PENGGUNAAN MEDIA GAMBAR UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENULIS KARANGAN PROSA.

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Penelitian

Menulis atau mengarang ialah kemampuan mengekspresikan pikiran, perasaan, pengalaman, dalam bentuk tulisan yang disusun secara sistematis dan logis, sehingga tulisannya dapat dengan mudah dipahami pembaca. Widyamartaya (1978 : 9) mengatakan, “mengarang adalah suatu proses kegiatan pikiran manusia yang hendak mengungkapkan kandungan jiwanya kepada orang lain, atau kepada dirinya sendiri, dalam tulisan”.

Pada mulanya menulis merupakan keterampilan mengenal dan menulis lambang-lambang bunyi. Kemudian lambang bunyi itu disusun menjadi kata, kalimat, dan paragraf sebagai wacana yang paling kecil. Paragraf pun dapat dikembangkan menjadi wacana yang lebih lengkap, jelas, dan padat.

Menulis merupakan kegiatan yang cukup kompleks, karena harus melibatkan berbagai komponen, baik isi, bentuk, dan bahasa yang dipakai. Akhirnya banyak orang berpendapat, bahwa menulis hanya milik orang–orang berbakat saja. Menulis sering dipandang berlebihan sebagai suatu ilmu seni, karena di samping memiliki aturan pada unsur-unsurnya, juga mengandung tuntutan bakat yang menyebabkan suatu tulisan tidak semata-mata sebagai batang tubuh sistem yang membawakan makna atau maksud, tetapi juga membuat panyampaian maksud tersebut menjadi unik, menarik, dan menyenangkan pembacanya (Vivian dan Bernetta,1959 : 17 ; Semi, 1993 : 100).

“Di abad Modern ini kemampuan menulis dengan jelas, padat, dan tepat merupakan kualifikasi yang pada umumnya diperlukan agar berhasil


(2)

dalam dunia dagang, pendidikan, atau profesi” (Ahmadi, 1985 : 17). Lebih jelas lagi Tarigan (1994 : 4) mengatakan,

Dalam kehidupan modern ini jelas bahwa keterampilan menulis sangat dibutuhkan. Kiranya tidaklah terlalu berlebihan bila kita katakan bahwa keterampilan menulis merupakan suatu ciri dari orang yang terpelajar atau bangsa yang terpelajar.

Meskipun telah disadari bahwa penguasaan bahasa tulis mutlak dalam kehidupan modern, tetapi dalam kenyataannya pengajaran keterampilam menulis kurang mendapat perhatian. Pelly (Haryadi dan Zamzami, 1996/1997 : 75) mengatakan ‘pelajaran mengarang sebagai salah satu aspek dalam pengajaran bahasa Indonesia kurang ditangani secara sungguh-sungguh. Akibatnya, kemampuan berbahasa Indonesia para siswa kurang memadai’. Badudu (1985), sebagaimana dikutip oleh Haryadi dan Zamzami (1996/1997 : 75) berpendapat bahwa ‘rendahnya mutu kemampuan menulis disebabkan oleh kenyataan bahwa pengajaran mengarang dianaktirikan’. Waktu mengadakan penelitian, penulis sempat berbincang dengan beberapa orang guru, mereka mengatakan, karena pada umumnya guru tidak dipersiapkan untuk terampil menulis dan mengajarkannya. Hal ini sebagaimana dikemukakan juga oleh Tarigan dan Tarigan (1986 : 186 - 187) bahwa,

Pengajaran mengarang belum terlaksana dengan baik di sekolah. Kelemahannya terletak pada cara guru mengajar, umumnya kurang dalam variasi, tidak merangsang dan kurang pula dalam frekuensi. Pembahasan karangan siswa kurang dilaksanakan oleh guru. Murid sendiri menganggap mengarang tidak penting atau belum mengetahui peranan mengarang bagi kelangsungan studi mereka.


(3)

Di samping itu pula menurut Sukmana (2004), “siswa umumnya kurang bersemangat menulis, bahkan pada saat ada ulangan mengarang, siswa terkadang merasa tidak senang atau menjadikannya sebagai beban.”

Ketidaksukaannya itu tidak terlepas dari pengaruh lingkungan keluarga dan masyarakatnya, serta pengalaman pembelajaran menulis atau mengarang di sekolah yang kurang memotivasi dan merangsang minat siswa.

Berdasarkan hasil survei yang pernah dilakukan oleh Mohammad

Yunus terhadap guru bahasa Indonesia umumnya responden

menyatakan, “bahwa aspek pelajaran bahasa yang paling tidak disukai murid dan gurunya adalah menulis atau mengarang” (Suparno dan Yunus: 2002 :1.4). Kalau guru bahasa Indonesia sendiri tidak menyukai dan tidak pernah menulis karangan bagaimana dengan muridnya? Padahal pengalaman belajar menulis yang dialami siswa di sekolah tidak terlepas dari kondisi gurunya sendiri. Bagaimana pula guru dapat mengajarkannya kepada siswa? Padahal minat dan kemauan siswa belajar menulis tak telepas dari apa yang terjadi pada diri guru dan bagaimana mengajarkannya. Dan hal yang paling utama adalah Keterampilan menulis merupakan salah satu keterampilan berbahasa – di samping membaca, menyimak, dan berbicara – yang harus dimiliki oleh setiap orang yang ingin maju. Dan juga “mengingat pentingnya menulis ini, dalam pelajaran


(4)

bahasa ada pokok bahasan menulis. Di sekolah lebih dikenal dengan

pelajaran mengarang” (Sukmana, 2004). Oleh karena itu keterampilan menulis harus diajarkan di setiap jenjang

pendidikan mulai sekolah dasar sampai perguruan tinggi. Hal ini mendorong pula kepada guru bahwa pengajaran menulis harus dibina secara berkesinambungan.

Tujuan umum pengajaran menulis yang tercantum dalam Kurikulum Berbasis Kompetensi (2004) mata pelajaran bahasa Indonesia di Sekolah Dasar ialah “Siswa memahami bahasa Indonesia dari segi bentuk, makna, dan fungsi, serta menggunakannya dengan tepat dan kreatif untuk bermacam-macam tujuan, keperluan, dan keadaan”. Sedangkan kompetensi umum berbunyi,

Menulis karangan naratif dan nonnaratif dengan tulisan rapi dan jelas dengan memperhatikan tujuan ragam pembaca, pemakaian

ejaan, dan tanda baca, dan kosakata yang tepat dengan meng-gunakan kalimat tunggal dan majemuk (Puskur-Depdiknas, 2003 : 4). Dengan demikian, bahwa

Pengajaran menulis di sekolah dasar merupakan salah satu komponen yang turut menentukan dalam mencapai tujuan pengajaran bahasa Indonesia di sekolah dasar. Terutama dalam usaha menjadikan siswa SD yang memiliki kemampuan atau keterampilan berbahasa Indonesia yang baik dan benar (Muchlisoh et al, 1991 : 259).

Kemampuan untuk mengemukakan sesuatu secara tertulis penting kedudukannya dalam kehidupan kita sekarang. Oleh karena itu juga anak–anak harus diberi kesempatan untuk dapat mengungkapkan dirinya secara tertulis (Rusyana, 1982 : 23).


(5)

Tanpa dilibatkan langsung dalam kegiatan dan latihan menulis, seseorang tidak akan mampu menulis dengan baik. Dia harus mencoba dan berlatih berulang-ulang menuangkan serta menyusun idenya secara runut dan tuntas dalam racikan bahasa yang terpahami sehingga menjadi sebuah karangan yang baik.

Mengingat kegiatan menulis lanjut atau mengarang itu pada dasarnya mengkomunikasikan (menyampaikan dan mengekpresikan sesuatu pengindraan, pikiran, khayal, kehendak, dan lain-lain) dalam bahasa tulis, maka,

Tujuan utama pengajaran menulis ialah agar siswa memiliki kemampuan menulis dengan bahasa Indonesia, sedangkan tentang hal ikhwal menulis (teori menulis) haruslah diperlakukan sebagai penunjang bagi kemampuan menilis itu. Oleh karena itu tujuan pengajaran menulis ialah untuk memperoleh pengalaman menulis (Rusyana, 1988 : 5).

Untuk mendapatkan pengalaman menulis, siswa harus banyak diberi latihan menulis oleh guru. Siswa harus sering mengalami kegiatan menulis, yaitu melakukan penyampaian atau pencurahan pikiran dan perasaan ke dalam wujud bahasa tulis. “Dalam pelajaran menulis siswa didorong, diberi petunjuk, dan diberi kesempatan untuk menulis sebuah karangan” (Rusyana, 1988 : 1). Seorang guru keterampilan menulis harus sabar, telaten membimbing siswa dalam melakukan kegiatan menulis. Dalam proses pengajaran, menulis merupakan suatu proses yang kompleks, yang merupakan keterampilan berbahasa yang meminta


(6)

perhatian paling tinggi di sekolah (Fowler, 1965 : ). Hal ini diperjelas oleh Tarigan (1994 : 8) bahwa,

Menulis, seperti halnya ketiga keterampilan berbahasa lainnya,

merupakan suatu proses perkembangan. Menulis menuntut

pengalaman, waktu, kesempatan, latihan, keterampilan-keterampilan khusus, dan pengajaran langsung menjadi seorang penulis.

