan atau yang mendorong orang untuk membuat perjanjian, melainkan sebab dalam arti isi perjanjian itu sendiri yang menggambarkan tujuan yang akan dicapai oleh para pihak. Menurut Abdulkadir Muhammad, akhibat hukum perjanjian yang berisi tidak halal adalah batal (nietig, void). Tidak ada dasar untuk menuntut pemenuhan pejanjian di muka hakim, karena sejak semula dianggap tidak ada perjanjian. Apabila perjanjian yang dibuat itu tanpa causa (sebab) maka ia dianggap tidak pernah ada (Pasal 1335 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata).15

2.1.3. Obyek dan Subyek Perjanjian a. Objek Perjanjian

Seorang kreditor berhak atas suatu prestasi yang diperjanjikan, dan debitor melaksanakan prestasi, dengan demikian hakikatnya dari suatu perjanjian adalah pelaksanaan prestasi. Prestasi merupakan objek dari suatu perikatan yang sesuai dengan ketentuan Pasal 1234 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, wujud prestasinya iyalah (1) memberikan sesuatu, (2) berbuat sesuatu, dan (3) tidak berbuat sesuatu.

Tentang objek/prestasi perjanjian harus dapat ditentukan adalah suatu yang logis dan praktis, takkan ada arti perjanjian jika undang-undang tidak menentukan hal demikian.16 Maka Pasal 1320 ayat (3) KUHPerdata menentukan, bahwa objek/prestasi perjanjian harus memenuhi syarat, yaitu objeknya harus tertentu.

Sekurang-kurangnya objek itu mempunyai “jenis” tertentu seperti yang

15

Abdulkadir Muhammad, 2000, Hukum Perdata Indonesia, cet III, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, (selanjutnya disingkat Abdulkadir Muhammad II), hal. 227.

16


(40)

26

dirumuskan dalam Pasal 1333 KUHPerdata. Objek atau jenis objek merupakan persyaratan dalam mengikat perjanjian, dengan sendirinya perjanjian demikian

“tidaksah” jika seluruh objeknya tidak tertentu.

b. Subjek Perjanjian

Kreditor dan debitor itulah yang menjadi subjek perjanjian. Kreditor mempunyai hak atas prestasi dan debitor wajib memenuhi pelaksanaan prestasi. Sesuai dengan teori dan praktek hukum, kreditor terdiri dari :17

1. Individu sebagai persoon yang bersangkutan : natuurlijke persoon

atau manusia tertentu, rechts persoon atau badan hukum.

2. Seseorang atas keadaan tertentu mempergunakan kedudukan/hak orang lain tertentu : seorang bezitter atas kapal.

3. Beziteer dapat bertindak sebagai kreditor dalam suatu perjanjian. Kedudukannya sebagai subjek kreditor bukan atas nama pemilik kapal inpersoon.

4. Persoon yang dapat diganti. Mengenai persoon kreditor yang “dapat

diganti” atau vervangbaar, berarti kreditor yang menjadi subjek

pemula, telah ditetapkan dalam perjanjian; sewaktu-waktu dapat diganti kedudukannya dengan kreditor baru. Perjanjian yang dapat diganti ini dapat dijumpai dalam bentuk perjanjian “aan order” atau perjanjian atas order/atas perintah. Demikian juga dalam perjanjian “aan tooder” perjanjian “atas nama” atau “kepada

17Ibid,


(41)

pemegang/pembawa” pada surat-surat tagihan hutang

(schuldvordering papier).

Tentang siapa yang menjadi debitor, sama keadaannya dengan orang-orang yang dapat menjadi kreditor : (1) Individu sebagai persoon yang bersangkutan : natuurlijke persoon atau manusia tertentu, rechts persoon

atau badan hukum. (2) Seseorang atas kedudukan/keadaan tertentu bertindak atas orang tertentu. Dan (3) Seseorang yang dapat diganti menggantikan kedudukan debitor semula, baik atas dasar bentuk perjanjian maupun izin persetujuan debitor.

2.1.4. Unsur-Unsur Perjanjian

Kesepakatan antara pihak pertama dan pihak kedua untuk memenuhi aspek-aspek hukum perjanjian, karena terdapat unsur-unsur sebagai berikut :18

a. Essentialia

Unsur yang sangat esensi/penting dalam suatu perjanjian yang harus ada. Bagian ini merupakan sifat yang harus ada didalam perjanjian, sifat yang menentukan atau menyebabkan perjanjian itu tercipta

(constructive oordeel). Seperti persetujuan antara para pihak dan objek perjanjian.

b. Naturalia

Unsur perjanjian yang sewajarnya ada jika tidak dikesampingkan oleh kedua belah pihak menurut Pasal 1474 KUHPerdata dalam perjanjian

18


(42)

28

jual beli barang, penjual wajib menjamin cacat yang tersembunyi. Merupakan sifat bawaan (natuur) perjanjian secara diam-diam melekat pada perjanjian.

c. Accidentalia,

Unsur perjanjian yang ada jika dikendaki oleh kedua belah pihak. Sebagai kelengkapan surat perjanjian pembiayaan konsumen yang dikeluarkan oleh pihak pertama, maka pihak pertama juga membuat kesepakatan lain dengan pihak kedua berupa surat penyerahan jaminan secara fidusia. bagian ini merupakan sifat yang melekat pada perjanjian dalam hal secara tegas diperjanjiakan oleh para pihak.

