PENGEMBANGAN KURIKULUM MUATAN LOKAL KERAJINAN DAERAH PADA MADRASAH TSANAWIYAH / SEKOLAH MENENGAH PERTAMA DI KOTA PEKANBARU.

DAFTAR ISI
JUDUL ………........................................................................................................... i
PENGESAHAN .. ..................................................................................................... ii
PERNYATAAN ........................................................................................................ iii
ABSTRAK ……….................................................................................................... iv
KATA PENGANTAR ……………………….…….…………………………..…

v

UCAPAN TERIMA KASIH ………...….………………….…………………….. vi
DAFTAR ISI ............................................................................................................. ix
DAFTAR TABEL ..................................................................................................... xi
DAFTAR GAMBAR................................................................................................. xii
DAFTAR LAMPIRAN …………….…………………………………………

xiii

BAB I : PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ………………………………………………………………..

1


B. Rumusan dan Batasan Masalah ……………………………………………..

10

C. Pertanyaan Penelitian ………………………………………………………..

10

D. Defenisi Operasional ………………………………………………………… 11
E. Tujuan Penelitian ……………………………………………………………. 12
F. Manfaat Penelitian …………………………………………………………..

13

BAB II : PENGEMBANGAN KURIKULUM MUATAN LOKAL
A. Pengembangan Kurikulum …………………………………………………. 16
1. Pengertian …………………………………………………..…………… 16
2. Landasan Pengembangan Kurikulum …..……………………..………


18

3. Anatomi Kurikulum ….……………………………….…………………

27

4. Rekayasa Kurikulum ……..………………………………………..……

36

B. Muatan Lokal …………………………………………….………………….

39

ix
Khairulnas, 2011
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

BAB III : METODOLOGI PENELITIAN
A. Metode Penelitian …………………………………………………………… 46

B. Subjek Penelitian ……..……………………………………………………..

50

C. Teknik Pengumpulan Data …………………………………………………

52

D. Analisis Data ………………………………………………………………… 54
E. Tahap-Tahap Penelitian ………………….…………………………………

56

BAB IV : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Keadaan Kota Pekanbaru Secara Umum …………………….……………

59

B. Temuan Penelitian Lapangan .……………………………………………..


67

C. Pembahasan dan Pengembangan Kurikulum Muatan Lokal Mata
Pelajaran Kerajinan Batik ………………..…………………………………

81

a.

Menentukan fungsi dan susunan kurikulum muatan lokal …….……

82

b.

Standar Kompetensi Lulusan MTs/ SMP………………………………

83

c. Pengembangan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar ..………

d.

e.

86

Perumusan dan Pengembangan Standar Kompetensi dan
Kompetensi Dasar ………………………………………………………

91

Pengembangan Silabus….………...……………………………………

95

f. Pengembangan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran……..…………

111

g. Bentuk Penilaian Hasil Belajar ……………………………..…………


138

BAB V : KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
A. Kesimpulan ………………………………..………………………………

142

B. Saran dan Rekomendasi …………………………………………………..

144

DAFTAR PUSTAKA ………………………………….………………………. 148

x
Khairulnas, 2011
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

BAB I
PENDAHULUAN


A. LATAR BELAKANG MASALAH
Melalui observasi awal di lapangan yang telah dilakukan di sekolah- sekolah
MTs/SMP baik Negeri maupun Swasta diperoleh informasi bahwa kebanyakan
muatan lokal yang diajarkan di kelas adalah muatan lokal Tulisan Arab Melayu.
Tulisan Arab Melayu ini diajarkan mulai dari kelas VII sampai dengan kelas IX.
Materi tulisan arab melayu pada umumnya berisi tentang cara menulis kata dan
membaca wacana tentang sejarah yang ada di Riau. Dalam implementasi kurikulum
muatan lokal, pembelajaran yang digunakan adalah text book yaitu membaca wacana
yang tersedia dengan dipandu oleh guru kemudian siswa ditugaskan untuk menulis
kata-kata yang ada dalam bacaan dengan menggunakan tulisan arab melayu. Adapun
evaluasi atau penilaian tidak dilakukan dengan menggunakan format-format penilaian
yang jelas hanya sebatas melihat telah sejauhmana siswa bisa membaca wacana dan
menuliskan kata-kata dalam tulisan arab melayu.
Hasil wawancara dengan siswa kelas VIII MTs dan SMP sebanyak 73 orang
tentang muatan lokal Tulisan Arab Melayu yang dipelajari apakah sudah memberi
pengetahuan untuk bekal hidup di masa akan datang? keseluruhan siswa menjawab
muatan lokal yang sudah diajarkan belum memberi bekal pengetahuan dan
keterampilan bagi mereka.


1
Khairulnas, 2011
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

Di samping itu, masih terdapatnya perbedaan bentuk penulisan pada beberapa
kata tertentu antara penulis buku referensi yang satu dengan penulis yang lain juga
menimbulkan kebingungan. Perbedaan-perbedaan penulisan kata juga dapat terlihat
pada penulisan nama-nama jalan yang ada di kota pekanbaru yang menggunakan
tulisan arab melayu. Hal itu terungkap ketika diadakan pelatihan bagi guru-guru dan
Ormas tahun 2007 (Melayu Online: 24 Juni 2011) bahwa penerapan Tulisan Arab
Melayu belum standar. Penulisan Arab Melayu yang banyak dilakukan di insatansi
sebagai pendukung tulisan papan/ plang nama masih belum standar.
Berdasarkan pengamatan penulis terhadap buku referensi yang digunakan
siswa sebagai sumber belajar di sekolah, belum terdapat rumusan kurikulum
sebagaimana diatur dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan yang seharusnya
memuat rumusan SK dan KD, pengembangan silabus, dan Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran (RPP).
Hasil penelitian-penelitian yang telah dilakukan sebelumnya menunjukkan
perlunya dilakukan berbagai penelitian terhadap pengembangan kurikulum muatan
lokal. Penelitian yang telah dilakukan antara lain:

