KAJIAN PEMAKAIAN KODE BAHASA MASYARAKAT DWIBAHASAWAN DI PANGANDARAN KABUPATEN CIAMIS DAN ALTERNATIF MODEL PEMBELAJARANYA YANG BERBASIS MULTIKULTURAL.

(1)

Eep Saepulloh, 2012

Kajian Pemakaian Kode Bahasa Masyarakat Dwibahasawan Di Pangandaran Kabupaten Ciamis Dan Alternatif Model Pembelajaranya Yang Berbasis Multikultural

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

UCAPAN TERIMA KASIH ... iii

ABSTRAK ... iv

DAFTAR ISI ... xii

DAFTAR TABEL ... xvii

DAFTAR GAMBAR ... xviii

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Fokus Penelitian ... 6

C. Rumusan Masalah ... 8

D. Tujuan Penelitian ... 9

E. Manfaat Penelitian ... 10

F. Definisi Operasional ... 11

G. Sistematika Penulisan ... 13

BAB II. PEMAKAIAN KODE BAHASA MASYARAKAT DWIBAHASA WAN DI PANGANDARAN KABUPATEN CIAMIS A. Masyarakat Tutur ... 20


(2)

Eep Saepulloh, 2012

Kajian Pemakaian Kode Bahasa Masyarakat Dwibahasawan Di Pangandaran Kabupaten Ciamis Dan Alternatif Model Pembelajaranya Yang Berbasis Multikultural

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

C. Komponen Tutur ... 27

D. Kode ... ... 30

E. Alih Kode dan Campur Kode ... 30

1. Alih Kode ... 33

2. Campur Kode ... 35

F. Variasi Kode Bahasa ... 37

G. Faktor-faktor Penentu Pemakaian Kode Bahasa ... 39

1. Penyebab Terjadinya Pemakaian Alih Kode Bahasa ... 40

2. Penyebab Terjadinya Pemakaian Campur Kode ... 41

H. Pendidikan Multikultural ... 42

1. Dasar Pendidikan Multikultural ... 46

2. Pendekatan dalam Model Pembelajaran Multikultural ... 51

3. Model Pembelajaran Multikultural ... 52

I. Multikultural Dalam ... 52

J. Kurikulum Tersembunyi ... 57

K. Implementasi Pembelajaran Berbasis Multikultural ... 62

L. Hubungan Pendidikan dan Pengajaran Bahasa ... 70

M. Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia ... 76

BAB III. METODE DAN TEKNIK PENELITIAN A. Objek Penelitian ... 92


(3)

Eep Saepulloh, 2012

Kajian Pemakaian Kode Bahasa Masyarakat Dwibahasawan Di Pangandaran Kabupaten Ciamis Dan Alternatif Model Pembelajaranya Yang Berbasis Multikultural

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

B. Paradigma Penelitian ... 94

C. Langkah- langkah Penelitian ... 97

D. Teknik Penelitian ... 105

E. Instrumen Penelitian ... 108

BAB IV. ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN A. Analisis Pemakaian Kode Bahasa ... 111

1. Faktor- Faktor Pemakaian Variasi Kode Bahasa ... 113

a. Kode Bahasa Indonesia (BI) ... 114

b. Kode Bahasa Jawa (BD) ... 122

c. Kode Bahasa Daerah Lain (BL) ... 129

d. Kode Bahasa Asing (BA) ... 132

2. Faktor-faktor Penentu Pemakaian Kode Bahasa ... 140

a. Ranah ... 140

1) Ranah Pemerintahan ... 141

2) Ranah Pekerjaan ... 142

3) Ranah Pendidikan ... 143

4) Ranah Keluarga ... 145

5) Ranah Keagamaan ... 145


(4)

Eep Saepulloh, 2012

Kajian Pemakaian Kode Bahasa Masyarakat Dwibahasawan Di Pangandaran Kabupaten Ciamis Dan Alternatif Model Pembelajaranya Yang Berbasis Multikultural

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

3. Peserta Tutur (mitra tutur ) ... 148

4. Norma ... 149

B. Analisis Pemakaian Variasi Alih Kode ... 151

1. Alih Kode dengan Kode Dasar Bahasa Indonesia (BI) ... 151

2. Alih Kode dengan Kode Dasar Bahasa Jawa (BJ) ... 153

C. Analisis Pemakaian Campur Kode Bahasa ... 155

1. Campur Kode dengan Kode Dasar Bahasa Indonesia (BI) ... 156

2 Campur Kode dengan Kode Dasar Bahasa Jawa ... 160

D. Analisis Faktor Penentu Pemakaian Alih Kode dan Campur- Kode Bahasa ... 166

1. Faktor Penentu Pemakaian Alih Kode ... 169

a. Perubahan Situasi Tutur ... 167

b. Kehadiran Orang Ketiga ... 169

c. Peralihan Pokok Pembicaraan ... 171

2. Faktor Penentu Pemakaian Campur Kode ... 173

E. Analisis Hasil Wawancara ... 177

1. Deskripsi dan Analisis Hasil Wawancara ... 177

2. Deskripsi Data Wawancara ... 178


(5)

Eep Saepulloh, 2012

Kajian Pemakaian Kode Bahasa Masyarakat Dwibahasawan Di Pangandaran Kabupaten Ciamis Dan Alternatif Model Pembelajaranya Yang Berbasis Multikultural

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

BAB V. MODEL BERBASIS MULTIKULTURAL DAN PEMBELAJARAN NYA DALAM MASYARAKAT DWIBAHASAWAN

A. Strategi Pembelajaran Kooperatif ... 188

B. Konsep Dasar Pembelajaran Kooperatif Teknik Jigsaw ... 190

C. Prinsip-Prinsip Pembelajaran Kooperatif Teknik Jigsaw ... 196

D. Prosedur Pembelajaran kooperatif Teknik Jigsaw ... 197

E. Langkah-Langkah Pembelajaran Model Kooperatif Teknik Jigsaw ... 197

F. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Bahasa Indonesia ... 199

G. Rencana Perencanaan Pembelajaran Bahasa Indonesia ... 200

BAB VI. SIMPULAN DAN SARAN A.Simpulan ... 204

B.Saran ... 208

DAFTAR PUSTAKA ... 215

LAMPIRAN-LAMPIRAN ... 220


(6)

2

Eep Saepulloh, 2012

Kajian Pemakaian Kode Bahasa Masyarakat Dwibahasawan Di Pangandaran Kabupaten Ciamis Dan Alternatif Model Pembelajaranya Yang Berbasis Multikultural

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian

Sarana komunikasi yang paling penting sesama masyarakat adalah bahasa. Manusia merupakan makhluk sosial yang selalu berinteraksi dengan manusia lain. Bahasa merupakan suatu sistem komunikasi menggunakan simbol-simbol vokal (bunyi ujaran) bersifat manasuka (arbiter), yang dapat diperkuat dengan gerak-gerik fisik disertai simbol rangkaian bunyi dihasilkan alat ucap manusia berupa vokal yang dapat memberikan makna tertentu Keraf, (1997 : 4) menyatakan bahwa;

Komunikasi merupakan akibat yang lebih jauh dari ekspresi diri. Komunikasi tidak akan sempurna jika ekspresi tidak diterima atau tidak dipahami oleh orang lain. Sebagai alat komunikasi, bahasa merupakan saluran perumusan maksud penutur, melahirkan perasaan dan memungkinkan penciptaan kerja sama dengan sesama warga. Ia mengatur berbagai macam aktivitas kemasyarakatan, merencanakan dan mengarahkan masa depan kita.

Karena kedudukannya sangat penting, bahasa tidak akan pernah lepas dari kehidupan manusia. Pemakaian bahasa dalam komunikasi selain ditentukan oleh faktor-faktor linguistik juga ditentukan oleh faktor-faktor nonlinguistik atau luar bahasa, antara lain faktor sosial merupakan pengaruh dalam penggunaan bahasa. Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat yang majemuk, baik secara sosial, budaya, maupun linguistik. Berdasarkan aspek linguistik, masyarakat Indonesia merupakan masyarakat dwibahasawan (bilingual). Setidaknya masyarakat Indonesia menguasai dua bahasa, yaitu bahasa daerah sebagai bahasa etnik dan


(7)

3

Eep Saepulloh, 2012

Kajian Pemakaian Kode Bahasa Masyarakat Dwibahasawan Di Pangandaran Kabupaten Ciamis Dan Alternatif Model Pembelajaranya Yang Berbasis Multikultural

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional. Penguasaan dua bahasa atau lebih mengakibatkan masyarakat bahasa dwibahasawan bahkan multibahasawan. Proses transfer unsur-unsur bahasa, baik transfer negatif maupun transfer positif dari bahasa pertama ke dalam bahasa kedua ataupun sebaliknya terjadi dalam masyarakat dwibahasawan saat berkomunikasi. Transfer positif menyebabkan terjadinya integrasi yang sifatnya menguntungkan kedua bahasa karena penyerapan unsur dari suatu bahasa dapat berintegrasi dengan sistem bahasa penyerap. Sebaliknya transfer negatif akan melahirkan interferensi, yaitu penyimpangan dari norma-norma bahasa dalam bahasa yang digunakan sebagai akibat pengenalan terhadap bahasa lain.

Bahasa sebagai salah satu unsur kebudayaan, memungkinkan manusia memanfaatkan pengalaman-pengalaman, mempelajari serta belajar berkenalan dengan orang lain. Anggota masyarakat hanya dapat dipersatukan secara efisien melalui bahasa. Bahasa sebagai alat komunikasi, lebih jauh memungkinkan tiap orang merasa dirinya terikat dengan kelompok sosial, serta dapat melakukan semua kegiatan kemasyarakatan. Pada saat beradaptasi dengan masyarakat sosial tertentu, pememilihan bahasa yang digunakan bergantung pada situasi dan kondisi yang dihadapi.

Dalam masyarakat tutur, bahasa mempunyai ragam atau variasi yang digunakan oleh masyarakat penuturnya. Dalam pandangan sosiolinguistik, situasi kebahasaan pada masyarakat dwibahasa (bilingual) ataupun multibahasa (multilingual) sangat menarik untuk diteliti. Fishman (Chaer, 2004:36) mengungkapkan “ masyarkat tutur adalah masyarkat yang anggotanya setidaknya


(8)

4

Eep Saepulloh, 2012

Kajian Pemakaian Kode Bahasa Masyarakat Dwibahasawan Di Pangandaran Kabupaten Ciamis Dan Alternatif Model Pembelajaranya Yang Berbasis Multikultural

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

mengenal satu variasi bahasa norma-norma sesuai penggunaannya”. Hal ini mempertegas bahwa yang dimaksud masyarakat dalam istilah masyarakat tutur bersifat relatif. Kata masyarakat yang dimaksud menyangkut setiap kelompok orang berdasarkan tempat, daerah, profesi, hobi dan sebagainya, menggunakan bahasa yang sama, serta mempunyai penilaian yang sama terhadap norma- norma pemakaian bahasa yang memungkinkan terbentuknya suatu masyarakat tutur. Hymes (Sumarsono,2009:335) mengungkapkan, yakni:

Komponen tersebut disusun sedemikian rupa sehingga huruf awal tiap-tiap komponen tersebut dapat membentuk singkatan yang mudah diingat, yaitu SPEAKING yang terdiri atas Setting and Scene (latar), Participants (peserta), Ends (hasil), Act Sequence (amanat), Key (cara), Instrumentalities (sarana), Norms (norma), dan Genres (jenis).