Guru keterampilan menulis dituntut untuk kreatif menciptakan langkah-langkah yang mudah dilaksanakan oleh siswa, sehingga siswa melakukan kegiatan menulis bukan merupakan kewajiban, tetapi karena mereka mendapat kesenangan dan kegembiran untuk berekspresi. Guru, besar peranannya sebagai pendorong kegiatan murid. Pertama guru harus dapat menggugah keinginan dan keberanian murid untuk mengarang. Guru harus pula dapat menunjukkan perhatian dan penghargaan kepada karangan mereka. Pada suatu waktu guru dapat membicarakan karangan murid setelah ia memeriksanya. Ia membacakan yang dianggapnya bagus. Ia mengemukakan pertanyaan-pertanyaan kepada murid berkenaan dengan karangannya, yang maksudnya untuk merangsang pengembangan daya batin murid (Rusyana, 1982 : 23).

“Dalam pelaksanaan pengajaran menulis atau mengarang sering dilukiskan sebagai kegiatan yang belum berlangsung seperti yang diharapkan” (Sunardji, 1987 : 9). Para siswa sekolah dasar enggan menu- lis karena bingung dari mana mereka harus mulai menulis, mereka tidak tahu bagaimana cara mengorganisasi pikiran atau perasaan mereka di atas kertas, karena mereka memang tidak diperkenalkan kepada


(7)

pengalaman menulis oleh guru, baik melalui contoh-contoh karangan maupun melalui latihan-latihan yang terpimpin.

Keterampilan menulis sangat baik diajarkan kepada siswa sekolah dasar asal disesuaikan dengan tingkat kemampuan berfikir dan berekspresi. Mereka diharapkan telah memiliki kemampuan menulis dasar dalam bentuk ungkapan atas pengalaman, pengetahuan, atau perasaan yang mereka miliki ke dalam bahasa tulis yang teratur, beruntun, dan dalam satu kesatuan yang kohesif dan koheren, sehingga menjadi wacana yang baik (Warriner, 1965 :52).

Keterampilan menulis diperlukan oleh siswa untuk pengembangan pembelajaran bahasa Indonesia di sekolah dasar. Oleh karena itu pembelajaran keterampilan menulis perlu dikelola dengan cara memberikan kesempatan kepada siswa untuk berlatih menggunakan bahasa baik secara reseptif maupun produktif.

Siswa sekolah dasar kelas tinggi, terutama kelas V sudah dianggap mampu berkreasi melalui bahasa tulis, apalagi kalau ada bimbingan dari guru. Apabila siswa sekolah dasar dianggap mampu menyusun pikirannya dengan baik melalui bahasa tulis, dapat diharapkan mereka tidak banyak mendapat kesulitan di tingkat pendidikan yang lebih tinggi, karena mereka telah beroleh pengalaman belajar mengarang di sekolah dasar.

Dalam pembelajaran menulis tentunya saja harus ditunjang oleh berbagai faktor baik itu metode, media, sarana dan prasarana penunjang yang lainnya. Sebagaimana dikatakan oleh Sudjana dan Rivai (1991 : 1) bahwa, “dalam metodologi pengajaran ada dua aspek yang paling menonjol yakni metode mengajar dan media pengajaran sebagai alat bantu mengajar”.


(8)

Penggunaan media pembelajaran merupakan faktor yang tidak kalah pentingnya untuk meningkatkan motivasi dalam belajar. Media pembelajaran merupakan alat yang digunakan oleh guru ketika mengajar untuk memperjelas dan mempermudah pencapaian pelajaran, dan di samping itu juga mencegah terjadinya verbalisme terhadap siswa. Media pembelajaran bukan merupakan fungsi tambahan dalam penggunaanya, tetapi memliki fungsi tersendiri sebagai sarana bantu untuk mewujudkan situasi belajar yang efektif dan merupakan bagian yang integral dari keseluruhan proses pembelajaran.

“Alat peraga dalam mengajar memegang peranan penting sebagai alat bantu untuk menciptakan proses belajar-mengajar yang efektif. Setiap proses belajar-mengajar ditandai dengan adanya beberapa unsur antara lain tujuan, behan, metode, dan alat, serta evaluasi. Unsur metode dan alat merupakan unsur yang tidak bisa dilepaskan dari unsur lainnya yang berfungsi sebagai cara atau teknik untuk mengantarkan bahan pelajaran agar sampai kepada murid. (Sudjana, 1995 : 99).

Hal ini mengandung makna bahwa media pembelajaran sebagai salah satu komponen yang berdiri sendiri tetapi saling berhubungan dengan komponen lainnya dalam rangka menciptakan situasi yang diharapkan. Tentunya saja media pembelajaran ini harus relevan penggunaannya serta harus sesuai dengan tujuan dan isi pembelajaran. Fungsi ini mengan dung makna bahwa penggunaan media pembelajaran harus selalu melihat kepada tujuan dan bahan ajar. Karena media pembelajaran bukan berfungsi sebagai alat hiburan, maka tidak diperkenankan penggunaan media hanya sekadar untuk permainan atau hiburan.


(9)

Media pembelajaran juga berfungsi untuk mempercepat proses pembelajaran, fungsi ini mengandung arti bahwa dengan media pembelajaran siswa dapat menangkap dan memahami tujuan bahan ajar dengan lebih mudah dan lebih cepat, serta media juga mampu meningkatkan kualitas proses belajar mengajar. “Media pengajaran dapat mempertinngi proses belajar siswa dalam pengajaran yang pada gilirannya diharapkan dapat mempertinngi hasil belajar yang dicapainya” ( Sudjana dan Rivai, 1991 : 2).

Pada umumnya hasil belajar siswa dengan menggunakan media pembelajaran akan tahan lama sehingga kualitas pembelajaran mempunyai nilai tinggi, karena media pembelajaran meletakkan dasar-dasar yang kongkrit untuk berfikir dan dapat mengurangi verbalisme. Hal ini sesuai dengan teori perkembangan intelektual anak menurut Piaget (Darmodjo dan Kaligis, 1992/1993 : 19 - 20), bahwa pada tahap operasional konkret (7-11 tahun) mereka masih berpikir atas dasar pengalaman konkret/nyata. Mereka belum dapat berpikir abstrak, dan pada akhir tahap operasional konkret ini baru mereka mulai dapat berpikir abstrak yang sederhana. Dan yang paling penting adalah bahwa anak pada tahap operasional konkret masih sangat menmbutuhkan benda-benda konkret untuk menolong pengembangan intelektualnya.

Media gambar sebagaimana media lainya juga mempunyai fungsi dan peranan dalam membantu mempertinggi proses pembelajaran, karena


(10)

media gambar dapat membantu mendorong para siswa dalam membangkitkan minat pada pelajaran.

“Gambar fotografi itu pada dasarnya membantu mendorong para siswa dan dapat membangkitkan minatnya pada pelajaran. Membantu mereka dalam mengembangkan kemampuan berbahasa, kegiatan seni, dan pernyataan kreatif dalam bercerita, dramatisasi, bacaan, penulisan, melukis dan menggambar, serta membentu mereka menafsirkan dan mengingat-ingat isi materi bacaan dari buku teks” (Sudjana dan Rivai ,1991 : 70)

Dari latar belakang yang dikemukakan di atas tampak adanya masalah yang harus dipecahkan. Apakah penggunaan media gambar sudah tepat untuk pengajaran keterampilan menulis karangan prosa di sekolah dasar? Untuk itu penulis mencoba mengadakan penelitian yang berkaitan dengan penggunaan media gambar dalam pengajaran menulis karangan prosa di sekolah dasar.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan di atas, ada kecenderungan guru-guru kelas V sekolah dasar belum mengajarkan

menulis karangan prosa dengan menggunakan media gambar. Sehubungan dengan hal tersebut di atas, maka dapatlah dirumuskan pokok-pokok permasalahan yang menjadi garapan peneliti antara lain : 1. Apakah media gambar dapat meningkatkan keterampilan menulis

karangan prosa siswa kelas V Sekolah Dasar Negeri Tanjakan.

2. Apakah siswa dapat merespon pembelajaran menulis karangan prosa dengan menggunakan media gambar?


(11)

3. Apakah kendala yang dihadapi guru dalam pengajaran menulis dengan menggunakan media gambar?

1.3 Tujuan Penelitian

Pada dasarnya tujuan penelitian ini ialah untuk memperoleh informasi atau gambaran yang objektif berdasarkan data-data yang akurat tentang pelaksanaan pengajaran menulis karangan. Tujuan tersebut dapat dirinci sebagai berikut :

1. mengetahui keadaan pembelajaran keterampilan menulis karangan prosa di Sekolah Dasar Negeri Tanjakan;

2. mengidentifikasi masalah yang dihadapi siswa kelas V sekolah dasar Negeri Tanjakan dalam meningkatkan keterampilan menulis karangan prosa;

3. mengupayakan tindakan yang perlu dilaksanakan untuk

pemecahannya.