Penelitian yang dilakukan oleh Ahmad (1993), hasilnya menunjukkan bahwa
penerapan muatan lokal dalam praktek pengajaran belum terlaksana dengan baik. Hal
ini disebabkan persepsi guru yang kurang tentang gagasan program muatan lokal,
terbatasnya

pengetahuan

dan

pemahaman

guru,

tidak

tersedianya

buku

petunjuk/pedoman yang lebih rinci dan buku sumber lainnya yang relevan, serta

2
Khairulnas, 2011
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

minimnya pembinaan dan petunjuk dari kepala sekolah. Rekomendasi yang
dikemukakan antara lain ditujukan untuk penelitian lebih lanjut bahwa guna
memperoleh efektifitas penerapan muatan lokal yang akan datang, perlu dilakukan
penelitian lebih lanjut terhadap kontiniutas dan konsistensi pelaksanaan pengajaran
muatan lokal.
Mulyasa (1997), dalam penelitiannya menemukan bahwa implementasi
kurikulum muatan lokal belum dilakukan secara optimal, baik yang berkaitan dengan
pengembangan tujuan, pengembangan isi/materi, proses pembelajaran, maupun
evaluasi kurikulum muatan lokal.
Rumli (2004), mengemukakan hasil penelitiannya bahwa kurikulum muatan
lokal yang ada masih belum maksimal. Input penyusunannya belum memperhatikan
konsep pengembangan kurikulum, proses penyusunannya belum terencana, dan
produknya belum mewakili dari seluruh budaya dan kebutuhan daerah.
Penelitian-penelitian di atas memberikan informasi bagaimana pelaksanaan
kurikulum muatan lokal yang ada di sekolah-sekolah. Secara umum, pelaksanaannya
masih belum benar-benar efektif, hal ini disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain;

kurangnya pemahaman guru terhadap konsep kurikulum muatan lokal, terbatasnya
pengetahuan dan pengalaman guru, kurangnya sumber-sumber yang bisa dijadikan
referensi dalam belajar, minimnya pembinaan dan arahan dari kepala sekolah.
Penyebab lain yang juga sangat berperan terhadap kurang efektifnya
pelaksanaan kurikulum muatan lokal adalah penyusunan tujuannya masih belum

3
Khairulnas, 2011
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

sesuai dengan konsep pengembangan kurikulum, begitu pula implementasi dan
evaluasi dari kurikulum muatan lokal tersebut.
Muatan lokal merupakan kegiatan kurikuler untuk mengembangkan
kompetensi yang disesuaikan dengan ciri khas dan potensi daerah, termasuk
keunggulan daerah yang materinya tidak sesuai menjadi bagian dari mata pelajaran
lain, dan atau terlalu banyak sehingga harus menjadi mata pelajaran tersendiri.
Substansi muatan lokal ditentukan oleh satuan pendidikan, tidak terbatas pada mata
pelajaran keterampilan. Muatan lokal merupakan mata pelajaran, sehingga satuan
pendidikan harus mengembangkan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar untuk
setiap jenis muatan lokal yang diselenggarakan.
Muatan Lokal bertujuan untuk memberikan bekal pengetahuan dan
keterampilan kepada peserta didik agar mereka memiliki wawasan yang luas tentang
keadaan lingkungan dan kebutuhan masyarakat sesuai dengan nilai-nilai/aturan yang
berlaku di daerahnya dan mendukung kelangsungan pembangunan daerah serta
pembangunan nasional. Muatan Lokal ini mencakup: 1) Lingkup keadaan dan
kebutuhan daerah; 2) Lingkup isi/jenis muatan lokal: budaya lokal, kewirausahaan
(Pra-vokasional dan vokasional); 3) Pendidikan lingkungan dan kekhususan lokal
lain; dan 4) Kecakapan hidup, dengan lingkup jenjang, pada jenjang pendidikan dasar
dan menengah.

Secara umum, tujuan penerapan muatan lokal adalah untuk memberikan bekal
pengetahuan, keterampilan dan sikap hidup kepada peserta didik agar memiliki
4
Khairulnas, 2011
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

wawasan yang mantap tentang lingkungan dan masyarakat, sesuai dengan nilai-nilai
yang berlaku di daerahnya dan mendukung kelangsungan pembangunan daerah serta
pembangunan nasional (Depdiknas: 2006).
Lebih lanjut dikatakan, bahwa secara khusus penerapan muatan lokal
bertujuan agar peserta didik :
1.

Mengenal dan menjadi akrab dengan lingkungan alam, lingkungan sosial, dan
lingkungan budayanya.

2.

Memiliki bekal kemampuan dan keterampilan serta pengetahuan mengenai
daerahnya yang berguna bagi dirinya dan lingkungan masyarakat pada
umumnya.

3.

Memiliki sikap dan perilaku yang selaras dengan nilai-nilai/aturan-aturan
yang berlaku di daerahnya, serta melestarikan dan mengembangkan nilai-nilai
luhur budaya setempat dalam rangka menunjang pembangunan nasional.
Memahami konsep dasar dan tujuan penerapan kurikulum muatan lokal

tersebut di atas, memberikan sebuah pemahaman bahwa sesungguhnya tujuan utama
penerapan kurikulum muatan lokal adalah untuk menjembatani adanya kesenjangan
antara peserta didik dengan lingkungannya.
Adapun yang menjadi dasar pengembangan kurikulum muatan lokal adalah
Undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dalam Bab
IV Pasal 10 menyatakan bahwa “Pemerintah

dan Pemerintah Daerah berhak

mengarahkan, membimbing, dan mengawasi penyelenggaraan pendidikan sesuai
5
Khairulnas, 2011
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku”. Selanjutnya, pasal 11 ayat (1)
menyatakan bahwa Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib memberikan layanan
dan kemudahan, serta menjamin terselenggaranya pendidikan yang bermutu bagi
setiap warga negara tanpa diskriminasi.
Lahirnya Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah,
wewenang daerah dalam penyelenggaraan pendidikan di daerah menjadi semakin
besar. Lahirnya kedua Undang-undang tersebut menandai sistem baru dalam
penyelenggaraan pendidikan dari sistem yang cenderung sentralistik menjadi
desentralistik. Akibatnya adalah terjadinya perubahan dalam berbagai aspek
pembangunan di Indonesia termasuk di dalamnya adalah Aspek Pendidikan.
Keberadaan muatan lokal merupakan bentuk penyelenggaraan pendidikan
muatan lokal tidak terpusat, sebagai upaya agar penyelenggaraan pendidikan di
masing-masing daerah lebih meningkat relevansinya terhadap keadaan dan kebutuhan
daerah yang bersangkutan. Hal ini sejalan dengan peningkatan mutu pendidikan
nasional sehingga keberadaan kurikulum muatan lokal mendukung dan melengkapi
kurikulum nasional.
Menurut Surbakti (2000: 8-9) kewenangan otonomi diberikan kepada daerah
ialah untuk memelihara dan mengembangkan identitas budaya lokal. Tanpa otonomi
yang luas, daerah-daerah akan kehilangan identitas budaya lokal, baik berupa adat
istiadat maupun agama, seperti Bali, Sumatera Barat, Riau, Aceh, Papua, dan Sumatra
Utara.
6
Khairulnas, 2011
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

Indonesia terdiri dari berbagai macam suku bangsa yang memiliki
keanekaragaman multikultur (adat istiadat, tata cara, bahasa, kesenian, kerajinan,
keterampilan daerah, dan lain-lain), merupakan ciri khas yang memperkaya nilai-nilai
kehidupan bangsa Indonesia.
Keanekaragaman inilah yang mendasari kebijakan yang berkaitan dengan
dimasukkannya mata pelajaran Muatan Lokal dalam Standar Isi. Sekolah tempat
program pendidikan dilaksanakan merupakan bagian dari masyarakat. Oleh karena
itu, program pendidikan di sekolah perlu memberikan wawasan yang luas pada
peserta didik tentang kekhususan yang ada di lingkungannya. Standar Isi yang
seluruhnya disusun secara terpusat tidak mungkin dapat mencakup Muatan Lokal
tersebut, sehingga perlu disusun mata pelajaran yang berbasis pada Muatan Lokal
(Mulok). Muatan Lokal memberikan peluang kepada siswa untuk mengembangkan
kemampuan dan keterampilan lokal yang dianggap perlu oleh daerah yang
bersangkutan.