2.1.5. Asas-Asas Perjanjian

Berikut ini dibahas asas-asas hukum perjanjian: 1. Asas pacta sunt servanda

Asas pacta sunt servanda berhubungan dengan akibat perjanjian. Hal ini dapat disimpulakan dalam Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata, yang berbunyi:

“Perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang.” Asas

pacta sunt servanda pada mulanya dikenal di dalam hukum Gereja. Namun dalam perkembangannya asas pacta sunt servanda di beri arti pactum, yang berarti sepakat tidak perlu dikuatkan dengan sumpah dan tindakan formalitas lainnya , sedangkan nudus pactum sudah cukup dengan sepakat saja.19

19

Salim HS, 2011, Pengantar Hukum Perdata Tertulis (BW), cet. VII, Sinar Grafika, Jakarta, (selanjutnya disingkat Salim HS II), hal. 158.


(43)

2. Asas kebebasan berkontrak

Asan kebebasan berkontrak dapat dianalisis dari ketentuan Pasal 1338 ayat (1)

KUHPerdata, yang berbunyi: “Semua perjanjian yang dibuat secara sah

berlaku sebagai UU bagi mereka yang membuatnya.” Asas kebebasan berkontarak adalah suatu asas yang memberikan kebebasan kepada para pihak untuk: (1) membuat atau tidak membuat perjanjian; (2) mengadakan perjanjian dengan siapa pun: (3) menentukan isi perjanjian, pelaksanaan, dan persyaratannya; (4) menentukan bentuknya perjanjian yaitu tertulis atau lisan.20

Makna asas kebebasan berkontrak harus dicari dan ditemukan dalam kaitannya dengan pandangan hidup bangsa. Disepakati sejumlah asas hukum kontrak menurut Mariam Darus Badrulzaman sebagai berikut:21

a. Asas Konsensualisme.

Asas ini dapat ditemukan dalam Pasal 1320 KUHPerdata. Artinya perjanjian itu lahir karena adanya kata sepakat atau persesuaian kehendak dari para pihak. Asas ini sangat erat hubungannya dengan asas kebebasan mengadakan perjanjian.

b. Asas Kepercayaan.

Seorang yang mengadakan perjanjian dengan pihak lain, harus dapat menumbuhkan kepercayaan di antara kedua pihak bahwa satu sama lain akan memenuhi prestasinya di kemudian hari. Tanpa adanya kepercayaan, maka perjanjian itu tidak mungkin diadakan oleh para pihak. Dengan

20

Ibid.

21


(44)

30

kepercayaan ini, kedua pihak mengikatkan dirinya kepada perjanjian yang mempunyai kekuatan mengikat sebagai undang-undang.

c. Asas Kekuatan Mengikat

Demikian seterusnya dapat ditarik kesimpulan bahwa di dalam perjanjian terkandung suatu asas kekuatan mengikat. Terikatnya para pihak pada apa yang diperjanjikan dan juga terhadap beberapa unsur lain sepanjang dikehendaki oleh kebiasaan dan kepatuhan akan mengikat para pihak.

d. Asas Persamaan Hak

Asas ini menempatkan para pihak di dalam persamaan derajat, tidak ada perbedaan, walaupun ada perbedaan kulit, bangsa, kepercayaan, kekuasaan, jabatan, dan lain-lain. Masing-masing pihak wajib melihat adanya persamaan ini dan mengharuskan kedua pihak untuk menghormati satu sama lain sebagai manusia ciptaan Tuhan.

e. Asas Keseimbangan

Asas ini menghendaki kedua pihak untuk memenuhi dan melaksanakan perjanjian itu. Asas keseimbangan ini merupakan kelanjutan dari asas persamaan. Kreditur mempunyai kekuatan untuk menuntut pelunasan prestasi melalui kekayaan debitur, namun kreditur memikul pula beban untuk melaksanakan perjanjian itu dengan itikad baik. Dapat dilihat disini bahwa kedudukan kreditur yang kuat diimbangi dengan kewajibannya untuk memperhatikan itikad baik, sehingga kedudukan kreditur dan debitur seimbang.


(45)

f. Asas Moral

Asas ini terlihat dalam perikatan wajar, di mana suatu perbuatan sukarela dari seseorang tidak menimbulkan hak baginya untuk menggugat kontra prestasi dari pihak debitur. Juga hal ini terlihat di dalam zaakwaarneming, di mana seseorang yang melakukan suatu perbuatan dengan sukarela (moral) yang bersangkutan mempunyai kewajiban (hukum) untuk meneruskan dan menyelesaikan perbuatannya, asas ini terdapatnya dalam Pasal 1339 KUHPerdata. Faktor-faktor yang memberikan motivasi pada yang bersangkutan untuk melakukan perbuatan hukum adalah berdasarkan pada “kesusilaan” (moral), sebagai panggilan dari hati nuraninya.

g. Asas Kepatutan

Asas ini dituangkan dalam Pasal 1339 KUHPerdata. Asas kepatutan disini berkaitan dengan ketentuan mengenai isi perjanjian.

h. Asas Kebiasaan

Asas ini diatur dalam Pasal 1339 jo.1347 KUHPerdata, yang dipandang sebagai bagian dari perjanjian. Suatu perjanjian tidak hanya mengikat untuk hal-hal yang diatur secara tegas, tetapi juga hal-hal yang dalam keadaan dan kebiasaan yang diikuti.

i. Asas Kepastian Hukum

Perjanjian sebagai suatu figur hukum harus mengandung kepastian hukum. Kepastian ini terungkap dari kekuatan mengikat perjanjian itu, yaitu sebagai Undang-undang bagi para pihak.


