UJI EFEK ANALGETIK TEMULAWAK INSTAN (Curcuma xanthorrhiza Roxb) PADA MENCIT JANTAN DENGAN METODE GELIAT.

(1)

UJI EFEK ANALGETIK TEMULAWAK INSTAN (Curcuma xanthorrhiza Roxb) PADA MENCIT JANTAN DENGAN METODE GELIAT

HALAMAN JUDUL

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Yogyakarta untuk memenuhi sebagian persyaratan

guna memperoleh Gelar Sarjana Sains Kimia

Disusun oleh: Tanti Wulandari NIM 13307141028

PROGRAM STUDI KIMIA JURUSAN PENDIDIKAN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA


(2)

UJI EFEK ANALGETIK TEMULAWAK INSTAN (Curcuma xanthorrhiza Roxb) PADA MENCIT JANTAN DENGAN METODE GELIAT

Oleh :

TANTI WULANDARI NIM. 13307141028

Pembimbing Utama : Prof. Dr. Nurfina Aznam, SU. Apt.

ABSTRAK

Telah dilakukan penelitian mengenai “Uji Efek Analgetik Temulawak Instan (Curcuma xanthorriza Roxb) pada Mencit Jantan dengan Metode Geliat”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek analgetik pemberian temulawak instan (Curcuma xanthoriza Roxb) pada mencit jantan serta untuk mengetahui dosis efektif instan dan seberapa efektifnya bila dibandingkan dengan asetosal.

Hewan uji berupa 25 ekor tikus jantan galur Swiss berumur 2-3 bulan dengan berat 20-40 gram yang dibagi menjadi 5 kelompok, yaitu kelompok kontrol negatif diberi Na-CMC 1%, kelompok kontrol positif diberi asetosal dengan dosis 65 mg/KgBB, kelompok perlakuan pertama, kedua, dan ketiga berturut-turut diberi temulawak instan dosis 187,5 mg/KgBB; 375 mg/KgBB; dan 750 mg/KgBB. Masing-masing kelompok dihitung frekuensi geliat dengan menggunakan metode geliat. Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan uji one way ANOVA dan uji independet T-test.

Hasil uji menunjukkan temulawak instan dosis 750 mg/KgBB memberikan efek analgetik pada mencit jantan. Dosis 750 mg/KgBB memberikan efek analgetik yang setara dengan pemberian asetosal dalam penurunan jumlah geliat mencit dan merupakan dosis efektif analgetik. Sedangkan harga IC50 yaitu 700

mg/KgBB.


(3)

ANALGESIC EFFECT TEST OF TEMULAWAK INSTAN HERBAL PRODUCT (Curcuma xanthorrhiza Roxb) ON MALE MICE WITH THE

METHOD OF STRECTCHING By :

TANTI WULANDARI Student’s Number. 13307141028

Principal Supervisor : Prof. Dr. Nurfina Aznam, SU. Apt.

ABSTRACT

The research named “Analgesic Effect Test of Temulawak Instan Herbal Product (Curcuma xanthorrizha Roxb) on Male Mice with The Method of Strectching” This study aimed to evaluating the effect of temulawak instan herbal product on male strain mice and to determine the effective dose of the instan, and how effective it is when compared to acetocal.

The animals were 25 male Swiss strain mice 2-3 months old, weight 20-40 grams, and were divided into 5 groups: negative control group was treated by CMC 1%, Positive Control group was treated by acetosal 65mg/KgBW, Group I, II and III treated by temulawak instant herbal product a dose of 187,5 mg /KgBW, 325 mg/KgBW and 750 mg/KgBW respectively. Each group was stretched and the frequencies calculated using the method of strectching. The result were analyzed statistically with one-way ANOVA and independet-T test.

The result indicated that temulawak instant herbal product was dose of 750 mg/KgBW KgBW have analgesic effect in male mice. Dose of 750 mg/KgBW provides analgesic effect equivalent to acetocal in the decline of strectching and is an effective dose of analgesic. While the ED50 value is 700 mg/KgBW.

Keywords : temulawak, temulawak instant herbal product, analgesic, the method of strecthcing


(4)

(5)

(6)

(7)

MOTTO MAN JADDA WAJADA

Siapa yang bersungguh-sungguh pasti berhasil MAN SHABARA ZHAFIRA

Siapa yang bersabar pasti beruntung MAN SARA ALA DARWIWASHALA Siapa menapaki jalan-Nya akan sampai ke tujuan

“Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan maka apabila telah selesai (dari suatu urusan) kerjakanlah dengan

sesungguh-sungguhnya (urusan) yang lain dan hanya kepada Tuhanlah hendaknya kamu berharap”

(QS. Alam Nasyrah:7,9)

“Pendidikan merupakan perlengkapan paling baik untuk hari tua” (Aristoteles)


(8)

PERSEMBAHAN

Alhamdulillahirobbil’alamin puji syukur kepada Allah SWT, akhirnya skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik. Dengan segala ketulusan hati, kupersembahkan karya ilmiah ini kepada orang-orang terkasih yang senantiasa membimbingku dan menjadi sahabat selama aku dilahirkan ke dunia ini.

Untukmu Ayahku tercinta Edy Kunarto dan Ibuku tercinta Sudarmi..

Aku tak pernah lupa semua pengorbanan dan jerih payah yang engkau berikan untukku agar dapat menggapai cita-cita. Terimakasih atas semangat serta doa yang kau lantunkan untukku sehingga dapat kuraih kesuksesan ini. Asaku kelak dapat membahagiakan dirimu sampai akhir hayatmu, semoga. Doakan aku selalu ayah dan ibu.

Untuk kakakku tersayang Sri Lestari beserta abang iparku Hendri, terimakasih untuk semangat, doa dan bantuan materi selama ini.

Untuk adikku tersayang Diana Valentina, terimakasih sudah menjadi partner hidupku serta penyemangatku.

Untuk teman-teman satu perjuangan anak-anak kimia B 2013, terutama Mufti dan Safrina, terimakasih telah menjadi teman, sahabat dan keluarga terbaikku selama di kampus. Semoga persahabatan ini bertahan sampai kita tua nanti.

Dan untuk semua yang telah membantu dan memberi doa serta dukungan yang tidak bisa penulis sebutkan satu per satu, kuucapkan terimakasih.


(9)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas karunia, rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul: “Uji Efek Analgetik Instan Temulawak (Curcuma xanthorriza Roxb) pada Mencit Jantan dengan Metode Geliat”

Penulis menyadari bahwa dalam penyelesaian skripsi ini tidak terlepas dari bimbingan, bantuan dan motivasi dari berbagai pihak. Oleh karena itu, melalui kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih pada:

1. Bapak Prof. Dr. Sutrisna Wibawa, M.Pd selaku Rektor Universitas Negeri Yogyakarta

2. Bapak Dr. Hartono selaku Dekan FMIPA Universitas Negeri Yogyakarta 3. Bapak Jaslin Ikhsan, Ph.D. selaku Ketua Jurusan dan Ketua Program Studi

Kimia FMIPA Universitas Negeri Yogyakarta

4. Ibu Prof. Dr. Nurfina Aznam, SU. Apt. selaku pembimbing yang selalu memberikan arahan dan bimbingan dalam proses penyusunan laporan 5. Ibu C.Budimarwanti, M.Si selaku penguji utama

6. Ibu Dr. Amanatie,M.Pd, M.Si selaku penguji pendamping

7. Seluruh dosen dan staf Jurusan Pendidikan Kimia FMIPA Universitas Negeri Yogyakarta

8. Laboran Laboratorium Farmakologi Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta 9. Sahabatku Safrina dan Mufti yang selalu menjadi sahabat yang selalu ada

saat senang dan susah

10. Putri, Dwi K, mbak Anis, Santy, dan Andin yang selalu ada saat aku membutuhkan bantuan

11. Asida dan Rekzy selaku teman satu bimbingan yang telah membantu saat penelitian


(10)

Penulis menyadari bahwa laporan skripsi ini masih memiliki banyak kekurangan, oleh karena itu penulis mengharapkan masukan berupa kritik dan saran yang bersifat membangun.

Akhir kata penulis mengharapkan semoga skripsi ini dapat berguna dan memberikan manfaat bagi lembaga, fakultas, jurusan, mahasiswa, dan pembaca sekalian.

Yogyakarta, 2017 Penulis


(11)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

ABSTRAK ... ii

ABSTRACT ... iii

PERSETUJUAN ... iv

PERNYATAAN ... v

LEMBAR PENGESAHAN ... vi

PERSEMBAHAN ... viii

KATA PENGANTAR ... ix

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 3

C. Pembatasan Masalah ... 3

D. Perumusan Masalah ... 4

E. Tujuan Penelitian ... 4

F. Manfaat Penelitian ... 4

BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 5

A. Deskripsi Teori ... 5


(12)

BAB III METODE PENELITIAN... 19

A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 19

B. Subjek dan Objek Penelitian ... 19

C. Variabel Penelitian ... 19

D. Alat dan Bahan ... 19

E. Prosedur Penelitian... 21

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 25

A. HASIL PENELITIAN ... 25

B. PEMBAHASAN ... 29

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 37

DAFTAR PUSTAKA ... 38


(13)

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Kelompok Perlakuan Hewan Uji ... 22

Tabel 2. Rerata Jumlah Geliat Setiap Kelompok Perlakuan ... 26

Tabel 3. Persen Proteksi dan Efektivitas Tiap Kelompok Perlakuan... 27

Tabel 4. Rerata Jumlah Geliat setiap 5 Menit ... 28

Tabel 5. Hasil Uji Homogenitas Semua Kelompok Uji ... 28

Tabel 6. Hasil Analisis Data Metode one way ANOVA ... 29


(14)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Tanaman Temulawak ... 6

Gambar 2. Rimpang Temulawak ... 7

Gambar 3. Struktur Senyawa Kurkumin ... 7

Gambar 4. Temulawak Instan ... 9

Gambar 5. Struktur Kimia Asetosal ... 13

Gambar 6. Diagram Perombakan Asam Arachidonat ... 15

Gambar 7. Histogram Rerata Jumlah Geliat Setiap Kelompok Perlakuan ... 27

Gambar 8. Geliat Mencit ... 30

Gambar 9. Kurva Rerata Jumlah Geliat setiap 5 Menit dalam 1 Jam ... 34

Gambar 10. Histogram Persen Proteksi dan Efektivitas ... 36


(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Cara Pembuatan Larutan Stok ... 42

Lampiran 2. Cara Perhitungan Dosis Bahan Uji ... 43

Lampiran 3.Skema Kerja Pelaksanaan Uji... 45

Lampiran 4. Data Jumlah Geliat Uji Analgetik ... 46

Lampiran 5. Tabel Data Berat Badan Mencit ... 48

Lampiran 6. Contoh Perhitungan Persentase Proteksi Analgetik ... 48

Lampiran 7. Contoh Perhitungan Persentase Efektivitas Analgetik ... 49

Lampiran 8. Perhitungan IC50 Temulawak Instan... 49

Lampiran 9. Dokumentasi ... 50


(16)

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Indonesia memiliki sumber daya alam yang melimpah diantaranya adalah jenis tumbuh-tumbuhan yang beragam. Menurut Dr. dr. Siti Fadilah Supari, SP.JP(K) (2009), menyatakan bahwa Indonesia memiliki kurang lebih 7.000 spesies tanaman herbal dan 1.000 diantaranya telah dimanfaatkan untuk pengobatan. WHO pada tahun 2009 dalam Kemenkes (2009) menyatakan bahwa 80% penduduk dunia masih tergantung pada pengobatan tradisional dan sebagian besar tanaman herbal (Kemenkes, 2009).