Muatan Lokal dimaksudkan untuk mengembangkan potensi daerah sebagai
bagian dari upaya peningkatan mutu pendidikan di sekolah/madrasah, serta
mengembangkan potensi sekolah/madrasah sehingga memiliki keunggulan yang
kompetitif. Muatan lokal bisa berbentuk keterampilan bahasa, baik bahasa daerah
maupun bahasa asing, keterampilan dalam bidang teknologi informasi, atau bentuk
keterampilan tepat guna yang lain. Muatan lokal disajikan dalam bentuk mata

7
Khairulnas, 2011
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

pelajaran yang harus dipelajari oleh setiap peserta didik, sehingga harus memiliki
kompetensi mata pelajaran, standar kompetensi dan kompetensi dasar.

Jika dilihat tujuan khusus dari penerapan muatan lokal, penulis pahami bahwa
mata pelajaran muatan lokal yang diajarkan tersebut belum mengejawantahkan
tujuan-tujuan khusus dari kurikulum muatan lokal. Hal ini terlihat dari:
a. Siswa masih kurang mengenal dan menjadi akrab dengan lingkungan alam,
lingkungan sosial, dan lingkungan budayanya.
b. Siswa kurang memiliki bekal kemampuan dan keterampilan serta pengetahuan
mengenai daerahnya yang berguna bagi dirinya maupun lingkungan
masyarakat pada umumnya.
c.

Siswa kurang memiliki sikap dan perilaku yang selaras dengan nilainilai/aturan-aturan yang berlaku di daerahnya, serta melestarikan dan
mengembangkan nilai-nilai luhur budaya setempat dalam rangka menunjang
pembangunan Nasional.
Dengan demikian, karena tujuan utama penerapan muatan lokal adalah

bagaimana mengakrabkan peserta didik dengan lingkungan, budaya serta potensi
daerah di mana sekolah diselenggarakan, maka ada beberapa aspek yang menjadi
perhatian dalam implementasi muatan lokal, yaitu: (1) muatan lokal harus disesuaikan
dengan keadaan daerah, (2) muatan lokal harus berdasarkan potensi yang dimiliki
oleh daerah, dan (3) muatan lokal harus sejalan dengan kebutuhan daerah atau
masyarakat.
8
Khairulnas, 2011
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

Salah satu contoh adalah penelitian yang dilakukan Baharudin (2008), antara
lain mengemukakan bahwa kurikulum muatan lokal tanaman lada relevan dengan
kebutuhan masyarakat bidang pertanian, karena tanaman lada merupakan tanaman
yang sangat menguntungkan apabila dikelola dengan tepat, karena harga jualnya saat
ini cukup tinggi sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan petani dibandingkan
tanaman lain. Masyarakat sudah berpengalaman di dalam pengelolaannya dan kondisi
tanah cocok untuk tanaman lada.
Keadaan daerah adalah segala sesuatu yang tepat di daerah tertentu yang pada
dasarnya berkaitan dengan lingkungan alam, lingkungan sosial ekonomi, dan
lingkungan sosial budaya. Kebutuhan daerah adalah segala sesuatu yang diperlukan
oleh masyarakat di suatu daerah, khususnya untuk kelangsungan hidup dan
peningkatan taraf kehidupan masyarakat tersebut yang disesuaikan dengan arah
perkembangan daerah serta potensi daerah yang bersangkutan. Di antara lingkup isi
jenis muatan lokal adalah keterampilan dan kerajinan daerah.
Secara garis besar bentuk dan jenis kerajinan di Kota Pekanbaru- Provinsi
Riau antara lain; 1) kerajinan tenun songket; 2) kerajinan tekat; 3) kerajinan batik; 4)
kerajinan sulam(bordir), 5) kerajinan anyaman; dan 6) kerajinan ukir kayu.
Berdasarkan permasalahan di atas dan kondisi serta kebutuhan daerah, penulis
merasa tertarik untuk melakukan penelitian dengan masalah “Pengembangan
Kurikulum Muatan Lokal Kerajinan Daerah pada Madrasah Tsanawiyah
(MTs) / Sekolah Menengah Pertama (SMP) di Kota Pekanbaru”.

9
Khairulnas, 2011
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

B. RUMUSAN MASALAH DAN PEMBATASAN MASALAH
Bertolak dari masalah yang ditemukan di atas, maka penulis rumuskan
masalah yaitu bagaimana kurikulum muatan lokal kerajinan daerah yang relevan
dengan potensi kerajinan daerah dan budaya daerah yang ada di Kota pekanbaru dan
kurikulum muatan lokal kerajinan daerah seperti apa yang harus diajarkan di dalam
kelas?
Untuk lebih terfokusnya penelitian yang akan dilakukan, maka penulis
membatasi pembahasan pada muatan lokal kerajinan daerah khususnya kerajinan
batik yang ada di Kota Pekanbaru.

C. PERTANYAAN PENELITIAN
Sehubungan dengan masalah di atas, yang menjadi pertanyaan dalam
penelitian ini adalah:
1. Apa saja jenis-jenis kerajinan batik yang dibutuhkan dan diminati oleh
masyarakat?
2. Pengetahuan dan keterampilan serta sikap/ perilaku apa saja yang dapat
dimasukkan menjadi materi muatan lokal kerajinan batik yang diajarkan di
sekolah?
3. Kurikulum muatan lokal kerajinan batik seperti apa yang harus diajarkan
kepada siswa?
4. Apa faktor-faktor yang mendukung terlaksananya muatan lokal kerajinan batik?

10
Khairulnas, 2011
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

D. DEFENISI OPERASIONAL
Defenisi operasional yang akan dibahas dalam penelitian ini disesuaikan
dengan jumlah variabel yang dicakup oleh judul penelitian, yaitu;
1.