Hal-hal yang dikemukakan oleh Hymes mengenai aturan berbahasa sebenarnya tidak hanya menyangkut masalah kesepakatan dalam pemakaian bahasa saja, tetapi juga mencakup fungsi bahasa sebagai alat komunikasi dan sosial politik. Indonesia merupakan satu negara multilingual dengan kelangsungan komunikasi penutur lebih dari dua bahasa yang digunakan. Penggunaan bahasa saat bertutur dalam berbagai situasi di wilayah negara secara bergantian atau secara terpisah akan menghasilkan berbagai ragam bahasa. Dalam praktiknya proses ragam bahasa yang berlangsung saat berkomunikasi terjadi interaksi bahasa sesama penutur dengan berbagai ras, etnis, budaya dan adat berbeda.

Keberadaan masyarakat dengan berbagai etnis, budaya, dan bahasa yang digunakan di Pangandaran merupakan sebuah gambaran masyarakat penutur dwibahasawan. Situasi kedwibahasaan masyarakat tutur di Pangandaran dalam berkomunikasi menghasilkan faktor-faktor kode bahasa. Faktor penentu kode


(9)

5

Eep Saepulloh, 2012

Kajian Pemakaian Kode Bahasa Masyarakat Dwibahasawan Di Pangandaran Kabupaten Ciamis Dan Alternatif Model Pembelajaranya Yang Berbasis Multikultural

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

bahasa penutur saat berkomunikasi secara sengaja atau tidak disengaja terucap sehingga menghasilkan berbagai ragam bahasa. Proses perubahan ragam bahasa penutur disebabkan akibat situasi, bahasa yang digunakan, lawan tutur, tempat, serta tujuan.

Beberapa ahli bahasa menyebutkan serta membedakan antara alih kode dan campur kode. Namun beberapa ahli bahasa lain hanya mengenal satu istilah dengan menyebut dua gejala kebahasaan sebagai hasil tutur yaitu alih kode. Alih kode dan campur kode merujuk pada hal yang sama, yakni masuknya unsur-unsur bahasa lain pada tuturan seorang dwibahasawan.

Sebagai sebuah langue, bahasa mempunyai sistem dan subsistem yang dipahami oleh penutur bahasa. Sebagai bagian dari masyarakat, penutur merupakan kumpulan manusia yang menghasilkan berbagai wujud bahasa. Wujud bahasa (parole) menjadi beragam disebabkan aktivitas penutur. Keragaman wujud bahasa (parole) semakin tampak dalam wilayah yang luas dengan berbagai budaya berbeda. Chaer (2004:164) mengungkapkan “kebudayaan adalah sistem aturan komunikasi, aktivitas ,dan interaksi yang memungkinkan sesuatu masyarakat terjadi, terpelihara, dan dilestarikan”. Kaitan dengan pernyataan di atas, sistem atau aturan-aturan komunikasi merupakan bagian dari kebudayaan, meskipun kebudayaan bukan hanya sistem komunikasi saja. Masalah lain termasuk kebudayaan berupa aturan atau hukum yang berlaku dalam masyarakat, hasil-hasil pendidikan, kebiasaan, dan perilaku selama proses interaksi berlangsung. Dengan kata lain, kebudayaan adalah segala hal menyangkut kehidupan manusia berupa aturan atau hukum yang berlaku dalam masyarakat,


(10)

6

Eep Saepulloh, 2012

Kajian Pemakaian Kode Bahasa Masyarakat Dwibahasawan Di Pangandaran Kabupaten Ciamis Dan Alternatif Model Pembelajaranya Yang Berbasis Multikultural

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

hasil-hasil yang dibuat manusia, kebiasaan, tradisi yang biasa dilakukan saat interaksi atau komunikasi berupa bahasa dan alat-alat komunikasi nonverbal lain. Bahasa sebagai bagian dari kebudayaan merupakan daya tarik peneliti untuk lebih dalam mengetahui dan meneliti sehingga menempatkan penutur menjadi bagian sentral objek penelitian.

Objek penelitian ini adalah masyarakat tutur di Pangandaran. Alasan mendasar penelitian, penulis beranggapan bahwa masyarakat Pangandaran merupakan suatu komunitas yang menggunakan lebih dari satu bahasa dalam berkomunikasi, sehingga terjadi kontak bahasa yang memungkinkan munculnya kode bahasa. Pemilihan tuturan masyarakat dwibahasawan di Pangandaran dalam penelitian ini didasarkan atas pertimbangan berikut. Pertama, penelitian pada pemilihan variasi kode bahasa masyarakat dwibahasawan Pangandaran. Kedua, pandangan sosiolinguistik, kontak bahasa yang terjadi pada masyarakat dwibahasawan menggunakan bahasa Jawa (BJ) dengan bahasa Indonesia (BI), dan kontak bahasa Indoesia (BI) dengan bahasa Lain (BL) atau bahasa Jawa (BJ) dengan bahasa Lain (BL) atau bahasa Jawa (BJ) dengan bahasa Asing (BA). Sumarsono (2009:201-203) menyatakan bahwa “hal rumit bagi masyarakat dwibahasa tindak tutur dalam pemilihan bahasa secara tepat penggunaan menyangkut wujud kode, alih kode, dan campur kode bahasa”. Pada masyarakat dwibahasa, penutur dituntut untuk dapat memilih variasi bahasa secara tepat agar komunikasi berlangsung baik sehingga makna bahasa dengan berbagai penafsiran dapat dipahami.


(11)

7

Eep Saepulloh, 2012

Kajian Pemakaian Kode Bahasa Masyarakat Dwibahasawan Di Pangandaran Kabupaten Ciamis Dan Alternatif Model Pembelajaranya Yang Berbasis Multikultural

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

Chaer, (2004:61) mendefinisikan bahwa “sosiolinguistik sebagai cabang linguistik yang berusaha menjelaskan ciri-ciri variasi bahasa dan menetapkan korelasi ciri-ciri variasi dengan ciri-ciri kemasyarakatan”. Sebagai sebuah langue bahasa mempunyai sistem dan subsistem yang dipahami sama oleh semua penutur. Namun karena penutur berada dalam kumpulan masyarakat yang heterogen, maka wujud bahasa (parole) menjadi tidak seragam dan bervariasi.

Variasi bahasa yang dihasilkan masyarakat penutur dwibahasawan khususnya masyarakat di Pangandaran sebagai hasil tutur adalah berupa alih kode dan campur kode bahasa. Dalam penelitian lain telah diuraikan tentang pemeliharaan dan pergeseran variasi bahasa berdasarkan situasi bilingual yang terdapat di Kecamatan Pangandaran Kabupaten Ciamis. Pada penelitian ini penulis menitikberatkan pada kajian pemakaian kode bahasa masyarakat dwibahasawan di Pangandaran Kabupaten Ciamis.

B. Fokus Penelitian

Variasi atau ragam bahasa terjadi sebagai akibat keragaman sosial penutur bahasa dan keragaman fungsi bahasa dalam kelompok masyarakat heterogen baik dari etnis, suku, status sosial, profesi, adat istiadat, budaya dan sebagainya saling berinteraksi dalam satu aturan kemasyarakatan. Sugiyono (2004:32) mengatakan bahwa:

Dalam pandangan penelitian kualitatif, gejala suatu obyek bersifat holistik (menyeluruh, tidak dapat dipisah-pisahkan), sehingga peneliti tidak akan menetapkan penelitiannya hanya berdasarkan variabel penelitian, tetapi keseluruhan situasi sosial yang diteliti meliputi aspek tempat (place), pelaku (actor), dan aktivitas (activity) berinteraksi secara sinergis.


(12)

8

Eep Saepulloh, 2012

Kajian Pemakaian Kode Bahasa Masyarakat Dwibahasawan Di Pangandaran Kabupaten Ciamis Dan Alternatif Model Pembelajaranya Yang Berbasis Multikultural

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

Penelitian ini menyangkut permasalahan pemakaian bahasa dalam interaksi sebagai hasil komunikasi dan keterlibatan aktivitas masyarakat dwibahasawan di lingkungan sehari- hari. Jika merujuk ke pendapat di atas, penelitian ini menguraikan dan membahasa secara sistematis hal- hal yang berhubungan dengan berbagai permasalahan interaksi manusia dengan lingkungannya. Karena luasnya situasi sosial yang diteliti, dalam penelitian kualitatif membutuhkan waktu sangat lama, pemikiran yang optimal, serta finansial sebagai biaya operasional. Penelitian yang dilaksanakan di Pangandaran Kabupaten Ciamis terfokus pada pemakaian kode bahasa masyarakat dwibahasawan di Pangandaran Kabupaten Ciamis.

Untuk mengungkap makna sosial dalam pemakaian variasi kode bahasa pada masyarakat dwibahasawan di Pangandaran, penulis membatasi penelitian agar objek yang diteliti lebih terarah terhadap permasalahan pemakaian kode bahasa masyarakat dwibahasawan Pangandaran Kabupaten Ciamis. Hal-hal yang dibahas dalam penelitian ini mencakupi pokok-pokok berikut;

1. Variasi pemilihan kode pada masyarakat di Pangandaran Kabupaten Ciamis. Peristiwa tutur dalam berbagai ranah pada masyarakat Pangandaran Kabupaten Ciamis Jawa Barat dalam komunikasi terdiri dari beberapa kode bahasa yang dominan digunakan. Kode Bahasa Indonesia (BI), Bahasa Jawa (BJ), Bahasa lain (BL) dan Bahasa Asing (BA). Beberapa kode bahasa tersebut akan tampak dalam berbagai situasi tutur masyarakat di Pangandaran Kabupaten Ciamis.


(13)

9

Eep Saepulloh, 2012

Kajian Pemakaian Kode Bahasa Masyarakat Dwibahasawan Di Pangandaran Kabupaten Ciamis Dan Alternatif Model Pembelajaranya Yang Berbasis Multikultural

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

2. Campur kode pada masyarakat di Pangandaran Kabupaten Ciamis. Sebagai komunitas bilingual masyarakat Pangandaran Kabupaten Ciamis dalam penggunaan bahasa sehari-hari saat komunikasi dengan penutur sesama daerah, penutur daerah lain, serta dengan penutur Asing akan menghasilkan campur kode bahasa.

3. Alternatif model pembelajaran bagi masyarakat dwibahasawan dalam pengajaran bahasa Indonesia, dengan menyajikan pembelajaran kooperatif sebagai bentuk kerjasama dalam kelompok heterogen sehingga siswa dengan berbagai etnik dapat berperan aktif dalam pembelajaran.

Hal tersebut akan tampak saat penutur menggunakan bahasa Indonesia (BI) terdapat beberapa kata dan frase mengandung unsur bahasa Jawa (BJ), bahasa lain (BL), serta unsur bahasa Asing (BA) dalam berbagai situasi tutur dalam masyarakat dwibahasawan di Pangandaran Kabupaten Ciamis.

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan fokus penelitian, permasalahan penelitian ini meliputi variasi pemakaian kode bahasa masyarakat Pangandaran Kabupaten Ciamis terdiri dari proses alih kode bahasa, campur kode, serta alternatif model pembelajaran masyarakat dwibahasawan dalam pengajaran bahasa.


(14)

10

Eep Saepulloh, 2012

Kajian Pemakaian Kode Bahasa Masyarakat Dwibahasawan Di Pangandaran Kabupaten Ciamis Dan Alternatif Model Pembelajaranya Yang Berbasis Multikultural

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

Masalah pokok penelitian tersebut penulis jabarkan menjadi beberapa rumusan masalah berikut ini:

1. Bagaimanakah variasi kode bahasa masyarakat dwibahasawan di Pangandaran Kabupaten Ciamis ?

2. Faktor-faktor apa sajakah yang mempengaruhi pemakaian kode bahasa masyarakat dwibahasawan di Pangandaran Kabupaten Ciamis ?

