PENGARUH SEKOLAH SEBAGAI ORGANISASI PEMBELAJARAN DAN KETERTARIKAN SISWA PADA SEKOLAH TERHADAP PENCAPAIAN PRESTASI BELAJAR SISWA.

(1)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Untuk mempertahankan dan meningkatkan produktivitas sektor-sektor pendidian di kemudian hari, perlu diciptakan iklim produktivitas berkelanjutan yang didukung oleh ”manusia produktif”. Namun, banyak kalangan yang menganggap perlu adanya revitalisasi konsep manusia produktif. Cara berpikir yang berbeda dengan pola pemikiran makropendidikan, mungkin sangat diperlukan dalam rangka membangun konsep manusia produktif yang lebih relistis. Salah satunya adalah menggunakan pendekatan berpikir manusia dalam proses pembudayaan, yaitu pemahaman terhadap sturktur dan sistem nilai yang dimiliki oleh manusia sebagai pelaku pendidikan dalam kaitannya dengan produktivitas.

Ketika kita membicarakan hakikat kebudayaan tampak dengan jelas betapa besar peranan pendidikan dalam perkembangan bahkan matinya suatu kebudayaan. Dalam rumusan-rumusan hakikat kebudayaan misalnya dari Tylor, Koentjaraningrat, maupun Ki Hadjar Dewantara tampak dengan jelas betapa pendidikan tidak dapat dipisahkan dengan kebudayaan. Bahkan tanpa proses pendidikan tidak mungkin kebudayaan itu berlangsung dan berkembang bahkan memperoleh dinamikanya.

Para antropolog klasik seperti Margaret Mead yang mengadakan penelitian di Irian Timur sekitar tahun 1928 (Growing up in New Guinea), Corra du Bois yang mengadakan penelitian dipulau Alor melihat betapa


(2)

peranan pendidikan berada di dalam suatu kebudayaan. Bahkan ketika Margaret Mead mengunjungi kembali tempat penelitiannya semula di pulau-pulau Pasifik (Coming of Age in Samoa) beberapa puluh tahun sesudah penelitiannya tampak terjadi suatu perubahan kebudayaan yang pasti terjadi karena peranan pendidikan.

Betapa besar peranan pendidikan dalam kebudayaan atau dengan kata lain pendidikan tidak dapat dilepaskan dari kebudayaan, maka dalam perkembangan ilmu pengetahuan telah muncul apa yang dikenal sebagai Antropologi Pendidikan. Sebagai ilustrasi dapat kita ketengahkan hasil penemuan M. Fortes pada suku Tallensi di Afrika. Demikian pula tulisan-tulisan yang dikemukakan oleh G.F. Kneller (Education Anthropology: An Introduction, 1965). Telah banyak tulisan-tulisan mengenai antropologi pendidikan antara lain uku yang diedit oleh Spindler (1974) Education and Cultural Process: Toward an Anthropology of Education. Lebih dahulu dari tulisan-tulisan tersebut Brameld telah menulis bukunya mengenai Cultural Foundations of Education (1957). Dan Banyak lagi tulisan-tuisan lainnya yang menempatkan betapa peranan pendidikan di dalam proses membudaya. Di Indonesia sendiri menurut Koentjaraningrat kajian mengenai antropologi pendidikan memang belum begitu dikenal, namun demikian Tarwotjo adalah salah seorang pakar antropologi pendidikan Indonesia pertama antara lain telah mengadakan penelitian-penelitian lapangan di Jawa Tengah, Papua, dan dikepulauan Riau. Tarwotjo telah berusaha meminta perhatian dunia ilmiah di Indonesia agar studi etnografi dikembangkan di Indonesia untuk dapat memberikan sumbangan dalam upaya untuk mngerti keragaman budaya di


(3)

Indonesia secara konkrit dan dapat dijadikan landasan yang nyata dan terpercaya di dalam proses pembangunan masyarakat dan bangsa kita.

Peranan pendidikan di dalam kebudayaan dapat kita lihat dengan nyata di dalam perkembangan kepribadian manusia. Tanpa kepribadian manusia tidak ada kebudayaan, meskipun kebudayaan bukanlah sekedar jumlah dari kepribadian-kepribadian. Dalam hal ini kita kenal mengenai teori superorganik kebudayaan dari Kroeber. Namun demikian teori Kroeber tersebut tidak seluruhnya dapat diterima. Para pakar antropologi, juga antropologi pendidikan menunjuk kepada peranan individu bukan hanya sebagai bidak-bidak di dalam papan catur kebudayaan. Individu adalah kreator dan sekaligus manipulator dari kebudayaannya. Di dalam hal ini pakar kebudayaan Kroeber dan Kluckhohn mengemukakan pengertian ”sebab-akibat sirkuler” yang berarti bahwa antara kepribadian dan kebudayaan terdapat suatu interaksi yang saling menguntungkan. Di dalam pengembangan kepribadian diperlukan kebudayaan dan seterusnya kebudayaan akan dapat berkembang melalui kepribadian-kepribadian tersebut. Inilah yang disebut sebab-akibat sirkuler antara kepribadian dan kebudayaan. Hal ini menunjukkan kepada kita bahwa pendidikan bukan semata-mata transmisi kebudayaan secara pasif tetapi perlu mengembangkan kepribadian yang kreatif. Pranata sosial yang disebut sekolah harus kondusif untuk dapat mengembangkan kepribadian yang kreatif tersebut. Namun apa yang terjadi di dalam lembaga pendidikan yang disebut sekolah kita ialah sekolah telah menjadi sejenis penjara yang memasung kreatifitas peserta didik.


(4)

Ruth Benedict menyatakan bahwa kebudayaan sebenarnay adalah istilah sosiologis untuk tingkah laku yang bisa dipelajari. Dengan demikian tingkah laku manusia bukanlah diturunkan seperti tingkah-laku binatang tetapi yang harus dipelajari kebali berulang-ulang dari orang dewasa dalam generasi. Di sini kita melihat betapa pentingnya peranan pendidikan dalam pembentukan kepribadian manusia.

Para pakar yang menaruh perhatian terhadap pendidikan dalam kebudayaan mula-mulanya muncul dari para kaum behaviorist dan psychoanalyst. Para ahli psiologi behaviorisme melaihat kelakuan manusia sebagai suatu reaksi dari rangsangan sekitarnya. Di sinilah peranan pendidikan di dalam pembentukan kelakuan manusia. Begitu pula para psikolog aliran psikoanalis menganggap kelakuan manusia ditentukan oleh dorongan-dorongan yang sadar dan yang tidak sadar, ini ditentukan antara lain oleh kebudayaan di mana pribadi itu hidup. John Gillin menyatukan pandangan behaviorisme dan psikoanalis mengenai perkembangan kepribadian manusia sebagai berikut:

1. Kebudayaan memberikan kondisi yang disadari dan yang tidak disadari untuk belajar.

2. Kebudayaan mendorong secara sadar ataupun tidak sadar akan reaksi-reaksi kelakuan tertentu. Jadi selain kebudayaan meletakkan kondisi, yang terakhir ini kebudayaan merupakan perangsang-perangsang untuk terbentuknya kelakuan-kelakuan tertentu.

3. Kebudayaan mempunyai sistem ”reward and punishment,” terhadap kelakuan-kelakuan tertentu. Setiap kebudayaan akan mendorong suatu


(5)

bentuk kelakuan yang sesuai dengan sistem nilai dalam kebudayaan tersebut dan sebaliknya memberikan hukuman terhadap kelakuan-kelakuan yang bertentangan atau mengusik ketenteraman hidup suatu masyarakat budaya tertentu.

4. Kebudayaan cenderung mengulang bentuk-bentuk kelakuan tertentu melalui proses belajar.

Apabila analisis Gillin yang di atas kita cermati, tampak betapa peranan kebudayaan dalam pembentukan kepribadian manusia, maka pengaruh antropologi terhadap konsep pembentukan kepribadian juga akan tampak dengan jelas. Terutama bagi para pakar aliran behaviorisme, melihat adanya suatu rangsangan kebudayaan terhadap pengembangan kepribadian manusia. Pada dasarnya pengaruh tersebut dapat dilukiskan sebagai berikut: 1. Kepribadian adalah suatu proses. Seperti yang telah kita lihat kebudayaan

juga merupakan proses. Hal ini berarti antara pribadi dan budaya terdapat suatu dinamika. Tentunya dinamika tersebut bukanlah suatu dinamika yang otomatis tetapi yang muncul dari aktor dan manipulator dari interaksi tersebut ialah manusia.

2. Kepribadian mempunyai keterarahan dalam perkembangannya untuk mencapai suatu misi tertentu. Keterarahan perkembangan tersebut tentunya tidak terjadi di dalam ruang kosong tetapi di dalam suatu masyarakat manusia yang berbudaya.

3. Dalam perkembangan kepribadian salah satu faktor penting ialah imajinasi. Imajinasi seseorang akan dapat diperolehnya secara langsung dari lingkungan kebudayaannya. Hal ini berarti apabila seseorang hidup


(6)

terasing seorang diri tanpa lingkungan kebudayaan maka dia akan memulai dari nol di dalam perkembangan kepribadiannya. Bayangkan bagaimana kehidupan kebudayaan manusia apabila setiap kali harus dimulai dari nol.

4. Kepribadian mengadopsi secara harmonis tujuan hidup dalam masyarakat agar ia dapat hidup dan berkembang. Tentunya manusia itu dapat saja menentang tujuan hidup yang ada di dalam masyarakatnya, namun demikian itu berarti seseorang melawan arus di dalam perkembangan hidupnya. Yang paling efisien ialah dia secara harmonis mencari keseimbangan antara tujuan hidupnya dengan tujuan hidup dalam masyarakatnya.

5. Di dalam pencapaian tujuan oleh pribadi yang sedang berkembang itu dapat dibedakan antara tujuan dalam waktu yang dekat dan tujuan dalam waktu yang panjang. Baik waktu dekat maupun tujuan dalam jangka waktu yang panjang, sangat dipengaruhi oleh nilai-nilai yang hidup di dalam suatu masyarakat.