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat kepada berbagai pihak, yaitu :

1. Bagi peneliti, hasil penelitian ini sebagai bahan masukan dalam hubungan dengan perkuliahan pada Program Pascasarjana, Universitas Pendidikan Indonesia.


(12)

2. Bagi Guru sekolah dasar, hasil penelitian ini diharapkan sebagai pendorong dan umpan balik dalam pengajaran menulis karangan sesuai dengan tujuan pengajaran menulis di sekolah dasar.

3. Bagi intansi terkait, dalam hal ini Dinas Pendidikan merupakan masukan dalam rangka pembinaan untuk meningkatkan mutu pengajaran menulis khususnya dan bahasa Indonesia pada umumnya di Sekolah Dasar.

4. Bagi siswa, sebagai pendorong untuk giat menulis dan menghasilkan struktur karangan yang baik, dengan menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar.

1.5 Definisi Operasional

Penggunaan adalah proses; perbuatan, cara mempergunakan sesuatu; pemakaian (Moelioni ed., 1994 :328)

Media adalah alat bantu yang dapat dijadikan sebagai penyalur pesan guna mencapai tujuan pengajaran” (Djamarah, B.S. dan Zain, A., 1995 : 44).

Gambar adalah tiruan barang (orang, binatang, tumbuhan, dsb); yang dibuat dengan coretan pensil dan sebagainya pada kertas dsb.; lukisan. (Moeliono ed., 1994 : 288).

Menulis adalah menurunkan atau melukiskan lambang-lambang

grafik yang menggambarkan suatu bahasa yang dipahami oleh seseorang, sehingga orang lain dapat membaca lambang-lambang grafik tersebut kalau mereka memahami bahasa dan gambaran grafik itu (Tarigan, 1994 : 21 ).


(13)

Pendapat di atas menunjukkan, bahwa dengan tulisan, dapat terjadi komunikasi antara penulis dan pembaca. Hal ini dapat terjadi apabila penulis dan pembaca memahami lambang-lambang grafik yang dipergunakan untuk menulis tersebut. Misalnya seseorang dapat

dikatakan sedang menulis huruf latin, kalau dia mamahani lambang grafik dari huruf latin. Akan tetapi, tidak dapat dikatakan seseorang

sedang menulis huruf latin, kalau dia tidak memahami lambang grafik dari huruf tersebut. Dalam hal ini, melainkan dia hanya sedang melukis huruf latin.

“Karangan adalah susunan bahasa sebagai pengutaraan pikiran,

perasaan, penginderaan, khayalan, kehendak, keyakinan, dan

pengalaman kita” (Rusyana, 1982 : 1).

Prosa adalah karangan bebas. Maksudnya penulis prosa dapat

secara bebas menuliskan apa yang ada dalam pikirannya, tanpa harus terikat oleh aturan tertentu. Penulis tidak perlu menggunakan bentuk kata yang dibuat-buat agar terasa sangat indah. Penulis tidak perlu susah payah mencari kata-kata atau huruf-huruf yang bunyinya sama di akhir kalimat. Tak perlu menghitung jumlah huruf, suku kata, dan kata yang dipergunakan untuk mengutarakan ide atau pesannya secara tertulis. Itulah kebebasan yang dimaksud dalam menulis prosa (Muchlisoh et al, 1991 : 374).

1.6 Kerangka Pemikiran

Berdasarkan latar belakang yang berkaitan dengan topik penelitian ini, dapat dicatat beberapa pokok pikiran sebagai berikut :

1. Guru–guru tentu saja harus mengetahui dengan pasti media yang tepat digunakan untuk mengajarkan menulis karangan prosa;


(14)

2. guru-guru Sekolah Dasar Negeri Tanjakan belum menggunakan media gambar dalam pangajaran menulis karangan prosa.


(15)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Metode

Penelitian ini menggunakan metode penelitian tindakan yang difokuskan pada situasi di dalam kelas, yang lazim disebut dengan penelitian tindakan kelas (PTK) atau classroom action research. Dalam penelitian ini guru dapat meneliti sendiri kegiatan pembelajaran yang dilakukan sejak perencanaan, pelaksanaan sampai kepada tahap evaluasi. Penelitian ini guru dapat meneliti interaksi siswa agar memperoleh umpan balik terhadap kegiatan atau yang dilakukan guru dalam proses belajar mengajar, dan guru dapat memperbaiki kesalahan-kesalahan yang terjadi dalam proses belajar mengajar sehingga mendapatkan hasil yang oftimal. Hal ini sesuai dengan karakteristik penelitian tindakan kelas itu sendiri yaitu “adanya tindakan-tindakan (aksi) tertentu untuk memperbaiki proses belajar mengajar di kelas” (Suyanto, 1997 : 6).

Dengan penelitian tindakan kelas, kelebihan dan kekurangan guru dalam proses belajar mengajar akan terlihat seketika, atas dasar itu selanjutnya guru dapat merencanakan untuk memeperbaiki proses pembelajaran berikutnya.

Maksud dari penelitian tindakan kelas ini adalah untuk kepentingan para praktisi pendidikan di lapangan, dalam hal ini guru kelas dan bukan untuk kepentingan teoretis. Dengan penelitian tindakan kelas, dapat


(16)

memotivasi para guru agar memiliki kesadaran diri untuk melakukan refleksi dan kritik terhadap aktivitas kerja dan profesionalnya, juga untuk meningkatkan iklim belajar dan situasi sosial di lingkungan kerja di sekolah yang lebih baik lagi.

Tujuan utama dilakukannya penelitian tindakan kelas adalah dalam rangka pengembangan keterampilan mengajar dan perbaikan langkah-langkah dalam proses belajar mengajar agar siswa terlayani secara profesional. Suyanto (1997 : 7) mengatakan bahwa “penelitian tindakan merupakan salah satu cara strategis bagi guru untuk meningkatkan dan memperbaiki layanan pendidikan bagi guru dalam konteks pembelajaran di kelas”. Tujuan tersebut dapat dicapai dengan melakukan berbagai tindakan alternatif dalam memecahkan berbagai macam persoalan pembelajaran di dalam kelas. Hal ini juga diperkuat oleh pendapat Borg (Suyanto, 1997 : 8) tujuan utama dalam penelitian tindakan kelas adalah

‘pengembangan keterampilan guru berdasarkan pada persoalan-persoalan pembelajaran yang dihadapi oleh guru di kelasnya sendiri dan bukannya bertujuan untuk pencapaian pengetahuan umum dalam bidang pendidikan.’

Menelaah pendapat tersebut di atas ternyata tujuan penelitian tindakan kelas lebih mengutamakan atau menekankan pada upaya guru untuk meningkatkan layanan pembelajaran.

Berpedoman kepada pendapat Borg dan Suyanto di atas secara singkat penelitian tindakan kelas dapat didefinisikan sebagai bentuk penelitian yang bersifat reflektif dengan melakukan tindakan-tindakan tertentu dengan menggunakan metode ilmiah agar dapat memecahkan


(17)

masalah–masalah yang dihadapi di dalam kelas selama proses belajar mengajar berlangsung agar siswa dapat terlayani secara oftimal dan profesional sehingga tujuan pembelajaran tercapai.

Manfaat penelitian tindakan kelas yang berkaitan dengan komponen-komponen pembelajaran menurut Suyanto (1997 : 9) adalah mencakup : (1) inovasi pembelajaran; (2) pengembangan kurikulum di tingkat sekolah dan di tingkat kelas; dan (3) peningkatan profesionalisme guru.

Dalam inovasi pembelajaran guru perlu untuk selalu mencoba, mengubah, mengembangkan, dan meningkatkan gaya mengajar agar mampu melahirkan bentuk pembelajaran yang sesuai dengan perkembangan dan tuntutan kebutuhan di kelas. Dengan cara itu inovasi pembelajaran benar-benar berangkat dari realitas permasalahan yang dihadapi oleh guru dalam mengajar di kelas. Inovasi seperti ini dengan sendirinya akan jauh lebih efektif jika dibandingkan dengan penataran-pentaran untuk kepentingan dan tujuan yang sama.

Untuk kepentingan kurikulum, penelitian tindakan kelas sangat mendukung jika digunakan sebagai salah satu sumber masukan dalam pengembangan kurikulum dalam level sekolah dan atau kelas, karena guru juga mempunyai kewenangan dan bertanggung jawab terhadap pengembangan kurikulum sesuai dengan situasi dan kondisi lingkungan sekolahnya.

