Tanggung Jawab Pihak Pengangkut dalam Perjanjian Pengangkutan Pulp antara PT. Toba Pulp Lestari, Tbk dengan CV. Anugrah Toba Permai Lestari (Studi pada CV. Anugrah Toba Permai Lestari)

(1)

1

PERJANJIAN PENGANGKUTAN PULP ANTARA PT.

TOBA PULP LESTARI, Tbk. DENGAN CV. ANUGRAH

TOBA PERMAI LESTARI

(Studi pada CV. Anugrah Toba Permai Lestari)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas Akhir dan Memenuhi Syarat-Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum

Oleh:

ERNI ARMIDI SITORUS 110200259

DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN PROGRAM KEKHUSUSAN PERDATA BW

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

melimpahkan berkat, anugrah dan kasih sayang-Nya yang tak terhingga kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini.

Skripsi ini berjudul Tanggung Jawab Pihak Pengangkut dalam Perjanjian Pengangkutan Pulp antara PT. Toba Pulp Lestari, Tbk dengan CV. Anugrah Toba Permai Lestari (Studi pada CV. Anugrah Toba Permai Lestari). Isinya membahas tentang tanggung jawab CV. Anugrah Toba Permai Lestari dalam melaksanakan pengangkutan pulp dari lokasi PT Toba Pulp Lestari di Porsea sampai ke tempat tujuan yaitu di Belawan, berakhirnya perjanjian pengangkutan pulp dan penyelesaian sengketa oleh para pihak apabila terjadi sengketa dalam pelaksanaan pengangkutan pulp. Penulisan skripsi ini adalah guna mencapai gelar Sarjana Hukum di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Prof. Dr. Syahril Pasaribu, DTMH, MSc (CTM), Sp.A(K), selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.

2. Prof. Dr. Runtung, S.H., M.Hum., selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

3. Prof. Dr. Budiman Ginting, S.H., M.Hum., Syafruddin Hasudungan Hasibuan, S.H., M.H., DFM., Dr. O.K. Saidin, S.H., M.Hum., selaku Wakil Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.


(3)

ii

Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

5. Ibu Rabiatul Syariah, S.H., M.Hum., selaku Sekretaris Departemen Hukum Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

6. Ibu Sinta Uli, S.H., M.Hum., selaku Dosen Pembimbing I yang telah banyak memberikan arahan dan bimbingan bagi penulis.

7. Bapak Ramli Siregar, S.H., M.Hum., selaku Dosen Pembimbing II yang telah banyak memberikan arahan dan bimbingan bagi penulis.

8. Ibu Dra. Zakiah, Mpd., selaku Dosen Pembimbing Akademik yang telah memotivasi penulis serta membimbing penulis selama masa perkuliahan. 9. Bapak dan Ibu Dosen Pengajar di Fakultas Hukum Universitas Sumatera

Utara yang telah mengajar, mendidik, memotivasi, dan menginspirasi penulis.

10.Kedua orang tua penulis, yaitu Ayahanda (Jonar Sitorus) dan Ibunda (Tiurma Marpaung) yang senantiasa memberikan dorongan, didikan, kasih sayang, ketulusan, nasehat dan air mata dalam doanya yang selalu menyertai setiap langkah penulis.

11.Abang Hendra Sitorus, Anton Sitorus, eda Martaida Naibaho, Elida Sitanggang, kakak penulis (Rani Sitorus) dan adik penulis (Jekson Sitorus), adik kecil penulis (Malindo, Doni dan Hero), dan kepada keluarga besar penulis yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang selalu memberikan semangat, dukungan dan motivasi selama penulis menempuh pendidikan di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.


(4)

dan Juwanda Ginting yang selalu setia mendukung, menyemangati, mendoakan dan selalu mengingatkan penulis.

14.CV. Anugrah Toba Permai Lestari yang telah memberikan penulis kesempatan untuk melakukan riset dalam penulisan skripsi ini.

15.Seluruh pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini baik secara langsung maupun tidak langsung yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Atas dukungan mereka, sekali lagi penulis ucapkan terima kasih. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan dapat menambah khasanah pengetahuan bagi para pembaca.

Medan, Maret 2015 Penulis

ERNI ARMIDI SITORUS NIM: 110200259


(5)

iv

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iv

ABSTRAK ... vi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 8

C. Tujuan Penulisan ... 9

D. Manfaat Penulisan ... 9

E. Metode Penelitian... 10

F. Sistematika Penulisan ... 12

G. Keaslian Penulisan ... 14

BAB II PERJANJIAN PADA UMUMNYA ... 16

A. Pengertian Perjanjian dan Syarat Sahnya suatu Perjanjian ... 16

B.Jenis-jenis Perjanjian dan Asas-asas Umum dalam Perjanjian ... 23

C.Akibat Hukum dan Berakhirnya suatu Perjanjian ... 32

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PENGANGKUTAN ... 47

A. Pengangkutan, Perjanjian Pengangkutan dan Jenis-jenis Pengangkutan ... 47

B. Asas-asas Hukum Pengangkutan dan Pihak-pihak dalam Perjanjian Pengangkutan ... 56

C. Tanggung Jawab Pengangkut dalam Undang-undang dan Berakhirnya Perjanjian Pengangkutan ... 64


(6)

TOBA PERMAI LESTARI ... 76

A. Tanggung Jawab CV. Anugrah Toba Permai Lestari dalam Melaksanakan Pengangkutan Pulp dari Lokasi Pabrik PT. Toba Pulp Lestari, Tbk di Porsea ke Belawan ... 76

B. Berakhirnya Surat Perjanjian Pengangkutan Pulp antara PT. Toba Pulp Lestari, Tbk dengan CV. Anugrah Toba Permai ... 79

C. Penyelesaian Sengketa oleh Para Pihak jika Terjadi Perselisihan Sehubungan dengan Pelaksanaan Perjanjian Pengangkutan ... 81

BAB V PENUTUP ... 86

A. Kesimpulan ... 86

B. Saran ... 87

DAFTAR PUSTAKA ... 88 LAMPIRAN

A. Wawancara.

B. Surat bukti riset dari CV Anugrah Toba Permai Lestari

C. Surat perjanjian pengangkutan pulp antara PT. Toba Pulp Lestari, Tbk dengan CV. Anugrah Toba Permai Lestari.


(7)

vi

Erni Armidi Sitorus Sinta Uli Ramli Siregar

Pengangkutan memegang peranan yang sangat penting dalam kehidupan manusia karena tanpa pengangkutan perusahaan akan mengalami kesulitan sehingga masyarakat membutuhkan proses kegiatan pengangkutan yang lebih cepat dan lebih aman bagi barang yang akan dikirim. Penulis membuat skripsi dengan judul, “Tanggung Jawab Pihak Pengangkut dalam Perjanjian Pengangkutan Pulp antara PT. Toba Pulp Lestari, Tbk. dengan CV. Anugrah Toba Permai Lestari”. Permasalahan dalam skripsi ini adalah tanggung jawab CV. Anugrah Toba Permai Lestari dalam melaksanakan pengangkutan pulp dari lokasi pabrik PT. Toba Pulp Lestari, Tbk. di Porsea ke Belawan ditinjau dari UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, KUHD dan KUH Perdata, berakhirnya surat perjanjian pengangkutan pulp serta penyelesaian sengketa oleh para pihak jika terjadi perselisihan sehubungan dengan pelaksanaan perjanjian pengangkutan.

Metode penelitian hukum dalam penelitian ini adalah penelitian yuridis normatif yaitu menggunakan kajian terhadap peraturan perundang-undangan dan bahan-bahan hukum lainnya yang berkaitan dengan penulisan skripsi ini dan penelitian yuridis empiris yaitu penelitian yang dilakukan untuk memperoleh data primer, dengan observasi langsung di lapangan yaitu melalui wawancara kepada responden dari CV. Anugrah Toba Permai Lestari

Tanggung jawab CV. Anugrah Toba Permai Lestari dalam melaksanakan pengangkutan pulp dimulai dari memuat pulp ke dalam mobil angkutan dan mengangkut pulp dari lokasi pabrik PT. Toba Pulp Lestari sampai ke tempat tujuan dengan selamat yaitu pulp yang diangkut tidak mengalami kerusakan atau cacat dan hilang. Jika terjadi cacat atau rusak dan hilangnya pulp, maka CV. Anugrah bertanggung jawab untuk menanggung seluruh kerusakan dan kehilangan yang terjadi dengan mengganti kerugian yang dialami oleh PT. Toba Pulp Lestari sesuai dengan harga pasaran pulp pada saat itu dan CV. Anugrah Toba Permai Lestari bertanggung jawab untuk menanggung semua resiko yang timbul baik langsung maupun tidak langsung yang diakibatkan oleh kecelakaan lalu lintas. Surat perjanjian pengangkutan pulp akan berakhir ketika jangka waktunya telah berakhir dan penyelesaian sengketa yang akan dipilih oleh kedua belah pihak jika terjadi perselisihan yaitu dengan cara musyawarah mufakat dengan jalan perdamaian, dan jika perdamaian itu tidak tercapai maka kedua belah pihak sepakat untuk menyelesaikannya di Pengadilan Negeri yang telah di sepakati yaitu Pengadilan Negeri Medan, Sumatera Utara.