Salah satu tanaman herbal yang sudah dimanfaatkan sebagai obat traditional adalah temulawak. Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb) merupakan tanaman asli Indonesia yang termasuk dalam famili Zingiberaceae juga merupakan salah satu dari sembilan tumbuhan herbal unggulan yang telah diteliti sejak tahun 2003 (BPOM, 2005). Tumbuhan ini memiliki berbagai manfaat untuk pengobataan karena memiliki senyawa aktif kurkumin. Menurut berbagai penelitian, senyawa aktif kurkumin memiliki efek sebagai analgetik karena dapat menghambat kerja enzim siklooksigenase, sehingga asam arakidonat yang menumpuk tidak dapat berubah menjadi prostaglandin (Syahrudin, Rahimah, & Budiman, 2015). Dengan adanya penghambatan ini menyebabkan terjadinya penurunan rasa nyeri pada saraf nosiseptif yang dapat diamati dari penurunan geliat hewan uji (Jahwa, 2016). Asam arakidonat adalah rantai panjang tak jenuh


(17)

ganda asam lemak, memiliki 20 atom karbon dan empat ikatan ganda yang ditemukan dalama lemak hewani yang berperan penting dalam produksi prostaglandin (Anonim, 2017). Analgetika atau obat penghalang nyeri adalah zat-zat yang mengurangi atau menghalau rasa nyeri tanpa menghilangkan kesadaran (Tjay & Rahardja, 2013).

Dalam penggunanya bagian tanaman temulawak yang digunakan adalah bagian rimpang temulawak. Biasanya rimpang temulawak dibuat jamu dalam bentuk perasan, tetapi dengan berkembangnya zaman dan semakin banyaknya teknologi canggih rimpang temulawak dibuat jamu dalam bentuk instan dan serbuk. Bentuk perasan biasanya dibuat dari umbi temulawak yang diparut dan diperas. Untuk bentuk instan dibuat dari perasan temulawak yang di masak dengan gula. Sedangkan bentuk serbuk dibuat dari umbi temulawak yang dirajang tipis-tipis dan dikeringkan, kemudian dibuat menjadi bentuk serbuk. Penelitian tentang ketiga bentuk sediaan di atas belum diketahui apakah memiliki efek analgetik yang efektifnya sama dengan bentuk obat generik seperti asetosal (aspirin) sebagai obat paten yang telah terbukti keefektifannya dalam pengobatan nyeri. Untuk itu perlu dilakukan penelitian tentang efek analgetik dari temulawak instan dan seberapa efektifnya bila dibandingkan dengan asetosal. Sehingga diharapkan temulawak instan dapat digunakan sebagai penganti asetosal.


(18)

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang permasalahan diatas, maka terdapat beberapa permasalahan yang layak untuk dikaji dalam sebuah penelitian, masalah-masalah yang diungkapkan antara lain adalah sebagai berikut :

1. Spesies tumbuhan yang digunakan untuk uji analgetik. 2. Bentuk sediaan temulawak untuk uji analgetik.

3. Jenis mencit yang digunakan untuk uji analgetik.

4. Metode uji analgetik yang digunakan dalam penelitian uji efek analgetik. 5. Variasi dosis temulawak instan yang digunakan untuk uji analgetik. C. Pembatasan Masalah

Pada penelitian ini diperlukan pembatasan masalah terkait dengan uji analgetik temulawak instan sebagai berikut:

1. Spesies tumbuhan yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb).

2. Bentuk sediaan temulawak untuk uji anlgetik adalah bentuk instan dengan merk An-Nuur.

3. Jenis mencit yang digunakan adalah mencit yang berjenis kelamin jantan, berumur 2-3 bulan dengan bobot 20-40 gram.

4. Metode pengujian analgetik yang digunakan pada mencit adalah metode geliat.

5. Variasi dosis yang akan diberikan adalah 187,5 mg/KgBB, 375 mg/KgBB, dan 750 mg/KgBB.


(19)

D. Perumusan Masalah

Berdasarkan pembatasan masalah di atas, maka dapat ditentukan perumusan masalah dalam penelitian ini adalah

1. Berapa dosis efektif temulawak instan (Curcuma xanthorrhiza Roxb) dalam memberikan efek analgetik?

2. Berapa nilai IC50 efek analgetik temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb)

dalam bentuk instan?

3. Bagaimana efektivitas analgetik dari dosis efektif temulawak instan (Curcuma xanthorrhiza Roxb) dibanding asetosal?

E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah

1. Mengetahui dosis efektif temulawak instan (Curcuma xanthorrhiza Roxb) dalam memberikan efek analgetik.

2. Mengetahui nilai IC50 efek analgetik temulawak (Curcuma xanthorrhiza

Roxb) dalam bentuk instan.

3. Mengetahui efektivitas analgetik dari dosis efektif temulawak instan (Curcuma xanthorrhiza Roxb) dibanding asetosal.

F. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai alternatif pengobatan dengan efek samping yang minimum serta bermanfaat pada pengembangan ilmu pengetahuan dalam bidang farmasi.


(20)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA A. Deskripsi Teori

1. Tanaman Temulawak

Temulawak merupakan tanaman asli Indonesia yang termasuk dalam famili Zigiberaceae (BPOM, 2005) yang dikenal dengan berbagai nama di berbagai daerah, seperti temu besar (bahasa Melayu), koneng gedek temu raya (Sunda), dan temu labak (Madura). Tanaman ini tidak hanya dikenal sebagai bahan baku jamu traditional dalam negeri saja, tetapi sudah dikenal di Eropa Barat sebagai bahan obat-obatan (Hayati, 2003: 15). Berdasarkan taksonomi, temulawak termasuk dalam (Hayati, 2003: 15):

Kingdom : Plantae

Divisio : Spermatophyta Kelas : Monocoltyledone Subkelas : Zingiberidae Ordo : Zingiberales Famili : Zingiberaceae Genus : Curcuma

Spesies : Curcuma xanthorrhiza

Tanaman temulawak (Gambar 1) termasuk salah satu tanaman obat. Tanaman obat adalah tanaman yang dikenal sebagai tanaman untuk obat-obatan serta memiliki khasiat sebagai obat. Banyak faktor yang menjadi alasan


(21)

masyarakat modern masih menggunakan tanaman obat, diantaranya yaitu harga yang lebih murah dan terjangkau oleh semua kalangan masyarakat; efek samping yang minim; adanya keyakinan empiris lebih aman menggunakan pengobatan herbal (Suparni & Wulandari, 2012, hal. 4-6)

(Sumber: www.bibitbunga.com) Gambar 1. Tanaman Temulawak

Temulawak merupakan tanaman tahunan yang hidup berumpun, berbatang semu dan berupa gabungan beberapa pangkal daun yang terpadu. Tiap batang memiliki 2-9 helai daun, bunganya berukuran pendek dan lebar berwarna putih atau kuning tua dan pangkal bunga berwarna ungu. Tanaman ini banyak ditemukan di hutan-hutan daerah tropis dengan batang pohonnya berbentuk batang semu dan tingginya dapat mencapai 2 meter. Memiliki daun yang lebat dan pada setiap helaian dihubungkan dengan pelepah dan tangkai daun yang agak panjang. Temulawak mempunyai bunga yang berbentuk unik (bergerombol) dan berwarna kuning tua. Daerah tumbuhnya selain di dataran rendah juga dapat tumbuh baik sampai pada ketinggian tanah 1.500 mdpl (Agoes, 2011 : 99).


(22)

Rimpang temulawak (Gambar 2) memiliki aroma dan warna yang khas, yaitu berbau tajam dan daging buahnya berwarna kekuning-kuningan. Bagian rimpang merupakan bagian yang biasa digunakan sebagai bahan ramuan obat (Agoes, 2011: 99).

(Sumber: www.bibitbunga.com) Gambar 2. Rimpang Temulawak

Di dalam rimpang temulawak terdapat zat yang disebut kurkumin (Gambar 3). Kurkumin merupakan zat yang dapat meredakan nyeri atau memiliki efek analgetik. Hal ini dibuktikan pada penelitian yang sebelumnya, dimana kurkumin dapat menjadi agen analgetik pada penyembuhan nyeri di sumsum tulang belakang (Yong Ku Han et al, 2012).

Gambar 3. Struktur Senyawa Kurkumin

Selain mengandung kurkumin, temulawak juga mengandung sejenis minyak atsiri, yaitu Phellandreen, Kamfer, Glukosida, Turmerol, Myrcene, Xanthorrizol,


(23)

Safuranogermacrene, P-Tolyletycarbinol, dan zat tepung. Adanya kandungan zat-zat tersebut membuat aroma temulawak menjadi khas (Hayati, 2003) (Hayati, 2003: 16-17). Komposisi kimia rimpang temulawak adalah zat tepung sebesar 29-30%, kurkumin 1-2%, dan minyak atsiri sebesar 6-10% (Agoes, 2011 : 100).

Berdasarkan zat-zat yang terkandung pada temulawak saat ini telah diketahui manfaatnya yaitu sebagai penambah nafsu makan, memperbaiki kesehatan fungsi pencernaan, memperbaiki fungsi hati, pereda nyeri sendi dan tulang, dan sebagai antioksidan (BPOM, 2005). Berdasar penelitian, rimpang temulawak memiliki beberapa efek farmakologi seperti, hepatoprotektor, antiinflamasi, antidiare, antimalaria, imunomodulator, antikanker (Agoes, 2011, hal. 9). Selain itu juga telah ditemukan efek farmakologi rimpang temulawak sebagai antipiretik, antinoiceptive, dan analgetik (Al-Tahan, 2012).

Tanaman temulawak yang merupakan tanaman herbal juga memiliki efek samping jika penggunaan rimpang temulawak pada jangka panjang maupun overdosis, yaitu dapat menyebabkan keluhan pada perut. Rimpang temulawak juga memiliki aktivitas menstimulasi sistem biliari sehingga tidak boleh diberikan jika terdapat pembuluh darah yang terhambat. Efek samping yang ditimbulkan tersebut tidak menimbulkan efek toksik. Hal ini dibuktikan dengan penelitian yang dilakukan oleh Paget dan Barnes (1964) pada infus temulawak, menemukan bahwa infus temulawak tidak mengandung racun. Selain itu juga oleh Lin et.al., (1996) membuktikan bahwa tidak terdapat tanda toksisitas pada pemberian oral ekstrak temulawak pada tikus hingga dosis 2 g/KgBB (Tilaar & Prof. Dr. Ir. Bernard T. Widjaja, 2014: 253).


(24)

2. Temulawak Instan

Temulawak dapat diolah menjadi berbagai produk olahan dengan berbagai jenis bentuk sediaan, salah satunya yaitu instan. Instan adalah sediaan obat tradisional berupa butiran homogen dengan derajat halus yang sesuai, terbuat dari perasan temulawak yang dimasak dengan gula yang cara penggunaannya diseduh dengan air panas atau dilarutkan dalam air dingin. Obat ini tergolong obat dalam dan memiliki kadar air kurang dari 10% (BPOM, 2014).

