DEIKSIS WACANA DAN SOSIAL PADA BUKU “MARMUT MERAH JAMBU” Deiksis Wacana Dan Sosial Dalam Buku “Marmut Merah Jambu” Karya Raditya Dika.

12

DEIKSIS WACANA DAN SOSIAL PADA BUKU
“MARMUT MERAH JAMBU”
KARYA RADITYA DIKA

NASKAH PUBLIKASI
Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan
Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1
Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia dan Daerah

Disusun Oleh :

TATIK TRI KUSUMA WARDANI
A 310070260

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2014

ABSTRAK

DEIKSIS WACANA DAN SOSIAL PADA BUKU
“MARMUT MERAH JAMBU”
KARYA RADITYA DIKA
Tatik Tri Kusuma Wardani, A310070260, Program Studi Pendidikan Bahasa,
Sastra Indonesia dan Daerah, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan,
Universitas Muhammadiyah Surakarta, 2011, 80 halaman.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan klasifikasi deiksis wacana
dalam buku “Marmut Merah Jambu” karya Raditya Dika dan mendeskripsikan
klasifikasi deiksis sosial dalam buku “Marmut Merah Jambu” karya Raditya Dika.
Teknik analisis data diarahkan untuk menjawab rumusan masalah atau menguji
hipotesis yang ada dalam penelitian tersebut Metode analisis data yang digunakan
dalam penelitian ini adalah metode padan. Metode padan yaitu metode yang alat
penentunya di luar, terlepas dan tidak menjadi bagian dari bahasa (langue) yang
bersangkutan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ada dua deiksis wacana yaitu
deiksis wacana anafora dan deiksis wacana katafora. Deiksis wacana anafora
adalah penunjukan kembali kepada sesuatu yang telah disebutkan sebelumnya dalam
wacana dengan pengulangan atau substitusi. Deiksis katafora yaitu penunjukan ke
sesuatu yang disebut kemudian. Selain itu peneliti juga menemukan deiksis sosial
yang terdiri atas (1) orang terkenal, (2) gelandangan (3) jabatan, (4) sifat,

(5)hubungan kekerabatan, (6) Penjahat. Orang terkenal misalnya artis, pengarang,
guru, produser, dan acara televisi. Gelandangan seperti gembelnista. Jabtan
misalnya ketua OSIS, Perdana Mentri dan Pejabat. Sifat seperti ganteng dan dongo.
Hubungan kekerabatan seperti Baby, Nyokap, Bapak, mantan pacar, Ahli waris, dan
teman. Penjahat seperti calo.
Kata Kunci: Deiksis wacana dan Deiksis sosial.

1

2

PENDAHULUAN
Kreativitas dan keterampilan seseorang semakin hari semakin meningkat. Hal ini
dapat disebabkan karena perkembangan ilmu pengetahuan dan juga tuntutan zaman.
Seperti sastrawan yang mampu menghasilkan berbagai karya sastra dengan karakteristik
bahasa yang berbeda-beda antara sastrawan yang satu dengan yang lainnya.

Manusia sebagai makhluk yang diciptakan berbeda dengan makhluk lainnya
dibekali dengan akal untuk berpikir. Kemampuan berpikir tersebut dilengkapi
dengan kemampuan berbahasa untuk mengungkapkan ide, gagasan, pikiran, dan

