PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KASUS POST FIKSASI EKSTERNAL (Gips) e.c FRACTURE COLLES TYPE FRYKMANN III DI Penatalaksanaan Fisioterapi Pada Kasus Post Fiksasi Eksternal (Gips) E.C Fracture Colles Type Frykmann Iii Di RSUD Dr Moewardi Surakarta.

(1)

PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KASUS POST FIKSASI EKSTERNAL (Gips) e.c FRACTURE COLLES TYPE FRYKMANN III DI

RSUD DR MOEWARDI SURAKARTA

Naskah Publikasi

Diajukan Guna Melengkapi Tugas dan Memenuhi Sebagian Persyaratan

Menyelesaikan Program Pendidikan Diploma III Fisioterapi

Oleh :

Achmad Mulyaddin J100141023

Diajukan Guna Melengkapi Tugas dan Memenuhi

Syarat-Syarat untuk Menyelesaikan Program Diploma III Fisioterapi

PROGRAM STUDI DIPLOMA III FISIOTERAPI

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2014/2015


(2)

PBNGESAHAN NASKAH PUBLIKASI

Naskatr Publikasi llmiah dengan judul Penatalaksanaan Fisioterapi

Pada Kasus Post Fiksasi Ekstemal (Gips) e.c Fracture colles tyW Frybtann III di

KaProdi Fisioterapi FIK LrMS

SIW


(3)

PHYSIOTHERAPY MANAGEMENT IN CASE POST external fixation (GIPS) ec FRACTURE COLLES FRYKMANN TYPE III

in Hospital Dr Moewardi Surakarta (achmad mulyaddin, 2014, 69 page)

Abstract

Background: Post external fixation plaster 1/3 distal radius fractures ec or so-called Colles' fracture has some problems caused by long immobilization, including pain, edema, limited range of motion (ROM)

Objective: To determine the benefits of Infrared, transcutaneous electric nerve stimulation (TENS) and exercise therapy to reduce pain, decrease edema, increase range of motion (ROM) flexion, extension, ulnar defiasi, defiasi radial wrist joints and flexion metacarpo phalangeal joints, proximal interphalang , and distal interphalang.

Results: After therapy 6 times showed pain assessment. In tenderness T1: 3 to T6: 1, painful motion T1: 5 to T6: 3, increase range of motion of wrist S: T1: 410-00 -300 be T6: 600-00-500, F: T1: 150- 00-200 becomes T6: 190-00-260, increase range of motion Metacharpo phalangeal S: T1: 250-00-250 be T6: 250-0-680, increase range of motion of the proximal interphalang S: T1: 00-00-670 be T6 : 00-0-780, increase range of motion of the distal interphalang S: T1: 00-00-140 be T6: 00-00 -190, increase muscle strength right forearm flexor T1: 4 to T6: 5, the strength of the right forearm extensor muscles T1:4 to T6: 5, edema reduction processus styloideus T1: 19cm into T6: 18.5cm.

Conclusion: Infrared and TENS can reduce pain, forced passive movement and hold relax can increase range of motion, active resisted can improve muscle strength, and free active exercise can reduce edema.

Keywords: Fracture COLLES, Infrared, transcutaneous electric nerve stimulation (TENS), exercise therapy (ET), forced passive exercise, free of active exercise, active resisted exercise, Hold relaxed.


(4)

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Akibat yang ditimbulkan dari fraktur colles salah satunya adalah stiffness wrist joint. Immobilisasi yang lama menggunakan fiksasi eksternal GIPS pada sendi wrist dapat menyebabkan stiffnessjoint atau kaku sendi.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan permasalahan yang muncul pada kasus Post external fixation (Gips) e.c close fracture colles dextra type frykmann III, maka penulis merumuskan masalah sebagai berikut : (1) apakah IR dan TENS dapat menurunkan derajat nyeri sendi wrist dekstra? (2) Apakah free active exercise dapat mengurangi odema,? (3) Apakah active resisted exercise dapat meningkatkan kekuatan otot fleksor dan ekstensor lengan kanan? (4) Apakah forced passive exercise dan hold relaxed menambah luas gerak sendi Wrist , Metacarpo phalangeal, Proximal interphalang, dan Distal interphalang dextra?