Gambar 4. Temulawak Instan

Menurut Koswara dkk (2012: 4-8) pembuatan temulawak instan (gambar 3) diperlukan alat, bahan, dan prosedur sebagai berikut :

a. Alat : kompor, wajan berkapasitas minimal 1 kg, blender berkapasitas 500 gram, pengaduk, kain saring, pisau, saringan 80 mesh, neraca, pengemas

b. Bahan : 1 kg temulawak, 2 kg gula pasir, dan 1 L air. c. Prosedur :

1) Penyortiran 2) Pencucian

3) Penimbangan (1kg) 4) Pengirisan


(25)

5) Penghancuran (blender) dengan kecepatan 3000 rpm selama 10 menit dan memerlukan 1L air

6) Pengendapan selama 5 menit 7) Penyaringan

8) Pencampuran sari temulawak dengan gula pasir

9) Pengadukan dan pemanasan pada suhu maksimal 100oC hingga terbentuk kristal

10) Pengecilan ukuran kristal dengan cara diblender dengan kecepatan 3000 rpm selama 30 detik

11) Pengayakan 80 mesh 12) Pengemasan.

3. Analgetik

Analgetika atau obat penghalang nyeri adalah zat-zat yang mengurangi atau menghalau rasa nyeri tanpa menghilangkan kesadaran (Aznam & Sulistiowati, 2001: 5.3). Nyeri adalah perasaan sensoris dan emosional yang tidak nyaman, berkaitan dengan kerusakan jaringan. Keadaan psikis sangat mempengaruhi nyeri dan ambang toleransi nyeri berbeda-beda bagi setiap orang. Rasa nyeri pada kebanyakan hal merupakan suatu gejala yang berfungsi sebagai isyarat bahaya tentang adanya gangguan di jaringan. Nyeri yang disebabkan oleh rangsangan mekanis, kimiawi atau fisis dapat menimbulkan kerusakan pada jaringan. Rangsangan tersebut memicu pelepasan zat-zat tertentu yang disebut mediator nyeri, bradikin, leukotrien, dan prostaglandin. Semua mediator nyeri itu merangsang reseptor nyeri di ujung-ujung saraf bebas di kulit, mukosa serta


(26)

jaringan lain dan demikian menimbulkan reaksi radang dan kejang-kejang (Tjay & Rahardja, 2013, hal. 312-313).

Nyeri menurut tempat kerjanya dibagi menjadi nyeri somatik dan nyeri dalaman (viseral). Nyeri somatik dibagi atas dua kualitas yaitu nyeri permukaan dan nyeri dalam. Nyeri permukaan merupakan rangsangan nyeri yang bertempat dalam kulit, sebaliknya nyeri yang berasal dari otot, persendian, tulang dan jaringan ikat disebut nyeri dalam. Nyeri permukaan, misalnya nyeri saat tertusuk jarum di kulit. Nyeri ini mempunyai karakter yang ringan dan dapat dilokalisasikan dengan baik dan hilang cepat setelah berakhirnya rangsang. Nyeri dalam biasanya dirasakan sebagai tekanan, sukar dilokalisasikan dan kebanyakan menyebar di sekitarnya. Contoh yang paling dikenal adalah sakit kepala yang dalam berbagai macam bentuknya merupakan bentuk nyeri yang paling sering. Nyeri dalam (viseral) atau nyeri perut memiliki sifat menekan dan reaksi vegetatif yang menyertainya yang mirip dengan nyeri dalam. Nyeri ini terjadi pada tegangan organ perut, kejang otot polos, aliran darah kurang dan penyakit yang disertai radang (Mutschler, 1991: 178).

Analgetik dibagi menjadi dua kelompok umum yaitu analgetik kuat (narkotika) dan analgetik lemah (non narkotika). Analgetik kuat memiliki daya untuk menghilangkan rasa nyeri yang kuat mengurangi kesadaran, menimbulkan rasa nyaman, mengakibatkan toleransi dan kebiasaan, serta mengakibatkan ketergantungan fisik dan psikis (Aznam & Sulistiowati, 2001). Analgetik narkotika bekerja melalui susunan syaraf pusat sehingga menimbulkan efek analgetik kuat yang biasanya digunakan untuk nyeri dengan intensitas tinggi,


(27)

seperti nyeri karena patah tulang, nyeri kanker, dan nyeri setelah pembedahan (Sutedjo, 2008, hal. 153). Karena bahaya adiksi ini maka kebanyakan analgetik sentral seperti narkotika dimasukkan ke dalam undang-undang narkotika dan penggunaannya divariasi dengan ketat oleh dirjen POM. Contoh obat golongan ini diantaranya morfin, kodein (metilmorfin), petidin, dan metadon. Sedangkan golongan obat analgetik lemah (non narkotika) tidak memiliki daya menurunkan kesadaran ataupun ketagihan. Kelompok obat ini selain mengurangi rasa sakit juga dapat berkhasiat menurunkan suhu sehingga disebut analgetik-antipiretik. Kerja obat ini dalam menurunkan suhu dengan mempengaruhi hipotalamus yang merangsang pelebaran pembuluh darah tepi sehingga aktivitas kelenjar keringat meningkat, maka terjadi pengeluaran keringat dan suhu tubuh akan lepas bersama keringat. Untuk kerja obat sebagai efek analgetik dengan cara mempengaruhi thalamus untuk meningkatkan nilai ambang nyeri dan menghambat prostaglandin yang membawa impuls nyeri ke pusat dari reseptor nyeri tepi. Contoh obat golongan ini diantaranya asetasol, aspirin, fenasetin, dan aminofenazon (aminopirin dan piramidon) (Sutedjo, 2008, hal. 154).

Karakteristik dari obat analgetik yaitu mempunyai suatu atom sentral (biasanya carbon, atau juga nitrogen), yang tidak mengikat atom hidrogen; pada atom sentral langsung terdapat sistem aromatis; dan merupakan suatu pusat basa yang terikat pada atom sentral dengan perantara 2 atom C (Ebel, 1992 : 6).


(28)

Gambar 5. Struktur Kimia Asetosal

Asetosal (Gambar 5) merupakan satu obat turunan asam salisilat yang biasa digunakan untuk menghilangkan rasa nyeri atau sebagai obat analgetik. Asetosal adalah obat antinyeri tertua yang sampai saat ini masih sering digunakan di seluruh dunia. Zat ini juga berkhasiat sebagai antidemam kuat dan banyak digunakan sebagai alternatif dari antikoagulansia (Tjay & Rahardja, 2013 : 316). Tipe nyeri yang biasa diredakan oleh obat turunan salisilat adalah nyeri yang intensitasnya rendah yang berasal dari struktur integumen dan bukan dari viscera. Penggunaan obat ini pada jangka lama tidak menyebabkan toleransi atau indikasi, dan toksisitasnya lebih rendah daripada analgesik opioid (Goodman & Gilman, 2012, hal. 676).

Asetosal pada penyimpanan di bawah pengaruh kelembaban udara, relatif mudah terurai menjadi asam salisilat dan asam asetat. Berbagai farmakope memberi batasan jumlah asam salisilat bebas yang boleh ada dalam asam asetilsalisilat. Penggunaan asam asetilsalisilat diketahui menimbulkan reaksi alergi. Kemungkinan hal ini terjadi disebabkan adanya sedikit anhidrida asam asetilsalisilat yang dengan gugus amino protein dapat bereaksi. Selain itu


(29)

asetilsalisil-asam salisilat dapat bereaksi dengan gugus amino dan menyebababkan reaksi alergi (Ebel, 1992).

Efek samping yang lain berupa iritasi mukosa lambung yang diakibatkan oleh sifat asam dari asetosal, tinnitus (telinga berdengung) pada dosis lebih tinggi, kejang-kejang bronchi hebat, pada pasien asma dapat menimbulkan serangan walaupun dalam dosis rendah (Tjay & Rahardja, 2013: 316).

Asetosal (aspirin) merupakan golongan obat analgesik, antpiretik serta obat antiradang non steroid (NSAIDs) yang merupakan suatu kelompok obat heterogen. Cara asetosal mengobati rasa nyeri yaitu dengan menghambat enzim siklooksigenase dan mengasetiliasi gugus aktifserin (Anonim, 2011). Asetosal dan obat NSAIDs lainnya menghambat aktivitas enzim cyclooxygenase (COX) pada pembentukan prostaglandin (PG) yang menyebabkan pembengkakan, nyeri dan demam. Obat sejenis asetosal juga mencegah produksi PG secara fisiologis yang melindungi mukosa perut dari kerusakan oleh asam hidroklorida dan mempertahankan fungsi ginjal (Vanne & Botting, 2003).

Membrane sel yang mengalami peradangan oleh fosfolipase akan dibentuk menjadi asam arachidonat. Lalu oleh enzim sikloosigenase, asam arachidonat diubah menjadi endoperoksida dimana endoperoskida ini akan menghasilkan 2 bentuk siklooksigenase, yaitu siklooksigenase-1 (COX-1) dan siklooksigease-2 (COX-2). Asetosal (aspirin) secara kovalen memodifikasi COX-1 dan COX-2, dengan demikian menyebabkan penghambatan aktivitas siklooksigenase. Pada struktur COX-1, asetosal mengasetil serin 530, mencegah pengikatan asam arakidonat pada tempat aktif enzim COX-1 sehingga mencegah kemampuan


(30)

enzim tesebut dalam membentuk prostaglandin. Pada COX-2, asetosal mengasitelasi serin homlog pada posisi 516 sehingga aktivitas siklooksigenase tidak terjadi (Goodman & Gilman, 2012: 670). Untuk lebih jelasnya perombakan asam arakidonat dapat dilihat pada Gambar 6.

Gambar 6. Diagram Perombakan Asam Arachidonat

4. Metode Analgetik

Metode yang biasa dilakukan untuk uji analgetik dengan cara kimia adalah a. Metode Geliat

Pengujian metode ini dilakukan dengan cara memberikan induksi asam asetat secara intraperitonial pada hewan uji mencit ataupun tikus (Al-Tahan, 2012). Penilaian obat dilakukan berdasarkan kemampuan dalam menghalau atau menekan rasa nyeri yang diinduksi pada hewan uji. Rasa nyeri diperlihatkan


(31)

dalam bentuk respon gerakan geliat, yaitu kedua pasang kaki ke depan dan ke belakang serta perut menekan sampai lantai yang muncul maksimal setelah 5 menit induksi (Kelompok Kerja Ilmiah dalam Marlyne, 2012).

b. Metode Nyeri Panas

Metode ini dilakukan dengan melihat respon mencit berupa melompat dan atau menjilat saat diberi rangsangan panas. Respon mencit berupa lompatan dan atau jilatan ini merupakan reaksi nyeri yang ditimbulkan oleh rangsangan panas (Mantiri, Awaloei, & Posangi, 2013).

c. Tail Flick Laten Periode

Metode ini dilakukan dengan meletakkan tikus di dudukan dengan ekornya keluar melalui celah di tutupnya. Ekor itu dijaga di jembatan (jaket) analgesiometer dengan kawat nikrom yang dipanaskan secara elektrik di bawahnya. Ekor tersebut menerima panas yang berseri dari kawat. Waktu yang dibutuhkan untuk menarik ekor setelah beralih pada arus dianggap sebagai periode laten (dalam hitungan detik) (Al-Tahan, 2012).

d. Metode Penapisan Analgetik untuk Nyeri Sendi

Hewan uji disuntikan intrafaskular larutan AgNO3 1% sebagai efek nyeri

athritis. Setelah itu dilakukan gerakan fleksi pada sendi sebanyak 3 kali dengan interval waktu 10 detik. Jika hewan tidak mencicit kesakitan oleh gerakan fleksi yang dipaksa pada waktu setelah pemberian sediaan uji maka sediaan uji dinyatakan berefek analgetik (Kelompok Kerja Ilmiah dalam Marlyne, 2012).