3. Bagaimanakah alternatif model berbasis multikultural dan pembelajaranya dalam masyarakat dwibahasawan ?

D. Tujuan Penelitian

Bertolak dari rumusan masalah, secara umum penelitian pemakaian kode bahasa masyarakat dwibahasawan di Pangandaran dilakukan dengan tujuan mendeskrifsikan proses pemakaian bahasa dalam komunikasi interaksi di lingkungan masyarakat sehari- hari dan alternatif model pembelajaran bagi masyarakat dwibahasawan dalam pengajaran bahasa Indonesia. Tujuan yang bersifat umum penulis deskripsikan menjadi beberapa tujuan berikut ini;

1. variasi kode bahasa masyarakat dwibahasawan di Pangandaran Kabupaten Ciamis;

2. faktor-faktor yang mempengaruhi pemakaian kode bahasa masyarakat dwibahasawan di Pangandaran Kabupaten Ciamis;

3. alternatif model berbasis multikultural dan pembelajarannya dalam masyarakat dwibahasawan.


(15)

11

Eep Saepulloh, 2012

Kajian Pemakaian Kode Bahasa Masyarakat Dwibahasawan Di Pangandaran Kabupaten Ciamis Dan Alternatif Model Pembelajaranya Yang Berbasis Multikultural

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu E. Manfaat Penelitian

Penelitian ini secara diharapkan dapat memberikan manfaat, baik manfaat teoretis maupun praktis. Manfaat teoretis, hasil penelitian pemakaian kode bahasa masyarakat dwibahasawan di Pangandaran Kabupaten Ciamis bagi perkembangan ilmu pengetahuan, khususnya ilmu kebahasaan Indonesia. Manfaat praktis, bagi pelaksana pendidikan, khususnya guru-guru bahasa Indonesia.

Manfaat penelitian selanjutnya peneliti jabarkan sebagai berikut;

1. Manfaat Teoretis

Hasil penelitian pemakaian kode bahasa masyarakat dwibahasawan di Pangandaran di Kabupaten Ciamis dapat memberikan manfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan, khususnya ilmu kebahasaan Indonesia. Penelitian pemakaian kode bahasa dalam masyarakat saat komunikasi digunakan sebagai sumber pengetahuan dan informasi mengenai berbagai aspek perilaku berbahasa, kebudayaan masyarakat sebagai keaneka ragaman bangsa Indonesia. Dengan mengetahui berbagai variasi bahasa dan kode bahasa saat komunikasi berlangsung di lingkungan masyarakat, diharapkan timbul kesadaran bahwa kedwibahasaan yang dimiliki bangsa Indonesia merupakan nilai tersendiri sebagai bentuk budaya untuk saling berkomunikasi dan mampu berinteraksi antara individu yang satu dengan yang lain, baik sesama penutur bahasa yang sama atau dengan penutur bahasa yang berbeda. Manfaat lain, sebagai rujukan dalam melakukan penelitian dengan kajian yang sama.


(16)

12

Eep Saepulloh, 2012

Kajian Pemakaian Kode Bahasa Masyarakat Dwibahasawan Di Pangandaran Kabupaten Ciamis Dan Alternatif Model Pembelajaranya Yang Berbasis Multikultural

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu 2. Manfaat Praktis

Manfaat praktis penelitian pemakaian kode bahasa masyarakat dwibahasawan tutur Jawa di Pangandaran di Kabupaten Ciamis, adalah hasil penelitian dapat dipergunakan oleh berbagai pihak berkepentingan untuk kepentingan praktis dalam ilmu pengetahuan. Pemakaian kode bahasa masyarakat dwibahasawan tutur Jawa di Pangandaran di Kabupaten Ciamis memunculkan keragaman berbahasa, sehingga dapat dijadikan rujukan dan inspirasi bagi guru-guru bahasa Indonesia untuk mencoba menerapkan model pembelajaran yang dirancang bagi masyarakat dwibahasawan, dalam hal ini model pembelajaran berbasis multikultural dalam pengajaran bahasa Indonesia yang tersaji dalam rumusan program penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Sekolah dapat menyusun bahan, sumber belajar kebahasan sesuai dengan kondisi sekolah, keadaan peserta didik, dan sarana prasarana belajar baik media pembelajaran ataupun alat pembelajaran yang diharapkan dapat mengimple mentasikan keterampilan berbahasa dalam komunikasi di lingkungan masyarakat yang multietnik sehingga penerapan etika berbahasa dalam masyarakat multietnik mengandung nilai-nilai budaya dan moral yang menuntut penutur memahami berbagai situasi dan kondisi pemakaian bahasa.

F. Definisi Operasional

Istilah-istilah yang digunakan dalam penelitian perlu diberi batasan atau definisi yang jelas. Hal dimaksud, selain agar tidak menimbulkan salah penafsiran, juga merupakan acuan penulis dalam melakukan deskripsi dan analisis


(17)

13

Eep Saepulloh, 2012

Kajian Pemakaian Kode Bahasa Masyarakat Dwibahasawan Di Pangandaran Kabupaten Ciamis Dan Alternatif Model Pembelajaranya Yang Berbasis Multikultural

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

data penelitian. Beberapa istilah penting dalam penelitian pemakaian kode bahasa masyarakat dwibahasawan tutur Jawa di Pangandaran di Kabupaten Ciamis, yaitu masyarakat tutur, kedwibahasaan, komponen tutur, kode, alih kode, dan campur kode bahasa. Agar pemakaiannya dapat dilakukan secara konsisten, berikut definisi beberapa istilah yang digunakan dalam penelitian ini.

1. Masyarakat tutur

Masyarakat tutur adalah sebagian atau kelompok orang yang berada di lingkungan Pangandaran saling berinteraksi menggunakan dua atau lebih bahasa, baik bahasa Indonesia, Jawa, Sunda, maupun bahasa Asing saat berkomunikasi dalam berbagai situasi dengan penutur lain.

2. Kedwibahasaan

Kedwibahasaan merupakan kepemilikan dua bahasa atau lebih masyarakat Pangandaran saat berinteraksi dengan lawan bicara dalam berbagai situasi. 3. Kode

Kode adalah tanda tutur sebuah bahasa dalam komunikasi baik resmi atau tidak resmi dari masyarakat Pangandaran yang dipengaruhi oleh lingkungan tempat tinggal sehingga menjadi pembeda baik ragam bahasa, maupun dialek.

4. Alih kode bahasa

Alih kode bahasa adalah kesadaran masyarakat Pangandaran dalam pemilihn satu bahasa yang digunakan baik bahasa Jawa, Sunda, Indonesia, maupun bahasa Asing saat situasi tutur dengan penutur lain yang


(18)

14

Eep Saepulloh, 2012

Kajian Pemakaian Kode Bahasa Masyarakat Dwibahasawan Di Pangandaran Kabupaten Ciamis Dan Alternatif Model Pembelajaranya Yang Berbasis Multikultural

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

menggunakan bahasa berbeda sebagai proses adaptasi dalam memahami makna bahasa yang digunakan.

5. Campur kode

Campur kode bahasa adalah perubahan pemakaian bahasa masyarakat Pangandaran berkomunikasi terjadi dengan penutur lain yang menggunakan bahasa berbeda dan selalu menyelipkan sebagian besar bahasa pertama ke dalam tutur yang sedang digunakan, baik bahasa Indonesia, bahasa daerah lain, maupun bahasa Asing.

G. Sistematika Penulisan

Penelitian pemakaian kode bahasa masyarakat dwibahasawan tutur Jawa di Pangandaran di Kabupaten Ciamis ini, diawali dengan Bab I. Pendahuluan, berisi uraian terperinci tentang latar belakang masalah, fokus penelitian, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, definisi istilah, sistematika penulisan.

Bab II. Pemakaian Kode Bahasa Masyarakat Dwibahasawan di Pangandaran Kabupaten Ciamis, yakni bagian yang memaparkan teori-teori melandasi penelitian. Permasalahan yang diuraikan antara lain: masyarakat tutur, kedwibahasaan, komponen tutur, kode, alih kode dan campur kode, faktor-faktor penentu pemakaian kode bahasa, dan pendidikan multikultural dalam pengajaran bahasa Indonesia.


(19)

15

Eep Saepulloh, 2012

Kajian Pemakaian Kode Bahasa Masyarakat Dwibahasawan Di Pangandaran Kabupaten Ciamis Dan Alternatif Model Pembelajaranya Yang Berbasis Multikultural

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

Bab III. Metode dan Teknik Penelitian. Terdiri dua sub bab utama, yaitu: sub bab objek penelitian, teknik penelitian, paradigma penelitian, langkah penelitian, instrumen penelitian, teknik pengumpulan data, teknik pengolahan data, dan teknik validasi data penelitian.

Bab IV. Analisis Data dan Pembahasan Hasil Penelitian, terdiri dari sub bab utama, yaitu: sub bab analisis pemakaian kode bahasa, Analisis Pemakaian Variasi Alih Kode, Analisis Pemakaian Campur Kode Bahasa, Analisis Faktor Penentu Pemakaian Alih Kode dan Campur Kode Bahasa, dan Analisis Hasil Wawancara.

Bab V. Alternatif Model Berbasis Multikultural dan Pembelajarannya dalam Masyarakat Dwibahasawan, terdiri dari sub utama yaitu: Strategi Pembelajaran Kooperatif, Konsep Dasar Pembelajaran Kooperat, Teknik Jigsaw, Prinsip- Prinsip Pembelajaran Kooperatif Teknik Jigsaw, Prosedur Pembelajaran Kooperatif Teknik Jigsaw, dan Langkah-langkah Pembelajaran Model Kooperatif Jigsaw.


(20)

92

Eep Saepulloh, 2012

Kajian Pemakaian Kode Bahasa Masyarakat Dwibahasawan Di Pangandaran Kabupaten Ciamis Dan Alternatif Model Pembelajaranya Yang Berbasis Multikultural

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu BAB III

METODE DAN TEKNIK PENELITIAN

Metode penelitian tesis ini adalah kualitatif. Penelitian kualitatif adalah tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan sosial berhubungan dengan pengamatan nilai-nilai sosial budaya dari masyarakat dalam wilayah tertentu. Bogdan dan Taylor (Moleong, 2002:3) menyatakan bahwa “metodologi kualitatif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati”. Pada hakikatnya, penelitian dengan menggunakan metode penelitian kualitatif merupakan penelitian yang bersifat menyeluruh (comprehensive) serta utuh (holistic). Dalam pelaksanan pembahasaannya menyangkut berbagai fenomena kehidupan masyarakat, yang dideskripsikan dengan kalimat- kalimat berdasarkan sumber dan data yang diperoleh secara langsung.

Pemilihan metode kualitatif, didasarkan pada judul tesis yang memfokus pada pemakaian kode bahasa masyarakat multilingual. Masyarakat Pangandaran sebagai multilingual dengan berbagai fenomena. Fenomena masyarakat saat berkomunikasi akan sangat dipengaruhi oleh berbagai latar belakang berbeda- beda. Oleh sebab itu, metode kualitatif, akan menguraikan berbagai fenomena pemakain bahasa dalam masyarakat Pangandaran secara menyeluruh diberbagai ranah.


