Implikatur percakapan antar tokoh dalam Film Marmut Merah Jambu Karya Raditya Dika.

(1)

viii ABSTRAK

Niatri, Adven Desi. 2016. Implikatur Percakapan Antartokoh dalam Film Marmut Merah Jambu Karya Raditya Dika. Yogyakarta: PBSI, JPBS, FKIP, Sanata Dharma.

Penelitian ini bertujuan menjawab dua persoalan, yaitu 1) Jenis-jenis implikatur percakapan apa saja yang terdapat pada percakapan antartokoh dalam film Marmut Merah Jambu karya Raditya Dika? dan 2) Fungsi implikatur percakapan apa saja yang terdapat pada percakapan antartokoh dalam film Marmut Merah Jambu karya Raditya Dika?. Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa percakapan antartokoh dalam film Marmut Merah Jambu karya Raditya Dika.

Jenis penelitian yang peneliti saat ini lakukan adalah penelitian deskriptif kualitatif. Teknik pengumpulan data dilakukan peneliti dengan teknik simak dan catat. Peneliti menggunakan teori implikatur sebagai acuan utama melakukan analisis penelitian.

Hasil penelitian yang dilakukan peneliti adalah pertama, peneliti menemukan tiga jenis implikatur percakapan antartokoh dalam film Marmut Merah Jambu karya Raditya Dika. Implikatur percakapan tersebut, yaitu implikatur percakapan khusus (IPK), implikatur percakapan umum (IPU), dan implikatur percakapan berskala (IPB). Ketiga jenis implikatur percakapan tersebut masing-masing dibagi menjadi beberapa jenis sesuai ciri penanda dan wujud percakapannya.

Kedua, fungsi implikatur percakapan antartokoh dalam film Marmut Merah Jambu karya Raditya Dika secara umum adalah menunjukkan realita kehidupan remaja (SMA) kepada penonton. Fungsi implikatur percakapan secara lebih spesifik, yaitu pertama membangun pencitraan setiap tokoh (pemeran) dan menciptakan kelucuan sebagai pendukung adegan. Kedua, penyalur pesan dari penulis sekaligus sutradara Raditya Dika kepada penonton berupa nasihat-nasihat dan peringatan baik terkait kehidupan sehari-hari (khususnya remaja). Ketiga, implikatur percakapan berfungsi memperhalus tuturan untuk menarik simpati dan/atau meredam amarah mitra tutur.


(2)

ix ABSTRACT

Niatri, Adven Desi. 2016. Implicature of Conversation Interfigure in Raditya Dika’s Marmut Merah Jambu Movie. Yogyakarta: PBSI. JPBS. FKIP, Sanata Dharma.

The research has purpose to answer two questions, they are 1) What are the types of implicature of conversation interfigure in Raditya Dika’s Marmut Merah Jambu movie? 2) What are the functions of implicature of conversation interfigure in Raditya Dika’s Marmut Merah Jambu movie? The data of the research was taken from conversation interfigure in Raditya Dika’s Marmut Merah Jambu.

The types of the research was description-qualitative research since the data were collected by using note and listen technique. The researcher used implicature theory as the main reference to analyze the research.

The results of the research conducted by the researcher are: First, the researcher found three types of implicature of conversation interfigure Raditya Dika’s Marmut Merah Jambu movie. They are specific implicature of conversation, general implicature of conversation, and scaled implicature of conversation. Each of these types was divided into several types based on the meaning of the utterances and specific characteristic of the implicature of conversation. The third kind of implicature conversation are each divided into several types according markers caracteristic and shape the conversation.

Second, generally the function found in implicature of conversation interfigure in Raditya Dika’s Marmut Merah Jambu movie shows the real life occured adolescents in senior high school (SMA). Specifically, the function found in conversation of implicature: First, the implicature of conversation created characters image (actor) and humor to support the scene. Second, the implicature of conversation used to convey the messages which are advice and appeal for the daily life, in particular the adolescents’ life. The third function of conversational implicature refine the spceech to draw sympathy and/or quell anger hearer.


(3)

KARYA RADITYA DIKA

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia

Oleh:

Adven Desi Niatri 121224003

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA SASTRA INDONESIA JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA 2016


(4)

i

KARYA RADITYA DIKA

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia

Oleh:

Adven Desi Niatri 121224003

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA SASTRA INDONESIA JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA 2016


(5)

(6)

(7)

iv

MOTO

“Ketika kamu nyaris menyerah atas segala usaha dan perjuangan yang sudah

kamu lakukan, pertimbangkan bagaimana usaha dan perjuangan orang tuamu

untuk mengantarkanmu sampai di posisi saat ini. Kamu belum apa-apa

dibandingkan mereka, lagipula Tuhan tidak pernah mati rasa sehingga

mengabaikan setiap usaha umat-Nya”


(8)

v

HALAMAN PERSEMBAHAN

Skripsi ini penulis persembahkan bagi:

1. Tuhan Yesus Kristus yang selalu menyertai, memberi kekuatan, perlindungan, dan segala sesuatu yang penulis butuhkan dalam kondisi apapun.

2. Kedua orang tua tersayang, Bapak Antonius Untung dan Ibu Yuliana Sutiem yang selalu memberi dukungan, kasih sayang, semangat, doa, dan perhatian dalam berbagai bentuk. Orang tua yang telah susah payah bertani untuk membiayai kuliah dan biaya hidup saya.

3. Kedua kakak saya, Daniel Eko M. dan Eni Dwi Susanti yang mengajarkan saya kedewasaan.

4. Adik keponakan saya Bima Erlangga Pratama dan Rafael Elko Seraf yang memotivasi saya untuk selalu semangat kuliah agar dapat membiayai sekolah mereka di masa mendatang.


(9)

(10)

(11)

viii ABSTRAK

Niatri, Adven Desi. 2016. Implikatur Percakapan Antartokoh dalam Film Marmut Merah Jambu Karya Raditya Dika. Yogyakarta: PBSI, JPBS, FKIP, Sanata Dharma.

Penelitian ini bertujuan menjawab dua persoalan, yaitu 1) Jenis-jenis implikatur percakapan apa saja yang terdapat pada percakapan antartokoh dalam film Marmut Merah Jambu karya Raditya Dika? dan 2) Fungsi implikatur percakapan apa saja yang terdapat pada percakapan antartokoh dalam film Marmut Merah Jambu karya Raditya Dika?. Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa percakapan antartokoh dalam film Marmut Merah Jambukarya Raditya Dika.

Jenis penelitian yang peneliti saat ini lakukan adalah penelitian deskriptif kualitatif. Teknik pengumpulan data dilakukan peneliti dengan teknik simak dan catat. Peneliti menggunakan teori implikatur sebagai acuan utama melakukan analisis penelitian.

Hasil penelitian yang dilakukan peneliti adalah pertama,peneliti menemukan tiga jenis implikatur percakapan antartokoh dalam film Marmut Merah Jambu karya Raditya Dika. Implikatur percakapan tersebut, yaitu implikatur percakapan khusus (IPK), implikatur percakapan umum (IPU), dan implikatur percakapan berskala (IPB). Ketiga jenis implikatur percakapan tersebut masing-masing dibagi menjadi beberapa jenis sesuai ciri penanda dan wujud percakapannya.

Kedua, fungsi implikatur percakapan antartokoh dalam film Marmut Merah Jambu karya Raditya Dika secara umum adalah menunjukkan realita kehidupan remaja (SMA) kepada penonton. Fungsi implikatur percakapan secara lebih spesifik, yaitu pertama membangun pencitraan setiap tokoh (pemeran) dan menciptakan kelucuan sebagai pendukung adegan. Kedua, penyalur pesan dari penulis sekaligus sutradara Raditya Dika kepada penonton berupa nasihat-nasihat dan peringatan baik terkait kehidupan sehari-hari (khususnya remaja). Ketiga, implikatur percakapan berfungsi memperhalus tuturan untuk menarik simpati dan/atau meredam amarah mitra tutur.


(12)

ix

ABSTRACT

Niatri, Adven Desi. 2016. Implicature of Conversation Interfigure in Raditya Dika’s Marmut Merah Jambu Movie. Yogyakarta: PBSI. JPBS. FKIP, Sanata Dharma.

The research has purpose to answer two questions, they are 1) What are the types of implicature of conversation interfigure in Raditya Dika’s Marmut Merah Jambu movie? 2) What are the functions of implicature of conversation interfigure in Raditya Dika’s Marmut Merah Jambu movie? The data of the research was taken from conversation interfigure in Raditya Dika’s Marmut Merah Jambu.

The types of the research was description-qualitative research since the data were collected by using note and listen technique. The researcher used implicature theory as the main reference to analyze the research.

The results of the research conducted by the researcher are: First, the researcher found three types of implicature of conversation interfigure Raditya Dika’s Marmut Merah Jambu movie. They are specific implicature of conversation, general implicature of conversation, and scaled implicature of conversation. Each of these types was divided into several types based on the meaning of the utterances and specific characteristic of the implicature of conversation. The third kind of implicature conversation are each divided into several types according markers caracteristic and shape the conversation.

Second, generally the function found in implicature of conversation interfigure in Raditya Dika’s Marmut Merah Jambu movie shows the real life occured adolescents in senior high school (SMA). Specifically, the function found in conversation of implicature: First, the implicature of conversation created characters image (actor) and humor to support the scene. Second, the implicature of conversation used to convey the messages which are advice and appeal for the daily life, in particular the adolescents’ life. The third function of conversational implicature refine the spceech to draw sympathy and/or quell anger hearer.


(13)

x

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya panjatkan untuk Tuhan Yesus Kristus karena berkat kasih dan karunia-Nya saya dapat menyelesaikan skripsi saya yang berjudul Implikatur Percakapan Antartokoh dalam Film Marmut Merah Jambu Karya Raditya Dika. Skripsi ini saya ajukan kepada Universitas Sanata Dharma, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Jurusan Pendidikan dan Seni, Program Studi Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia untuk memenuhi syarat memperoleh gelar Sarjana Pendidikan.

Sebagai tulisan ilmiah, penulis tidak dapat menyusun dan menyelesaikan tulisan ini tanpa bantuan dari banyak pihak. Maka penulis sangat mengucapkan terima kasih kepada:

1. Rohandi, Ph.D., selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma.

2. Dr. Yuliana Setiyaningsih, M.Pd. selaku Ketua Prodi PBSI yang membantu kelancaran penyelesaian skripsi saya.

3. Prof. Dr. Pranowo, M.Pd. selaku dosen pembimbing yang membantu dan mengarahkan saya dalam menyusun dan menyelesaikan karya ilmiah/skripsi saya ini.

4. Dr. Y. Karmin, M.Pd. yang berperan sebagai penyidik yang mengevaluasi serta melakukan pengecekan terhadap kredibilitas kajian objek dalam skripsi saya. 5. Robertus Marsidiq selaku staf sekretariat Program Studi PBSI yang turut

membantu kelancaran penyelesaian penyusunan skripsi saya.

6. Kedua orang tua tersayang, Bapak Antonius Untung dan Ibu Yuliana Sutiem yang selalu memberi saya dukungan, kasih sayang, semangat, doa, dan perhatian dalam berbagai bentuk. Orang tua yang telah susah payah bertani untuk membiayai kuliah dan biaya hidup saya.