(32)

e. Metode Induksi Formalin

Pengujian metode ini dengan memberikan petidin subkutan, 2,5% formalin dalam larutan garam yang diinjeksikan secara subkutan pada kaki belakang tikus. Respon nyeri berupa tikus menjilati kaki belakang. Lamannya tikus menjilati kaki belakang menunjukkan besarnya rasa nyeri yang ditimbulkan (Al-Tahan, 2012). B. Penelitian yang Relevan

Penelitian tentang efek analgetik pada tumbuhan jenis curcuma salah satunya oleh Mohammad Syahrir Syahruddin, Santun Bhekti Rahimah, dan Budiman (2015) mengenai uji efek analgetik dari ekstrak etanol kunyit putih (Curcuma Zedoaria) terhadap nyeri akut pada tikus jantan yang diinduksi dengan metode Tail Immersion yang menunjukkan bahwa ekstrak kunyit putih pada dosis 40 mg/KgBB, 80 mg/KgBB,dan 160 mg/KgBB memiliki efek analgetik. Hal ini dapat dilihat dari nilai rata-rata latency time yang lebih besar dibanding dengan kelompok I yaitu kelompok kontrol. Efek analgetik tersebut ditimbulkan karena adanya senyawa kurkumin yang merupakan zat aktif pada kunyit putih sehingga dapat menghambat kerja enzim siklooksigenase, yang mengakibatkan prostaglandin tidak terbentuk.

Penelitian yang dilakukan oleh Jumiatul Yazizah Jahwa (2016) mengenai uji efek analgetik ekstrak etanol 70% rimpang temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb) pada mencit (Mus Musculus) jantan galur Swiss yang diinduks nyeri asam asetat dengan metode geliat (Writhing Test) menunjukan bahwa ekstrak etanol 70% rimpang temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb) dengan dosis 140 mg/KgBB, 280 mg/KgBB dan 560 mg/KgBB memiliki efek analgetik.


(33)

Sedangkan pada dosis 280 mg/KgBb dan 560 mg/KgBB memberikan efek analgetik yang efektivitasnya hampir setara dengan pemberian aspirin dalam penurunan jumlah geliat mencit (mus musculus) jantan galur Swiss yang diinduksi asam asetat dengan metode geliat (writhing test).

C. Kerangka Berpikir

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh para ahli terhadap kandungan senyawa tumbuhan obat diketahui bahwa banyak senyawa kimia yang memiliki aktivitas biologi yang berguna. Salah satu tumbuhan tersebut yaitu tumbuhan temulawak. Temulawak (Curcuma xanthoriza Roxb.) merupakan tumbuhan yang telah banyak diteliti dan mengandung senyawa aktif kurkumin. Kurkumin dalam tumbuhan famili Zingiberaceae merupakan suatu senyawa yang dilaporkan mempunyai aktivitas antiinflamasi, antioksidan, dan analgetik.

Pada penelitian ini temulawak yang digunakan dalam bentuk sediaan instan yang dijual di pasaran dengan merk An-Nuur. Temulawak instan diuji efek analgetiknya dengan menggunakan mencit jantan galur Swiss yang berumur 2-3 bulan dengan bobot 20-40 gram dan diamati dengan metode geliat. Jumlah geliat diamati setiap 5 menit selama 1 jam. Penelitian ini untuk mengetahui efektivitas temualwak instan sebagai pereda nyeri atau analgetik, sehingga diharapkan jamu ini dapat dimanfaatkan oleh masyarakat.


(34)

BAB III

METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian

Tempat penelitian dilakasanakan di Laboratorium Penelitian Terpadu Fakultas Farmasi Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta. Penelitian dilakukan selama 2 bulan.

B. Subjek dan Objek Penelitian 1. Subjek Penelitian

Subjek dalam penelitian ini adalah mencit jantan. 2. Objek Penelitian

Objek dalam penelitian ini adalah efek analgetik temulawak instan. C. Variabel Penelitian

1. Variabel Bebas

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah variasi dosis temulawak instan, dosis yang digunakan adalah 187,5 mg/KgBB, 375 mg/KgBB, dan 750 mg/KgBB. 2. Variabel Terikat

Variable terikat dalam penelitian ini adalah efek analgetik temulawak instan. 3. Variabel Kontrol

Variabel kontrol dalam penelitian ini adalah mencit jantan D. Alat dan Bahan


(35)

1. Alat

a. timbangan digital, b. kandang hewan uji, c. spidol,

d. gelas ukur 100cc,

e. sonde oral modifikasi dengan ujung bulat, f. spuit injeksi 1 ml,

g. stopwatch 2. Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah : a. Bahan uji

Temulawak instan (An-Nuur) b. Hewan uji

Hewan uji yang digunakan adalah mencit jantan galur Swiss yang berusia sekitar 2-3 bulan dengan berat badan 20-40 gram. Mencit diperoleh dari Laboratorium Terpadu Farmasi Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta. Mencit di tempatkan pada kandang yang berbeda untuk setiap perlakuan.

c. Bahan Kimia

Bahan kimia yang digunakan adalah Na-CMC 1% (Natrium-Carboxymethyl Cellulose) sebagai pelarut temulawak instan, asetosal sebagai bahan uji kontrol positif, dan asam asetat 1% sebagai penginduksi nyeri.


(36)

E. Prosedur Penelitian

1. Pembuatan Larutan Stok Temulawak Instan

Temulawak instan 1250 mg digerus dengan mortar dan dilarutkan dengan larutan Na-CMC 1% sampai volume 10 mL (Dosis III). Untuk larutan stok dosis I dan dosis II berturut-turut dibuat dengan mengencerkan dosis III dan dosis II. Larutan disimpan pada botol penyimpanan (Lampiran 2).

2. Pembuatan Larutan Stok Asetosal 0,1g/ 10 mL

Asetosal murni sebanyak 0,1 gram digerus dengan mortar dan dilarutkan dengan larutan Na-CMC 1% sampai volume 10 mL (Lampiran 2).

3. Penyiapan Hewan Uji

Hewan uji berupa mencit jantan galur Swiss sebanyak 25 ekor yang telah diadaptasi selama seminggu. Hewan uji ditimbang dan dibagi menjadi 5 kelompok (Tabel 1.) untuk setiap kelompok terdiri atas 5 ekor mencit yang diambil secara acak. Kelompok tersebut terdiri dari kontrol negatif, kontrol positif, perlakuan 1, perlakuan 2, dan perlakuan 3. Perlakuan 1, 2, dan 3 tersebut berturut-turut merupakan kelompok hewan uji yang diberi instan temulawak dengan variasi dosis 187,5 mg/KgBB, 325 mg/KgBB, dan 750 mg/KgBB. Semua kelompok diberi pakan yang sama dan minum yang sama. Sebelum dilakukan uji, semua kelompok dipuasakan sehari semalam.


(37)

Tabel 1. Kelompok Perlakuan Hewan Uji Kelompok Uji Perlakuan secara Oral Induksi Asam Asetat Jumlah mencit (ekor) Keterangan

I Na-CMC 1% √ 5 Kontrol

negatif

II Asetosal √ 5 Kontrol positif

III

Temulawak (Dosis 1) 187,5 mg/KgBB

√ 5 Perlakuan 1

IV

Temulawak (Dosis 2) 375 mg/KgBB

√ 5 Perlakuan 2

V

Temulawak (Dosis 3) 750 mg/KgBB

√ 5 Perlakuan 3

4. Pengujian efek analgetik

Mencit yang telah memenuhi kriteria diberi asetosal dan temulawak instan secara oral sesuai dengan dosis masing-masing dan ditunggu hingga 5 menit. Setelah 5 menit semua kelompok perlakuan diberikan induksi asam asetat 1% dengan dosis 0,2 ml/20gBB secara intraperitonial dan ditunggu 5 menit kemudian. Banyaknya geliat mulai diamati dan dihitung setelah 5 menit pemberian induksi dengan interval 5 menit selama 1 jam.

5. Teknik Analisis Data

Menghitung rerata jumlah geliat untuk melihat kelompok perlakuan dalam menurunkan geliat serta menghitung persen proteksi dan efektivitas dari obat analgetik yang berada di pasaran yaitu asetosal (Lampiran 6 dan 7) dengan menggunakan rumus sebagai berikut


(38)

Persen proteksi :

Persen efektivitas :

Setelah itu dilakukan analisis statistik uji one way ANOVA dan uji independent-T test dengan menggunakan aplikasi SPSS.16. Terdapat uji prasyarat dalam metode one way ANOVA, yaitu uji homogenitas. Pada uji one way ANOVA dan uji independent-T test diperlukan hipotesis atau dugaan sementara dan interpretasi dari pengujian tersebut. Hipotesis dari pengujian ini adalah

H0: Temulawak instan (Curcuma xanthorrizha Roxb) tidak memiliki efek

analgetik

H1: Temulawak instan (Curcuma xanthorrizha Roxb) memiliki efek analgetik

Interpretasi dari uji homogenitas, uji one way ANOVA, dan uji independent-T test, yaitu

a. Uji Homogenitas

Untuk menyatakan apakah varians adalah homogen atau tidak dengan melihat koefisien p-value. Apabila koefisien p-value lebih besar dari taraf signifikan pada α = 0,05 maka dinyatakan tidak signifikan yang berarti bahwa varians adalah homogen. Sebaliknya apabila koefisien p-value lebih kecil dari taraf signifikan pada α = 0,05 maka dinyatakan signifikan yang berarti bahwa varians tidak homogen.


(39)

b. Uji one way ANOVA

Uji ini digunakan untuk menentukan apakah hipotesis peneliti diterima atau tidak. Untuk mengetahui apakah temulawak instan (Curcuma xanthorrizha Roxb) memiliki efek sebagai analgetik dengan melihat besarnya koefisien F hitung atau p-value dan membandingkan dengan F tabel atau taraf signifikansi baik pada α = 0,05 atau α = 0,01. Apabila p-value lebih kecil dari 0,05 maka terdapat perbedaan yang berarti hipotesis kerja (H1) diterima dan hipotesis nol (H0) ditolak.

c. Uji independent-T test

Uji digunakan untuk menguji apakah terdapat perbedaan efek analgetik antara kelompok kontrol positif dengan kontrol negatif, antara kelompok kontrol dengan perlakuan, dan antara perlakuan satu dengan perlakuan yang lain dengan melihat besarnya koefisien p-value pada kolom t-test for Equality of Means dengan taraf signifikan α = 0,05. Apabila p-value lebih kecil dari 0,05 maka dinyatakan memiliki keberartian atau signifikan, sebaliknya apabila p-value lebih besar dari 0,05 maka dinyatakan tidak memiliki keberartian atau tidak signifikan. Taraf signifikansi 5% atau 0,05 berarti sama dengan menolak hipotesis atas dasar kepercayaan 95%.