(21)

93

Eep Saepulloh, 2012

Kajian Pemakaian Kode Bahasa Masyarakat Dwibahasawan Di Pangandaran Kabupaten Ciamis Dan Alternatif Model Pembelajaranya Yang Berbasis Multikultural

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

Dalam Bab III membahas mengenai objek penelitian, teknik penelitian, paradigma penelitian, langkah penelitian, instrumen penelitian, teknik pengumpulan data, teknik pengolahan data, dan teknik validasi data penelitian. Pemaparan lebih rinci tertulis di bawah sebagai berikut;

A. Objek Penelitian

Objek penelitian dalam penelitian kualitatif berupa situasi sosial, terdiri atas tiga komponen yaitu tempat (place), pelaku (actor), dan aktivitas (activities). Spradley (Sugiyono,2009:68). Objek penelitian pemakaian kode bahasa masyarakat dwibahasawan tutur Jawa ini dilaksanakan di Pangandaran Kabupaten Ciamis. Uraian pembahasan mengenai objek penelitian diuraikan sebagai berikut;

1. Gambaran Umum Objek Penelitian

Pangandaran merupakan satu Kecamatan yang letaknya strategis dapat dijangkau dengan mudah melalui darat, kondisi jalan yang cukup baik, dapat ditempuh dengan kendaraan angkutan umum maupun pribadi. Jarak Pangandaran dari pusat pemerintahan Kabupaten Ciamis kurang lebih 90 km dengan waktu tempuh 2 jam. Letak geografis Kecamatan Pangandaran berada di bagian Selatan Ibu Kota Kabupaten Ciamis yang dibatasi, Kecamatan Kalipucang dan Kabupaten Cilacap Jawa Tengah sebelah Timur, Kecamatan Kalipucang sebelah Utara, sebelah Barat Kecamatan Sidamulih, dan sebelah Selatan oleh Samudera Hindia.

Sebagai satu kecamatan wisata di Ciamis, Pangandaran telah diketahui keberadaan masyarakat Jawa Barat sebagai wisata laut dan panorama alam lain yang banyak dikunjungi antara lain ; Cagar Alam Pananjung Pantai Karangnini,


(22)

94

Eep Saepulloh, 2012

Kajian Pemakaian Kode Bahasa Masyarakat Dwibahasawan Di Pangandaran Kabupaten Ciamis Dan Alternatif Model Pembelajaranya Yang Berbasis Multikultural

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

Pantai Karapyak, Goa Donan, Pantai Batuhiu, Pantai batukaras, dan Green Canyon.

Kecamatan Pangandaran sebagai daerah tujuan wisata baik Asing maupun domestik tentu tidak lepas dari pengaruh budaya asing dalam berbagai budaya yang berasal dari luar Kecamatan Pangandaran. Jika dilihat dari keheterogenan masyarakat Pangandaran, banyak wisatawan yang menetap dan kawin dengan warga setempat sehingga terjadi asimilasi budaya asing dan lokal. Salah satu bukti terjadi asimilasi budaya, ras, etnik, bahasa, agama, adat istiadat dan sebagainya. Sebagai akibat proses asimilasi, sebagian besar warga Pangandaran menguasai dua bahasa bahkan lebih. Bahasa- bahasa yang dikuasai masyarakat Pangandaran yaitu bahasa Jawa, Sunda dan Asing. Bahasa-bahasa tersebut digunakan dalam berkomunikasi sehari- sehari baik antar pemakai bahasa yang sama bahasa Jawa (BJ) dengan bahasa Jawa (BJ) atau berkomunikasi dengan bahasa Indonesia (BI), bahasa Lain (BL), dan bahasa Asing (BA). Dalam berinteraksi sehari- hari, ketiga bahasa yang digunakan masyarakat Pangandaran secara bergantian selalu menghiasi komunikasi diberbagai ranah kehidupan. Penggunaan ketiga bahasa dalam kehidupan masyarakat Pangandaran dalam berbagai ranah komunikasi berlaku bagi semua tingkatan usia. Sehingga pantas sekali jika Pangandaran disebut sebagai masyarakat multilingual yang merupakan pengguna berbagai bahasa dalam setiap kehidupannya.


(23)

95

Eep Saepulloh, 2012

Kajian Pemakaian Kode Bahasa Masyarakat Dwibahasawan Di Pangandaran Kabupaten Ciamis Dan Alternatif Model Pembelajaranya Yang Berbasis Multikultural

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu 2. Waktu Penelitian

Waktu penelitian dalam pengumpulan data mengenai Kajian Pemakaian Kode Bahasa Masyarakat Tutur Jawa di Pangandaran Kabupaten Ciamis, Penulis lakukan mulai 5 Maret 2012 sampai 30 Mei 2012.

3.Sumber Penelitian

Sumber data di dalam penelitian tesis ini berasal dari hasil rekaman terjadinya alih kode bahasa dan campur kode bahasa masyarakat Pangandaran asal Jawa. Hasil rekaman penelitian pemakaian kode bahasa disimpan dalam MP3.

B. Paradigma Penelitian

Istilah paradigma pertama kali diperkenalkan oleh Thomas Kuhn (1962), dan kemudian dipopulerkan oleh Robert Friedrichs (1970). Menurut Kuhn, paradigma adalah cara mengetahui realitas sosial yang dikonstruksi oleh mode of thought atau mode of inquiry tertentu, yang kemudian menghasilkan mode of knowing yang spesifik. Definisi tersebut dipertegas oleh Friedrichs, sebagai suatu pandangan yang mendasar dari suatu disiplin ilmu tentang apa yang menjadi pokok persoalan.

Tabel 3.1

Ciri-ciri paradigma penelitian kualitatif Paradigma Penelitian Kualitatif

Cenderung menggunakan metode kualitatif, baik dalam pengumpulan maupun dalam proses analisisnya.

Lebih mementingkan penghayatan dan pengertian dalam menangkap gejala (fenomenologis).

Pendekatannya wajar, dengan menggunakan pengamatan yang bebas (tanpa pengaturan yang ketat).


(24)

96

Eep Saepulloh, 2012

Kajian Pemakaian Kode Bahasa Masyarakat Dwibahasawan Di Pangandaran Kabupaten Ciamis Dan Alternatif Model Pembelajaranya Yang Berbasis Multikultural

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

Lebih mendekatkan diri pada situasi dan kondisi yang ada pada sumber data, dengan berusaha menempatkan diri serta berpikir dari sudut pandang “orang dalam”.

Bertujuan untuk menemukan teori dari lapangan secara deskriptif dengan menggunakan metode berpikir induktif. Jadi bukan untuk menguji teori atau hipotesis

Berorientasi pada proses, dengan mengandalkan diri peneliti sebagai instrumen utama. Hal ini dinilai cukup penting karena dalam proses itu sendiri dapat sekaligus terjadi kegiatan analisis, dan pengambilan keputusan. Keriteria data/informasi lebih menekankan pada segi validitasnya, yang tidak saja mencakup fakta konkret saja melainkan juga informasi simbolik atau abstrak.

Ruang lingkup penelitian lebih dibatasi pada kasus-kasus singular, sehingga tekannya bukan pada segi generalisasinya melainkan pada segi otensitasnya. Fokus penelitian bersifat holistik, meliputi aspek yang cukup luas (tidak dibatasi pada variabel tertentu).

Penelitian di dalam tesis ini diawali dengan studi pendahuluan berupa pengamatan ke objek penelitian, melakukan telaah pustaka menyangkut permasalahan alih kode dan campur kode bahasa serta keterkaitan dengan disiplin ilmu kebudayaan dan pendidikan bahasa.

Pangandaran sebagai objek wisata terkenal di Jawa Barat menjadi pilihan penelitian tesis ini. Alasan mendasar pemilihan objek penelitian di Pangandaran melihat letak geografis, kebiasaan berbahasa, dan masyarakat pendatang dari berbagai daerah yang heterogen. Keheterogenan itulah yang menarik peneliti terutama pemakaian bahasa di lingkungan masyarakat. Besar kemungkinan bahasa yang digunakan memunculkan kode bahasa saat komunikasi berlangsung antara pemakai bahasa Jawa (BJ) dalam hal ini bahasa Jawa dengan bahasa Indonesia (BI) atau dengan bahasa Lain (BL) bahkan dengan bahasa Asing (BA).

Teknik fenomenologis dipergunakan dalam penelitian alih kode dan campur kode bahasa karena di dalam tradisi fenomenologis, informan harus


(25)

97

Eep Saepulloh, 2012

Kajian Pemakaian Kode Bahasa Masyarakat Dwibahasawan Di Pangandaran Kabupaten Ciamis Dan Alternatif Model Pembelajaranya Yang Berbasis Multikultural

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

mengalami sendiri gejala atau fenomena yang dapat diteliti dan dianggap menarik untuk diteliti. Masyarakat Pangandaran merupakan informan yang dapat diandalkan dalam penelitian fenomenologis. Kehandalan masyarakat Pangandaran sebagai informan, tampak dari berbagai bentuk tutur yang dipergunakan dalam berkomunikasi memunculkan variasi bahasa. Variasi bahasa yang di hasilkan saat berkomunikasi menggambarkan identitas penutur. Identitas penutur yang mempunyai keterkaitan dengan pekerjaan, pendidikan, dan tempat tinggal.


(26)

98

Eep Saepulloh, 2012

Kajian Pemakaian Kode Bahasa Masyarakat Dwibahasawan Di Pangandaran Kabupaten Ciamis Dan Alternatif Model Pembelajaranya Yang Berbasis Multikultural

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

Berdasarkan uraian di atas, paradigma penelitian tesis ini dapat dijelaskan melalui diagram berikut ;

Diagram 3.2 Paradigma penelitian

C. Langkah-langkah Penelitian

Langkah-langkah penelitian fenomenologis dijabarkan seperti di bawah ini. a. Membuat daftar pertanyaan

Metode Penelitian: Kualitatif

Teknik Penelitian: Fenomenologis,Observasi,Do

kumentasi, Klasifikasi

Penelitian Alih Kode dan Campur Kode

Ancangan Model Pembelajaran

Berbasis Multikultural

Proses Pemakaian Alih Kode dan Campur kode di Pangandaran Faktor-faktor

Terjadinya Alih Kode dan Campur Kode

Instrumen Penelitian

Studi Pendahuluan

Studi Lapangan

dan Telaah Pustaka

Pengolahan dan Analisis Data


(27)

99

Eep Saepulloh, 2012

Kajian Pemakaian Kode Bahasa Masyarakat Dwibahasawan Di Pangandaran Kabupaten Ciamis Dan Alternatif Model Pembelajaranya Yang Berbasis Multikultural

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

Pertanyaan penelitian sangat penting kedudukannya dalam penelitian fenomenologis, karena data penelitian yang tepat akan diperoleh melalui pertanyaan yang tepat pula.