Kurikulum Muatan Lokal
Kurikulum muatan lokal adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai
isi dan bahan pengajaran ditetapkan oleh daerah sesuai dengan keadaan
kebutuhan daerah masing-masing serta cara digunakan sebagai pedoman
penyelenggaraan kegiatan belajar mengajar (Depdikbud dalam Mulyasa,
2006:273). Kerangka yang perlu dikembangkanya

kurikulum muatan lokal

adalah pengenalan dan pengembangan lingkungan memalui pendidikan
diarahkan untuk menunjang peningkatan kualitas sumber daya manusia, dan pada
akhirnya diarahkan untuk meningkatkan kemampuan peserta didik
2. Kerajinan Daerah
Kerajinan dalam kamus besar Bahasa Indonesia adalah barang yang dihasilkan
melalui keterampilan tangan (seperti tikar, anyaman, dab sebagainya). Sedangkan
dalam Wikipedia dikemukakan kerajinan sebagai suatu perwujudan perpaduan
keterampilan untuk menciptakan suatu karya dan nilai keindahan, merupakan
bagian yang tidak terpisahkan dari suatu kebudayaan. Kerajinan tersebut tumbuh
melalui proses waktu berabad-abad.
Pengertian dan karakteristik karya kerajinan menurut Drs. Nanang Ganda
Prawira, M.Sn:
o Kekayaan seni - budaya tradisional bangsa kita
11
Khairulnas, 2011
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

o Pada awalnya berfungsi Terapan/Pakai = untuk memenuhi keperluan
perkakas sehari-hari
o Buatan Tangan: hasta karya
o Berdasarkan Gender: karya pria, wanita
o Pengelolaan dalam komuniti Desa, dan milik kolektif
o Kerajinan Rumah Tangga: home industry, bermula dari modal kecil,
dikerjakan oleh keluarga
o Sebagai karya Seni Rupa: sentuhan estetik pada karya kerajinan, dan
berkembang sebagai salah satu bentuk ekspresi seni yang UNIK serta berciri
TRADISI (etnik, kedaerahan)

E. TUJUAN PENELITIAN
Tujuan

yang

hendak

dicapai

dalam

penelitian

ini

adalah

untuk

mengembangkan kurikulum muatan lokal berbasis kerajinan batik yang berdasarkan
analisa kebutuhan, sesuai dengan potensi dan budaya daerah

masyarakat di

Pekanbaru, yang meliputi:
a. Untuk mengetahui jenis-jenis batik apa saja yang dibutuhkan dan diminati oleh
masyarakat
b. Untuk menentukan pengetahuan dan keterampilan serta sikap/ perilaku apa saja
yang bisa dimasukkan menjadi materi kerajinan batik yang dapat dikembangkan
menjadi materi muatan lokal.
c. Untuk menemukan bentuk kurikulum muatan lokal yang cocok untuk diajarkan
kepada siswa?

12
Khairulnas, 2011
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

d. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mendukung terlaksananya muatan lokal
kerajinan batik?

F. MANFAAT PENELITIAN
1. Manfaat teoritis
Model kurikulum muatan lokal yang akan dikembangkan adalah model
kurikulum yang dikembangkan oleh Beauchamp’s sistem di mana dalam
perekayasaan kurikulum meliputi lima tahapan, yaitu menetapkan wilayah yang akan
dicakup oleh rekayasa kurikulum, memilih orang-orang yang akan dilibatkan seperti
ahli kurikulum, guru bidang studi, guru yang dipilih, ahli-ahli yang terdapat dalam
sistem pendidikan, profesional lainnya, dan tokoh masyarakat, menetapkan organisasi
dan prosedur untuk perencanaan kurikulum yang meliputi pembentuan biro
kurikulum, evaluasi pelaksanaan kurikulum, studi alternatif, menyediakan rumusan
kriteria alternatif dan menyusun kurikulum baru, dan evaluasi kurikulum yang
dilakukan dengan cara evaluasi terhadap guru yang menggunakan kurikulum, desain
kurikulum, hasil belajar siswa dan seluruh sistem kurikulum. Tetapi model kurikulum
muatan lokal yang akan dikembangkan ini akan disesuaikan dengan kondisi di
lapangan serta berpedoman pada kebijakan pengembangan kurikulum muatan lokal
dalam kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) yang dikeluarkan oleh Badan
Standar Pendidikan Nasional (BSNP).
Melalui penelitian ini diharapkan dapat diperoleh masukan berupa sumbangan
pemikiran dan ide dalam upaya mengembangkan kurikulum muatan lokal yang
13
Khairulnas, 2011
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

memadukan kondisi di lapangan dengan kebijakan pemerintah(BSNP) sehingga akan
menghasilkan muatan lokal yang sesuai dengan potensi daerah, budaya dan
karakteristik peserta didik pada Madrasah Tsanawiyah/ Sekolah Menengah Pertama.
2. Manfaat praktis
a. Bagi Dinas Pendidikan Tingkat Provinsi dan Kabupaten/Kota, serta Kementerian
Agama Provinsi dan Kabupaten/ Kota. Hasil penelitian ini digunakan sebagai
salah satu sumber dalam menyempurnakan dan meningkatkan pengembangan
kurikulum muatan lokal untuk Madrasah Tsanawiyah/ Sekolah Menengah
Pertama.
b. Bagi para guru, hasil penelitian ini merupakan umpan balik dan dapat digunakan
sebagai

bahan

untuk

menyempurnakan

dan

ikut

berpartisipasi

untuk

merencanakan desain kurikulum muatan lokal sehingga dapat diperoleh
gambaran yang jelas dalam pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan
masyarakat dan pengembangan potensi daerah di dalam wilayah Kota Pekanbaru.
c. Bagi kepala sekolah dan pengelola pendidikan, hasil penelitian dapat dijadikan
bahan

supervisi

dalam

menyempurnakan

dan

meningkatkan

relevansi

pengembangan kurikulum muatan lokal.
d. Bagi masyarakat, orang tua, Pemerintah Daerah(Bappeda), dan pengusaha, hasil
penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan masukan untuk ikut berpartisipasi
dalam dunia pendidikan, sehingga dapat memberikan saran atau bantuan kepada
pihak sekolah ataupun Dinas Pendidikan dalam pengembangan kurikulum
muatan lokal dimasa yang akan datang.
14
Khairulnas, 2011
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

e. Bagi program pengembangan kurikulum, sebagai bahan pengembangan untuk
membuka wawasan bagi penelitian-penelitian lebih lanjut, khususnya dalam
masalah pengembangan kurikulum muatan lokal.

15
Khairulnas, 2011
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

A. Metode Penelitian
Penelitian ini dimaksudkan untuk merumuskan sebuah kurikulum muatan
lokal baru yang belum diterapkan sebelumnya. Penelitian ini dilatarbelakangi oleh
pertimbangan penulis terhadap kurikulum muatan lokal yang digunakan saat ini
oleh Madarasah Tsanawiyah/ Sekolah Menengah Pertama yang pada umumnya
memakai Tulisan Arab Melayu (TAM) sebagai mata pelajaran muatan lokal.
Penulis manganalisis penerapan muatan lokal TAM tersebut belum memenuhi
kriteria-kriteria tujuan khusus dari penerapan muatan lokal, dan tujuan khusus
tersebut adalah agar peserta didik:
1.
2.

3.

Mengenal dan menjadi akrab dengan lingkungan alam, lingkungan sosial, dan
lingkungan budayanya.
Memiliki bekal kemampuan dan keterampilan serta pengetahuan mengenai
daerahnya yang berguna bagi dirinya maupun lingkungan masyarakat pada
umumnya.
Memiliki sikap dan prilaku yang selaras dengan nilai-nilai/aturan-aturan yang
berlaku di daerahnya, serta melestarikan dan mengembangkan nilai-nilai
luhur budaya setempat dalam rangka menunjang pembangunan nasional.