(46)

32

2.1.6. Jenis-Jenis Perjanjian

Abdulkadir Muhammad, mengelompokkan perjanjian menjadi lima jenis yang terdiri dari:22

1. Perjanjian timbal balik dan perjanjian sepihak.

Perjanjian timbal balik (bilateral contract) adalah perjanjian yang memberikan hak dan kewajiban kepada kedua belah pihak. Perjanjian timbal balik adalah perjanjian yang paling umum terjadi dalam kehidupan bermasyarakat, misalnya perjanjian jual beli, sewa menyewa, tukar menukar. Perjanjian sepihak adalah perjanjian yang memberikan kewajiban kepada satu pihak dan hak kepada pihak lainnya, misalnya perjanjian hibah, hadiah. Pihak yang satu berkewajiban menyerahkan benda yang menjadi obyek perikatan dan pihak yang lainnya berhak menerima benda yang diberikan itu. Kriteria perjanjian jenis ini adalah kewajiban berprestasi kedua belah pihak atau salah satu pihak. Perbedaan perjanjian jenis ini dirasakan penting pada saat pembatalan perjanjian berdasarkan Pasal 1266 KUHPerdata karena hanya perjanjian timbal balik yang dapat dimintakan pembatalan ke depan hakim.

2. Perjanjian percuma dan perjanjian dengan alas hak yang membebani. Perjanjian percuma adalah perjanjian yang hanya memberikan keuntungan pada satu pihak saja, misalnya perjanjian pinjam pakai, perjanjian hibah. Perjanjian dengan alas hak yang membebani adalah perjanjian dalam mana terhadap prestasi dari pihak yang satu selalu terdapat kontra prestasi dari

22


(47)

pihak lainnya, sedangkan antara kedua prestasi itu ada hubungannya menurut hukum. Kontra prestasinya dapat berupa kewajiban pihak lain, tetapi juga pemenuhan suatu syarat potestatif (imbalan). Contohnya adalah A menyanggupi memberikan kepada B sejumlah uang, jika B menyerahkan suatu barang tertentu kepada A. Pembedaan ini mempunyai arti penting dalam soal warisan berdasarkan undang-undang dan mengenai perbuatan-perbuatan yang merugikan para kreditur (perhatikan Pasal 1341 KUHPerdata). Suatu barang tertentu kepada A. Pembedaan ini mempunyai arti penting dalam soal warisan berdasarkan undang-undang dan mengenai perbuatan-perbuatan yang merugikan para kreditur (perhatikan Pasal 1341 KUHPerdata). suatu barang tertentu kepada A. Pembedaan ini mempunyai arti penting dalam soal warisan berdasarkan undang-undang dan mengenai perbuatan-perbuatan yang merugikan para kreditur (perhatikan Pasal 1341 KUHPerdata).

3. Perjanjian bernama dan tidak bernama.

Perjanjian bernama adalah perjanjian yang mempunyai nama sendiri, yang dikelompokkan sebagai perjanjian-perjanjian khusus karena jumlahnya terbatas, misalnya jual beli, sewa menyewa, tukar menukar, pertanggungan. Perjanjian tidak bernama adalah perjanjian yang tidak mempunyai nama tertentu dan jumlahnya tidak terbatas.

4. Perjanjian kebendaan dan perjanjian obligatoir.

Perjanjian kebendaan adalah perjanjian untuk memindahkan hak milik dalam perjanjian jual beli. Perjanjian kebendaan ini sebagai pelaksanaan


(48)

34

perjanjian obligatoir. Perjanjian obligatoir adalah perjanjian yang menimbulkan perikatan, artinya sejak terjadi perjanjian, timbullah hak dan kewajiban pihak-pihak. Pembeli berhak menuntut penyerahan barang, penjual berhak atas pembayaran harga. Pembeli berkewajiban membayar harga, penjual berkewajiban menyerahkan barang. Pentingnya pembedaan ini adalah untuk mengetahui apakah dalam perjanjian itu ada penyerahan (levering) sebagai realisasi perjanjian dan penyerahan itu sah menurut hukum atau tidak.

5. Perjanjian konsensual dan perjanjian riil.

Perjanjian konsensual adalah perjanjian yang timbul karena ada persetujuan kehendak antara pihak-pihak. Perjanjian real adalah perjanjian disamping ada persetujuan kehendak juga sekaligus harus ada penyerahan nyata atas barangnya, misalnya jual beli barang bergerak, perjanjian penitipan pinjam pakai (Pasal 1694, 1740 dan 1754 KUHPerdata).