7. Kedua kakak saya, Daniel Eko M. dan Eni Dwi Susanti yang mengajarkan saya kedewasaan.


(14)

(15)

xii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

LEMBAR PENGESAHAN ... iii

MOTO ... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... vii

ABSTRAK ... viii

ABSTRACT ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 5

C. Tujuan Penelitian ... 6

D. Manfaat Penelitian ... 6

E. Batasan Istilah ... 7

F. Sistematika Penyajian ... 8

BAB II LANDASAN TEORI ... 10

A. Penelitian Terdahulu yang Relevan ... 10

B. Kajian Teori ... 12

1. Pragmatik ... 12

2. Implikatur... 14

3. Fungsi Implikatur ... 24

4. Konteks ... 26

5. Film ... 29


(16)

xiii

C. Kerangka Berpikir ... 31

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 32

A. Jenis Penelitian ... 32

B. Sumber Data dan Penelitian ... 33

C. Teknik Pengumpulan Data... 33

D. Instrumen Penelitian ... 34

E. Teknik Analisis Data ... 34

F. Triangulasi... 35

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN... 36

A. Sinopsis Film Marmut Merah JambuKarya Raditya Dika ... 36

B. Deskripsi Data ... 40

C. Hasil Analisis Data ... 40

1. Jenis-jenis Implikatur Percakapan ... 41

1.1 Implikatur Percakapan Khusus (IPK) ... 41

1.2 Implikatur Percakapan Umum (IPU) ... 58

1.3 Implikatur Percakapan Berskala (IPB) ... 71

2. Fungsi Implikatur Percakapan ... 78

2.1 Fungsi Implikatur Percakapan Khusus (IPK) ... 79

2.2 Fungsi Implikatur Percakapan Umum (IPU) ... 87

2.3 Fungsi Implikatur Percakapan Berskala (IPB) ... 92

D. Pembahasan ... 95

1. Jenis-jenis Implikatur Percakapan... 95

2. Fungsi Implikatur Percakapan ... 103

BAB V PENUTUP... 106

A. Kesimpulan ... 106

B. Saran ... 107


(17)

xiv

LAMPIRAN ... 111 A. Tabel Analisis Implikatur Percakapan Antartokoh

dalam Film Marmut Merah JambuKarya Raditya Dika ... 112 B. Tabel Jenis Implikatur Percakapan Antartokoh

dalam Film Marmut Merah JambuKarya Raditya Dika ... 128 C. Tabel Transkip Percakapan Antartokoh

dalam Film Marmut Merah JambuKarya Raditya Dika ... 137 BIODATA PENULIS ... 165


(18)

1 BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Manusia merupakan makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri. Manusia selalu membutuhkan manusia lainnya untuk saling bertahan hidup. Terjalin hubungan simbiosis mutualisme antarmanusia, artinya hubungan tersebut saling menguntungkan satu sama lain. Salah satu hubungan antarmanusia yang paling nyata dan tidak dapat dipungkiri keberadaanya adalah hubungan sosial. Hubungan sosial yang terjalin antarmanusia ditandai dalam bentuk interaksi satu sama lain.

Interaksi antarmanusia dapat terjalin dengan baik karena adanya komunikasi yang saling dimengerti antara mereka. Salah satu alat yang digunakan dalam berkomunkasi adalah bahasa. Menurut Chaer (2011 : 1) bahasa sebagai suatu sistem berupa lambang bunyi, bersifat arbitrer, digunakan oleh suatu masyarakat tutur untuk bekerja sama, berkomunikasi, dan mendefinisikan diri. Oleh karena itu, bahasa tidak dapat dilepaskan dari kehidupan manusia. Pergantian zaman tidak pula mengubah fungsi bahasa sebagai alat komunikasi antara manusia dengan manusia lainnya.

Mengingat pentingnya bahasa sebagai alat komunikasi, maka pembelajaran yang berkaitan dengan bahasa tidak pernah mencapai titik akhir. Bahasa sendiri dapat dipelajari dengan berbagai hal dan cara. Salah satu


(19)

cabang ilmu yang mempelajari tentang bahasa untuk berkomunikasi adalah pragmatik (Nadar, 2009: 2). Pragmatik termasuk ke dalam cabang ilmu

linguistik yang masih baru. Kendati demikian, banyak hal-hal menarik berhubungan dengan bahasa yang dapat dipelajari melalui kajian pragmatik ini.

Penggunaan bahasa sebagai alat komunikasi dapat dipelajari secara formal maupun informal. Secara formal penggunaan bahasa dapat dipelajari melalui dunia pendidikan. Secara informal salah satu cara yang dapat digunakan untuk mempelajari penggunaan bahasa adalah dengan memanfaatkan media audio

visual. Melalui media audio visual penggunaan bahasa secara verbal maupun

non verbal dapat dilihat secara langsung.

Film termasuk salah satu media audio visual yang dapat digunakan untuk pembelajaran penggunaan bahasa. Film adalah lakon (cerita) gambar hidup (KBBI, 2008: 392). Gambar hidup tersebut merupakan salah satu bentuk hiburan yang di dalamnya menggunakan bahasa sebagai alat komunikasi. Terdapat ragam tuturan langsung maupun tidak langsung dari para tokohnya. Tuturan tersebut disajikan dalam suatu adegan yang disertai gerakan-gerakan setiap lakonnya.

Penggunaan film sebagai salah satu media audio-visual yang dianggap tepat untuk pembelajaran penggunaan bahasa didasari beberapa fakta. Fakta bahwa manusia merupakan makhluk sosial yang cenderung lebih mudah meniru dan terpengaruh akan hal yang dapat terdengar dan terlihat (audio visual). Fakta lain menunjukkan bahwa bahasa yang digunakan dalam suatu


(20)

tanyangan film dapat menyumbangkan/menciptakan “bahasa baru”. Bahasa-bahasa baru ini kemudian ditiru dan diteruskan antarmanusia sebagai bentuk tuturan dalam berkomunikasi. Namun, bahasa baru tersebut kebanyakan tidak sesuai dengan aturan kebahasaan yang benar. Misalkan penggunaan kata “alay, kepo, dan kamseupai” yang maknanya tidak terdapat dalam KBBI. Penggunaan kata-kata tersebut sudah lazim digunakan dalam komunikasi sehari-hari. Penutur dan mitra tutur yang terlibat dalam komunikasi acap kali menganggap kata “alay” mengandung makna melebih-lebihkan atau berlebihan, kepo mengandung makna terlalu ingin tahu sedangkan kamseupai

mengandung makna umpatan terhadap orang yang dianggap kampungan. Pemaparan di atas menunjukkan bahwa film sedikit banyaknya membawa pengaruh terhadap penggunaan bahasa dalam berkomunikasi. Bahasa merupakan cermin kepribadian seseorang. Bahkan, bahasa merupakan cermin kepribadian bangsa. Artinya, melalui bahasa (yang digunakan) seseorang atau suatu bangsa dapat diketahui kepribadiannya. Kita akan sulit mengukur apakah sesorang memiliki kepribadian baik atau buruk jika mereka tidak mengungkapkan pikiran atau bahasanya melalui tindak bahasa (baik verbal maupun nonverbal) (Pranowo, 2009: 3). Hal tersebut menjadi salah satu pemicu ketertarikan peneliti untuk menjadikan film sebagai objek penelitiannya.

Suatu film disajikan oleh seorang sutradara tentu di dalamnya terkandung sebuah pesan. Pesan tersebut tidak lantas ditunjukan secara gamblangkepada penonton, melainkan disajikan dalam bentuk makna tersirat melalui setiap


(21)

percakapan antartokoh di dalamnya. Makna tersirat tersebut bertujuan memberikan pesan-pesan positif atau amanat yang baik bagi setiap penontonnya. Faktanya, tidak semua orang dapat menangkap makna-makna tersirat yang dimaksudkan oleh orang lain. Demikian halnya di dalam berkomunikasi, terdapat makna-makna tersirat berupa ujaran yang tidak sesuai dengan makna kata yang diucapkan si penutur kepada mitra tutur. Hal inilah yang terkadang menimbulkan kesalahpahaman dalam berkomunikasi antarmanusia. Apa yang dimaksudkan si penutur berbeda dengan apa yang ditangkap oleh mitra tuturnya.

Bentuk percakapan antartokoh yang mengandung makna tersirat berarti makna percakapan itu berada di luar struktur bahasanya. Pada kondisi seperti itulah peran ilmu pragmatik yaitu implikatur percakapan dipakai untuk membuka makna tersirat. Grice melalui Nababan (1987: 28) menegaskan

bahwa konsep implikatur dipakai untuk menerangkan perbedaan yang sering terdapat antara “apa yang diucapkan” dengan “apa yang diimplikasi”. Selain itu, pendapat lain datang dari Levinson (Nadar, 2009: 61) yang menyebut

implikatur sebagai salah satu gagasan atau pemikiran terpenting dalam pragmatik (one of the single most important ideas in pragmatics). Berdasarkan pemamaparan tersebut, tidak salah jika analisis implikatur dapat digunakan untuk mengetahui makna-makna tersirat yang terkandung dalam suatu film.

Peneliti memutuskan memilih film Marmut Merah Jambu Karya Raditya Dika sebagai objek penelitiannya. Film ini merupakan salah satu film dengan


(22)

Film ini menyajikan kisah berdasarkan realitas sosial yang sering dialami anak muda. Kendati demikian, film ini tidak menyajikan ekspose seksual seperti kebanyakan film anak muda saat ini. Terdapat percakapan-percakapan antartokohnya yang mengandung makna tersirat sehingga mampu mengundang gelak tawa penontonya. Penonton dapat terhibur dan tertawa bukan karena adegan fulgar atau adanya ekspose seksual melainkan sungguh karena penggunaan bahasa dalam percakapan antartokohnya. Selain itu, Film

Marmut Merah Jambu karya Raditya Dika diperankan sendiri oleh Raditya Dika (sebagai pemeran utama) yang sekaligus merupakan sutradara dan penulis naskah film ini. Hal ini tentu menambah kematangan penyampaian maksud/makna tersirat yang hendak disampaikan Raditya Dika kepada penonton melalui filmnya. Oleh karena itu, peneliti menjadikan film ini sebagai objek penelitiannya dengan menggunakan kajian pragmatik khususnya terkait implikatur percakapan.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang sudah diuraikan di atas, rumusan masalah penelitiannya adalah sebagai berikut:

1. Jenis-jenis implikatur percakapan apa saja yang terdapat pada percakapan antartokoh dalam film Marmut Merah Jambukarya Raditya Dika?

2. Fungsi implikatur percakapan apa saja yang terdapat pada percakapan antartokoh dalam film Marmut Merah Jambukarya Raditya Dika?


(23)

C. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan latar belakang dan rumusan masalah di atas, tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Mendeskripsikan jenis-jenis implikatur percakapan antartokoh dalam film

Marmut Merah Jambukarya Raditya Dika.

2. Mendeskripsikan fungsi implikatur percakapan antartokoh dalam film

Marmut Merah Jambukarya Raditya Dika.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian mengenai analisis implikatur (makna tersirat) pada percakapan antartokoh dalam film Marmut Merah Jambu karya Raditya Dika ini diharapkan dapat memberikan banyak manfaat, antara lain:

1. Menambah koleksi penelitian yang berkaitan dengan kajian pragmatik, khususnya tentang implikatur percakapan antartokoh dalam suatu film. 2. Memberikan sumbangan pengetahuan mengenai pragmatik dan implikatur

melalui teori-teori yang digunakan.

3. Memberikan sumbangan pengetahuan tentang jenis implikatur percakapan dan fungsinya.

4. Menjadi referensi dan pertimbangan bagi peneliti selanjutnya agar hasil penelitiannya lebih sempurna dan berkembang.

5. Menambah wawasan pembaca untuk lebih mudah menangkap makna atau pesan tersirat yang hendak disampaikan dalam suatu film.