6. Berkaitan dengan keberadaan tujuan di dalam pengembangan kepribadian manusia, dapatlah disimpulkan bahwa proses belajar adalah proses yang ditujukan untuk mencapai tujuan. Learning is a goal teaching behavior. 7. Dalam psikoanalisis antara lain dikemukakan mengenai peranan super-ego

dalam perkembangan kepribadian. Super-ego tersebut tidak lain adalah dunia masa depan yang ideal. Dan seperti yang telah diuraikan, dunia masa depan yang ideal merupakan kemampuan imajinasi yang


(7)

dikondisikan serta diarahkan oleh nilai-nilai budaya yang hidup di dalam suatu masyarakat.

8. Kepribadian juga ditentukan oleh bawah sadar manusia (id). Bersama-sama dengan ego, beserta id, keduanya merupakan energi yang ada di dalam diri pribadi seseorang. Energi tersebut perlu dicarikan keseimbangan dengan kondisi yang ada serta dorongan super-ego yang diarahkan oleh nilai-nilai budaya. Dengan kata lain di dalam pengembangan id, ego dan super-ego dari kepribadian seseorang berarti mencari keseimbangan antara energi di dalam diri pribadi dengan pola-pola kebudayaan yang ada. Di dalam kaitan ini seorang antropologi terkenal, Bidney, menyatakan bahwa individu bukan pemilik pasif dari nilai-nilai sosial-budaya tetapi juga aktif di dalam menciptakan dan mengubah kebudayaannya.

Para ahli sosiologi juga memberikan perhatian terhadap pandangan antropologi mengenai tinkah-laku manusia. Seorang pakar sosiologi Talcott Parsons dalam bukunya yang terkenal Toward a General Theory of Action, mengemukakan empat karakteristik dari action manusia yakni: 1) Suatu action mempunyai tujuan. 2) Suatu action mempunyai motivasi yang menyangkut penggunaan energi. 3) Suatu action berada di dalam suatu situasi. 4) Suatu action mempunyai karakteristik adanya pengaturan normatif.

Aksi tersebut sebenarnya merupakan bagian dari konstelasi aksi-aksi yang disebut sistem. Menurut Parson aksi-aksi tersebut itu dapat digolongkan di dalam dua sistem: 1) Sistem-sistem kepribadian (personality system). 2) Sistem-sistem sosial (social system). Sistem kepribadian mencakup


(8)

motivasi-motivasi dan tujuan-tujuan dari pribadi-pribadi. Sistem sosial mencakup interaksi antara para pelaku dan norma-norma situasional yang mengatur proses interaksi tersebut. Dengan demikian karakteristik dari sistem-sistem aksi tersebut diterapkan pada sistem kepribadian dan sistem sosial. Kedua sistem tersebut saling mempengaruhi satu dengan yang lain. Selanjutnay Parsons juga mengemukakan bahwa di samping kedua sistem itu juga ada yang disebut sistem budaya (culture system) yang terdiri dari kepercayaan, nilai-nilai, lambang-lambang yang ada di dalam suatu kehidupan sosial. Bagaimanakah sistem kebudayaan mempengaruhi tingkah-laku manusia? Beberapa pakar seperti Abrahamson menyatakan bahwa sistem kebudayaan memberikan pengaruh secara tidak langsung kepada tingkah-laku manusia meskipun diakui kepentingannya di dalam sistem kepribadian dan sosial. Sistem budaya memberikan pengaruh kepada sistem sosial di dalam hal memberikan patokan nilai-nilai umum terhadap pengaturan situasi. Dengan demikian nilai-nilai budaya merupakan inti dari sistem kepribadian dan sistem soaial.

Salah satu proses yang luas dikenal mengenai kebudayaan adalah transmisi kebudayaan. Artinya kebudayaan itu ditransmisikan dari satu generasi kepada generasi berikutnya. Bahkan banyak ahli pendidikan yang merumuskan proses pendidikan tidak lebih dari proses transmisi kebudayaan. Mengenai masalah ini marilah kita cermati lebih jauh oleh karena seperti yang telah dijelaskan, kepribadian bukanlah semata-mata hasil tempaan dari kebudayaan. Manusia atau pribadi adalah aktor dan sekaligus manipulator


(9)

kebudayaannya. Dengan demikian kebudayaan bukanlah sesuatu ”entity” yang statis tetapi sesuatu terus-menerus berubah.

Marilah kita lihat variabel-variabel transmisi kebudayaan yang dikemukakan oleh Fortes. Di dalam transmisi tersebut kita lihat tiga unsur utama yaitu: 1) unsur-unsur yang ditransmisi. 2) proses transmisi, dan 3) cara transmisi.

Unsur-unsur kebudayaan manakah yang ditransmisi? Pertama tentunya unsur-unsur tersebut ialah nilai-nilai budaya, adat-istiadat masyarakat, pandangan mengenai hidup serta berbagai konsep hidup lainnya yang ada di dalam masyarakat. Selanjutnya berbagai kebiasaan sosial yang digunakan dalam interaksi atau pergaulan para anggota di dalam masyarakat tersebut. Selain itu, berbagai sikap serta peranan yang diperlukan di dalam dunia pergaulan dan akhirnya berbagai tingkah-laku lainnya termasuk proses fisiologi, refleks dan gerak atau reaksi-reaksi tertentu dan penyesuaian fisik termasuk gizi dan tata makanan untuk dapat bertahan hidup.

Proses transmisi meliputi proses-proses imitasi, identifikasi dan sosialisasi. Imitasi adalah meniru tingkah-laku dari sekitar. Pertama-tama tentunya imitasi di dalam lingkungan keluarga dan semakin lama semakin meluas terhadap masyarakat lokal. Yang diimitasikan adalah unsur-unsur yang telah dikemukakan di atas. Transmisi unsur-unsur tidak dapat berjalan dengan sendirinya. Seperti telah dikemukakan manusia adalah aktor dan manipulator dalam kebudayaannya. Oleh sebab itu, unsur-unsur tersebut harus diidentifikasi itu berjalan sepanjang hayat sesuai dengan tingkat kemampuan manusia itu sendiri. Seorang bayi, seorang pemuda, seorang


(10)

dewasa mempunyai kemampuan yang berbeda-beda dalam mengidentifikasi unsur-unsur budaya tersebut. Selanjutnya nilai-nilai atau unsur-unsur budaya tersebut haruslah disosialisasi artinya harus diwujudkan dalam kehidupan yang nyata di dalam lingkungan yang semakin lama semakin meluas. Nilai-nilai yang dimiliki oleh seseorang harus mendapatkan pengakuan lingkungan sekitarnya. Artinya kelakuan-kelakuan tersebut harus mendapatkan pengakuan sosial yang berarti bahwa kelakuan-kelakuan yang dimiliki tersebut adalah yang sesuai atau yang seimbang dengan nilai-nilai yang ada di dalam lingkungannya.

Ketiga proses transmisi tersebut yaitu imitasi, identifikasi, dan sosialisasi, berkaitan dengan bagaimana cara mentransmisikannya. Dalam hal ini ada dua bentuk yaitu peran-serta dan bimbingan. Cara transmisi dengan serta antara lain dengan melalui perbandingan. Demikian pula peran-serta dapat berwujud ikut-peran-serta di dalam kegiatan sehari-hari di dalam lingkungan masyarakat. Bentuk bimbingan dapat berupa instruksi, persuasi, rangsangan dan hukuman. Dalam pelaksanaan bimbingan tersebut melalui pranata-pranata tradisional seperti inisiasi, upacara-upacara yang berkaitan dengan tingkat umur, sekolah agama, dan sekolah formal yang sekuler.

Demikian proses transmisi kebudayaan sebagai proses pendidikan yang dikemukakan oleh Fortes. Proses tersebut terjadi di dalam suatu masyarakat sederhana yang relatif tertutup dari pengaruh dunia luar. Di dalam dunia terbuka dewasa ini dengan kemajuan teknologi komunikasi, proses transmisi kebudayaan yang sederhana tersebut tentunya telah berubah. Data dan informasi dengan mudah dapat diperoleh sehingga peranan


(11)

lingkungan bukan lagi lingkungan sosial yang terbatas tetapi lingkungan mondial. Dengan demikian proses transmisi kebudayaan di dalam masyarakat modern akan menghadapi tantangan-tantangan yang berat. Disinilah letak peranan pendidikan untuk mengembangkan kepribadian yang kreatif dan dapat memilih nilai-nilai dari berbagai lingkungan. Dalam hal ini kita berbicara mengenai keberadaan kebudayaan dunia yang meminta suatu proses pendidikan yang lain yaitu kepribadian yang kokoh yang tetap berakar kepada budaya lokal. Hanya dengan kesadaran terhadap nilai-nilai budaya lokal akan dapat memberikan sumbangan bagi terwujudnya nilai-nilai global.

Betapa pentingnya peranan pendidikan di dalam kebudayaan menurut pemikiran K Hadjar Dewantara dapat kita lihat dalam sistem among yang berisi mengajar dan mendidik. Tugas lembaga pendidikan bukan hanya mengajar untuk menjadikan orang pintar dan pandai berpengetahuan dan cerdas, tetapi mendidik berarti menuntun tumbuhnya budi pekerti dalam kehidupan agar kelak menjadi manusia berpribadi yang beradab dan bersusila. Selanjutnya beliau mengatakan bahwa manusia adalah makhluk yang beradab dan berbudaya. Sebagai manusia budaya ia sanggup dan mampu menciptakan segala sesuatu yang bercorak luhur dan indah, yakni yang disebut kebudayaan. Dengan demikian maka manusia itu dalam hidup lahir dan hidup batinnya selalu menampakan sifat-sifat luhur, halus dan indah. Di dalam salah satu pidatonya pada kongres pendidikan Antar Indonesia tahun 1949 beliau mengatakan antara lain bahwa pendidikan dan pengajaran adalah usaha kebudayaan semata-mata bahwa perguruan itu ialah taman persemaian benih-benih kebudayaan bagi suatu bangsa. Dengan


(12)

demikian cita-cita Ki Hadjar Dewantara ialah pendidikan merupakan suatu usaha untuk mempersatukan bangsa Indonesia.