Selajutnya penelitian tindakan kelas dilihat dari aspek profesionalme guru dalam proses pembelajaran memiliki manfaat yang sangat penting,


(18)

karena guru yang profesional sudah tentu mau melakukan perubahan-perubahan dalam praktek pembelarannya sesuai dengan kondisi kelas yang ada. Penelitian tindakan kelas merupakan salah satu media yang dapat digunakan oleh guru untuk memahami apa yang terjadi di kelas, dan kemudian berusaha meningkatkannya untuk menuju ke arah perbaikan-perbaikan yang profesional. Bahkan menurut Mc Niff (Suyanto, 1997 : 11) “dalam penelitian tindakan kelas guru ditantang untuk memiliki keterbukaan terhadap pengalaman dan proses-proses pembelajaran yang baru.”

3.2 Alasan Penggunaaan Penelitian Tindakan Kelas

Penelitian Tindakan Kelas (PTK) merupakan salah satu alternatif metode penelitian yang dapat dilaksanakan oleh guru untuk mengetahui tingkat kemajuan bidang pendidikan terutama bagi kepentingan kelas atau sekolah di mana guru itu mengabdikan dirinya. Metode penelitian yang digunakan berupaya untuk mengetahui tentang pembelajaran, metode pengajaran, materi pelajaran, media pengajaran, sarana dan prasarana belajar, serta hal-hal lain yang berkaitan dengan dunia pendidikan.

Guru yang senantiasa berinteraksi dengan siswa sering menemukan berbagai macam kesulitan dan persoalan yang berkaitan dengan bagaimana cara menyampaikan bahan ajar agar dapat dipahami oleh siswa dengan baik sesuai dengan harapan dan tujuan yang hendak dicapai. Kadang-kadang guru menemukan permasalahan tentang


(19)

keadaan kelas yang kurang kondusif bahkan kurang menyadari akan penggunaan media pengajaran yang tepat di saat proses pembelajaran berlangsung. Guru merasa kesulitan dalam memilih media pengajaran yang harus digunakan dalam mengatasi kesulitan yang terdapat dalam diri siswa. Hal seperti itu hampir setiap guru pernah menemukan dan merasakan adanya kesulitan. Meskipun demikian berbagai upaya banyak dilakukan guru untuk mencoba mengatasi kesulitan dalam proses pembelajaran, dengan menggunakan berbagai metode dan pendekatan pembelajaran yang dikenalnya, baik yang didengar maupun hasil membaca, akan tetapi hasilnya masih kurang memuaskan. Dari kondisi seperti inilah permasalahan kembali kepada guru sendiri. Untuk itu, peranan guru dalam mengatasi permasalahan pendidikan sangatlah penting. Guru dituntut untuk dapat memperbaiki sendiri dengan melakukan berbagai penelitian terhadap pelaksanaan tugas mengajarnya sehari-hari baik secara individu maupun secara kolaborasi dengan guru lain atau dosen LPTK, melalui proses penelitian tindakan kelas.

3.3 Subjek Penelitian

Penelitian tindakan kelas (PTK) ini dilaksanakan di Sekolah Dasar Negeri Tanjakan Kecamatan Cicadas Kota Bandung. Subjek penelitan, siswa kelas 5 yang berjumlah 31 orang terdiri atas 16 orang siswa laki-laki dan l5 orang siswa perempuan. Sasaran pembelajaran adalah pengajaran menulis karangan prosa dengan menggunakan media gambar, di kelas 5


(20)

sekolah dasar. Pertimbangan pemilihan sekolah tersebut sebagai tempat penelitian, adalah

1. Lokasi sekolah tersebut berdekatan dengan tempat tinggal peneliti sehingga mudah dalam pengumpulan data yang diperlukan;

2. masih banyak masalah yang dihadapi guru kelas dalam pelaksanaan pembelajaran khususnya pembelajaran menulis karangan prosa; dan 3. efisiensi waktu, biaya, dan tenaga peneliti.

Desain Penelitian

Model Penelitian

Penelitaan tindakan kelas ini direncanakan untuk menyelesaikan satu topik pembelajaran yang akan dilaksanakan secara berkelanjutan dengan menggunakan sistem siklus. Setiap siklus dilaksanakan sesuai dengan perubahan yang ingin dicapai. Dari perubahan-perubahan itu akan tergambar pada hasil karangan siswa. Untuk dapat melihat keterlibatan siswa dalam proses pembelajaran menulis di kelas 5 dilakukan observasi dan evaluasi awal. Selajutnya dari hasil observasi dan evaluasi awal tersebut, dalam refleksi ditetapkan bahwa tindakan yang akan dipergunakan untuk meningkatkan keterampilan siswa dalam menulis karangan prosa yaitu dengan menggunakan media gambar. Dengan berpatokan pada refleksi awal tersebut maka dilaksanakan penelitian tindakan kelas. Prinsip dasar penelitian ini sesuai dengan langkah yang dikemukakan oleh Kemmis dan Mc Taggart (Hopkins, 1993 : 48) dengan


(21)

prosedur : (1) perencanaan (planning)’ (2) pelaksanaan tindakan (action); (3) observasi (observation); dan (4) refleksi (reflection) dalam setiap siklus.

Perencanaan : Rencana tindakan apa yang akan dilakukan untuk memperbaiki, meningkatkan atau perubahan perilaku dan sikap sebagai solusi. Tindakan : Apa yang dilakukan guru atau peneliti sebagai upaya perbaikan, peningkatan atau perubahan yang diinginkan. Observasi : Mengamati atas hasil atau dampak dari tindakan yang dilaksanakan atau dikenakan terhadap siswa. Refleksi : Peneliti mengkaji, melihat dan mempertimbangkan tas hasil atau dampak dari tindakan dari pelbagai kriteria. Berdasaran hasil refleksi ini, peneliti bersama-sama guru dapat melakukan revisi / perbaikan terhadap rencana awal (soedarsono, 199/997 : 16).


(22)

Sepiral penelitian tindakan kelas dapat dilihat pada gambar di bawah ini.

Gambar 3.1 Spiral Pelaksanaan dalam PTK (Kasbolah, 1998 : 70). Tindakan

Siklus 1

Perencanaan

Observasi

Perencanaan

Observasi

Siklus 2

Perencanaan

Refleksi Tindakan

Siklus 3

Observasi

Refleksi Tindakan


(23)

Prosedur penelitian dari gambar tersebut diterjemahkan sebagai berikut :

1. Tahap Perencanaan Tindakan

Perencanaan adalah kegiatan penyusunan rencana tindakan dan penelitian tindakan yang hendak dilakukan dalam proses pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia di sekolah dasar. Rencana tindakan dan

penelitian tindakan keduanya disusun secara fleksibel guna

menyesuaikan dengan berbagai pengaruh yang mungkin timbul di lapangan yang tidak diduga sebelumnya, dipilih atas dasar pertimbangan kemungkinan untuk dilaksanakan secara efektif dalam berbagai situasi di lapangan. Di samping itu juga perencanaan disusun secara reflektif, partisifatif dan kolaboratif antara peneliti sebagai observer dengan guru agar tindakan yang akan dilakukan selanjutnya dapat lebih terarah pada sasaran yang hendak dicapai.

2. Tahap Pelaksanaan Tindakan

Tindakan adalah pelaksanaan pembelajaran nyata, berdasarkan rencana tindakan yang telah disusun sebelunnya. Tindakan ini ditujukan untuk memperbaiki proses dan hasil belajar siswa. Rencana tindakan tiap siklus yang disusun secara bertahap dimaksudkan untuk memperoleh gambaran mengenai adanya peningkatan atau perubahan dalam upaya mencapai hasil belajar yang optomal. Dengan rencana pembelajaran bertahap dimulai dari yang mudah hingga yang paling sukar,


(24)

perkembangan siswa pun meningkat pula secara bertahap seiring dengan penguasaan terhadap materi pembelajaran.

3. Tahap Observasi

Menurut Soedarsono (1997 : 16) observasi adalah “mengamati atas hasil atau dampak dari tindakan yang dilaksanakan atau dikenakan terhadap siswa”. Jadi observasi adalah upaya observer dalam melakukan pengamatan dan pendokumentasian terhadap proses tindakan, pengaruh, kendala tindakan, serta persoalan lain yang mungkin muncul. Fungsi observasi menurut Sumarno (1997 : 3) yiatu ,

(1) untuk mengetahui kesesuaian pelaksanaan tindakan dengan rencana tindakan; dan (2) untuk mengetahui seberapa jauh pelakasanaan tindakan yang sedang berlangsung dapat diharapkan akan mengahasilkan perubahan yang diinginkan.

Oleh karena itu, hasil observasi menjadi dasar refleksi bagi tindakan yang telah dilaksanakan, juga bagi penyusunan program tindakan selanjutnya. Dalam pelakasanaan observasi, guru bekerja sama dengan observer (peneliti) yang dibantu oleh berbagai instrumen penelitian seperti, lembar observasi, pedoman wawancara, catatan lapangan, dan lembar evaluasi siswa.

4. Tahap Refleksi

Menurut Soedarsono (1997 : 16) refleksi aalah “peneliti mengkaji, melihat dan mempertimbangkan atas hasil atau dampak dari tindakan, dari pelbagai kriteria”. Jadi refleksi dilakukan untuk menemukan, mengkaji, menganalisa dan merenungkan kembali kegiatan informasi awal


(25)

sehubungan dengan adanya loose set activities dari pembelajaran yang telah dialaksanakan.