(24)

E. Batasan Istilah 1. Pragmatik

Pragmatik merupakan cabang ilmu linguistik yang mempelajari bahasa yang digunakan untuk berkomunikasi dalam situasi tertentu (Nadar, 2009:

2).

2. Implikatur

Implikatur berarti sesuatu yang diimplikasikan. Menurut Mey (dalam

Nadar, 2009: 60) implikatur “implicature” berasal dari kata kerja to imply

sedangkan kata bendanya adalah implication. Kata kerja ini berasal dari bahasa Latin plicare yang berarti to fold “melipat”, sehingga untuk mengerti apa yang dilipat atau yang disimpan tersebut haruslah dilakukan dengan cara membukanya. Dalam rangka memahami apa yang dimaksudkan oleh seorang penutur, lawan tutur harus selalu melakukan interpretasi pada tuturan-tuturannya.

3. Fungsi Implikatur

Implikatur memberikan penjelasan eksplisit tentang cara bagaimana dapat mengimplikasikan lebih banyak dari apa yang dituturkan “provides some explicit account of how it is possible to mean more than what is actually said” (Nadar, 2009: 61).

4. Konteks

Istilah “konteks” didefinisikan oleh Mey (dalam Nadar, 2009: 3-4) sebagai

the surroundings, in the widest sense, that enable the participants in the communication process to interact, and that make the linguistic


(25)

expressions of the their interaction intelligible (“situasi lingkungan dalam arti luas yang memungkinkan peserta pertuturan untuk dapat berinteraksi, dan yang membuat ujaran mereka dapat dipahami”).

5. Film

Film adalah lakon (cerita) gambar hidup (KBBI, 2008: 392). Film merupakan gambar hidup yang sering juga disebut movie. Film secara kolektif sering disebut sinema. Gambar hidup adalah bentuk seni, bentuk popular dari hiburan, dan juga bisnis. Film adalah teks yang memuat serangkaian citra fotografi yang mengakibatkan adanya ilusi gerak dan tindakan dalam kehidupan nyata (Danesi, 2010: 134).

6. Tokoh

Tokoh adalah pelaku dalam cerita (Nurgiyanto, 2005: 165).

F. Sistematika Penyajian

Penulisan penelitian ini terdiri dari lima bagian utama, yaitu: Bab I Pendahuluan, Bab II Landasan Teori, Bab III Metodologi Penelitian, Bab IV Pembahasan, dan Bab V Penutup.

Bab I Pendahuluan

Bab pendahuluan terdiri dari latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, batasan istilah, dan sistematika penyajian. Bab II Landasan Teori

Landasan teori terdiri dari penelitian-penelitia yang relevan dan kajian teori. Bab ini akan memuat teori-teori yang digunakan dalam penelitian.


(26)

Bab III Metodologi Penelitian

Metodologi penelitian terdiri dari jenis penelitian, sumber data dan data penelitian, instrumen penelitian, teknik pengumpulkan data, teknik analisis data dan triangulasi.

Bab IV Pembahasan

Pembahasan berisi hasil penelitian yang dibahas dengan analisis. Bab V

Penutup terdiri dari kesimpulan dan saran. Kesimpulan diperoleh dari hasil pembahasan terhadap analisis data. Kesimpulan inilah yang akan menjadi hasil penelitian ini, sedangkan saran diperlukan untuk para peneliti lain yang ingin meneliti dengan topik yang masih erat kaitannya dengan implikatur.


(27)

10 BAB II

LANDASAN TEORI

A. Penelitian Terdahulu yang Relevan

Peneliti menemukan tiga penelitian lain yang relevan dengan penelitian yang dilakukan saat ini. Pertama adalah penelitian yang dilakukan oleh Mikael Jati Kurniawan (2013) dari Universitas Sanata Dharma dengan judul

Implikatur Dalam Iklan Operator Selular Berbahasa Indonesia Pada Media Televisi. Kedua adalah penelitian yang dilakukan oleh Maria Evi Marianti (2015) dari Universitas Sanata Dharma dengan judul Implikatur Percakapan Orang Tua Dengan Anak Pada Peristiwa Makan Malam Bersama Dalam Keluarga Pendidik Di Yogyakarta. Ketiga adalah penelitian yang dilakukan oleh Hery Susanto Andreas (2010) dari Universitas Sanata Dharma dengan judul Implikatur Percakapan Antartokoh Dalam Novel Projo & Brojo Karya

Arswendo Atmowiloto.

Penelitian pertama yang dilakukan oleh Mikael Jati Kurniawan (2013) termasuk penelitian deskriptif kualitatif. Penelitian tersebut dilakukan dengan mengumpulkan data yang dihasilkan dari penyimakan pada media televisi. Hasil dari penelitian tersebut adalah 1) terdapat tiga jenis implikatur yang terdapat dalam iklan operator selular berbahasa Indonesia pada media televisi, yaitu implikatur percakapan umum, implikatur percakapan khusus, dan implikatur percakapan berskala; 2) fungsi implikatur percakapan yang terdapat


(28)

dalam iklan operator selular berbahasa Indonesia pada media televisi adalah untuk mengajak dan menyuruh para pemirsa televisi supaya membeli dan mengkonsumsi produk operator selular. Fungsi implikatur dalam penelitian ini terdapat pada bentuk kalimat yang memiliki nilai deklaratif, nilai interogatif, dan nilai imperatif.

Penelitian kedua yang dilakukan oleh Maria Evi Marianti (2015) merupakan penelitian deskriptif kualitatif. Data dalam penelitian ini diperoleh dari dialog percakapan antara orang tua kepada anak pada peristiwa makan malam bersama dalam keluarga pendidik di Yogyakarta. Hasil penelitian yang diperoleh, yaitu 1) terdapat tiga jenis implikatur dalam percakapan antara orang tua kepada anak pada peristiwa makan malam bersama dalam keluarga pendidik di Yogyakarta, yaitu implikatur percakapan umum, implikatur percakapan khusus, dan implikatur percakapan berskala; 2) fungsi implikatur yang diperoleh yaitu representatif, misalnya pemberian pernyataan, saran, pelaporan, pengeluhan, dan sebagainya; direktif, misalnya menyuruh, meminta, menasihati; dan ekspresif, misalnya meminta maaf, berterima kasih, member ucapan selamat, memuji, dan mengkritik.

Penelitian ketiga yang dilakukan oleh Hery Susanto Andreas (2010) merupakan penelitian kepustakaan dengan metode kualitatif. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan teknik baca-catat. Hasil penelitian yang diperoleh, yaitu 1) ditemukan tiga jenis implikatur percakapan yaitu implikatur percakapan umum, implikatur percakapan khusus, dan implikatur percakapan berskala, ketiganya mengandung nilai komunikatif deklaratif,


(29)

interogatif, dan imperatif; 2) fungsi implikatur yang terdapat dalam novel

Projo & Brojo secara umum untuk menghaluskan proposisi sebagai

penyampai pesan tak langsung dari pengarang kepada pembaca melalui dialog antartokoh. Selain itu, fungsi implikatur juga sebagai pembangun cerita.

Ketiga penelitian di atas termasuk ke dalam ranah pragmatik, yakni implikatur. Sudut pandang implikatur yang digunakan dalam penelitian-penelitian tersebut beraneka ragam. Terdapat persamaan dan perbedaan dengan penelitian yang peneliti lakukan sekarang. Persamaan terletak pada penggunaan pendekatan pragmatik khususnya teori implikatur dalam mengkaji objek penelitian. Sedangkan perbedaannya terletak pada objek yang diteliti. Peneliti mengambil fokus penelitian pada implikatur percakapan antartokoh dalam film Marmut Merah Jambu Karya Raditya Dika yang belum pernah diteliti sebelumnya.

B. Kajian Teori 1. Pragmatik

Ilmu bahasa pragmatik sebagai salah satu cabang linguistik, sesungguhnya baru mulai mencuat dan kemudian berkembang hingga benar-benar menjadi berkumandang dalam percaturan linguistik Amerika Serikat sejak tahun 1970’an. Pada tahun 1970’an, para linguistik yang bercorak pemikiran transformasi-generatif seperti misalnya Ross dan Lakoff, menyatakan bahwa kajian ikhwal sintaksis sama sekali tidak dapat dipisahkan dari konteks situasi pertuturannya. Penelanjangan atau


(30)

pemisahan terhadap konteks situasi pertuturan di dalam proses analisis sintaksis khususnya, dan di dalam keseluruhan korpus linguistik pada umumnya, tidak akan mampu membuahkan hasil yang betul-betul baik dan berkualifikasi signifikan sebagai hasil temuan riset linguistik. Maka sejak saat itu, lahirlah sosok baru di dalam linguistik yang kemudian disebut dengan ilmu bahasa pragmatik (pragmatics), khususnya untuk linguistik yang berkembang di belahan bumi Amerika Tengah (Rahardi,

2003: 3-5).

Verhaar (dalam Rahardi, 2003: 9-10) mengatakan bahwa pragmatik

sebagai cabang dari linguistik yang mempelajari dan mendalami apa saja yang termasuk di dalam struktur bahasa sebagai alat komunikasi dan interaksi antara si penutur dengan sang mitra tutur, serta sebagai pengacuan tanda-tanda bahasa yang sifatnya ekstralinguistik atau luar bahasa.

David R. dan Dowty (dalam Rahardi, 2003: 13), secara sangat singkat

menjelaskan bahwa sesungguhnya ilmu bahasa pragmatik adalah telaah terhadap pertuturan langsung maupun tidak langsung, presuposisi, implikatur, entailment, dan percakapan atau kegiatan konversasional antara penutur dan mitra tutur.

Yule (2006: 4) menyatakan bahwa pragmatik adalah studi tentang

bagaimana agar lebih banyak yang disampaikan daripada yang dituturkan. Sedangkan, Nandar dalam bukunya Pragmatik & Penelitian Pragmatik


(31)

mempelajari bahasa yang digunakan untuk berkomunikasi dalam situasi tertentu (Nadar, 2009: 2). Sejumlah definisi juga diajukan oleh Levinson

(dalam Nadar, 2009: 53-54) mengenai pragmatik, yaitu Pragmatics is the study of deixis (at least in part), implicature, presupposition, speech act and aspects of discourse structure (“pragmatik adalah kajian mengenai deiksis (setidak-tidaknya sebagian dari deiksis), implikatur, presuposisi, tidak tutur dan aspek-aspek struktur wacana”).

Ragam pemahaman dan pengertian mengenai pragmatik muncul dari banyak ahli bahasa. Berdasarkan pengertian-pengertian seperti yang sudah dipaparkan di atas, maka peneliti dapat mengambil kesimpulan bahwa pragmatik merupakan cabang ilmu linguistik yang secara fokus mempelajari dan mengkaji suatu tuturan antara si penutur dengan mitra tutur untuk berkomunikasi yang dipengaruhi oleh konteks percakapannya sehingga tidak menimbulkan kesalahpahaman.

2. Implikatur

Setelah memahami berbagai uraian mengenai pengertian pragmatik, selanjutnya kita akan memasuki pembahasan terkait dengan implikatur. Sebagaimana diketahui bahwa implikatur merupakan salah satu bagian dari kajian pragmatik selain deiksis, presuposisi, praanggapan, tidak tutur dan aspek-aspek struktur wacana. Peneliti dalam penelitannya kali ini berfokus pada penelitian menggunakan analisis implikatur untuk mengetahui makna tersirat percakapan antartokoh dalam film Marmut


(32)

Merah Jambu karya Raditya Dika. Agar pembahasan tidak menyimpang dan melebar ke hal-hal lain, maka peneliti berfokus pada implikatur khususnya implikatur percakapan.

