TINDAK TUTUR MEMERINTAH PADA DIALOG FILM LASKAR PELANGI DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA DI SMP | Supriyati | Paedagogia 5261 11459 4 PB

Jurnal Paedagogia, Vol. 17 No. 1 Tahun 2014
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Sebelas Maret

Hal. 62-77
ISSN 1026-4109
http://jurnal.fkip.uns.ac.id/index.php/paedagogia

TINDAK TUTUR MEMERINTAH PADA DIALOG FILM
LASKAR PELANGI DAN IMPLIKASINYA TERHADAP
PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA DI SMP
Supriyati* dan Wini Tarmini

Abstrak: Penelitian ini tentang tindak tutur memerintah pada dialog film Laskar Pelangi
dan implikasinya dalam pembelajaran Bahasa Indonesia di SMP. Metode yang digunakan adalah metode deskriptif kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada dua
cara tuturan memerintah, yakni perintah langsung dan tidak langsung. Perintah langsung
terdiri atas: (1) perintah biasa yang ditandai dengan kata kerja dasar; (2) perintah
permintaan yang ditandai dengan perintah coba, nak, mohon, akhiran -kan, dan -lah; (3)
permintaan ajakan yang ditandai dengan perintah ayo, ayolah, dan yuk; (4) perintah
suruhan yang ditandai dengan perintah biar; (5) perintah desakan yang ditandai dengan
perintah cepat dan harus; (6) perintah larangan ditandai dengan perintah jangan, ndak

usah, ndak boleh, ndak kurang, dan janganlah. Perintah tidak langsung terdiri atas: (1)
bertanya, (2) meminta, (3) menolak, (4) menasihati, (5) perintah modus menyatakan, (6)
modus melibatkan orang sekitar, (7) modus memuji. Pemanfaatan konteks terdiri atas:
(1) waktu, (2) situasi, (3) tempat, dan (4) keberadaan orang sekitar.
Kata kunci: tindak tutur memerintah, perintah langsung, perintah tidak langsung,
konteks, pragmatik

Abstract: This research is about speech act of command on a dialog in Laskar Pelangi
film and its implications on Indonesian learning at SMP. A descriptive qualitative method
is used in this study. The findings of the research show that there two types of speech act of
command, that is, direct and indirect. The direct commands comprise (1) usual command
indicated by basic verb; (2) request command indicated by coba, nak, mohon, suffix –kan,
and –lah; (3) invitation command indicated by ayo, ayolah, dan yuk; (4) ordering
commands marked by biar; (5) compelling command indicated by cepat dan harus; and
(6) prohibition command marked by jangan, ndak usah, ndak boleh, ndak kurang and
janganlah. By contrast, indirect commands consist of the following modes (1)
questioning, (2) asking, (3) rejecting, (4) advising, (5) expressing facts, (6) involving
other people, (7) and praising. The types of context used are (1) temporal, (2) situational,
(3) spatial, and (4) existence of surrounding people.
Keywords: command speech acts, direct commands, indirect commands, contexts,

pragmatics
*Alamat korespondensi: Jalan Prof. Dr. Soemantri Brodjonegoro 1, Bandar Lampung

62

PENDAHULUAN
Bahasa adalah alat penghubung
dan alat komunikasi anggota masyarakat
sebagai manusia yang berpikir, berperasaan, dan berkinerja. Pikiran, perasaan, dan
keinginan itu baru terwujud dan berarti bila dinyatakan dengan bahasa dan diketahui, ditanggapi, atau diberi reaksi oleh
individu-individu lain sebagai anggota
masyarakat.
Bahasa sebagai alat komunikasi
juga dapat dipergunakan untuk bertukar
pendapat, berdiskusi, atau membahas
suatu persoalan yang dihadapi. Pihak yang
terlibat dalam proses komunikasi ada dua
orang atau dua kelompok, yaitu pertama
yang mengirim informasi (sender), dan
yang kedua yang menerima informasi

(receiver). Informasi yang disampaikan
bisa berupa suatu ide, gagasan, keterangan
atau pesan, dan alat yang digunakan dapat
berupa simbol atau lambang seperti bahasa
berupa tanda-tanda dan dapat juga berupa
gerak-gerik anggota tubuh ( kinesic )
(Chaer, 2004: 20).
Salah satu wahana penyampaian
ide, gagasan, pesan, pikiran, perasaan, dan
keinginan pribadi adalah media audio
visual berupa film. Film merupakan salah
satu media audio visual sebagai alat penyampaian ide, gagasan, pesan, pikiran,
perasaan, dan keinginan yang ingin disampaikan kepada khalayak ramai. Film
adalah gambar hidup, juga sering disebut
movie. Film secara kolektif sering disebut
sinema.
Dalam dialog sebuah film sering
digunakan bahasa tidak resmi karena
pemeran menyesuaikan konteks dengan
situasi tutur. Salah satu contoh film yang

tidak menggunakan bahasa secara resmi,
yakni film Laskar Pelangi yang diambil
dari sebuah novel karya Andrea Hirata
Supriyati dan Wini Tarmini, Tindak Tutur Memerintah pada Dialog....

pada tahun 2005. Novel ini bertemakan
nilai-nilai edukatif yang tinggi, yang
menceritakan tentang kehidupan sepuluh
anak dari keluarga miskin yang bersekolah
SD dan SMP di sebuah sekolah Muhammadiyah di Pulau Belitong yang penuh
dengan keterbatasan.
Di dalam sebuah pertuturan yang
terjadi dalam sebuah film, baik secara
sengaja atau tidak pasti terjadi tindak tutur
memerintah yang ditujukan kepada mitra
tutur untuk melakukan sesuatu. Untuk
melakukan aktivitas ini sekurang-kurangnya ada dua pihak yang dilibatkan, yakni
penutur dan mitra tutur, dan seringkali pihak ketiga juga dilibatkan.
Rahardi (2005:79) mendefinisikan
kalimat perintah sebagai kalimat yang

mengandung maksud memerintah atau
meminta agar mitra tutur melakukan sesuatu sebagaimana diinginkan si penutur.
Strategi yang digunakan penutur dalam
mengajukan tuturan memerintah tidak bisa
lepas dari konteks yang melatarinya, baik
konteks tempat, konteks situasi, maupun
konteks waktu. Perintah yang diajukan
oleh penutur berkaitan dengan sesuatu
yang ada di dalam pikiran mereka pada
saat itu sehingga peran konteks sangat
mendukung keberhasilan tuturan yang
diungkapkan oleh penutur.
Perintah tidak langsung terdiri atas
perintah tidak langsung dengan modus
bertanya, perintah tidak langsung dengan
modus menolakan, perintah tidak langsung dengan modus menyatakan fakta,
perintah tidak langsung dengan modus
memuji, dan perintah tidak langsung dengan modus melibatkan orang ketiga.
Kalimat perintah sebagai kalimat
yang mengandung maksud memerintah