Meskipun kepuasan kerja mendapat banyak perhatian disbanding semua sikap yang berhubungan dengan pekerjaan, namun komitmen organisasi juga semakin banyak dibahas dalam buku perilaku organisasi. Meskipun kepuasaan berkaitan dengan siskap karyawan terhadap pekerjaan, dan komitmen berkaitan dengan level organisasi, tetapi hubungan yang kuat antara kepuasaan kerja dan komitmen organisasi telah diketahui selama bertahun-tahun. Ada banyak karyawan yang puas dengan pekerjaan mereka, tetapi mereka tidak menyukai banyaknya birokrasi organisai dimana mereka bekerja, atau teknisi perangkat lunak tidak puas dengan pekerjaan, tetapi tetap menjalankan visi perusahan berteknologi tinggi.

Sebagai kesimpulan, studi penelitian dan bidang perilaku organisasi secara umum memperlakukan kepuasan dan komitmen sebagai sikap yang berbeda. Dari sudut pandang lingkungan baru yang mencakup pengurangan tenaga kerja, telecommunicating, merger dan akuisisi, dan globalisasi, komitmen organisasi muncul sebagai topic penting dalam studi dan perusahan. Meskipun beberapa peneliti ahli merasa bahwa komitmen organisasi merupakan persoalan pasif dikarenakana lingkungan baru dan sebaiknya diganti dengan komitmen karier, peneliti lain memandang komitmen organisasi sebagai tantangan utama pada abad ke-21:

Tempat kerja saat ini diselimuti oleh rasa ketakutan akan pemecatan tenaga kerja, kehilangan keamanan kerja, perubahan besar dalam teknologi dan stress karena harus melakukan sesuatu lebih banyak manajer perlu


(13)

memberikan perhatian dan suasana kerja yang akan membangkitkan komitmen karyawan.

Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis merasa perlu untuk diteliti mengenai:

“Pengaruh Gaya Kepemimpinan Pendidikan Berbasis Budaya Lokal dan Komitmen Personil Terhadap Produktivitas Kerja Guru” (Studi Deskriptif tentang Produktivitas Kerja Guru SMA di Kabupaten Kepulauan Yapen – Papua).

B. Fokus dan Pertanyaan Penelitian 1. Fokus Masalah

Penelitian tentang kepemimpinan pendidikan akan memiliki ruang lingkup yang sangat luas. Untuk melihat kepemimpinan, ruang lingkup penelitian bisa mencakup gaya kepemimpinan, orientasi pemimpin, tipe kepemimpinan, syarat kepemimpinan, dan lain sebagainya. Sedangkan budaya bisa dilihat dari berbagai macam budaya yang mempengaruhi yaitu budaya internasional (asing), budaya Nasional, dan budaya lokal dalam hal ini budaya daerah. Juga ruang lingkup yang berpengaruh antara lain: tahapan-tahapan pembentukan budaya (proses), hasil suatu pembentukan budaya, pengembangan budaya, dampak suatu budaya dan lain sebagainya. Melihat hal tersebut, harus ada batasan masalah yang akan diteliti. Hal ini ditujukan untuk keefektifan dan kevalidan hasil penelitian yang akan diilakukan.

Adapun fokus masalah yang akan diteliti adalah bagaimana kepemimpinan pendidikan yang dilakukan sudah menampakan nilai-nilai budaya lokal serta komitmen personil yang mendukung dalam pencapaian tujuan pendidikan secara produktif.


(14)

Pemilihan fokus tersebut didasarkan pada masalah penelitian yang akan dikaji, yakni “Pengaruh Gaya Kepemimpinan Pendidikan Berbasis Budaya Lokal dan Komitmen Personil terhadap Produktifitas Kerja di Kabupaten Kepulauan Yapen - Papua”

2. Pertanyaan-pertanyaan Penelitian

Adapun pertanyaan-pertanyaan yang melingkupi dalam penelitian dengan judul “Pengaruh Gaya Kepemimpinan Pendidikan Berbasis Budaya Lokal dan Komitmen Personil Terhadap Produktifitas Kerja adalah sebagai berikut:

a. Sejauhmana pengaruh gaya kepemimpinan pendidikan berbasis budaya lokal terhadap produktifitas kerja guru?

b. Sejauhmana pengaruh komitmen personil terhadap produktifitas kerja guru?

c. Apakah produktifitas kerja guru dipengaruhi oleh gaya kepemimpinan berbasis budaya lokal dan komitmen personil di kabupaten Kepulauan Yapen - Papua?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai melalui penelitian ini adalah untuk memahami lebih dalam mengenai:

a. Pengaruh gaya kepemimpinan pendidikan berbasis budaya lokal terhadap produktifitas kerja guru.


(15)

c. Pengaruh gaya kepemimpinan pendidikan berbasis budaya lokal dan komitmen personil terhadap produktifitas kerja guru SMA di kabupaten Kepulauan Yapen - Papua

2. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan manfaat kepada berbagai pihak terkait sebagai berikut:

1. Manfaat Teoritis (Bagi Pengembangan Keilmuan)

a) Hasil penelitian diharapkan dapat menjadi bahan kajian dan pengembangan keilmuan administrasi pendidikan, khususnya dalam manajemen pendidikan.

b) Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan stimulus dalam pengembangan model kepemimpinan pendidikan berbasis budaya lokal dalam konteks pengelolaan pendidikan di Indonesia.

2. Manfaat Praktis (Bagi Pemimpin Pendidikan dan Peneliti)

a) Hasil penelitian menjadi masukan bagi kepala sekolah dalam hal bagaimana menerapkan nilai-nilai budaya local dan komitmen personil melalui kepemimpinan pendidikan .

b) Hasil penelitian menjadi masukan bagi kepala sekolah dalam hal bagaimana upaya-upaya yang memungkinkan dilakukan dalam penerapan kepemimpinan pendidikan berbasis budaya lokal dan komitmen personil yang berorientasi pada peningkatan mutu pendidikan.

c) Memberikan pengetahuan yang berarti dalam memahami secara lebih komprehensif mengenai proses dan berbagai upaya untuk


(16)

meningkatkan mutu pendidikan melalui kepemimpinan pendidikan yang respon tentang nilai-nilai budaya local dan komitmen personil. d) Memberikan keterampilan dalam menganalisis berbagai permasalahan

pengelolaan kepemimpinan pendidikan, khususnya terkait dengan kepemimpinan pendidikan berbasis budaya local dan komitmen personil.

D. Paradigma Penelitian

Paradigma penelitian menggambarkan tentang hubungan antar variabel-variabel penelitian yang ditunjukkan pada gambar berikut.

Gambar 1.1

Keterangan: X1 = Gaya kepemimpinan pendidikan berbasis budaya lokal. X2 = Komitmen Personil

Y = Produktifitas kerja guru

Berdasarkan gambar di atas dapat diuraikan bahwa ada korelasi antara gaya kepemimpinan pendidikan berbasis budaya lokal dan komitmen personil dengan produktivitas kerja guru, apabila gaya kepemimpinan pendidikan berbasis budaya lokal dan komitmen personil dapat dilaksanakan melalui tahapan-tahapan sebagaimana ketentuan sehingga akan mendapatkan produktivitas kerja guru yang diharapkan.

Y

X

2


(17)

Apabila gaya kepemimpinan pendidikan berbasis budaya lokal dilaksanakan sesuai dengan konsep-konsep akan mendapatkan produktivitas kerja guru yang potensial, komitmen personil yang bertanggungjawab akan menghasilkan produktivitas kerja guru yang diinginkan.

Produktivitas kerja guru yang berkualitas akan menghasilkan para tenaga kerja yang mampu bersaing dan berdaya guna dalam dunia kerja. E. Premis Penelitian

Premis adalah sesuatu yang dianggap benar sebagai suatu kebenaran, oleh sebab itu premis tidak perlu diragukan lagi kebenarannya. Dalam penelitian ini premis yang dikemukakan adalah bahwa produktifitas kera guru dipengaruhi oleh gaya kepemimpinan pendidikan berbasis budaya lokal dan komitmen personil.

F. Hipotesis.

Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap suatu permasalahan yang masih harus dibuktikan kebenarannya. Sebagaimana dikemukakan Arikunto,(2000:62) bahwa: “hipotesis adalah suatu jawaban sementara terhadap permasalahan penelitian sampai terbukti melalui data yang terkumpul”.

Berdasarkan premis dan uraian di atas, maka hipotesis dalam penelitian ini yaitu “terdapat pengaruh yang tinggi atau signifikan dari gaya kepemimpinan pendidikan berbasis budaya lokal dan komitmen personil terhadap produktivitas kerja guru SMA di Kabupaten Kepulauan Yapen – Papua”.


(18)

G. Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. Menurut Whitney dalam Mohammad Nazir ( 1983 ) metode deskriptif adalah pencarian fakta dengan interpretasi yang tepat. Penelitian deskriptif mempelajari masalah–masalah dalam masyarakat, serta tata cara yang berlaku dalam masyarakat serta situasi-situasi tertentu, termasuk tentang hubungan, kegiatan–kegiatan, sikap-sikap, pandangan–pandangan, serta proses–proses yang sedang berlangsung dan pengaruh–pengaruh dari suatu fenomena. Tujuan dari penelitian deskriptif ini adalah untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematis, factual dan akurat mengenai fakta–fakta, sifat–sifat serta hubungan antar fenomena yang diselidiki.

Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah angket (kuesioner). Angket merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberi seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden untuk dijawabnya. Selain itu angket juga cocok digunakan bila jumlah responden cukup besar dan tersebar di wilayah yang luas. Angket dapat diberikan kepada responden secara langsung atau dikirim melalui pos atau internet.

H. Lokasi dan Sampel Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian survey. Populasi sasarannya adalah guru Sekolah Menengah Atas (SMA) di lingkungan Dinas Pendidikan dan Pengajaran Kabupaten Yapen Waropen-Papua, sebanyak 150 yang terdiri atas guru tetap (GT), dan guru tidak tetap(GTT).