Berikut adalah syarat-syarat yang sedapat mungkin harus ada dalam pertanyaan-pertanyaan penelitian fenomenologis;

1) penjabaran di dalam rumusan masalah penelitian fenomenologis harus langsung terarah kepada pokok permasalahan dan dinyatakan dengan kalimat yang logis agar tidak terjadi ketaksaan makna;

2) pertanyaan di dalam rumusan masalah tidak hanya harus ilmiah, tetapi juga harus menarik. Hal tersebut dikarenakan agar peneliti merasa satu hati dengan masalah yang ditelitinya dan dapat bertotalitas dalam penelitian;

3) latar belakang ketertarikan peneliti terhadap masalah yang akan diteliti, sedapat mungkin harus tercemin dalam rumusan masalah agar penelitian tersebut bersifat empiris atau berangkat dari pengalaman yang langsung dialami oleh peneliti;

4) pertanyaan-pertanyaan penelitian yang tertuang di dalam rumusan masalah haruslah terperinci. Hal ini bertujuan agar pada saat peneliti menganalisis dan membahas penelitian, peneliti sudah dapat mengakomodasi data yang telah diperolehnya di lapangan; dan

5) saat berada di lapangan, janganlah memaksa informan untuk menuruti keinginan peneliti, tetapi penelitilah yang harus memahami informan. Jikalau informan dipaksa untuk mengerti keinginan peneliti, maka


(28)

100

Eep Saepulloh, 2012

Kajian Pemakaian Kode Bahasa Masyarakat Dwibahasawan Di Pangandaran Kabupaten Ciamis Dan Alternatif Model Pembelajaranya Yang Berbasis Multikultural

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

penelitian tersebut tidaklah lagi objektif dan tidak murni lagi. Sedapat mungkin pendapat peneliti tidak mengintervensi pendapat-pendapat informan. Informan di dalam penelitian fenomenologis merupakan unsure terpenting, karena hanya informanlah yang mengalami fenomena secara sadar dan langsung.

b. Menjelaskan latar belakang penelitian

Seorang peneliti fenomenologis perlu untuk menjelaskan latar belakang ketertarikannya pada topik penelitian yang dibahas. Biasanya latar belakang penelitian dinyatakan juga dalam perumusan pertanyaan penelitian. Cara menjelaskan latar belakang penelitian berlangsung pada penelitian fenomenologis akan membawa penelitian lebih terfokus pada inti penelitian daripada penyampaian penelitian dengan gaya komunikasi melingkar.

c. Memilih informan

Aspek-aspek demografis perlu mendapat perhatian yang utama dalam pemilihan informan, seperti jenis kelamin, usia, latar belakang pendidikan, dan latar belakang daerah. Berikut adalah beberapa kriteria yang dapat dijadikan acuan dalam memilih informan dalam penelitian fenomonologis.

1) informan harus mengalami fenomena yang berkaitan dengan topik penelitian. Tujuannya untuk mendapatkan keterangan serta data yang valid dan akurat;

2) informan harus yang mampu menggambarkan kembali fenomena yang telah dialaminya;


(29)

101

Eep Saepulloh, 2012

Kajian Pemakaian Kode Bahasa Masyarakat Dwibahasawan Di Pangandaran Kabupaten Ciamis Dan Alternatif Model Pembelajaranya Yang Berbasis Multikultural

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

3) bersedia untuk terlibat dalam kegiatan penelitian yang mungkin membutuhkan waktu yang lama dan;

4) memberikan persetujuan untuk mempublikasikan hasil penelitian. d. Telaah pustaka

Terdapat empat macam tinjauan pustaka yang biasa digunakan dalam penelitian fenomenologis menurut Kuswarno (Syamsuddin, 2011:62) antara lain;

1) tinjauan integratif, peneliti harus mempelajari beberapa teori yang berasal dari pustaka-pustaka utama yang berkaitan langsung dengan topik masalah yang akan diteliti. Setelah dipelajari, teori-teori pokok dari beberapa pustaka tersebut diintegrasikan pada permasalahan yang akan diteliti;

2) tinjauan teori, peneliti mempelajari beberapa teori pendukung dari pustaka yang dianggap mendukung pustaka pokok. Hal ini dilakukan untuk memperkuat teori pokok dalam topik masalah yang akan diteliti nanti;

3) tinjauan metodologi penelitian, peneliti di dalam penelitian fenomenologis tidak hanya mempelajari teori-teori, tetapi juga harus mempelajari metodologi penelitian selain fenomenologis. Tinjauan metodologi penelitian berguna untuk cross check ihwal topik masalah yang akan diteliti dengan penelitian yang telah diteliti sebelumnya, tetapi menggunakan metode penelitian di luar penelitian


(30)

102

Eep Saepulloh, 2012

Kajian Pemakaian Kode Bahasa Masyarakat Dwibahasawan Di Pangandaran Kabupaten Ciamis Dan Alternatif Model Pembelajaranya Yang Berbasis Multikultural

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

fenomenologis. Hal ini agar tidak terjadi yang dinamakan kegiatan plagiarisme dalam ranah penulisan karya ilmiah; dan

4) tinjauan tematik, peneliti mempelajari pokok-pokok atau tema-tema masalah yang telah diteliti peneliti sebelumnya, tetapi peneliti sebelumnya tersebut masih menggunakan teknik penelitian fenomenologis di dalam penulisan karya ilmiahnya.

Informan dalam penelitian tesis ini adalah warga masyarakat Pangandaran dari berbagai latar belakang pendidikan, pekerjaan, serta jenis kelamin. Pemilihan informan tersebut didasarkan pada asumsi penulis bahwa data-data tentang pemakaian kode bahasa dalam masyarakat Pangandaran berdasarkan berbagai latar belakang diri informan merupakan gambaran dari aktivitas berkomunikasi berbagai ranah, baik ranah keluarga, ketetanggaan, pekerjaan, pendidikan, keagamaan, dan ranah sosial lain.

D. Teknik Penelitian

Fenomenologis adalah studi yang mempelajari gejala, seperti penampakan, segala hal yang muncul dalam pengalaman seseorang, cara seseorang mengalami sesuatu, dan makna yang seseorang miliki dalam pengalaman seseorang. Namun, fokus perhatian penelitian fenomenologis lebih luas dari hanya fenomena, yakni pengalaman sadar dari sudut pandang orang pertama yang mengalami pengalaman secara langsung. Peneliti fenomenologis harus menunda proses penyimpulan dari sebuah fenomena, dengan mempertanyakan dan meneliti terlebih dahulu fenomena yang tampak. Dalam hal ini peneliti mengadakan proses jawaban dari


(31)

103

Eep Saepulloh, 2012

Kajian Pemakaian Kode Bahasa Masyarakat Dwibahasawan Di Pangandaran Kabupaten Ciamis Dan Alternatif Model Pembelajaranya Yang Berbasis Multikultural

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

permasalahan yang sedang diteliti dari berbagai sumber sehingga data yang diperoleh menjadi jelas dan relevan dengan tujuan. Tujuan penelitian kualitatif memang bukan semata-mata mencari kebenaran, tetapi lebih pada pemahaman

subyek terhadap dunia sekitar. Dunia sekitar yang dimaksud keadaan pemakaian alih kode dan campur kode bahasa di lingkungan masyarakat Pangandaran Kabupaten Ciamis.

Pada prinsipnya kegiatan yang dilakukan seorang peneliti dalam sebuah penelitian fenomenologis adalah sebagai berikut;

1. merumuskan topik dan pertanyaan-pertanyaan penelitian yang berakar pada makna-makna nilai;

2. melakukan telaah dokumen;

3. membuat peran yang sesuai bagi informan; dan

4. membuat kesepakatan untuk perolehan informasi, izin penelitian, menjamin kerahasiaan hasil penelitian serta konsisten dengan etika dan prinsip-prinsip penelitian.

Pada prinsipnya teknik penelitian meliputi dua aspek yaitu teknik pengumpulan data dan teknik pengolahan data.

a. Teknik Pengumpulan Data Penelitian

Kegiatan pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan teknik angket, observasi, dan dokumentasi. Di bawah akan dipaparkan satu-persatu secara lebih terperinci.


(32)

104

Eep Saepulloh, 2012

Kajian Pemakaian Kode Bahasa Masyarakat Dwibahasawan Di Pangandaran Kabupaten Ciamis Dan Alternatif Model Pembelajaranya Yang Berbasis Multikultural

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

1) Teknik Angket

Teknik yang dapat dimanfaatkan oleh peneliti adalah teknik angket. Angket adalah teknik pengumpulan data dengan menyerahkan atau mengirimkan daftar pertanyaan untuk diisi sendiri oleh para informan. Informan adalah orang yang memberikan tanggapan atau jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang diajukan peneliti. Penggunaan angket merupakan suatu hal yang lumrah pada penelitian fenomenologis untuk pengumpulan data. Secara umum, isi dari angket dapat berupa pertanyaan tentang fakta, fakta yang dimaksud di sini adalah sesuatu yang berhubungan dengan informan, seperti pekerjaan, asal tinggal dan latar belakang budaya, latar belakang pendidikan;

Angket yang dipilih dalam penelitian ini berupa angket tertutup, dalam hal ini peneliti sudah menentukan bentuk pertanyaan yang akan diajukan kepada informan. Alasan pemilihan angket tertutup, didasarkan pada obbjek penelitian yang hanya meneliti memfokuskan pada konteks tutur dari berbagai ranah.

Keuntungan menggunakan teknik angket bagi peneliti saat berada di lapangan, antara lain;

1. angket dapat menjangkau sampel dalam jumlah besar karena dapat disebar atau dibagikan secara serempak;


(33)

105

Eep Saepulloh, 2012

Kajian Pemakaian Kode Bahasa Masyarakat Dwibahasawan Di Pangandaran Kabupaten Ciamis Dan Alternatif Model Pembelajaranya Yang Berbasis Multikultural

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

3. angket tidak terlalu mengganggu informan karena pengisiannya ditentukan oleh informan sendiri sesuai dengan kesediaan waktu yang telah ditentukan oleh peneliti.

Angket di dalam tesis ini ditujukan kepada dua puluh orang informan. Kedua puluh informan tersebut antara lain, empat orang pegawai pemerintah Kecamatan Pangandaran, delapan orang Kepala Desa di wilayah Kecamatan Pangandaran dan delapan orang warga yang tersebar di setiap desa wilayah Pangandaran. Di bawah ini adalah masing-masing keterangan, keberadaan informan.(terlampir).

2) Teknik Observasi

Teknik selanjutnya adalah observasi. Observasi adalah pengamatan langsung suatu kegiatan yang sedang dilakukan. Pada waktu melakukan teknik observasi, peneliti dapat ikut berpartisipasi atau hanya mengamati saja para informan yang sedang melakukan suatu kegiatan tertentu yang diobservasi. Peneliti tidak hanya sekadar datang dan mulai mencatat semua yang dilihatnya, tetapi peneliti juga harus menjaga supaya informan yang diamati pekerjaannya tidak merasa terganggu. Peneliti harus dapat menentukan waktu observasi yang tepat, sehingga perolehan data saat observasi didapat dengan seefektif dan seefisien mungkin dari para informan di lapangan. Langkah-langkah dalam teknik observasi adalah sebagai berikut.

1. merencanakan observasi yang akan dilakukan, meliputi apa yang akan diobservasi, di mana letak lokasi observasi, kapan observasi dilakukan,


(34)

106

Eep Saepulloh, 2012

Kajian Pemakaian Kode Bahasa Masyarakat Dwibahasawan Di Pangandaran Kabupaten Ciamis Dan Alternatif Model Pembelajaranya Yang Berbasis Multikultural

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

siapa yang akan melaksanakan observasi dan yang akan diobservasi, serta bagaimana melaksanakan observasi;

2. bertindaklah dengan rendah hati saat mulai mengobservasi para informan di lapangan;

3. tidak mengganggu kerja para informan yang diobservasi, walaupun mereka sedang diobservasi; dan

4. melakukan pengecekan kembali hasil observasi dengan para ahli yang sudah berpengalaman.