atau meminta agar mitra tutur melakukan
sesuatu sebagaimana diinginkan si penutur
63

dalam dialog film Laskar Pelangi menarik
untuk diteliti. Dengan meneliti tindak tutur
memerintah dalam dialog film Laskar Pelangi dapat diketahui perbedaan penggunaan tindak tutur memerintah langsung
dan tidak langsung dan juga pemanfaatan
konteks dalam tuturan memerintah.
Dalam kurikulum KTSP mata pelajaran bahasa Indonesia disebutkan salah
satu tujuannya adalah agar peserta didik
memiliki kemampuan berkomunikasi
secara efektif dan efisien sesuai dengan
etika yang berlaku, baik secara lisan maupun tulis, menghargai dan bangga menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa
persatuan dan bahasa negara (Kurikulum
SMP, 2006: 2).
Berkaitan dengan hal itu, pembelajaran bahasa Indonesia diarahkan untuk
meningkatkan kemampuan peserta didik
untuk berkomunikasi dalam bahasa Indonesia dengan baik dan benar, baik secara
lisan maupun tulis, serta menumbuhkan

apresiasi terhadap hasil karya kesastraan
manusia Indonesia. Pembelajaran bahasa
Indonesia diharapkan membentuk peserta
didik mengenal dirinya, budayanya, dan
budaya orang lain, mengemukakan gagasan dan perasaan, berpartisipasi dalam masyarakat yang menggunakan bahasa tersebut, dan menemukan serta menggunakan
kemampuan analitik dan imaginatif yang
ada dalam dirinya (Kurikulum SMP ,
2006: 2).
Oleh karena itu, tindak tutur memerintah dalam dialog film Laskar Pelangi dan implikasinya terhadap pembelajaran bahasa Indonesia di SMP dikaji dalam penelitian ini. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, yaitu untuk menambah referensi khususnya di
bidang pragmatik. Selain itu, diharapkan
dapat memberi informasi bagi guru SMP
64

mengenai tindak tutur memerintah dan
sebagai masukan tentang alternatif media
pembelajaran yang integratif dan kontekstual. Siswa dapat menggunakan penandapenanda tuturan memerintah baik perintah
langsung dan perintah tidak langsung dalam memerintah.
Peristiwa tutur adalah suatu kegiatan di mana para peserta berinteraksi dengan bahasa dalam cara-cara konvensional
untuk mencapai suatu hasil (Yule, 1996:
99). Selanjutnya Chaer, (2004: 47) mengemukakan peristiwa tutur (speech event)

adalah terjadinya atau berlangsungnya interaksi linguistik dalam satu bentuk ujaran
atau lebih yang melibatkan dua pihak,
yaitu penutur dan lawan tutur, dengan satu
pokok tuturan, di dalam waktu, tempat,
dan situasi tertentu.
Selanjutnya, Chaer (2004: 16) mengemukakan perihal tindak tutur, yakni
gejala individual, bersifat psikologis dan
keberlangsungannya ditentukan oleh kemampuan bahasa si penutur dalam
menghadapi situasi tertentu. Tindak tutur
atau tindak bahasa adalah bagian dari
peristiwa yang merupakan fenomena
aktual dalam situasi tutur. Jika peristiwa
tutur di dalam bentuk praktisnya adalah
wacana percakapan, maka unsur pembentuknya adalah tuturan (Suyono, 1990: 5).
Istilah tindak tutur adalah di dalam mengucapkan suatu kalimat, pembicara tidak
semata-mata mengatakan sesuatu dengan
mengucapkan kalimat itu. Di dalam pengucapanya ia juga menindakkan sesuatu.
Teori mengenai tindak tutur mulamula diperkenalkan oleh Austin (1962) dalam bukunya yang berjudul How Things
With Words. Dalam buku tesebut dikemukakan bahwa aktivitas bertutur tidak hanya
terbatas pada penuturan sesuatu, tetapi

juga melakukan sesuatu atas dasar itu.
PAEDAGOGIA, Jilid 17, Nomor 1, Februari 2014, halaman 62 - 77

Pendapat Austin didukung oleh pendapat
Searle yang mengemukakan bahwa tindak
tutur adalah produk atau hasil dari suatu
kalimat dalam kondisi tertentu dan merupakan kesatuan terkecil dari komunikasi
bahasa. Pendapat tersebut didasarkan pada
pendapat bahwa: (1) tuturan merupakan
sarana utama komunikasi dan (2) tuturan
baru memiliki makna jika direalisasikan
dalam tindak komunikasi yang nyata.
Berkenaan dengan perihal tuturan,
Austin membagi tindak tutur atas tiga
klasifikasi, yaitu: (1) tindak lokusi (locutionary act), (2) tindak ilokusi (illocutionary act), (3) tindak perlokusi (perlocutionary act). Tindak lokusi (locutionary act)
adalah tindak proposisi yang berada pada
kategori mengatakan sesuatu (The act of
Saying Something) karena tindak tutur ini
hanya berkaitan dengan makna. Lokusi
adalah tindak tutur yang menyatakan sesuatu dalam arti berkata atau tindak tutur

dalam bentuk kalimat yang bermakna dan
dapat dipahami (Chaer, 2004: 53).
Sebuah tuturan, selain berfungsi
untuk mengatakan atau menginformasikan
sesuatu dapat juga dipergunakan untuk
melakukan sesuatu yang disebut dengan
tindak tutur ilokusi (illocutionary act).
Tindak ilokusi adalah tindak tutur yang
biasanya diidentifikasikan dengan kalimat
performatif yang eksplisit, tindak tutur ini
biasanya berkenaan dengan pemberian
izin, mengucapkan terimasih kasih, menyuruh, menawarkan, dan menjanjikan
(Chaer, 2004: 53).
Secara khusus Searle dalam
(Leech, 1993:163-166) mendeskripsikan
tindak ilokusi ke dalam lima jenis tindak
tutur, yaitu: (1) asertif (assertive), (2)
direktif (directives), (3) komisif (commisives), (4) ekspresif (expressive), dan (5)
kalimat deklaratif (declarations).
Supriyati dan Wini Tarmini, Tindak Tutur Memerintah pada Dialog....