pesan atau kehendak berpikirnya kepada orang lain. Kemampuan berbahasa tersebut
sebagai refleksi kebutuhan manusia akan perlunya berinteraksi dengan yang lain.
Manusia memiliki potensi atau bekal kodrati (innate capacity) untuk mengusai
bahasa yang dominan di lingkungannya. Jika manusia tidak mempunyai kemampuan
berpikir, dapat dipastikan bahwa manusia tidak dapat berkomunikasi dengan
sesamanya. Hal ini tentunya membuat manusia tidak dapat berbahasa dan tingkah
lakunya dapat disamakan dengan binatang.
Kridalaksana (dalam Chaer, 2003: 32), bahasa adalah sistem lambang bunyi
yang arbitrer yang digunakan oleh para anggota kelompok sosial untuk bekerja sama,
berkomunikasi, dan mengidentifikasi diri. Bahasa merupakan salah satu milik
manusia yang tidak pernah lepas dari segala kegiatan dan gerak manusia sebagai
makhluk yang berbudaya dan bermasyarakat. Tidak ada kegiatan manusia yang tidak
disertai oleh bahasa.
Bahasa berfungsi sebagai alat mempererat antar manusia dalam komunitasnya,
dari komunitas kecil seperti keluarga, sampai komunitas besar seperti negara. Tanpa
bahasa tidak mungkin terjadi interaksi harmonis antar manusia, tidak terbayangkan
bagaimana bentuk kegiatan sosial antar manusia tanpa bahasa. Bahasa sebagai alat
komunikasi dapat diaplikasikan penggunaannya dalam buku Marmut Merah Jambu.
Di dalam karya sastra terdapat kesulitan untuk melakukan suatu komunikasi dengan
menggunakan bahasa tertentu apabila tidak terdapat sistem referensi atau deiksis.

Deiksis merupakan bagian dari ruang lingkup pragmatik. Wijana (2009: 1)
berpendapat bahwa pragmatik adalah cabang ilmu bahasa yang mempelajari struktur
bahasa secara eksternal yakni bagaimana satuan bahasa itu digunakan di dalam

3

komunikasi. Bidang kajian pragmatik meliputi deiksis (penunjukkan), praanggapan,
implikatur, tindak bahasa, dan analisis wacana.
Kajian deiksis menurut Cahyono (2002: 217) adalah suatu cara untuk mengacu
ke hakikat tertentu menggunakan bahasa yang hanya dapat ditafsirkan menurut
makna yang diacu oleh penutur dan dipengaruhi oleh situasi pembicaraan.
Sedangkan menurut Zamzani (2007: 19), deiksis adalah cabang pragmatik yang
mengkaji pergantian makna atau kalimat yang disebabkan oleh pergantian konteks.
Contoh:
1. Banyak jalan tol dibuat sekarang.
2. Sekarang lebih baik sedia jas hujan..
3. Jangan pergi sekarang.
Kata sekarang dalam contoh-contoh itu memiliki makna yang berbeda. Pada
contoh (1) sekarang dapat mengacu ke waktu selama lima tahun atau satu dasawarsa
dan sekarang pada contoh (2) mengacu ke waktu selama beberapa bulan, yaitu pada

saat musim hujan, sedangkan pada contoh (3) sekarang mengacu ke waktu beberapa
detik atau menit saja.
Deiksis ada beberapa macam. Hal ini dapat dilihat dari pendapat para pakar
yang membagi deiksis tersebut ada beberapa macam. Misalnya, menurut Nababan
(dalam Cahyono, 2002: 218) deiksis ada lima macam, deiksis orang (persona),
deiksis tempat, deiksis waktu, deiksis wacana, dan deiksis sosial. Meskipun terdapat
lima macam deiksis, peneliti lebih tertarik untuk membahas tentang deiksis persona
dan sosial, karena dalam buku Marmut Merah Jambu karya Raditya Dika peneliti,
banyak terdapat deiksis persona dan sosial.
Raditya Dika adalah seorang penulis dan juga blogger yang telah terkenal
dengan buku – bukunya yang bertema komedi. Raditya Dika (Dika Angkasaputra
Moerwani) (lahir di Jakarta, 28 Desember 1984; umur 26 tahun), akrab dipanggil
Radith, adalah seorang penulis asal Indonesia. Di Indonesia, Raditya Dika dikenal
sebagai penulis buku-buku jenaka. Tulisan-tulisan itu berasal dari blog pribadinya
yang kemudian dibukukan. Buku pertamanya berjudul Kambing Jantan masuk
kategori best seller Buku tersebut menampilkan kehidupan Dikung (Raditya Dika)
saat kuliah di Australia. Tulisan Radith bisa digolongkan sebagai genre baru kala ia