(19)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Metode Penelitian

Berdasarkan metode yang digunakan, penelitian ini termasuk penelitian survey. Menurut Kerlinger (2000:660) penelitian survei mengkaji populasi yang besar maupun kecil dengan menyeleksi serta mengkaji sampel yang dipilih dari populasi untuk menemukan insidensi, distribusi, interelasi relatif dan variabel-variabel sosiologis dan psikologis.

Penelitian survei pada umumnya dilakukan untuk mengambil suatu generalisasi dan pengamatan yang tidak mendalam, namun generalisasi yang dihasilkan bisa akurat bila digunakan sampel yang representatif.

Dengan demikian bila ditinjau dari bagaimana variabel-variabel yang diteliti akan menjelaskan fenomena yang ada dan hubungan antara variabel-variabel secara bersama-sama, penelitian ini termasuk deskriptif korelasional yaitu penelitian untuk menjawab pertanyaan tentang apa atau bagaimana keadaan suatu fenomena dan dilaporkan sebagaimana keadaannya (Ibnu Hajar, 1999:274). Dalam penelitian ini hubungan tersebut adalah antara variabel bebas dengan variabel terikat.

Dengan demikian, berdasarkan bentuk permasalahannya penelitian ini termasuk penelitian deskritif korelasional karena semua variabel yang dipelajari terlebih dahulu dideskripsikan dan selanjutnya dikorelasikan antara variabel bebas dengan variabel terikat, baik secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama.


(20)

B. Definisi Operasional

Agar penelitian ini lebih terfokus pada masalah yang akan diteliti, maka dapatlah didefinisikan masing-masing variabel digunakan dalam judul penelitian ini :

Gaya Kepemimpinan Pendidikan Berbasis Budaya Lokal (X1): Gaya kepemimpinan pendidikan dalam penelitian ini didefinisikan sebagai perilaku atau sikap yang dapat diteladani dan ditransformasikan kepada pelaksana-pelaksana pendidikan dan peserta didik, sehingga tujuan pendidikan yang telah ditetapkan antara lain prilaku yang berciri khas kebudayaan lokal/daerah dapat tercapai secara optimal.

Tabel 3.1

Operasional Variabel Gaya Kepemimpinan Pendidikan Berbasis Budaya Lokal

Dimensi Indikator Ukuran

a. Gaya Kepemimpinan 1. Mempengaruhi dan memahami reaksi bawahan. 2. Menemukan keseimbangan antara dorongan dengan tekanan terhadap bawahan. 3. Mengijinkan bawahan untuk mengekspresikan gagasan dan opini mereka.

4. Efektif dalam

memonitor bawahan dan memecahkan masalah dengan cara membangun.

5. Mengembangkan

spirit kelompok kerja diantara bawahan

1. Sensitif untuk mempengaruhi tindakan dan mengerti reaksi bawahan terhadap tindakan.

2. Menemukan keseimbangan antara

dorongan dengan tekanan.

3. Mengijinkan bawahan untuk

mengekspresikan gagasan dan opini mereka.

4. Efektif dalam memonitor bawahan

dan memecahkan masalah konflik dengan cara membangun

5. Mengembangkan spirit kelompok

kerja diantara bawahan.

6. Memahami atas peran saya di

dalam organisasi dan bijaksana dalam mendisiplinkan karyawan.

7. Memiliki perencanaan pribadi

demi kemajuan diri.

8. Memiliki sistem penjadwalan,

menghindari memberi reaksi atas tekanan waktu, dan menghindar berkonsentrasi pada fungsi khusus atau tipe permasalahan. Menjadwalkan pekerjaan tertentu pada waktu khusus dan

menggunakan waktu sisa untuk pengembangan diri.


(21)

Dimensi Indikator Ukuran b. Kemampuan Pemimpin dalam mengelola waktu c. Kemampuan pemimpin dalam mendelegasikan tugas/wewenang

6. Memahami peran

pribadi di dalam organisasi dan bijaksana dalam mendisiplinkan bawahan 7. Memiliki perencanaan pribadi demi kemajuan diri.

8. Memiliki sistem

penjadwalan, 9. Menjadwalkan pekerjaan tertentu. 10. Mengontrol jumlah fragmentasi dan interupsi. 11. Memperhatian masalah prioritas, dan mengerti sasaran dan bertanggung jawab. 12. Memberikan

inisiatif dan

keputusan ditangani bawahan 13. Memberikan bimbingan dan pelatihan untuk kualitas kerja. 14. Membantu mendapatkan keterampilan baru dan tumbuh di

dalam organisasi.

9. Mengontrpl jumlah fragmentasi

dan interupsi terhadap pekerjaan dan menyeimbangkan kondisi sekarang dengan aktivitas nyata dan waktu untuk merefleksi dan merencanakan.

10.Masalah prioritas mendapatkan

perhatian pantas dan jelas serta memiliki informasi penting untuk memenuhi target waktu.

11.Karyawan mengerti sasaran dan

bertanggung jawab tentang mana yang ditangani sendiri atau bersama.

12.Memberi inisiatif kepada

karyawan yang disupervisi dan yakin bahwa mereka mampu menanganinya.

13.Membiarkan keputusan terakhir

ditangani karyawan dan

menghindar untuk mengerjakan tugas karyawan.

14.Menunjukkan keterikatan yang

sebenarnya terhadap pekerjaan dan memberikan bimbingan, pelatihan, dan otoritas yang mereka butuhkan untuk mengambil keputusan secara independen.

15.Secara reguler memberi jalan

untuk kualitas kerja terhadap karyawan.

16.Menggunakan delegasi untuk

membantu karyawan

mendapatkan keterampilan baru dan tumbuh di dalam organisasi.

Komitmen Personil (X2)

Komitmen adalah sebuah bentuk integrasi secara total dari seseorang terhadap sesuatu atau pekerjaan tertentu dengan melibatkan keseluruhan aspek diri. Dalam komitmen terdapat dua unsur pokok yaitu usaha dan


(22)

waktu, artinya komitmen itu tidak terjadi karena kata-kata dan perbuatan sementara. Usaha artinya komitmen diperlihatkan dengan sejumlah usaha yang tinggi dari seseorang untuk melaksanakan pekerjaan dan mempertahankan kualitas dari pekerjaan tersebut. Waktu artinya bahwa komitmen diukur oleh waktu yang dipergunakan oleh seseorang dalam memegang teguh amanah dengan tujuan yang hendak dicapai.

Tabel 3.2.

Oprasional Variabel Komitmen Personil

Dimensi Indikator Ukuran

a. Komitmen Afektif b. Komitmen Kontinyu c. Komitmen Normatif 1. Keinginan menghabiskan sisa karier kerja sebagai guru. 2. Siap menghadapi

permasalahan sekolah.

3. Menetap pada lembaga pendidikan walaupun resikonya terlalu besar. 4. Pertimbangan

pindah.

5. Kekacauan dan kerugian. 6. Tidak wajib

meninggalkan atasan.

1.Keinginan untuk menghabiskan sisa karier kerja sebagai guru 2.Ikatan emosional guru sebagai

bentuk keyakinan akan

keterikatannya dengan lembaga pendidikan.

3.Ikatan emosional dalam

menghadapi permasalahan yang dihadapi sekolah.

4.Keberatan untuk meninggalkan lembaga ini, karena resikonya terlalu besar.

5. Keinginan untuk

meninggalkan lembaga,

walaupun hanya sedikit pilihan sebagai bahan pertimbangan. 6. Kerugian atau kekacauan yang

akan terjadi apabila memutuskan untuk

meninggalkan lembaga ini. 7. Keyakinan yang kuat untuk

tetap loyal berada di lembaga ini.

8. Segan untuk pindah ke

lembaga lain setelah bekerja di lembaga pendidikan.

9. Tidak berkewajiban untuk meninggalkan atasan saya. 10 Kebanggaan yang anda rasakan

menjadi guru di lembaga pendidikan.


(23)

Produktivitas Kerja Guru (Y)

Produktivitas kerja dalam penelitian ini didefinisikan sebagai keseluruhan proses perencanaan, penataan, dan pendayagunaan sumber daya untuk merealisasikan tujuan pendidikan secara efektif dan efisien Produktivitas kerja pendidikan diharapkan lulusan akan lebih mampu menjadi tenaga kependidikan yang dapat mengemban tugasnya dengan baik. Pekerjaan yang dilaksanakan dengan baik, disertai dengan pendidikan dan keterampilan yang sesuai akan mendorong kemajuan setiap usaha, yang pada gilirannya akan meningkatkan pendapatan, baik perorangan, kelompok, maupun nasional.

Tabel 3.3

Oprasional Variabel Produktivitas Kerja

Dimensi Indikator Ukuran

a. Kinerja Pembelajaran b. Tanggung Jawab c. Pengembangan diri 1. Melakukan persiapan/rencana pembelajaran 2. Memahami dan menguasai sumber pembelajaran 3. Melaksanakan pembelajaran

4. Inovatif dalam

melakukan KBM

5. Menciptakan

iklim belajar yang kondusif

6. Membuat

metode penilaian 7. Ketaatan terhadap peraturan 8. Kontribusi terhadap hasil belajar 9. Kontribusi terhadap kemajuan sekolah 10. Meningkatkan pengetahuan

11. Aktif dalam

kegiatan kelompok guru

12. Tanggap

terhadap perubahan

1. Melakukan persiapan/rencana pembelajaran

2. Memahami dan menguasai teori, metode,

materi, media dan sumber pembelajaran dengan tepat.

3. Melaksanakan pembelajaran dengan

metode yang sesuai dengan karakteristik materi dan kondisi kelas.

4. Inovatif dalam melakukan KBM.

5. Menciptakan iklim belajar yang kondusif

6. Membuat metode penilaian siswa yang akurat

7. Ketaatan terhadap peraturan (kehadiran, jam belajar, etika)

8. Kontribusi terhadap hasil beajar dan pelayanan siswa

9. Kontribusi terhadap kemajuan sekolaj 10.Kontribusi dalam memelihara sarana,

prasarana dan fasilitas pembelajaran 11.Meningkatkan pengetahuan dan

keterampilan melalui pendidikan, penataran, dan seminar

12.Mengikuti kegiatan penelitian dan

penyusunan karya ilmiah

13.Aktif dalam kegiatan kelompok guru 14.Menjadi nara sumber dalam kegiatan

seminar/lokakarya

15.Tanggap terhadap perubahan dan kebutuhan masyarakat.