Dengan demikian, kegiatan refleksi adalah menelaah kegiatan guru, siswa, dan lingkungan pembelajaran. Tujuan dari refleksi untuk menentukan perbandingan-perbandingan awal tindakan. Refleksi kedua dilaksanakan setiap akhir tindakan mirip seperti yang telah dicatat selama observasi berlangsung. Reflieksi dilakukan secara kolaboratif antara peneliti dengan guru untuk merevisi pelaksanaan tindakan selanjutnya.

Instrumen Penelitian

Untuk melihat perkembangan aktivitas belajar siswa selama menerapkan pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia tentang menulis karangan prosa di kelas 5 sekolah dasar, perlu dirancang dan dikembangkan suatu alat yang dapat digunakan untuk mengamati dan mengumpulkan data selama melaksanakan tindakan-tindakan .

Alat yang dimaksud adalah instrument penelitian yang meliputi : 1. Pedoman observasi

Dalam penelitian ini, yang menjadi instrumen utama adalah guru kelas dibantu oleh peneliti sebagai observer dengan dilengkapi lembar observasi. Secara umum observasi adalah upaya observer untuk merekam segala peristiwa dan kegiatan yang terjadi selama tindakan pembelajaran berlangsung. Dengan teknik ini beberapa bagian dari objek penelitian dapat ditelti langsung dalam keadaan yang sebenarnya. Adapun hal-hal yang diteliti adalah segala sesuatu yang terjadi pada


(26)

proses pembelajaran dan situasi sosial kelas. Keuntungan dari observasi ini adalah dapat memberikan pengalaman-pengalaman baru pada saat itu juga secara mendalam.

Dalam penelitian ini, lembar pedoman observasi digunakan untuk

mengumpulkan data mengenai kegitan belajar siswa selama

berlangsunya proses pembelajaran menulis karangan prosa di kelas 5 sekolah dasar dengan menggunakan media gambar. Lembar observasi yang digunakan dalam penelitian ini mengadopsi dari Instrumen Penilaian Kemampuan Mengajar (IPKM) yang disusun oleh Uzer Usman (1990 : 120).

Adapun langkah-langkah penyusunan pedoman obsevasi ini sebagai berikut :

(1) Setelah menentukan observasi sebagai alat utama, pedoman observasi dibuat dengan cara merinci jenis masalah yang akan diteliti. Siapa yang akan diobservasi dan identitas sampel yang diobservasi perlu dicantumkan dalam pedoman ini;

(2) setelah jelas aspek-aspek yang akan diteliti maka dibuat pedoman pencatat data. Hal ini dimaksudkan sebagai usaha mengefektifkan prosedur pengumpulan data. Alat pencatat data ini berbentuk kesatuan dan daftar cek;

(3) akhirnya dengan berpedoman kepada petunjuk observasi dan pencatat data, pengumpulan datapun dilakukan. Dalam mencatat data faktor subjektivitas peneliti perlu diperhatikan agar hasil


(27)

observasi betul-betul mendekati kebenaran yang dapat dipertanggungjawabkan (lampiran 4 ).

2. Pedoman Wawancara

Lembar pedoman wawancara, digunakan untuk wawancara antara peneliti dengan guru setelah kegitan pembelajaran berakhir. Rambu-rambu wawancara dengan guru menitikberatkan pada tanggapan dan kesulitan guru selama kegiatan pembelajaran berlangsung, serta saran observer untuk pembelajaran selanjutnya.

Wawancara ini merupakan alat bantu yang diharapkan mampu melengkapi informasi yang didapat dari observasi. Dalam observasi bisa saja ada informasi yang idak terjaring. Hal-hal yang belum jelas dalam observasi bisa dijelaskan oleh guru kelas dalam wawancara. Objek yang diwawancara adalah guru kelas 5 Sekolah Dasar Negeri Tanjakan.

Persiapan wawancara dilakukan melalui langkah-langkah sebagai berikut :

(1) Setelah dipastikan alat wawancara dipakai dalam penelitian ini maka pedoman wawancara perlu dibuat. Pedoman ini berisi hal-hal yang menunjukkan siapa yang akan diwawancara, identias yang diwawancara dan bentuk-bentuk petanyaan yang bekaitan dengan jenis-jenis masalah yang berkaitan dengan pelaksanaan pengajaran menulis karangan prosa;

(2) langkah berikutnya adalah mencobakan alat tersebut. Hal ini perlu dilakukan untuk menjamin ketepatan dan ketelitian pertanyaan–


(28)

pertanyaan yang diajukan kepada guru kelas. Makdsudnya tidak lain untuk menguji efektif atau tidaknya alat wawancara. Sebelum itu, diharapkan dari uji coba ini diketahui waktu yang diperlukan, pertanyaan apa yang menimbulkan keraguan, dan kesulitan apa yang perlu diatasi;

(3) memberi tahu guru untuk diwawancara, ini perlu dilakukan agar dia dapat menyediakan waktu untuk wawancara, mendapat penjelasan maksud peneliti, dan mengetahui mengapa guru kelas 5 perlu diwawancara;

(4) pelaksanaan wawancara dilakukan melalui petunjuk yang ada dalam pedoman wawancara (lampiran 12 ).

3. Panduan siswa

Panduan siswa ini, berupa langkah-langakah yang harus dilakukan oleh siswa dalam menulis karangan prosa dengan bantuan media gambar. Petunjuk penulisan karangan sebagai berikut :

1) Tulislah pada halaman pertama, (1) nama lengkap;

(2) nomor pokok siswa;dan (3) nama sekolah/kelas

2) karangan ditulis pada halaman ketiga kertas yang disediakan/diberikan; 3) alat yang digunakan pulpen;

4) karangan ditulis dengan rapih dan jelas;


(29)

6) hasil karangan dikumpulkan (tidak boleh dibawa ke rumah). 4. Catatan lapangan

Catatan lapangan merupakan pelengkap dari hasil pengamatan peneliti dan guru yang digunakan untuk merekam kejadian-kejadian yang dianggap perlu dan kritis selama dalam kegiatan pembelajaran berlangsung. Catatan lapangan tersebut, di akhir kegiatan didiskusikan dengan observer (peneliti) dan guru .

5. Lembar Evaluasi

Evaluasi adalah kegiatan pengukuran kemampuan hasil belajar siswa setiap tindakan dan pada ahkir setiap siklus. Evaluasi dilaksanakan secara individu. Dengan evaluasi dapat diketahui tingkat keterampilan siswa dalam menulis karangan prosa.

Evaluasi keterampilan siswa dalam menulis karangan prosa dengan menggunakan media gambar menyediakan empat topik (tema) karangan. Dari setiap topik (tema) siswa harus membuat kerangka karangan, setelah melihat gambar yang disediakan oleh guru, lalu mengembangkannya menjadi karangan lengkap dengan bahasa yang baik dan benar. Keempat topik (tema) itu adalah :

(1) hiburan; (2) peristiwa;

(3) lingkungan hidup; dan (4) berhemat.


(30)

Tes ini dimaksudkan untuk mengukur kemampuan siswa kelas 5 Sekolah Dasar Negeri Tanjakan setelah mereka mendapat pelajaran mengarang dari gurunya tentang menulis karangan prosa dengan bantuan media gambar. Kemampuan yang diukur mencakup :

(1) Isi atau gagasan yang dikemukakan; (2) struktur karangan ;

(3) kosakata;

(4) pengetahuan bahasa; dan

(5) mekanisme (ketepatan menggunakan ejaan: tanda titik, koma, kata penghubung, dan huruf kapital);

3.5 Teknik Pengumpulan Data

Pada prinsipnya pengumpulan data dilakukan setiap aktivitas, situasi atau kejadian yang berkaitan dengan tindakan penelitian yang dilakukan. Dalam penelitian ini pengumpulan data secara garis besar dilakukan pada saat : (1) observasi dan identifikasi awal untuk menentukan permasalahan yang akan diteliti; (2) pada siklus kesatu, pelaksanaan, analisis, dan refleksi terhadap tindakan pada pengajaran menulis karangan dengan topik hiburan; (3) evaluasi hasil karangan siswa pada siklus kesatu; (4) pada siklus kedua, pelaksanaan, analisis, dan refleksi terhadap tindakan pada menulis karangan dengan topik peristiwa; (5) evaluasi hasil karangan siswa di siklus kedua; 6) pada siklus ketiga, pelasanaan, analisis, dan refleksi tindakan pada pembelajaran menulis karangan


(31)

dengan topik lingkungan hidup; (7) pada siklus keempat, pelaksanaan, analisis, dan refleksi terhadap tindakan pada pembelajaran menulis karang dengan topik berhemat; (8) evaluasi hasil karangan siswa; (9) wawancara dengan guru; (10) diskusi dengan guru; dan (l1) menganalisis perubahan konseptual siswa.