Data yang diperoleh juga dihitung nilai IC50 dengan membuat kurva

hubungan antara persen proteksi dengan dosis, dimana persen proteksi terletak pada sumbu Y dan dosis terletak pada sumbu X. Persamaannya adalah sebagai berikut Y = BX + A,dimana Y = persen proteksi 50 %


(40)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. HASIL PENELITIAN

1. Hasil Pengukuran Uji Efek Analgetik

Penelitian ini dilakukan untuk mempelajari uji analgetik dari temulawak instan terhadap mencit jantan dengan metode geliat. Aktivitas analgetik ditunjukkan dengan adanya penurunan jumlah geliat selama 1 jam pada mencit yang diberi temulawak instan dan telah diinduksi asam asetat. Hasil penelitian yang berupa persentase rerata jumlah geliat setiap kelompok perlakuan selama 1 jam dapat dilihat pada Tabel 2 dan Gambar 7, dan persentase potensi hambatan jumlah geliat serta persen efektivitas dapat dilihat pada Tabel 3. Sedangkan untuk hasil rerata jumlah geliat setiap 5 menit dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 2. Rerata Jumlah Geliat Setiap Kelompok Perlakuan

Mencit Kelompok Uji (jumlah geliat)

KN KP P1 P2 P3

1 103 15 134 106 45

2 132 46 155 91 87

3 91 58 107 84 41

4 117 62 75 68 77

5 224 64 101 105 44

Rerata ± SD 133,4 ± 47,33 49,0 ± 18,11 106,4 ± 19,24 90,8 ± 14,3 58,8 ± 19,25 Keterangan :

KN : Kelompok kontrol negatif dengan pemberian Na-CMC 1% KP : Kelompok kontrol positif dengan pemberian asetosal 1%


(41)

P1 : Kelompok perlakuan dengan pemberian temulawak instan dosis 187,5 mg/KgBB

P2 : Kelompok perlakuan dengan pemberian temulawak instan dosis 375 mg/KgBB

P3 : Kelompok perlakuan dengan pemberian temulawak instan dosis 750 mg/KgBB

Gambar 7. Histogram Rerata Jumlah Geliat Setiap Kelompok Perlakuan

Tabel 3. Persen Proteksi dan Efektivitas Tiap Kelompok Perlakuan

Kelompok % Proteksi % Efektivitas

Kontrol Negatif - -

Kontrol Positif 63% 100%

Perlakuan 1 20% 32%

Perlakuan 2 32% 50%


(42)

Tabel 4. Rerata Jumlah Geliat setiap 5 Menit

Rata-rata Jumlah Geliat pada

(menit)

Kelompok uji (rata-rata ± SD)

KN KP P1 P2 P3

5 0,4 ± 0,8 0,2 ± 0,4 3,6 ± 0,8 3,33 ± 3,14 1,0 ± 0,89 10 14,4 ± 4,6 6,2 ± 4,2 20 ± 1,4 16 ± 3,1 8,4 ± 2,7 15 17,6 ± 5,3 7,8 ± 2,3 13 ± 2,8 13 ± 3,2 8,2 ± 2,6 20 16,4 ± 5 ,8 6,0 ± 1,7 12 ± 1,6 10 ± 1,6 6,6 ± 1,4 25 13,4 ± 5,2 6,2 ± 2,9 10 ± 2,4 9,3 ± 2,0 7,0 ± 1,9 30 11,4 ± 6,0 4,2 ± 1,7 9,0 ± 3,0 6,8 ± 1,3 5,2 ± 1,3 35 12,2 ± 3,3 4,0 ± 2,3 6,4 ± 2,6 6,5 ± 1,7 4,0 ± 1,9 40 12,0 ± 7,2 3,2 ± 2,2 7,4 ± 3,4 7,0 ± 1,5 3,4 ± 3,0 45 10,2 ± 5,0 2,8 ± 1,2 6,4 ± 3,3 6,2 ± 1,9 3,2 ± 1,7 50 7,4 ± 4,8 3,0 ± 1,1 7,2 ± 4,1 4,8 ± 1,1 4,0 ± 2,0 55 8,8 ± 4,66 2,4 ± 1,85

5,2 ± 1,47 4,83 ± 2,22

3,6 ±1,74 60 9,2 ± 4,45 3 ± 2,28 6,4 ± 2,34 3,33 ± 0,94 4,2 ± 2,23 Keterangan :

KN : Kelompok kontrol negatif dengan pemberian Na-CMC 1% KP : Kelompok kontrol positif dengan pemberian asetosal 1%

P1 : Kelompok perlakuan dengan pemberian temulawak instan dosis 187,5 mg/KgBB

P2 : Kelompok perlakuan dengan pemberian temulawak instan dosis 375 mg/KgBB

P3 : Kelompok perlakuan dengan pemberian temulawak instan dosis 750 mg/KgBB

2. Hasil Analisis Data a. Hasil Uji Homogenitas

Hasil uji homogenitas pada semua data uji dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Hasil Uji Homogenitas Semua Kelompok Uji

Variabel Taraf Signifikan Keterangan


(43)

b. Hasil Uji Analisis Data Metode one way ANOVA

Hasil uji analisis data dengan metode one way ANOVA dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Hasil Analisis Data Metode one way ANOVA Variabel Taraf Signifikan Keterangan

Jumlah geliat 0,001 H0 ditolak apabila p-value < 0,05 H1 diterima apabila p-value > 0,05

c. Hasil Uji Analisis Data Metode Independent-T Test

Hasil analisis data metode independent-T test dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Hasil Analisis Data Metode independent-T test

Kelompok yang dibandingkan Taraf Signifikan Keterangan Kontrol negatif vs Kontrol positif 0,010 Berbeda signifikan

Kontrol negatif vs Perlakuan 1 0,321 Tidak berbeda signifikan Kontrol negatif vs Perlakuan 2 0,123 Tidak berbeda

signifikan Kontrol negatif vs Perlakuan 3 0,019 Berbeda signifikan

Kontrol positif vs Perlakuan 1 0,002 Berbeda signifikan Kontrol positif vs Perlakuan 2 0,007 Berbeda signifikan Kontrol positif vs Perlakuan 3 0,480 Tidak berbeda

signifikan Perlakuan 1 vs Perlakuan 2 0,228 Tidak berbeda

signifikan Perlakuan 1 vs Perlakuan 3 0,008 Berbeda signifikan Perlakuan 2 vs Perlakuan 3 0,028 Berbeda signifikan


(44)

B. PEMBAHASAN

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui efek analgetik dari temulawak instan (Curcuma xanthorrhiza Roxb) terhadap mencit jantan dengan menggunakan metode geliat. Penelitian ini merupakan salah satu uji praklinik yang bertujuan untuk mengetahui keamanan dan efek obat uji terhadap manusia. Penelitian ini menggunakan metode rangsang kimia berupa rasa nyeri yang ditimbulkan pada hewan uji. Rasa nyeri tersebut ditandai dengan munculnya geliat (Gambar 8) akibat pemberian asam asetat secara intraperitonial. Pemberiaan asam asetat ini mengakibatkan terjadinya kerusakan jaringan sehingga menyebabkan keluarnya mediator nyeri dari sel yang rusak dan merangsang reseptor nyeri yang merupakan ujung syaraf bebas sehingga menimbulkan reaksi nyeri berupa geliat (Sofiana, 2013). Kriteria geliat yang digunakan sebagai patokan adalah geliat dengan kedua pasang kaki masing-masing ditarik ke depan dan ke belakang serta perut menekan lantai, penarikan kembali abdomen, dan adanya penurunan aktivitas motorik (Jahwa, 2016).


(45)

Hasil penelitian ini berupa penurunan frekuensi geliat mencit yang diamati dan dihitung selama 1 jam setelah pemberian asam asetat serta nilai IC50 efek

analgetik temulawak instan. Data hasil penelitian juga diuji dengan menggunakan uji SPSS untuk mengetahui probabilitas efek analgetik temulawak instan (Curcuma xanthorriza Roxb) terhadap frekuensi geliat pada mencit jantan.

Pengujian efek analgetik dilakukan dengan memberikan asam asetat secara intraperitonial pada hewan uji mencit yang sebelumnnya dipuasakan selama 8 jam. Sebelum diberi induksi asam asetat, mencit terlebih dahulu diberi obat (asetosal dan temulawak instan), kemudian setelah 5 menit pemberian obat, mencit diinduksi dengan asam asetat 1% dan dihitung jumlah geliatnya setiap 5 menit selama 1 jam.

Hasil data kemudian dianalisis dengan menggunakan dua metode yaitu metode one way ANOVA dan independet-T test. Metode one way ANOVA dilakukan untuk membandingkan perbedaan rerata penurunan jumlah geliat hewan uji antar sampel, sedangkan metode independent-T test dilakukan untuk membandingkan perbedaan penurunan jumlah geliat hewan uji antar perlakuan.

Hasil analisis data pada tes uji homogenitas (Tabel 4) diperoleh nilai p-value sebesar 0,328. Oleh karena p-value lebih besar daripada nilai α = 0,005 maka dinyatakan bahwa data bersifat homogen. Bila data sudah homogen maka langkah selanjutnya adalah melakukan analisis pada uji ANOVA (Tabel 5). Dari analisis data diperoleh p-value sebesar 0,001. Oleh karena nilai p-value lebih kecil dari nilai α = 0,005 maka terdapat perbedaan signifikan jumlah geliat dari kelompok yang dibandingkan yang berarti hipotesis H1 diterima. Hasil tersebut


(46)

menunjukkan bahwa temulawak dalam bentuk instan memiliki efek analgetik dalam menurunkan jumlah geliat pada hewan uji. Hal ini dapat dipengaruhi karena adanya senyawa yang terdapat pada temulawak, diantaranya yaitu kurkumin, xanthorrizol, dan flavonoid (Jahwa, 2016).

Hasil uji data dengan metode independet-T test (Tabel 6), diperoleh bahwa kelompok kontrol positif dan kelompok perlakuan 3 menunjukkan efek analgetik yang berbeda signifikan terhadap kelompok negatif, dimana p-value < α = 0,05. Dari data tersebut dapat dikatakan bahwa kelompok kontrol positif dan perlakuan 3 memiliki efek analgetik terhadap hewan uji mencit. Pada kelompok perlakuan 1 dan perlakuan 2 menunjukkan efek analgetik yang tidak berbeda signifikan terhadap kelompok kontrol negatif, dimana p-value > α = 0,05. Dari data tersebut dapat dikatakan bahwa kelompok perlakuan 1 dan perlakuan 2 tidak memiliki efek analgetik. Pada kelompok perlakuan 3 menunjukkan efek analgetik yang tidak berbeda bermakna terhadap kontrol positif, dimana p-value > α = 0,05. Dari data tersebut dapat dikatakan bahwa kelompok perlakuan 3 memiliki efek analgetik yang setara dengan efek analgetik dari asetosal. Hal ini sesuai dengan penelitian sebelumnya dimana senyawa kurkumin yang ada pada tanaman temulawak memiliki efek sebagai analgetik yang dapat mengurangi rasa nyeri dengan menghambat kerja enzim siklooksigenase sehingga prostaglandin tidak terbentuk (Syahrudin, Rahimah dan Budiman, 2015). Senyawa kurkumin juga memiliki efek analgetik yang sinergis dengan asetosal, hal ini sesuai dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Jahwa ( 2016).


(47)

Hasil dari pengamatan uji efek analgetik diperoleh persentase rata-rata penurunan jumlah geliat selama 1 jam dan persen hambatan jumlah geliat serta persen efektivitas masing-masing dosis. Berdasarkan Tabel 2 dapat dilihat bahwa rata-rata jumlah geliat kontrol positif lebih sedikit dibandingkan dengan rata-rata jumlah geliat kontrol negatif, perlakuan 1, perlakuan 2, dan perlakuan 3. Pada kelompok perlakuan efek analgetik maksimum dicapai pada dosis 750 mg/KgBB dan semakin menurun efeknya berturut-turut pada dosis 375 mg/KgBB dan 187,5 mg/KgBB. Untuk lebih jelasanya, perbedaan rerata jumlah geliat selama 1 jam kontrol negatif, kontrol positif dan kelompok perlakuan (Tabel 2) dapat ditampilkan dalam bentuk histogram pada Gambar 7.

