150839 MQFM 2009 11 Editorial 11 Nopember 2009

Editorial MQ 92,3 FM
Edisi Rabu 11 November 2009
“ Raibnya Ayat Rokok”
Sahabat MQ/ Alkisah hilangnya ayat mengenai tembakau dalam Undang-Undang
Kesehatan/ merupakan permasalah serius yang harus menjadi perhatian//
Pasalnya kasus penghilangan tembakau/ bukan hanya sekedar kelalaian namun
ada unsur kesengajaan di dalamnya// Apalagi sudah menjadi rahasia umum/
bahwa aturan yang melindungi masyarakat dari bahaya nikotin/ mendapat
ganjalan keras dari kalangan industri rokok//
Sahabat MQ/ Dugaan adanya sabotase pada undang-undang yang disahkan
Dewan Perwakilan Rakayat/ pada pertengahan Sepetember lalu/ mulai terungkap
pada pertengahan Oktober// Sejumlah anggota panitia khusus di parlemen
terkejut/ karena dalam naskah akhir yang dikirim ke Sekretariat Negara/ tidak
tercantum aturan soal tembakau/ yang dituangkan pada ayat 2 pasal 113// Dalam
pengesahan/ pasal tersebut masih terdiri atas tiga ayat/ sedangkan dalam
naskah tersebut/ tinggal dua ayat//
Sahabat MQ/ Raibnya ayat tembakau tersebut/ memang sangat janggal/ kemana
ayat tersebut pergi// Kondisi tersebut sontak membuat elemen masyarakat yang
tergabung dalam Koalisi Anti Korupsi Ayat-KAKAR/ yang antara lain terdiri dari
YLKI/ Komnas Anak/ ICW/ Jaringan Pengadilan Tembakau/ Komnas Pengendalian
tembakau/ Lembaga Menanggulangi masalah rokok/ dan Koalisi untuk Indonesia

Sehat Berencana/ berteriak lantang/ untuk meminta pengusutan kemana
hilangnya ayat tersebut// Adalah Kartono Muhamad salah satu aktivis Kakar/ yang
berteriak lantang meminta Dewan mengusut tuntas ayat tersebut//
Sahabat MQ/
Berdasarkan penelusuran KAKAR/ Kartono menyebutkan pada
komisi IX DPR/ pihaknya menemukan bukti yang menunjukan adanya intervensi/
untuk menghilangkan ayat 2 pasal 113 Undang-undang kesehatan tersebut//
KAKAR menyebutkan adanya ada tiga anggota DPR/ yang dilaporkan terkait
hilangnya ayat tembakau di dalam undang-undang kesehatan tersebut// Kartono
menilai/ tindakan anggota DPR yang berawal dari kolusi/ edngan pihak tertentu
yang dapat berujung pada kasus korupsi// Untuk itu pihaknya berharap Badan
Kehormatan-BK DPR/ harus menindak tegas kasus tersebut//
Sementara itu Sahabat MQ/ Salah satu anggota komisi IX DPR-Sumarjati Aryoso
membantah/ tidak ada unsur kesengajaan dalam penghilangan ayat 2 pasal 113/
mengenai tembakau sebagai zat adiktif// Menghilangnya ayat tersebut/
dikarenakan kesalahan teknis belaka// Namun Sumarjati menegaskan/ ayat yang
hilang tersebut/ kini telah dikembalikan pada keadaan semula//
Sahabat MQ/ Terlepas dari permasalah hilangnya ayat tersebut/ sah-sah saja/ jika
DPR menyatakan kasus hilangnya ayat tersebut sebagai kesalahan teknis// Namun
dampaknya tidak dapat dipandang enteng/ mengingat jika undang-undang

terkorupsi tersebut lolos/ maka masyarakat akan mendapatkan sosialisasi undang-

undang yang cacat// Maka hak masyarakat untuk mendapapatkan produk undangundang yang baik/ akan terampas// Wallhu'alam Bishowab////

Dugaan sabotase terhadap undang-undang yang disahkan oleh Dewan
Perwakilan Rakyat pada pertengahan September lalu itu baru terungkap
belakangan ini. Sejumlah anggota panitia khusus di parlemen terkejut
karena dalam naskah akhir yang dikirim ke Sekretariat Negara tak
tercantum aturan soal tembakau yang dituangkan pada ayat 2 pasal 113.
Dalam pengesahan, pasal ini masih terdiri atas tiga ayat, sedangkan dalam
naskah itu tinggal dua ayat.
Aturan yang raib itu berbunyi, "Zat adiktif sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) meliputi tembakau, produk yang mengandung tembakau padat....”
Dengan kata lain, tembakau termasuk zat adiktif yang harus dikontrol agar
tidak membahayakan kesehatan orang lain, keluarga, dan lingkungan,
seperti diatur dalam ayat sebelumnya. Jelas aturan ini amat penting karena
bisa menjadi landasan pengendalian rokok, termasuk larangan merokok di
dalam ruangan tertutup.
Sekretariat Negara telah menyadari kejanggalan itu dan memasukkan lagi
ayat yang lenyap. Tapi tidak seharusnya persoalan ini dianggap selesai.

Sekretariat DPR bersama Sekretariat Negara wajib mengusut pegawai dan
pejabat yang menangani naskah undang-undang itu. Soalnya, di dua
lembaga inilah kemungkinan besar sabotase terjadi.

Pegawai dan pejabat yang mengurus naskah tersebut tetap harus diberi
sanksi, sekalipun, misalnya, hilangnya ayat itu terbukti sekadar kelalaian.
Tapi kemungkinan ini amat kecil. Kejadian yang memalukan itu terkesan
disengaja karena hilangnya ayat tembakau pada pasal 113 diikuti dengan
pergeseran ayat 3 menjadi ayat 2.
Secara sepintas, tak ada yang janggal. Hanya orang yang mengikuti
pembahasan undang-undang itu yang bisa mengetahui adanya aturan yang
hilang.
Itu sebabnya, kepolisian juga perlu turun tangan. Jika memang ada
kesengajaan memangkas ayat soal tembakau, perbuatan ini jelas
merupakan penyalahgunaan wewenang. Kemungkinan keterlibatan pihak
luar, misalnya kalangan industri rokok, perlu pula diselidiki. Sebab,
merekalah yang selama ini menentang pengendalian rokok dan tembakau.
Dalam tahap pembahasan, pasal yang menyangkut rokok dalam UU
Kesehatan selalu mengundang perdebatan sengit. Banyak aturan yang
memperketat larangan merokok akhirnya dilonggarkan lagi. Tentangan

keras dari kalangan industri rokok itu pula yang membuat Rancangan
Undang-Undang Pengendalian Tembakau gagal disahkan tahun ini.
Maka, ayat mengenai tembakau yang sempat hilang dari UU Kesehatan
harus dilihat sebagai benteng pertahanan terakhir dalam upaya memerangi
rokok. Dan kesengajaan menghapus pasal penting ini jelas merupakan
kejahatan besar yang tidak bisa dibiarkan.