2.2. Sewa Menyewa Rahim dengan Mempergunakan Ibu Pengganti (Surrogate Mother)

2.2.1. Pengertian Sewa Menyewa Rahim dengan Mempergunakan Ibu Pengganti (Surrogate Mother)

Salah satu perkembangan teknologi dalam ranah kesehatan dan kedokteran adalah pelaksanaan sewa menyewa rahim ibu pengganti (Surrogate Mother). Dilaksanakannya sewa menyewa rahim ibu pengganti dikarenakan pasangan suami istri tidak mampu memiliki anak. Ketidak


(49)

mampuan tersebut dikarenakan salah satu pasangan baik istri ataupun suami tidak mampu memproduksi sperma ataupun ovarium (sel telur) sebagai bagian dari proses reproduksi. Khususnya sewa rahim ibu pengganti terjadi karena kandungan seorang wanita (dalam hal ini) seorang istri tidak dapat berfungsi untuk mengembangkan cabang janin, sehingga diperlukan rahim seorang wanita sebagai penampung/sebagai tempat pertumbuhan janin yang berasal dari sel telur si istri dan si suami.

Menurut Desriza Ratman Surrogate Mother adalah perjanjian antara seorang wanita yang mengikatkan diri melalui suatu perjanjian dengan pihak lain (suami-istri) untuk menjadi hamil terhadap hasil pembuahan suami-istri tersebut yang ditanamkan ke dalam rahimnya, dan setelah melahirkan diharuskan menyerahkan bayi tersebut kepada pihak suami-istri tersebut berdasarkan perjanjian yang dibuat (gestational agreement) sementara pengertian surrogate sendiri adalah someone who takes the place of another person (seseorang yang memberikan tempat untuk orang lain).23 Pengertian ini tidak terbatas apakah terhadap pasangan suami istri, melainkan juga terbuka peluang pada hubungan yang tidak terikat perkawinan yang sah.

Menurut Salim HS kontrak surogasi adalah kontrak atau perjanjian yang dibuat antara orang tua pemesan dengan ibu surogat akan mengandung, melahirkan dan menyerahkan anak tersebut kepada orang tua

23


(50)

36

pemesan berdasarkan jangka waktu yang telah disepakati antara keduanya.24

Menurut Fred Ameln Surrogate Mother diartikan sebagai seorang wanita yang mengikat dirinya melalui suatu ikatan perjanjian dengan pihak lain (biasanya suami istri) untuk menjadi hamil setelah dimasukannya penyatuan sel benih laki-laki (sperma) dan sel benih perempuan (ovum) yang dilakukan pembuahannya diluar rahim sampai melahirkan sesuai kesepakatan yang kemudian bayi tersebut diserahkan kepada pihak suami istri dengan mendapatkan imbalan berupa materi yang telah disepakati.25

2.2.2. Motivasi Dilakukannya Sewa Menyewa Rahim dengan Mempergunakan Ibu Pengganti (Surrogate Mother)

Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan menyatakan “perkawinan ialah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.” Dalam Pasal tersebut dapat diartikan bahwa tujuan perkawinan untuk membentuk suatu keluarga. Keluarga disini dimaksud juga untuk melanjutkan keturunannya, dengan reproduksi menghasilkan keturunan dalam hal ini adalah anak. Bahwa anak sebagai pelanjut keturunan merupakan hal penting dalam suatu perkawinan. Tidak ada perkawinan yang tidak bertujuan untuk memiliki keturunan. Pentingnya

24

H. Salim HS, 2006, Perkembangan Hukum Kontrak diluar Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, (selanjutnya disingkat H. Salim HS III), hal. 13.

25


(51)

memperoleh keturunan menyebabkan masalah reproduksi juga menjadi penting. Dalam kehidupan masyarakat terkadang manusia tidak ditakdirkan dengan mudah untuk memiliki keturunan, hal ini ditandai dengan adanya berbagai persoalan yang menyebabkan pasangan suami istri sulit atau bahkan tidak bisa memiliki keturunan. Hal ini berdampak pada terciptanya solusi untuk mengatasi permasalahan tersebut, kemudian kemajuan teknologi memberikan suatu perkembangan dalam bidang reproduksi buatan, dengan adanya ahli teknologi pembuahan diluar kandungan/rahim seorang wanita, di mana suatu janin dikembangkan pada rahim seorang wanita lain, yang memiliki rahim sehat dan kondisi yang mampu mengembangkan janin, dalam hal ini disebut sebagai ibu pengganti (Surrogate Mother).

Berdasarkan pada tujuan berkeluarga untuk melanjutkan keturunan oleh karenanya menjadi motivasi seseorang untuk melakukan sewa rahim, yang utama adalah keinginan memiliki keturunan yang mana keturunan tersebut tidak dapat diperoleh melalui proses normal pada umumnya (seorang wanita mengandung), adanya masalah reproduksi membuat pasangan suami istri melakukan sewa rahim. Hal itu bertujuan untuk melanjutkan keturunannya. Sebetulnya hukum Indonesia sudah mengenal istilah adopsi anak untuk pasangan suami istri yang belum memiliki keturunan, akan tetapi solusi tersebut tidak memberikan kepuasan batin untuk memiliki anak dari sperma ataupun sel telur sendiri. Oleh karenanya


(52)

38

mendorong motivasi pasangan suami istri untuk melakukan sewa menyewa rahim dengan mempergunakan ibu pengganti (Surrogate Mother).