Dalam kaitannya dengan pembagian jenis tindak ilokusi. Leech (1993:161163) mengklasifikasikan jenis ilokusi berdasarkan hubungan fungsi-fungsi tindak
ilokusi dengan tujuan-tujuan sosial berupa
pemeliharaan perilaku yang sopan dan terhormat menjadi empat jenis, yaitu: (1)
kompetitif (competitive), (2) menyenangkan (convivial), (3) bekerja sama (collaborative), dan (4) bertentangan (conflictive).
Selanjutnya, Searle (dalam Ibrahim, 1993:27-33) membagi jenis tindak
direktif ke dalam enam jenis, yaitu: (1)
requestives (permohonan), (2) questions
(pertanyaan), (3) requirements (perintah),
(4) prohibitive (larangan, membatasi), (e)
permissive (pemberian izin), (f) advisories
(menasehati).
Penelitian ini memfokuskan tindak
tutur direktif requirements (perintah).
Teori yang digunakan ialah teori Rahardi
(2005: 99-119). Teori ini digunakan untuk
mengkaji definisi dan jenis-jenis kalimat
memerintah. Perintah meliputi suruhan
yang sangat keras atau kasar sampai
dengan permohonan yang sangat halus
atau santun. Perintah dapat pula meliputi
suruhan untuk melakukan sesuatu sampai
dengan larangan untuk melakukan sesuatu
baik secara langsung atau tidak langsung.
Makna kalimat perintah bergantung pada
konteks situasi tuturan yang melatarbelakanginya.
Berdasarkan konteks situasi tindak
tutur dibagi menjadi dua, yaitu tindak tutur
langsung (direct speech) dan tindak tutur
tidak langsung (indirect speech). Secara
formal berdasarkan modusnya, kalimat
dibedakan menjadi kalimat berita (deklaratif), kalimat tanya (interrogative) dan kalimat perintah (imperatif). Kalimat berita
(deklaratif) digunakan untuk memberitahukan sesuatu (informasi); kalimat tanya
65

untuk menanyakan sesuatu, dan kalimat
perintah untuk menyatakan perintah, ajakan, permintaaan atau permohonan (Wijana, 1996: 30).
Apabila kalimat berita difungsikan
secara konvensional untuk mengadakan
sesuatu, kalimat tanya untuk bertanya dan
kalimat perintah untuk menyuruh, mengajak, memohon dan sebagainya, maka
akan terbentuk tindak tutur langsung
(direct speech). Djajasudarma (1994:65)
mengemukakan bahwa tindak tutur langsung adalah tindak tutur yang menunjukkan fungsinya dalam keadaan (tindakan)
langsung dan literat (penutur sesuai dengan kenyataan).
Tuturan merupakan kalimat yang
diujarkan. Bertutur berarti aktivitas dengan menggunakan bahasa. Bahasa digunakan untuk mengatakan informasi, meminta informasi, memerintah, mengajukan
permohonan, menjanjikan, berjanji, mena-

sehati, dan sebagainya. Rustono (1998:9)
mengatakan bahwa modus tuturan adalah
tuturan verba yang mengungkapkan suasana psikologis perbuatan menurut tafsiran
penutur atau sikap penutur tentang apa
yang dituturkanya.
Berkaitan dengan perihal tuturan,
terdapat Istilah implikatur percakapan,
yaitu sesuatu yang disembunyikan dalam
sebuah percakapan atau dapat dikatakan
sesuatu yang secara implisit terdapat dalam penggunaan bahasa secara aktual.
Untuk mengidentifikasi daya pragmatik sebuah tuturan digunakan analisis
heuristik dengan merumuskan hipotesishipotesis yang diuji berdasarkan data-data
yang tersedia. Bila hipotesis tidak teruji,
akan dibuat hipotesis yang baru. Hipotesis
yang dimaksud adalah praanggapan atau
dugaan sementara. Bagan analisis heuristik yang disebutkan oleh Leech (1983:62)
dapat dilihat pada Gambar 1 berikut ini.

Problem
Hipotesis
Pemeriksaan
Pengujian
Pengujian Gagal
Interpetasi

Gambar 1. Bagan Analisis Heuristik
Leech (1983: 61) mengemukakan
bahwa di dalam analisis heuristik, analisis
berawal dari problem yang dilengkapi proposisi, informasi latar belakang konteks,
kemudian mitra tutur merumuskan hipotesis tujuan tuturan. Berdasarkan data yang
ada, hipotesis diuji kebenarannya. Bila hi66

potesis sesuai dengan bukti-bukti kontekstual yang tersedia, berarti pengujian berhasil. Hipotesis diterima kebenarannya
dan menghasilkan interpretasi baku yang
menunjukkan bahwa tuturan mengandung
satuan pragmatik. Jika pengujian gagal
karena hipotesis tidak sesuai dengan bukti
PAEDAGOGIA, Jilid 17, Nomor 1, Februari 2014, halaman 62 - 77

yang tersedia maka mitra tutur membuat
hipotesis baru untuk diuji kembali dengan
data yang tersedia. Proses pengujian ini
dapat berulang-ulang sampai diperoleh
hipotesis yang dapat diterima.
Konteks adalah latar belakang pengetahuan yang sama-sama dimiliki oleh
penutur dan mitra tutur yang memungkinkan mitra tutur untuk memperhitungkan tuturan dan memaknai arti tuturan dari
si penutur (Grice, 1975 dalam Rusminto
dan Sumarti, 2006: 54). Selanjutnya Presto
(dalam Supardo, 1988:46) mengemukakan
bahwa konteks adalah segenap informasi
yang berada di sekitar pemakaian bahasa,
bahkan juga termasuk pemakaian bahasa
yang ada di sekitarnya misaknya situasi,
jarak, waktu, dan tempat.
Dell Hymes (dalam Chaer, 2004:
48) menyatakan, bahwa unsur-unsur konteks mencakup komponen yang bila disingkat menjadi akronim SPEAKING,
yaitu Setting and scene, Participants,
Ends, Act sequence, Key, Instrumentalities, Norm of interaction and interpretation, dan Genre. Sementara itu, Alwi dkk
(2000: 421-422) mengemukakan bahwa
konteks terdiri atas berbagai unsur seperti
situasi, pembicara, pendengar, waktu,
tempat, adegan, topik, peristiwa, bentuk
amanat, kode, dan sarana. Selanjutnya,
Hymes (dalam Rusminto dan Sumarti,
2006: 59) menyatakan bahwa peranan
konteks dalam penafsiran tampak pada
kontribusinya dalam membatasi jarak
perbedaan tafsiran terhadap tuturan dan
menunjang keberhasilan pemberian tafsiran terhadap tuturan tersebut. Konteks dapat menyingkirkan makna-makna yang
tidak relevan dari makna-makna yang
sebenarnya sesuai dengan pertimbanganpertimbangan yang layak dikemukakan
berdasarkan konteks situasi tertentu.
Supriyati dan Wini Tarmini, Tindak Tutur Memerintah pada Dialog....