4


merilis buku pertamanya tersebut, memang belum banyak yang masuk ke dunia
tulisan komedi. Apalagi bergaya diari pribadi (personal essay).
Karya pertama yang mengangkat namanya adalah buku berjudul Kambing
Jantan: Sebuah Catatan Harian Pelajar Bodoh (2005). Buku ini menceritakan
kehidupan Radith ketika masih berkuliah di Adelaide, Australia. Cerita yang
dibawakan Radith adalah kisah-kisahnya sebagai pelajar Indonesia yang berkuliah di
luar negeri. Buku ini ditampilkan dalam format diary (buku harian). Pada tanggal 1
Juni 2010 Dika meluncurkan buku kelima-nya yang berjudul Marmut Merah Jambu.
Secara garis besar, buku ini menceritakan soal cinta dengan bagaimana memahami
apa itu cinta melalui introspeksi ke dalam pengalaman – pengalaman Raditya Dika
sendiri semenjak SMP sampai buku ini selesai ditulis dan tentu saja dengan khas
gaya komedinya yang lebih manis dan halus berbeda dengan buku sebelumnya.
Di buku yang kelima ini Dika telah mencoba memperbaiki kebiasaanya dalam
menggunakan kata- kata yang cenderung selengean, karena sebagian besar peminatnya adalah anak remaja. Jadi, penggunaan kata dalam buku ini lebih halus, namun
bukan berati kehilangan khasnya Dika. Lelucon – lelucon yang bisa mengocok perut
waktu membaca buku ini tetap ada.
Penelitian ini bertujuan untuk: 1) Mendiskripsikan klasifikasi deiksis wacana
dalam buku “Marmut Merah Jambu” karya Raditya Dika, 2) Mendiskripsikan
klasifikasi deiksis sosial dalam buku “Marmut Merah Jambu” karya Raditya Dika
METODE PENELITIAN

Jenis penelitian ini termasuk penelitian kualitatif yang bersifat deskriptif.
Penelitian ini bersifat deskriptif karena data yang diperoleh tidak dapat diterangkan
dalam bentuk bilangan atau angka statistik, peneliti memaparkan gambaran
mengenai situasi yang diteliti dalam bentuk uraian naratif.
Subjek dalam penelitian ini adalah klasifikasi deiksis wacana dan sosial. Objek
dalam penelitian ini adalah deiksis wacana dan sosial. Dari subjek dan objek tersebut
peneliti akan meneliti tentang klasifikasi deiksis wacana dan sosial dalam buku
Marmut Merah Jambu karya Raditya Dika. Data dalam penelitian ini berupa kata dan
frase yang termasuk dalam deiksis wacana dan sosial

5

Sumber data dalam penelitian ini berupa sumber data tertulis yang terdapat
dalam buku Marmut Merah Jambu karya Raditya Dika. Dari data dan sumber data
tersebut maka akan diketahui bentuk-bentuk deiksis wacana dan sosial serta cakupan
deiksis wacana dalam buku Marmut Merah Jambu karya Raditya Dika.
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu teknik
simak. Teknik simak merupakan teknik yang digunakan dalam penyediaan data
dengan cara peneliti melakukan penyimakan penggunaan bahasa (Mahsun,
2005:242). Dalam hal ini yang disimak adalah penggunaan bahasa yang berbentuk

kata dan frase yang terdapat dalaam buku Marmut Merah Jambu karya Raditya Dika.
Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
padan. Metode padan adalah metode yang alat penentunya di luar, terlepas dan tidak
menjadi bagian dari bahasa (langue) yang bersangkutan. Metode padan yang
digunakan dalam penelitian ini adalah sub jenis referensial.
Penyajian hasil analisis dalam penelitian ini menggunakan metode penyajian
informal. Metode penyajian informal adalah perumusan dengan kata-kata biasa
(Sudaryanto, 1993:145). Penerapan metode informal dalam menganalisis suatu
masalah yang pemecahannya menggunakan kata-kata biasa dan tidak menggunakan
angka-angka seperti dalam metode formal.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Deiksis Wacana
1. Deiksis wacana anafora
Deiksis wacana anafora ialah penunjukan kembali kepada sesuatu
yang telah disebutkan sebelumnya dalam wacana dengan pengulangan atau
substitusi. Dalam buku Marmut Merah Jambu ini terdapat beberapa deiksis
wacana anafora yang acuannya itu berbentuk -nya. Berikut beberapa contoh
analisis deiksis wacana anafora dalam buku Marmut Merah Jambu karya
Raditya Dika :