2.2.3. Proses Sewa Menyewa Rahim dengan Mempergunakan Ibu Pengganti (Surrogate Mother)

Bayi Tabung yang bertujuan untuk melanjutkan keturunan dapat dilakukan dengan berbagai cara, diantaranya : (a) benih yang ditanam berasal dari suami istri kemudian ditanam ke rahim istri; (b) salah satu benih dari donor (baik sperma maupun sel telur) yang kemudian ditanam ke rahim istri; (c) benih berasal dari pasangan suami istri, tetapi ditanam pada rahim wanita lainnya.26 Berdasarkan cara sebagaimana dijelaskan diatas, sewa rahim dikenal dengan 2 (dua) tipe, yaitu sebagai berikut :27

a. Tipe Gestational Surrogacy, dimana embrio berasal dari sperma suami dan sel telur berasal dari istri dipertemukan melalui teknologi IVF, ditanam dalam rahim perempuan yang bukan istri (disewa); b. Tipe Genetic Surrogacy, dimana sel telur berasal dari perempuan lain

yang bukan istri, kemudian dipertemukan sperma dari suami yang selanjutnya ditanam dalam rahim perempuan tersebut.

Adapun proses teknis bayi tabung menurut Suradji Sumapraja, terdiri dari beberapa tahapan :28

26

Fred Ameln, Op.Cit, hal.80.

27

Fred Ameln, Loc.Cit.

28

Inna Nurlna, 2010, “Dampak Perkembangan Biotenologi Dalam Insiminasi Buatan (Tinjauan Hukum Islam dan Hukum Perdata di Indonesia)”, Skripsi Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta, hal. 34, dikutif dari Suradji Sumapraja, 1990, Penuntun Pasutri Program Melati, Program Melati RSAB Harapan Kita, Jakarta, hal. 47.


(53)

- tahap pertama : pengobatan merangsang indung telur. Pada tahap ini istri diberi obat untuk merangsang indung telur sehingga dapat mengluarkan banyak ovum, dan cara ini berbeda dengan cara biasa, hanya satu ovum yang berkembang dalam setiap siklus haid. Obat yang diberikan kepada istri dapat diberikan obat makan dan obat suntik yang diberikan setiap hari sejak permulaan haid dan baru diberhentikan setelah ternyata sel-sel telurnya matang;

- tahap kedua : pengambilan sel telur. Apabila sel telur istri sudah banyak, maka dilakukan pengambilan sel telur yang akan dilakukan degan suntikan lewat vagina dibawah bimbingan USG;

- tahap ketiga : tahap pembuahan atau fertilisasi sel telur. Setelah berhasil mengeluarkan beberapa sel telur, suami diminta mengeluarkan sendiri sperma. Sperma akan diproses, sehingga sel-sel sperma yang baik akan dipertemukan dengan sel-sel telur istri dalam tabung gelas di laboratorium.

Sel-sel telur istri dan sel-sel telur suami yang sudah dipertemukan itu kemudian dibiak dalam lemari pengeram. Pemantauan berikutnya dilakukan 18-20 jam kemudian. Pada pemantauan keesokan harinya diharapkan sudah terjadi pembelahan sel;

- tahap keempat : Pemindahan embrio. Kalau terjadi fertilisasi sebuah sel telur dengan sebuah sperma maka terciptalah hasil pembuahan yang akan membelah menjadi beberapa sel, yang disebut embrio.


(54)

40

Embrio ini akan dipindahkan melalui vagina kedalam rongga rahim ibunya 2-3 hari kemudian;

- tahap kelima : pengamatan terjadinya kehamilan. Setelah implantasi embrio, maka tinggal menunggu apakah kehamilan akan terjadi. Apabila 14 hari setelah pemindahan embrio tidak terjadi haid, maka dilakukan pemeriksaan kencing untuk menentukan adanya kehamilan. Kehamilan baru dipastikan dengan pemeriksaan USG seminggu kemudian.

2.2.4. Sewa Menyewa Rahim dengan Mempergunakan Ibu Pengganti (Surrogate Mother) di Indonesia

Penemuan dan perkembangan bayi tabung bermula dari proses teknologi bayi tabung pertama kali yang dilakukan oleh Dr. P.C. Steptoe dan Dr. R.G Edwards atas pasangan suami istri John Brown dan Leslie. Bahwa sperma dan sel telur yang digunakan berasal dari pasangan tersebut, yang mana kemudian embrio atau cabang janin ditransplantasikan ke dalam rahim istrinya (nyonya Brown), sehingga tanggal 25 Juli 1978 lahirlah bayi tabung pertama dengan nama Louise Brown di Oldham Inggris.29

Keberhasilan pelaksanaan bayi tabung diluar negeri merambah ke Indonesia. Alih teknologi pada bidang reproduksi tersebut kemudian mendorong bagi dokter-dokter di Indonesia untuk menerapkan/mempraktekkannya di Indonesia. Pelaksanaan bayi tabung di

29

Husni Thamrin, 2014, Aspek Bayi Tabung dan Sewa Rahim Perspektif Hukum Perdata dan Hukum Islam, Aswaja Presindo, Yogyakarta, hal.11.