(24)

C. Populasi dan Sampel. - Populasi

Penelitian ini adalah penelitian survey. Populasi sasarannya adalah guru Sekolah Menengah Atas (SMA) di lingkungan Dinas Pendidikan dan Pengajaran Kabupaten Yapen Waropen-Papua, sebanyak 150 yang terdiri atas guru tetap (GT), dan guru tidak tetap(GTT). Sumber data P&P Yawa tahun 2009.

Tabel 3.4. Distribusi Populasi Penelitian

No Nama Sekolah Jumlah Guru

1 SMA Negeri 1 Serui 64

2 SMA Negeri 2 Serui 37

3 SMA PGRI Serui 17

4 SMA Onate Serui 22

5 SMA Unggulan Dawai 10

Jumlah 150

D. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner. Alasan penggunaan kuesioner sebagai alat pengumpul data adalah sebagai berikut :

2. Penulis dapat menghimpun data dalam waktu yang relatif singkat.

3. Penulis akan mendapat jawaban yang relatif seragam, sehingga memudahkan dalam pengolahan data.

4. Pengumpulan data akan lebih efisien ditinjau dari segi waktu, tenaga dan biaya.


(25)

Kuesioner dalam penelitian ini dikonstruksi dalam tiga jenis angket meliputi:

1. Angket tentang gaya kepemimpinan pendidikan berbasis budaya lokal. 2. Angket tentang komitmen personil

3. Angket tentang produktivitas kerja

Penyusunan angket yang digunakan dalam penelitian ini mengikuti langkah-langkah sebagai berikut:

1. Menyusun kisi-kisi angket, sebagaimana terlampir.

2. Merumuskan item-item pertanyaan dan alternatif jawaban. Angket yang digunakan merupakan angket tertutup dengan lima alternatif jawaban. 3. Menetapkan skala penilaian angket. Skala penilaian jawaban angket

yang digunakan adalah skala lima kategori model likert (Sugiyono,2002) tiap alternatif jawaban diberi skor yang terentang dari 1 sampai dengan 5. 4. Melakukan Uji Coba Angket.

Sebelum kegiatan pengumpulan data yang sebenarnya dilakukan, angket yang akan digunakan terlebih dahulu diujicobakan. Pelaksanaan uji coba ini dimaksud untuk mengetahui kekurangan-kekurangan pada item angket, berkaitan dengan redaksi, alternatif jawaban yang tersedia maupun maksud yang terkandung dalam pernyataan item angket tersebut.

Uji validitas angket dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui ketepatan dan kecermatan suatu skala alat ukur dalam melakukan fungsi ukurnya. Menurut Azwar (1992:5), suatu instrumen pengukuran dapat dikatakan mempunyai validitas yang tinggi apabila alat tersebut


(26)

menjalankan fungsi ukurnya, atau memberikan hasil ukur yang sesuai dengan maksud dilakukannya pengukuran tersebut.

Formula yang dugunakan untuk menguji validitas instrumen angket dalam penelitian ini adalah Pearson’s Coefficient of Correlation (Product Moment Coefficient) dari Karl Pearson.

Rumus :

( )(

)

( )

(

)

        −           − − =

− = = n i i i n i i i i n i i i n y y n i x n y x y x r

x

1 2 2 1 2 2 1

Sumber: Al-Rasyid, Harun, (2005). Statistika Sosial. Bandung Pascasarjana UNPAD

Uji reliabilitas angket dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui konsistensi dari instrumen angket sebagai alat ukur, sehingga hasil suatu pengukuran dapat dipercaya Azwar (1992:4) mengemukakan hasil pengukuran dapat dipercaya hanya apabila dalam beberapa kali pelaksanaan pengukuran terhadap kelompok subjek yang sama (homogen) diperoleh hasil yang relatif sama, selama aspek yang diukur dalam diri subjek memang belum berubah. Dalam hal ini, relatif sama berarti tetap adanya toleransi terhadap perbedaan-perbedaan kecil di antara hasil beberapa kali pengukuran.

Formula yang dipergunakan untuk menguji reliabilitas instrumen angket dalam penelitian ini adalah Koefisien Alfa (a) dari Cronbach(1951).


(27)

Rumus :

    

  

   

=

2

2

1

1 t

t n

k k r

σ σ

Sumber: Azwar Saefuddin (1992), Reliabiltas dan Validitas. Yogyakarta Penerbit Pustaka Pelajar

E. Rancangan Uji Hipotesis

Penelitian ini melakukan analisis hubungan kasual, yakni melihat mana pengaruh gaya kepemimpinan pendidikan berbasis budaya lokal, komitmen personil, terhadap produktivitas kerja. Untuk menganalisis hubungan kausal antara variabel bebas (ensogenous variable) dan variabel terikat (endogenous variable) dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan Path Analysis Models. Alasan digunakannya model analisis jalur tersebut, selain karena tujuan dari penelitian ini, untuk melihat sejauh mana pengaruh variabel exogenous terhadap variabel endogenous, adalah karena hubungan kausal antar variabel yang hendak diuji dibangun atas dasar kerangka teoritis tertentu yang mampu menjelaskan hubungan kausalitas antar variabel tersebut.

Keterangan :

X1 = Variabel gaya kepemimpinan pendidikan berbasis budaya lokal

X1

X2

Y Pyx1

Pyx2 Pyx1x2


(28)

X2 = Variabel Komitmen personil

Y = Variabel Produktivitas kerja guru

PX1X2 = Koefisien jalur variabel X1 dan X2 terhadap, menggambarkan

besarnya pengaruh langsung variabel X1 dan X2 terhadap Y

p

yx1 = Koefisien jalur variabel X1 terhadap Y menggambarkan besarnya

pengaruh langsung variabel X1 terhadap Y.

p

yx2 = Koefisien jalur variabek X2 terhadap Y menggambarkan besarnya

pengaruh langsung variabel X2 terhadap Y.

ε

Y

P = Koefisien jalur variabel residu ε terhadap Y, menggambarkan besarnya pengaruh langsung variabel residu ε terhadap Y.

ε = Variabel residu.

F. Teknik Pengolahan Data

Teknik pengolahan data dalam penelitian ini meliputi tiga hal sebagai berikut:

1. Perhitungan Persentase

Perhitungan persentase digunakan untuk mengetahui gambaran variabel penelitian, melalui perhitungan frekuensi skor jawaban responden pada setiap alternatif jawaban angket, sehingga diperoleh persentase jawaban setiap alternatif jawaban dari skor rata-rata.

Interpretasi skor rata-rata jawaban responden dalam penelitian ini menggunakan rumus interval sebagai berikut:


(29)

Panjang Kelas Interval =

sInterval BanyakKela

g n tan

Re

Sesuai dengan skor alternatif jawaban angket yang terentang dari 1 sampai dengan 5, banyak kelas interval ditentukan sebanyak 5 kelas, sehingga diperoleh panjang kelas interval sebagai berikut:

Panjang Kelas Interval = 0,8 5

1 5−

Berdasarkan perhitungan di atas, diperoleh skala penafsiran skor

rata-rata jawaban responden seperti tampak pada tabel berikut.

Tabel 3.5

Skala Penafsiran Rata-rata skor Jawaban Responden

Rentang Penafsiran

1,00 – 1,79 Sangat Tidak Baik/Sangat rendah 1,80 – 2,59 Tidak baik/Rendah

2,60 – 3,39 Cukup/Sedang 3,40 – 4,19 Baik/Tinggi

4,20 – 5,00 Sangat Baik/Sangat Tinggi

2. Uji Persyaratan Pengolahan Data

Uji persyaratan pengolahan data untuk uji hipotesis meliputi uji

normalitas, homogenitas, dan linieritas.

Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui kenormalan data. Uji

normalitas dalam penelitian ini menggunakan uji Liliefors (Sudjana,

1992:466).

Uji homogenitas, dilakukan untuk mengetahui apakah ada sampel

yang terpilih menjadi responden berasal dari kelompok yang sama. Dengan


(30)

homogen. Pengujian homogenitas dalam penelitian ini menggunakan uji Barlett (Sudjana, 1992:466).

Uji linieritas, dilakukan untuk mengetahui apakah hubungan antara variabel terikat dengan masing-masing variabel bebas bersifat linier. Uji linieritas dilakukan dengan uji kelinieran regresi (Sudjana, 1992:466).

3. Teknik Pengolahan Data untuk Uji Hipotesis

Teknik pengolahan data untuk uji hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini adalah Model Analisis Jalur (Path Analysis Models). Skala pengukuran semua variabel dalam penelitian ini adalah pengukuran pada skala ordinal. Untuk kepentingan analisis data dengan analisis jalur (Path Analysis) yang mensyaratkan tingkat pengukuran variabel sekurang-kurangnya interval, indeks pengukuran variabel ini ditingkatkan menjadi data dalam skala interval melalui method of successive intervals (Rasyid, 2005).

Teknik pengolahan data dengan menggunakan model Analisis Jalur mengikuti langkah kerja sebagai berikut:

a. Menggambar dengan jelas diagram jalur yang mencerminkan proposisi hipotetik yang diajukan, lengkap dengan persamaan strukturalnya.

b. Menghitung matriks korelasi antar variabel.

X1 X2 Y

R = 1

2 1x

x

r rx1y

1 rx2y 1


(31)

Formula untuk menghitung koefisien korelasi yang dicari adalah menggunakan Pearson;s Coefficient of Correlation (Product Moment Coefficient) dari Karl Pearson. Alasan penggunaan teknik koefisien korelasi dari Karl Pearson ini adalah karena variabel-variabel yang hendak dicari korelasinya memiliki skala pengukuran interval.