Implikatur berarti sesuatu yang diimplikasikan. Menurut Mey (dalam

Nadar, 2009: 60) implikatur “implicature” berasal dari kata kerja to imply

sedangkan kata bendanya adalah implication. Kata kerja ini berasal dari bahasa Latin plicare yang berarti to fold “melipat”, sehingga untuk mengerti apa yang dilipat atau yang disimpan tersebut haruslah dilakukan dengan cara membukanya. Dalam rangka memahami apa yang dimaksudkan oleh seorang penutur, lawan tutur harus selalu melakukan interpretasi pada tuturan-tuturannya.

Dijelaskan oleh Yule (2006) dalam bukunya Pragmatik bahwa bicara mengenai implikatur, ternyata implikatur sangat erat kaitannya dengan prinsip kerja sama. Bentuk kerja sama yang dimaksudkan dalam hal ini ialah kerja sama yang sederhana di mana orang-orang yang sedang berbicara umumnya tidak diasumsikan untuk berusaha membingungkan, mempermainkan, atau menyembunyikan informasi yang relevan satu sama lain. Dalam banyak peristiwa, jenis kerja sama ini hanya merupakan titik awal untuk menjelaskan apa yang dikatakan.

Pada saat makan siang bersama, seorang wanita bertanya kepada wanita lain sejauh mana ia menyukai hamburger yang sedang ia makan, dan menerima jawaban dalam (1);

(1) A hamburger is a hamburger.


(33)

Dari perspektif logika murni, jawaban dalam (1) tampak tidak memiliki nilai komunikatif karena menyatakan sesuatu yang sangat jelas. Jika ungkapan-ungkapan itu digunakan dalam percakapan, dengan jelas penutur bermaksud untuk menyampaikan informasi yang lebih banyak dari pada yang dikatakan. Jika seorang pendengar mendengar ungkapan dalam (1), pertama-tama dia harus berasumsi bahwa penutur sedang melaksanakan kerja sama dan bermaksud untuk menyampaikan informasi. Informasi itu tentunya (memiliki makna) lebih banyak dari pada sekedar kata-kata itu. Makna ini merupakan makna tambahan yang disampaikan, yang disebut dengan implikatur.

Istilah implikatur berantonim dengan eksplikatur. Menurut Grice (dalam Abdul Rani, dkk, 2006: 177) implikatur adalah makna tidak langsung atau makna tersirat yang ditimbulkan oleh apa yang terkatakan (eksplikatur). Menggunakan implikatur dalam percakapan berarti menyatakan sesuatu secara tidak langsung.

Grice (dalam Abdul Rani, dkk., 2006: 171) juga menjelaskan bahwa implikatur terdiri dari dua macam, yaitu implikatur konvensional (convensional implicature) dan implikatur percakapan (conversation implicature).

a. Implikasi Konvensional

Menurut Grice (dalam Abdul Rani, dkk., 2006: 171) implikatur konvensional yaitu implikatur yang ditentukan oleh “arti konvensional kata-kata yang dipakai”. Lain lagi menurut Yule (2006: 78), ia


(34)

menyatakan bahwa implikatur konvensional kebalikan dari implikatur percakapan yaitu implikatur konvensional tidak harus terjadi dalam percakapan, dan tidak tergantung pada konteks khusus untuk menginterpretasikannya. Seperti halnya presupposisi leksikal, implikatur konvensional diasosiasikan dengan kata-kata itu digunakan. Kata penghubung “tetapi” dalam bahasa Inggris adalah salah satu dari kata-kata ini. Perhatikan contoh berikut.

1) Cicik menyarankan baju warna merah muda, tetapi saya memilih warna hitam.

Implikatur konvensional “tetapi” seperti pada contoh di atas menunjukkan bahwa situasi pada waktu itu diharapkan berbeda, atau mungkin sebaliknya di waktu yang akan datang. Implikatur konvensional tidak sangat tergantung pada konteks khusus untuk menginterpretasikan makna tuturan.

b. Implikasi Percakapan

Rahardi (2003: 85) menyatakan bahwa di dalam sebuah pertuturan yang sesungguhnya, si penutur dan sang mitra tutur dapat secara lancar berkomunikasi karena mereka berdua memiliki semacam kesamaan latar belakang pengetahuan tentang sesuatu yang dipertuturkan itu. Juga, diantara penutur dan sang mitra tutur terdapat semacam kontrak percakapan yang tidak tertulis, bahwa apa yang sedang dipertuturkan itu sudah saling dimengerti dan saling dipahami. Grice (975) dalam artikelnya yang berjudul “Logic and Conversation” menyatakan bahwa sebuah tuturan dapat mengimplikasikan proposisi yang bukan bagian


(35)

dari tuturan tersebut. Proposisi yang diimplikasikan semacam itu disebut implikatur percakapan. Perhatikan contoh berikut.

1) Bapak datang, jangan menangis!

Contoh di atas tidak semata-mata dimaksudkan untuk memberitahukan bahwa sang ayah sudah datang dari bepergian. Penutur bermaksud memperingatkan mitra tutur, bahwa sang ayah yang biasanya bersikap keras dan berperilaku kejam itu akan melakukan sesuatu terhadapnya apabila ia masih saja menangis ketika dia datang nantinya. Dengan perkataan lain, tuturan itu mengimplikasikan bahwa sang ayah adalah orang yang keras dan kejam, dan sering marah-marah serta emosi besar kepada anaknya yang menangis. Di dalam implikatur, hubungan antara tuturan yang sesungguhnya dengan maksud tertentu yang tidak dituturkan bersifat tidak mutlak (unnecessary consequence). Jadi, dalam sosok implikatur, hubungan proposisi dengan tuturan-tuturan yang mengimplikasikannya itu tidak bersifat mutlak harus ada. Dengan tidak adanya hubungan maknawi yang secara nyata dan bersifat mutlak antara sebuah tuturan dengan sesuatu yang diimplikasikannya itu, maka sangat dimungkinkan bahwa sebuah tuturan akan memiliki implikatur makna yang bermacam-macam dan bisa tidak terbatas jumlahnya. Maka peran konteks sangat penting untuk membatasi implikatur makna pada suatu tuturan.

Grice (dalam Abdul Rani, dkk., 2006: 171) menyatakan bahwa implikatur percakapan mengutip prinsip kerja sama atau kesepakatan


(36)

bersama, yakni kesepakatan bahwa hal yang dibicarakan oleh partisipan harus saling berkait. Yule (2006: 78) menyatakan bahwa implikatur percakapan didasarkan pada prinsip kerja sama atau maksim-maksim. Menurut Grice (dalam Cummings, 2007: 14) kerja sama merupakan prinsip yang mengatur rasionalitas pada umumnya dan rasionalitas pada khususnya. Berikut ini merupakan maksim-maksim Grice yang dijabarkan dalam buku Pragmatik (Yule, 2006: 63-64):

1) Maksim kuantitas

a) Buatlah informasi yang informatif seperti yang diminta (dengan maksud pergantian percakapan yang sedang berlangsung).

b) Jangan membuat percakapan lebih informatif dari yang diminta.

2) Maksim kualitas: cobalah untuk membuat sesuatu informasi yang benar.

a) Jangan mengatakan sesuatu yang Anda yakini salah.

b) Jangan mengatakan sesuatu jika Anda tidak memiliki bukti yang memadai.

3) Maksim hubungan: relevanlah 4) Maksim tindakan: cerdiklah

a) Hindarkan ungkapan yang tidak jelas. b) Hindarkan ketaksaan.


(37)

c) Buatlah singkat (hindarkan panjang-lebar yang tidak perlu). d) Buatlah secara urut/teratur.

Yule (2006: 70-74) juga menyebutkan bahwa implikatur percakapan ada tiga jenis, yaitu implikatur percakapan khusus, implikatur percakapan umum, dan implikatur percakapan berskala. Penjabaran dari masing-masing implikatur tersebut adalah sebagai berikut.

1) Implikatur percakapan khusus

Menurut Yule (2006: 74) implikatur percakapan khusus adalah percakapan yang terjadi dalam konteks yang sangat khusus di mana pendengar mengasumsikan informasi secara lokal. Oleh karena itu, implikatur percakapan khusus membutuhkan konteks dan latar belakang pengetahuan khusus untuk membuat kesimpulan yang diperlukan.

Kontribusi konteks terhadap upaya untuk menghasilkan implikatur adalah sama dalam setiap kasus-konteks memungkinkan penutur untuk mengomunikasikan niat mereka untuk melanggar maksim kualitas dan dalam melakukannya, dia mengomunikasikan makna yang bersifat ironis, metaforis, dan sebagainya. Grice menyebut implikatur semacam ini-yakni implikatur-implikatur yang tergantung pada konteks tertentu-dengan istilah implikatur percakapan khusus (Cummings, 2007: 19). Perhatikan contoh berikut.


(38)

1) Mahasiswa A: “Eh, berapa hutangku kemarin?”

Mahasiswa B : “Halah…udah pakai aja dulu, sering-sering BC

ya!”

Pada contoh di atas mengimplikasikan bahwa Mahasiswa A tidak perlu membayar hutangnya pada saat percakapan itu terjadi atau pada saat itu juga kepada Mahasiswa B. Mahasiswa B memberikan kesempatan kepada Mahasiswa A untuk membayar hutangnya lain waktu lantaran Mahasiswa A telah melakukan BC

(Broadcast) yang menguntungkan bagi Mahasiswa B. percakapan tersebut juga mengimplikasikan bahwa terjalin keakraban antara Mahasiswa A dan Mahasiswa B, serta adanya harapan yang disampaikan Mahasiswa B terhadap Mahasiswa A untuk sering-sering melakukan BC yang berarti bahwa sebelumnya Mahasiswa A telah melakukan BC. BC (Broadcast) adalah fitur dalam BBM (Blackberry Messenger) yang dapat mengirim berita ke seluruh kontak di BBM yang kita miliki, hal ini menunjukkan bahwa kata “BC” yang terdapat dalam percakapan antara Mahasiswa A dengan Mahasiswa B secara tidak langsung merupakan konteks dan latar belakang khusus yang hanya diketahui oleh kedua penutur tersebut. Singkatnya, implikatur percakapan khusus merupakan maksud yang diturunkan dari percakapan dengan merujuk atau mengetahui konteks percakapan, hubungan antarpembicara serta kesamaan pengetahuan. Melalui pengetahuan khusus itulah maksud atau implikatur dalam suatu tuturan dapat diinterpretasikan.


(39)

2) Implikatur percakapan umum

Implikatur percakapan umum berbeda dengan implikatur percakapan khusus. Implikatur umum tidak memerlukan konteks untuk menginterpretasikan makna implikasinya. Yule (2006: 74) mengungkapkan bahwa implikatur umum merupakan implikatur yang tidak memperhitungkan makna tambahan. Dengan kata lain, orang yang berperan pada proses tuturan mengasumsikan makna percakapan hanya dengan mengamati struktur kata yang dipakai. Cummings (2007: 19) juga menyatakan hal yang sama, ia menyatakan bahwa implikatur percakapan umum tidak memerlukan konteks untuk menghasilkan implikatur. perhatikan contoh berikut.

1) Biil is meeting a woman this evening.