Kata Kunci: Tanggung Jawab Pengangkut, Perjanjian pengangkutan



Mahasiswa Departemen Hukum Keperdataan Fakultas Hukum USU



Dosen Pembimbing I, Departemen Hukum Keperdataan Fakultas Hukum USU




(8)

Pengangkutan memegang peranan yang sangat penting dalam kehidupan manusia karena tanpa pengangkutan perusahaan akan mengalami kesulitan sehingga masyarakat membutuhkan proses kegiatan pengangkutan yang lebih cepat dan lebih aman bagi barang yang akan dikirim. Penulis membuat skripsi dengan judul, “Tanggung Jawab Pihak Pengangkut dalam Perjanjian Pengangkutan Pulp antara PT. Toba Pulp Lestari, Tbk. dengan CV. Anugrah Toba Permai Lestari”. Permasalahan dalam skripsi ini adalah tanggung jawab CV. Anugrah Toba Permai Lestari dalam melaksanakan pengangkutan pulp dari lokasi pabrik PT. Toba Pulp Lestari, Tbk. di Porsea ke Belawan ditinjau dari UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, KUHD dan KUH Perdata, berakhirnya surat perjanjian pengangkutan pulp serta penyelesaian sengketa oleh para pihak jika terjadi perselisihan sehubungan dengan pelaksanaan perjanjian pengangkutan.

Metode penelitian hukum dalam penelitian ini adalah penelitian yuridis normatif yaitu menggunakan kajian terhadap peraturan perundang-undangan dan bahan-bahan hukum lainnya yang berkaitan dengan penulisan skripsi ini dan penelitian yuridis empiris yaitu penelitian yang dilakukan untuk memperoleh data primer, dengan observasi langsung di lapangan yaitu melalui wawancara kepada responden dari CV. Anugrah Toba Permai Lestari

Tanggung jawab CV. Anugrah Toba Permai Lestari dalam melaksanakan pengangkutan pulp dimulai dari memuat pulp ke dalam mobil angkutan dan mengangkut pulp dari lokasi pabrik PT. Toba Pulp Lestari sampai ke tempat tujuan dengan selamat yaitu pulp yang diangkut tidak mengalami kerusakan atau cacat dan hilang. Jika terjadi cacat atau rusak dan hilangnya pulp, maka CV. Anugrah bertanggung jawab untuk menanggung seluruh kerusakan dan kehilangan yang terjadi dengan mengganti kerugian yang dialami oleh PT. Toba Pulp Lestari sesuai dengan harga pasaran pulp pada saat itu dan CV. Anugrah Toba Permai Lestari bertanggung jawab untuk menanggung semua resiko yang timbul baik langsung maupun tidak langsung yang diakibatkan oleh kecelakaan lalu lintas. Surat perjanjian pengangkutan pulp akan berakhir ketika jangka waktunya telah berakhir dan penyelesaian sengketa yang akan dipilih oleh kedua belah pihak jika terjadi perselisihan yaitu dengan cara musyawarah mufakat dengan jalan perdamaian, dan jika perdamaian itu tidak tercapai maka kedua belah pihak sepakat untuk menyelesaikannya di Pengadilan Negeri yang telah di sepakati yaitu Pengadilan Negeri Medan, Sumatera Utara.

Kata Kunci: Tanggung Jawab Pengangkut, Perjanjian pengangkutan



Mahasiswa Departemen Hukum Keperdataan Fakultas Hukum USU



Dosen Pembimbing I, Departemen Hukum Keperdataan Fakultas Hukum USU




(9)

1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Bangsa Indonesia adalah suatu bangsa yang mempunyai daerah yang sangat luas yang terdiri dari pulau yang besar, sedang maupun yang kecil. Indonesia membutuhkan sarana angkutan, baik di darat (jalan, kereta api dan sungai), di laut maupun di udara untuk terjalinnya hubungan antar daerah yang luas tersebut. Pengangkutan darat merupakan pilihan untuk dikembangkan dalam upaya membuka keterisolasian daerah. Kebijakan untuk menjadikan pengangkutan darat sebagai sarana perhubungan dengan antar daerah terpencil sampai saat ini masih tetap terus dipertahankan. Tanpa adanya sarana angkutan tersebut, pembangunan di Indonesia pasti akan menghadapi kendala, oleh karena itu perlu adanya sistem angkutan yang lancar, efektif, efisien, aman, dan nyaman.

Pengangkutan darat mempunyai peran yang penting dan srategis dalam pembangunan nasional, karena harus mampu menjadi jembatan penghubung dan membuka daerah-daerah terpencil di Indonesia, sehingga harus menjadi sarana untuk pemerataan di segala bidang. Pengangkutan darat juga memegang peranan penting dalam lalu lintas perdagangan, karena dapat menghubungkan pusat-pusat bahan baku dengan pabrik-pabrik atau perusahaan-perusahaan yang mengolah bahan-bahan baku tersebut menjadi bahan setengah jadi atau barang jadi untuk kemudian diangkut ke pasar, yang


(10)

akhirnya sampai di tangan konsumen. Tanpa pengangkutan, perusahaan tidak mungkin berjalan. 1

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia tanggung jawab adalah keadaan wajib menanggung segala sesuatunya (kalau terjadi apa-apa boleh dituntut, dipersalahkan, diperkarakan, dsb).2 Tanggung jawab secara definisi merupakan kesadaran manusia akan tingkah laku atau perbuatan baik yang disengaja maupun yang tidak di sengaja. Tanggung jawab juga berarti berbuat sebagai perwujudan kesadaran akan kewajiban.3

Pengangkutan sangat dibutuhkan oleh suatu bangsa untuk menjadi besar dan megah khususnya untuk membangun perekonomiannya. Bagi Indonesia yang sedang membangun, suatu negara yang sangat luas daerahnya yang terdiri dari ribuan pulau dan dihuni oleh jutaan penduduk, pasti sangat memerlukan adanya sistem angkutan yang lancar dan efektif serta efisien. Tanpa adanya angkutan tersebut, pembangunan di Indonesia pasti akan macet dan tak akan dapat mencapai sasaran yang dituju.4

Pengangkutan sebagai alat fisik merupakan bidang yang sangat vital dalam kehidupan masyarakat. Dikatakan sangat vital karena keduanya saling mempengaruhi dan menentukan dalam kehidupan sehari-hari. Pengangkutan atau sistem transportasi itu sendiri mempunyai peranan yang sangat penting

1

Siti Nurbaiti, Hukum Pengangkutan Darat (Jalan dan Kereta Api), Universitas Trisakti, Jakarta, 2009, hlm. 1-2.

2

Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Ketiga, 2010, Jakarta, Balai Pustaka, hlm. 1139.

3

http://lifestyle.kompasiana.com/catatan/2013/06/12/mengenal-arti-kata-tanggung-jawab-567952.html, Diakses pada tanggal 12 juni 2013 pukul 03:40

4

H. Hasnil Basri Siregar, Hukum Pengangkutan, Kelompok Studi Fakultas Hukum USU, Medan, 2002, hlm. 2.


(11)

dan strategis dalam memperlancar arus barang dan lalu lintas orang yang timbul sejalan dengan perkembangan masyarakat yang semakin tinggi mobilitasnya, sehingga menjadikan pengangkutan itu sebagai suatu kebutuhan bagi masyarakat.

Meningkatnya kebutuhan masyarakat akan sarana transportasi, maka sedikit banyak akan berpengaruh terhadap perkembangan dibidang teknologi, sarana dan prasarana pengangkutan, ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang pengangkutan serta hukum pengangkutan, disamping tidak dapat dihindari pula timbulnya berbagai permasalahan yang diakibatkan dengan adanya pengangkutan itu.

Pengangkutan mempunyai peranan yang lebih penting lagi dan sangat menentukan dalam pergaulan hidup modern sekarang ini, terutama karena sifat masyarakat sekarang ini menunjukkan kecenderungan yang aktif. Betapa besarnya peranan pengangkutan khususnya pengangkutan darat selain pengangkutan laut dan udara sangatlah dapat dimengerti, karena ia mencakup hampir semua keaktifan manusia, terutama dalam bidang politik dan strategi pertahanan negara.5

Pengangkutan adalah perpindahan tempat, baik mengenai benda-benda maupun orang-orang karena perpindahan tempat itu mutlak diperlukan untuk mencapai dan meninggikan manfaat serta efisiensi. Jadi secara singkat dapat dikatakan bahwa fungsi pengangkutan adalah memindahkan barang atau orang dari suatu tempat ke tempat lain dengan maksud untuk meningkatkan daya

5


(12)

guna dan nilai. Peningkatan daya guna dan nilai inilah yang merupakan tujuan dari pengangkutan yang berarti bila daya guna nilai barang di tempat yang baru tidak naik, maka pengangkutan merupakan suatu tindakan yang merugikan.