Bertolak dari pemikiran di atas penulis bermaksud untuk merumuskan
sebuah kurikulum muatan lokal baru yang bisa memenuhi kriteria-kriteria tujuan
khusus dari muatan lokal tersebut. Oleh karena muatan lokal bersumber dari
keadaan dan kebutuhan daerah tertentu yang pada dasarnya berkaitan dengan
lingkungan alam, lingkungan sosial ekonomi, dan lingkungan sosial budaya, maka
46
Khairulnas, 2011
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

penulis tertarik merumuskan kurikulum muatan lokal tentang kerajinan batik Riau.
Kerajinan batik Riau merupakan salah satu kerajinan daerah yang berasal dari
budaya daerah Riau. Oleh karena penelitian ini bermaksud merumuskan sebuah
kurikulum muatan lokal baru. Karena itu, penelitian ini bisa dikategorikan sebagai
penelitian dasar.
Moleong (2010: 10) mengemukakan salah satu karakteristik penelitian
kualitatif adalah teori dari dasar (grounded theory). Penelitian kualitatif lebih
menghendaki arah bimbingan penyusunan teori substantif yang berasal dari data.
Hal ini disebabkan oleh beberapa hal. Pertama, tidak ada teori a priori yang dapat
mencakupi kenyataan-kenyataan jamak yang mungkin akan dihadapi. Kedua,
penelitian ini mempercayai apa yang dilihat sehingga ia berusaha untuk sejauh
mungkin menjadi netral. Ketiga, teori dari dasar lebih dapat responsif terhadap
nilai-nilai kontekstual.
Pendapat senada juga dikemukakan oleh Satori dan Komariah (2010: 32),
penelitian kualitatif menjadi solusi untuk menemukan teori-teori baru yang
berangkat dari pengalaman empirik/praktik terbaik yang dimiliki lapangan yang
diangkat dalam hasil penelitian kualitatif. Untuk menjadi sebuah teori diperlukan
analisis yang tajam terhadap data/fakta lapangan dan penganalisis yang tajam
sangat bergantung pada kredibilitas peneliti yang bukan orang sembarangan atau
bukan peneliti pemula yang baru mencoba melakukan penelitian.
Adapun metode yang digunakan dalam pengumpulan data yang berkaitan
dengan kurikulum muatan lokal ini adalah metode deskriptif (descriptive
47
Khairulnas, 2011
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

research) yang menggunakan pendekatan kualitatif, karena penggambaran
keadaan secara naratif kualitatif. Artinya, data atau fakta yang dihimpun berbentuk
kata atau gambar daripada angka-angka. Mendeskripsikan sesuatu berarti
menggambarkan apa, mengapa dan bagaimana suatu kejadian terjadi. Deskriptif
kualitatif lebih memperhatikan karakteristik kualitas, keterkaitan antar kegiatan
(Sukmadinata, 2009: 73).
Adapun langkah-langkah pengembangan kurikulum yang digunakan dapat
digambarkan sebagai berikut:

Studi
Pendahuluan

Identifikasi
dan analisis
kebutuhann

Penyusunan draf
desain kurikulum

Uji coba draf
desain
kurikulum

Penyempurnaan
desain kurikulum

Implementasi
kurikulum

Evaluasi dan
penyempurnaan

Gambar 3.1: Bagan langkah-langkah Pengembangan Kurikulum

Dalam pengembangan model tidak dilakukan uji coba di lapangan, tetapi
pengembangan hanya sampai pada kurikulum berbentuk dokumen berdasarkan
judgement dari para ahli, yaitu ahli kurikulum, guru-guru muatan lokal dengan
tujuan untuk melihat kelayakan praktis dari model tersebut.
48
Khairulnas, 2011
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

Berdasarkan uraian di atas langkah-langkah penelitian deskriptif yang
digunakan untuk memecahkan masalah agar kurikulum muatan lokal yang
dikembangkan untuk sekolah menengah pertama relevan dengan kebutuhan
masyarakat, maka penelitian ini dilakukan langkah-langkah sebagai berikut:
1. Identifikasi kebutuhan masyarakat
Identifikasi kebutuhan bertujuan untuk mengetahui kerajinan batik mana
yang dipilih dan banyak digunakan oleh masyarakat dalam kehidupan mereka
sehari-hari. Karena berdasarkan data yang diperoleh ini akan dikembangkan
kurikulum muatan lokal untuk MTs/SMP.
Aspek-aspek kebutuhan masyarakat yang diidentifikasi pada penelitian ini
adalah: (1) jenis batik apa yang paling banyak diminati masyarakat, (2) masalah
apa yang dihadapi dalam pembuatan batik, (3) pengetahuan dan keterampilan
yang dibutuhkan dalam pembuatan batik. Informasi yang diperoleh dari
identifikasi ini akan dijadikan sebagai dasar perumusan kurikulum muatan lokal
yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
2. Pengembangan
Data yang diperoleh dari identifikasi kebutuhan dijadikan sebagai bahan
dalam pengembangan kurikulum muatan lokal di sekolah. Pengembangan model
kurikulum muatan lokal ini agar relevan dengan kebutuhan masyarakat dan sesuai
dengan karakteristik peserta didik serta dapat diimplementasikan di sekolah
dengan berdasarkan kriteria-kriteria yang ditetapkan dalam pengembangannya.

49
Khairulnas, 2011
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

Untuk merumuskan kurikulum muatan lokal kerajinan batik Riau ini
didasarkan pada pemikiran penulis dan pendapat para ahli kurikulum, guru-guru
muatan lokal dan ahli dari perajin batik itu sendiri. Sedangkan untuk melihat
kelayakan rumusan kurikulum tersebut dilakukan dengan meminta pendapat dan
judgment dari dosen-dosen pembimbing penulisan tesis ini.
3. Evaluasi dan Penyempurnaan
Setelah dilakukan pengembangan terhadap kurikulum muatan lokal dalam
bentuk dokumen kurikulum, selanjutnya akan dilakukan evaluasi dengan meminta
pendapat-pendapat para ahli di bidang kurikulum apakah kurikulum tersebut telah
memadai untuk diterapkan. Apabila terdapat kekurangan dalam kurikulum
tersebut para ahli akan memberi koreksi bagian yang mana saja yang perlu di
tambahkan. Begitu juga jika terdapat bagian-bagian yang dianggap tidak sesuai
dengan kurikulum akan dihilangkan. Dengan koreksi dari para ahli tersebut maka
kurikulum akan disempurnakan sesuai dengan masukan yang diberikan.
B. Subjek Penelitian
Penelitian ini akan menghimpun data sebanyak-banyaknya dari berbagai
sumber, baik sumber tertulis dalam bentuk buku-buku referensi yang berkaitan
dengan penelitian maupun sumber-sumber yang tidak tertulis dalam bentuk
pendapat-pendapat dari para ahli yang berkompeten.
Adapun yang menjadi subjek penelitian ini terdiri dari:
1. Instansi pemerintahan, instansi yang dimaksud adalah instansi yang ada
kaitannya terhadap penyelenggaraan pendidikan di tingkat Madrasah Tsanawiyah
50
Khairulnas, 2011
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