3.6 Teknik Analisis Data

Pada dasarnya analisis data dilakukan sepanjang penelitian terus menerus dari awal sampai akhir pelaksanaan program tindakan. Setelah data yang diperoleh dari berbagai instrument penelitian terkumpul, data tersebut disaring, diolah, dideskripsikan dan ditarik kesimpulan. Untuk mencapai hal tersebut diperlukan beberapa tahap yang harus ditempuh antara lain :

(1) Menyeleksi data

Setelah data terkumpul maka dilakukan pemilihan data yang refresentatif yang dapat menjawab fokus penelitian dan memberikan gambaran tentang hasil penelitian.

(2) Mengklasifikasi data

Setelah data diseleksi berdasarkan tujuan, kemudian pengelompokkan dilakukan untuk memudahkan pengolahan data, dan pengambilan keputusan berdasarkan prosentase yang dijadikan pegangan.


(32)

Setelah Data diklasifikasi berdasarkan tujuan penelitian kemudian ditabulasi dalam bentuk tabel dengan tujuan untuk mengetahui frekuensi masing-masing hasil karangan siswa dan juga untuk mempermudah membaca data.

3.7 Pengolahan Data

Pengolahan data yang digunakan dalam penelitian ini dilakukan dengan langkah-langkah berikut :

3.7.1 Observasi

1) Mengidentifikasi hasil-hasil observasi;

2) mengkalsifikasi aspek-aspek hasil observasi; 3) mendeskripsikan setiap aspek hasil observasi; 4) membahas setiap aspek hasil observasi; dan 5) menarik kesimpulan.

3.7.2 Wawancara

1) Mengidentifikasi hasil wawancara;

2) mengklasifikasi aspek-aspek hasil wawancara; 3) mendeskripsikan setiap aspek hasil wawancara; 4) membahas setiap aspek hasil wawancara; dan 5) menarik kesimpulan.

3.6.3 Hasil Karangan Siswa


(33)

2) mengklasifikasi karangan siswa berdasarkan aspek-aspek yang diteliti meliputi : (1) Isi atau gagasan yang dikemukakan; (2) struktur karangan; (3) kosakata; (4) pengetahuan bahasa; dan (5) mekanisme; 3) mendeskripsikan setiap aspek karangan siswa;

4) membahas setiap aspek karangan siswa; dan 5) menarik kesimpulan.

Semua kriteria penilaian yang berhubungan dengan hasil karangan siswa menggunakan kelas interval sebagai berikut :

90 – l00 = sangat baik 70 - 89 = baik

50 - 69 = cukup 30 - 49 = kurang


(34)

BAB V

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

5.1 Kesimpulan

Sesuai dengan tinjauan umum penelitian yang dikemukakan pada bagian pendahuluan, landasan teoretis, serta pengolahan dan pembahasan data yang terkumpul, sebagaimana yang telah diuraikan secara rinci dalam bab IV, hasil dari penelitian yang dilakukan di Sekolah Dasar Negeri Tanjakan Kecamatan Cicadas, Kota Bandung ini akan dikemukakan dalam bentuk simpulan, sebagai berikut :

1. Penggunaan media gambar dapat meningkatkan keterampilan siswa dalam menulis karangan prosa. Hal tersebut didasarkan atas hasil karangan siswa yang mencapai nilai rata-rata 84,54 (tabel 4.9). Tingkat ketercapaian nilai tersebut sudah tergolong cukup tinggi dengan tingkat keterampilan yang cukup merata.

2. Penggunaan media gambar lebih menarik perhatian siswa

dibandingkan dengan tidak menggunakan gambar, dapat

menumbuhkembangkan motivasi belajar, serta dapat mengatasi keterbatasan pengalaman siswa dalam berimajinasi dan berekspresi, sehingga siswa lebih banyak melakukan kegitan berlatih sebab tidak hanya mendengarkan uraian dari guru, tetapi juga aktivitas lain seperti mengamati, mengurutkan, berdiskusi, melakukan, mendemontrasikan, dan lain-lain.


(35)

3. Pelaksanaan pengajaran menulis karangan yang selama ini guru lakukan belum dapat dikatakan berhasil, bahkan ia mengaku masih banyak kesulitan dalam melaksanakan pengajaran ini. Guru belum mampu membuat media pembelajaran, seperti gambar, karena waktu yang ia miliki kurang sekali, sebab guru kelas harus mengajar semua bidang studi, kecuali Olahraga dan Pendidikan Agama. Jadi guru itu memberikan tugas menulis karangan kepada siswa sesuai dengan apa yang ada pada buku paket.

5.2 Rekomendasi

Berdasarkan kajian teoretis dan temuan hasil penelitian yang diperoleh, maka dapat dikemukakan beberapa rekomendasi yang bermanfaat sebagai berkut :

1 Dengan menggunakan media gambar hendaknya guru mampu melaksanakan pengajaran mengarang dengan baik agar tujuan dapat tercapai sesuai dengan apa yang diharapkan, yaitu siswa mempu/terampil menulis karangan prosa. Oleh karena itu pada saat memberikan pelajaran menulis karangan, guru dapat menggunakan gambar sebagai media pembelajaran menulis karangan prosa yang disesuaikan dengan situasi dan kondisi di sekolah.

2. Dalam pembelajaran menulis karangan prosa, hendaknya guru mempertimbangkan tingkat kemampuan/kematangan peserta didik


(36)

sebagai acuan dalam pemilihan model pembelajaran dan media yang akan digunakan. Dalam pembelajaran menulis karangan prosa sebaiknya guru terlebih dahulu memilih media gambar yang sesuai dengan tujuan, metode, waktu dan bahan pelajaran/tema yang hendak diajarkan, serta yang dapat menarik dan merangsang perhatian siswa. Oleh karena itu pemilihan gambar harus tepat, pilihlah gambar-gambar yang akrab dengan kehidupan atau pengalaman siswa. Hal ini untuk membantu dan mendorong siswa untuk beraktivitas dan berkreativitas. 3. Dalam hal kesulitan guru pada waktu membuat media gambar,

sebaiknya guru tidak harus membuat sendiri, tetapi bisa

mengambil/menggunting dari surat kabar, tabloid, majalah, dan lain-lain, asalkan sesuai dengan tema pembelajaran.


(37)

DAFTAR PUSTAKA

Ahmadi, M. (1990). Strategi Belajar Mengajar Keterampilam Berbahasa dan mengapresiasi Sastra Indonesia. Malang : Yayasan Asih Asah Asuh.

Akhadiat, S. Arsyad, M.G., dan Ridwan, S.H. (1996/1997). Menulis. Jakarta : Dirjen Diksdasmen – Depdikbub.

Akhadiat, S. Arsyad, M.G., dan Riwan, S.H. (1998). Pembinaan Kemampuan Menulis Bahasa Indonesia. Jakarta : Erlangga.

Al Hasan, D. et al (2004). Belajar Bahasa Indonesia. Bandung : PT Sarana Pancakarya Nusa.

Ali, L. (1994). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta : Depdikbud dan Balai Pustaka.

Ali, M. (1998). Konsep dan Penerapan CBSA dalam Pengajaran. Bandung : PT Sarana Panca Karya.

Alwasilah, A. Ch. Dan Abdullah, H. (ed.) (2003). Revitalisasi Pendidikan Bahasa. Bandung : CV Andira.

Alwasilah, A. Ch. (2003). “Bangsa yang Besar adalah Bangsa yang Menulis”. Pidato Pengukuhan Guru Besar Universitas Pendidikan Indonesia. Bandung, tanggal 17 Oktober 2003.

Arikunto, S. (1995). Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta. Bumi Aksara

Arikunto, S. (1998). Prosedur Penelitian : Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta : Rineka Cipta.

Budi, S. et al (2004). Bina Bahasa dan Sastra Indonesia. Jakarta : Erlangga.

Burhan, J. (1971). Problema Bahasa dan Pengajaran Bahasa Indonesia. Bandung : Ganaco NV.

Danuatmadja, Y.S. (1993). Psikologi Orang Dewasa dan Metoda Pendidikan. Jakarta : Puslahtar perkoperasian – Departemen Koperasi

Darmodjo, H. dan Kaligis, J.R.E. (1992/1993). Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam 2. Jakarta : Dirjen Dikti-Depdikbud.


(38)

Depdikbud. (1982). Pedoman Umum Ejaan yang Disempurnakan. Jakarta : Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa – Depdikbud. Depdikbud. (1994/1995). Kurikulum Pendidikan Dasar. Garis-garis Besar

Program Pengajaran Sekolah Dasar Mata Pelajaran Bahasa Indonesia. Jakarta : Depdikbud.

Depdiknas. (2003). Kurikulum Berbasis Kompetensi : Mata Pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di Sekolah Dasar. Jakarta : Puskur – Balitbangdiknas.

Djamarah, B.S. dan Zain, A. (1995). Strategi Belajar Mangajar. Rineka Cipta.