Sebelum suatu pengangkutan direalisasikan pada umumnya terjadi perjanjian antara pihak yang akan mengangkut barang atau orang dengan pihak yang akan mengirimkan barang. Perjanjian pengangkutan baik pengangkutan darat, laut maupun udara pada umumnya sama dengan perjanjian pada umumnya. Artinya untuk sahnya perjanjian dimaksud harus memenuhi syarat-syarat seperti yang diatur dalam pasal 1320 KUH Perdata jo pasal 1338 KUH Perdata. Titik berat perjanjian pengangkutan adalah melaksanakan pengangkutan. Pihak-pihak yang berjanji dalam hal ini adalah pihak pengangkut dan pihak pengirim atau pihak pemakai jasa. Secara singkat dapat dikatakan bahwa perjanjian pengangkutan pada dasarnya sama dengan perjanjian pada umumnya. Ketentuan dasar yang digunakan adalah Pasal 1320 jo Pasal 1338 KUH Perdata.6

Pengangkutan memegang peranan penting dalam lalu-lintas perdagangan dalam masyarakat. Peranan pengangkutan dalam dunia perdagangan bersifat mutlak, sebab tanpa pengangkutan, perusahaan tidak mungkin dapat berjalan. Barang-barang yang dihasilkan oleh produsen atau pabrik-pabrik dapat sampai ditangan pedagang atau pengusaha hanya dengan jalan pengangkutan, dan seterusnya dari pedagang atau pengusaha kepada

6


(13)

konsumen juga harus menggunakan jasa pengangkutan. Pengangkutan disini dapat dilakukan oleh orang, kendaraan yang ditarik oleh binatang, kendaraan bermotor, kereta api, kapal laut, kapal sungai, pesawat udara dan lain-lain.

Fungsi pengangkutan ialah memindahkan barang atau orang dari suatu tempat ke tempat yang lain dengan maksud untuk meningkatkan daya guna dan nilai. Di sini jelas meningkatnya daya guna dan nilai merupakan tujuan dari pengangkutan, yang berarti bila daya guna nilai di tempat baru itu tidak naik, maka pengangkutan tidak perlu diadakan, sebab merupakan suatu perbuatan yang merugikan bagi si pedagang, fungsi pengangkutan yang demikian itu tidak hanya berlaku di dunia perdagangan saja, tetapi juga berlaku di bidang pemerintahan, politik, sosial, pendidikan, hankam dan lain-lain.7

Perjanjian pengangkutan ialah suatu perjanjian dimana satu pihak menyanggupi untuk dengan aman membawa orang atau barang dari satu kelain tempat, sedangkan pihak yang lainnya menyanggupi akan membayar ongkosnya.

Pasal 90 KUHD menyatakan:

Surat angkutan merupakan persetujuan antara sipengirim atau ekspeditur pada pihak satu dan pengangkut atau juragan perahu pada pihak lain dan surat itu memuat selain apa yang kiranya telah disetujui oleh kedua belah pihak, seperti misalnya mengenai waktu dalam mana pengangkutan telah harus selesai

7

H.M.N. Purwosutjipto, Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia 3 Hukum Pengangkutan, Djambatan, Jakarta, 2003, hlm. 1-2.


(14)

dikerjakannya dan mengenai penggantian rugi dalam hal kelambatan, memuat juga:

1. Nama dan berat atau ukuran barang-barang yang diangkut, begitupun merek dan bilangannya;

2. Nama orang kepada siapa barang-barang dikirimkannya; 3. Nama dan tempat sipengangkut atau juragan perahu; 4. Jumlah upahan pengangkutan;

5. Tanggal

6. Tanda tangan sipengirim atau ekspditur,

Surat angkutan itu, ekspeditur harus membukukannya dalam register hariannya.

Umumnya dalam suatu perjanjian pengangkutan pihak pengangkut adalah bebas untuk memilih sendiri alat pengangkutan yang dipakainya. Sebagaimana dengan perjanjian-perjanjian lainnya, kedua belah pihak diberikan kebebasan seluas-luasnya untuk mengatur sendiri segala hal mengenai pengangkutan yang akan diselenggarakan itu. Apabila terjadi kelalaian pada salah satu pihak, maka akibat-akibatnya ditetapkan sebagaimana berlaku untuk perjanjian-perjanjian pada umumnya dalam Buku III dari Kitab Undang-undang Hukum Perdata.

Pihak pengangkut dalam perjanjian pengangkutan dapat dikatakan sudah mengakui menerima barang-barang dan menyanggupi untuk membawanya ketempat yang telah ditunjuk dan menyerahkannya kepada orang yang dialamatkan. Kewajiban yang terakhir ini dapat di persamakan


(15)

dengan kewajiban seseorang yang harus menyerahkan suatu barang berdasarkan suatu perikatan sebagaimana dimaksudkan oleh pasal 1235 B.W., dalam perikatan mana termaktub kewajiban untuk menyimpan dan memelihara barang tersebut sebagai “seorang bapak rumah yang baik”. Apabila si pengangkut melalaikan kewajibannya, maka pada umumnya akan berlaku peraturan-peraturan yang untuk itu telah ditetapkan dalam Buku III KUH Perdata, yaitu dalam pasal 1243.8

Sengketa dimulai ketika satu pihak merasa dirugikan oleh karena pihak yang lain. Ketika pihak yang merasa dirugikan menyampaikan ketidakpuasannya kepada pihak kedua dan pihak kedua tersebut menunjukkan perbedaan pendapat maka terjadilah perselisihan atau sengketa. Sengketa dapat diselesaikan melalui cara-cara formal yang berkembang menjadi proses ajudikasi yang terdiri dari proses melalui pengadilan dan arbitrase atau cara informal yang berbasis pada kesepakatan pihak-pihak yang bersengketa melalui negosiasi atau mediasi.9 KUH Perdata telah diatur tentang berakhirnya perikatan. Berakhirnya perikatan diatur dalam Pasal 1381 KUH Perdata. Cara berakhirnya perikatan dibagi menjadi sepuluh cara, yaitu: (1) pembayaran, (2) konsignasi, (3) novasi (pembaruan utang), (4) kompensasi, (5) konfusio (percampuran utang), (6) pembebasan utang, (7) musnahnya barang terutang, (8) kebatalan atau pembatalan, (9) berlaku syarat batal, dan (10) daluwarsa. Dalam praktik dikenal pula cara berakhirnya kontrak, yaitu:

(a) Jangka waktunya berakhir,

8

R. Subekti, Aneka Perjanjian, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2014, hlm.. 70.

9

https://odebhora.wordpress.com/2011/05/17/penyelesaian-sengketa/, Diakses tanggal 17 Mei 2011.


(16)

(b) Dilaksanakannya objek perjanjian, (c) Kesepakatan kedua belah pihak ,

(d) Pemutusan kontrak secara sepihak oleh salah satu pihak, dan (e) Adanya putusan pengadilan10

Perseroan Terbatas (PT) menurut hukum Indonesia adalah suatu badan hukum yang merupakan persekutuan modal yang didirikan berdasarkan perjanjian antara 2 (dua) orang atau lebih, untuk melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham-saham.11 Bentuk perusahaan yang disebut dengan Commanditaire Vennootschap sering disingkat dengan “CV” atau dalam bahasa Inggris disebut dengan “ Limited Corporation”, merupakan suatu bentuk badan usaha yang didirikan oleh 2 (dua) orang atau lebih, dimana 1 (satu) orang atau lebih dari pendirinya adalah persero aktif, yakni yang aktif menjalankan persahaan dan akan bertanggung jawab secara penuh atas kekayaan pribadinya, sementara 1 (satu) orang lain atau lebih merupakan persero pasif (persero komanditer), dimana dia hanya bertanggung jawab sebatas uang yang dia setor saja12

CV. Anugrah Toba Permai adalah salah satu perusahaan pengangkutan yang berada di Sosor Ladang, Porsea. CV ini berdiri tanggal 30 April 2008 yang kegiatan usahanya adalah melayani jasa pengangkutan melalui darat. jenis-jenis barang yang diangkut oleh CV. Anugrah Toba

10

Salim H.S., Hukum Kontrak, Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak, Sinar Grafika, Jakarta, hlm. 164165.

11

Munir fuady, PengantarHukum Bisnis, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2012), hlm. 36.

12


(17)

Permai adalah pengangkutan pulp (bubur kayu), sawdust (serbuk gergaji), dan juga kulit ari kopi. Tetapi yang paling sering diangkut oleh CV ini adalah pengangkutan pulp sedangkan sawdust dan kulit ari kopi akan diangkut jika PT. Toba Pulp Lestari, Tbk. Membutuhkannya, artinya pengangkutan sawdust (serbuk gergaji) dan kulit ari kopi ini jarang diangkut. CV. Anugrah Toba Permai Lestari dalam melaksanakan perjanjian pengangkutan pulp mempunyai tanggung jawab yang sudah ditentukan didalam surat perjanjian pengangkutan pulp tersebut dan beberapa ketentuan lainnya yang telah disepakati oleh kedua belah pihak. Semakin hari, masyarakat membutuhkan proses kegiatan pengangkutan yang lebih cepat dan lebih aman bagi barang yang akan dikirim. Dengan melihat kebutuhan masyarakat tersebut banyak pengusaha yang mendirikan usaha-usaha pengangkutan dengan memberikan pelayanan yang baik dan saling bersaing satu dengan yang lainnya.