C. Tujuan Penulisan

Tujuan dari penulisan karya tulis ilmiah dengan judul “Penatalaksanaan Terapi pada Post external fixation (Gips) e.c close fracture colles dextra type frykmann III yaitu : Menjawab pertanyaan dari Rumusan Masalah.


(5)

TINJAUAN PUSTAKA 1. Definisi

a. Fraktur & fraktur colles

Fraktur adalah terputusnya kontinuitas struktural tulang. (Solomon, 2010). fraktur colles adalah fraktur antebrachii yang khas, fraktur metafisis distal radius dengan jarak kurang lebih 2,5cm dari permukaan sendi distal radius, dislokasi fragmen distalnya kearah posterior/dorsal, subluksasi sendi radioulnar distal, avulsi dari prosesus stiloideus ulna (Mansjoer 2000)

2. Etiologi

Faktor utama penyebab dari keterbatasan gerak dari sendi wrist dan sendi-sendi yang berada didistal sendi tersebut, dapat terjadi karena kurangnya aktifitas pada sendi wrist saat pemasangan eksternal fiksasi (Gips).

3. Patologi

Pada kasus fraktur colles dekstra dengan Immobilisasi yang lama menggunakan fiksasi eksternal Gips pada sendi wrist dapat menyebabkan stiffness joint atau kaku sendi. Kekakuan sendi terjadi karena oedem dan fibrosis pada kapsul, ligamen dan otot di sekitar sendi atau perlekatan jaringan lunak satu dengan yang lain maupun dengan tulang yang berada di bawahnya. Hal ini diperburuk dengan immobilisasi yang lama dimana sendi tidak dilakukan latihan untuk memulihkan gerakan (Appley, 1995).


(6)

PENATALAKSANAAN STUDI KASUS

Pada pasien laki-laki dengan usia 55 tahun dengan diagnosa medis close fraktur distal radius kanan colles type frykmann III post (GIPS) pada pemeriksaan awal diperoleh permasalahan berupa nyeri tekan dan gerak pada sendi wrist dextra, oedem pada sendi wrist dekstra, keterbatasan lingkup gerak sendi wrist, metacarpo phalangeal, proximal interphalang, dan distal interphalang dextra. penurunan kekuatan otot fleksor dan ekstensor lengan bawah, serta mengalami penurunan atau keterbatasan dalam melakukan aktivitas fungsional seperti menulis, dan menggenggam benda-benda kecil.

Pelaksanaan terapi dimulai dari tanggal 8, sampai 25 juli 2014. Modalitas fisioterapi yang diberikan yaitu IR, TENS dan Terapi latihan yang diberikan berupa, forced passive exercise, free active exercise, resisted active exercise, dan hold relaxed. Tujuan yang hendak dicapai pada kondisi ini adalah mengurangi oedem, nyeri, meningkatkan lingkup gerak sendi, meningkatkan kekuatan otot, dan tujuan jangka panjang yaitu meningkatkan kemampuan fungsional.


(7)

HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil

1. Hasil evaluasi Nilai nyeri menggunakan Numeric Rating Scale (NRS)

Setelah menjalani terapi sebanyak 6 kali dan dilakukan evaluasi dengan menggunakan Numeric Rating Scale (NRS), diperoleh hasil nyeri tekan berkurang dari 3 menjadi 1 dan nyeri gerak berkurang dari 5 menjadi 3. Setelah dilakukan terapi sebanyak 6 kali diperoleh hasil sebagai berikut, Hasil evaluasi derajat nyeri dengan skala Numeric Reting Scale (NRS):

Diagram 4.1 Hasil Evaluasi nyeri dengan NRS

Gambar 4.1

2. Hasil evaluasi lingkar segmen (oedem) sendi dengan pita ukur

Dari hasil evaluasi pengukuran anthropometri dengan menggunakan midline/pita ukur didapatkan berkurangnya oedem setelah dilakukan 6 kali terapi.

0 2 4 6 8 10

Nyeri diam Nyeri tekan Nyeri gerak


(8)

Diagram 4.2 evaluasi odema dengan pita ukur

Gambar 4.2

Dari data diagram 4.2 Hasil evaluasi lingkar segmen dengan pita ukur terlihat adanya penurunan oedem pada wirst dextra. Pengukuran antropometri pada titik ukur proccessus styloideus wrist dextra, pada T1 19cm dan hasil dari T6 menjadi 18.5cm. kemudian pada 5cm keatas titik proccessus styloideus, T1 didapatkan hasil 23.5cm dan T6 23.9cm.