Fowler, M.E. (1965). Teaching Language, Comporation, and Literature. Mal Graw Hill New York -London -Sidney.

Gaffar, M.F. (Penanggung jawab) (2000). Pedoman Penulisan Karya Ilmiah : Laporan buku, Makalah, skripsi, Tesis, Disertasi. Bandung : Depdiknas - UPI.

Halim, A., Burhan, J., dan Al Rasyid, H. (1974). Ujian Bahasa. Bandung : Ganaco NV.

Hamalik, Oe. (1994). Media Pengajaran. Bandung : Citra Aditiya Bakti. Harris, D. (1977). Testing as a Second Language. Hongkong : Tata

McBraw-Hill Publishing.

Haryadi dan Zamzami. (1996/1997). Peningkatan Keterampilan

Berbahasa Indonesia. Jakarta : Dirjen Dikti.

Hastuti, P.H.S. (1996/1997). Strategi Belajar Mengajar Bahasa Indonseia. Jakarta : Depdikbud

Hernawan, A.H. (1998). Media dan Proses Pembelajaran. Jakarta : Depdikbud.

Hopkins, D. 1993. A. Teacher’s Guide to Classroom Reseach. Philadelphia : OUP

Kasbolah, E.S.K. (1998/1999). Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Jakarta : Depdikbud.


(39)

Keraf, Gorys. (1980). Komposisi : Sebuah Pengantar Kemahiran Bahasa. Ende-Flores : Nusa Indah.

Komarudin. (t.a.t.). Metode Penelitian Skripsi dan Tesis. Bandung : Angkasa

Muchlisoh. et al. (1991). Pendidikan Bahasa Indonesia 3. Jakarta : Universitas Terbuka.

Muchyidin, A.S. dan Fathoni, T. (2002). Media Pembelajaran. Bandung : FIP - UPI

Muhadjir, N. (2000). Metodologi Penelitian Kualitatif. Yogyakarta : Rake Sarasin.

Mulyasa, E. (2000). Pedoman Pemahaman dan Penerapan Muatan Lokal di Sekolah Dasar. Bandung : Geger Sunten.

Mulyani, S. dan Permana, J. (1992/1993). Strategi Balajar Mengajar. Jakarta : Depdikbud.

Natawidjaja, R. (1997). Alat Peraga dan Komunikasi Pendidikan. Jakarta : Depdikbud.

Prawirasumantri, A. et al (2003). Pedoman Kurikulum Berbasis Kompetensi Bahasa Daerah (Sunda). Untuk Guru Sekolah Dasar. Bandung : CV Geger Sunten.

Rusyana, Y. (1982). Metode Pengajaran Sastra. Bandung : Gunung Larang.

Rusyana, Y. 1985. Bahasa dan Sastra dalam Gamitan Pendidikan. Bandung : CV Diponegoro.

Rusyana, Y. (1988). Pengajaran Mengarang Perlu Semarak Kreatifitas. Bandung : FPBS – IKIP Bandung.

Rusyana, Y. (1988). Para Guru Perlu Melakukan Kegiatan Menulis. Bamdung : FPBS – IKIP Bandung.

Semi, M. A. (1993). Rancangan Pengajaran Bahasa dan Sastra Indonesia. Bandung : Angkasa.


(40)

Soedarsono, F.X. (1996/1997). Penelitian Tindakan Kelas (PTK), Rencana, Desain, dan Implementasi. Yogyakarta : IKIP Yogyakarta.

Sudarya. Y., et al. (1992). Pendidikan Bahasa Daerah. Bandung : CV Andira.

Sudiman, A. (1990). Media Pendidikan. Jakarta : CV Rajawali.

Sudjana, N. (1990). Penilaian Hasil Proses Belajar–Mengajar. Bandung : PT Remaja Rosda Karya.

Sudjana, N. (1995). Dasar-Dasar Proses Belajar Mengajar. Bandung : Sinar Baru Algensindo.

Sudjana, N. dan Rivai, A. (1991). Media Pengajaran. Bandung : Sinar Baru.

Sugiyono. (2001). Metode Penelitian Administrasi. Bandung : Alfabeta. Sukmana. (2004). “Siswa, Menulislah”. Galamedia (24 April 2004).

Sumarno. (1996/1997). Pedoman Pelaksanaan Penelitian Tindakan Kelas (PTK), Pemantauan dan Evaluasi. Yogyakarta : IKIP Yogyakarta. Sunardji. (1997). Penerapan Azas-azas Ilmu Bahasa untuk Menyusun

Metodologi Pengajaran Mengarang di Sekolah Menengah. Semarang : IKIP Semarang.

Suparno, dan Yunus, M. (2002). Keterampilan Dasar Menulis. : Modul 1 – 6. Jakarta : Universitas Terbuka.

Supriyadi. et al (1991). Pendidikan Bahasa Indonesia 2. Jakarta: Universitas Terbuka.

Suriamiharja, A., Husen, A., dan Nurjanah, N. (1996/1997). Petunjuk Praktis Menulis. Jakarta : Dirjen Dikdasmen -Depdikbud.

Suryabrata, S. (1989). Metodologi Penelitian. Jakarta : CV Rajawali.

Sutardja. (1972). “Tujuan Pengajaran Bahasa Indonesia”. Prasaran dalam Seminar Pengajaran Bahasa Indonsesia. IKIP Sanata Dharma.

Yog- yakarta, 1972.


(41)

Suyanto. (1996/1997). Pengenalan Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Yogyakarta : IKIP Yogyakarta.

Syamsuddin A.R. (1992). Studi Wacana : Teori – Analisis – Pengajaran. Bandung : Mimbar Pendidikan Bahasa dan Seni, FPBS-IKIP.

Syamsuddin A.R. (1993). “Menulis Efektif : Teori, Teknik, dan Redaksi”. Makalah Disajikan pada Penataran Instruktur Tingkat Nasional PT Telkom. Bandung, 1993.

Syarif, T.K.S., Ernalis, dan Syahruddin, D. (1994). Studi atas Pelaksanaan Pengajaran Menulis Karangan di Sekolah Dasar Cileunyi VII Kecamatan Cileunyi Kabupaten Bandung. Bandung : Program D-II PGSD FIP IKIP Bandung. Tidak dipublikasikan.

Tarigan, H.G. (1994). Menulis Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa. Bandung : Angkasa.

Tarigan, H.G. dan Tarigan, Dj. (1986). Teknik Pengajaran Keterampilan Berbahasa. Bandung : Angkasa.

Usman, M.U. (1990). Menjadi Guru Profesional. Bandung : PT Remaja Rosda Karya.

Vivian, Ch. H., dan Bernetta, M. J. (1958). English Comparation. New York : Bassnes & Noble Washington University Press.

Warriner.(1958). English & Comparation”. Vol. IX hart Court Brace Wordl Inc. New York.

Wibawa, B. dan Mukti, F. (1992/1993)). Media Pengajaran. Jakarta : Depdikbud.

Wibowo, T. et al (2004). Cinta Bahasa Kita. Bandung : Ganeca Exact. Widyamartaya, A. (1978). Kreatif Mengarang. Yogyakarta : Yayasan

Kanisius.

Winataputra, U.S. et al (1997). Strategi Belajar Mengajar. Jakarta : Depdikbud.


(1)

sebagai acuan dalam pemilihan model pembelajaran dan media yang akan digunakan. Dalam pembelajaran menulis karangan prosa sebaiknya guru terlebih dahulu memilih media gambar yang sesuai dengan tujuan, metode, waktu dan bahan pelajaran/tema yang hendak diajarkan, serta yang dapat menarik dan merangsang perhatian siswa. Oleh karena itu pemilihan gambar harus tepat, pilihlah gambar-gambar yang akrab dengan kehidupan atau pengalaman siswa. Hal ini untuk membantu dan mendorong siswa untuk beraktivitas dan berkreativitas. 3. Dalam hal kesulitan guru pada waktu membuat media gambar, sebaiknya guru tidak harus membuat sendiri, tetapi bisa mengambil/menggunting dari surat kabar, tabloid, majalah, dan lain-lain, asalkan sesuai dengan tema pembelajaran.


(2)

DAFTAR PUSTAKA

Ahmadi, M. (1990). Strategi Belajar Mengajar Keterampilam Berbahasa dan mengapresiasi Sastra Indonesia. Malang : Yayasan Asih Asah Asuh.

Akhadiat, S. Arsyad, M.G., dan Ridwan, S.H. (1996/1997). Menulis. Jakarta : Dirjen Diksdasmen – Depdikbub.

Akhadiat, S. Arsyad, M.G., dan Riwan, S.H. (1998). Pembinaan Kemampuan Menulis Bahasa Indonesia. Jakarta : Erlangga.

Al Hasan, D. et al (2004). Belajar Bahasa Indonesia. Bandung : PT Sarana Pancakarya Nusa.

Ali, L. (1994). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta : Depdikbud dan Balai Pustaka.

Ali, M. (1998). Konsep dan Penerapan CBSA dalam Pengajaran. Bandung : PT Sarana Panca Karya.