Hasil pengamatan untuk rerata geliat setiap 5 menit selama 1 jam dapat dilihat pada Tabel 4. Dari hasil tersebut dapat dinyatakan bahwa jumlah geliat semua kelompok kontrol dan perlakuan dari menit ke 5 sampai menit ke 60 mengalami kenaikan pada menit ke 10-20, kemudian turun pada menit ke 30. Untuk jumlah geliat pada kontrol positif mengalami kenaikan pada menit ke 15 dan mulai turun pada menit ke 20-30. Untuk perlakuan 1 mengalami kenaikan jumlah geliat pada menit ke 10 dan mulai turun pada menit ke 20-30, sedangkan untuk perlakuan 1 dan perlakuan 2 jumlah geliat mulai mengalami kenaikan yang tinggi pada menit ke 10 dan turun pada menit ke 20. Untuk kontrol negatif mengalami kenaikan jumlah geliat yang tinggi pada menit ke 15 dan mulai turun pada menit ke 20. Hal ini menyatakan bahwa kelompok kontrol positif dan perlakuan 1 mengalami penurunan dan kenaikan jumlah geliat yang relatif sama dan lebih rendah dibandingkan dengan kontrol positif, perlakuan 1, dan perlakuan


(48)

2. Sehingga dapat dikatakan bahwa perlakuan 3 memiliki efek sebagai analgetik karena dapat menurukan geliat lebih rendah dibandingkan dengan kontrol negatif. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada kurva rerata jumlah geliat setiap 5 menit dalam 1 jam (Gambar 9).

Gambar 9. Kurva Rerata Jumlah Geliat setiap 5 Menit dalam 1 Jam

Selain menentukan kumulatif rerata jumlah geliat, penelitian ini juga menentukan persen proteksi dan persen efektivitas dari temulawak instan dan kontrol positif serta menentukan nilai IC50. Persentase proteksi bahan uji yaitu

kemampuan bahan uji dalam mengurangi respon geliat mencit akibat induksi asam asetat yang mana persentase ini mengambarkan daya analgetik bahan uji.


(49)

Persen proteksi diperoleh dengan membandingkan rata-rata jumlah geliat kelompok bahan uji terhadap kelompok kontrol negatif dan untuk melihat persen efektivitas analgetik bahan uji dilakukan dengan membandingkan persen proteksi bahan uji dengan persen proteksi kontrol positif (Galani dan Patel, 2011).

Dari hasil perhitungan didapatkan persentase proteksi dan efektivitas kontrol positif asetosal dan temulawak instan (Tabel 2) pada kelompok kontrol positif asetosal harga persen proteksinya sebesar 63%. Sedangkan persen proteksi temulawak instan masing-masing kelompok perlakuan dosis 187,5 mg/KgBB; 375 mg/KgBB; 750 mg/KgBB secara berturut-tururt sebesar 20%, 32%, 56% dan persen efektivitas secara berturut-turut sebesar 32%, 50%, 88%. Hasil tersebut menunjukkan bahwa semakin besar persen proteksi dan persen efektivitas maka efek analgetik semakin besar dan sebaliknya semakin kecil persen proteksi dan efektivitas maka semakin kecil pula efek analgetiknya.

Pada kelompok kontrol positif asetosal memiliki persentase proteksi paling besar diantara semua kelompok uji yaitu sebesar 63%. Sedangkan untuk kelompok uji, persentase proteksi dan efektivitas yang paling besar pada kelompok perlakuan 3 yaitu sebesar 56% dan 88%. Untuk lebih jelasnya, maka dapat dilihat histogram persen proteksi dan persen efektivitas kontrol positif dan kelompok perlakuan pada Gambar 10.


(50)

Gambar 10. Histogram Persen Proteksi dan Efektivitas

Dari data persen proteksi diatas maka dapat diketahui nilai IC50. Nilai IC50

merupakan 50% hewan uji yang memberikan efek analgetik dan dapat dicari berdasarkan kurva hubungan antara dosis dengan persen proteksi. Kurva tersebut diperoleh dari data dosis temulwak instan pada sumbu X dan persen proteksi pada sumbu Y. Dari kurva tersebut diperoleh persamaan regresi Y = 0,0006X + 0,08, dimana X = persen proteksi 50% dan Y = dosis instan temulawak (mg/KgBB). Sehingga diperoleh nilai IC50 untuk semua kelompok perlakuan sebesar 700

mg/KgBB (Lampiran 8). Untuk lebih jelasnya dapat dilihat kurva hubungan antara konsentrasi dosis dengan persen proteksi pada Gambar 11.


(51)

Gambar 11. Kurva Persamaan Antara Dosis vs Persen Proteksi

Dapat dilihat dari Gambar 11 diatas bahwa semakin tinggi dosis temulawak instan, maka semakin tinggi pula persen proteksinya dan sebaliknya semakin rendah dosis temulawak instan, maka semakin rendah harga persen proteksinya. Hal ini karena pada dosis yang rendah kandungan senyawa kurkumin lebih sedikit dibandingkan pada dosis yang lebih tinggi sehingga proses penurunan rasa nyeri menjadi kurang maksimal.


(52)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa : 1. Dosis efektif pemberian temulawak instan (Curcuma xanthorrizha Roxb)

sebagai analgetik adalah pada dosis 750 mg/KgBB.

2. Harga IC50 pemberian temulawak (Curcuma xanthorrizha Roxb) dalam

bentuk instan pada mencit jantan dengan metode geliat adalah dosis 700 mg/KgBB.

3. Pemberian temulawak instan (Curcuma xanthorrizha Roxb) pada dosis 750 mg/KgBB memberikan efek analgetik yang setara dengan pemberian asetosal dalam penurunan jumlah geliat pada mencit jantan.

B. Saran

1. Pada uji berikutnya perlu dilakukan penetapan kadar senyawa kurkumin pada temulawak instan (Curcuma xanthorrizha Roxb) yang memiliki efek analgetik.

2. Pada penelitian berikutnya perlu dilakukan penelitian pada bentuk sediaan temulawak yang lain, misalnya bentuk serbuk, perasan, maupun sirup.


(53)

DAFTAR PUSTAKA

Agoes, A. (2011). Tanaman Obat Indonesia. Jakarta: Salemba Medika. Al-Tahan, F. J. (2012). Exploration of Antinociceptive, Antipyretic,

Anti-inflammatory Activities of Curcumin in Male Rate. Iraqi Journal of Science, 53(4), 786-793.

Anonim. (2011). Manajemen Modern dan Kesehatan Masyarakat. Dipetik April 13, 2016, dari www.itokindo.org

Anonim. (2017). Dipetik Juli 7, 2017, dari

http://kamus-international.com/definitions/?indonesia_word=arachidonic_acid Aznam, N., & Sulistiowati, E. (2001). Kimia Farmasi. Jakarta: Universitas

Terbuka.

Bangun, A. (2012). Ensiklopedia Tanamanan Obat Indonesia. Bandung: Indonesia Publishing House.

BPOM. (2005). Gerakan Nasional Minum Temulawak. Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia, 1-2.

Ebel, S. (1992). Buku Ajar dan Buku Pegangan Obat Sintetik. Yogyakarta: Gaja Mada University Press.

Galani, V. J., & Patel, B. K. (2011). Analgesic and Anti-Inflammatory Activity of Argyreia speciosa and sphearhantus indicus in The Experimental Animals. Global Journal of Farmasi, 5(1), 54-69.

Goodman, & Gilman. (2012). Dasar Farmakologi Terapi (Vol. 2). (T. A. ITB, Penerj.) Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Hayati, M. (2003). Terampil Membuat Ekstrak Temu-temuan. Yogyakarta: Adicita Karya Nusa.

Jahwa, J. Y. (2016). Uji Efek Analgetik Ekstrak Etanol 70% R impang

Temulawak (Curcuma xanthoriza Roxb) Pada Mencit Jantan Galur Swiss Yang Diinduksi Nyeri Asama Asetat Dengan Metode Geliat (Writing Test).


(54)

Kemenkes. (2009, Maret 10). Nilai Perdagangan Jamu di Indonesia Rp 4 Triliyun pertahun. Dipetik 02 20, 2017, dari DEPKES: www.depkes.go.id

Koswara, S., Oktavia, C., & Sumarto. (2012). Panduan Proses Produksi Temulawak Instan. Bogor: LPPM IPB.

Mantiri, N. C., Awaloei, H., & Posangi, J. (2013). Perbandingan Efek Analgesik Perasaan Rimpang Jahe Merah (Zingiber officinale var. rubrum Thelaide) dengan Aspirin Dosis Terapi pada Mencit. Jurnal e-Biomedik, 1(1), 518-523.

Marlyne, R. (2012). Uji Efek Analgetik Ekstrak Etanol 70% Bunga Mawar (Rossa chinensis Jacq.) pada Mencit yang Diinduksi Asam Asetat. Skripsi. Depok: Universitas Indonesia.

Mutschler, E. (1991). Dinamika Obat (5 ed.). Bandung: Penerbit ITB.

Sofiana. (2013). Uji Aktivitas Analgetik Senyawa MH2011 pada Mencit Jantan Galur Balb/c dengan Metode Geliat (Writhing Test). Skripsi. Yogyakarta: Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada.

Suparni, I., & Wulandari, A. (2012). Herbal Nusantara: 1001 Ramuan Tradisional Asli Indonesia. Yogyakarta: Rapha Publishing.

Sutedjo, A. Y. (2008). Mengenal Obat-Obatan SecaraMudah dan Aplikasinya dalam Perawatan. Yogyakarta: Amara Books.

Syahrudin, M. S., Rahimah, S. B., & Budiman. (2015). Efek Analgetik Ekstrak Etanol Kunyit Putih (Curcuma Zedoaria) terhadap Nyeri Akut pada Tikus yang Diinduksi dengan Metode Tail Immersion. Prosding Pendidikan Dokter, 836-842.

Tilaar, D. M., & Prof. Dr. Ir. Bernard T. Widjaja, M. (2014). The Power of Jamu: Kekayaan dan Kearifan Lokal Indonesia. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Tjay, T. H., & Rahardja, K. (2013). Obat-Obat Penting Khasiat, Penggunaan, dan Efek Samping. Jakarta: PT.Elex Media Komputindo.

Vane, J., & Booting, R. (2003, Juni 15). PubMed. Dipetik Mei 29, 2017, dari US National Library of Medicine National Institutes of Health:


(55)

Vanne, J., & Botting, R. (2003, Juni 15). PubMed: US National Library of Medicine National Institutes of Health. Dipetik Mei 29, 2017, dari https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/14592543

Yong Ku Han, M., Seong Heon Lee, M., Hye Jin Jeong, M., Min Sum Kim, M., Myung Ha Yoon, M., & Woong Mo Kim, M. (2012). Analgesic Effects of Intrathecal Curcumin in thr Rat Formalin Test. The Korean Journal of Pain, 25(1), 1-6.


(56)

(57)

Lampiran 1. Cara Pembuatan Larutan Stok 1. Cara Membuat Larutan Stok Asetosal

2. Cara Membuat Larutan Stok Temulawak Instan 0,1 gram

serbuk acetosal

Mortar dihaluskan

Serbuk acetosal halus

Dipindahkan ke

labu ukur 10 ml v

Ditambahkan larutan Na-CMC 1% sampai

tanda batas

1250 mg temulawak

instan

Mortar dihaluskan

Serbuk instan temulawak halus

Dipindahkan ke

labu ukur 10ml v

Ditambahkan larutan Na-CMC 1% sampai


(58)

Lampiran 2. Cara Perhitungan Dosis Bahan Uji 1. Dosis Asetosal

Dosis asetosal dari jurnal = 1,3 mg/20gBB

2. Dosis Temulawak Instan

Dosis yang biasa dikonsumsi manusia = 15 gram (berat manusia Indonesia). Dari dosis = 15 gram/50 KgBB menjadi 21 gram/70 KgBB.