(Biil akan menemui seorang wanita malam ini)

Implikatur yang dihasilkan oleh ujaran di atas menunjukkan bahwa wanita yang akan ditemui oleh Biil bukanlah pacarnya, isterinya, saudara perempuannya, ibunya, dan sebagainya. Implikatur ini bukanlah akibat dari sebuah konteks tertentu, tetapi berasal dari penggunaan kata sandang tak tentu “a” (seorang). Menurut Gazdar (Cummings, 2007: 20), referen kata benda yang dimodifikasi oleh kata sandang tak tentu “a” tidak berkaitan erat dengan siapa saja yang telah diidentifikasi secara kontekstual. Namun demikian, kendati implikatur ini dihasilkan oleh kata sandang tak tentu, ia


(40)

sama sekali bukan bagian dari makna konvensial dari kata sandang itu.

Melalui pemaparan-pemaparan seperti di atas, saya mengambil kesimpulan bahwa implikatur percakapan umum dapat menginterpretasikan makna implikasinya melalui struktur kalimat yang diujarkan penutur sekalipun tidak dipengaruhi oleh konteks percakapan.

Implikatur percakapan umum terkadang menimbulkan ketaksaan karena dianggap hampir sama dengan implikatur konvensional, namun keduanya adalah hal yang berbeda. Implikatur percakapan umum tidak tergantung pada konteks untuk menginterpretasikan makna tuturan, implikatur konvensional tidak sangat tergantung pada konteks. Implikatur percakapan umum hanya terdapat dalam suatu percakapan, implikatur konvensional tidak harus terjadi pada percakapan.

3) Implikatur percakapan berskala

Yule (2006: 71-74) menyatakan bahwa informasi tertentu selalu disampaikan dengan memilih sebuah kata yang menyatakan suatu nilai dari suatu skala nilai. Ini secara khusus tampak jelas dalam istilah-istilah untuk mengungkapkan kuantitas, seperti:

Semua, sebagian besar, banyak, beberapa, sedikit Selalu, sering, kadang-kadang


(41)

Istilah-istilah seperti di atas didaftar dari skala nilai tertinggi ke nilai terendah. Ketika sedang bertutur, seorang penutur memilih kata dari skala itu yang paling informativedan benar (kualitas dan kuantitas).

Dasar implikatur berskala ialah bahwa semua bentuk negatif dari skala yang lebih tinggi dilibatkan apabila bentuk apapun dalam skala itu dinyatakan. Berbeda dengan implikatur percakapan khusus dan implikatur percakapan umum, implikatur percakapan berskala tidak selalu melanggar maksim. Perhatikan contoh berikut.

1) Saya memakan beberapa buah yang ada di meja itu.

Penutur telah menciptakan implikatur berskala dengan menggunakan pilihan kata “beberapa”. Pilihan kata “beberapa” artinya bahwa tidak semua buah-buahan yang ada di meja itu di makan oleh penutur. “Beberapa” mengandung implikasi berskala lebih rendah dari pada “semua”.

3. Fungsi Implikatur

Levinson (melalui Abdul Rani dkk, 2006: 173) menyebutkan bahwa implikatur memiliki beberapa kegunaan. Ia menyebutkan kegunaan tersebut dalam istilah faedah. Ia menjabarkan empat faedah/fungsi konsep implikatur dalam tuturan sebagai berikut.


(42)

a. Implikatur dapat memberikan penjelasan makna atau fakta-fakta kebahasaan yang tidak terjangkau oleh teori-teori linguistik.

b. Implikatur dapat memberikan penjelasan yang tegas tentang perbedaan lahiriah dari yang dimaksud si pemakai bahasa.

c. Implikatur dapat memberikan pemerian semantik yang sederhana tentang hubungan klausa yang dihubungkan dengan kata penghubung yang sama.

d. Implikatur dapat memberikan berbagai fakta yang secara lahiriah kelihatan tidak berkaitan, malah berlawanan (seperti metafora).

Rani (2006: 178) juga menjelaskan bahwa masyarakat bahasa sering menggunakan implikatur percakapan untuk tujuan-tujuan tertentu, misalnya untuk memperhalus proposisi yang diujarkan dan dalam rangka menyelamatkan muka (saving face).

Menurut Rahardi (2005: 74) berdasarkan nilai komunikatifnya kalimat dalam bahasa Indonesia dapat dibedakan menjadi lima macam, yaitu kalimat berita (deklaratif), kalimat perintah (imperatif), kalimat tanya (interogatif), kalimat seruan (eksklamatif), dan kalimat penegas (empatik). Kalimat deklaratif dalam bahasa Indonesia adalah kalimat yang mengandung maksud memberitakan sesuatu kepada mitra tutur. Kalimat

interogatifadalah kalimat yang mengandung maksud menanyakan sesuatu

kepada mitra tutur. Kalimat imperatif adalah kalimat yang mengandung maksud memerintah atau meminta agar mitra tutur melakukan sesuatu sebagaimana diinginkan oleh penutur. Kalimat eksklamatif adalah kalimat


(43)

yang mengandung maksud untuk menyatakan rasa kagum. Kalimat

empatikadalah kalimat yang mengandung maksud memberikan penekanan

khusus. Meskipun implikatur berbeda dengan kalimat, namun peneliti menganggap bahwa fungsi implikatur dapat dilihat dengan melihat nilai komunikatifnya. Nilai komunikatif implikatur yang terkandung dalam suatu percakapan atau maksud tambahan dapat dibentuk menjadi suatu kalimat yang mudah dipahami sehingga dapat diketahui apa fungsi implikaturnya.

4. Konteks

Istilah “konteks” didefinisikan oleh Mey (via Nadar, 2009: 3-4) sebagai the surroundings, in the widest sense, that enable the participants in the communication process to interact, and that make the linguistic expressions of the their interaction intelligible (“situasi lingkungan dalam arti luas yang memungkinkan peserta pertuturan untuk dapat berinteraksi, dan yang membuat ujaran mereka dapat dipahami”).

Konteks adalah satu unsur penting yang harus diperhatikan dalam pragmatik. Menurut Cutting (Samarlam, 2014: 3) ada tiga jenis konteks, yaitu (1) konteks situasional adalah konteks yang memperhatikan tentang apa yang diketahui penutur tentang sekelilingnya atau kondisi di mana tuturan terjadi. (2) Konteks pengetahuan, dibagi menjadi dua yaitu konteks pengetahuan umum budaya dan pengetahuan antar-personal. Konteks pengetahuan umum budaya adalah pengetahuan umum sekitar kehidupan


(44)

manusia. Konteks pengetahuan antar-personal adalah pengalaman personal dalam interaksi verbal sebelum bertindak tutur. (3) Konteks ko-teks adalah isi seputar teks terdiri atas gramatikal dan kohensi leksikal.

Pentingnya konteks dalam pragmatik ditekankan oleh Wijana (dalam Nadar, 2009: 3) yang menyebutkan bahwa pragmatik mengkaji makna yang terikat konteks, dan oleh Searle, Kiefer dan Bierwich (1980: ix) yang menegaskan bahwa pragmatics is concerned with the way in which the interpretation of syntactically defined exspressions of depends on the particular conditions of their use in context (“pragmatik berkaitan dengan interpretasi suatu ungkapan yang dibuat mengikuti aturan sintaksis tertentu dan cara menginterpretasi ungkapan tersebut tergantung pada kondisi-kondisi khusus penggunaan ungkapan tersebut dalam konteks”).

Konteks situasi merujuk pada pada aneka macam kemungkinan latar belakang pengetahuan (background knowledge) yang muncul dan dimiliki bersama-sama baik oleh si penutur maupun oleh mitra tutur, serta aspek-aspek non-kebahasaan lainnya yang menyertai, mewadahi, serta melatarbelakangi hadirnya sebuah pertuturan tertentu. Maka dengan mendasarkan gagasan Leech tersebut, Wijana (1996) dengan tegas menyatakan bahwa konteks yang semacam itu dapat juga disebut konteks situasi pertuturan (speech situational context). Konteks situasi pertuturan menurut Geoffrey N. Leech sebagaimana dikutip oleh Wijana (1996) seperti yang dikatakan di depan, dapat mencakup aspek-aspek kebahasaan seperti berikut:


(45)

a. Penutur dan lawan tutur b. Konteks tuturan

c. Tujuan tuturan

d. Tuturan sebagai bentuk tindakan atau aktivitas

e. Tuturan sebagai produk tindak verbal (dalam Rahardi, 2003: 18-19). Secara khusus dan singkat, konteks tuturan dapat dijelaskan secara singkat sebagai berikut.

Konteks tuturan dapat pula diartikan sebagai semua latar belakang pengetahuan (background knowledge) yang diasumsikan sama-sama dimiliki dan dipahami bersama oleh penutur dan mitra tutur, serta yang mendukung interpretasi mitra tutur atas apa yang dimaksudkan oleh si penutur itu di dalam keseluruhan proses bertutur. Maka berkenaan dengan hal itu, Geoffrey N. Leech (1993) telah menyatakan pandangannya sebagai berikut. “ I shall considercontext to be any background knowledge assumed to be shared by S and H and which contributes to H’s interpretation of what S mean by a given utterance.” Pengetahuan dan pemahaman yang benar mengenai konteks tuturan, yang dentitas atau jati dirinya adalah semua latar belakang pengetahuan yang sama-sama dimiliki oleh para pelibar pertuturan, jelas-jelas akan dapat membantu para pelibat pertuturan itu untuk menafsirkan kandungan pesan atau maksud yang hendak disampaikan di dalam setiap pertuturan (Rahardi, 2003: 20).


(46)

5. Film

Film adalah lakon (cerita) gambar hidup (KBBI, 2008: 392). Film merupakan gambar hidup yang sering juga disebut movie. Film secara kolektif sering disebut sinema. Gambar hidup adalah bentuk seni, bentuk populer dari hiburan, dan juga bisnis. Film adalah teks yang memuat serangkaian citra fotografi yang mengakibatkan adanya ilusi gerak dan tindakan dalam kehidupan nyata (Danesi, 2010: 134).

Peneliti menganggap bahwa film merupakan salah satu bagian dari mediaaudio visual yang baik digunakan untuk pembelajaran bahasa. Film menyajikan percakapan-percakapan antartokohnya yang menggunakan ragam bahasa. Oleh karena itu, peneliti menjadikan percakapan antartokoh dalam film Marmut Merah Jambu karya Raditya Dika sebagai salah satu bahan penelitiannya. Melalui film ini kita dapat mengetahui pesan, makna, dan maksud yang hendak disampaikan kepada penonton melalui percakapan antartokoh di dalamnya. Hal tersebut menjadikan film memiliki fungsi yang hampir sama dengan media massa. Seperti dijelaskan oleh Nurudin (2013: 9) bahwa media massa adalah alat-alat dalam komunikasi yang bisa menyebarkan pesan secara serempak, cepat kepada audience yang luas dan heterogen. Kelebihan media massa adalah dapat mengatasi hambatan ruang dan waktu. Bahkan media massa mampu menyebarkan pesan hampir seketika pada waktu yang tak terbatas.

Media massa mempunyai fungsi yang bermanfaat bagi masyarakat. Secara umum, Sudarman (2008: 7-8) menyatakan bahwa fungsi dari media


(47)

massa, yaitu menginformasikan, mendidik, menghibur, mempengaruhi; media massa dapat mempengaruhi, memberikan respon sosial; dengan adanya media massa dapat menanggapi tentang fenomena dan siuasi sosial atau keadaan sosial yang terjadi, penghubung; media massa dapat menghubungkan unsur-unsur yang ada dalam masyarakat yang tidak bisa dilakukan secara perseorangan baik secara langsung maupun tak langsung.