Rumus Pearson’s Coefficient of Correlation (Product Moment Coefficient):

( )( )

(

) ( )

[

2 2

]

[

(

2

) ( )

2

]

− − − = y y n x x n y x xy n rxy

(Sumber: Sudjana, 1996)

c. Menghitung matriks korelasi variable eksogenous.

            = 1 ... 1 2 ... 1 1 .... 2 1 1 xk rx xk rx x rx R

d. Menghitung matriks invers korelasi variabel eksogenous

            = − kk k k C C C C C C R ... ... ... ... 2 22 1 12 11 1

e. Menghitung semua koefisien jalur

i ux

x

p , dimana i = 1,2, ... k; melalui

rumus :                           =               k u u u k u u i u x x x x x x kk k k x x x x x x r r r C C C C C C p p p ... . ... ... ... ... 2 1

2 22 2

1 12 11


(32)

f. Menghitung besarnya pengaruh langsung, pengaruh tidak langsung serta pengaruh total variabel eksogenous terhadap variabel endogenous secara parsial, dengan rumus :

Besarnya pengaruh langsung variabel eksogenous terhadap variabel endogenous =

i ux

x p x

i ux

x p

Besarnya pengaruh tidak langsung variabel eksogenous terhadap variabel endogenous =

i ux

x p x

2 1x

x r x

i ux

x p

Besarnya pengaruh total variabel eksogenous terhadap variabel endogenous adalah penjumlahan besarnya pengaruh langsung dengan besarnya pengaruh tidak langsung =[

i ux

x p x

i ux x p ]+[ i ux x p x 2 1x x r x i ux x p ]. g. Menghitung R2 xu(x1,x2....xk), yaitu koefisien determinasi total X1,

X2...Xk terhadap Xu atau besarnya pengaruh variabel eksogenous secara

bersama-sama (gabungan) terhadap variabel endogenous dengan menggunakan rumus: ) ,... , ( 2 2 1 k

u x x x

x

R = (

1 x xu p 2 x xu

p ...

k ux x p )               k u u u x x x x x x r r r ...2 1

h. Menghitung besarnya variabel residu, yaitu variabel yang mempengaruhi variabel endogenous di luar variabel eksgenous, dengan rumus:

( k)

u

u x x x x

x R

P ε = 1− 2 1,2,...

i. Menguji kebermaknaan (test of significance) setiap koefisien jalur yang telah dihitung, dengan statistik uji yang digunakan adalah:


(33)

( )

(

)

1 1 2 1, 2....

1 − − − = k n C R P t ii x x x x x x k u u

(Sumber: Rasyid, 2005:10) Dengan:

i = 1,2, ...k

k= Banyaknya variable eksogenous dalam substruktur yang sedang diuji t = Mengikuti table distribusi t-student, dengan derajat bebas (degrees of freedom) n – k – i

Kriteria pengujian : Ditolak Ho jika nilai hitung lebih besar dari nilai table t –student. (

t

0 >

t

tabel (n-k-1))

j. Menguji kebermaknaan (test of significance) setiap koefisien jalur secara keseluruhan yang telah dihitung, dengan statistic uji yang digunakan adalah: ) 1 ( ) )( ( ) ,.... , ( 2 ,... , ( 2 2 1 2 1 k u k u x x x x x x x x R k R i k n F − − − =

(Sumber, Sitepu, 1994) Dengan :

i = 1,2, … k

k= Banyaknya variable eksogenous dalam substruktur yang sedang diuji F= Mengikuti table distribusi F – Snedecor, dengan derajat bebas (degrees of freedom) k dan n – 1

Kriteria pengujian : Ditolak Ho jika nilai hitung F lebih besar dari nilai table F. (Fo > Ftabel (k, n-k-1)).


(34)

k. Menguji perbedaan besarnya pengaruh masing-masing variable eksogenous terhadap variable endogenous, dengan statistic uji yang digunakan adalah:

1 ) )( 1

( 12 2 1

2

− − − =

k n

C R

p t

ii x x

x x

(sumber: Rasyid, 2005:11)

Kriterian pengujian: Ditolak Ho jika nilai hitung t lebih besar dari nilai tabel t – student. (

t

o >

t

tabel(n-k-1)).


(35)

BAB V

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

A. Kesimpulan

Beberapa kesimpulan yang dapat dikemukakan dari penelitian ini adalah sebagai berikut.

1) Produktivitas kerja guru SMA di Kabupaten Kepulauan Yapen, yang diukur melalui dimensi (1) kinerja pembelajaran, (2) tanggung jawab, dan (3) pengembangan diri, berada pada kategori tinggi. Hal ini ditunjukkan oleh skor rata-rata jawaban responden terhadap angket variable produktivitas kerja guru sebesar 3.56.

2) Gaya kepemimpinan pendidikan berbasis budaya local di Kabupaten Kepulauan Yapen, yang diukur melalui dimensi (1) gaya kepemimpinan, (2) kemampuan mengelola waktu, dan (3) kemampuan mendelegasikan tugas, berada pada kategori sedang. Hal ini ditunjukkan oleh skor rata-rata jawaban responden terhadap angket variable produktivitas kerja guru sebesar 3.35. 3) Komitmen personil pendidikan di Kabupaten Kepulauan Yapen, yang diukur

melalui dimensi (1) komitmen afektif, (2) komitmen kontinyu, dan (3) komitmen normatif, berada pada kategori tinggi. Hal ini ditunjukkan oleh skor rata-rata jawaban responden terhadap angket variable produktivitas kerja guru sebesar 3.71.

4) Terdapat pengaruh yang signifikan antara gaya kepemimpinan pendidikan berbasis budaya local terhadap produktivitas kerja guru SMA di kabupaten


(36)

Kepulauan Yapen. Besarnya pengaruh gaya kepemimpinan pendidikan berbasis budaya local terhadap produktivitas kerja guru SMA di kabupaten Kepulauan Yapen ditunjukkan oleh hasil penelitian bahwa gaya kepemimpinan pendidikan berbasis budaya local yang terdiri dari dimensi gaya kepemimpinan, kemampuan mengelola waktu dan kemampuan mendelegasikan tugas, membawa implikasi yang signifikan terhadap produktivitas kerja guru SMA di kabupaten Kepulauan Yapen. Namun demikian produktivitas kerja guru SMA di kabupaten Kepulauan Yapen ini tidak hanya dipengaruhi oleh gaya kepemimpinan pendidikan berbasis budaya local saja, ada factor lain (epsilon), selain komitmen personil, yang juga berpengaruh, yang tidak dikaji dalam penelitian ini.

5) Terdapat pengaruh yang signifikan antara komitmen personil terhadap produktivitas kerja guru SMA di kabupaten Kepulauan Yapen. Besarnya pengaruh komitmen personil terhadap produktivitas kerja guru SMA di kabupaten Kepulauan Yapen ditunjukkan oleh hasil penelitian bahwa komitmen personil yang terdiri dari dimensi komitmen afektif, komitmen kontinyu, dan komitmen normative, membawa implikasi yang signifikan terhadap produktivitas kerja guru SMA di kabupaten Kepulauan Yapen. Namun demikian produktivitas kerja guru SMA di kabupaten Kepulauan Yapen ini tidak hanya dipengaruhi oleh komitmen personil saja, ada factor lain (epsilon), selain gaya kepemimpinan pendidikan berbasis budaya local, yang juga berpengaruh, yang tidak dikaji dalam penelitian ini.


(37)

6) Terdapat pengaruh yang signifikan antara gaya kepemimpinan pendidikan berbasis budaya local dan komitmen personil terhadap produktivitas kerja guru SMA di kabupaten Kepulauan Yapen. Besarnya pengaruh gaya kepemimpinan pendidikan berbasis budaya local dan komitmen personil terhadap produktivitas kerja guru SMA di kabupaten Kepulauan Yapen ditunjukkan oleh hasil penelitian bahwa gaya kepemimpinan pendidikan berbasis budaya local yang terdiri dari dimensi gaya kepemimpinan, kemampuan mengelola waktu dan kemampuan mendelegasikan tugas, dan efektifitas komitmen personil yang terdiri dari dimensi komitmen afektif, komitmen kontinyu, dan komitmen normative, membawa implikasi yang signifikan terhadap produktivitas kerja guru SMA di kabupaten Kepulauan Yapen. Namun demikian produktivitas kerja guru SMA di kabupaten Kepulauan Yapen ini tidak hanya dipengaruhi oleh gaya kepemimpinan pendidikan berbasis budaya local dan komitmen personil saja, ada factor lain (epsilon), yang juga berpengaruh, yang tidak dikaji dalam penelitian ini.

B. Rekomendasi

Dengan berlandaskan pada uraian-uraian yang telah dikemukakan pada bagian terdahulu, maka dapat diajukan saran-saran sebagai berikut.