Dosis 21 gram/70 KgBB dikonversi ke mencit dikali 0,0026, menjadi 0,0546 gram/20 gramBB = 54,6 mg/20 gramBB, dijadikan menjadi per KgBB sehingga:

Untuk dosis selanjutnya dibuat dari setengah dosis 3000 mg/KgBB = 1500 mg/KgBB, setengah dari 1500 mg/KgBB= 750 mg/KgBB, setengah dari 750 mg/KgBB = 375 mg/KgBB; dan setengah dari 375 mg/KgBB = 187,5 mg/KgBB Untuk dosis 3000 mg/KgBB dan 1500 mg/KgBB dianulir karena menghasilkan data yang kurang baik, sehingga digunakan dosis sebagai berikut:

Dosis I = 187,5 mg/KgBB Dosis II = 375 mg/KgBB Dosis III = 750 mg/KgB

3. Pembuatan Larutan Stok Temulawak Instan

Mencit dengan berat badan 30 gram diberikan suspensi bahan uji untuk tiap perlakuan sebanyak 0,2 ml. Suspensi dibuat dengan menimbang temulawak instan


(59)

dengan dosis yang digunakan kemudian disuspensi ke dalam larutan Na-CMC 1%. Pembuatan larutan stok dosis terlebih dahulu adalah dosis III, dilakukan pengenceran untuk memperoleh dosis II dan I.

Larutan stok untuk membuat:

Dosis III = 1250 mg/10 ml, yaitu sebanyak 1250 mg instan temulawak di larutkan dengan Na-CMC 1% sampai volume 10 ml

Dosis II = 625 mg/10 ml, yaitu dengan mengencerkan dosis III (diambil 5 ml) dan dilarutkan dengan Na-CMC 1% sampai volume 10 ml

Dosis I = 312,5 mg/10 ml, yaitu dengan mengencerkan dosis II (diambil 5 ml) dan dilarutkan dengan Na-CMC 1% sampai volume 10 ml

4. Volume Larutan Stok yang dimasukkan ke Mencit a. Larutan Stok Asetosal

Stok asetosal = 1 gram/100ml = 0,1 gram/ 10 ml Dosis asetosal = 65 mg/ kgBB

Misal, berat badan mencit = 30 gram, maka

Volume yang masuk ke mencit:

b. Larutan Stok Temulawak Instan Dosis III = 750 mg/KgBB

Larutan stok = 1250 mg/ 10 mL Jika berat badan mencit = 30 gram


(60)

Volume larutan stok yang dimasukkan ke mencit:

Jadi volume larutan stok temulawak instan yang dimasukkan ke mencit dengan berat badan ~ 30 gram sebanyak 0,2 mL untuk semua mencit pada dosis I, dosis II, dan dosis III.

Lampiran 3. Skema Kerja Pelaksanaan Uji

Mencit dipuasakan ± 18 jam sebelum

Mencit dikelompokkan secara acak menjadi 5 kelompok uji, masing-masing kelompok 5 ekor

Kontrol Negatif

Kontrol Positif

Perlakuan I

Perlakuan II

Perlakuan III

Masing-masing kelompok uji diberikan bahan uji yang telah disuspensikan dengan Na-CMC 1% secara oral, setelah 5 menit diberikan induksi asam asetat


(61)

Lampiran 4. Data Jumlah Geliat Uji Efek Analgetik

Kelompok Dosis Mencit

Jumlah geliat tiap menit

Jumlah Rata-rata

jumlah SD

5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60

Kontrol Negatif

0,2 ml/20g ramBB

1 0 13 13 14 13 7 12 7 7 5 6 6 103

133,40 47,33

2 2 22 15 14 12 11 13 8 11 6 9 9 132

3 0 11 16 13 12 9 9 7 3 4 3 4 91

4 0 17 16 13 7 7 9 12 12 5 9 10 117

5 0 9 28 28 23 23 18 26 18 17 17 17 224

Rata-rata 0,4 14 18 16 13 11 12 12 10 7,4 8,8 9,2

SD 0,8 4,6 5,3 5,8 5,2 6 3,3 7,2 5 4,8 4,7 4,4

Kontrol Positif

65mg/ KgBB

1 0 0 4 3 1 2 1 0 3 1 0 0 15

49,00 18,11

2 1 13 8 6 6 3 2 1 1 3 1 1 46

3 0 7 11 6 6 5 4 5 2 4 2 6 58

4 0 5 7 7 9 4 7 5 4 4 5 5 62

5 0 6 9 8 9 7 6 5 4 3 4 3 64

Rata-rata 0,2 6,2 7,8 6 6,2 4,2 4 3,2 2,8 3 2,4 3

SD 0,4 4,2 2,3 1,7 2,9 1,7 2,3 2,2 1,2 1,1 1,8 2,3

Perlakuan 1

187,5 mg/kg

BB

1 3 16 12 11 13 13 10 12 12 15 8 9 134

106,40 19,24

2 4 20 17 13 10 11 8 10 8 7 4 3 115

3 3 18 15 14 12 8 7 7 4 6 5 8 107

4 3 18 10 10 6 4 3 2 3 5 4 7 75

5 5 29 10 10 10 9 4 6 5 3 5 5 101

Rata-rata 3,6 20 13 12 10 9 6,4 7,4 6,4 7,2 5,2 6,4


(62)

Perlakuan 2

375 mg/Kg

BB

1 0 18 19 12 9 9 9 7 7 5 8 3 106

90,8 14,13

2 2 18 11 8 12 8 7 6 6 6 4 3 91

3 2 12 10 9 11 5 6 9 7 6 3 4 84

4 3 12 10 9 6 6 4 5 5 4 2 2 68

5 3 17 14 11 10 7 8 9 9 5 7 5 105

Rata-rata 3,3 16 13 10 0 6,8 6,5 7 6,2 4,8 4,8 3,3

SD 3,1 3,1 3,2 1,6 2 1,3 1,7 1,5 1,9 1,1 2,2 0,9

Perlakuan 3

750 mg/Kg

BB

1 0 4 6 6 4 5 4 1 3 4 3 5 45

58,8 19,25

2 2 11 9 9 9 7 6 9 4 7 6 8 87

3 1 7 7 5 6 6 1 1 1 3 1 2 41

4 2 11 13 7 9 5 6 4 6 5 5 4 77

5 0 9 6 6 7 3 3 2 2 1 3 2 44

Rata-rata 1 8,4 8,2 6,6 7 5,2 4 3,4 3,2 4 3,6 4,2


(63)

Lampiran 5. Tabel Data Berat Badan Mencit

No Kelompok Mencit (gram)

Rata-rata SD

1 2 3 4 5

1 Kontrol

Negatif 36 34,7 34,2 30,8 28,2 32,8 3,2 2 Kontrol

Positif 31,1 35,1 35,1 34,1 29,3 33,0 5,4

3 Perlakuan 1 20 22 23 20 24 21,8 1,6

4 Perlakuan 2 23 22 30 25 31 25,8 3,7

5 Perlakuan 3 34 30,7 33,7 30 32,2 32,1 1,6

Lampiran 6. Contoh Perhitungan Persentase Proteksi Analgetik

%Proteksi

1. % Proteksi Kelompok Positif

2. % Proteksi Kelompok Perlakuan 1

3. % Proteksi Kelompok Perlakuan 2

4. % Proteksi Kelompok Perlakuan 3


(64)

Lampiran 7. Contoh Perhitungan Persentase Efektivitas Analgetik

% Efektivitas

1. Kontrol positif

2. Perlakuan 1

3. Perlakuan 2

4. Perlakuan 3

Lampiran 8. Perhitungan IC50 Temulawak Instan Persamaan regresi : Y = BX + A

Dimana X = persen proteksi 50%

Y = dosis temulawak instan (mg/KgBB) Y = BX + A

Y = 0,0006X + 0,08, dimana A = 0,08

B = 0,0006 R2 = 1

Jika Y = 50% = 0,5; maka


(65)

Lampiran 9. Dokumentasi

Foto Mencit Sehat


(66)

Lampiran 10. Hasil Analisis Data antar Kelompok

Descriptives

jumlah_geliat

N Mean

Std. Deviation

Std. Error

95% Confidence Interval for Mean

Minimum Maximum Lower

Bound

Upper Bound

kontrol

negatif 5 1.3340E2 52.91786 23.66559 67.6938 199.1062 91.00 224.00

kontrol positif 5 49.0000 20.24846 9.05539 23.8582 74.1418 15.00 64.00

perlakuan 1 5 1.0640E2 21.51279 9.62081 79.6883 133.1117 75.00 134.00

perlakuan 2 5 90.8000 15.80190 7.06682 71.1794 110.4206 68.00 106.00

perlakuan 3 5 58.8000 21.52208 9.62497 32.0768 85.5232 41.00 87.00

Total 25 87.6800 41.55691 8.31138 70.5262 104.8338 15.00 224.00

Test of Homogeneity of Variances

jumlah_geliat

Levene Statistic df1 df2 Sig.

1.507 4 20 .238

ANOVA

jumlah_geliat

Sum of Squares df Mean Square F Sig.

Between Groups 23903.440 4 5975.860 6.812 .001

Within Groups 17544.000 20 877.200


(67)

T-Test

Group Statistics

Kelompok N Mean Std. Deviation Std. Error Mean

jumlah_geliat kontrol negatif 5 1.3340E2 52.91786 23.66559

kontrol positif 5 49.0000 20.24846 9.05539

Independent Samples Test

Levene's Test for Equality of

Variances t-test for Equality of Means

F Sig. T df

Sig. (2-tailed)

Mean Difference

Std. Error Difference

95% Confidence Interval of the

Difference

Lower Upper

jumlah_geliat Equal variances assumed

1.775 .219 3.331 8 .010 84.40000 25.33890 25.96839 142.83161

Equal variances not assumed


(68)

Group Statistics

kelompok N Mean Std. Deviation Std. Error Mean

jumlah_geliat kontrol positif 5 49.0000 20.24846 9.05539

perlakuan 1 5 1.0640E2 21.51279 9.62081

Independent Samples Test

Levene's Test for Equality of

Variances t-test for Equality of Means

F Sig. t Df

Sig. (2-tailed) Mean Difference Std. Error Difference 95% Confidence Interval of the

Difference

Lower Upper

jumlah_geliat Equal variances assumed

.000 .992

-4.344 8 .002 -57.40000 13.21212

-87.86719 -26.93281 Equal variances not assumed

-4.344 7.971 .002 -57.40000 13.21212

-87.88661

-26.91339


(69)

Group Statistics

kelompok N Mean Std. Deviation Std. Error Mean

jumlah_geliat kontrol positif 5 49.0000 20.24846 9.05539

perlakuan 2 5 90.8000 15.80190 7.06682

Independent Samples Test

Levene's Test for Equality of

Variances t-test for Equality of Means

F Sig. t Df

Sig. (2-tailed) Mean Difference Std. Error Difference 95% Confidence Interval of the