Langkah-langkah teknik observasi yang telah dipaparkan mempunyai beberapa manfaat bagi peneliti maupun informan. Beberapa manfaat teknik observasi yang dimaksud, yaitu;

1. peneliti akan mampu memahami konteks data secara menyeluruh; 2. peneliti akan memperoleh pengalaman langsung;

3. peneliti dapat melihat hal-hal yang kurang diamati oleh orang lain atau oleh peneliti lain;

4. peneliti dapat mengungkapkan hal-hal yang ada di luar pandangan para informan; dan

5. peneliti dapat memperoleh kesan-kesan yang lebih mendalam terhadap subjek maupun objek yang diteliti saat berada di lapangan.

Pada tesis ini, peneliti melakukan teknik observasi partisipatori, baik pada saat peneliti berada di lokasi pemerintahan (tempat kerja informan) atau saat di lingkungan (peneliti melibatkan diri dengan kegiatan sehari-hari).


(35)

107

Eep Saepulloh, 2012

Kajian Pemakaian Kode Bahasa Masyarakat Dwibahasawan Di Pangandaran Kabupaten Ciamis Dan Alternatif Model Pembelajaranya Yang Berbasis Multikultural

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

Teknik dokumentasi dipergunakan untuk mengumpulkan data dari selain informan. Teknik dokumentasi terdiri atas dokumen-dokumen dan rekaman-rekaman.

Teknik dokumentasi juga dapat menambah informasi penting yang tidak terkuak di dalam teknik lain yang melibatkan informan. Informasi penting yang terdapat di dalam dokumen-dokumen tersimpan sebagai fakta, sehingga jika suatu waktu dibutuhkan akan diungkap kembali. Teknik dokumentasi dalam penelitian ini, berupa hasil tutur masyarakat Pangandaran dalam berbagai kontek (tersimpan dalam audio MP3).

E. Instrumen Penelitian

Peneliti menggunakan beberapa instrumen penelitian di dalam penelitian ini, yakni;

a. angket untuk masyarakat biasa, staf pemerintah dan kepala desa Wilayah Pangandaran.

b. rekaman tutur bahasa Indonesia (tersimpan dalam MP3) c. photo kegiatan penelitian

d. catatan kejadian dalam pelaksanaan penelitian

Semua instrumen penelitian tersebut, peneliti sertakan di bagian lampiran- lampiran tesis ini.


(36)

108

Eep Saepulloh, 2012

Kajian Pemakaian Kode Bahasa Masyarakat Dwibahasawan Di Pangandaran Kabupaten Ciamis Dan Alternatif Model Pembelajaranya Yang Berbasis Multikultural

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

Langkah selanjutnya yang dilakukan peneliti dalam penelitian ini adalah mengolah data dengan mengikuti petunjuk-petunjuk teknik pengolahan data. Di dalam teknik pengolahan data terdapat beberapa langkah, yaitu;

1. Klasifikasi data

semua data yang telah terkumpul dari hasil observasi lapangan, penyebaran angket, serta telaah dokumentasi diklasifikasikan berdasarkan tema yang sama.

Tabel 3. 3

Contoh Kajian Pemakaian Kode Bahasa

Kontek Kode Bahasa

Data Iya, tunggu, eh ora sidho wes. Tak motor dhewe. Mengko tak nyusul karo bojoku. Kajian Dalam peristiwa tutur tersebut, terjadi

peristiwa alih kode dasar bahasa Indonbesia (BI) yaitu bahasa Indonesia ke kode dasar bahasa bahasa Jawa (BJ)


(37)

109

Eep Saepulloh, 2012

Kajian Pemakaian Kode Bahasa Masyarakat Dwibahasawan Di Pangandaran Kabupaten Ciamis Dan Alternatif Model Pembelajaranya Yang Berbasis Multikultural

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

Data yang diperoleh kemudian penulis analisis berdasarkan teori pemakaian kode bahasa masyarakat dwibahasawan di Pangandaran Kabupaten Ciamis. Agar lebih jelas, analisis data penelitian terdapat dalam tabel berikut;

Tabel 3. 6

Penentu Variasi Bahasa

Variasi Kode Alih Kode Prosentase Campur Kode Prosentase

BahasaIndonesia 10 % 1% %

Bahasa Jawa 11 % 8 %

Bahasa Laian 2 % 1 %

Bahasa Asing 5 % 7 %

Tabel 3. 7

Penentu Pemakaian Kode

Ranah

Alih Kode

Prosentase

%

Campur Kode

Prosentase

%

Pekerjaan/Pemerintahan % %


(38)

110

Eep Saepulloh, 2012

Kajian Pemakaian Kode Bahasa Masyarakat Dwibahasawan Di Pangandaran Kabupaten Ciamis Dan Alternatif Model Pembelajaranya Yang Berbasis Multikultural

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

Pendidikan % %

Pergaulan % %

% %

Tabel 3. 8

Faktor Pemakaian Kode Bahasa

Situasi Alih Kode Campur Kode

Perubahan situasi tutur

1, 31

Kehadiran orang ketiga

1, 31

Pengalihan pokok pembicaraan

1, 31

Keterbatasan penggunaan kode

3, 1

Penggunaan istilah populer

3, 1


(39)

111

Eep Saepulloh, 2012

Kajian Pemakaian Kode Bahasa Masyarakat Dwibahasawan Di Pangandaran Kabupaten Ciamis Dan Alternatif Model Pembelajaranya Yang Berbasis Multikultural

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

Penelitian fenomenologis dalam hal sebagai metode penelitian, tentunya mempunyai teknik validasi data. Validasi data bertujuan agar data yang telah terkumpul dapat menjadi sahih dan dapat dipertanggungjawabkan secara keilmiahan serta keilmuan. Teknik validasi data di dalam penelitian fenomenologis terbagi dua, yaitu teknik validasi data intern dan ekstern. Teknik validasi data intern adalah teknik validasi data yang memberikan hasil penelitian.

Teknik validasi data ekstern adalah memberikan hasil penelitian berupa data kepada sesama peneliti, baik yang sama-sama menggunakan penelitian fenomenologis maupun yang tidak menggunakan penelitian fenomenologis di lapangan, walaupun disarankan untuk mengecek data yang sama-sama menggunakan penelitian fenomenologis di lapangan.


(40)

189

Eep Saepulloh, 2012

Kajian Pemakaian Kode Bahasa Masyarakat Dwibahasawan Di Pangandaran Kabupaten Ciamis Dan Alternatif Model Pembelajaranya Yang Berbasis Multikultural

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu BAB V

MODEL BERBASIS MULTIKULTURAL DAN PEMBELAJARANYA DALAM MASYARAKAT DWIBAHASAWAN

Implementasi pendidikan multikultural di sekolah perlu diperjelas dan dipertegas. Bentuk nyata pembelajaran untuk masyarakat dwibahasawan dilakukan dalam pendidikan berbasis multikultural. Tentang model pembelajaran berbasis multikultural dan pengembangan materi pembelajaran yang dapat diterapkan di sekolah, khususnya Sekolah Menengah Pertama (SMP). Pembelajaran multikultural tidak diberikan secara tersendiri di dalam kelas, namun dapat diintegrasikan pada berbagai macam mata pelajaran. Dalam penelitian ini, model pembelajaran berbasis multikultural diintegrasikan pada mata pelajaran bahasa Indonesia. Pendidikan berbasis multikultural disajikan model pembelajaran kooperatif teknik Jigsaw. Model pembelajaran kooperatif teknik Jigsaw yang dikembangkan merujuk pada pendekatan pembelajaran multikultural transformasi dan aksi sosial, sehingga diharapkan materi yang diperoleh dapat diimplementasikan langsung dalam sikap dan tingkah laku siswa sehari-hari.

A. Strategi Pembelajaran Kooperatif

Teori yang melandasi pembelajaran kooperatif Jigsaw adalah teori konstruktivisme. Pada dasarnya pendekatan teori konstruktivisme dalam belajar adalah suatu pendekatan pada siswa secara individu untuk menemukan dan


(41)

190

Eep Saepulloh, 2012

Kajian Pemakaian Kode Bahasa Masyarakat Dwibahasawan Di Pangandaran Kabupaten Ciamis Dan Alternatif Model Pembelajaranya Yang Berbasis Multikultural

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

mentransformasikan informasi yang kompleks, memeriksa informasi dengan aturan, dan merevisinya.

Slavin (Sanjaya, 2010:242) mengungkapkan bahwa “pembelajaran kooperatif menggalakan siswa berinteraksi secara aktif dan positif dalam kelompok. Ini membolehkan pertukaran ide dan pemeriksaaan ide sendiri dalam suasana yang tidak terancam, sesuai dengan falsafah konstruktivisme”. Pendidikan hendaknya mampu mengkondisikan dan memberikan dorongan untuk dapat mengoptimalkan dan membangkitkan potensi siswa , menumbuhkan aktivitas, dan daya cipta kreativitas sehingga akan menjamin terjadinya dinamika di dalam proses pembelajaran. Dalam teori konstruktivisme, pembelajaran lebih mengutamaka aktivitas siswa untuk dihadapkan pada masalah-masalah kompleks, solusi, dan penemuan bagian-bagian yang sederhana menjadi suatu keterampilan yang diharapkan.

Dalam model pembelajaran kooperatif, guru berperan sebagai fasilitator sebagai penghubung pemahaman yang lebih tinggi, berdasarkan catatan siswa sendiri. Guru tidak hanya memberikan pengetahuan pada siswa, tetapi harus juga membangun pikiran siswa dengan berbagai pengetahuan dan kesempatan mendapatkan pengetahuan langsung dalam menerapkan ide-ide yang diperoleh sehingga dapat diterapkan demi keberhasilan kelompok.

Sanjaya (2010: 244) menyatakan bahwa “melalui kooperatif siswa akan saling membantu dalam belajar karena mereka menginginkan semua anggota kelompok memperoleh keberhasilan”. Bekerja secara tim dengan mengevaluasi


(42)

191

Eep Saepulloh, 2012

Kajian Pemakaian Kode Bahasa Masyarakat Dwibahasawan Di Pangandaran Kabupaten Ciamis Dan Alternatif Model Pembelajaranya Yang Berbasis Multikultural

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

keberhasilan sendiri oleh kelompok, merupakan iklim yang bagus. Dalam setiap situasi, anggota kelompok menginginkan keberhasilan. Hakikat sosial dari sebuah proses belajar adalah mengemukakan kemampuan anggota yang beragam sehingga terjadi perubahan konseptual.

Belajar adalah sebuah proses aktif dan pengetahuan disusun dalam pemikiran siswa. Belajar adalah tindakan kreatif berdasarkan konsef dan kesan dibentuk dengan memikirkan objek serta peristiwa. Di samping aktivitas dan kreativitas yang diharapkan dalam sebuah proses pembelajaran, dituntut interaksi seimbang. Interaksi yang dimaksud adalah adanya komunikasi antara guru dengan siswa, siswa dengan siswa sehingga memungkinkan terjadi aktivitas, kreativitas yang diharapkan.

Pandangan konstruktivitasme menekankan pada kegiatan internal individu terhadap objek yang dihadapi berdasarkan pengalaman yang dimiliki serta penekanan pada interaksi sosial dan melakukan konstruksi pengetahuan dari lingkungan sosial siswa. Hal ini siswa diberikan kesempatan secara aktif untuk mengungkapkan sesuatu yang ada dalam pikirannya, untuk selanjutnya di tranformasikan ke lingkungannya (kelompok dalam pembelajaran).