1. Berdasarkan dimensi yang dijadikan kajian pada variabel produktivitas kerja guru, dimensi pengembangan diri memiliki skor rata-rata terendah. Berdasarkan hal tersebut produktivitas kerja guru dapat ditingkatkan melalui kegiatan berikut (1) Meningkatkan pengetahuan dan keterampilan melalui


(38)

pendidikan, penataran, dan seminar, (2) Mengikuti kegiatan penelitian dan penyusunan karya ilmiah, (3) Aktif dalam kegiatan kelompok guru, (4) Menjadi nara sumber dalam kegiatan seminar/lokakarya, dan (5) Tanggap terhadap perubahan dan kebutuhan masyarakat. Temuan lain menunjukkan bahwa: Pertama, produktivitas kerja guru di SMA PGRI Serui memiliki skor rata-rata tertinggi dalam dimensi kinerja pembelajaran bila dibandingkan dengan SMA lainnya. Oleh karena itu SMA lain di kabupaten Kepulauan Yapen, selain SMA PGRI Serui harus lebih memperhatikan masalah produktivitas kerja dalam dimensi kinerja pembelajaran ini. Hal-hal yang perlu diperhatikan antara lain: menyusun program, menilai hasil belajar siswa dan kemampuan guru, mengumpulkan dan mengelola data sumber daya pendidikan, proses belajar mengajar dan, melaksanakan pembinaan kepada guru dan tenaga lainnya di sekolah, menyusun laporan evaluasi hasil belajar mengajar, melaksanakan pembinaan dan pengembangan, dan melakukakan evaluasi hasil peningkatan produktivitas kerja. Kedua produktivitas kerja guru di SMA PGRI Serui memiliki produktivitas kerja tertinggi dalam dimensi kinerja pembelajaran bila dibandingkan dengan SMA lainnya. Hal-hal yang perlu diperhatikan antara lain: Meningkatkan pengetahuan dan keterampilan melalui pendidikan, penataran, dan seminar, mengikuti kegiatan penelitian dan penyusunan karya ilmiah, aktif dalam kegiatan kelompok guru, menjadi nara sumber dalam kegiatan seminar/lokakarya, dan tanggap terhadap perubahan dan kebutuhan masyarakat. Ketiga, produktivitas kerja guru di SMA Unggulan Dawai, memiliki produktivitas kerja tertinggi dalam dimensi


(39)

tanggung jawab bila dibandingkan dengan SMA lainnya. Hal-hal yang perlu diperhatikan antara lain: Meningkatkan pengetahuan dan keterampilan melalui pendidikan, penataran, dan seminar, mengikuti kegiatan penelitian dan penyusunan karya ilmia, aktif dalam kegiatan kelompok guru, menjadi nara sumber dalam kegiatan seminar/lokakarya, dan tanggap terhadap perubahan dan kebutuhan masyarakat. Keempat, produktivitas kerja guru seluruh SMA di kabupaten Kepulauan Yapen memiliki produktivitas kerja terendah dalam dimensi pengembangan diri. Hal-hal yang perlu dan harus diperhatikan antara lain: Meningkatkan pengetahuan dan keterampilan melalui pendidikan, penataran, dan seminar, mengikuti kegiatan penelitian dan penyusunan karya ilmia, aktif dalam kegiatan kelompok guru, menjadi nara sumber dalam kegiatan seminar/lokakarya, dan tanggap terhadap perubahan dan kebutuhan masyarakat. Hal lain yang juga diperhatikan antara lain: hakekat pendidikan, kebijakan pengelolaan pendidikan, undang-undang system pendidikan nasional, pemahaman renstra dan propenas, dan kemajuan iptek.

2. Berdasarkan dimensi yang dijadikan kajian pada variabel gaya kepemimpinan pendidikan berbasis budaya lokal, dimensi kemampuan pemimpin dalam mengelola waktu memiliki skor rata-rata terendah. Berdasarkan hal tersebut gaya kepemimpinan pendidikan berbasis budaya lokal dapat ditingkatkan dengan lebih memperhatikan (1) Memiliki sistem penjadwalan, menghindari memberi reaksi atas tekanan waktu, dan menghindar berkonsentrasi pada fungsi khusus atau tipe permasalahan, (2) Menjadwalkan pekerjaan tertentu pada waktu khusus dan menggunakan waktu sisa untuk pengembangan diri,


(40)

(3) Mengontrol jumlah fragmentasi dan interupsi terhadap pekerjaan dan menyeimbangkan kondisi sekarang dengan aktivitas nyata dan waktu untuk merefleksi dan merencanakan, dan (4) Masalah prioritas mendapatkan perhatian pantas dan jelas serta memiliki informasi penting untuk memenuhi target waktu. Temuan lain menunjukkan bahwa: Pertama, gaya kepemimpinan pendidikan berbasis budaya lokal di SMA PGRI Serui memiliki gaya kepemimpinan pendidikan berbasis budaya lokal tertinggi pada dimensi kemampuan pemimpin dalam mendelegasikan tugas/wewenang bila dibandingkan dengan SMA lainnya. Oleh karena itu SMA lain di kabupaten Kepulauan Yapen, selain SMA PGRI Serui harus lebih memperhatikan masalah gaya kepemimpinan pendidikan berbasis budaya lokal dalam dimensi kemampuan pemimpin dalam mendelegasikan tugas/wewenang ini. Hal-hal yang perlu diperhatikan antara lain: menyusun program, menilai hasil belajar siswa dan kemampuan guru, mengumpulkan dan mengelola data sumber daya pendidikan, proses belajar mengajar dan sumber daya pendidikan, melaksanakan pembinaan kepada guru dan tenaga lainnya di sekolah, menyusun laporan evaluasi hasil pengawasan, melaksanakan pembinaan dan pengembangan, dan melaksanakan evaluasi hasil peningkatan produktivitas kerja.

3. Hasil temuan pada variabel komitmen personil sekolah menengah atas di kabupaten Kepulauan Yapen menunjukkan bahwa: Pertama, komitmen personil dalam dimensi komitmen kontinyu pada seluruh SMA di kabupaten


(41)

Kepulauan Yapen telah dilaksanakan dengan baik. Kedua, komitmen personil dalam dimensi komitmen afektif dan komitmen normatif pada SMA PGRI Serui telah dilaksanakan dengan baik daripada SMA lain di kabupaten Kepulauan Yapen. Oleh karena itu SMA lain di kabupaten Kepulauan Yapen, selain SMA PGRI Serui, harus lebih memperhatikan masalah komitmen afektif dan normatif ini. Hal-hal yang perlu diperhatikan antara lain: menyusun program, menilai hasil belajar siswa dan kemampuan guru, mengumpulkan dan mengelola data sumber daya pendidikan, proses belajar mengajar dan sumber daya pendidikan, melaksanakan pembinaan kepada guru dan tenaga lainnya di sekolah, menyusun laporan evaluasi hasil pengawasan, melaksanakan pembinaan dan pengembangan, dan melaksanakan evaluasi hasil peningkatan komitmen afektif dan normatif.

4. Hasil temuan dilihat dari variabel yang mempengaruhi produktivitas kerja guru berdasarkan pengujian hipotesis, variabel gaya kepemimpinan pendidikan berbasis budaya lokal memperoleh hasil terendah dibandingkan dengan variabel komitmen personil, sementara variabel komitmen personil memperoleh hasil tertinggi dibandingkan dengan variabel gaya kepemimpinan pendidikan berbasis budaya lokal. Hal ini menunjukkan bahwa dalam peningkatan produktivitas kerja guru SMA perlu memperhatikan gaya kepemimpinan pendidikan berbasis budaya lokal lebih sungguh-sungguh.


(1)

Kepulauan Yapen. Besarnya pengaruh gaya kepemimpinan pendidikan berbasis budaya local terhadap produktivitas kerja guru SMA di kabupaten Kepulauan Yapen ditunjukkan oleh hasil penelitian bahwa gaya kepemimpinan pendidikan berbasis budaya local yang terdiri dari dimensi gaya kepemimpinan, kemampuan mengelola waktu dan kemampuan mendelegasikan tugas, membawa implikasi yang signifikan terhadap produktivitas kerja guru SMA di kabupaten Kepulauan Yapen. Namun demikian produktivitas kerja guru SMA di kabupaten Kepulauan Yapen ini tidak hanya dipengaruhi oleh gaya kepemimpinan pendidikan berbasis budaya local saja, ada factor lain (epsilon), selain komitmen personil, yang juga berpengaruh, yang tidak dikaji dalam penelitian ini.

5) Terdapat pengaruh yang signifikan antara komitmen personil terhadap produktivitas kerja guru SMA di kabupaten Kepulauan Yapen. Besarnya pengaruh komitmen personil terhadap produktivitas kerja guru SMA di kabupaten Kepulauan Yapen ditunjukkan oleh hasil penelitian bahwa komitmen personil yang terdiri dari dimensi komitmen afektif, komitmen kontinyu, dan komitmen normative, membawa implikasi yang signifikan terhadap produktivitas kerja guru SMA di kabupaten Kepulauan Yapen. Namun demikian produktivitas kerja guru SMA di kabupaten Kepulauan Yapen ini tidak hanya dipengaruhi oleh komitmen personil saja, ada factor lain (epsilon), selain gaya kepemimpinan pendidikan berbasis budaya local, yang juga berpengaruh, yang tidak dikaji dalam penelitian ini.


(2)

6) Terdapat pengaruh yang signifikan antara gaya kepemimpinan pendidikan berbasis budaya local dan komitmen personil terhadap produktivitas kerja guru SMA di kabupaten Kepulauan Yapen. Besarnya pengaruh gaya kepemimpinan pendidikan berbasis budaya local dan komitmen personil terhadap produktivitas kerja guru SMA di kabupaten Kepulauan Yapen ditunjukkan oleh hasil penelitian bahwa gaya kepemimpinan pendidikan berbasis budaya local yang terdiri dari dimensi gaya kepemimpinan, kemampuan mengelola waktu dan kemampuan mendelegasikan tugas, dan efektifitas komitmen personil yang terdiri dari dimensi komitmen afektif, komitmen kontinyu, dan komitmen normative, membawa implikasi yang signifikan terhadap produktivitas kerja guru SMA di kabupaten Kepulauan Yapen. Namun demikian produktivitas kerja guru SMA di kabupaten Kepulauan Yapen ini tidak hanya dipengaruhi oleh gaya kepemimpinan pendidikan berbasis budaya local dan komitmen personil saja, ada factor lain (epsilon), yang juga berpengaruh, yang tidak dikaji dalam penelitian ini.

B. Rekomendasi

Dengan berlandaskan pada uraian-uraian yang telah dikemukakan pada bagian terdahulu, maka dapat diajukan saran-saran sebagai berikut.