6. Tokoh

Menurut Nurgiyantoro (2005: 165) tokoh adalah pelaku dalam cerita. Tokoh sendiri tidak dapat dilepaskan dari penokohan. Penokohan adalah karakter yang diperankan oleh tokoh. Jadi, tokoh merujuk pada orangnya, sedangkan penokohan merujuk pada wataknya. Sejalan dengan pendapat Nurgiyantoro, Sudjiman (Budianta, dkk., 2008: 86) menyatakan bahwa tokoh adalah individu rekaan yang megalami peristiwa atau berlakuan dalam berbagai peristiwa dalam cerita.


(48)

C. Kerangka Berpikir

PRAGMATIK

IMPLIKATUR

IMPLIKATUR PERCAKAPAN

FILM

1. Jenis-jenis implikatur percakapan apa saja yang terdapat pada percakapan antartokoh dalam film

Marmut Merah Jambu karya

2. Fungsi implikatur percakapan apa saja yang terdapat pada percakapan antartokoh dalam film Marmut

Merah Jambukarya Raditya Dika?

SIMAK+CATAT  INVENTARISASI  IDENTIFIKASI  KLASIFIKASI  TAPSIR KESIMPULAN

JENIS-JENIS IMPLIKATUR

FUNGSI IMPLIKATUR


(49)

32 BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang peneliti saat ini lakukan adalah penelitian deskriptif kualitatif. Pendekatan deskriptif dapat diartikan sebagai penelitian yang berusaha memberikan gambaran secara sistematis dan cermat mengenai fakta-fakta aktual dan sifat-sifat populasi tertentu

(Zuriah, 2005: 14). Artinya dalam penelitian ini peneliti mengamati dan

melakukan analisis terhadap percakapan antartokoh dalam film Marmut

Merah Jambu karya Raditya Dika melalui pendekatan terhadap

percakapan yang terdapat di dalamnya. Kemudian, peneliti mendeskripsikan jenis serta fungsi implikatur yang terkandung di dalam setiap percakapan tersebut.

Penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya, perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dan lain-lain, secara holistik dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan beberapa metode alamiah (Moleong, 2006: 6).


(50)

Penelitian ini bersifat deskriptif karena mendeskripsikan jenis implikatur dan fungsinya yang terdapat dalam film Marmut Merah Jambu

karya Raditya Dika.

B. Sumber Data dan Penelitian

Sumber data yang digunakan untuk penelitian ini adalah film Marmut

Merah Jambu karya Raditya Dika. Data yang dikumpulkan dari film

tersebut untuk kepentingan penelitian ini berupa percakapan antartokohnya yang dicurigai mengandung implikatur percakapan.

C. Teknik Pengumpulan Data

Teknik dapat diartikan sebagai suatu cara yang kita gunakan untuk memperoleh data. Data adalah hasil akhir yang diperoleh. Penelitian ini merupakan penelitian guna mencari jenis dan fungsi implikatur percakapan antartokoh dalam film Marmut Merah Jambu karya Raditya Dika. Teknik pengumpulan data yang dilakukan oleh peneliti adalah dengan teknik simak dan catat. Peneliti secara langsung menyimak setiap percakapan antartokoh dalam film Marmut Merah Jambu karya Raditya Dika, kemudian secara teliti peneliti mencatat percakapan-percakapan antartokohnya.


(51)

D. Instrumen Penelitian

Menurut pendapat Arikunto (2006: 160) instrumen penelitian adalah alat atau fasilitas yang digunakan oleh peneliti dalam mengumpulkan data agar pekerjaannya lebih mudah dan hasilnya lebih baik, dalam arti lebih cermat, cepat, dan sistematis sehingga mudah diolah. Peneliti menggunakan kemampuannya sendiri ketika menyimak percakapan antartokoh dalam film Marmut Merah Jambukarya Raditya Dika. Peneliti menggunakan buku catatan guna mencatat setiap percakapan antartokohnya yang mengandung implikatur.

E. Teknik Analisis Data

Bodgan dan Biklen (Syamsuddin, 2007: 110) menyatakan bahwa

analisis data adalah pelacakan dan pengaturan secara sistematik transkrip wawancara, catatan lapangan, dan bahan-bahan lain yang dikumpulkan untuk meningkatkan pemahaman kepada orang lain.

Menurut Nurastuti (2007: 130) teknik analisis data dibedakan menjadi dua, yaitu analisis deskriptif dan analisis statistika. Analisis deskriptif adalah analisis penelitian dengan merinci dan menjelaskan dengan rinci dan menjelaskan dengan panjang lebar keterkaitan data penelitian dalam bentuk kalimat. Penelitian yang dilakukan peneliti kali ini menghasilkan data yang berupa kata-kata dari percakapan antartokoh dalam film Marmut

Merah Jambu karya Raditya Dika, sehingga penelitian ini dapat


(52)

peneliti menginventarisasi, mengidentifikasi, mengklasifikasi, dan terakhir menafsirkan data yang berupa percakapan antartokoh dalam film Marmut

Merah Jambukarya Raditya Dika ke dalam bentuk deskripsi.

F. Triangulasi

Triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain (Moleong, 2006: 330). Peneliti melibatkan bantuan dari dosen selain dosen pembimbing, yaitu Dr. Y. Karmin, M.Pd.. Beliau berperan sebagai penyidik yang mengevaluasi serta melakukan pengecekan terhadap kredibilitas kajian objek yang diteliti oleh peneliti.


(53)

36 BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Sinopsis Film Marmut Merah JambuKarya Raditya Dika

Film Marmut Merah Jambu karya Raditya Dika adalah salah satu film yang disutradarai, diperankan, dan ceritanya ditulis langsung oleh Radiya Dika. Film ini ber-genre komedi. Banyak dialog antartokohnya yang mampu menghibur para penonton.

Film Marmut Merah Jambu karya Raditya Dika menceritakan kisah kilas balik (flashback) masa remaja seorang siswa SMA bernama Dika dan teman-temannya. Peran Dika sebagai tokoh utama dalam film tersebut diperankan oleh Christoffer Nelwan sebagai Dika ketika SMA dan Raditya Dika ketika dewasa. Dika (dewasa) menemui Bapak Ina (diperankan oleh Tio Pakusodewo) untuk memberikan 1000 burung bangau kertas yang dibuatnya sebagai hadiah untuk pernikahan Ina (diperankan oleh Anjani). Hadiah itu sengaja diberikan oleh Dika untuk memenuhi janjinya kepada Ina sewaktu mereka masih SMA. Ina merupakan gadis yang disukai Dika di SMA.

Ketika mengunjungi rumah Ina untuk memberikan hadiah, Dika tidak mendapat sambutan hangat dari Bapak Ina. Hal ini dikarenakan Bapak Ina menyangka bahwa Dika adalah orang yang menyebabkan dirinya terluka sewaktu Ina merayakan ulang tahun di masa SMA. Dika pun mencoba meyakinkan Bapak Ina bahwa dia bukanlah orang yang melakukan tindakan


(54)

tersebut. Dika menyakinkan Bapak Ina dengan cara menceritakan bagaimana kejadian sebenarnya saat itu (saat Bapak Ina terluka oleh alat sengat listrik).

Dika diberikan waktu terbatas oleh Bapak Ina untuk menceritakan semua kejadian yang sebenarnya terjadi. Dika menceritakan kronologis kejadian dimulai dari ia masih SMA. Dika menceritakan bagaimana ia menyukai Ina ketika masih SMA dan bagaimana perjuangannya bersama sahabatnya (Bertus) yang ingin menjadi siswa populardi SMA. Keinginan Dika menjadi

popular sendiri dilatarbelakangi karena Dika menyukai Ina. Ia menganggap satu-satunya cara mendapatkan Ina adalah dengan menjadi siswa popular

(terkenal) di SMA.

Berbagai cara dilakukan Dika dan Bertus untuk menjadi terkenal di sekolah. Sampai akhirnya mereka berdua memutuskan untuk membuat sebuah

Grup Detektif. Grup tersebut dibuat untuk mengungkapkan

kejahatan-kejahatan yang terjadi di sekolah. Grup Detektif awalnya hanya terdiri dari 2 orang, yaitu Bertus dan Dika. Kemudian bertambah 1 anggota lagi, yaitu Sindi (diperanan oleh Sonya Pandarmawan ketika SMA dan Frada ketika dewasa). Sindi adalah siswi perempuan yang tertarik dengan Grup Detektif karena menganggap grup tersebut berbeda dengan grup-grup atau ekskul lainnya yang ada di sekolah mereka. Grup Detektif kemudian menjadi popular di sekolah lantaran mereka berhasil memecahkan berbagai kasus kejahatan yang terjadi di sekolah. Grup Detektifmereka dikenal sebagai “Tiga Sekawan”.

Salah satu kasus terbesar yang diterima oleh Grup Tiga Sekawan adalah ancaman pembunuhan terhadap kepala sekolah. Kasus tersebut justru


(55)

dimanfaatkan oleh Dika untuk menjatuhkan Michael. Michael adalah laki-laki

popular di sekolah yang disukai Ina. Dika dengan sengaja menuduh Michael sebagai pelaku kasus ancaman pembunuhan terhadap kepala sekolah. Dika melakukan hal itu supaya Ina dapat menjauh dari Michael dan ia dapat mencuri kesempatan untuk mendekati Ina.

Maksud terselubung yang direncanakan Dika selama menangani kasus ancaman pembunuhan terhadap kepala sekolah akhirnya diketahui para sahabatnya (Bertus dan Sindi). Mereka mengetahui bahwa Dika telah memfitnah Michael demi kepentingan pribadinya sendiri. Hal tersebut membuat mereka marah dan menjauhi Dika. Tidak hanya itu, kepala sekolah pun akhirnya memutuskan kerja sama dengan Grup Tiga Sekawan karena Dika tidak berhasil membuktikan tuduhannya terhadap Michael. Kasus ancaman pembunuhan terhadap kepala sekolah pun tidak pernah terpecahkan sejak saat itu.

Dika (dewasa) menceritakan semua kejadian di masa SMA-nya secara runtut kepada Bapak Ina. Termasuk kisah ketika Bertus (SMA) tidak sengaja melukai Bapak Ina dengan alat sengat listrik di pesta ulang tahun Ina. Setelah menceritakan semua, barulah Bapak Ina ingat bahwa yang menyebabkan ia terluka terkena alat sengat listrik memang bukan Dika melainkan Bertus. Usai menceritakan kisahnya, barulah Dika ingat pula tentang kasus ancaman pembunuhan kepala sekolah yang belum terpecahkan sampai ia dewasa. Ia lantas mengubungi Bertus teman SMA-nya dahulu, mereka kemudian ke sekolah untuk melihat gambar grafity iblis yang terdapat di tembok sekolah.


(56)

Gambar tersebut merupakan jejak kasus ancaman pembunuhan terhadap kepala sekolah. Dika mengamati gambargrafitytersebut, ia menyadari bahwa gambar tersebut bukanlah gambar iblis melainkan gambar marmut merah jambu. Gambar yang sama persis terdapat pada sapu tangan pemberian Sindi semasa mereka masih SMA.

Dika menyadari bahwa kasus ancaman pembunuhan terhadap kepala sekolah adalah sebuah kekeliruan. Kasus tersebut sebenarnya sengaja dibuat oleh Sindi, salah satu anggota Grup Detektif Tiga Sekawan yang ditujukan untuk Dika. Melalui kasus itu, Sindi ingin menyampaikan pesan bahwa sebenarnya ia menyukai Dika. Dika tidak pernah menyadari hal tersebut, kesalahpahaman justru muncul lantaran kepala sekolah menyangka kasus itu adalah ancaman pembunuhan terhadap dirinya.