METODE PENELITIAN
Metode penelitian yang digunakan
dalam penelitian ini adalah metode
deskriptif kualitatif. Penggunaan metode
deskriptif diharapkan dapat memberikan
bentuk tuturan memerintah pada dialog
film Laskar Pelangi dan implikasinya
dalam pembelajaran bahasa Indonesia di
SMP. Sumber data dalam penelitian ini
berupa tuturan dari aktor dalam film
Laskar Pelangi dengan sutradara Riri
Riza. Mereka adalah (1) Ikal, (2) Lintang;
Lintang Samudra Basara bin Syahbani
Maulana Basara, (3) Sahara; N.A. Sahara
Aulia Fadillah binti K.A. Muslim Ramdhani Fadillah, (4) Mahar; Mahar Ahlan
bin Jumadi Ahlan bin Zubair bin Awam, (5)
A Kiong (Chau Chin Kiong); Muhammad
Jundullah Gufron Nur Zaman, (6) Syahdan; Syahdan Noor Aziz bin Syahari Noor
Aziz, (7) Kucai; Mukharam Kucai Khairani, (8) Borek aka Samson, (9) Trapani;
Trapani Ihsan Jamari bin Zainuddin Ilham
Jamari, (10) Harun; Harun Ardhli Ramadhan bin Syamsul Hazana Ramadhan.
Tokoh lainnya adalah: (1) Flo, (2) Bu
Muslimah, N.A. Muslimah Hafsari Hamid
binti K.A. Abdul Hamid, (3) Pak Harfan,
K.A. Harfan Efendy Noor bin K.A.
Fadillah Zein Noor, (4) A Ling, (5) Pak
Bakrie dan lain-lain.
Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan teknik simak dan
catat. Dikatakan teknik simak karena dilakukan dengan menyimak, yakni menyimak semua dialog film Laskar Pelangi
yang berdurasi 116 menit 40 detik. Teknik
selanjutnya adalah teknik pencatatan,
yakni mencatat transkip data. Catatan tersebut, yakni catatan deskriptif dan reflektif. Catatan deskriptif berupa catatan
tentang semua ujaran dari setiap pemeran
dalam film Laskar Pelangi termasuk kon67

teks yang melatarinya, dan catatan reflektif
adalah interpretasi atau penafsiran peneliti
terhadap tuturan yang disampaikan oleh
penutur kepada mitra tutur.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil penelitian menunjukkan
bahwa tuturan memerintah yang terdapat
pada dialog film Laskar Pelangi dilakukan
dengan dua cara, yakni perintah langsung
dan perintah tidak langsung. Perintah
langsung terdiri atas: (1) perintah biasa
(PLb), (2) perintah permintaan (PLp), (3)
perintah ajakan (Pla), (4) perintah suruhan
(PLs), (5) perintah desakan (PLd), (6)
perintah larangan (Pll).
Perintah tidak langsung terdiri atas
(1) perintah tidak langsung dengan modus
bertanya (PLLmt), (2) perintah tidak
langsung dengan modus meminta
(PTLmm), (3) perintah tidak langsung
dengan modus menolak (PTLmnl), (4)
perintah tidak langsung dengan modus
menasihati (PTLmn), (5) perintah tidak
langsung dengan modus menyatakan fakta
(PTLmf), (6) perintah tidak langsung
dengan modus melibatkan orang ketiga
(PTLmok), (7) perintah tidak langsung
dengan modus memuji (PTLmmj). Konteks yang dimanfaatkan dalam tuturan
dialog film Laskar Pelangi untuk mendukung perintah yang dituturkan terdiri atas:
(1) konteks tempat (PKt), (2) konteks
waktu (PKw), (3) konteks situasi (PKs),
dan (4) konteks keberadaan orang sekitar
(Pkos). Bagan hasil tindak tutur memerintah pada dialog film Laskar Pelangi dapat
dilihat pada Gambar 2.
Perintah Langsung
Kalimat perintah biasa dapat berkisar antara perintah yang sangat halus
68

sampai dengan perintah yang sangat kasar.
Dalam bahasa Indonesia kalimat perintah
biasa memiliki ciri-ciri berikut: (1) berintonasi keras, (2) didukung dengan kata
kerja dasar, dan (3) berpartikel pengeras
–lah.
(1) Trapani : “Enak dagangan aku coba
sajalah Buk!” (dengan
memperlihatkan makanan yang dibawanya). (PLp
52)
Ikal
: “Lihat laku habis!” (sambil
memperlihatkan tampah
yang dibawanya pada Trapani). (PLb 53)
(2) Pak Harfan: “Wudu yang benar yang
tertib urutanye, ya!” (saat
memperhatikan anak didiknya mengambil air
wudu). (PLb 26)
Siswa
: (wudu dengan tertib).
Kalimat perintah permintaan adalah kalimat permintaan dengan kadar
suruhan sangat halus. Kalimat perintah
permintaan ditandai dengan pemakaian
penanda perintah berupa coba, tolong,
mohon, harap, dan beberapa ungkapan
lain seperti sudilah kiranya, dapatkah
seandainya, diminta dengan hormat, dan
dimohon dengan sangat.
(3) Ikal
: “Kiyong, A kiong betul A
Ling sepupu kau Yong?”
(saat memaksa A Kiyong
untuk mengaku).
(PTLmt 85)
A Kiong : (mengangguk).
Ikal
: “Bantulah aku untuk ketemu die Yong, aku mohon A Kiyong, hampir
gile aku dibuatnye,
Yong.” (sambil merengek). (PLp 86)
PAEDAGOGIA, Jilid 17, Nomor 1, Februari 2014, halaman 62 - 77