Penulis tertarik untuk membuat skripsi dengan judul: “Tanggung Jawab Pihak Pengangkut dalam Perjanjian Pengangkutan Pulp antara PT.

Toba Pulp Lestari, Tbk dengan CV. Anugrah Toba Permai Lestari”. Penulis

ingin mencari tahu apakah tanggung jawab dari perusahaan pengangkutan ini sesuai dengan tanggung jawab pengangkut yang diatur didalam undang-undang dan bagaimana berakhirnya perjanjian pengangkutan antara CV. Anugrah Toba Permai Lestari dengan PT. Toba Pulp Lestari, Tbk, serta bagaimana bentuk penyelesaian sengketa yang akan dipilih jika terjadi sengketa antara kedua belah pihak.


(18)

Rumusan masalah dalam penulisan ini adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana tanggung jawab CV. Anugrah Toba Permai Lestari dalam melaksanakan pengangkutan pulp dari lokasi pabrik PT. Toba Pulp lestari, Tbk di Porsea ke Belawan?

2. Bagaimana berakhirnya surat perjanjian pengangkutan pulp antara PT. Toba Pulp Lestari, Tbk dengan CV. Anugrah Toba Permai Lestari? 3. Bagaimana penyelesaian sengketa oleh para pihak jika terjadi

perselisihan sehubungan dengan pelaksanaan perjanjian pengangkutan?

C. Tujuan Penulisan

Tujuan yang hendak dicapai dalam penulisan ini adalah :

1. Untuk mengetahui tanggung jawab CV. Anugrah Toba Permai Lestari dalam melaksanakan pengangkutan pulp dari lokasi pabrik PT. Toba Pulp Lestari, Tbk di Porsea ke Belawan.

2. Untuk mengetahui penyelesaian sengketa yang dipilih oleh para pihak jika terjadi perselisihan sehubungan dengan pelaksanaan perjanjian pengangkutan.

3. Untuk mengetahui berakhir dan batalnya surat perjanjian pengangkutan pulp antara PT. Toba Pulp Lestari, Tbk dengan CV. Anugrah Toba Permai Lestari.

D. Manfaat Penulisan

Penulisan ini diharapkan dapat memberikan manfaat secara teoritis dan praktis, yaitu:


(19)

1. Secara teoritis hasil penulisan ini dapat menambah pengetahuan penulis tentang tanggung jawab pihak pengusaha pengangkutan dalam melaksanakan perjanjian pengangkutan tersebut dan diharapkan mampu memberi masukan secara akademis dalam memberikan pengetahuan terhadap perkembangan hukum perjanjian, khususnya perjanjian pengangkutan melalui angkutan darat.

2. Secara praktis hasil dari penulisan ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran juridis terhadap pihak pengangkut dalam melaksanakan perjanjian pengangkutan barang.

E. Metode Penelitian

Metode adalah cara yang telah diatur dan terpikir baik-baik untuk mencapai sesuatu maksud dalam ilmu pengetahuan dan sebagainya; cara belajar dan sebagainya.13 Penelitian merupakan suatu kegiatan ilmiah yang berkaitan dengan analisa dan konstruksi, yang dilakukan secara metodologis, sistematis dan konsisten.14

Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif (menggunakan kajian terhadap peraturan perundang-undangan dan bahan-bahan hukum lainnya yang berkaitan dengan penulisan skripsi ini) dan penelitian yuridis empiris (penelitian yang dilakukan untuk memperoleh data primer, dengan observasi langsung di lapangan yaitu melalui wawancara kepada responden dari CV. Anugrah Toba Permai Lestari).

13

Boediono, Kamus lengkap Bahasa Indonesia, Bintang Indonesia, Jakarta, Tanpa Tahun, hlm. 23.

14

Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Universitas Indonesia, Jakarta, 2008, hlm. 42.


(20)

Penelitian biasanya membedakan antara data yang di peroleh secara langsung dari masyarakat (mengenai perilakunya; data empiris) dan dari bahan pustaka. Data yang diperoleh langsung dari masyarakat dinamakan data primer atau data dasar dan yang kedua diberi nama data sekunder.15

1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan kantor CV. Anugrah Toba Permai Lestari di Sosor Ladang, Porsea.

2. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang penulis gunakan dalam penulisan skripsi ini adalah metode penelitian yuridis normatif dan yuridis empiris. Penelitian hukum yuridis normatif dilakukan melalui kajian terhadap peraturan perundang-undangan dan bahan-bahan hukum yang berhubungan dengan skripsi ini. Penelitian yuridis empiris dilakukan untuk memperoleh data primer, yaitu dengan responden dari CV. Anugrah Toba Permai Lestari. 3. Sumber Data

Penulis menggunakan data primer dan data sekunder dalam melakukan penelitian ini. Metode pengumpulan data primer adalah dengan melakukan wawancara dengan responden dari CV. Anugrah Toba Permai Lestari.

Pengumpulan data sekunder dibagi tiga, yaitu:

1. Bahan hukum primer, berupa peraturan perundang-undangan yang bersifat mengikat dan disahkan oleh pihak yang berwenang, yaitu

15


(21)

Undang-undang No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan jalan, Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2014 tentang Angkutan Jalan;

2. Bahan hukum sekunder, bahan hukum yang menunjang bahan hukum primer seperti pendapat ahli hukum;

3. Bahan hukum tertier, yaitu bahan hukum yang memberikan petunjuk dan penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder seperti kamus hukum dan kamus bahasa indonesia.

4. Teknik Pengumpulan Data

1. Library Research (Studi Kepustakaan) yaitu mempelajari dan menganalisa secara sistematika buku-buku, peraturan perundang-undangan, catatan kuliah, dan sumber lainnya yang berhubungan dengan materi yang akan dibahas dalam skripsi ini.

2. Field Research (Studi Lapangan) yaitu penelitian yang dilakukan secara langsung ke lapangan, perolehan data ini dilakukan dengan cara wawancara langsung dengan sekretaris CV. Anugrah Toba Permai Lestari sebagai perusahaan pengangkutan.

5. Analisis Data

Analisis data dalam penulisan ini digunakan data kualitatif, yaitu suatu analisis data secara jelas serta diuraikan dalam bentuk kalimat sehingga di peroleh gambaran yang jelas yang berhubungan dengan skripsi ini dalam hal hasil dari wawancara terhadap pihak CV. Anugrah Toba Permai Lestari.


(22)

Penulisan skripsi ini didasarkan pada penelitian. Data yang berhasil dikumpulkan kemudian diolah dan dianalisis serta hasilnya digunakan untuk memecahkan permasalahan yang dihadapi. Untuk memudahkan pembahasan skripsi ini, maka penulis akan membuat sistematika secara teratur dalam bagian-bagian yang saling berhubungan satu dengan yang lainnya.

Sistematika atau gambaran isi tersebut dibagi dalam beberapa bab dan diantara bab-bab ini terdiri atas sub bab. Adapun sistematika atau gambaran tersebut adalah sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini berisikan: latar belakang, perumusan masalah, tujuan penulisan dan manfaat penulisan, tinjauan kepustakaan, metode penelitian, sistematika penulisan dan keaslian penulisan.

BAB II PERJANJIAN PADA UMUMNYA

Bab kedua ini berisikan: pengertian perjanjian, syarat sahnya suatu perjanjian, jenis-jenis perjanjian, asas-asas umum dalam perjanjian akibat hukum dan berakhirnya suatu perjanjian.

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PENGANGKUTAN

Bab ketiga ini berisikan: pengangkutan, perjanjian pengangkutan, jenis-jenis pengangkutan, asas-asas hukum pengangkutan, pihak-pihak dalam perjanjian pengangkutan, tanggung jawab pengangkut dalam undang-undang dan berakhirnya perjanjian pengangkutan. BAB IV TANGGUNG JAWAB PIHAK PENGANGKUT DALAM


(23)

PULP LESTARI, Tbk DENGAN CV. ANUGRAH TOBA PERMAI LESTARI

Dalam bab ini membahas tentang tanggung jawab CV. Anugrah Toba Permai Lestari dalam melaksanakan pengangkutan pulp dari lokasi pabrik PT. Toba Pulp Lestari, Tbk di Porsea ke Belawan, berakhirnya surat perjanjian pengangkutan pulp antara PT. Toba Pulp Lestari, Tbk dengan CV. Anugrah Toba Permai Lestari dan penyelesaian sengketa oleh para pihak jika terjadi perselisihan sehubungan dengan pelaksanaan perjanjian pengangkutan.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini merupakan bab penutup yang berisikan tentang kesimpulan dari bab-bab yang telah dibahas sebelumnya dan saran-saran sebagai sumbangan dan pemikiran untuk masalah yang timbul dalam praktek.