yaitu Kementerian Agama Kotamadya Pekanbaru dan tingkat Sekolah Menengah
Pertama, yaitu Dinas Pendidikan Tingkat II Kotamadya Pekanbaru. Kedua instansi
tersebut diharapkan bisa memberikan informasi-informasi tentang berapa jumlah
sekolah yang ada di Pekanbaru, kebijakan apa saja yang telah dibuat untuk
pengembangan muatan lokal di MTs ataupun di SMP yang ada di Pekanbaru,
bagaimana pelaksanaan kurikulum muatan lokal di MTs dan SMP di Kota
Pekanbaru, serta bagaimana pandangan kedua instansi tersebut terhadap
pengembangan muatan lokal yang baru di MTs dan SMP di Pekanbaru. Informasiinformasi yang diperoleh akan dijadikan petunjuk bagi perumusan dan
pengembangan kurikulum muatan lokal yang penulis teliti.
2. Kepala sekolah dan komite sekolah serta guru-guru muatan lokal, sumbersumber ini dapat memberi informasi-informasi mengenai pengembangan
kurikulum muatan lokal yang ada, kebijakan sekolah tentang pengembangan
kurikulum muatan lokal, kondisi peserta didik yang mereka didik dan kondisi
orang tua dan masyarakat di sekitar sekolah. Di samping itu, juga dapat diketahui
tentang kondisi sekolah, fasilitas-fasilitas yang dimiliki oleh sekolah serta
kendala-kendala apa yang dihadapi sekolah jika kurikulum muatan lokal kerajinan
batik dilaksanakan di sekolah.
3. Tokoh-tokoh masyarakat dan perajin batik, tokoh-tokoh masyarakat yang tahu
tentang kerajinan batik. Sumber ini dapat memberikan informasi mengenai materimateri tentang batik antara lain bentuk-bentuk batik Riau, filosofis-filosofis yang
terkandung, proses pembuatannya serta pengelolaan hasil kerajinan batik tersebut.
51
Khairulnas, 2011
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

4. Siswa, sumber ini diharapkan dapat memberikan informasi-informasi tentang
kurikulum muatan lokal yang sedang diterapkan, harapan-harapan mereka
terhadap pengalaman-pengalaman yang dihasilkan dari mata pelajaran muatan
lokal, dan pendapat mereka jika kurikulum muatan lokal kerajinan batik diajarkan
di sekolah.

C. Teknik Pengumpulan Data
Penelitian ini bermaksud untuk merancang kurikulum muatan lokal
kerajinan batik untuk Madrasah Tsanawiyah dan Sekolah Menengah Pertama di
Kota Pekanbaru kelas IX semester I. Data- data dalam penelitian ini diperoleh dari
berbagai sumber yang dianggap berkompeten dengan masalah yang dibahas.
Proses pengumpulan data dilakukan oleh peneliti dengan langsung turun
ke lapangan untuk melakukan penelitian. Untuk mendapatkan data yang
maksimal, peneliti menggunakan beberapa langkah sebagai berikut:
1. Observasi
Observasi merupakan suatu teknik atau cara mengumpulkan data dengan
jalan mengadakan pengamatan terhadap kegiatan yang sedang berlangsung.
2. Wawancara
Wawancara merupakan percakapan melalui proses tanya jawab lisan dan
tatap muka yang diarahkan pada fokus masalah dalam penelitian.

52
Khairulnas, 2011
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

3. Studi Dokumentasi
Studi dokumentasi merupakan suatu teknik pengumpulan data dengan
menghimpun dan menganalisis dokumen-dokumen, baik dokumen tertulis,
gambar maupun elektronik (Sukmadinata, 2006: 221).
Studi dokumentasi dilakukan dengan mengumpulkan dokumen-dokumen
secukupnya, dokumen-dokumen tersebut kemudian diseleksi dan dianalisis sesuai
dengan tujuan dan focus masalah.
4.

Kuesioner
Kuesioner merupakan suatu teknik atau cara pengumpulan data secara

tidak langsung (peneliti tidak langsung bertanya jawab dengan responden).
5. Triangulasi
Triangulasi adalah teknik pengumpulan data yang bersifat menggabungkan
dari berbagai teknik pengumpulan data dari sumber data yang telah ada. Dalam
melakukan pengumpulan data, penulis sekaligus menguji kredibilitas data, yaitu
mengecek kredibilitas data dengan teknik yang sama. Peneliti menggunakan
teknik pengumpulan data yang berbeda-beda untuk mendapatkan data dari sumber
yang sama. Peneliti menggunakan observasi partisipatif, wawancara mendalam,
dan dokementasi untuk sumber data yang sama secara serempak.

53
Khairulnas, 2011
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

D. ANALISIS DATA
Analisis data dalam penelitian kualitatif telah dilaksanakan manakala
masih di lapangan, hal ini sangat perlu dilakukan untuk kelengkapan data yang
dikumpulkan, karena jika analisis data dilakukan setelah kembali ke rumah dan
ternyata data yang dibutuhkan masih belum lengkap tentu akan menyulitkan untuk
turun ke lokasi penelitian.
Proses analisis data dalam penelitian ini dilakukan dengan pengurutan dan
pengorganisasian data. Pengurutan dan Pengorganisasian data dalam penelitian
dilakukan untuk kelompok identifikasi kebutuhan masyarakat bidang batik yang
meliputi: ragam dan corak apa yang menarik bagi masyarakat di Kota Pekanbaru,
nilai filosofis apa yang terkandung dalam corak batik, cara membatik, bahanbahan apa saja yang digunakan, berapa lama proses pembuatannya, keterampilan
dan pengetahuan apa saja yang dibutuhkan dalam pengelolaannya, dan bagaimana
cara memasarkan hasil membatik tersebut.
Menurut Nasution (1996:128) bahwa tidak ada satu cara tertentu yang
dapat dijadikan pegangan bagi semua penelitian. Salah satu cara yang dapat
dianjurkan adalah mengikuti langkah-langkah berikut ini, yakni (a) reduksi data,
(b) display data, (c) mengambil kesimpulan.

54
Khairulnas, 2011
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

1. Reduksi data
Pertama-tama dilakukan identifikasi terhadap unit/bagian terkecil dalam
suatu data yang memiliki makna bila dikaitkan dengan fokus dan masalah
penelitian. Setelah ditemukan bagian terkecil dalam data tersebut kemudian
dilakukan pengkodean terhadap setiap unit tersebut dengan tujuan agar unit
tersebut dapat ditelusuri sumber asalnya.
Operasionalisasinya reduksi data dapat ditelusuri dengan memperlakukan
data yang diperoleh ditulis dalam bentuk laporan atau data yang terperinci.
Laporan yang disusun berdasarkan data yang diperoleh direduksi, dirangkum,
dipilih hal-hal yang pokok, difokuskan pada hal-hal yang penting. Data hasil
mengihktisarkan dan memilah-milah berdasarkan satuan konsep, tema, dan
kategori tertentu akan memberikan gambaran yang lebih tajam tentang hasil
pengamatan juga mempermudah peneliti untuk mencari kembali data sebagai
tambahan atas data sebelumnya yang diperoleh jika diperlukan.
2. Display data
Bagian-bagian data yang memiliki kesamaan dipilah dan diberi label.
Operasionalisasi mengkategorikan data dengan cara data yang diperoleh
dikategorikan menurut pokok permasalahan dan dibuat dalam bentuk matriks
sehingga memudahkan peneliti untuk melihat pola-pola hubungan satu data
dengan data lainnya. Setiap kategori yang ada dicari kaitannya kemudian diberi
label(nama).