Perintah
Langsung

Plb

Kata kerja dasar

Plp

mohon
cobe (coba)
nak (mau)
akhiran -lah
akhiran -kan

Bentuk Tuturan
Memerintah

Perintah Tidak
Langsung

pegi (pergi)
lihat
angkat, dll
pakailah
tunggulah
ikutlah
cobalah
sampaikan
izinkan

Pla

ayo
ayolah
yuk

Pls

biar

Pld

cepat
harus

Pli

jangan
ndak usah
janganlah

PTLmt

menjawab keraguan perintah yang
dituturkan, memberi pilihan kepada mitra tutur

PTLmm

digunakan untuk meyakinkan mitra tutur
akan perintah yang dituturkan

PTLmnl

meminta suatu hal kepada mitra tutur
untuk melakukan sesuatu

PTLmn

memberi motivasi/semangat pada perintah
yang dituturkan sehingga komunikasi tetap
berjalan dengan baik

PTLmf

menuturkan keadaan yang sebenarnya
sehingga mendukung perintah yang dituturkan

PTLmos

untuk mendukung perintah yang akan
dituturkan

PTLmmj

memuji mitra tutur sehingga perintah yang
dituturkan mendapat tanggapan positif

A Kiyong : “Hari Minggu ini semuanye, mereke akan datang
ke rumahku untuk kumpul keluarga.” (PTLmf+
Pkw 87)
Ikal
: “Hari Minggu ini Yong?
Mereke ke Gantong?”
A Kiong : (mengangguk).
Supriyati dan Wini Tarmini, Tindak Tutur Memerintah pada Dialog....

Kalimat perintah ajakan adalah
kalimat perintah yang menyatakan ajakan,
biasanya digunakan penanda perintah
ajakan seperti ayo (yo), mari, harap, dan
hendaknya.
(4) Lintang : “Lame kau Kal.” (saat menunggu Ikal ke luar kelas).
Ikal
: “Tang, ayolah kau temeni
aku balik pergi Manggar
69

Gantong, Manggar Gantong!” (saat pulang sekolah). (PLa 77)
Lintang : “Har, kau saje yang kawani
Ikal ke Manggar. Kau ni keliatan lebih paham masalah
die.” (saat Mahar menghampirinya Ikal dan Lintang). (PTLmos 78)
Mahar : “Tenang Boy, kebetulan aku
nak nyari ide untuk karnaval. Sekarang kau naik!”
(sambil menoleh ke belakang boncengan sepedanya). (PLp 79)
Ikal
: “Tancap, Boy!” (saat akan
pergi). (PLb 80)
Kalimat perintah suruhan adalah
perintah yang mengandung makna suruhan untuk melakukan sesuatu. Perintah
suruhan termasuk perintah permintaan,
hanya ada bagian yang ditambahkan sebagai tanda perintah suruhan seperti biar,
harap, hendaknya, hendaklah, silakan.
(5) Lintang : “Bagus dak baju Abang?”
(saat menunjukkan baju
baru yang ia kenakan pada
adiknya).
Ayah Lintang : “Sikit lagi nasi matang
kau angkat, ya!” (sambil peralatan untuk melaut).
(PLp 150)
Lintang
: “Ayah akan melaut lagi
hari ini? Sendirian, aku
tau angin tak sedang bagus, Yah.” (saat melihat
ayahnya bersiap-siap hendak pergi ke laut). (PTLmt
151)
Ayah Lintang : “Istirahatlah kau dulu biar
esok tak telat! Ayah pegi
dulu ye” (saat hendak
pergi melaut). (PLs 152)
70

Kalimat perintah desakan ditandai
dengan kata ayo, mari. Untuk memberi
penekanan maksud desakan digunakan
kata harap atau harus.
(6) Ibu Muslimah : “Ade yang tau di mane Mahar?” (saat bertanya dengan siswanya yang ada di dalam kelas). (PTLmt
92)
Trapani
: “Kalo ngak di batang
situ, paling die bertengger tempat lain,
Buk.” (sambil menunjuk ke arah luar
kelas).
Lintang
: “Nak jadi burung hantu die, Buk.”
Siswa
: (tertawa bersamaan).
Mahar
: “Akulah tau, ape yang
akan kite tampilkan
waktu karnaval (tibatiba datang dari luar
sambil memukulmukul gendang dan
menarik Ikal meju ke
depan kelas). “Buka
baju kau!” (sambil
menunjuk Ikal). (PLb
93)
Ikal
: (menggelengkan kepala).
Mahar
: “Buka baju kau! Buka
baju kau!” (memaksa
Ikal). (PLd 94)
Kalimat perintah larangan ditandai
oleh pemakaian kata jangan.
(7) Ibu Muslimah : “Aku ndak suke Pak,
mereke begitu ngeremehin Harun.” (sambil memperhatikan
siswanya).
Pak Harfan
: “Ndak usah terlalu
PAEDAGOGIA, Jilid 17, Nomor 1, Februari 2014, halaman 62 - 77

kau pikirkan, Mus.
Kau siapkan rapor
anak-anak itu lalu,
biarkan mereke berlibur! (saat melihat Ibu
Muslimah berdiri di
teras sekolah). (PLl
50)
Ibu Muslimah : (diam)
Harun
: “Buk, Buk (sambil
berlari-lari menghampiri Ibu Muslimah yang dari tadi
berdiri memperhatikan mereka).
Ibu Muslimah : “Iye, iye sebentar lagi
libur, ya,” (sambil
memegang pundak
Harun).
Harun
:” Ye, yeee.” (sambil
menganggu-angguk).
Pak Harfan
: “Si Harun akan kau
buatkan rapor khusus
lagi, ye?” (sambil tersenyum). (PTLmt
51)
Ibu Muslimah : “Iye, Pak.” (membalas senyuman Pak
Harfan)
Perintah Tidak Langsung
Perintah tidak langsung dengan
modus bertanya digunakan oleh penutur
untuk memerintah mitra tutur dengan cara
bertanya.
(8) Ibu Ikal : “Jadi kau minta izin untuk
ngantar Ikal?” (saat membereskan meja makan).
(PTLmt 01)
Ayah Ikal : “Jadi, aku izin setenggah
hari.”
Ibu Ikal : “Mudah-mudahan lah
Supriyati dan Wini Tarmini, Tindak Tutur Memerintah pada Dialog....