G. Keaslian Penulisan

Penulisan skripsi yang berjudul: “Tanggung Jawab Pihak Pengangkut dalam perjanjian pengangkutan pulp antara PT. Toba Pulp Lestari, Tbk dengan CV. Anugrah Toba Permai Lestari (studi pada CV. Anugrah Toba Permai Lestari)”, merupakan hasil pemikiran penulis sendiri dan telah disetujui oleh Ketua Jurusan Hukum Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara serta telah diperiksa oleh pihak perpustakaan Universitas Sumatera Utara, tidak ada judul skripsi yang sama namun ada kemiripan dengan judul: “Tanggung Jawab Perusahaan Angkutan Barang


(24)

terhadap Barang Kiriman Menurut UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (Studi pada Perusahaan Angkutan CV. Sempurna)” oleh Khairunnisa. Rumusan masalah yang dibahas adalah:

1. Bagaimana bentuk kerugian dalam pengiriman barang pada CV. Sempurna?

2. Bagaimana mekanisme pembayaran ganti rugi pada CV. Sempurna? 3. Apa saja bentuk tanggung jawab yang dikecualikan dari tuntutan ganti rugi

pada CV. Sempurna?

Meskipun ada penulis pendahulu yang pernah melakukan penelitian mengenai masalah tanggung jawab pengangkut, namun menyangkut judul dan substansi pokok permasalahan yang dibahas sangat jauh berbeda dengan penelitian ini. Dengan demikian ini adalah asli adanya dan secara akademis dapat dipertanggungjawabkan.


(25)

17

PERJANJIAN PADA UMUMNYA

A. Pengertian Perjanjian dan Syarat Sahnya suatu Perjanjian

Pasal 1313 KUH Perdata menyebutkan, “suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu pihak atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih.”

Kontrak berawal dari perbedaan atau ketidaksamaan kepentingan di antara para pihak. Perumusan hubungan kontraktual tersebut pada umumnya senantiasa diawali dengan proses negosiasi diantara para pihak. Melalui negosiasi para pihak berupaya menciptakan bentuk-bentuk kesepakatan untuk saling mempertemukan sesuatu yang diinginkan (kepentingan) melalui proses tawar-menawar.16 Kontrak adalah suatu kesepakatan yang diperjanjikan (promissory agreement) di antara 2 (dua) atau lebih pihak yang dapat menimbulkan, memodifikasi atau menghilangkan hubungan hukum.17

Kontrak atau perjanjian ini merupakan suatu peristiwa hukum di mana seorang berjanji kepada orang lain atau dua orang saling berjanji untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu. Biasanya kalau seseorang berjanji kepada orang lain, kontrak tersebut merupakan kontrak yang biasa diistilahkan dengan kontrak sepihak dimana hanya seorang yang wajib menyerahkan sesuatu kepada orang lain, sedangkan orang yang menerima

16

Agus Yudha Hernoko, Hukum Perjanjian, Asas Proporsionalitas dalam Kontrak Komersial, Kencana, Jakarta, 2010, hlm. 1.

17

Munir Fuady, Pengantar Hukum Bisnis, Menata Bisnis Modern di era Global, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2012, hlm. 9.


(26)

penyerahan itu tidak memberikan sesuatu sebagai balasan (kontra prestasi) atas sesuatu yang diterimanya. Sementara itu, apabila dua orang saling berjanji, ini berarti masing-masing pihak menjanjikan untuk memberikan sesuatu/berbuat sesuatu kepada pihak lainnya yang berarti pula bahwa masing-masing pihak berhak untuk menerima apa yang dijanjikan oleh pihak lain. Hal ini berarti bahwa masing-masing pihak dibebani kewajiban dan diberi hak sebagaimana yang dijanjikan.18

Pasal 1339 KUH Perdata menetapkan bahwa suatu perjanjian tidak saja mengikat pada apa yang dicantumkan semata-mata dalam perjanjian, tetapi juga pada apa yang menurut sifatnya perjanjian itu dikehendaki oleh keadilan, kebiasaan atau undang-undang.19 Jika suatu perjanjian sudah jelas kata-katanya, tidak ada kesulitan dalam hal menafsirkannya, maka perjanjian itu tidak ada soalnya lagi. Tetapi adakalanya kata-kata itu tidak jelas. Dalam hal ini, hakim harus menyelidiki apakah yang sebenarnya yang dimaksudkan oleh para pihak yang berkontrak itu. Pada umumnya, jika ada keragu-raguan, perjanjian itu harus ditafsirkan secara meringankan pada pihak yang memikul kewajiban-kewajiban dalam perjanjian itu.20

Kontrak memiliki peranan yang sangat penting bagi kedua belah pihak atau pihak-pihak yang sedang terikat dalam sebuah kontrak. Menurut Salim, secara yuridis, kontrak dapat memberikan kepastian hukum bagi para pihak dan secara ekonomis, kontrak menggerakkan (hak milik) sumber daya dari

18

Ahmadi Miru, Hukum Kontrak Perancangan Kontrak, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2010, hlm. 2.

19

Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, PT Intermasa,Jakarta, 2003, hlm. 140.

20


(27)

nilai penggunaan yang lebih rendah menjadi nilai yang lebih tinggi. Selain itu, kontrak juga merupakan alat bukti yang sempurna dikala timbul sengketa dikemudian hari dan dapat mengamankan transaksi bisnis karena dari suatu kontrak dapat diketahui segala hal yang terkait dengan kontrak tersebut. Beda halnya bila tidak ada bukti perjanjian, maka para pihak tidak akan dapat menuntut haknya bila ternyata di kemudian hari terjadi hal-hal yang tidak diharapkan. Adanya surat kontrak akan membantu dalam penyelesaian sengketa yang timbul.21

Syarat Sahnya suatu Perjanjian

Kontrak atau perjanjian dianggap sah oleh hukum dan mengikat kedua belah pihak, maka kontrak tersebut haruslah memenuhi syarat-syarat tertentu. Pasal 1320 KUH Perdata menentukan empat syarat sahnya perjanjian, yaitu:

1. Sepakat mereka yang mengikatkankan dirinya; 2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan; 3. Suatu hal tertentu;

4. Suatu sebab yang halal.

Keempat syarat tersebut akan di jelaskan seperti berikut ini: 1. Kesepakatan (Toesteming/Izin) Kedua Belah Pihak

Syarat yang pertama sahnya kontrak adalah adanya kesepakatan atau konsensus pada pihak. Kesepakatan ini diatur dalam pasal 1320 ayat (1) KUH Perdata. Kesepakatan adalah persesuaian pernyataan kehendak antara satu orang atau lebih dengan pihak lainnya. Sesuai dalam hal ini

21

Elshabrina, Kumpulan Surat Kontrak & Pendirian Usaha Paling Dicari, Cemerlang Publishing, tanpa kota terbit, 2013, hlm. 10.


(28)

adalah pernyataanya, karena kehendak itu tidak dapat dilihat/diketahui orang lain. Ada lima cara terjadinya persesuaian pernyataan kehendak, yaitu dengan:

a. Bahasa yang sempurna dan tertulis; b. Bahasa yang sempurna secara lisan;

c. Bahasa yang tidak sempurna asal dapat diterima oleh pihak lawan. Karena dalam kenyataannya seringkali seseorang menyampaikan dengan bahasa yang tidak sempurna tetapi dimengerti oleh pihak lawannya;

d. Bahasa isyarat asal dapat diterima oleh pihak lawannya;

e. Diam atau membisu, tetapi asal dipahami atau diterima pihak lawan.

Cara yang paling banyak dilakukan oleh para pihak, yaitu dengan bahasa yang sempurna secara lisan dan secara tertulis. Tujuan pembuatan perjanjian secara tertulis adalah agar memberikan kepastian hukum bagi para pihak dan sebagai alat bukti yang sempurna, dikala timbul sengketa dikemudian hari. 22

Kesepakatan kehendak terhadap suatu kontrak dimulai dari adanya unsur penawaran (offer) oleh salah satu pihak, diikuti oleh penerimaan penawaran (acceptance) dari pihak lainnya, sehingga akhirnya terjadilah suatu kontrak, yang terutama untuk kontrak-kontrak bisnis kerapkali

22


(29)

dilakukan secara tertulis.23 Kesepakatan mengandung pengertian bahwa para pihak saling menyatakan kehendak masing-masing untuk menutup suatu perjanjian atau pernyataan pihak yang satu “cocok” atau bersesuaian dengan pernyataan pihak yang lain.24

2. Kecakapan Bertindak

Kecakapan bertindak adalah kecakapan atau kemampuan untuk melakukan perbuatan hukum. Perbuatan hukum adalah perbuatan yang akan menimbulkan akibat hukum. Orang-orang yang akan mengadakan perjanjian haruslah orang-orang yang cakap dan mempunyai wewenang untuk melakukan perbuatan hukum, sebagaimana yang ditentukan oleh undang-undang. Orang yang cakap dan berwenang untuk melakukan perbuatan hukum adalah orang yang sudah dewasa. Ukuran kedewasaan adalah telah berumur 21 tahun dan atau sudah kawin. Orang yang tidak berwenang untuk melakukan perbuatan hukum:

1. Anak di bawah umur (minderjarigheid),

2. Orang yang ditaruh di bawah pengampuan, dan

3. Istri (pasal 1330 KUH Perdata). Akan tetapi dalam perkembangannya istri dapat melakukan perbuatan hukum, sebagaimana yang diatur dalam Pasal 31 UU Nomor 1 Tahun 1974 jo. SEMA No. 3 Tahun 1963.25

23

Munir Fuady, Hukum Kontrak (Dari Sudut Pandang Hukum Bisnis),Citra Aditya Bakti, Bandung, 2001, hlm. 35-36.