1) Aldi
Aldi merupakan tokoh yang sering diacu dalam deiksis wacana
anafora dan hal tersebut dapat kita lihat dalam kutipan di bawah ini:

6

a) Aldi lumayan ganteng, pembawaanya bagus namun, sayangnya, dia
dongo. (Raditya, 2010:1)
Dari kutipan di atas, terdapat dua deiksis wacana -nya yang terdapat pada
kata pembawaanya dan sayangnya yang mengacu pada kata sebelumnya
yaitu Aldi.
2) Widya
Widya merupakan salah satu tokoh yang sering diacu dalam deiksis
wacana anafora. Hal tersebut dapat di lihat dari kutipan dan analisis di
bawah ini:
a) Aldi tahu Widya pernah main beberapa iklan, rumahnya berjarak
sepuluh menit dari sekolah. (Raditya, 2010:3)
Dari kutipan di atas, terdapat deiksis wacana -nya pada kata rumahnya
yang mengacu pada kata sebelumnya yaitu Widya.
3) Indira

Indira juga merupakan nama yang diacu dalam deiksis wacana
anafora dengan acuan –nya ada buku Marmut Merah Jambu karya
Raditya Dika, berikut analisisnya :
a) Gue tahu nama panjang cewek yang gue taksir adalah Indira Sari
Putriningrum. Dia suka warna pink. Mantan pacarnya banyak banget,
dari mulai anak pejabat sampai anak bukan pejabat, sampai anak
pejabat yang bukan anak pejabat (nah lho, anak siapa dong?).
(Raditya, 2010:3)
Dari kutipan di atas, terdapat deiksis wacana –nya pada kata pacarnya
yang mengacu pada kata sebelumnya yaitu Indira.
4) Gamma
Gamma adalah tokoh yang diacu dalam deiksis wacana anafora
dengan acuan –nya ada buku Marmut Merah Jambu karya Raditya Dika,
berikut analisisnya :
“Nih,” kata Gamma, memberikan hasil karyanya. (Raditya, 2010:5)
Dari kutipan di atas, terdapat deiksis wacana pengacu -nya pada kata
karyanya yang mengacu pada kata sebelumnya yaitu Gamma.

7


5) Christopher
Meskipun tidak banyak diceritakan dalam buku Marmut Merah
Jambu, tokoh Cristopher juga diacu dalam deiksis wacana pengacu –nya.
Berikut analisisnya:
Christopher adalah anak yang sebenarnya sering main sama gue.
Rambutnya berponi acak – acakan, seperti Nirina Zubir jika rambutnya
habis dibakar orang. (Raditya, 2010:23)
Dari kutipan di atas, terdapat deiksis wacana -nya pada kata rambutnya
yang mengacu pada kata sebelumnya yaitu Christopher.

2. Deiksis wacana katafora
Deiksis wacana katafora ialah penunjukan ke sesuatu yang disebut
kemudian. Dalam buku Marmut Merah Jambu ini terdapat deiksis wacana
katafora. Berikut analisis deiksis wacana katafora dalam buku Marmut Merah
Jambu karya Raditya Dika :
1) Indira
Indira merupakan tokoh yang diacu dalam deiksis wacana katafora
pengacu –nya pada buku Marmut Merah Jambu. Berikut analisisnya:
Supaya mirip aslinya, gue bilang sama Gamma, “Bikin gambar Indira jadi
mirip dengan Lulu Tobing.” (Raditya, 2010:5)
Dari kutipan di atas, terdapat deiksis wacana -nya pada kata aslinya yang
mengacu pada kata berikutnya yaitu gambar Indira.
2) Aldi dan Widya
Aldi dan Widya merupakan tokoh yang diacu dalam deiksis wacana
katafora pengacu –nya pada buku Marmut Merah Jambu. Berikut
analisisnya:
Tapi bedanya, Aldi dan Widya bukan dua kapal yang berpapasan.
(Raditya, 2010:7)
Dari kutipan di atas, terdapat deiksis wacana -nya pada kata bedanya
yang mengacu pada kata berikutnya yaitu Aldi dan Widya.