lengkap 10 murid itu terkumpul, aku nak Ikal
belajar sekulah dari pak
Harfan.”
Kakak Ikal: “Pakek sajalah Kal! Pasti
kau cantik jadinye.” (Saat
meledek Ikal yang enggan
memakai sepatu kakaknya
yang berwarna merah jambu).
Ibu Ikal :”He…, he… Ika ni bisanye
nagcaui adek kau saje.”
(sambil menghampiri Ikal).
“Kal, pakailah itu dulu!
Kini kalau ada rejeki umak
beli lagi yang bagu,ya.”
(saat membujuk ikal untuk
menggunakan sepatu tersebut). (PLp 02)
Ikal : (Hanya diam)
Ayah Ikal : “Aku pergi dulu, ayo Kal!”
(saat berpamitan pada istrinya). (PLa 03)
Ibu Ikal : “Sampaikan salam aku buat
Pak Harfan!” (saat melihat
suaminya hendak meninggalkan rumah). (PLp 04)
Perintah tidak langsung dengan
modus meminta yang dimaksud adalah
suatu bentuk tuturan supaya diberi atau
mendapat sesuatu hal atau hanya strategi
yang digunakan oleh penutur untuk
menyakinkan perintah yang akan dituturkannya.
(8) Ikal
: “Ko air putih!” (saat tiba di
kedai makanan). (PTp 81)
Mahar : “Tenang sajalah kau Boy.
Puisi ini bagi orang yang
sedang jatuh cinta pasti
dahsyat jangan malu.” (saat
melihat Ikal sibuk denan
puisinya yang hendak
71

Koko

Ikal

Koko

Mahar
Ikal

diberikan pada A Ling).
(PLl 82)
: “Kau kirim ke warung si
Cikong itu, cepat!” (saat
menyuruh asistenya mengantar barang). (PLd 83)
: “Kelas kami kebanjiran Ko
kapurnye basah semue.”
(saat dipandangi Koko dengan tajam). (PTLmm 84)
: “A Ling kapur SD Muhammadiyah!” (berteriak
dan kelihatan kesal). (PTLmm 85)
: “Benar-benar kena kau ni,
Boy-Boy.”
: (memeluk tubuh Mahar saat
di bonceng sepeda).

Perintah tidak langsung dengan
modus penolakan ialah suatu bentuk
tuturan berupa penolakan terhadap suatu
hal yang dilakukan oleh mitra tutur yang
tidak disetujui oleh penutur.
(9) Mahar : “Aku dan Flo lah sepakat
kite harus ke Pulau Lanun!”
(saat menyampaikan idenya
pada teman-temannya untuk meminta bantuan pada
Tuk Bayan Tulang dukun
paling sakti di Belitong).
(PLd 115)
Flo
: “Kite harus menemukan
Tuk Bayan Tulang” (sambil
memandangi wajah temantemannya dengan penuh
serius). (PLd 116)
Kucai
: “Gile, dak nak aku.” (sambil
memandangi Mahar dan
Flo). (PTLmnl 117)
Mahar
: “Ndak ade jalan lain namun
nak lulus, hanya Tuk Bayan
Tulang yang bisa ngebantu
72

Sahara

Mahar
Kucai

Flo

Sahara

Mahar

kite, die dukun yang paling
sakti di Belitong. Harun
saje bisa dibuatnye pintar.
Kalian nak lulus ndak?”
(sambil menujuk ke arah
teman-temannya). (Pld+
PTLmt 118)
: “Mahar, janganlah kau mencampur adukkan khayalan
kau dengan dusta!” (saat
tidak setuju dengan pendapat Mahar). (PLl 109)
: “Aku ndak bohong.”
: “Pulau Lanun itu, pulau kosong dari mane kau tau Tuk
Bayan Tulang ade disane?
Setau aku ndak ade orang
tau die ade di mane?”
(PTLmt 120)
: “Aku punya petunjuk dan
bukti-bukti bahwa dia ada
di sana.” (sambil mengambil lipatan kertas yang diselipkan di kepala Mahar).
“Lihat ini!” (saat menunjukkan peta pada teman-temannya).
: “Ape kau tak pernah menyimak pelajaran akidah
setiap Selase, ini perbuatan
syirik, terserah kalian aku
ndak ikut. Siape yang ikut
aku?” (sambil berdiri dan
meninggalkan teman-temannya). (PTLmnl 121)
: “Menyesal nanti kau Sahara.” (sambil berdiri dan menunjuk Sahara).

Perintah tidak langsung dengan
modus menasihati ialah suatu bentuk
tuturan berupa pelajaran yang baik.
PAEDAGOGIA, Jilid 17, Nomor 1, Februari 2014, halaman 62 - 77

(10) Pak Harfan : “Mereke yang ingkar
telah diingatkan bahwa air bah akan datang
namun, kesombongan
telah membutakan
mata dan menulikan
telinga mereka dan
akhirnya mereka musnah dilamun ombak.”
(sambil memandang
anak didiknya satu
persatu). (PTLmn 25)
Ikal
: “Makanye jika kau tak
rajin salat pandai-pandailah kau berenang,
tak ade gunenye otot
besarmu itu, kalau
kau tak pandai berenang. Wek.” (saat
mengejek Borek).
Perintah tidak langsung dengan
modus menyatakan fakta ialah tuturan
yang disampaikan penutur berdasarkan
keadaan yang benar-benar ada atau terjadi,
pada saat tuturan disampaikan kepada
mitra tutur. Penutur berharap bahwa mitra
tutur akan melakukan perintah ketika
melihat fakta yang terjadi.
(11) Pak Bakrie : “Aku balik dulu Pak
Cik, assalamualaikum.” (saat melihat
kedatangan Ibu Muslimah).
Pak Harfan : “Walaikum salam (saat
menjawab salam).
Pak Harfan : “Gak ade yang bise kite
lakukan lagi Mus,
surat dari pengawas
sekolah Sumatra Selatan ini jelas mengatakan untuk ulangan
minggu depan kite harus bergabung dengan
Supriyati dan Wini Tarmini, Tindak Tutur Memerintah pada Dialog....