24

Agus Yudha Hernoko, Op. Cit., hlm. 162.

25


(30)

Kecakapan untuk melakukan perbuatan hukum diartikan sebagai kemungkinan untuk melakukan perbuatan hukum secara mandiri yang mengikat diri sendiri tanpa dapat diganggu gugat.26

3. Adanya objek perjanjian (onderwerp der overeenkomst)

Di dalam berbagai literatur disebutkan bahwa yang menjadi objek perjanjian adalah prestasi (pokok perjanjian). Prestasi adalah apa yang menjadi kewajiban debitur dan apa yang menjadi hak kreditur. Prestasi ini terdiri dari perbuatan positif dan negatif. Prestasi terdiri atas:

1. Memberikan sesuatu, 2. Berbuat sesuatu, dan

3. Tidak berbuat sesuatu (Pasal 1234 KUH Perdata)27

Pasal 1320 BW syarat 3, suatu hal atau objek tertentu adalah prestasi yang menjadi pokok kontrak yang bersangkutan. Hal ini untuk memastikan sifat dan luasnya pernyataan-pernyataan yang menjadi kewajiban para pihak. Pernyataan-pernyataan yang tidak dapat ditentukan sifat dan luas kewajiban para pihak adalah tidak mengikat (batal demi hukum). Lebih lanjut mengenai hal atau objek tertentu ini dapat dirujuk dari substansi Pasal 1332, 1333, dan 1334 BW, sebagai berikut:

1. Pasal 1332 BW menegaskan:

“Hanya barang yang dapat diperdagangkan saja yang dapat menjadi pokok perjanjian.”

2. Pasal 1333 BW menegaskan:

26

Agus Yudha Hernoko, Op. Cit., hlm. 183.

27


(31)

“Suatu pejanjian harus mempunyai pokok berupa suatu barang yang paling sedikit ditentukan jenisnya. Jumlah barang itu tidak perlu pasti, asal saja jumlah itu kemudian dapat ditentukan atau dihitung.”

3. Pasal 1334 BW menegaskan:

“Barang yang baru ada pada waktu yang akan datang, dapat menjadi pokok suatu perjanjian.”

Substansi pasal-pasal tersebut memberikan pedoman bahwa dalam berkontrak harus dipenuhi hal atau objek tertentu. Hal ini dimaksudkan agar sifat dan luasnya kewajiban para pihak (prestasi) dapat dilaksanakan oleh para pihak. Bahwa “tertentu” tidak harus dalam artian gramatikal dan sempit harus sudah ada ketika kontrak dibuat, adalah dimungkinkan untuk hal atau objek tertentu tersebut sekadar ditentukan jenis, sedang mengenai jumlah dapat ditentukan kemudian hari.28

4. Adanya Causa yang Halal (Geoorloofde Oorzaak)

Dalam Pasal 1320 KUH Perdata tidak dijelaskan pengertian orzaak (causa yang halal). Di dalam Pasal 1337 KUH Perdata hanya disebutkan causa yang terlarang. Suatu sebab adalah terlarang apabila bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan, dan ketertiban umum. Hoge Raad sejak tahun 1927 mengartikan orzaak sebagai sesuatu yang menjadi tujuan para pihak.

28


(32)

Syarat yang pertama dan yang kedua disebut syarat subjektif, karena menyangkut pihak-pihak yang mengadakan perjanjian. Sedangkan syarat ketiga dan keempat disebut syarat objektif, karena menyangkut objek perjanjian. Apabila syarat pertama dan kedua tidak terpenuhi maka perjanjian itu dapat dibatalkan. Artinya, bahwa salah satu pihak dapat mengajukan kepada Pengadilan untuk membatalkan perjanjian yang disepakatinya. Tetapi apabila para pihak tidak ada yang keberatan maka perjanjian itu tetap dianggap sah. Syarat ketiga dan keempat tidak terpenuhi maka perjanjian itu batal demi hukum. Artinya, bahwa dari semula perjanjian itu dianggap tidak ada.29

B. Jenis-jenis Perjanjian dan Asas-asas Umum dalam Perjanjian

Para ahli di bidang kontrak tidak ada kesatuan pandangan tentang pembagian kontrak. Ada yang mengkajinya dari sumber hukumnya, namanya, bentuknya, aspek kewajibannya, maupun aspek larangannya.

1. Kontrak Menurut Sumber Hukumnya

Kontrak berdasarkan sumber hukumnya merupakan penggolongan kontrak yang didasarkan pada tempat kontrak itu ditemukan. Sudikno Mertokusumo menggolongkan perjanjian (kontrak) dari sumber hukumnya. Ia membagi jenis perjanjian (kontrak) menjadi lima macam, yaitu:

a. Perjanjian yang bersumber dari hukum keluarga, seperti halnya perkawinan;

29


(33)

b. Perjanjian yang bersumber dari kebendaaan, yaitu yang berhubungan dengan peralihan hukum benda, misalnya peralihan hak milik;

c. Perjanjian obligatoir, yaitu perjanjian yang menimbulkan kewajiban;

d. Perjanjian yang bersumber dari hukum acara, yang disebut dengan bewijsovereenkomst;

e. Perjanjian yang bersumber dari hukum publik, yang disebut dengan publieckrechtelijk overeenkoms.

2. Kontrak Menurut Namanya

Penggolongan ini didasarkan pada nama perjanjian yang tercantum di dalam Pasal 1319 KUH Perdata dan Artikel 1355 NBW. Di dalam Pasal 1319 KUH Perdata dan Artikel 1355 NBW hanya disebutkan dua macam kontrak menurut namanya, yaitu kontrak nominaat (bernama) dan kontrak innominaat (tidak bernama). Kontrak nominaat adalah kontrak yang di kenal dalam KUH Perdata, seperti jual beli, tukar-menukar, sewa-menyewa, persekutuan perdata, hibah, penitipan barang, pinjam pakai, pinjam meminjam, pemberian kuasa, penanggungan utang, perdamaian, dan lain-lain. Sedangkan kontrak innominaat adalah kontrak yang timbul, tumbuh, dan berkembang dalam masyarakat. Jenis kontrak ini belum di kenal dalam KUH Perdata. Yang termasuk dalam kontrak innominaat adalah leasing, beli sewa, franchise, kontrak rahim, joint venture, kontrak karya, keagenan, production sharing, dan lain-lain. Namun Vollmar


(34)

mengemukakan kontrak jenis yang ketiga antara bernama dan tidak bernama, yaitu kontrak campuran. Kontrak campuran, yaitu kontrak atau perjanjian yang tidak hanya diliputi oleh ajaran umum (tentang perjanjian) sebagaimana yang terdapat dalam titel I, II, dan IV, karena kekhilafan, titel yang terakhir ini (titel IV) tidak disebut oleh Pasal 1355 NBW, tapi terdapat hal mana juga ada ketentuan-ketentuan khusus untuk sebagian menyimpang dari ketentuan umum.

3. Kontrak Menurut Bentuknya

Di dalam KUH Perdata, tidak disebutkan secara sistematis tentang bentuk kontrak. Namun apabila kita menelaah berbagai ketentuan yang tercantum dalam KUH Perdata maka kontrak menurut bentuknya dapat dibagi menjadi dua macam yaitu kontrak lisan dan tertulis. Kontrak lisan adalah kontrak atau perjanjian yang dibuat oleh para pihak cukup dengan lisan atau kesepakatan para pihak (Pasal 1320 KUH Perdata). Dengan adanya konsensus maka perjanjian itu telah terjadi. Termasuk dalam golongan ini adalah perjanjian konsensual dan riil. Perjanjian konsensual adalah suatu perjanjian terjadi apabila ada kesepakatan para pihak. Sedangkan perjanjian riil adalah suatu perjanjian yang dibuat dan dilaksanakan secara nyata.