1. Berdasarkan dimensi yang dijadikan kajian pada variabel produktivitas kerja guru, dimensi pengembangan diri memiliki skor rata-rata terendah. Berdasarkan hal tersebut produktivitas kerja guru dapat ditingkatkan melalui kegiatan berikut (1) Meningkatkan pengetahuan dan keterampilan melalui


(3)

pendidikan, penataran, dan seminar, (2) Mengikuti kegiatan penelitian dan penyusunan karya ilmiah, (3) Aktif dalam kegiatan kelompok guru, (4) Menjadi nara sumber dalam kegiatan seminar/lokakarya, dan (5) Tanggap terhadap perubahan dan kebutuhan masyarakat. Temuan lain menunjukkan bahwa: Pertama, produktivitas kerja guru di SMA PGRI Serui memiliki skor rata-rata tertinggi dalam dimensi kinerja pembelajaran bila dibandingkan dengan SMA lainnya. Oleh karena itu SMA lain di kabupaten Kepulauan Yapen, selain SMA PGRI Serui harus lebih memperhatikan masalah produktivitas kerja dalam dimensi kinerja pembelajaran ini. Hal-hal yang perlu diperhatikan antara lain: menyusun program, menilai hasil belajar siswa dan kemampuan guru, mengumpulkan dan mengelola data sumber daya pendidikan, proses belajar mengajar dan, melaksanakan pembinaan kepada guru dan tenaga lainnya di sekolah, menyusun laporan evaluasi hasil belajar mengajar, melaksanakan pembinaan dan pengembangan, dan melakukakan evaluasi hasil peningkatan produktivitas kerja. Kedua produktivitas kerja guru di SMA PGRI Serui memiliki produktivitas kerja tertinggi dalam dimensi kinerja pembelajaran bila dibandingkan dengan SMA lainnya. Hal-hal yang perlu diperhatikan antara lain: Meningkatkan pengetahuan dan keterampilan melalui pendidikan, penataran, dan seminar, mengikuti kegiatan penelitian dan penyusunan karya ilmiah, aktif dalam kegiatan kelompok guru, menjadi nara sumber dalam kegiatan seminar/lokakarya, dan tanggap terhadap perubahan dan kebutuhan masyarakat. Ketiga, produktivitas kerja guru di SMA Unggulan Dawai, memiliki produktivitas kerja tertinggi dalam dimensi


(4)

tanggung jawab bila dibandingkan dengan SMA lainnya. Hal-hal yang perlu diperhatikan antara lain: Meningkatkan pengetahuan dan keterampilan melalui pendidikan, penataran, dan seminar, mengikuti kegiatan penelitian dan penyusunan karya ilmia, aktif dalam kegiatan kelompok guru, menjadi nara sumber dalam kegiatan seminar/lokakarya, dan tanggap terhadap perubahan dan kebutuhan masyarakat. Keempat, produktivitas kerja guru seluruh SMA di kabupaten Kepulauan Yapen memiliki produktivitas kerja terendah dalam dimensi pengembangan diri. Hal-hal yang perlu dan harus diperhatikan antara lain: Meningkatkan pengetahuan dan keterampilan melalui pendidikan, penataran, dan seminar, mengikuti kegiatan penelitian dan penyusunan karya ilmia, aktif dalam kegiatan kelompok guru, menjadi nara sumber dalam kegiatan seminar/lokakarya, dan tanggap terhadap perubahan dan kebutuhan masyarakat. Hal lain yang juga diperhatikan antara lain: hakekat pendidikan, kebijakan pengelolaan pendidikan, undang-undang system pendidikan nasional, pemahaman renstra dan propenas, dan kemajuan iptek.

2. Berdasarkan dimensi yang dijadikan kajian pada variabel gaya kepemimpinan pendidikan berbasis budaya lokal, dimensi kemampuan pemimpin dalam mengelola waktu memiliki skor rata-rata terendah. Berdasarkan hal tersebut gaya kepemimpinan pendidikan berbasis budaya lokal dapat ditingkatkan dengan lebih memperhatikan (1) Memiliki sistem penjadwalan, menghindari memberi reaksi atas tekanan waktu, dan menghindar berkonsentrasi pada fungsi khusus atau tipe permasalahan, (2) Menjadwalkan pekerjaan tertentu pada waktu khusus dan menggunakan waktu sisa untuk pengembangan diri,


(5)

(3) Mengontrol jumlah fragmentasi dan interupsi terhadap pekerjaan dan menyeimbangkan kondisi sekarang dengan aktivitas nyata dan waktu untuk merefleksi dan merencanakan, dan (4) Masalah prioritas mendapatkan perhatian pantas dan jelas serta memiliki informasi penting untuk memenuhi target waktu. Temuan lain menunjukkan bahwa: Pertama, gaya kepemimpinan pendidikan berbasis budaya lokal di SMA PGRI Serui memiliki gaya kepemimpinan pendidikan berbasis budaya lokal tertinggi pada dimensi kemampuan pemimpin dalam mendelegasikan tugas/wewenang bila dibandingkan dengan SMA lainnya. Oleh karena itu SMA lain di kabupaten Kepulauan Yapen, selain SMA PGRI Serui harus lebih memperhatikan masalah gaya kepemimpinan pendidikan berbasis budaya lokal dalam dimensi kemampuan pemimpin dalam mendelegasikan tugas/wewenang ini. Hal-hal yang perlu diperhatikan antara lain: menyusun program, menilai hasil belajar siswa dan kemampuan guru, mengumpulkan dan mengelola data sumber daya pendidikan, proses belajar mengajar dan sumber daya pendidikan, melaksanakan pembinaan kepada guru dan tenaga lainnya di sekolah, menyusun laporan evaluasi hasil pengawasan, melaksanakan pembinaan dan pengembangan, dan melaksanakan evaluasi hasil peningkatan produktivitas kerja.

3. Hasil temuan pada variabel komitmen personil sekolah menengah atas di kabupaten Kepulauan Yapen menunjukkan bahwa: Pertama, komitmen personil dalam dimensi komitmen kontinyu pada seluruh SMA di kabupaten


(6)

Kepulauan Yapen telah dilaksanakan dengan baik. Kedua, komitmen personil dalam dimensi komitmen afektif dan komitmen normatif pada SMA PGRI Serui telah dilaksanakan dengan baik daripada SMA lain di kabupaten Kepulauan Yapen. Oleh karena itu SMA lain di kabupaten Kepulauan Yapen, selain SMA PGRI Serui, harus lebih memperhatikan masalah komitmen afektif dan normatif ini. Hal-hal yang perlu diperhatikan antara lain: menyusun program, menilai hasil belajar siswa dan kemampuan guru, mengumpulkan dan mengelola data sumber daya pendidikan, proses belajar mengajar dan sumber daya pendidikan, melaksanakan pembinaan kepada guru dan tenaga lainnya di sekolah, menyusun laporan evaluasi hasil pengawasan, melaksanakan pembinaan dan pengembangan, dan melaksanakan evaluasi hasil peningkatan komitmen afektif dan normatif.

4. Hasil temuan dilihat dari variabel yang mempengaruhi produktivitas kerja guru berdasarkan pengujian hipotesis, variabel gaya kepemimpinan pendidikan berbasis budaya lokal memperoleh hasil terendah dibandingkan dengan variabel komitmen personil, sementara variabel komitmen personil memperoleh hasil tertinggi dibandingkan dengan variabel gaya kepemimpinan pendidikan berbasis budaya lokal. Hal ini menunjukkan bahwa dalam peningkatan produktivitas kerja guru SMA perlu memperhatikan gaya kepemimpinan pendidikan berbasis budaya lokal lebih sungguh-sungguh.


Dokumen yang terkait

Hubungan pergaulan lingkungan sekolah dengan prestasi belajar siswa pada pelajaran IPS (studi penelitian di SMP Negeri 6 kota Tangerang Selatan)

0 9 131

PENGARUH LINGKUNGAN SEKOLAH DAN MOTIVASI BELAJAR SISWA TERHADAP PRESTASI BELAJAR EKONOMI SISWA Pengaruh Lingkungan Sekolah Dan Motivasi Belajar Siswa Terhadap Prestasi Belajar Ekonomi Siswa Kelas XI Ilmu Pengetahuan Sosial Sekolah Menengah Atas Negeri

0 2 18

PENGARUH LINGKUNGAN SEKOLAH DAN KEAKTIFAN SISWA TERHADAP PRESTASI BELAJAR SISWA PADA MATA PELAJARAN Pengaruh Lingkungan Sekolah Dan Keaktifan Siswa Terhadap Prestasi Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial Kelas VII Sekolah Menengah Per

0 1 18

PENGARUH LINGKUNGAN SEKOLAH DAN KEAKTIFAN SISWA TERHADAP PRESTASI BELAJAR SISWA PADA MATA PELAJARAN Pengaruh Lingkungan Sekolah Dan Keaktifan Siswa Terhadap Prestasi Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial Kelas VII Sekolah Menengah Per

0 1 14

PENGARUH KEAKTIFAN SISWA DALAM ORGANISASI DI SEKOLAH DAN GAYA BELAJAR SISWA TERHADAP PRESTASI BELAJAR Pengaruh Keaktifan Siswa dalam Organisasi di Sekolah dan Gaya Belajar Siswa terhadap Prestasi Belajar Matematika.

0 1 15

PENDAHULUAN Pengaruh Keaktifan Siswa dalam Organisasi di Sekolah dan Gaya Belajar Siswa terhadap Prestasi Belajar Matematika.

0 2 5

PENGARUH KEAKTIFAN ORGANISASI SISWA INTRA SEKOLAH DAN MINAT BELAJAR TERHADAP PRESTASI BELAJAR EKONOMI PADA Sekolah dan Minat Belajar Terhadap Prestasi Belajar Ekonomi Sekolah Menengah Atas Pada Siswa Negeri 1 Kayen Pati Tahun Ajaran 2012/2013.

0 1 19

PENGARUH KEAKTIFAN ORGANISASI SISWA INTRA SEKOLAH DAN MINAT BELAJAR TERHADAP PRESTASI BELAJAR EKONOMI PADA Sekolah dan Minat Belajar Terhadap Prestasi Belajar Ekonomi Sekolah Menengah Atas Pada Siswa Negeri 1 Kayen Pati Tahun Ajaran 2012/2013.

0 2 13

PENGARUH PEMANFAATAN PERPUSTAKAAN SEKOLAH DAN MOTIVASI BELAJAR SISWA TERHADAP PRESTASI BELAJAR SISWA.

5 13 46

PENGARUH SEKOLAH SEBAGAI ORGANISASI PEMBELAJARAN DAN KETERTARIKAN SISWA PADA SEKOLAH TERHADAP PENCAPAIAN PRESTASI BELAJAR SISWA.

0 0 44