TANGGUNG JAWAB YANG TIMBUL ANTARA PARA PIHAK YANG MELAKUKAN PERJANJIAN LISAN DITINJAU DARI BUKU III KUH PERDATA TENTANG PERIKATAN.

ABSTRAK

Di dalam Pasal 1320 KUH Perdata, tidak ada satupun syarat yang
mengharuskan suatu perjanjian dibuat secara tertulis, sehingga suatu
perjanjian yang dibuat secara lisan juga mengikat secara hukum bagi para
pihak yang membuatnya dan tidak menghilangkan, baik hak dan
kewajiban dari pihak yang bersepakat, karena setiap perjanjian
berkonsekuensi yuridis sebagai undang-undang bagi para pihak yang
membuatnya (Pasal 1338 KUH Perdata). Dalam perkembangannya,
perjanjian secara lisan tidak hanya dilakukan oleh perusahaanperusahaan tertentu, akan tetapi juga banyak dilakukan oleh individuindividu di dalam kalangan masyarakat, baik itu kalangan masyarakat
menengah ke atas, maupun kalangan masyarakat menengah ke bawah.
Permasalahannya adalah apakah semua perjanjian itu sah dengan hanya
dilakukan secara lisan saja, dan bagaimana kekuatan hukum perjanjian
secara lisan itu sendiri.
Metode yang digunakan dalam skripsi ini adalah deskriptif analitis
yaitu melalui pendekatan yuridis normatif serta menggunakan data berupa
bahan primer yaitu dengan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata serta
Putusan Mahkamah Agung Nomor 2381/K/Pdt/2011 sebagai salah satu
putusan pengadilan tentang sengketa Perjanjian Lisan, yang dianalisis
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku secara yuridis
kualitatif. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah studi

kepustakaan dan wawancara.
Hasil penelitian ini, diketahui bahwa untuk perjanjian secara lisan,
hanya diakui pada jenis-jenis perjanjian konsensuil, karena pengaturan
sistem perjanjian yang terbuka di Indonesia, serta asas konsensualisme
yang terkadung di dalam setiap perjanjian konsensuil. Untuk jenis
perjanjian lainnya, yaitu perjanjian formil dan perjanjian riil, terdapat
syarat-syarat lain yang diharuskan bagi pihak-pihak yang terkait agar
perjanjian tersebut sah secara hukum. Dan ada langkah-langkah hukum
tertentu yang dapat ditempuh oleh pihak yang merasa dirugikan dalam
perjanjian secara lisan, agar tercapai keadilan dan keseimbangan dalam
hubungan perjanjian tersebut.

iv