Kontrak tertulis merupakan kontrak yang dibuat oleh para pihak dalam bentuk tulisan. Hal ini dapat kita lihat pada perjanjian hibah yang harus dilakukan dengan akta notaris (Pasal 1682 KUH Perdata). Kontrak ini dibagi menjadi dua macam, yaitu dalam bentuk akta di bawah tangan


(35)

dan akta notaris. Akta di bawah tangan adalah akta yang cukup dibuat dan ditandatangani oleh para pihak. Sedangkan akta autentik merupakan akta yang dibuat oleh atau di hadapan notaris. Akta yang dibuat Notaris itu merupakan akta pejabat.

4. Kontrak Timbal Balik

Penggolongan ini dilihat dari hak dan kewajiban para pihak. Kontrak timbal balik merupakan perjanjian yang dilakukan para pihak menimbulkan hak dan kewajiban-kewajiban pokok seperti pada jual beli, sewa menyewa. Perjanjian timbal balik ini dibagi menjadi dua macam, yaitu timbal balik tidak sempurna dan yang sepihak.

a. Kontrak timbal balik tidak sempurna menimbulkan kewajiban pokok bagi satu pihak, sedangkan lainnya wajib melakukan sesuatu. Disini tampak ada prestasi-prestasi yang seimbang satu sama lain.

b. Perjanjian sepihak merupakan perjanjian yang selalu menimbulkan kewajiban hanya bagi satu pihak. Tipe perjanjian ini adalah perjanjian pinjam mengganti.

5. Perjanjian Cuma-Cuma atau dengan Alas Hak yang Membebani

Penggolongan ini didasarkan pada keuntungan salah satu pihak dan adanya prestasi dari pihak lainnya. Perjanjian Cuma-cuma maerupakan perjanjian, yang menurut hukum hanyalah menimbulkan keuntungan bagi salah satu pihak. Contohnya, hadiah dan pinjam pakai. Sedangkan perjanjian dengan alas hak yang membebani merupakan perjanjian,


(36)

disamping prestasi pihak yang satu senantiasa ada prestasi (kontrak) dari pihak lain, yang menurut hukum saling berkaitan.

6. Perjanjian Berdasarkan Sifatnya

Penggolongan ini didasarkan pada hak kebendaan dan kewajiban yang ditimbulkan dari adanya perjanjian kebendaan dan perjanjian obligatoir. Perjanjian kebendaan adalah suatu perjanjian, yang ditimbulkan hak kebendaan, diubah atau dilenyapkan, hal demikian untuk memenuhi perikatan. Contoh perjanjian ini adalah perjanjian pembebanan jaminan dan penyerahan hak milik. Sedangkan perjanjian obligatoir merupakan perjanjian yang menimbulkan kewajiban dari para pihak. Di samping itu, dikenal juga jenis perjanjian dari sifatnya, yaitu perjanjian pokok dan perjanjian accesoir. Perjanjian pokok merupakan perjanjian yang utama, yaitu perjanjian pinjam-meminjam uang, baik kepada individu maupun pada lembaga perbankan. Sedangkan perjanjian accesoir merupakan perjanjian tambahan, seperti perjanjian pembebanan hak tanggungan atau fidusia.

7. Perjanjian dari Aspek Larangannya

Penggolongan perjanjian berdasarkan larangannya merupakan penggolongan perjanjian dari aspek tidak di perkenankannya para pihak untuk membuat perjanjian yang bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan, dan ketertiban umum. Ini disebabkan perjanjian itu mengandung praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat. 30

30


(37)

Asas-asas Umum dalam Perjanjian

Asas hukum secara umum menunjuk pada dasar pemikiran, dasar ideologis dari ketentuan hukum. Fungsi asas-asas hukum ialah untuk sejauh mungkin menjaga dan mewujudnyatakan standar nilai atau tolak ukur yang tersembunyi di dalam atau melandasi norma-norma, baik yang tercakup di dalam hukum positif maupun praktik hukum. Asas-asas hukum dalam perjanjian antara lain:

1. Asas Konsensualisme (Consensualisme)

Perjanjian terbentuk karena adanya perjumpaan kehendak (consensus) dari pihak-pihak. Perjanjian pada pokoknya dapat dibuat bebas tidak terikat bentuk dan tercapai tidak secara formil, tetapi cukup melalui konsensus belaka. 31

Asas konsensualisme dapat disimpulkan dalam pasal 1320 ayat (1) KUH Perdata. Dalam pasal itu ditentukan bahwa salah satu syarat sahnya perjanjian yaitu adanya kesepakatan kedua belah pihak. Asas konsensualisme merupakan asas yang menyatakan bahwa perjanjian pada umumnya tidak diadakan secara formal, tetapi cukup dengan adanya kesepakatan kedua belah pihak. Kesepakatan merupakan persesuaian antara kehendak dan pernyataan yang dibuat oleh kedua belah pihak.32

Pemahaman asas konsensualisme yang menekankan pada “sepakat” para pihak ini, berangkat dari pemikiran bahwa yang

31

Herlien Budiono, Ajaran Umum Hukum Perjanjian dan Penerapannya di Bidang Kenotariatan, Citra Aditya Bakti, bandung, 2011, hlm. 29

32


(38)

berhadapan dalam kontrak itu adalah orang yang menjunjung tinggi komitmen dan tanggung jawab dalam lalu lintas hukum, orang yang beritikad baik, yang berlandaskan pada “satunya kata satunya perbuatan”33

Asas konsensualisme sering diartikan bahwa dibutuhkan kesepakatan untuk lahirnya kesepakatan. Pengertian ini tidak tepat karena maksud asas konsensualisme ini adalah bahwa lahirnya kontrak ialah pada saat terjadinya kesepakatan. Dengan demikian, apabila tercapai kesepakatan antara para pihak, lahirlah kontrak, walaupun kontrak itu belum dilaksanakan pada saat itu. Hal ini berarti bahwa dengan tercapainya kesepakatan oleh para pihak melahirkan hak dan kewajiban bagi mereka atau biasa juga disebut bahwa kontrak tersebut sudah bersifat obligatoir, yakni melahirkan kewajiban bagi para pihak untuk memenuhi kontrak tersebut.34

2. Asas Kebebasan Berkontrak

Asas kebebasan berkontrak merupakan asas yang menduduki posisi sentral di dalam hukum kontrak, meskipun asas ini tidak dituangkan menjadi aturan hukum namun mempunyai pengaruh yang sangat kuat dalam hubungan kontraktual para pihak. Kebebasan berkontrak pada dasarnya merupakan perwujudan dari kehendak bebas, pancaran hak asasi manusia yang perkembangannya dilandasi semangat liberalis yang mengagungkan kebebasan individu. 35

33

Agus Yudha Hernoko, Op. Cit., hlm. 122.

34

Ahmadi Miru, Op. Cit., hlm. 3.

35


(39)

Para pihak menurut kehendak bebasnya masing-masing dapat membuat perjanjian dan setiap orang bebas mengikatkan diri dengan siapapun yang ia kehendaki. Pihak-pihak juga bebas menentukan cakupan isi serta persyaratan dari suatu perjanjian dengan ketentuan bahwa perjanjian tersebut tidak boleh bertentangan, baik dengan peraturan perundang-undangan yang bersifat memaksa, ketertiban umum, maupun kesusilaan. Asas kekuatan mengikat kontraktual mengandaikan adanya suatu kebebasan di dalam masyarakat untuk turut serta di dalam lalu lintas yuridis dan sekaligus hal tersebut mangimplikasikan asas kebebasan berkontrak.

Adanya kebebasan untuk sepakat tentang apa saja dan dengan siapa saja merupakan hal yang sangat penting. Sebab itu pula, asas kebebasan berkontrak dicakupkan sebagai bagian dari hak-hak kebebasan manusia. Kebebasan berkontrak sebegitu pentingnya, baik bagi individu dalam konteks kemungkinan pengembangan diri dalam kehidupan pribadi maupun dalam lalu lintas kehidupan kemasyarakatan, serta untuk menguasai atau memiliki harta kekayaannya. Dari sudut kepentingan masyarakat, kebebasan berkontrak merupakan sebagai totalitas. 36

3. Asas Pacta Sunt Servanda

Asas pacta sunt servanda atau disebut juga dengan asas kepastian hukum. Asas ini berhubungan dengan akibat perjanjian. Asas pacta sunt servanda merupakan asas bahwa hakim atau pihak ketiga harus

36


(40)

menghormati substansi kontrak yang dibuat oleh para pihak, sebagaimana layaknya sebuah undang-undang, mereka tidak boleh melakukan intervensi terhadap substansi kontrak yang dibuat oleh para pihak. Asas pacta sunt servanda dapat disimpulkan dalam Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata, yang berbunyi, “Perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang.”37

4. Asas Iktikad Baik

Asas iktikad baik merupakan salah satu asas yang dikenal dalam hukum perjanjian. Ketentuan tentang iktikad baik ini diatur dalam Pasal 1338 ayat (3) bahwa perjanjian harus dilaksanakan dengan iktikad baik.38 Walaupun iktikad baik para pihak dalam perjanjian sangat ditekankan pada tahap praperjanjian, secara umum iktikad baik harus selalu ada pada setiap tahap perjanjian sehingga kepentingan pihak yang satu selalu dapat diperhatikan oleh pihak lainnya.39

Asas iktikad baik merupakan asas bahwa para pihak, yaitu pihak kreditur dan debitur harus melaksanakan substansi kontrak berdasarkan kepercayaan atau keyakinan yang teguh atau kemauan baik dari para pihak. Asas iktikad baik dibagi menjadi dua macam, yaitu iktikad baik nisbi dan iktikad baik mutlak. Pada iktikad baik nisbi, orang memperhatikan sikap dan tingkah laku yang nyata dari subjek. Pada iktikad baik mutlak, penilaiannya terletak pada akal sehat dan keadilan,

37

Salim H. S., Op. Cit., hlm. 10

38

Ahmadi Miru, Op. cit., hlm. 5.