Difference

Lower Upper

jumlah_geliat Equal variances assumed

.208 .661

-3.639 8 .007 -41.80000 11.48651

-68.28795 -15.31205 Equal variances not assumed

-3.639 7.554 .007 -41.80000 11.48651

-68.56266

-15.03734


(70)

Group Statistics

kelompok N Mean Std. Deviation Std. Error Mean

jumlah_geliat kontrol positif 5 49.0000 20.24846 9.05539

perlakuan 3 5 58.8000 21.52208 9.62497

Independent Samples Test

Levene's Test for Equality of

Variances t-test for Equality of Means

F Sig. t df

Sig. (2-tailed) Mean Difference Std. Error Difference 95% Confidence Interval of the

Difference

Lower Upper

jumlah_gelia t

Equal variances assumed

.419 .536

-.742 8 .480 -9.80000 13.21514

-40.27417 20.67417

Equal variances not assumed

-.742 7.970 .480 -9.80000 13.21514


(71)

Group Statistics

Kelompok N Mean Std. Deviation Std. Error Mean

jumlah_geliat kontrol negatif 5 1.3340E2 52.91786 23.66559

perlakuan 1 5 1.0640E2 21.51279 9.62081

Independent Samples Test

Levene's Test for Equality of

Variances t-test for Equality of Means

F Sig. t Df

Sig. (2-tailed)

Mean Difference

Std. Error Difference

95% Confidence Interval of the

Difference

Lower Upper

jumlah_geliat Equal variances assumed

1.714 .227 1.057 8 .321 27.00000 25.54643

-31.91017 85.91017

Equal variances not assumed

1.057 5.287 .336 27.00000 25.54643


(72)

Group Statistics

Kelompok N Mean Std. Deviation Std. Error Mean

jumlah_geliat kontrol negatif 5 1.3340E2 52.91786 23.66559

perlakuan 2 5 90.8000 15.80190 7.06682

Independent Samples Test

Levene's Test for Equality of

Variances t-test for Equality of Means

F Sig. t df

Sig. (2-tailed)

Mean Difference

Std. Error Difference

95% Confidence Interval of the

Difference

Lower Upper

jumlah_geliat Equal variances assumed

2.414 .159 1.725 8 .123 42.60000 24.69818

-14.35410 99.55410

Equal variances not assumed

1.725 4.708 .149 42.60000 24.69818


(73)

Group Statistics

kelompok N Mean Std. Deviation Std. Error Mean

jumlah_geliat kontrol negatif 5 1.3340E2 52.91786 23.66559

perlakuan 3 5 58.8000 21.52208 9.62497

Independent Samples Test

Levene's Test for Equality of

Variances t-test for Equality of Means

F Sig. t df

Sig. (2-tailed)

Mean Difference

Std. Error Difference

95% Confidence Interval of the

Difference

Lower Upper

jumlah_geliat Equal variances assumed

1.312 .285 2.920 8 .019 74.60000 25.54799 15.68622 133.51378

Equal variances not assumed


(74)

Group Statistics

kelompok N Mean Std. Deviation Std. Error Mean

jumlah_geliat perlakuan 1 5 1.0640E2 21.51279 9.62081

perlakuan 2 5 90.8000 15.80190 7.06682

Independent Samples Test

Levene's Test for Equality of

Variances t-test for Equality of Means

F Sig. t Df

Sig. (2-tailed)

Mean Difference

Std. Error Difference

95% Confidence Interval of the

Difference

Lower Upper

jumlah_geliat Equal variances assumed

.156 .703 1.307 8 .228 15.60000 11.93734

-11.92755 43.12755

Equal variances not assumed

1.307 7.343 .231 15.60000 11.93734


(75)

Group Statistics

kelompok N Mean Std. Deviation Std. Error Mean

jumlah_geliat perlakuan 1 5 1.0640E2 21.51279 9.62081

perlakuan 3 5 58.8000 21.52208 9.62497

Independent Samples Test

Levene's Test for Equality of

Variances t-test for Equality of Means

F Sig. t Df

Sig. (2-tailed)

Mean Difference

Std. Error Difference

95% Confidence Interval of the

Difference

Lower Upper

jumlah_geliat Equal variances assumed

.328 .582 3.498 8 .008 47.60000 13.60882 16.21800 78.98200

Equal variances not assumed


(76)

Group Statistics

kelompok N Mean Std. Deviation Std. Error Mean

jumlah_geliat perlakuan 2 5 90.8000 15.80190 7.06682

perlakuan 3 5 58.8000 21.52208 9.62497

Independent Samples Test

Levene's Test for Equality of

Variances t-test for Equality of Means

F Sig. t Df

Sig. (2-tailed)

Mean Difference

Std. Error Difference

95% Confidence Interval of the

Difference

Lower Upper

jumlah_geliat Equal variances assumed

2.109 .185 2.680 8 .028 32.00000 11.94069 4.46473 59.53527

Equal variances not assumed


(1)

56

Group Statistics

Kelompok N Mean Std. Deviation Std. Error Mean

jumlah_geliat kontrol negatif 5 1.3340E2 52.91786 23.66559

perlakuan 1 5 1.0640E2 21.51279 9.62081

Independent Samples Test

Levene's Test for Equality of

Variances t-test for Equality of Means

F Sig. t Df

Sig. (2-tailed)

Mean Difference

Std. Error Difference

95% Confidence Interval of the

Difference

Lower Upper

jumlah_geliat Equal variances assumed

1.714 .227 1.057 8 .321 27.00000 25.54643

-31.91017 85.91017

Equal variances not assumed

1.057 5.287 .336 27.00000 25.54643


(2)

57

jumlah_geliat kontrol negatif 5 1.3340E2 52.91786 23.66559

perlakuan 2 5 90.8000 15.80190 7.06682

Independent Samples Test

Levene's Test for Equality of

Variances t-test for Equality of Means

F Sig. t df

Sig. (2-tailed)

Mean Difference

Std. Error Difference

95% Confidence Interval of the

Difference

Lower Upper

jumlah_geliat Equal variances assumed

2.414 .159 1.725 8 .123 42.60000 24.69818

-14.35410 99.55410

Equal variances not assumed

1.725 4.708 .149 42.60000 24.69818


(3)

58

kelompok N Mean Std. Deviation Std. Error Mean

jumlah_geliat kontrol negatif 5 1.3340E2 52.91786 23.66559

perlakuan 3 5 58.8000 21.52208 9.62497

Independent Samples Test

Levene's Test for Equality of

Variances t-test for Equality of Means

F Sig. t df

Sig. (2-tailed)

Mean Difference

Std. Error Difference

95% Confidence Interval of the

Difference

Lower Upper

jumlah_geliat Equal variances assumed

1.312 .285 2.920 8 .019 74.60000 25.54799 15.68622 133.51378

Equal variances not assumed


(4)

59

jumlah_geliat perlakuan 1 5 1.0640E2 21.51279 9.62081

perlakuan 2 5 90.8000 15.80190 7.06682

Independent Samples Test

Levene's Test for Equality of

Variances t-test for Equality of Means

F Sig. t Df

Sig. (2-tailed)

Mean Difference

Std. Error Difference

95% Confidence Interval of the

Difference

Lower Upper

jumlah_geliat Equal variances assumed

.156 .703 1.307 8 .228 15.60000 11.93734

-11.92755 43.12755

Equal variances not assumed

1.307 7.343 .231 15.60000 11.93734


(5)

60

kelompok N Mean Std. Deviation Std. Error Mean

jumlah_geliat perlakuan 1 5 1.0640E2 21.51279 9.62081

perlakuan 3 5 58.8000 21.52208 9.62497

Independent Samples Test

Levene's Test for Equality of

Variances t-test for Equality of Means

F Sig. t Df

Sig. (2-tailed)

Mean Difference

Std. Error Difference

95% Confidence Interval of the

Difference

Lower Upper

jumlah_geliat Equal variances assumed

.328 .582 3.498 8 .008 47.60000 13.60882 16.21800 78.98200

Equal variances not assumed


(6)

61

jumlah_geliat perlakuan 2 5 90.8000 15.80190 7.06682

perlakuan 3 5 58.8000 21.52208 9.62497

Independent Samples Test

Levene's Test for Equality of

Variances t-test for Equality of Means

F Sig. t Df

Sig. (2-tailed)

Mean Difference

Std. Error Difference

95% Confidence Interval of the

Difference

Lower Upper

jumlah_geliat Equal variances assumed

2.109 .185 2.680 8 .028 32.00000 11.94069 4.46473 59.53527

Equal variances not assumed


Dokumen yang terkait

UJI EFEK HEPATOREPAIR EKSTRAK TEMULAWAK (Curcuma Uji Efek Hepatorepair Ekstrak Temulawak (Curcuma Xanthorrhiza Roxb) Pada Tikus Putih Jantan Galur Wistar Yang Diinduksi Paracetamol.

0 2 18

UJI EFEK HEPATOREPAIR EKSTRAK TEMULAWAK (Curcuma Uji Efek Hepatorepair Ekstrak Temulawak (Curcuma Xanthorrhiza Roxb) Pada Tikus Putih Jantan Galur Wistar Yang Diinduksi Paracetamol.

0 2 15

UJI EFEK ANALGESIK EKSTRAK ETANOL 70% RIMPANG TEMULAWAK (Curcuma xanthorrhiza Roxb) PADA MENCIT Uji Efek Analgesik Ekstrak Etanol 70% Rimpang Temulawak (Curcuma Xanthorrhiza Roxb) Pada Mencit (Mus Musculus) Jantan Galur Swiss Yang Diinduksi Nyeri Asam As

0 3 20

UJI EFEK ANALGESIK EKSTRAK ETANOL 70% RIMPANG TEMULAWAK (Curcuma xanthorrhiza Roxb) PADA MENCIT Uji Efek Analgesik Ekstrak Etanol 70% Rimpang Temulawak (Curcuma Xanthorrhiza Roxb) Pada Mencit (Mus Musculus) Jantan Galur Swiss Yang Diinduksi Nyeri Asam As

0 3 17

PENDAHULUAN Uji Efek Analgesik Ekstrak Etanol 70% Rimpang Temulawak (Curcuma Xanthorrhiza Roxb) Pada Mencit (Mus Musculus) Jantan Galur Swiss Yang Diinduksi Nyeri Asam Asetat Dengan Metode Geliat (Writhing Test).

0 4 4

DAFTAR PUSTAKA Uji Efek Analgesik Ekstrak Etanol 70% Rimpang Temulawak (Curcuma Xanthorrhiza Roxb) Pada Mencit (Mus Musculus) Jantan Galur Swiss Yang Diinduksi Nyeri Asam Asetat Dengan Metode Geliat (Writhing Test).

0 4 5

UJI EFEK STIMULANSIA INFUSA RIMPANG TEMULAWAK (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) PADA MENCIT JANTAN GALUR SWISS Uji Efek Stimulansia Infusa Rimpang Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) Pada Mencit Jantan Galur Swiss.

1 9 13

UJI EFEK STIMULANSIA INFUSA RIMPANG TEMULAWAK (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) PADA MENCIT JANTAN Uji Efek Stimulansia Infusa Rimpang Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) Pada Mencit Jantan Galur Swiss.

0 2 11

PENDAHULUAN Uji Efek Stimulansia Infusa Rimpang Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) Pada Mencit Jantan Galur Swiss.

0 3 6

UJI EFEK SEDIAAN SERBUK INSTAN RIMPANG TEMULAWAK (Curcuma xanthorrhiza Roxb) SEBAGAI TONIKUM TERHADAP MENCIT JANTAN GALUR Swiss Webster.

1 28 23