55
Khairulnas, 2011
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

3. Mengambil kesimpulan dan verifikasi
Kesimpulan yang mulanya masih bersifat kabur akan diperjelas dengan
semakin dilengkapi data-data sehingga kesimpulan tersebut menjadi jelas. Untuk
itu dilakukan verifikasi selama berlangsungnya penelitian.

E. Tahap-Tahap Penelitian
1. Tahap Penelitian Pendahuluan
Pada tahap ini dimulai dengan memilih lokasi penelitian yang diperlukan
dalam rangka melihat permasalahan yang terjadi di lapangan lebih dekat, serta
berusaha untuk menemukan alternatif pemecahannya. Dari beberapa masalah yang
diperoleh baik dari pengamatan maupun dari peneliti terdahulu peneliti tertarik
untuk memilih masalah pengembangan kurikulum muatan lokal kerajinan batik
Riau yang relevan dengan perkembangan kebutuhan masyarakat.
2. Tahap Penyusunan Proposal
Pada tahap berikutnya dilakukan penyusunan proposal, untuk dijadikan
arah dan pedoman terhadap segala sesuatu yang harus diperhatikan di lapangan.
Di samping itu bermanfaat dalam mengurus izin mulai dari program pendidikan
sampai pada tempat lokasi penelitian.
3. Tahap Penyusunan Instrumen (alat pengumpul data)
Dalam penelitian ini peneliti bertindak sebagai instrument utama, namun
karena dalam penelitian menggunakan studi dokumentasi, obsevasi, wawancara

56
Khairulnas, 2011
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

dan kuisioner sebagai teknik pengumpulan data, maka dalam penelitian instrumen
atau alat digunakan adalah berupa format dan pedoman : observasi, wawancara,
kuesioner dan studi dokumentasi. Penggunaan instrumen untuk mengumpulkan
data tentang penyusunan kurikulum muatan lokal kerajinan batik Riau. Data yang
akan dikumpulkan berasal dari subjek penelitian; Kemenag Kota Pekanbaru dan
Dinas Pendidikan Kota Pekanbaru, kepala sekolah dan guru muatan lokal, tokoh
masyarakat dan perajin batik, dan siswa.

4. Tahap Pelaksanaan
Pada tahap ini peneliti langsung terjun ke lapangan untuk melakukan
pengumpulan data yang berhubungan dengan kurikulum muatan lokal dengan
perkembangan kebutuhan masyarakat setempat. Pengurnpulan data dihimpun dari
sumber-sumber data yang telah ditetapkan, dengan menggunakan instrument yang
telah disusun.
5. Tahap Pengembangan Model
Dari hasil data yang diperoleh, maka pengembangan dilakukan pada
kurikulum muatan lokal kerajinan daerah yaitu kerajinan batik. Dalam
pengembangan kurikulum ini dilakukan kerjasama dengan guru-guru muatan lokal
dan instansi terkait mengenai materi muatan lokal kerajinan batik. Setelah
rumusan dokumen awal selesai dikembangkan maka rumusan divalidasikan
kepada pihak-pihak yang memiliki kompetensi di bidangnya masing-masing.
Pihak-pihak yang terlibat terutama dosen pembimbing sebagai ahli bidang
57
Khairulnas, 2011
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

pendidikan dan pengembangan kurikulum, berdasarkan analisis dan pertimbangan
logika, terutama mengenai kelayakan dasar-dasar konsep teori dan kebijakan yang
digunakan, juga kelayakan praktis berdasarkan pengalaman dan wawasan praktik
dari dosen pembimbing. Selain itu pertimbangan dan saran diperoleh juga dari
guru-guru muatan lokal yang tidak terlibat dalam pengembangannya serta para
ahli dan perajin batik.

58
Khairulnas, 2011
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

BAB V
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan yang penulis lakukan pada bab sebelumnya,
diperolehlah mata pelajaran kerajinan batik sebagai materi yang dibutuhkan
masyarakat Kota Pekanbaru sebagai berikut:
1. Jenis-jenis batik Riau yang dikembangkan dan yang diminati oleh masyarakat
adalah: kain batik bahan sutera, kain batik bahan katun, kain batik bahan dobi,
kain batik bahan tenun Alat Tenun Bukan Mesin (ATBM), kain batik bahan
tenun Alat Tenun Mesin (ATM), kain batik bahan Thai silk, dan lain-lain.
2. Pengetahuan dan keterampilan batik yang dapat dikembangkan menjadi materi
muatan lokal adalah: mengetahui sejarah batik, mengetahui bahan dan peralatan,
memahami proses dan teknik pembuatan batik, mengenal motif ragam dan hias,
mengetahui pengelolaan hasil kerajinan batik, cara mendapatkan dan memilih
bahan, bisa menggunakan peralatan pembuat batik, bisa membuat motif ragam
hias batik, cara pemasaran hasil kerajinan batik.
3. Bentuk kurikulum muatan lokal yang cocok diajarkan kepada siswa MTs/ SMP
di Kota Pekanbaru adalah kurikulum muatan lokal yang sesuai dengan potensi
dan budaya setempat serta dibutuhkan oleh siswa dan masyarakat yaitu kerajinan
batik. Kemudian dirumuskan SK dan KD, mengembangkan Silabus, dan
merancang Rencana Program Pembelajaran yang mengikuti pedoman dari BSNP.

142
Khairulnas, 2011
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

4. Faktor yang mendukung terlaksananya kurikulum muatan lokal antara lain:
bahan-bahan kerajinan batik mudah didapat, harga peralatan sangat terjangkau,
proses pengerjaannya tidak terlalu rumit, pemasaran hasil kerajinan batik yang
memiliki prospek yang bagus. Kondisi ini juga didukung oleh Surat Edaran dari
Pemerintah Provinsi kepada pegawai di lingkungannya untuk memakai batik
pada setiap hari Kamis dan ditambah Surat Edaran Kepala Dinas Pendidikan dan
Kebudayaan Provinsi Riau agar tenaga pendidik dan peserta didik memakai batik
satu kali dalam seminggu sebagai pakaian seragam sekolah.
Dengan penyusunan materi di atas, penulis menilai bahwa mata pelajaran
kerajinan batik yang telah disusun telah memiliki kompetensi yang harus dikuasai
oleh siswa sebagai berikut:
a. Siswa bisa mengenal dan menjadi akrab dengan lingkungan alam, lingkungan
sosial, dan lingkungan budayanya.
b. Siswa akan memiliki bekal kemampuan dan keterampilan serta pengetahuan
mengenai daerahnya yang berguna bagi dirinya dan lingkungan masyarakat pada
umumnya.
c. Siswa memiliki sikap dan perilaku yang selaras dengan nilai-nilai/aturan-aturan
yang berlaku di daerahnya, serta melestarikan dan mengembangkan nilai-nilai
luhur budaya setempat dalam rangka menunjang pembangunan nasional.