8

B. Deiksis Sosial
Deiksis sosial adalah menunjukan atau mengungkapkan adanya
perbedaan-perbedaan kemasyarakatan yang terdapat di antara peran serta, yaitu
antara pembicara dan pendengar atau orang yang dituju. Hal itu terjadi
disebabkan adanya lingkungan bahasa.

Berikut analisis deiksis sosial

berdasarkan rujukannya dalam buku Marmut Merah Jambu karya Raditya Dika :
1. Orang terkenal
Orang terkenal adalah orang yang dikenal oleh masyarakat sesuai
dengan bidangnya masing-masing:
a. Artis
1) Widya
Orang yang jatuh cinta diam – diam tahu dengan detail semua
informasi orang yang dia taksir, walaupun mereka belum pernah
ketemu : Aldi tahu Widya pernah main beberapa iklan, rumahnya
berjarak sepuluh menit dari sekolah, dan dia selalu dijemput pulang
oleh bapaknya. (Raditya, 2010:3)
Widya berarti orang atau anak yang terkenal. Orang yang
bermain iklan di Televisi biasanya terkenal. Implikasinya dari orang
terkenal itu adalah pasti banyak yang menyukainya.
2) Nirina Zubir
Christopher adalah anak yang sebenarnya sering main sama gue.
Rambutnya berponi acak–acakan, seperti Nirina Zubir jika rambutnya
habis dibakar orang. (Raditya, 2010:23)
Nirina Zubir adalah seorang artis yang terkenal banyak orang
yang mengenalnya karena sering keluar di televisi dan mengikuti gaya
rambutnya yang berponi acak-acakan. Implikasinya Nirina Zubir
adalah artis terkenal yang rambutnya berponi acak-acakan sehingga
Cristopher mengikuti gaya rambut berponinya.
2. Gelandangan
Gembelnista
Gue bukanlah fashionista, gue mungkin lebih cocok disebut sebagai
gembelnista: gue berpakaian seperti gembel, dan gue nista. (Raditya,
2010:13)

9

Gembelnista adalah sebutan bagi orang yang suka berpakaian
seperti gembel. Gembel merupakan orang yang berpakaian awut-awutan.
Implikasi gembelnista adalah orang yang suka berpakaian awat-awutan atau
compang-camping.
3. Jabatan
Pejabat adalah seseorang yang mempunyai kedudukan tertentu
dalam bidangnya masing-masing.
a. Ketua OSIS
Klien pertama (dan terakhir) kita bernama Dora. Cewek sedikit gempal,
ketua OSIS. (Raditya, 2010:27)
Ketua OSIS adalah jabatan dalam organisasi di sekolahan dan
Dora seorang cewek gempal menjadi ketua OSIS di sekolahannya.
Implikasinya dora adalah ketua Osis di sekolahannya.

b. Mentri Perdagangan
Lalu gue berpikir, baca buku ekonomi, mencoba untuk menguraikan
apa sebenarnya penyebab naiknya harga tempe-tahu di awal 2008. Gue
menemukan jawabannya. Gue langsung menulis surat ke Menteri
Perdagangan saat itu. (Raditya, 2010:107)
Mentri Perdagangan adalah sebuah jabatan kementrian yang
mengurusi bidang ekonomi perdagangang. Implikasinya yang mengurusi
bidang ekonomi dan perdagangan dijabat oleh Mentri Perdagangan.
4. Kekerabatan
a. Baby
Kalimat yang dia hafalkan lumayan banyak banyak, dari mulai yang
standar, “Hai, nama gue Aldi” sampai yang paling gak banget, “Gue
Aldi, what’s up, baby? Ke mall yuk.” (Raditya, 2010:2)
Baby merupakan kata dari bahasa Inggris yang berarti bayi.
Dalam bahasa Indonesia terutama bahasa gaul baby digunakan untuk
menyapa orang yang disayang (keraba) Implikasinya orang yang
disayang biasanya di sapa dengan kata baby untuk menunjukkan
kekerabatan.