Akhirnya, Dika memutuskan untuk mencari keberadaan Sindi. Tepat di acara pernikahan Ina, Dika sengaja hadir untuk bertemu dengan Sindi. Ia tahu bahwa Sindi akan hadir dalam acara pernikahan tersebut. Setelah mereka berdua bertemu, Dika pun langsung memaparkan hipotesanya mengenai kasus ancaman pembunuhan terhadap kepala sekolah kepada Sindi. Dika ingin memastikan dan memperoleh kebenaran bahwa pesan dalam kasus tersebut sengaja dibuat Sindi untuk dirinya. Sindi mengiyakan kebenaran hipotesa tersebut. Sindi juga memaparkan bagaimana ia sebenarnya sangat menyukai Dika sejak mereka masih SMA. Selama 11 tahun Sindi masih menantikan Dika sebagai cinta pertamanya. Kasus ancaman pembunuhan terhadap kepala sekolah yang bertahun-tahun tidak terpecahkan akhirnya terungkap hari itu.


(57)

Dika dan Sindi pun akhirnya menjalin hubungan “pacaran” setelah keduanya saling terbuka akan perasaan masing-masing.

B. Deskripsi Data

Data yang dianalisis dalam penelitian ini adalah percakapan-percakapan antartokoh dalam film Marmut Merah Jambu karya Raditya Dika. Data diambil melalui simak catat film Marmut Merah Jambu karya Raditya Dika yang berdurasi 1 jam 26 menit 26 detik. Bahasa yang digunakan dalam film ini adalah bahasa Indonesia yang tidak baku. Data penetitian pun dalam bentuk percakapan bahasa Indonesia yang tidak baku. Peneliti menemukan 31 data percakapan antartokoh dalam film Marmut Merah Jambu karya Raditya Dika yang mengandung implikatur percakapan. Data implikatur percakapan tersebut dianalisis berdasarkan rumusan masalah yang akan terjawab pada hasil analisis data.

C. Hasil Analisis Data

Hasil analisis terhadap percakapan antartokoh dalam film Mamut Merah Jambu karya Raditya Dika meliputi dua bagian, yaitu pertama menemukan percakapan yang mengandung implikatur kemudian mengklasifikasi jenis-jenis implikaturnya. Kedua, menemukan fungsi implikatur yang terkandung di dalamnya.

Melalui analisis yang dilakukan, peneliti menemukan 31 data percakapan yang mengandung implikatur. Data tersebut diklasifikasi dan diidentifikasi


(58)

berdasarkan jenis-jenis dan fungsi implikatur percakapannya. Berikut ini merupakan pemaparan jenis-jenis implikatur dan fungsi implikatur yang ditemukan oleh peneliti.

1. Jenis-jenis implikatur percakapan

Implikatur percakapan yang ditemukan dalam film Marmut Merah Jambu karya Raditya Dika telah diklasifikasi dan diidentifikasi oleh peneliti. Implikatur percakapan diklasifikasi berdasarkan jenis-jenisnya menggunakan landasan teori para ahli seperti yang sudah dipaparkan sebelumnya. Setiap jenis implikatur percakapan yang ditemukan dalam film Marmut Merah Jambu karya Raditya Dika dipaparkan sebagai berikut.

1.1 Implikatur Percakapan Khusus (IPK)

Menurut Yule (2006: 74) implikatur percakapan khusus (IPK) adalah percakapan yang terjadi dalam konteks yang sangat khusus di mana pendengar mengasumsikan informasi secara lokal. Oleh karena itu, implikatur percakapan khusus (IPK) membutuhkan konteks dan latar belakang pengetahuan khusus untuk membuat kesimpulan yang diperlukan. Implikatur percakapan khusus (IPK) muncul karena faktor khusus yang melekat di dalam konteks tuturan dan bukan dibawa oleh kalimat yang dipakai.

Peneliti menemukan beberapa data percakapan antartokoh dalam film Marmut Merah Jambu karya Raditya Dika yang mengandung implikatur percakapan khusus (IPK). Data-data implikatur percakapan


(59)

khusus (IPK) tersebut diklasifikasi menjadi beberapa jenis sesuai ciri penanda dan wujud percakapannya. Perlu diketahui bahwa implikatur dalam suatu percakapan tidak terungkap atau tampak pada proposisi makna tuturan. Melalui pengklasifikasian jenis implikatur ini peneliti ingin menunjukkan bahwa implikatur yang terkandung dalam percakapan pasti berbeda dengan makna tuturannya. Hal ini karena hubungan proposisi dengan tuturan-tuturan yang mengimplikasikannya itu tidak bersifat mutlak harus ada (Rahardi, 2003: 85). Perhatikan implikatur percakapan khusus (IPK) berikut.

a. Implikatur Percakapan Khusus Hiperbolis

Hiperbolis artinya bersifat berlebih-lebihan (KBBI, 2005: 403). Peneliti menyimpulkan bahwa implikatur percakapan khusus hiperbolis adalah suatu percakapan yang didalamnya mengandung implikatur percakapan khusus dan dituturkan secara berlebih-lebihan. Perhatikan contoh implikatur percakapan khusus hiperbolis berikut.

1) Bertus (SMA) : “Hallo? Lu mau nggakjadi pacar gue?” Siswa A : “Mendingan gue mati!!!”

(Konteks percakapan melalui telepon, Bertus menembak Siswa

A. Bertus jelek dan Siswa A tidak menyukainya)

Percakapan data 1) mengandung implikatur percakapan khusus hiperbolis. Implikatur pada percakapan data 1) dapat dilihat melalui tuturan Siswa A “Mendingan gue mati!” yang mengimplikasikan dia tidak ingin atau menolak menjadi pacar Bertus, menjadi pacar Bertus sangatlah buruk sehingga dia lebih


(60)

“memilih mati”. Maksud sebenarnya dari tuturan “Mendingan gue

mati!!!” bukanlah Siswa A akan mengakhiri hidupnya tetapi Siswa

A menolak menjadi pacar Bertus. Penolakan tersebut dituturkan dalam bentuk tuturan yang melebih-lebihkan maksud sebenarnya. Bertus dapat menginterpretasikan implikatur pada tuturan Siswa A lantaran ia tahu konteks percakapan yang terjadi. Bertus sudah sering ditolak sebelumnya sehingga ia mengasumsikan informasi yang dituturkan Siswa A secara lokal. Bertus tahu bahwa tuturan “Mendingan gue mati!!!” tidak sama dengan arti sesungguhnya secara umum. Pemaparan tersebut membuktikan bahwa data 1) merupakan implikatur percakapan khusus hiperbolis.

b. Implikatur Percakapan Khusus Ejekan

Ejekan memiliki arti perbuatan mengejek; olok-olok; sindiran (KBBI, 2005: 286). Peneliti menyimpulkan bahwa implikatur percakapan khusus ejekan adalah suatu percakapan yang mengandung implikatur percakapan khusus dan dituturkan dalam bentuk percakapan ejekan antarpenutur. Perhatikan contoh implikatur percakapan khusus ejekan berikut.

2) Bertus (SMA) : “Nembak cewek itu harus banyak, biar kemungkinan diterimanya itu banyak. Kalau gue nembak 100 cewek dengan

probilitas 10%, gue mungkin diterima 10 kali. Lu nggakbelajar Matematika apa?” Dika (SMA) : “Ber…tapi yang namanya dua unsur itu

harus cocok-cocokan, lu nggak belajar Kimia apa?”


(61)

Bertus (SMA) : “Halah…lu nggak usah sok pinter deh. Liat ni…liat”

(Konteks percakapan Bertus ingin meminta salah 1 siswa menjadi pacarnya. Bertus dan Dika adalah siswa aneh yang sering ditolak saat menyatakan cinta)

3) Dika (SMA) : “Ber emangnya kenapa sih, populer dan urusan cewek sekarang jadi penting banget buat elu?” Bertus (SMA) : “Dik…gini gini, lu tahu kan? Di SMA itu kita

bisa ketemu sama jodoh kita, semakin lama kita ketemu sama jodoh kita, semakin lama kita nikah”

Dika (SMA) : “Ber…lu aja sunat nggak berani-berani, udah ngomongin nikah!”

(Konteks percakapan Bertus dan Dika siswa aneh dan tidak terkenal sehingga mereka sulit mendapatkan pacar di sekolah) 4) Bapak Ina : “Haduuuh…haduuuh. Goblok! Goblok kok

dipelihara. He…grup detektif itu kenapa dibikin lagi? Kamu pernah, ya? Jatuh dari angkot, kepalanya duluan, kena aspal? Pernah, ya?”

Dika : “Nggak pernah, Om”

(Konteks percakapan Dika membuat grup detektif aneh yang sudah tidak popular di zamannya ketika SMA agar ia menjadi terkenal)

Percakapan data 2) mengandung implikatur percakapan khusus ejekan. Tuturan Dika pada data 2) “Ber…tapi yang namanya dua unsur itu harus cocok-cocokan, lu nggak belajar Kimia apa?” mengimplikasikan peringatan kepada Bertus bahwa untuk diterima (saat menembak) kedua belah pihak harus saling memiliki ketertarikan. Mereka saling mengejek dengan mengaitkan cara menyatakan cinta sesuai rumus Matematika dan Kimia. Meskipun mereka membicarakan mengenai mata pelajaran, mereka saling mengetahui bahwa percakapan yang terjadi diantara mereka memiliki hubungan yang tidak terungkap secara literal.


(62)

Implikatur percakapan pada data 3) dapat dilihat melalui tuturan Dika “Ber…lu aja sunat nggak berani-berani, udah ngomongin nikah!”, tuturan tersebut berupa ejekan Dika untuk Bertus yang belum berani sunat namun implikasinya berupa penegaskan bahwa belum sepantasnya Bertus berpikir ataupun membicarakan pernikahan. Bertus dapat menginterpretasikan maksud dalam tuturan Dika karena mengetahui konteks percakapan yang terjadi. Pemaparan tersebut membuktikan percakapan data 3) merupakan implikatur percakapan khusus ejekan.

Pada percakapan data 4) Bapak Ina menuturkan

Haduuuh…haduuuh. Goblok! Goblok kok dipelihara. He…grup

detektif itu kenapa dibikin lagi?...” implikasinya kesal terhadap Dika. Ia mengungkapkan kekesalan atas tingkah Dika dengan mengejeknya menggunakan katagoblok.Pertanyaan yang diajukan Bapak Ina seputar jatuh dari angkot hanya kiasan untuk mengejek Dika. Hubungan “Jatuh dari angkot kepalanya duluan” dimaksudkan untuk mengungkapkan betapa bodohnya Dika dimata Bapaj Ina. Grup detektif seharusnya tidak dibuat lagi karena itu tindakan bodoh. Konteksnya Dika (ketika SMA) selalu melakukan hal-hal keliru dan bodoh untuk menjadi terkenal.

c. Implikatur Percakapan Khusus Permintaan

Permintaan berasal dari kata dasar minta, artinya berkata-kata supaya diberi atau mendapat sesuatu; mohon (KBBI, 2005: 745).


(63)

Peneliti menyimpulkan bahwa implikatur percakapan khusus permintaan adalah suatu percakapan yang mengandung implikatur percakapan khusus dan dituturkan dalam wujud tuturan meminta. Perhatikan contoh implikatur pecakapan khusus permintaan berikut.