3. Hasil evaluasi nilai kekuatan otot dengan Manual Muscle Testing (MMT)

Pengukuran kekuatan otot adalah menggunakan Manual Muscle Testing. Dari data yang diperoleh setelah 6 kali terapi bahwa terdapat peningkatan kekuatan otot.

Diagram 4.3 evaluasi kekuatan otot menggunakan MMT

Gambar 4.3 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 Terapi 0 Terapi 1 Terapi 2 Terapi 3 Terapi 4 Terapi 5 Terapi 6 P. styloideus 5cm keatas 0 1 2 3 4 5 Otot fleksor lengan bawah


(9)

Dari data diagram 4.3. Hasil Evaluasi nilai kekuatan otot dengan MMT dapat dilihat adanya peningkatan nilai kekuatan otot fleksor dan ekstensor lengan bawah. Pada T1 nilai kekuatan otot fleksor lengan bawah dengan nilai 4 dan hasil dari T6 menjadi 5. Sedangkan untuk nilai kekuatan otot ekstensor phalang pada T1 dengan nilai 4 dan mengalami peningkatan nilai kekuatan otot menjadi 5 pada T6.

4. Hasil evaluasi Lingkup Gerak Sendi (LGS) menggunakan ghoneometer Diagram 4.4 Hasil evaluasi nilai lingkup gerak sendi wrist (LGS)

dengan goniometer

Gambar 4.4

Diagram 4.5 Evaluasi nilai LGS, Metacharpo phalangeal(MCP), Proksimal interphalang(PIP) dan Distal interphalang(DIP) dengan

Ghoneometer

Gambar 4.5

Dari data diagram 4.3 dan 4.4 dapat disimpulkan bahwa setelah dilakukan terapi sebanyak enam kali terlihat adanya peningkatan LGS. Pada sendi Wrist, untuk gerakan fleksi dari T1: 30 menjadi T6: 50,

0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 Fleksi Ekstensi Ulnar deviasi Radial deviasi 0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 65 70 75 80 Terapi 0 Terapi 1 Terapi 2 Terapi 3 Terapi 4 Terapi 5 Terapi 6 fleksi MCP Fleksi PIP Fleksi DIP


(10)

ekstensi dari T1: 41 menjadi T6: 60, ulnar deviasi dari T1: 20 menjadi T6: 26, dan radial deviasi dari T1: 15 menjadi T6: 19. Kemudian dalam bidang sendi Metacarpo phalangeal (fleksi) dari T1: 25 menjadi T6 : 68, dalam bidang sendi Proksimal interphalang (fleksi) dari T1: 67 menjadi T6: 78, dan dalam bidang Distal interphalang (fleksi) dari T1: 14 menjadi T6: 19. Hal itu dapat terjadi seiring dengan menurunnya nyeri, spasme otot, maka pasien lebih mudah untuk menggerakkan sendi yang semula terbatas. Terapi latihan yang digunakan untuk meningkatkan LGS yaitu berupa forced passive exercise dan hold relaxed.

B. Pembahasan 1. Nyeri

Berkurangnya nyeri tersebut karena pemberian sinar infa merah dan TENS. Penyinaran menggunakan sinar infra merah yang mempunyai efek panas yang dapat memperlancar peredaran darah sehingga pemberian nutrisi dan kebutuhan jaringan akan O2 terpenuhi dengan baik dan pembuangan zat “P” akan lancar sehingga rasa nyeri berkurang atau hilang. Begitu juga dengan pemberian TENS. Newton 1990 dalam (Parjoto, 2006) mengatakan, Penurunan nyeri dengan aplikasi TENS menggunakan Teori Gate Kontrol mekanismenya yaitu sebagai berikut. Ransangan terhadap serabut nosiceptor (A Delta & C) menyebabkan substansi gelatinosa tidak aktif sehingga gerbang terbuka dan ini memungkinkan impuls noksius diteruskan ke sentral sehinggga sensasi nyeri dirasakan. Bila terjadi aktifitas pada serabut aferen yang berdiameter


(11)

besar (A Beta) maka akan mengaktivasi sel-sel interneuron dan substansi gelatinosa dengan kata lain substansi gelatinosa menjadi aktif sehinggga terjadi peningkatan kontrol presinapsis sehingga gerbang akan menutup yang berujung terhinbisinya transmisi impuls nyeri ke sistam sentral sehingga kualitas nyeri akan menurun.