10

b. Nyokap
Lo tau apa yang nyokap lo bakal bilang kalau dia nemuin lo setengah
telanjang dengan kepala pecah? (Raditya, 2010:10)
Nyokap adalah kata saaan kekerabatan untuk seorang ibu, nyokap
sering digunakan anak-anak muda dalam bahasa gaul. Implikasinya
nyokap merupakan bahasa gaul untuk memanggil seorang ibu.
Hasil penelitian ini menunjukkan kesamaan dengan penelitian Zulaikha Tri
Wahyuningsih (2010) yang berjudul “Pemakaian Deiksis Sosial dalam Tajuk
Rencana Harian Kompas Edisi Januari-Februari 2010”. Persamaannya hasil
penelitian ini terdapat pada penemuan deiksis sosial yang menunjuk pada jabatan
yaitu Mentri. Meskipun persamaan dalam deiksis sosial pejabat, yaitu Mentri tetapi
penggolongannya berbeda. Dalam penelitian ini Mentri digolongkan dalam orang
terkenal yaitu jabatan, sedangkan dalam penelitian Zulaikha digolongkan dalam
deiksis sosial jabatan tanpa menggolongkan dalam golongan orang terkenal.

KESIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan analisis peneltian ini beberapa hal yang dapat disimpulkan dalam
penelitian ini.
Deiksis wacana anafora pengacu -nya menunjuk kembali kepada sesuatu yang
telah disebutkan sebelumnya dalam wacana dengan pengulangan atau substitusi.
Deiksis wacana katafora pengacu –nya menunjuk ke sesuatu yang disebut kemudian
Deiksis sosial dalam buku Marmut Merah Jambu karya Raditya Dika meliputi
(1) orang terkenal temuannya artis, pengarang, guru, produser, dan acara televisi. (2)
Gelandangan seperti gembel nista. (3) Jabatan temuannya ketua OSIS, Perdana
Mentri dan Pejabat. (4) Sifat seperti ganteng dan dongo. (5) Hubungan kekerabatan
seperti Baby, Nyokap, Bapak, mantan pacar, Ahli waris, dan teman. Dan (6) Penjahat
seperti calo
Berdasarkan kesimpulan di atas, maka dapat diberikan saran-saran sebagai
berikut.
Buku Marmut Merah Jambu karya Raditya Dika ini bemberikan kita gambaran
tentang pemakaian deiksis sosial yang sesuai dengan fungsinya yaitu mengganti kata

11

yang kurang sopan menjadi sopan ketika kita membaca atau mendengarnya.
Penulisnya yaitu Raditya Dika berharap kita bisa menerapkanya dalam kehidupan
sosial. Selain itu semoga dengan membaca penelitian inin kita juga bisa
membedakan deiksis wacana anafora dan katafora

DAFTAR PUSTAKA
Cahyono, Bambang Yudi. 2002. Kristal-kristal Ilmu Bahasa. Jakarta: Rineka cipta.
Dika, Raditya. 2010. Marmut Merah Jambu. Jakarta: Bukuné.
Mahsun. 2005. Metode Penelitian Bahasa. Jakarta: PT. Grafindo Persada.
Tarmiyati. 2008. Deiksis Persona dan Sosial dalam serial Abunawas Saduran Nur
Sultan Iskandar. Surakarta:UMS.
Wahyuningsih, Zulaikha Tri. 2010. Pemakaian Deiksis Sosial dalam Tajuk Rencana
Harian Kompas Edisi Januari-Februari 2010. Surakarta: UMS.
Wijana, I Dewa Putu. 2009. Analisis Wacana Pragmatik Kajian Teori dan Analisis.
Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.