Alwasilah, A. Ch. Dan Abdullah, H. (ed.) (2003). Revitalisasi Pendidikan Bahasa. Bandung : CV Andira.

Alwasilah, A. Ch. (2003). “Bangsa yang Besar adalah Bangsa yang Menulis”. Pidato Pengukuhan Guru Besar Universitas Pendidikan Indonesia. Bandung, tanggal 17 Oktober 2003.

Arikunto, S. (1995). Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta. Bumi Aksara

Arikunto, S. (1998). Prosedur Penelitian : Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta : Rineka Cipta.

Budi, S. et al (2004). Bina Bahasa dan Sastra Indonesia. Jakarta : Erlangga.

Burhan, J. (1971). Problema Bahasa dan Pengajaran Bahasa Indonesia. Bandung : Ganaco NV.

Danuatmadja, Y.S. (1993). Psikologi Orang Dewasa dan Metoda Pendidikan. Jakarta : Puslahtar perkoperasian – Departemen Koperasi

Darmodjo, H. dan Kaligis, J.R.E. (1992/1993). Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam 2. Jakarta : Dirjen Dikti-Depdikbud.


(3)

Depdikbud. (1982). Pedoman Umum Ejaan yang Disempurnakan. Jakarta : Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa – Depdikbud. Depdikbud. (1994/1995). Kurikulum Pendidikan Dasar. Garis-garis Besar

Program Pengajaran Sekolah Dasar Mata Pelajaran Bahasa Indonesia. Jakarta : Depdikbud.

Depdiknas. (2003). Kurikulum Berbasis Kompetensi : Mata Pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di Sekolah Dasar. Jakarta : Puskur – Balitbangdiknas.

Djamarah, B.S. dan Zain, A. (1995). Strategi Belajar Mangajar. Rineka Cipta.

Fowler, M.E. (1965). Teaching Language, Comporation, and Literature. Mal Graw Hill New York -London -Sidney.

Gaffar, M.F. (Penanggung jawab) (2000). Pedoman Penulisan Karya Ilmiah : Laporan buku, Makalah, skripsi, Tesis, Disertasi. Bandung : Depdiknas - UPI.

Halim, A., Burhan, J., dan Al Rasyid, H. (1974). Ujian Bahasa. Bandung : Ganaco NV.

Hamalik, Oe. (1994). Media Pengajaran. Bandung : Citra Aditiya Bakti. Harris, D. (1977). Testing as a Second Language. Hongkong : Tata

McBraw-Hill Publishing.

Haryadi dan Zamzami. (1996/1997). Peningkatan Keterampilan Berbahasa Indonesia. Jakarta : Dirjen Dikti.

Hastuti, P.H.S. (1996/1997). Strategi Belajar Mengajar Bahasa Indonseia. Jakarta : Depdikbud

Hernawan, A.H. (1998). Media dan Proses Pembelajaran. Jakarta : Depdikbud.

Hopkins, D. 1993. A. Teacher’s Guide to Classroom Reseach. Philadelphia : OUP

Kasbolah, E.S.K. (1998/1999). Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Jakarta : Depdikbud.


(4)

Keraf, Gorys. (1980). Komposisi : Sebuah Pengantar Kemahiran Bahasa. Ende-Flores : Nusa Indah.

Komarudin. (t.a.t.). Metode Penelitian Skripsi dan Tesis. Bandung : Angkasa

Muchlisoh. et al. (1991). Pendidikan Bahasa Indonesia 3. Jakarta : Universitas Terbuka.

Muchyidin, A.S. dan Fathoni, T. (2002). Media Pembelajaran. Bandung : FIP - UPI

Muhadjir, N. (2000). Metodologi Penelitian Kualitatif. Yogyakarta : Rake Sarasin.

Mulyasa, E. (2000). Pedoman Pemahaman dan Penerapan Muatan Lokal di Sekolah Dasar. Bandung : Geger Sunten.

Mulyani, S. dan Permana, J. (1992/1993). Strategi Balajar Mengajar. Jakarta : Depdikbud.

Natawidjaja, R. (1997). Alat Peraga dan Komunikasi Pendidikan. Jakarta : Depdikbud.

Prawirasumantri, A. et al (2003). Pedoman Kurikulum Berbasis Kompetensi Bahasa Daerah (Sunda). Untuk Guru Sekolah Dasar. Bandung : CV Geger Sunten.

Rusyana, Y. (1982). Metode Pengajaran Sastra. Bandung : Gunung Larang.

Rusyana, Y. 1985. Bahasa dan Sastra dalam Gamitan Pendidikan. Bandung : CV Diponegoro.

Rusyana, Y. (1988). Pengajaran Mengarang Perlu Semarak Kreatifitas. Bandung : FPBS – IKIP Bandung.

Rusyana, Y. (1988). Para Guru Perlu Melakukan Kegiatan Menulis. Bamdung : FPBS – IKIP Bandung.

Semi, M. A. (1993). Rancangan Pengajaran Bahasa dan Sastra Indonesia. Bandung : Angkasa.


(5)

Soedarsono, F.X. (1996/1997). Penelitian Tindakan Kelas (PTK), Rencana, Desain, dan Implementasi. Yogyakarta : IKIP Yogyakarta.

Sudarya. Y., et al. (1992). Pendidikan Bahasa Daerah. Bandung : CV Andira.

Sudiman, A. (1990). Media Pendidikan. Jakarta : CV Rajawali.

Sudjana, N. (1990). Penilaian Hasil Proses Belajar–Mengajar. Bandung : PT Remaja Rosda Karya.

Sudjana, N. (1995). Dasar-Dasar Proses Belajar Mengajar. Bandung : Sinar Baru Algensindo.

Sudjana, N. dan Rivai, A. (1991). Media Pengajaran. Bandung : Sinar Baru.

Sugiyono. (2001). Metode Penelitian Administrasi. Bandung : Alfabeta. Sukmana. (2004). “Siswa, Menulislah”. Galamedia (24 April 2004).

Sumarno. (1996/1997). Pedoman Pelaksanaan Penelitian Tindakan Kelas (PTK), Pemantauan dan Evaluasi. Yogyakarta : IKIP Yogyakarta. Sunardji. (1997). Penerapan Azas-azas Ilmu Bahasa untuk Menyusun

Metodologi Pengajaran Mengarang di Sekolah Menengah. Semarang : IKIP Semarang.

Suparno, dan Yunus, M. (2002). Keterampilan Dasar Menulis. : Modul 1 – 6. Jakarta : Universitas Terbuka.

Supriyadi. et al (1991). Pendidikan Bahasa Indonesia 2. Jakarta: Universitas Terbuka.

Suriamiharja, A., Husen, A., dan Nurjanah, N. (1996/1997). Petunjuk Praktis Menulis. Jakarta : Dirjen Dikdasmen -Depdikbud.

Suryabrata, S. (1989). Metodologi Penelitian. Jakarta : CV Rajawali.

Sutardja. (1972). “Tujuan Pengajaran Bahasa Indonesia”. Prasaran dalam Seminar Pengajaran Bahasa Indonsesia. IKIP Sanata Dharma.

Yog- yakarta, 1972.


(6)

Suyanto. (1996/1997). Pengenalan Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Yogyakarta : IKIP Yogyakarta.

Syamsuddin A.R. (1992). Studi Wacana : Teori – Analisis – Pengajaran. Bandung : Mimbar Pendidikan Bahasa dan Seni, FPBS-IKIP.

Syamsuddin A.R. (1993). “Menulis Efektif : Teori, Teknik, dan Redaksi”. Makalah Disajikan pada Penataran Instruktur Tingkat Nasional PT Telkom. Bandung, 1993.

Syarif, T.K.S., Ernalis, dan Syahruddin, D. (1994). Studi atas Pelaksanaan Pengajaran Menulis Karangan di Sekolah Dasar Cileunyi VII Kecamatan Cileunyi Kabupaten Bandung. Bandung : Program D-II PGSD FIP IKIP Bandung. Tidak dipublikasikan.

Tarigan, H.G. (1994). Menulis Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa. Bandung : Angkasa.

Tarigan, H.G. dan Tarigan, Dj. (1986). Teknik Pengajaran Keterampilan Berbahasa. Bandung : Angkasa.

Usman, M.U. (1990). Menjadi Guru Profesional. Bandung : PT Remaja Rosda Karya.

Vivian, Ch. H., dan Bernetta, M. J. (1958). English Comparation. New York : Bassnes & Noble Washington University Press.

Warriner.(1958). English & Comparation”. Vol. IX hart Court Brace Wordl Inc. New York.

Wibawa, B. dan Mukti, F. (1992/1993)). Media Pengajaran. Jakarta : Depdikbud.

Wibowo, T. et al (2004). Cinta Bahasa Kita. Bandung : Ganeca Exact. Widyamartaya, A. (1978). Kreatif Mengarang. Yogyakarta : Yayasan

Kanisius.

Winataputra, U.S. et al (1997). Strategi Belajar Mengajar. Jakarta : Depdikbud.