2. Oedem

Proses pengurangan oedem dengan gerak aktif pada prinsipnya adalah memanfaatkan sifat vena yang dipengaruhi pumping action otot sehingga dengan kontraksi kuat, otot akan menekan vena dan cairan odem dapat dibawa vena ikut dalam peredaran darah (Kisner, 2007).

3. MMT

Dengan diberikan resisted active exercise telah terjadi peningkatan kekuatan otot. Menurut kisner dan Colby (2007) jika suatu tahanan diberikan pada otot yang berkontraksi maka otot tersebut akan beradaptasi den menjadi lebih kuat. Dan juga kekuatan otot dapat meningkat seiring berkurangnya nyeri.

4. LGS

Penggunaan tekhnik forced passive exercise sangatlah efektif dalam peningkatan LGS dan menjaga fleksibilitas otot, khususnya pada kasus imobilisasi yang lama. Untuk menjaga LGS normal, segmen harus bergerak melalui rentang tersedia secara berkala, baik itu adalah tersedia bersama jangkauan atau otot jangkauan.


(12)

KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan

Dari uraian bab-bab sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa fraktur colles dapat disebabkan karena trauma atau cedera langsung.

Pelaksanaan terapi latihan dilakukan sebanyak enam kali dan didapatkan hasil berupa penurunan nyeri, peningkatan kekuatan otot fleksor dan ekstensor lengan bawah, peningkatan luas gerak sendi wrist, MCP, PIP, dan DIP.

B. Saran

1. Kepada pasien

Pasien disarankan untuk melakukan latihan-latihan yang telah diajarkan terapis seperti menekuk dan meluruskan pergelangan tangan kananya dan jarinya secara aktif atau dengan bantuan dari tangan pasien sendiri.

2. Kepada fisioterapis

Dalam memberikan pelayanan hendaknya sesuai dengan prosedur yang ada oleh karena itu perlu suatu pemeriksaan yang teliti, dan terarah. 3. Kepada masyarakat

Bagi masyarakat umum untuk berhati-hati dalam melakukan aktivitas yang mempunyai resiko terjadinya trauma atau cedera.


(13)

DAFTAR PUSTAKA

Agustina 2010. Penatalaksanaan Fisioterapi Pada Kondisi Stiffness Ankle Joint Sinistra Akibat Post Fracture Cruris. (Karya Tulis Ilmiah). Universitas Muhammadiyah Surakarta

Apley, GA and Solomon, L. 1995. Orthopedi dan Fraktur Sistem Apley; Edisi ketujuh, Widya Medika, Jakarta.

Barbara (1999). Phusical agent Theory and Pratice for the Physical Therapis Assistant.I Philadelpia : F.A. Davis Company

Christiani S. 2013. Fraktur colles. Diakses tanggal 17 oktober 2014. http://si2l7191.blogspot.com/2013/05/bedah-colles-fracture.html

Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2005; Standar Profesi Fisioterapi di Rumah Sakit

Dorland. 2002. Kamus Kedokteran. Buku Kedokteran EGC. Jakarta.

http://www.depkes.go.id/resources/download/general/Hasil%20Riskesdas%20201 3.pdf

Johnson M, 2002; The Analgesic Effect and Clinical Use of AL-TENS, Physical Therapy, Review 3.

Kepmenkes. 2007. Standart Profesi Fisioterapi Menteri Kesehatan Republik Indonesia. Nomor 376/Menkes/SK/III/2007 dan Nomor

1575/Menkes.Jakarta/per/XI/2005http://www.hukor.depkes.go.id/up_prod _kepmenkes/KMK%20No.%20376%20ttg%20Standar%20Profesi%20Fisi oterapi.pdf

Kisner,C and Colby LA. 2007. Therapeutic Exercise Foundation and Techniques. 5th Ed: F.A Davis Company. Philadelphia

Mansjoer, A, 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3. Jilid 2. Media Aeculapius : Jakarta

Moore, keith and agur AM. R 2013. Anatomi klinik dasar, hipokrates, Jakarta. Newton AR, 1990; Contemporary Views on Pain and The Role Played by

Thermal Agents in Managing Pain Symptoms; FA Davis Company, Philadelphia.

Parjoto, S. 2006. Terapi Listrik untuk Modulasi Nyeri. Semarang: IFI Cabang Semarang


(14)

Putz, R dan Pabst, R, 1997. Sobotta Atlas Anatomi Manusia; Edisi 20, Jilid 2, Alih bahasa Septilia Inawati Wanandi, Buku Kedokteran EGC, Jakarta, Revana D. 2012. Pemasangaan gips pada fraktur. Diakses: 13 oktober 2014.

http://celanacingkrang.blogspot.com/2012/06/memahami-pemasangan-gips-pada-fraktur.html

Sander.A. 2010. Fraktur colles. Diakses 12 november 2014. https://bedahunmuh.wordpress.com/2010/05/20/fraktur-colles

Schoen, DC .2011. Adult Orthopaedic Nursing. Lippincott Williams & Wilkins: USA

Snell, Richard S, 1998. Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran.Bagian 2. Edisi 3. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.

Solomon L. 2010. Buku Ajar ortopedi dan fraktur sistem Apley.Nugroho E. Widya Medika. Jakarta

Sujatno, 2002. Sumber Fisis; Politeknik Kesehatan Surakarta Jurusan Fisioterapi, Surakarta.

Syaifuddin. 2011. Anatomi Fisiologi untuk Mahasiswa Keperawatan. Edisi 3. Editor Monica Ester, Jakarta : EGC


(1)

Dari data diagram 4.3. Hasil Evaluasi nilai kekuatan otot dengan MMT dapat dilihat adanya peningkatan nilai kekuatan otot fleksor dan ekstensor lengan bawah. Pada T1 nilai kekuatan otot fleksor lengan bawah dengan nilai 4 dan hasil dari T6 menjadi 5. Sedangkan untuk nilai kekuatan otot ekstensor phalang pada T1 dengan nilai 4 dan mengalami peningkatan nilai kekuatan otot menjadi 5 pada T6.

4. Hasil evaluasi Lingkup Gerak Sendi (LGS) menggunakan ghoneometer

Diagram 4.4 Hasil evaluasi nilai lingkup gerak sendi wrist (LGS) dengan goniometer

Gambar 4.4

Diagram 4.5 Evaluasi nilai LGS, Metacharpo phalangeal(MCP), Proksimal interphalang(PIP) dan Distal interphalang(DIP) dengan

Ghoneometer

Gambar 4.5

Dari data diagram 4.3 dan 4.4 dapat disimpulkan bahwa setelah dilakukan terapi sebanyak enam kali terlihat adanya peningkatan LGS. Pada sendi Wrist, untuk gerakan fleksi dari T1: 30 menjadi T6: 50,

0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 Fleksi Ekstensi Ulnar deviasi Radial deviasi 0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 65 70 75 80 Terapi 0 Terapi 1 Terapi 2 Terapi 3 Terapi 4 Terapi 5 Terapi 6 fleksi MCP Fleksi PIP Fleksi DIP


(2)

ekstensi dari T1: 41 menjadi T6: 60, ulnar deviasi dari T1: 20 menjadi T6: 26, dan radial deviasi dari T1: 15 menjadi T6: 19. Kemudian dalam bidang sendi Metacarpo phalangeal (fleksi) dari T1: 25 menjadi T6 : 68, dalam bidang sendi Proksimal interphalang (fleksi) dari T1: 67 menjadi T6: 78, dan dalam bidang Distal interphalang (fleksi) dari T1: 14 menjadi T6: 19. Hal itu dapat terjadi seiring dengan menurunnya nyeri, spasme otot, maka pasien lebih mudah untuk menggerakkan sendi yang semula terbatas. Terapi latihan yang digunakan untuk meningkatkan LGS yaitu berupa forced passive exercise dan hold relaxed.