143
Khairulnas, 2011
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

B. Rekomendasi
Selanjutnya, penulis juga membuat rekomendasi terhadap pihak-pihak terkait
antara lain:
1. Pemerintah Kota Pekanbaru
Pemerintah Kota Pekanbaru sebagai pemimpin di daerah mempunyai
kewajiban untuk menjaga, memelihara dan mengembangkan potensi dan budaya yang
menjadi cirikhas daerahnya. Salah satu usaha yang dapat dilakukan adalah
menjadikan mata pelajaran kerajinan batik sebagai materi muatan lokal di sekolah.
Pemerintah daerah memiliki kewenangan yang besar dalam pengembangan muatan
lokal sejak bergulirnya otonomi daerah. Pemerintah daerah bisa saja mempersiapkan
payung hukum bagi pelaksanaan muatan lokal mata pelajaran kerajinan batik di
sekolah serta membantu biaya pelaksanaannya. Tindakan tersebut bisa berimplikasi
terhadap meningkatnya sumber daya manusia Kota Pekanbaru yang akan datang.
2.

Dinas Pendidikan
Pengembangan kurikulum muatan lokal di MTs/ SMP agar relevan dengan

kebutuhan masyarakat perlu melibatkan berbagai pihak, terutama Dinas Pendidikan.
Untuk Dinas Pendidikan, Hasil penelitian ini bisa dijadikan sebagai bahan
pertimbangan dalam mengembangkan kurikulum muatan lokal di sekolah. Mata
pelajaran kerajinan batik yang penulis kembangkan ini memiliki ketiga aspek
kompetensi pendidikan, yaitu; aspek kognitif (pengetahuan), aspek afektif (sikap/
perilaku), dan aspek psikomotorik (keterampilan/ terampil). Untuk dinas pendidikan
penulis juga menyarankan agar menjalin kerjasama dengan Instansi-instansi
144
Khairulnas, 2011
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

Pemerintah seperti, Dinas Pariwisata, Bappeda, Dinas Perindustrian dan lainnya, agar
bisa ikut berpartisipasi dalam mengimplementasikan muatan lokal mata pelajaran
kerajinan batik ini dengan membantu dalam bentuk perencanaan, biaya, peralatan,
promosi, maupun tenaga bagi implementasi muatan lokal kerajinan batik ini.
3. Kepala sekolah
Bagi kepala sekolah, dalam upaya melaksanakan kurikulum muatan lokal yang
sesuai dan dibutuhkan masyarakat bisa menjadikan hasil penelitian yang penulis
kembangkan ini sebagai salah satu alternatif untuk di implementasikan di sekolah.
Kerajinan batik ini, sangat mudah untuk dilaksanakan dan peralatan yang digunakan
mudah didapatkan dan tidak membutuhkan biaya yang besar. Penulis juga
menyarankan kepada kepala sekolah untuk menjalin kemitraan dengan perajin batik,
tokoh masyarakat dan Dewan Kesenian Nasional Daerah Provinsi Riau dalam rangka
penyusunan tujuan, pengembangan materi, dan merancang teknik evaluasi hasil
belajar. Kemudian untuk pembiayaan implementasi mata pelajaran kerajinan batik
penulis sarankan dengan menggunakan alokasi dana Biaya Operasional Sekolah
(BOS), Bila seluruh komponen penggunaan dana BOS yang berjumlah 12 poin telah
terpenuhi pendanaannya dari BOS dan masih terdapat sisa dana, maka sisa dana BOS
tersebut dapat digunakan untuk membeli alat peraga, media pembelajaran, dan bahanbahan kerajinan batik.
4.

Bagi guru-guru muatan lokal, hasil penelitian kerajinan batik yang penulis

kembangkan ini bisa dijadikan sebagai salah satu materi untuk diajarkan di kelas. Di

145
Khairulnas, 2011
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

dalam penelitian ini penulis telah mengembangkan SK dan KD, silabus dan RPP
yang siap digunakan.
5. Peneliti selanjutnya
Bagi peneliti yang ingin mengadakan penelitian yang berkaitan dengan muatan
lokal. Tesis ini bisa dijadikan sebagai salah satu sumber informasi dalam melengkapi
data penelitian. Sedangkan bagi peneliti yang ingin untuk pengembangan model,
penelitian ini juga bisa dilanjutkan dengan melakukan implementasi pembelajaran di
dalam kelas.

146
Khairulnas, 2011
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

DAFTAR PUSTAKA
Ahmad, M.(1993). Penerapan Muatan Lokal dalam Praktek Pengajaran di
Sekolah Dasar(studi kualitatif pada tiga SDN Kotamadya PekanbaruRiau. Tesis. Bandung. Universitas Pendidikan Indonesia: tidak diterbitkan
Anwar, Kasful dan Harmi, Hendra. (2011).Perencanaan Sistem Pembelajaran
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Bandung: Alfabeta
BSNP. (2006). Model Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan & Model Silabus
mata Pelajaran. Jakarta: Cipta Jaya.
Beauchamp, G.A.(1975). Curriculum Theory. Illionis: The KAGG Press.
Brady, Laurie.(1992). Curriculum Development( Fourth Edition). Austrlia:
Prentice Hall.
Dekranasda Provinsi Riau.(2009). Khazanah
Yogyakarta: Adicita Karya Nusa.

Kerajinan

Melayu

Riau.

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Riau. (1999/2000). Kerajinan
Batik Riau. Pekanbaru: Bagian Proyek Permuseuman Riau
Harianti, Diah.( 2007). Model dan Contoh Muatan Lokal. Jakarta: Pusat
Kurikulum
Hamalik, Oemar.(2007). Dasar- Dasar Pengembangan Kurikulum. Bandung:
Remaja Rosdakarya.
Linstone, Harold A dan Turoff, Murray.(2002). The Delphi Method: Techniques
and Applications. New Jersey Institute of Technology.
Malik, Abdul dkk.(2003). Corak dan Ragi Tenun Melayu Riau. Yogyakarta:
Adicita Karya Nusa.
Majid, Abdul. (2005). Perencanaan Pembelajaran: Mengembangkan Standar
Kompetensi Guru. Bandung: Remaja Rosdakarya.

148
Khairulnas, 2011
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

Mager, Robert F. (1962) Preparing Instructional Objectives. California: Lear
Sieger.
Muhaimin. Dkk(2008). Pengembangan Model Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan(KTSP): pada