SD PN.” (sambil menunjukkan surat yang
dimaksud dan memandangi Ibu Muslimah
yang sedang melihat
foto di dinding sekolah
itu). (PTLmf 44)
“Mus, mestinye kau tak
perlu ngerase terbebani hanya karena
ayah kau ade dalam
foto itu bersama aku.
Sudah dua bulan ye,
gaji kau dan Bakrie
tertunda.” (sambil
melihat Ibu Muslimah).
“Mus, kau tu masih muda, cantek pula. Kenape kau tolak lamaran
anak Haji Mahdol, lah
jadi istri sodagar kau
di tanah Jawa?” (saat
memandangi Ibu Muslimah). (PTLmt 45)
Ibu Muslimah : “Lalu, nak meninggalkan Bapak bedua
saje dengan Bakrie?
Mimpi aku ini bukan
jadi istri sodagar Pak,
mimpi aku jadi guru
dan Bapak adalah
orang yang langsung
percaye bahwa, aku
bisa jadi guru. Lah
lima tahun ini kite ngadepin bermacam-macam persoalan tapi,
kite tetap bertahan
kan, Pak? Soal uang
aku lagi dapet dari
ngejait, Pak.”(sambil
memandang Pak
73

Harfan).
Pak Harfan : “Alhamdulillah.”
(sambil tersenyum).
Perintah tidak langsung dengan
modus melibatkan orang ketiga ialah
perintah yang dituturkan oleh penutur
dengan cara melibatkan orang lain atau
orang di sekitar penutur yang turut
mendukung dalam mengajukan perintah
yang dituturkan oleh penutur kepada mitra
tutur.
(11) Lintang : “Lame kau Kal.” (saat menunggu Ikal ke luar kelas).
Ikal
: “Tang, ayolah kau temeni
aku balik pergi Manggar
Gantong, Manggar Gantong!” (saat pulang sekolah). (PLa 77)
Lintang : “Har, kau saje yang kawani
Ikal ke Manggar. Kau ni
keliatan lebih paham masalah die.” (saat Mahar
menghampiri Ikal dan
Lintang). (PTLmok 78)
Mahar : “Tenang Boy, kebetulan
aku nak nyari ide untuk
karnaval. Sekarang kau
naik!” (sambil menoleh ke
belakang boncengan sepedanya). (PLb 79)
Ikal
: “Tancap, Boy!” (saat akan
pergi). (PLb 80)
Perintah tidak langsung dengan
modus memuji ialah suatu bentuk tuturan
berupa kekaguman, penghargaan terhadap
sesuatu dengan harapan supaya mitra tutur
mengabulkan perintah penutur.
(12) Siswa
: (terpaku memandangi
piala yang mereka
raih, kemudian bersorak gembira mengangkat Mahar ke udara
berkali-kali).
74

Seorang guru

: “Hoi, mantap kalian
bisa menang karnaval
ya, tahun depan bikin
yang baru lagi ya, biar
menang lagi.” (saat
melawati SD Muhammadiyah). (PTLmmj 100)

Pemanfaatan Konteks dalam Tindak
Tutur Memerintah
Pemanfaatan konteks dalam
dialog film Laskar Pelangi terdiri atas
konteks waktu, situasi, tempat dan orang
sekitar. Konteks waktu yang dimaksud
ialah seluruh rangkaian suatu peristiwa
tutur yang sedang berlangsung. Konteks
waktu dimanfaatkan oleh penutur untuk
mendukung perintah yang diajukan
kepada mitra tutur.
(13) Ayah Ikal : “Cepatlah sikit telat
nanti si Ikal!” (sambil
merapikan bajunya).
(PKw 253)
Ibu Ikal
: “Tunggulah dulu, lah
letih-letih aku merendam air pandan ini
semalaman.” (sambil
menciprat-cipratkan
air pandan ke baju Ikal
saat diseterika). (PLp
154)
Konteks situasi tutur
adalah
segala latar belakang pengetahuan yang
muncul dan dimiliki bersama-sama oleh
penutur dan mitra tutur, serta aspek-aspek
nonkebahasaan yang menyertai, mewadahi, serta melatarbelakangi hadirnya sebuah pertuturan. Situasi yang terjadi pada
saat itu menjadi dukungan bagi penutur
untuk mengajukan perintahnya.
(14) Lintang : “Ayah, ayahlah balik.”
(saat menunggu kedaPAEDAGOGIA, Jilid 17, Nomor 1, Februari 2014, halaman 62 - 77

tangan ayahnya).
Ayah Lintang : “Eee-eee, adik ngompol
ta?” (berbicara pada putri
bungsungnya yang digendong Lintang).
Lintang
: “Ayah, aku nak berangkat
sekulah dulu.” (saat mengetahui ayahnya baru
pulang dari melaut dan
berlalu dengan sepedanya). (PKp 27)
Konteks tempat ialah tempat
berlangsungnya sebuah tuturan untuk
mengajukan sebuah perintah kepada mitra
tutur. Konteks tempat berlangsungnya
sebuah tuturan tidak hanya berlangsung di
lingkungan sekitar panutur dan mitra tutur,
tetapi tempat lain yang menurut penutur
tempat untuk mengajukan perintah kepada
mitra tutur.
(16) Lintang : “Lame kau Kal.” (saat menunggu Ikal ke luar kelas).
Ikal
: “Tang, ayolah kau temeni
aku balik pergi Manggar
Gantong, Manggar Gantong!” (saat pulang sekolah). (PKt 77)
Lintang : “Har, kau saje yang
kawani Ikal ke Manggar.
Kau ni keliatan lebih paham masalah die.” (saat
Mahar menghampirinya
Ikal dan Lintang). (PTLmos 78)
Mahar
: “Tenang Boy, kebetulan
aku nak nyari ide untuk
karnaval. Sekarang kau
naik!” (sambil menoleh
ke belakang boncengan
sepedanya). (PLb 79)
Ikal
: “Tancap, Boy!” (saat akan
pergi). (PLb 80)
Supriyati dan Wini Tarmini, Tindak Tutur Memerintah pada Dialog....