(55)

Indonesia telah dilaksanakan pada tahun 1988 dengan lahirnya bayi dari pasangan Tn. Markus dan Ny. Chai Ai Lian dengan bayi yang diberi nama Nugroho Karyanto. Kemudian bayi tabung kedua lahir pada tanggal 6 November 1988 dengan nama Stefanus Gepvani dari pasangan suami istri Ir. Jani Dipokusumo dan Ny. Angela. Sedangkan bayi ketiga pada tanggal 22 Januari 1989 dengan nama Graciele Chandra. Bayi tabung keempat lahir pada tanggal 27 Maret 1989 kembar tiga dari pasangan suami istri Tn Wijaya yang mana nama anak kembar 3 (tiga) mereka oleh Ibu Presiden ke-2 Ibu Tien Soeharto diberi nama Melati-Suci-Lestari.30

Meskipun belum ada payung hukum yang melindungi, sewa rahim sudah banyak terjadi di Indonesia dan dilakukan secara diam-diam. Biasanya hal itu dilakukan secara sukarela dengan segala risikonya oleh mereka yang menyewakan rahimnya untuk mengandung anak dari pasangan keluarga lain. Bukti formal memang belum bisa dikatakan. Namun kenyataan di Indonesia, surrogate mother ini dibutuhkan dan sudah dilakukan oleh masyarakat dengan diam-diam atau secara kekeluargaan, kata Agnes Widanti dalam seminar Surrogate Mother (Ibu Pengganti) Dipandang dari Sudut Nalar, Moral, dan Legal di Ruang Teater Thomas Aquinas, Unika Soegijapranata, Sabtu (5/6). Mengacu pada tesis mahasiswinya yang

berjudul “Penerapan Hak Reproduksi Perempuan dalam Sewa-menyewa

Rahim’’, dan koordinator Jaringan Peduli Perempuan dan Anak (JPPA)

Jateng juga mengatakan, kasus sewa rahim di Indonesia belum muncul ke

30Ibid,


(56)

42

permukaan dan masih terselubung. Sewa rahim ini biasanya dilakukan oleh pasangan keluarga yang rahim isterinya mengalami masalah sehingga tidak bisa hamil. “Kasus ini memang menjadi satu dilema. Di satu sisi masyarakat membutuhkan, namun di sisi hukum belum ada aturan yang mengatur sewa menyewa rahim sehingga bisa menimbulkan suatu masalah di kemudian hari yang penyelesaiannya sangat sulit,’’ katanya. Oleh karenanya, kebutuhan akan aturan hukum yang melindungi ibu pengganti (Surrogate Mother) memang merupakan kebutuhan demi keadilan dan kemanfaatannya. Tentunya hal itu tidak hanya menjadi pemikiran bagi perguruan tinggi saja tetapi dibutuhkan juga peran serta masyarakat.31

Walaupun dalam hukum sudah dikenal istilah adopsi anak sebagai solusi untuk mendapatkan keturunan, akan tetapi secara psikologis bahwa setiap mahluk hidup terutama manusia menghendaki memiliki keturunan yang berasal dari darah dagingnya, berasal dari sperma dan sel telurnya. Oleh karena itu dalam aplikasinya dilapangan terkadang ada pasangan suami istri yang menghendaki adanya keturunan yang berasal dari sperma dan sel telurnya yang kemudian dibuahkan pada seorang wanita yang bukan pemilik sel telur. Hal ini terjadi di Mimika, Papua. Pada tahun 2004, seorang wanita bernama S didiagnosa oleh dokter bahwa ia tidak bisa hamil karena kandungannya terinfeksi parah. Menurut adat suku Key, bila pasangan menikah belum dikaruniai anak, maka suami harus menceraikan istrinya. S dan B lalu memutuskan untuk melakukan program bayi tabung pada sebuah

31

Suara Merdeka, 08 Juni 2010, “Perlu Payung Hukum Sewa Rahim” URL: http://suaramerdeka.com/v1/index.php/read/cetak/2010/06/08/112214/Perlu-Payung-Hukum-Sewa-Rahim , diakses tanggal 2 Pebruari 2016.


(57)

rumah sakit di Surabaya, namun hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa S tidak bisa hamil. Sebelumnya dokter yang memeriksa telah menjelaskan bahwa program bayi tabung dapat juga dilakukan dengan menanam hasil pembuahannya pada rahim wanita lain. Cara ini dilakukan oleh S dan B dengan bantuan dari M, yang merupakan adik dari S dengan melakukan pemeriksaan terlebih dahulu.32

Sebagaimana yang dijelaskan diatas bahwa pembuahan bayi tabung yang diberitakan secara luas kesemuannya berasal dari sperma dan sel telur pasangan suami istri yang kemudian ditransplantasi ke dalam rahim istri. Sedangkan untuk pengembangan sperma dan sel telur didalam rahim wanita yang bukan pemilik sel telur (sewa rahim) di Indonesia terjadi akan tetapi tidak diberitakan secara luas. Hal tersebut dikarenakan sewa rahim tidak dapat dilaksanakan di Indonesia karena bertentangan dengan aturan hukum yang ada.

32Agnes Sri Rahayu, 2009, “Penerapan Hak Reproduksi Perempuan Terhadap Perjanjian

Sewa Menyewa Rahim dalam Kerangka Hukum Perdata Indonesia”, Tesis, Program Pascasarjana Universitas Katolik Soegijapranata, hal. 87-88.


(1)

mendorong motivasi pasangan suami istri untuk melakukan sewa menyewa rahim dengan mempergunakan ibu pengganti (Surrogate Mother).