B. Konsep Dasar Pembelajaran Kooperatif Teknik Jigsaw

Pembelajaran kooperatif (cooperatf learning) merupakan bentuk pembelajaran siswa belajar dan bekerja dalam kelompok . Keberadaan kelompok kecil secara kolaboratif yang beranggotakan empat sampai enam orang dengan struktur kelompok yang heterogen. Pada hakikatnya pembelajaran kooperatif


(43)

192

Eep Saepulloh, 2012

Kajian Pemakaian Kode Bahasa Masyarakat Dwibahasawan Di Pangandaran Kabupaten Ciamis Dan Alternatif Model Pembelajaranya Yang Berbasis Multikultural

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

memiliki kesamaan dengan kerja kelompok. Dalam pembelajaran kooperatif tercipta sebuah interaksi yang lebih luas, yaitu interaksi dan komunikasi antara guru dengan siswa , siswa dengan siswa.

Dalam sistem belajar yang kooperatif siswa belajar bekerjasama dengan anggota lainnya. Siswa memiliki dua tanggung jawab, yaitu belajar untuk dirinya sendiri, serta membantu sesama anggota untuk belajar. Model pembelajaran kelompok adalah rangkaian kegiatan belajar yang dilakukan oleh siswa dalam kelompok-kelompok tertentu untuk mencapai tujuan yang telah dirumuskan. Sanjaya (2010: 244) mengatakan bahwa “kooperatif learning merupakan satu pendekatan yang menekankan kerja sama dalam kelompok pembelajaran yang melibatkan partisipasi siswa dalam suatu kelompok kecil untuk saling berinteraksi”. Pembelajaran kooperatif merupakan serangkaian kegiatan pembelajaran yang dilakukan siswa saling berinteraksi di dalam kelompok untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan.

Empat hal penting dalam prosedur pembelajaran kooperatif menurut Sanjaya (2010: 248) yaitu,” (1) penjelasan materi; (2) belajar dalam kelompok; (3) penilaian; dan (4) pengakuan tim”. Berkenaan dengan prosedur pembelajaran, tahap penjelasan diartikan sebagai proses penyampaian pokok materi pelajaran sebelum siswa belajar dalam kelompok. Tujuan tahap penjelasan materi merupakan pemberian pemahaman siswa terhadap materi pelajaran. Pada tahap ini guru memberikan gambaran secara umum materi yang akan diberikan, selanjutnya siswa memperdalam materi dalam belajar kelompok. Pengelompokan dalam


(44)

193

Eep Saepulloh, 2012

Kajian Pemakaian Kode Bahasa Masyarakat Dwibahasawan Di Pangandaran Kabupaten Ciamis Dan Alternatif Model Pembelajaranya Yang Berbasis Multikultural

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

pembelajaran kooperatif hendaknya heterogen. Artinya kelompok dibentuk berdasarkan perbedaan- perbedaan setiap anggotanya, baik gender, latar belakang, sosial ekonomi, dan etnik.

Penilaian dalam pembelajaran kooperatif dapat dilakukan dengan tes atau kuis. Tes atau kuis dilakukan secara individual maupun kelompok. Tes individual nantinya akan memberikan informasi kemampuan setiap siswa, dan tes kelompok akan memberikan informasi kemampuan setiap kelompok. Hasil akhir setiap siswa adalah penggabungan keduanya, untuk dibagi dua. Nilai kelompok memiliki nilai sama dalam kelompoknya. Hal ini disebabkan nilai kelompok adalah nilai bersama dalam kelompok yang merupakan hasil kerjasama setiap anggota kelompok.

Tujuan penting dari pembelajaran kooperatif adalah mengajarkan kepada siswa , memiliki keterampilan, kerja sama dan kolaborasi. Keterampilan ini amat penting untuk dimiliki di dalam masyarakat di mana orang dewasa sebagian dikerjakan dalam organisasi yang saling bergantung sama lain dalam keragamam budaya masyarakat. Dalam pembelajaran kooperatif tidak hanya mempelajari materi saja, namun siswa diajarkan berketerampilan khusus yang disebut keterampilan kooperatif. Keterampilan kooperatif untuk memperlancar hubungan, kerja dan tugas yang dibangun dengan mengembangkan komunikasi antara anggota dalam kelompok.

Kerja sama dalam pembelajaran kooperatif antara anggota kelompok, dilakukan siswa berdasarkan bentuk aktivitas dan kreativitas selama proses


(45)

194

Eep Saepulloh, 2012

Kajian Pemakaian Kode Bahasa Masyarakat Dwibahasawan Di Pangandaran Kabupaten Ciamis Dan Alternatif Model Pembelajaranya Yang Berbasis Multikultural

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

pembelajaran berlangsung ditentukan oleh masing- masing siswa. Tiga bentuk keterampilan kooperatif sebagai akibat aktivitas dan kreativitas, yaitu;

1. Keterampilan kooperatif tingkat awal, terdiri dari;

(a) penggunaan kesempatan, (b) menghargai kontribusi, (c) pengambi giliran dan berbagi tugas ( d ) keberadaan dalam kelompok, (e) berada dalam tugas, (f). Mendorong partisifasi, (g) mengundang orang lain untuk berbicara (h) penyelesaian tugas tepat waktu dan (i) menghormati perbedaan individu.

2. Keterampilan kooperatif tingkat menengah, terdiri dari;

(a) menunjukan penghargaan dan simpati, (b) Mengungkapkan ketidak setujuan dengan cara yang dapat diterima,(c) mendengarkan dengan aktif (d) bertanya, (e) membuat ringkasan, (f) menafsirkan, (g) mengatur dan mengorganisisr, (h) menerima tanggung jawab, dan ( i) mengurangi ketegangan.

3. Keterampilan kooperatif tingkat mahir, terdiri dari;

(a) mengelaborasi, (b) memeriksa dengan cermat, (c) Menyatakan kebenaran, (d) menetapkan tujuan, dan (e) berkompromi.

Terdapat enam tahap utama di dalam pelajaran yang menggunakan pembelajaran kooperatif. Tahap pertama, pembelajaran di mulai dari guru menyampaikan tujuan pembelajaran dan memotivasi siswa untuk belajar. Tahap kedua, guru menyampaikan imformasi bentuk verbal. Tahap ketiga, siswa di kelompokkan dengan pemilihan berdasarkan keheterogenan dalam belajar. Tahap


(46)

195

Eep Saepulloh, 2012

Kajian Pemakaian Kode Bahasa Masyarakat Dwibahasawan Di Pangandaran Kabupaten Ciamis Dan Alternatif Model Pembelajaranya Yang Berbasis Multikultural

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

keempat, merupakan keterlibatan siswa dalam kelompok, serta proses adaftasi kelompok guna memasuki pembelajaran berikut. Tahap kelima, siswa dengan kelompoknya mengerjakan dan menyelesaikan tugas pembelajaran yang dipandu

guru sebagai mediator, fasilitator, dan katalisator. Tahap keenam, merupakan tahap pelaksanaan evaluasi hasil pembelajaran siswa, baik kelompok atau individu. Pada tahap evaluasi, guru menyelesaikan penilaian dengan cara menyaksikan penampilan presentasi kelompok. Pada akhir pemebelajaran, guru memberikan penghargaan (reward) terhadap anggota kelompok, atau kelompok yang memperoleh nilai tinggi dan memiliki keterlibatan optimal dalam pelaksanaan pembelajaran. Bentuk penghargaan yang diberikan guru, berupa verbal atau non verbal. Keenam tahap pembelajaran menggunakan model pembelajaran kooperatif berbasis multikultural, tersaji dalam tabel di halaman berikut;


(47)

196

Eep Saepulloh, 2012

Kajian Pemakaian Kode Bahasa Masyarakat Dwibahasawan Di Pangandaran Kabupaten Ciamis Dan Alternatif Model Pembelajaranya Yang Berbasis Multikultural

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

Tabel 5.1

Langkah-Langkah Model Pembelajaran Kooperatif Teknik Jigsaw

Tahap Tingkah Laku Guru

Tahap 1

Menyampaikan Tujuan dan

Memotivasi siswa

Guru menyampaikan tujuan pelajaran yang akan dicapai pada kegiatan pelajaran dan menekankan pentingnya topik yang akan dipelajari dan memotivasi siswa belajar

Tahap 2

Menyajikan Informasi

Guru menyajikan informasi atau materi kepada siswa dengan jalan demonstrasi atau melalui bahan bacaan

Tahap 3

Mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok –kelompok belajar

Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana caranya membentuk kelompok belajar dan membimbing setiap kelompok agar melakukan transisi secara efektif dan efisien Tahap 4

Membimbing kelompok bekerja dan belajar

Guru membimbing kelompok-kelompok belajar pada saat mereka mengerjakan tugas mereka


(48)

197

Eep Saepulloh, 2012

Kajian Pemakaian Kode Bahasa Masyarakat Dwibahasawan Di Pangandaran Kabupaten Ciamis Dan Alternatif Model Pembelajaranya Yang Berbasis Multikultural

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

Tahap 5 Evaluasi

tentang materi yang telah dipelajari atau masing-masing kelompok mempersentasikan hasil kerjanya .

Tahap 6

Memberikan penghargaan

Guru mencari cara-cara untuk menghargai baik upaya maupun hasil belajar individu dan kelompok

C. Prinsip- Prinsip Pembelajaran Kooperatif Teknik Jigsaw

Terdapat empat prinsip dasar pembelajaran kooperatif, menurut Sanjaya (2010:246) antara lain;

1. prinsip ketergantungan positif (positive Interpendence), yaitu dalam pembelajaran kooperatif, keberhasilan dalam penyelesaian tugas tergantung pada usaha yang dilakukan oleh kelompok tersebut. Keberhasilan kerja kelompok ditentukan oleh kinerja masing-masing anggota kelompok. Oleh karena itu, semua anggota dalam kelompok akan merasa saling ketergantungan;

2. tanggung jawab perseorangan (individual accountability), yaitu keberhasilan kelompok sangat tergantung dari masing-masing anggota kelompoknya. Oleh karena itu, setiap anggota kelompok mempunyai tugas dan tanggung jawab yang harus dikerjakan dalam kelompok tersebut; 3. interaksi tatap muka (face to fece promotion interaction), yaitu


(49)

198

Eep Saepulloh, 2012

Kajian Pemakaian Kode Bahasa Masyarakat Dwibahasawan Di Pangandaran Kabupaten Ciamis Dan Alternatif Model Pembelajaranya Yang Berbasis Multikultural

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

bertatap muka melakukan interaksi dan diskusi untuk saling memberi dan menerima informasi dari kelompok lain;

4. partisifasi dan komunikasi (participation communication), yaitu melatih siswa untuk dapat berpartisipasi aktif dan berkomunikasi dalam kegiatan pembelajaran.

D. Prosedur Pembelajaran Kooperatif Teknik Jigsaw

1. Penjelasan materi

Merupakan tahapan panyampaian pokok-pokok materi pembelajaran sebelumnya siswa belajar dalam kelompok. Tujuan utama tahapan ini adalah pemahaman siswa terhadap pokok materi pelajaran.

2. Belajar dalam kelompok

Tahap ini dilakukan setelah guru memberikan penjelasan materi, siswa bekerja dalam kelompok yang telah dibentuk sebelumnya.