5) Bertus (SMA) : “Kenapa lu?!”

Dika (SMA) : “Siomay itu biar gue yang bayar. Ber gue lupa bawa duit. E…gue bayarin siomay elu, tapi gue pinjem duit elu dulu, nanti gue bayar ke elu lagi”

Bertus (SMA) : “Ok…ok”

Dika (SMA) : “Pak, Pak siomaynya biar saya yang bayar (makasih). Ber, lu bener. Kita emang harus jadi populer”

(Konteks percakapan Dika dan Bertus sedang marahan. Dika merasa Bertus benar dengan idenya sehingga ia ingin berbaikan dengan Bertus)

6) Bertus (SMA) : “Perlu banget? (ketika Dika mengambil bekas makanan Michael di kantin)”

Dika (SMA) : “Kan waktu itu gue yang mecahin kasus surat kalengnya Kak Dara. Lu percaya deh sama gue”

(Konteks percakapan Dika pernah memecahkan kasus penting.

Dika menuduh Michael sebagai pelaku ancaman pembunuhan terhadap kepala sekolah dan Bertus meragukan tuduhan tersebut)

7) Sindi : “Elu masih simpen nggak? Handuknya? Lu pernah

nggak sih, kalau elu lagi di keramaian, terus elu inget-inget cinta pertama elu waktu di SMA? Orang yang lu suka waktu itu? Lu sering nggak

nanya sama diri lu sendiri, jangan-jangan gue udah ngelewatin cinta pertama gue hanya karena gue

nggakberani ngomong sama dia. Kira-kira itu yang

gue rasain selama 11 tahun ini. Cinta itu kayak marmut lucu warna merah jambu yang berada di sebuah roda, seakan dia udah pergi jauh padahal


(1)

Temen Ina 1 (tidak disebutkan namanya)

“Ina, selalu jadi yang terbaik ya dan tetep selalu ngasih kita contekkan”

Temen Ina 2 (tidak disebutkan namanya)

“Mudah-mudahan elu tambah cantik, ya walau pun kayaknya sudah mentok sih”

Dika (SMA) “Sorry, sorrygue boleh ngomong nggak? Selamat malam semuanya?” Yang hadir

dalam pesta Ina

“Malam”

Dika (SMA) “Selamat ulang tahun Ina. Ina, sahabat-sahabat gue bilang, kalau hari ini gue harus ngomong jujur. Ina… Elu terlihat cocok banget sama Michael. Jujur gue udah lama suka sama elu dan jujur gue nggak suka elu sama Michael, tapi kalian berdua cocok banget. Ina elu baik dan cantik. Michael, elu wangi, tinggi, dan ganteng. Kalau gue cewek, gue juga pasti suka sama elu. Tapi gue nggak bisa bohong, gue pengen nglihat elu bahagia”

Bertus (SMA) “Berkasnya?”

Dika (SMA) “Nanti gue kasih Michael aja, mungkin dia lebih butuh” Ina “Dika? Dik, makasih ya udah nemenin sampai di sini” Dika (SMA) “Iya, sama-sama”

Ina “Elu beneran balik?”

Dika (SMA) “Iya, kayaknya bokap gue udah di parkiran” Ina “Yuk, gue temenin”

Dika (SMA) “Ina, gue boleh ngomong sesuatu nggak?” Ina “Iya boleh, mau tanya apa?”

Dika (SMA) “Elu, kenapa sih elu dulu ngasih ini (burung kertas origami)?”

Ina “Itu kan tanda good luck dari Jepang. Gue suka kok ngasih burung bangau kayak gitu. Ya, ke orang-orang yang gue anggap kurang beruntung. Elu tahu nggak? Di Jepang itu, kalau ada yang menikah, Bapaknya akan ngasih 1000 burung bangau”

Dika (SMA) “Berarti kalau entar lu nikah sama Michael, gue akan nitipin 1000 burung banggau ke bokap lu”

Ina “Makasih, tapi kayaknya lu ngayalnya kejauhan deh” Dika (SMA) “Iya juga sih”

Adegan Dika sudah dewasa

Bapak Ina “Ya saya jadi ingat, yang bawa alat setrum ke rumah itu bukan kamu” Dika “Kan saya udah bilang dari awal, Om”

Bapak Ina “Si Bertus keling kampret itu kan? Eh, tapi saya jadi bersyukur” Dika “Bersyukur gimana, Om?”


(2)

Bapak Ina “Iya. Ina nggak jadi sama kamu, karena kamu itu cemen. Kamu itu pekerjaannya sebagai apa?”

Dika “Penulis, Om”

Bapak Ina “Penulis itu bukannya miskin-miskin? Tapi ya nggak papa, orang kamu pernah jadi detektif. Kamu sukses menangani kasus-kasus beres. Iyakan? Dika “Ya, nggak semua kasus beres sih Om”

Bapak Ina “Yang kasus kepala sekolah itu?” Dika “Iya, Om”

Bapak Ina “Ya mungkin kalian cuma salah menerjemahkan kata-kata, ya namanya masih muda, masih goblok-goblok”

Dika “Ya tapi kan, dulu Sindi yang paling pinter aja nggak bisa mecahin kasus itu Om?”

Bapak Ina “Ya baguslah kalau kamu itu sadar kalau kalian itu pada goblok. Ya?” Dika “Iya, Om”

Dika “Hallo? Bisa bicara dengan Bertus?” Bertus “Iya. Ini siapa, ya?”

Dika “Ber, ini Dika temen SMA lu dulu. Masih ingat, nggak?” Bertus “Ya ampun, Dika. Lu apa kabar, Dik?”

Dika “Baik. Ee, Ber gue butuh ketemu sama lu sekarang. Lu bisa, nggak?” Bertus “Sekarang banget? Kenapa?”

Dika “Gue nggak bisa jelasinnya di sini, bisa ketemu aja nggak?” Bertus “Kayaknya lu gantengan dulu deh?”

Dika “Lu gimana? Masih pengen jadi populer?” Bertus “Besok Ina kawinan tu. Lu, lu diundang nggak?” Dika “Diundanglah”

Bertus “Ini misteri ancaman pembunuhan kepala sekolah, lu kenapa bawa-bawa gue ke sini?”

Michael “Gue baru ingat, Ber. Ber, dulu kita nggak pernah bisa mecahin kasus ini?”

Bertus “Ini, Sindi aja nggak bisa pecahin kan?”

Dika “Gue ngomong hal yang persis sama malam ini. Ber, lu tahu nggak Sindi di mana?”

Bertus “Dia e-mail berapa kali gitu pindah rumah, cuma dia bilang dia mau datang ke nikahan Ina”

Michael “Dino?”

Dika “Em, Dika”

Michael “Iya gue ingat, ini Dika. Lu yang punya grup band 3 sekawan itu kan?” Dika “Ee, detektif”

Michael “Ee…iya…iya itu maksud gue, gue Michael”


(3)

Michael “Apa kabar lu?” Dika “Baik”

Michael “Elu nggak salaman?”

Dika “Nanti aja gue salamannya. Masih ada orang yang mau gue cari di sini” Michael “Udah minumnya?”

Dika “Udah, udah (keheranan)”

Michael “Gue kerja lagi ya? (sambil mengambil gelas). Eh elu mesti cobain disertnya, enak banget. Pokoknya elu mesti coba”

Dika “Sin, masih ingat gue nggak?”

Sindi “Dika? Ya, masihlah. Gue waktu itu sempet invite frensterlu”

Dika “Iya, waktu gue masih kuliah. Sekarang kan udah jamannya facebook” Sindi “Gue nggak main gitu-gituan Dik, banyak orang narsis”

Dika “Elu masih kayak dulu, ya?” Sindi “Jadi apa kabar?”

Dika “Marmut!” Sindi “Marmut?”

Dika “Iya, lu masih inget kasus ancaman pembunuhan kepada kepala sekolah? Gambar di grafity itu, bukan gambar iblis. Petunjuk utama ada di grafitynya, dituliskan pesan untuk dibaca berdua. Kalau misalnya kita baca teka-tekinya, dibaca dua kata dua kata aja, jadinya “aku tak menyangka jatuh cinta semudah ini kepada sahabat baruku”. Petunjuk ke dua ada di sapu tangan yang pernah lu kasih ke gue. Di tengahnya ada gambar marmut, jadi grafityitu bukan gambar iblis tapi gambar marmut dan itu elu yang bikin Sin. Petunjuk ke-3, waktu itu gue ada di kantin, elu datang dan elu bilang “Dik, ada kasus nih. Lu harus lihat” waktu itu, lu pengen gue lihat grafitynya, lu pengen gue mecahin teki itu, karena pesan di teka-teki itu adalah pesan dari elu Sin, buat gue. Tapi karena kepala sekolah GR dan menganggap itu adalah ancaman pembunuhan buat dia…”

Sindi “Padahal bukan”

Dika “Sin, kalau aja waktu itu gue tahu perasaan lu waktu itu, gue mungkin, gue nggak bakal…”

Sindi “Elu masih simpen, nggak? handuknya? Lu pernah nggak sih, kalau lu lagi di keramaian, terus lu inget-inget cinta pertama elu waktu di SMA? Orang yang lu suka waktu itu? lu sering nggak, nanya sama diri lu sendiri, jangan-jangan gue udah ngelewatin cinta pertama gue hanya karena gue nggak berani ngomong sama dia. Kira-kira itu yang gue rasain selama 11 tahun ini. Cinta itu kayak marmut lucu warna merah jambu yang berada di sebuah roda, seakan dia udah pergi jauh padahal dia nggak pernah pergi kmana-kemana. Nggak tahu kapan harus berhenti. Capek tahu nggak, Dik?”


(4)

PEMERAN

Sutradara: Raditya Dika Dika: Raditya Dika

Dika (SMA): Christoffer Nelwan Bertus (SMA): Julian Liberty Bertus: Mohammed Kamga

Sindi (SMA): Sonya Pandarmawan Sindi: Frada

Ina: Anjani

Bapak Ina: Tio Pakusodewo Bapak Dika: Bucek

Ibu Dika: Dewi Irawan

Kepala sekolah: Jajang C Noer Pak Yoyok: Mc Danny

Ibu Marsha: Feby Febiola

Ketua Eskul Bola: Adipati Dolken Ketua Eskul Silat: Kevin Julio

Siswa Kehilangan Mobil: Fandy Christian Michael (SMA): Axel Matthew Thomas Michael Dewasa: Boy hamzah

Cynthia: Sheryl Sheinafia

Ketua Eskul bahasa: Ge Pamungkas Siswa kurang kembalian: Jordi Onsu Mama Ina: Roewina Sahertian


(5)

Sasha: Zanetha Georgina


(6)

165

BIODATA PENULIS

Adven Desi Niatri lahir di Putra Buyut-Lampung Tengah, 10 Desember 1993. Penulis menempuh pendidikan dasar di SD Negeri I Putra Buyut-Lampung Tengah pada tahun 1999 dan lulus pada tahun 2005. Selanjutnya, penulis meneruskan di SMP Negeri II Kota Gajah-Lampung Tengah pada tahun 2005 dan lulus pada tahun 2008. Selepas SMP, penulis melanjutkan pendidikan di SMA Negeri I Seputih Raman-Lampung Tengah. Pada tahun 2011 penulis tercatat sebagai mahasiswa Pendidikan Matematika Universitas Sanata Dharma, di tahun 2012 penulis memutuskan untuk pindah program studi. Akhirnya, tahun 2012 penulis tercatat sebagai mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Jurusan Bahasa dan Seni, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma.