PENDAHULUAN Uji Efek Stimulansia Infusa Rimpang Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) Pada Mencit Jantan Galur Swiss.

1
 

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Penggunaan tanaman yang berkhasiat sebagai obat untuk penanggulangan
berbagai masalah kesehatan telah dikenal bangsa Indonesia sejak lama.
Pemanfaatan tanaman yang berkhasiat sebagai obat didasarkan pada pengalaman
yang diwariskan secara turun temurun. Penggunaan obat

tradisional relatif

digemari oleh masyarakat, karena obat tradisonal memiliki efek samping lebih
sedikit jika dibandingkan obat modern apabila digunakan secara tepat (Sari,
2006). Harga obat-obatan modern yang mahal juga menjadi alasan dipilihnya obat
tradisional, sehingga daya beli masyarakat terhadap obat modern melemah.
Industri farmasi mulai berupaya mencari alternatif yang paling efektif dengan cara
menoleh kembali ke alam sekitar (back to nature) seperti yang telah dilakukan
negara-negara maju yang lebih dulu menerapkan konsep tersebut (Kartikasari et

al., 2011). WHO telah merekomendasikan pemeliharaan kesehatan masyarakat,
pencegahan serta pengobatan penyakit dengan menggunakan obat tradisional.
Perbaharuan strategi global obat tradisional terus dilakukan agar dapat
dimanfaatkan dengan aman dan efektif (WHO, 2008).
Stimulansia merupakan suatu zat yang dapat merangsang sistem saraf
pusat yang dapat mempercepat proses-proses dalam tubuh, dapat meningkatkan
kemampuan fisik dan mental, meningkatkan konsentrasi, dapat membuat
seseorang lebih siaga serta dapat meminimalisasi kelelahan (Sujatno, 2001).
Stimulansia merupakan senyawa aktif yang berpengaruh terhadap organ tubuh
secara keseluruhan (Katzung, 2002). Masyarakat banyak menggunakan stimulan
dalam bentuk minuman suplemen dengan tujuan untuk menambah tenaga serta
mengurangi kelelahan akibat kerja fisik (Setiabudy, 2005).
Keanekaragaman tumbuhan yang berkhasiat di Indonesia belum banyak
dimanfaatkan secara optimal. Hal ini dikarenakan rendahnya pengetahuan
masyarakat mengenai tanaman obat (Kartikasari et al, 2011). Temulawak adalah
salah satu tanaman di Indonesia yang digunakan sebagai obat dan jamu. Tanaman
1

2


temulawak perlu dikembangkan karena secara empiris temulawak memiliki
manfaat bagi kesehatan (Badan POM RI, 2005). Famili zingiberaceae secara
empiris digunakan sebagai stimulansia, salah satunya adalah temulawak (Fadilah,
2010). Berbagai macam khasiat yang dimiliki temulawak sangat beragam, antara
lain digunakan sebagai pewarna alami makanan, antitumor, antioksidan, serta obat
malaria (Mulya et al., 2009).
Bagian dari tanaman temulawak yang digunakan adalah rimpangsegar,
kering ataupun yang sudah diserbuk. Rimpang temulawak juga dapat diolah
dalam bentuk sediaan galenik seperti infusa, ekstrak, dekokta, bentuk teh, serta
tingtur. Rimpang Temulawak mengandung berbagai senyawa kimia antara lain
kurkuminoid, minyak lemak, minyak atsiri, zat tepung, protein, karbohidrat,
lemak, kalium, natrium, magnesium, dan zat besi (Badan POM RI, 2005). Hasil
pengujian secara fitokimia rimpang temulawak mengandung alkaloid, flavonoid,
glikosida, triterpenoid serta fenolik (Hayani, 2006).
Dalam penelitian ini simplisia temulawak dibuat dalam bentuk sediaan
infusa, secara empiris sediaan temulawak digunakan oleh masyarakat dalam
bentuk infusa (Badan POM RI, 2005). Sejauh ini khasiat temulawak sebagai
stimulansia hanya didasarkan pada pengalaman empiris dan dikonsumsi dalam
bentuk minuman penyegar saja, sehingga perlu dilakukan penelitian untuk
mendapat data ilmiah efek stimulansia temulawak.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah Natatory Exhaustion.
Natatory Exhaustion merupakan suatu metode yang digunakan untuk mengetahui
pengaruh obat yang memiliki efek terhadap koordinasi gerak. Metode ini
digunakan untuk menguji efek stimulan obat perangsang pada hewan uji. Efek
stimulan dapat diketahui berdasarkan peningkatan waktu lelah selama hewan uji
direnangkan (Aznam, 2009). Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan di atas,
akhirnya mendorong peneliti melakukan uji aktivitas stimulansia infusa
temulawak dengan menggunakan hewan uji mencit.

3

B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan, maka dapat dirumuskan
permasalahan: Apakah infusa rimpang temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.)
mempunyai efek stimulansia pada mencit jantan galur Swiss?

C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek stimulansia infusa rimpang
temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) pada mencit jantan galur Swiss.


D. Tinjauan Pustaka
1. Efek Stimulansia
Stimulansia merupakan senyawa aktif yang mempengaruhi susunan saraf
pusat, dan berpengaruh terhadap organ tubuh secara keseluruhan. Stimulansia
dapat meningkatkan konsentrasi (Katzung, 2002), selain itu stimulansia dapat
merangsang susunan saraf pusat untuk menghilangkan kelelahan, serta menambah
kemampuan fisik dan mental (Sujatno, 2001).
Stimulan psikomotor merupakan golongan obat yang dapat menstimulasi
susunan saraf pusat sehingga dapat mengurangi kelelahan akibat aktivitas tubuh
yang berlebihan, serta dapat meningkatkan aktivitas motorik (Mycek, 2001).Efek
stimulansia yang bekerja pada korteks memiliki efek euphoria dan dapat
meminimalisasi kelelahan. Peningkatan pernafasan stimulasi vasomotor dan
stimulasi vagus merupakan efek yang dihasilkan oleh medula. Sikap negatif
terhadap kerja yang menimbulkan kelelahan dapat ditunda dengan adanya efek
euphoria (Nieforth dan Cohen, 1981).
2. Tanaman yang Digunakan
a. Deskripsi
Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.)merupakan salah satu tanaman
di Indonesia yang dapat digunakan untuk pengobatan. Bagian dari temulawak
yang dijadikan sebagai obat adalah rimpangnya (Rahardjo, 2010). Temulawak

merupakan terna berbatang semu kurang lebih setinggi 2m, memiliki warna hijau
atau coklat gelap. Temulawak memiliki akar yang bercabang kuat berwarna hijau
sampai kecoklatan. Temulawak mempunyai daun 2 helai sampai 9 helai, yang

4

berbentuk bundar memanjang sampai bangun lanset. Mahkota bunga temulawak
memiliki bentuk bundar telur sampai bangun jorong, berwarna kemerahan, ungu,
serta putih dengan ujungnya yang berwarna ungu, pada bagian bawah berwarna
hijau muda sampai keputihan (Depkes RI, 1979).
b. Sistematika Tanaman
Kingdom

: Plantae

Divisi

: Spermathophyta

Sub devisi


: Angiospermae

Kelas

: Monocotyledoneae

Ordo

: Zingiberales

Famili

: zingiberaceae

Genus

: Curcuma

Spesies


:Curcuma xanthorrhiza Roxb (Depkes RI, 1979)

c. Nama Daerah
Temulawak (Jawa Tengah), koneng gede (Jawa Barat), temu labak
(Madura), tetemulawak (Sumatra), kunyit ketumbu (Aceh).
d. Kandungan Kimia
Rimpang temulawak memiliki kandungan utama protein, pati, zat warna
kuning kurkuminoid, dan minyak atsiri yang mengandung xanthorizol (40%),
kamfer,

turmerol,

feladren,

tolilmetilkarbinol,

ar-kurkumen,

zingiberen,


germakron, dan b-turmeron (Rahardjo dan Rostiana, 2003). Temulawak juga
mengandung karbohidrat, minyak lemak, serta mineral seperti kalium, natrium,
magnesium, mangan serta zat besi (Badan POM RI, 2005). Hasil pengujian
fitokimia rimpang temulawak mengandung alkaloid, flavonoid, glikosida,
triterpenoid serta fenolik (Hayani, 2006).
e. Kegunaan Tanaman
Hasil uji praklinik menunjukkan bahwa temulawak dapat digunakan
sebagai obat hepatoprotektif, anti-inflamasi, antikanker, antidiabetes, antimikroba,
antihiperlipidemia, anti-kolera dan antioksidan (Hwang et al, 2000). Industri
farmasi memanfaatkan temulawak sebagai jamu, herbal terstandar, dan obat
fitofarmaka (Kemala et al., 2003).

5

3. Infundasi
Infusa adalah suatu sediaan yang dibuat dengan cara menyari simplisia
nabati dengan air pada suhu 90°C selama 15 menit. Infundasi merupakan cara
yang paling sederhana untuk membuat sediaan herbal (Depkes RI, 1979).
Cara penyarian dengan metode infundasi adalah simplisia dimasukkan

dalam panci dengan air secukupnya, kemudian dipanaskan di atas tangas air
selama 15 menit terhitung mulai suhu mencapai 90°C sambil sekali-sekali diaduk.
Diserkai selagi panas melalui kain flanel, ditambahkan air panas secukupnya
melalui ampas hingga diperoleh volume infusa yang dikehendaki. Infusa simplisia
yang mengandung minyak atsiri diserkai setelah dingin. Infus simplisia yang
mengandung lendir tidak boleh diperas (Depkes RI, 1979).
4. Kafein
Kafein merupakan senyawa yang memacu Sistem Saraf Pusat (SSP). Yang
paling banyak digunakan. Teh dan kopi merupakan contoh beberapa tumbuhan
yang secara alami memiliki kandungan kafein. Kafein dapat meminimalisasi
keletihan serta dapat meningkatkan kewaspadaan karena adanya rangsangan pada
korteks dan daerah lain di otak (Mycek, 2001). Kafein dapat memberikan efek
stimulan yang memberikan dampak positif antara lain hilangnya gejala-gejala
kelelahan serta meningkatkan kemampuan berkonsentrasi (Mutschler, 1986).
Kafein sebagai stimulan tingkat sedang sering diduga sebagai penyebab
kecanduan. Kafein hanya dapat menimbulkan kecanduan jika dikonsumsi dalam
jumlah yang banyak dan rutin. Kecanduan kafein sangat berbeda dengan
kecanduan obat psikotropika, karena gejalanya akan hilang dalam satu atau dua
hari setelah dikonsumsi (Wehantow et al, 2013).
Kafein mampu menunda kelelahan seseorang dalam melakukan pekerjaan

yang cukup menguras tenaga. Euphoria merupakan salah satu efek yang
ditimbulkan oleh kafein, sehingga mampu menstimulasi otot-otot rangka secara
langsung (Nieforth dan Cohen, 1981). Orang yang mengkonsumsi kafein secara
langsung dapat merasakan efek yang timbul diantaranya rasa kantuk yang
berkurang, memiliki daya pikir yang lebih cepat dan lebih jernih (Sunaryo, 1995).

6

5. Kelelahan
Kelelahan merupakan suatu kondisi berkurangnya kemampuan kerja unit
fungsional. Bertambahnya kelelahan mengakibatkan kemampuan kerja semakin
lemah. Kelelahan hipotonik merupakan kelelahan fisik yang disebabkan aktivitas
otot yang cukup lama sehingga otot menjadi lemas. Dampak yang timbul akibat
kelelahan fisik adalah berkurangnya hasil kerja seseorang (Ikayati, 2007).
Beberapa penelitian fisiologi mengungkapkan bahwa karyawan yang
kelelahan tidak dapat bekerja secara optimal sebaliknya, karyawan yang
mendapatkan waktu istirahat yang cukup memiliki kemampuan kinerja yang
tinggi serta hanya membutuhkan sedikit tenaga untuk bekerja. Tindakan yang
dapat dilakukan untuk menghindari kelelahan antara lain berolahraga teratur,
istirahat yang cukup, serta menjalankan pola hidup sehat (Ikayati, 2007).

6. Metode Natatory Exhaustion
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah Natatory Exhaustion.
Natatory Exhaustion merupakan suatu metode skrining farmakologi yang
digunakan untuk mengetahui efek obat yang bekerja pada koordinasi gerak hewan
uji. Pengamatan dilakukan pada anggota gerak tubuh keseluruhan yang
ditunjukkan oleh hewan uji sebelum dan setelah diberi perlakuan, kemudian
dicatat selisih waktu lelahnya. Alat yang digunakan adalah reservoir, berupa
tangki air dengan ukuran panjang 50 cm, lebar 30 cm, dan tingginya 25 cm dan
ketinggian air yang digunakan adalah 18 cm pada suhu 25° C, serta diberi
gelombang buatan yang berasal dari pompa udara (Turner, 1965).
Metode ini dilakukan dengan cara hewan uji dimasukkan dalam tangki air
dan dicatat waktu lelahnya. Waktu lelah merupakan selang waktu saat hewan uji
dimasukkan dalam tangki sampai menunjukkan rasa lelah. Waktu lelah hewan uji
ditunjukkan dengan perilaku hewan uji yang membiarkan kepalanya di bawah
permukaan air selama kurang lebih 7 detik (Turner, 1965).

E. Keterangan Empiris
Mengeksplorasi efek stimulansia infusa rimpang temulawak (Curcuma
xanthorrhiza Roxb.) pada mencit jantan galur Swiss.

Dokumen yang terkait

UJI EFEK HEPATOREPAIR EKSTRAK TEMULAWAK (Curcuma Uji Efek Hepatorepair Ekstrak Temulawak (Curcuma Xanthorrhiza Roxb) Pada Tikus Putih Jantan Galur Wistar Yang Diinduksi Paracetamol.

0 2 18

UJI EFEK HEPATOREPAIR EKSTRAK TEMULAWAK (Curcuma Uji Efek Hepatorepair Ekstrak Temulawak (Curcuma Xanthorrhiza Roxb) Pada Tikus Putih Jantan Galur Wistar Yang Diinduksi Paracetamol.

0 2 15

PENDAHULUAN Uji Efek Hepatorepair Ekstrak Temulawak (Curcuma Xanthorrhiza Roxb) Pada Tikus Putih Jantan Galur Wistar Yang Diinduksi Paracetamol.

0 2 4

UJI EFEK ANALGESIK EKSTRAK ETANOL 70% RIMPANG TEMULAWAK (Curcuma xanthorrhiza Roxb) PADA MENCIT Uji Efek Analgesik Ekstrak Etanol 70% Rimpang Temulawak (Curcuma Xanthorrhiza Roxb) Pada Mencit (Mus Musculus) Jantan Galur Swiss Yang Diinduksi Nyeri Asam As

0 3 20

UJI EFEK ANALGESIK EKSTRAK ETANOL 70% RIMPANG TEMULAWAK (Curcuma xanthorrhiza Roxb) PADA MENCIT Uji Efek Analgesik Ekstrak Etanol 70% Rimpang Temulawak (Curcuma Xanthorrhiza Roxb) Pada Mencit (Mus Musculus) Jantan Galur Swiss Yang Diinduksi Nyeri Asam As

0 3 17

PENDAHULUAN Uji Efek Analgesik Ekstrak Etanol 70% Rimpang Temulawak (Curcuma Xanthorrhiza Roxb) Pada Mencit (Mus Musculus) Jantan Galur Swiss Yang Diinduksi Nyeri Asam Asetat Dengan Metode Geliat (Writhing Test).

0 4 4

UJI EFEK STIMULANSIA INFUSA RIMPANG TEMULAWAK (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) PADA MENCIT JANTAN GALUR SWISS Uji Efek Stimulansia Infusa Rimpang Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) Pada Mencit Jantan Galur Swiss.

1 9 13

UJI EFEK STIMULANSIA INFUSA RIMPANG TEMULAWAK (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) PADA MENCIT JANTAN Uji Efek Stimulansia Infusa Rimpang Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) Pada Mencit Jantan Galur Swiss.

0 2 11

UJI EFEK SEDIAAN SERBUK INSTAN RIMPANG TEMULAWAK (Curcuma xanthorrhiza Roxb) SEBAGAI TONIKUM TERHADAP MENCIT JANTAN GALUR Swiss Webster.

1 28 23

UJI EFEK ANALGETIK TEMULAWAK INSTAN (Curcuma xanthorrhiza Roxb) PADA MENCIT JANTAN DENGAN METODE GELIAT.

6 41 76