3. Penilaian

Penilaian dalam pembelajaran kooperatif dapat dilakukan melalui test atau kuis, yang dilakukan secara individu atau kelompok. Tes individu akan memberikan penilaian kemampuan individu, sedangkan kelompok akan memberikan penilaian pada kemampuan kelompoknya. Hasil akhir setiap siswa adalah penggabungan keduanya dan dibagi dua. Nilai setiap kelompok. Memiliki sama nilai sama dalam kelompoknya. Hal ini


(50)

199

Eep Saepulloh, 2012

Kajian Pemakaian Kode Bahasa Masyarakat Dwibahasawan Di Pangandaran Kabupaten Ciamis Dan Alternatif Model Pembelajaranya Yang Berbasis Multikultural

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

disebabkan nilai kelompok adalah nilai bersama dalam kelompoknya yang merupakan hasil kerja sama setiap anggota kelompoknya.

E. Langkah-langkah Pembelajaran Model Kooperatif Jigsaw

Pembelajaran model jigsaw ini dikenal dengan kooperatif para ahli. Perwakilan setiap kelompok, dari kelompok berbeda dihadapkan pada permasalahan yang berbeda. Permasalahan yang dihadapi setiap kelompok didiskusikan bersama perwakilan dari kelompok lain. Diskusi yang dilakukan setiap perwakilan kelompok, dengan membahas materi yang sama disebut tim

ahli. Tim ahli yang bertugas membahas permasalahan, selanjutnya membawa hasil diskusi ke kelompok asal untuk disampaikan pada anggota kelompoknya. Agenda akhir yang dilakukan setiap kelompok adalah melakukan pembacaan materi di depan kelompok lain.

Berikut kegiatan yang dilakukan kelompok dalam pembelajaran kooperatif teknik Jigsaw berbasis multikultural, sebagai berikut;

1. melakukan kegiatan membaca untuk menggali informasi, guna memperoleh topik - topik permasalahan;

2. diskusi kelompok ahli, perwakilan kelompok yang telah mendapatkan topik permasalahan sama bertemu dalam satu kelompok ahli untuk membicarakan topik permasalahan tersebut;


(1)

Eep Saepulloh, 2012

Kajian Pemakaian Kode Bahasa Masyarakat Dwibahasawan Di Pangandaran Kabupaten Ciamis Dan Alternatif Model Pembelajaranya Yang Berbasis Multikultural

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu ...

NIP ...

... NIP ...


(2)

Eep Saepulloh, 2012

Kajian Pemakaian Kode Bahasa Masyarakat Dwibahasawan Di Pangandaran Kabupaten Ciamis Dan Alternatif Model Pembelajaranya Yang Berbasis Multikultural

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

DAFTAR PUSTAKA

Anita, L. Mengembangkan Model Pendidikan Multikultural, dapat diakses secara on-line di http://www.kompas.com/kompascetak/0612/01/opini/ 2921517.htm.

Alwi, H. 2002. Pemberdayaan Bahasa Indonesia dalam Menghadapi Kemungkinan Timbulnya Kecemburuan Global. Makalah disajikan dalam Seminar Internasional Prospek Pengembangan Kajian Indonesia dalam Konteks Kemajemukan Budaya, 25 Juni 2002. Semarang.

Banks, J.A & Banks, C.A.M. (Eds). 2001. Handbook of Research on Multicultural Education. New York: MacMillan. Banks, 2008. Diversity, Group Identity, and Citizenship Education in a Global Age” Educational Researcher: An Official Journal of The American Educational Research Association, Vol. 37, No. 3, April 2008, pp 129-139.

Bell, Roger T. 1976. Sociolinguistics; Goalt, Approaches and Problems. Jakarta: PT. Gramedia.

Bloomfield, L. 1933. Language. Di Indonesiakan oleh Sutikno. I. 1995. Jakarta: PT. Gramedia.

Brown, D. 2007. Prinsip Pembelajaran dan Pengajaran Bahasa. Edisi kelima. Jakarta: KIK Press.

BSNP. 2006. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar SMP Bahasa Indonesia. Jakarta. Depdiknas.

Chaer, A. 2004. Linguistik Umum. Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Creswell. 2002. Research Design; Desain Penelitian. Jakarta: KIK Press.

Denzin, N, Lincoln Y. 2009. Hand Book of Qualitative Research.Yogyakarta: Pustaka Pelajar.


(3)

Eep Saepulloh, 2012

Kajian Pemakaian Kode Bahasa Masyarakat Dwibahasawan Di Pangandaran Kabupaten Ciamis Dan Alternatif Model Pembelajaranya Yang Berbasis Multikultural

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

Departemen Pendidikan Nasional. 2004. Kurikulum 2004 Standar Kompetensi Mata Pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia Sekolah Menengah Pertama dan Madrasah Tsanawiyah. Jakarta: Depdiknas. Fasold, R. 1984. The Sociolinguistics of Society. Oxford: Basil Blackwell.

Fathurrohman, P. dan Sobry, S. 2007. Strategi Belajar Mengajar Melalui Penanaman Konsep Umum & Konsep Islami. Bandung: Refika Aditama.

Fishman, J. 1972. Advances in the Sociology of Language. Volume 2. Massachusetts-Paris: Newbury House Publishers.

Gunarwan, A. 2001a. Pengantar Penelitian Sosiolinguistik. Jakarta: Proyek Penelitian Kebahasaan dan Kesastraan Departemen Pendidikan Nasional.

Hadi, S. 2001. Metodologi Research. Yogyakarta: Penerbit Andi.

Hamid, H. Pendekatan Multikultural Untuk Penyempurnaan Kurikulum Nasional, dapat diakses secara on-line di X-URL: http://www.pdk.go. id/balitbang/Publikasi/Jurnal/No_026/ _hamid_hasan.htm.

Herdiansyah, H. 2010. Metodologi Penelitian Kualitatif untuk Ilmu-ilmu Sosial. Salemba Humanika. Jakarta.

Hudson, R. A.1996. Sociolinguistics. Second edition. Cambridge: Cambridge University Press.

Hymes, Dell H. 1972. “The Ethnography of Speaking”, dalam Readings in the Sociology of Language, edited by Joshua A. Fishman. Paris: Mouton.

Iskandarwassid dan Dadang S. 2009. Strategi Pembelajaran Bahasa. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Keraf, G. 1997. Komposisi, Sebuah Pengantar Kemahiran Bahasa. Jakarta: Nusa Indah.


(4)

Eep Saepulloh, 2012

Kajian Pemakaian Kode Bahasa Masyarakat Dwibahasawan Di Pangandaran Kabupaten Ciamis Dan Alternatif Model Pembelajaranya Yang Berbasis Multikultural

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

Kuhn, Thomas.S. 2002. The Structure of Scientific Revolitions; Peran Paradigma Dalam Revolusi Sains. Bandung: PT. Remaja Rosda Karya. Mackey, W.F. 1972. “The Description of Bilingualism”, dalam Readings in

the Sociology of Language, edited by Joshua A. Fishman. Paris: Mouton.

Masri, S. Sofian Effendi. 1982. Metode Penelitian Survai. Jakarta. LP3ES. Moleong, Lexy. J. 2006. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja

Rosdakarya.

Muhadjir, Noeng. 1996. Metodologi Penelitian Kualitatif. Edisi ketiga. Yogyakarta : Rakesarasin.

Muhammad. 2011. Metode Penelitian Bahasa. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media.

Nawawi, H. 1993. Metode Penelitian Bidang Sosial. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Nurgiantoro, Burhan. 2003. Belajar Bahasa Tak Bisa Abaikan Faktor Budaya. www.kompas.com diakses tanggal 25 Juni 2012. http://eprints. ums.ac.id/221/01/2._qonitah.pdf.

Parera, D. 1987. Studi Linguistik Umum dan Historis Bandingan. Jakarta: Erlangga.

Permendiknas Nomor 22 Tahun 2006. Jakarta: Dirjen Pendidikan Dasar Dinas RI.

Permendiknas Nomor 41 Tahun 2007. Jakarta: Dirjen Pendidikan Dasar Dinas RI.

Rahardi, R. 2001. Sosiolinguistik, Kode dan Alih Kode. Yogyakarta : Pustaka Pelajar Offset.

Rusyana, 1988. Perihal Kedwibahasaan (Bilingualisme). Bandung: FPS IKIP.

Samsuri. 1985. Tata Kalimat Bahasa Indonesia. Jakarta: PT Sastra Hudaya.

Sanjaya, W. 2010. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, Jakarta: Prenada Media Group.


(5)

Eep Saepulloh, 2012

Kajian Pemakaian Kode Bahasa Masyarakat Dwibahasawan Di Pangandaran Kabupaten Ciamis Dan Alternatif Model Pembelajaranya Yang Berbasis Multikultural

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

Sardiman. 2001. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta : PT. Raja Grafndo Persada.

Sudaryanto. 1993. Metode dan Aneka Teknik Analisis Bahasa. Yogyakarta: Duta Wacana University Press.

Sugiyono. 2009. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: CV. Alfabeta.

Suhardi, B dan B Cornelius Sembiring. 2005. Aspek Sosial Bahasa.Jakarta:

PT. Rineka Cipta.

Sukoharjo. Central Java (A Case Study)” dalam Kajian Linguistik dan Sastra, 17 (33) http://eprints.ums.ac.id/221/01/2._qonitah.pdf

Sumarsono. 2009. Sosiolinguistik. Yogyakarta: Penerbit Sabda.

Supranto, J. 1997. Metode Riset. Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Suwandi, AM. 2001. Pilihan Tindak Tutur dan Kode dalam Wacana Pidato Kepala Desa Kecamatan Godong Kabupaten Grobogan. Tesis. Semarang: Universitas Negeri Semarang.

Suwardi. 2007. Manajemen Pembelajaran. Salatiga: STAIN Salatiga Press. http://eprints.ums.ac.id/221/01/2._qonitah.pdf.

Suyanto. 2006. Dinamika Pendidikan Nasional: Dalam Pencaturan Dunia Global.Jakarta: PSAP Muhammadyah.

Suyatno, Pendidikan Multikultural, dapat diakses secara on-line di http://www.kr.co.id/article.php?sid=102681.

Wikipedia.2009.’Kota Malang”http;//id.wikipedia.ilmupendidikan.org/.net

Syamsuddin A.R. 1991. Studi Wacana ; Teori- Analisis Pengajaran. Bandung: Mimbar pendidikan Bahasa dan Seni FPBS IKIP.

………... 2011. Studi Wacana ; Teori, Analisis Pengajaran. Bandung: Geger Sunten.


(6)

Eep Saepulloh, 2012

Kajian Pemakaian Kode Bahasa Masyarakat Dwibahasawan Di Pangandaran Kabupaten Ciamis Dan Alternatif Model Pembelajaranya Yang Berbasis Multikultural

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

……….. 2011. Dari Ide- Bacaan- Simakan Menuju Menulis Efektif; Teori- Teknik- Redaksi. Bandung: Geger Sunten.

Tilaar. 2005. Manifesto Pendidikan Nasional: Tinjauan Dari Perspektif Postmodernisme dan Studi Kultural. Jakarta: Kompas.

Tim Pengembang Ilmu Pendidikan FIP-UPI Ilmu dan Aplikasi Pendidikan, Bagian 1 Ilmu Pendidikan Teoritis, Bandung: PT.Imperial Bhakti Utama.

Trudgill, P. 1974. Sociolinguistic: An Introduction. Middlesex: Penguin Books.

Wardhaugh, R. 1986. An Introduction to Sociolinguistics. Oxford: Basil Blackwell.

Widdowson. 1998. Sociolinguistics. New York: Oxford University Press.

Yaqin, M. 2005. Pendidikan Multikultural, Cross-Cultural Understanding untuk Demokrasi dan Keadilan. Yogyakarta: Pilar Media.