B. Pembahasan

1. Nyeri

Berkurangnya nyeri tersebut karena pemberian sinar infa merah dan TENS. Penyinaran menggunakan sinar infra merah yang mempunyai efek panas yang dapat memperlancar peredaran darah sehingga pemberian nutrisi dan kebutuhan jaringan akan O2 terpenuhi dengan baik dan

pembuangan zat “P” akan lancar sehingga rasa nyeri berkurang atau

hilang. Begitu juga dengan pemberian TENS. Newton 1990 dalam (Parjoto, 2006) mengatakan, Penurunan nyeri dengan aplikasi TENS menggunakan Teori Gate Kontrol mekanismenya yaitu sebagai berikut. Ransangan terhadap serabut nosiceptor (A Delta & C) menyebabkan substansi gelatinosa tidak aktif sehingga gerbang terbuka dan ini memungkinkan impuls noksius diteruskan ke sentral sehinggga sensasi nyeri dirasakan. Bila terjadi aktifitas pada serabut aferen yang berdiameter


(3)

besar (A Beta) maka akan mengaktivasi sel-sel interneuron dan substansi gelatinosa dengan kata lain substansi gelatinosa menjadi aktif sehinggga terjadi peningkatan kontrol presinapsis sehingga gerbang akan menutup yang berujung terhinbisinya transmisi impuls nyeri ke sistam sentral sehingga kualitas nyeri akan menurun.

2. Oedem

Proses pengurangan oedem dengan gerak aktif pada prinsipnya adalah memanfaatkan sifat vena yang dipengaruhi pumping action otot sehingga dengan kontraksi kuat, otot akan menekan vena dan cairan odem dapat dibawa vena ikut dalam peredaran darah (Kisner, 2007).

3. MMT

Dengan diberikan resisted active exercise telah terjadi peningkatan kekuatan otot. Menurut kisner dan Colby (2007) jika suatu tahanan diberikan pada otot yang berkontraksi maka otot tersebut akan beradaptasi den menjadi lebih kuat. Dan juga kekuatan otot dapat meningkat seiring berkurangnya nyeri.

4. LGS

Penggunaan tekhnik forced passive exercise sangatlah efektif dalam peningkatan LGS dan menjaga fleksibilitas otot, khususnya pada kasus imobilisasi yang lama. Untuk menjaga LGS normal, segmen harus bergerak melalui rentang tersedia secara berkala, baik itu adalah tersedia bersama jangkauan atau otot jangkauan.


(4)

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Dari uraian bab-bab sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa fraktur colles dapat disebabkan karena trauma atau cedera langsung.

Pelaksanaan terapi latihan dilakukan sebanyak enam kali dan didapatkan hasil berupa penurunan nyeri, peningkatan kekuatan otot fleksor dan ekstensor lengan bawah, peningkatan luas gerak sendi wrist, MCP, PIP, dan DIP.

B. Saran

1. Kepada pasien

Pasien disarankan untuk melakukan latihan-latihan yang telah diajarkan terapis seperti menekuk dan meluruskan pergelangan tangan kananya dan jarinya secara aktif atau dengan bantuan dari tangan pasien sendiri.

2. Kepada fisioterapis

Dalam memberikan pelayanan hendaknya sesuai dengan prosedur yang ada oleh karena itu perlu suatu pemeriksaan yang teliti, dan terarah. 3. Kepada masyarakat

Bagi masyarakat umum untuk berhati-hati dalam melakukan aktivitas yang mempunyai resiko terjadinya trauma atau cedera.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Agustina 2010. Penatalaksanaan Fisioterapi Pada Kondisi Stiffness Ankle Joint Sinistra Akibat Post Fracture Cruris. (Karya Tulis Ilmiah). Universitas Muhammadiyah Surakarta

Apley, GA and Solomon, L. 1995. Orthopedi dan Fraktur Sistem Apley; Edisi ketujuh, Widya Medika, Jakarta.

Barbara (1999). Phusical agent Theory and Pratice for the Physical Therapis Assistant.I Philadelpia : F.A. Davis Company

Christiani S. 2013. Fraktur colles. Diakses tanggal 17 oktober 2014. http://si2l7191.blogspot.com/2013/05/bedah-colles-fracture.html

Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2005; Standar Profesi Fisioterapi di Rumah Sakit

Dorland. 2002. Kamus Kedokteran. Buku Kedokteran EGC. Jakarta.

http://www.depkes.go.id/resources/download/general/Hasil%20Riskesdas%20201 3.pdf

Johnson M, 2002; The Analgesic Effect and Clinical Use of AL-TENS, Physical Therapy, Review 3.