Konteks keberadaan orang sekitar
sangat berpengaruh bagi keberhasilan
sebuah tuturan yang diajukan oleh penutur
kepada mitra tutur untuk menyampaikan
perintahnya. Konteks keberadaan orang
sekitar juga dimanfaatkan oleh penutur
untuk mendukung perintah yang akan
diajukannya.
(15) Lintang : “ Mane Pak Ajo, Yah?”
(sambil mencari-cari
orang yang dimaksud).
(PTLmt 112)
Ayah Lintang : (diam saja, dan sibuk
menyiapkan peralatan
yang hendak dibawa melaut).
Lintang
: “Yan, kau jaga adik-adik
ya. Aku nak ikut Ayah
melaut, masuk-masuk!”
(saat mengetahui ayahnya akan melaut sendiri).
(PKos 113)
Ayah Lintang : “Nak ape kau, esok kau
sekolah?” (saat melihat
Lintang ikut memberesi
barang yang akan dibawa
ayahnya melaut). (PTLmt
114)
Lintang
: (tak peduli dengan larangan ayahnya).
Implikasi film Laskar Pelangi pada
Pembelajaran Bahasa dan Sastra
Indonesia di SMP
Dalam pembelajaran sastra,
bermain peran merupakan salah satu
pembelajaran sastra yang kurang diminati
siswa karena untuk memahami dan
menghayati naskah drama berupa dialog
membutuhkan ketekunan. Salah satu cara
untuk menarik minat siswa dalam
mempelajari drama dapat dilakukan
dengan cara memanfaatkan dialog
75

memerintah dalam film Laskar Pelangi
sebagai media pembelajarannya.
Siswa dapat belajar mengenai
tuturan memerintah baik perintah langsung yang ditandai dengan penanda perintah ayo, mohon, coba, jangan, biar,
harus dan perintah tidak langsung yang
menggunakan berbagai modus sesuai
dengan konteks yang melatarbelangi
tuturan tersebut.

KESIMPULAN DAN SARAN
Bedasarkan hasil penelitian dapat
disimpulkan bahwa ada dua cara tuturan
memerintah, yakni perintah langsung dan
perintah tidak langsung. Perintah langsung
yang ditemukan terdiri atas (1) perintah
biasa (PLb) ditandai dengan kata kerja
dasar; (2) perintah permintaan (PLp)
ditandai dengan penanda perintah cobe
(coba), nak (mau), mohon, akhiran –kan
dan akhiran –lah; (3) perintah ajakan
(PLa) ditandai dengan penanda perintah
ayo, ayolah dan yuk; (4) perintah suruhan
(PLs) ditandai dengan penanda perintah
biar; (5) perintah desakan (PLd) ditandai

dengan penanda perintah cepat dan harus;
dan (6) perintah larangan (PLl) ditandai
dengan penanda perintah jangan, ndak
usah, ndak boleh, ndak kurang, dan
janganlah.
Perintah tidak langsung terdiri atas
(1) perintah tidak langsung dengan modus
bertanya (PTLmt); (2) perintah tidak
langsung dengan modus meminta (PTLmm); (3) perintah tidak langsung dengan
modus menolak (PTLmnl); (4) perintah
tidak langsung dengan modus menasihati
(PTLmn); (5) perintah tidak langsung dengan modus menyatakan fakta (PTLmf);
(6) perintah tidak langsung dengan modus
melibatkan orang sekitar (PTLmos); dan
(7) perintah tidak langsung dengan modus
memuji (PTLmmj) digunakan penutur
untuk memuji mitra tutur sehingga perintah yang dituturkannya mendapat tanggapan yang positif.
Pemanfaatan konteks dalam tindak
tutur memerintah yang ditemukan terdiri
atas (1) pemanfaatan konteks waktu; (2)
pemanfaatan kontek situasi; (3) pemanfaatan konteks tempat; dan (4) pemanfaatan
konteks keberadaan orang sekitar.

DAFTAR PUSTAKA
Alwi, Hasan, Soenjono Dardjowidjojo, Hans Lapoliwa, dan Anton M. Moeliono. 2000.
Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Aslinda & Leni Syafyahya. 2007. Pengantar Sosiolinguistik. Bandung: Refika Aditama.
Badudu, J.S. 1983. Inilah Bahasa Indonesia yang Benar. Jakarta: Gramedia.
Chaer, Abdul & Leonie Agustina. 2004. Sosiolinguistik Perkenalan Awal. Jakarta: Rineka
Cipta.
Gunarwan, Asim. 1994. “Kesantunan Negatif di Kalangan Dwibahasawan Indonesia-Jawa
di Jakarta” dalam PELBA 7. Jakarta: Unika Atmajaya Press.
Hirata, Andrea. 2008. Laskar Pelangi. Yogyakarta: Bentang Pustaka.
Ibrahim, Abd. Syukur. 1993. Kajian Tindak Tutur. Surabaya: Usaha Nasional.
Leech, Geoffrey. 1993. Prinsip-prinsip Pragmatik. Terjemahan oleh Oka, M.D.D.
76

PAEDAGOGIA, Jilid 17, Nomor 1, Februari 2014, halaman 62 - 77

Universitas Indonesia: Jakarta.
Margono, S. 2007. Metodologi Penelitian Pendidikan. Jakarta: Reneka Cipta.
Moleong, L. J. 1998. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Mulyasa. E. 2007. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Bandung: PT Remaja Persada
Karya.
Muslich, Mansur. 2007. KTSP Pembelajaran Berbasis Kompetensi dan Kontekstual.
Jakarta: PT Bumi Aksara.
Rahardi, R. Kunjana.2003. Berkenalan dengan Ilmu Bahasa Pragmatik. Malang: Dioma.
____________. 2005. Prakmatik Kesatuan Imperatif Bahasa Indonesia. Jakarta:
Erlangga.
Rusminto, N.E. & Sumarti. 2006. Analisis Waacana Bahasa Indonesia (Buku Ajar).
Universitas Lampung: Lampung.
Rustono. 1999. Pokok-pokok Pragmatik. Semarang: CV IKIP Semarang Press.
Sadiman, Arifin S. Rahardjo, R., Haryono, Anung, & Rahardjito. 2006. Media Pendidikan,
Pengertian, Pengembangan, dan Pemanfaatannya. Jakarta: Raja Grafindo
Persada.
Serly, Fatmayanti. 2009. “Tindak Ilokusi pada Interaksi Belajar Mengajar Kelas V SD
Islam Terpadu Permata Bunda Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2007/2008"
dalam Skripsi. Lampung: Universitas Lampung.
Supardo, Susilo. 1988. Bahasa Indonesia dalam Konteks. Jakarta: Depdikud Direktorat
Jenderal.
Suyono. 1990. Pragmatik: Dasar-dasar dan Pengajarannya. Malang Ya3
Tarigan, Henry Guntur. 1990. Pengajaran Pragmatik. Bandung: Angkasa.
Wijana, I. Dewa Putu. 1996. Dasar-Dasar Pragmatik. Yogyakarta: Andi.
Yule, George. 1996. Pragmatik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Supriyati dan Wini Tarmini, Tindak Tutur Memerintah pada Dialog....

77