2.2.3. Proses Sewa Menyewa Rahim dengan Mempergunakan Ibu Pengganti (Surrogate Mother)

Bayi Tabung yang bertujuan untuk melanjutkan keturunan dapat dilakukan dengan berbagai cara, diantaranya : (a) benih yang ditanam berasal dari suami istri kemudian ditanam ke rahim istri; (b) salah satu benih dari donor (baik sperma maupun sel telur) yang kemudian ditanam ke rahim istri; (c) benih berasal dari pasangan suami istri, tetapi ditanam pada rahim wanita lainnya.26 Berdasarkan cara sebagaimana dijelaskan diatas, sewa rahim dikenal dengan 2 (dua) tipe, yaitu sebagai berikut :27

a. Tipe Gestational Surrogacy, dimana embrio berasal dari sperma suami dan sel telur berasal dari istri dipertemukan melalui teknologi IVF, ditanam dalam rahim perempuan yang bukan istri (disewa); b. Tipe Genetic Surrogacy, dimana sel telur berasal dari perempuan lain

yang bukan istri, kemudian dipertemukan sperma dari suami yang selanjutnya ditanam dalam rahim perempuan tersebut.

Adapun proses teknis bayi tabung menurut Suradji Sumapraja, terdiri dari beberapa tahapan :28

26

Fred Ameln, Op.Cit, hal.80.

27

Fred Ameln, Loc.Cit. 28

Inna Nurlna, 2010, “Dampak Perkembangan Biotenologi Dalam Insiminasi Buatan

(Tinjauan Hukum Islam dan Hukum Perdata di Indonesia)”, Skripsi Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta, hal. 34, dikutif dari Suradji Sumapraja, 1990, Penuntun Pasutri Program Melati, Program Melati RSAB Harapan Kita, Jakarta, hal. 47.


(2)

- tahap pertama : pengobatan merangsang indung telur. Pada tahap ini istri diberi obat untuk merangsang indung telur sehingga dapat mengluarkan banyak ovum, dan cara ini berbeda dengan cara biasa, hanya satu ovum yang berkembang dalam setiap siklus haid. Obat yang diberikan kepada istri dapat diberikan obat makan dan obat suntik yang diberikan setiap hari sejak permulaan haid dan baru diberhentikan setelah ternyata sel-sel telurnya matang;

- tahap kedua : pengambilan sel telur. Apabila sel telur istri sudah banyak, maka dilakukan pengambilan sel telur yang akan dilakukan degan suntikan lewat vagina dibawah bimbingan USG;

- tahap ketiga : tahap pembuahan atau fertilisasi sel telur. Setelah berhasil mengeluarkan beberapa sel telur, suami diminta mengeluarkan sendiri sperma. Sperma akan diproses, sehingga sel-sel sperma yang baik akan dipertemukan dengan sel-sel telur istri dalam tabung gelas di laboratorium.

Sel-sel telur istri dan sel-sel telur suami yang sudah dipertemukan itu kemudian dibiak dalam lemari pengeram. Pemantauan berikutnya dilakukan 18-20 jam kemudian. Pada pemantauan keesokan harinya diharapkan sudah terjadi pembelahan sel;

- tahap keempat : Pemindahan embrio. Kalau terjadi fertilisasi sebuah sel telur dengan sebuah sperma maka terciptalah hasil pembuahan yang akan membelah menjadi beberapa sel, yang disebut embrio.


(3)

Embrio ini akan dipindahkan melalui vagina kedalam rongga rahim ibunya 2-3 hari kemudian;

- tahap kelima : pengamatan terjadinya kehamilan. Setelah implantasi embrio, maka tinggal menunggu apakah kehamilan akan terjadi. Apabila 14 hari setelah pemindahan embrio tidak terjadi haid, maka dilakukan pemeriksaan kencing untuk menentukan adanya kehamilan. Kehamilan baru dipastikan dengan pemeriksaan USG seminggu kemudian.

2.2.4. Sewa Menyewa Rahim dengan Mempergunakan Ibu Pengganti (Surrogate Mother) di Indonesia

Penemuan dan perkembangan bayi tabung bermula dari proses teknologi bayi tabung pertama kali yang dilakukan oleh Dr. P.C. Steptoe dan Dr. R.G Edwards atas pasangan suami istri John Brown dan Leslie. Bahwa sperma dan sel telur yang digunakan berasal dari pasangan tersebut, yang mana kemudian embrio atau cabang janin ditransplantasikan ke dalam rahim istrinya (nyonya Brown), sehingga tanggal 25 Juli 1978 lahirlah bayi tabung pertama dengan nama Louise Brown di Oldham Inggris.29

Keberhasilan pelaksanaan bayi tabung diluar negeri merambah ke Indonesia. Alih teknologi pada bidang reproduksi tersebut kemudian mendorong bagi dokter-dokter di Indonesia untuk menerapkan/mempraktekkannya di Indonesia. Pelaksanaan bayi tabung di

29

Husni Thamrin, 2014, Aspek Bayi Tabung dan Sewa Rahim Perspektif Hukum Perdata dan Hukum Islam, Aswaja Presindo, Yogyakarta, hal.11.