Kepmenkes. 2007. Standart Profesi Fisioterapi Menteri Kesehatan Republik Indonesia. Nomor 376/Menkes/SK/III/2007 dan Nomor

1575/Menkes.Jakarta/per/XI/2005http://www.hukor.depkes.go.id/up_prod _kepmenkes/KMK%20No.%20376%20ttg%20Standar%20Profesi%20Fisi oterapi.pdf

Kisner,C and Colby LA. 2007. Therapeutic Exercise Foundation and Techniques. 5th Ed: F.A Davis Company. Philadelphia

Mansjoer, A, 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3. Jilid 2. Media Aeculapius : Jakarta

Moore, keith and agur AM. R 2013. Anatomi klinik dasar, hipokrates, Jakarta. Newton AR, 1990; Contemporary Views on Pain and The Role Played by

Thermal Agents in Managing Pain Symptoms; FA Davis Company, Philadelphia.

Parjoto, S. 2006. Terapi Listrik untuk Modulasi Nyeri. Semarang: IFI Cabang Semarang


(6)

Putz, R dan Pabst, R, 1997. Sobotta Atlas Anatomi Manusia; Edisi 20, Jilid 2, Alih bahasa Septilia Inawati Wanandi, Buku Kedokteran EGC, Jakarta, Revana D. 2012. Pemasangaan gips pada fraktur. Diakses: 13 oktober 2014.

http://celanacingkrang.blogspot.com/2012/06/memahami-pemasangan-gips-pada-fraktur.html

Sander.A. 2010. Fraktur colles. Diakses 12 november 2014. https://bedahunmuh.wordpress.com/2010/05/20/fraktur-colles

Schoen, DC .2011. Adult Orthopaedic Nursing. Lippincott Williams & Wilkins: USA

Snell, Richard S, 1998. Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran.Bagian 2. Edisi 3. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.

Solomon L. 2010. Buku Ajar ortopedi dan fraktur sistem Apley.Nugroho E. Widya Medika. Jakarta

Sujatno, 2002. Sumber Fisis; Politeknik Kesehatan Surakarta Jurusan Fisioterapi, Surakarta.

Syaifuddin. 2011. Anatomi Fisiologi untuk Mahasiswa Keperawatan. Edisi 3. Editor Monica Ester, Jakarta : EGC


Dokumen yang terkait

PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KASUS POST Penatalaksanaan Fisioterapi Pada Kasus Post Open Reduction And Internal Fixation (Orif) Intercondylar Femur Dextra Comminutive Type Displaced Di Rsud Dr. Moewardi.

0 6 17

PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KASUS POST Penatalaksanaan Fisioterapi Pada Kasus Post Fraktur Colles Dextra Di RSUD Panembahan Senopati Bantul.

0 2 12

PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KASUS POST Penatalaksanaan Fisioterapi Pada Kasus Post Fraktur Colles Dextra Di RSUD Panembahan Senopati Bantul.

0 2 18

PENDAHULUAN Penatalaksanaan Fisioterapi Pada Kasus Post Fraktur Colles Dextra Di RSUD Panembahan Senopati Bantul.

0 4 5

KARYA TULIS ILMIAH PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KASUS POST FIKSASI Penatalaksanaan Fisioterapi Pada Kasus Post Fiksasi Eksternal (Gips) E.C Fracture Colles Type Frykmann Iii Di RSUD Dr Moewardi Surakarta.

0 2 16

PENDAHULUAN Penatalaksanaan Fisioterapi Pada Kasus Post Fiksasi Eksternal (Gips) E.C Fracture Colles Type Frykmann Iii Di RSUD Dr Moewardi Surakarta.

0 3 6

PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KASUS POST Penatalaksanaan Fisioterapi Pada Kasus Post Release Dequervain Tenosinovitis Syndrome Di RSUD Dr Moewardi Surakarta.

0 3 17

PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KONDISI POST FRAKTUR COLLES DEXTRA Penatalaksanaan fisioterapi pada kondisi post fraktur colles dextra di r.s pku muhammadiyah surakarta.

0 2 14

PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KONDISI POST FRAKTUR Penatalaksanaan Fisioterapi Pada Kondisi Post Fraktur Colles Sinistra Di Polkiklinik Fisioterapi Rso.Prof.Dr.R.Soeharso Surakarta.

0 0 14

PENATALAKSANAAN INFRA RED DAN TERAPI LATIHAN PADA KASUS POST OPERASI FRACTURE COLLES Penatalaksanaan Infra Red Dan Terapi Latihan Pada Kasus Post Operasi Fracture Colles Disertai Dislokasi Ulna Dextra Di RST Dr. Soedjono Magelang.

0 4 17