(4)

Indonesia telah dilaksanakan pada tahun 1988 dengan lahirnya bayi dari pasangan Tn. Markus dan Ny. Chai Ai Lian dengan bayi yang diberi nama Nugroho Karyanto. Kemudian bayi tabung kedua lahir pada tanggal 6 November 1988 dengan nama Stefanus Gepvani dari pasangan suami istri Ir. Jani Dipokusumo dan Ny. Angela. Sedangkan bayi ketiga pada tanggal 22 Januari 1989 dengan nama Graciele Chandra. Bayi tabung keempat lahir pada tanggal 27 Maret 1989 kembar tiga dari pasangan suami istri Tn Wijaya yang mana nama anak kembar 3 (tiga) mereka oleh Ibu Presiden ke-2 Ibu Tien Soeharto diberi nama Melati-Suci-Lestari.30

Meskipun belum ada payung hukum yang melindungi, sewa rahim sudah banyak terjadi di Indonesia dan dilakukan secara diam-diam. Biasanya hal itu dilakukan secara sukarela dengan segala risikonya oleh mereka yang menyewakan rahimnya untuk mengandung anak dari pasangan keluarga lain. Bukti formal memang belum bisa dikatakan. Namun kenyataan di Indonesia, surrogate mother ini dibutuhkan dan sudah dilakukan oleh masyarakat dengan diam-diam atau secara kekeluargaan, kata Agnes Widanti dalam seminar Surrogate Mother (Ibu Pengganti) Dipandang dari Sudut Nalar, Moral, dan Legal di Ruang Teater Thomas Aquinas, Unika Soegijapranata, Sabtu (5/6). Mengacu pada tesis mahasiswinya yang

berjudul “Penerapan Hak Reproduksi Perempuan dalam Sewa-menyewa

Rahim’’, dan koordinator Jaringan Peduli Perempuan dan Anak (JPPA) Jateng juga mengatakan, kasus sewa rahim di Indonesia belum muncul ke

30Ibid,


(5)

permukaan dan masih terselubung. Sewa rahim ini biasanya dilakukan oleh pasangan keluarga yang rahim isterinya mengalami masalah sehingga tidak bisa hamil. “Kasus ini memang menjadi satu dilema. Di satu sisi masyarakat membutuhkan, namun di sisi hukum belum ada aturan yang mengatur sewa menyewa rahim sehingga bisa menimbulkan suatu masalah di kemudian hari yang penyelesaiannya sangat sulit,’’ katanya. Oleh karenanya, kebutuhan akan aturan hukum yang melindungi ibu pengganti (Surrogate Mother) memang merupakan kebutuhan demi keadilan dan kemanfaatannya. Tentunya hal itu tidak hanya menjadi pemikiran bagi perguruan tinggi saja tetapi dibutuhkan juga peran serta masyarakat.31

Walaupun dalam hukum sudah dikenal istilah adopsi anak sebagai solusi untuk mendapatkan keturunan, akan tetapi secara psikologis bahwa setiap mahluk hidup terutama manusia menghendaki memiliki keturunan yang berasal dari darah dagingnya, berasal dari sperma dan sel telurnya. Oleh karena itu dalam aplikasinya dilapangan terkadang ada pasangan suami istri yang menghendaki adanya keturunan yang berasal dari sperma dan sel telurnya yang kemudian dibuahkan pada seorang wanita yang bukan pemilik sel telur. Hal ini terjadi di Mimika, Papua. Pada tahun 2004, seorang wanita bernama S didiagnosa oleh dokter bahwa ia tidak bisa hamil karena kandungannya terinfeksi parah. Menurut adat suku Key, bila pasangan menikah belum dikaruniai anak, maka suami harus menceraikan istrinya. S dan B lalu memutuskan untuk melakukan program bayi tabung pada sebuah

31

Suara Merdeka, 08 Juni 2010, “Perlu Payung Hukum Sewa Rahim” URL: http://suaramerdeka.com/v1/index.php/read/cetak/2010/06/08/112214/Perlu-Payung-Hukum-Sewa-Rahim , diakses tanggal 2 Pebruari 2016.


(6)

rumah sakit di Surabaya, namun hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa S tidak bisa hamil. Sebelumnya dokter yang memeriksa telah menjelaskan bahwa program bayi tabung dapat juga dilakukan dengan menanam hasil pembuahannya pada rahim wanita lain. Cara ini dilakukan oleh S dan B dengan bantuan dari M, yang merupakan adik dari S dengan melakukan pemeriksaan terlebih dahulu.32

Sebagaimana yang dijelaskan diatas bahwa pembuahan bayi tabung yang diberitakan secara luas kesemuannya berasal dari sperma dan sel telur pasangan suami istri yang kemudian ditransplantasi ke dalam rahim istri. Sedangkan untuk pengembangan sperma dan sel telur didalam rahim wanita yang bukan pemilik sel telur (sewa rahim) di Indonesia terjadi akan tetapi tidak diberitakan secara luas. Hal tersebut dikarenakan sewa rahim tidak dapat dilaksanakan di Indonesia karena bertentangan dengan aturan hukum yang ada.

32Agnes Sri Rahayu, 2009, “Penerapan Hak Reproduksi Perempuan Terhadap Perjanjian

Sewa Menyewa Rahim dalam Kerangka Hukum Perdata Indonesia”, Tesis, Program Pascasarjana Universitas Katolik Soegijapranata, hal. 87-88.