39


(41)

dibuat ukuran yang objektif untuk menilai keadaan (penilaian tidak memihak) menurut norma-norma yang objektif.

5. Asas Kepribadian (Personalitas)

Asas kepribadian merupakan asas yang menentukan bahwa seseorang yang akan melakukan dan atau membuat kontrak hanya untuk kepentingan perseorangan saja. Hal ini dapat dilihat dalam Pasal 1315 dan Pasal 1340 KUH Perdata. Pasal 1315 KUH Perdata berbunyi: “Pada umumnya seseorang tidak dapat mengadakan perikatan atau perjanjian selain untuk dirinya sendiri.” Inti ketentuan ini bahwa seseorang yang mengadakan perjanjian hanya untuk kepentingan dirinya sendiri. Pasal 1340 KUH Perdata berbunyi: “Perjanjian hanya berlaku antara pihak yang membuatnya.” Ini berarti bahwa perjanjian yang dibuat oleh para pihak hanya berlaku bagi mereka yang membuatnya. 40

C. Akibat Hukum dan Berakhirnya suatu Perjanjian

1. Akibat Hukum Perjanjian

Setiap perjanjian yang dibuat oleh para pihak akan menimbulkan akibat hukum. Akibat hukum adalah timbulnya hak dan kewajiban. Hak adalah suatu kenikmatan dan kewajiban adalah suatu beban.41

Tidak semua janji di dalam kehidupan sehari-hari membawa akibat hukum. Janji yang dibuat seseorang dapat memunculkan kewajiban sosial atau kesusilaan. Akan tetapi, hal itu muncul bukan sebagai akibat hukum. Ada kemungkina para pihak tidak sadar bahwa janji yang dibuatnya

40

Salim H. S., Op. Cit., hlm. 11-12.

41


(42)

berakibat hukum. Kesemua itu bergantung pada keadaan dan kebiasaan di dalam masyarakat. Faktor itulah yang harus diperhitungkan untuk mempertimbangkan apakah suatu pernyataan kehendak yang muncul sebagai janji akan memunculkan akibat hukum atau sekedar kewajiban sosial dan kemasyarakatan.42 Keinginan atau kemauan para pihak saja tidaklah cukup untuk memunculkan akibat hukum. Untuk terbentuknya perjanjian diperlukan pula unsur bahwa akibat hukum tersebut adalah untuk kepentingan pihak yang satu atas beban pihak yang lain atau bersifat timbal balik. Perlu diperhatikan, akibat hukum perjanjian hanya mengikat para pihak dan tidak dapat mengikat pihak ketiga, lagi pula tidak dapat membawa kerugian bagi pihak ketiga. Ini merupakan asas umum dari hukum kontrak dan juga termuat didalam ketentuan Pasal 1315 KUH Perdata jo. Pasal 1340 KUH Perdata yang menetapkan bahwa suatu perjanjian hanya berlaku antara pihak-pihak yang membuatnya.43

2. Berakhirnya suatu Perjanjian

Berakhirnya perjanjian (kontrak) merupakan selesai atau hapusnya sebuah kontrak yang dibuat oleh para pihak tentang sesuatu hal.

Hapusnya perikatan-perikatan, antara lain: 1. Karena pembayaran;

2. Karena penawaran pembayaran tunai, diikuti dengan penyimpanan atau penitipan;

3. Karena pembaharuan utang;

4. Karena perjumpaan utang atau kompensasi; 5. Karena percampuran utang;

6. Karena pembebasan utangnya;

42

Herlien Budiono, Op. Cit., hlm. 9.

43


(43)

7. Karena musnahnya barang yang terutang; 8. Karena kebatalan atau pembatalan; 9. Karena berlakunya suatu syarat batal; 10.Karena liwatnya waktu. 44

Kesepuluh cara berakhirnya perikatan tersebut tidak disebutkan, mana perikatan yang berakhir karena perjanjian dan undang-undang. Sebab untuk mengklasifikasinya diperlukan sebuah pengkajian yang teliti dan saksama. Berdasarkan hasil kajian terhadap pasal-pasal yang mengatur tentang berakhirnya perikatan maka kesepuluh cara itu dapat digolongkan menjadi dua macam, yaitu berakhirnya perikatan karena perjanjian dan undang. Yang termasuk berakhirnya perikatan karena undang-undang adalah 1) konsignasi, 2) musnahnya barang terutang, dan 3) daluarsa. Sedangkan berakhirnya perikatan karena perjanjian dibagi menjadi tujuh macam, yaitu 1) pembayaran, 2) novasi (pembaruan utang), 3) kompensasi, 4) konfusio (percampuran utang), 5) pembebasan utang, 6) kebatalan atau pembatalan, dan 7) berlaku syarat batal.45

Di samping ketujuh cara tersebut, dalam praktik dikenal pula cara berakhirnya kontrak, yaitu:

1. Jangka waktu berakhir,

2. Dilaksanakan objek perjanjian, 3. Kesepakatan kedua belah pihak,

4. Pemutusan kontrak secara sepihak oleh salah satu pihak, dan 5. Adanya putusan pengadilan.

44

R. Subekti dan R. Tjitrosudibio, Kitab Undang-undang Hukum Perdata, Pradnya Paramita, 2001, Pasal 1381.

45


(44)

Berakhirnya kontrak dapat digolongkan menjadi dua belas macam, yaitu:

1. Pembayaran,

2. Novasi (pembaruan utang), 3. Kompensasi,

4. Konfusio (percampuran utang), 5. Pembebasan utang,

6. Kebatalan atau pembatalan, 7. Berlaku syarat batal,

8. Jangka waktu kontrak telah berakhir, 9. Dilaksanakan objek perjanjian, 10.Kesepakatan kedua belah pihak,

11.Pemutusan kontrak secara sepihak oleh salah satu pihak, dan 12.Adanya putusan pengadilan. 46

Cara berakhirnya kontrak akan di jelaskan sebagai berikut: 1. Pembayaran

Berakhirnya kontrak karena pembayaran dijabarkan lebih lanjut dalam Pasal 1382 KUH Perdata sampai dengan Pasal 1403 KUH Perdata. Ada dua pengertian pembayaran, yaitu pengertian secara sempit dan yuridis teknis. Pengertian pembayaran dalam arti sempit, adalah pelunasan utang oleh debitur kepada kreditur. Pembayaran seperti ini dilakukan dalam bentuk uang atau barang. Namun, pengertian pembayaran dalam arti yuridis tidak hanya dalam

46


(45)

bentuk uang atau barang, tetapi juga dalam bentuk jasa. Orang yang dapat melakukan pembayaran utang, adalah:

a. Debitur yang berkepentingan langsung, b. Penjamin atau borgtocher,

c. Orang ketiga yang bertindak atas nama debitur. Orang yang berhak menerima pembayaran, yaitu:

a. Kreditur

b. Orang yang menerima kuasa dari kreditur, c. Orang yang telah ditunjuk oleh hakim, dan

d. Orang-orang yang berhak menurut undang-undang (Pasal 1385 KUH Perdata).

Objek pembayaran ditentukan dalam Pasal 1389 sampai dengan Pasal 1391 KUH Perdata. Pasal 1389 KUH perdata berbunyi: “Tidak seorang kreditur pun dapat dipaksa menerima pembayaran suatu barang lain dari barang yang terutang, meskipun barang yang ditawarkan sama harganya dengan barang yang terutang, bahkan lebih tinggi.”

Pada dasarnya yang menjadi objek pembayaran dalam Pasal 1389 KUH Perdata tergantung dari sifat dan isi perjanjian yang dibuat antara kreditur dengan debitur. Dan tempat pembayaran dilakukan ditentukan dalam Pasal 1393 KUH Perdata. Pada dasarnya, tempat pembayaran dilakukan adalah di tempat yang telah ditetapkan dalam perjanjian, antara kreditur dan debitur. Akan tetapi, apabila kedua belah pihak tidak menentukan secara


(46)

tegas tempat pembayaran maka pembayaran dapat dilakukan di tempat-tempat sebagai berikut.

a. Tempat barang berada sewaktu perjanjian dibuat;

b. Tempat tinggal kreditur, dengan syarat kreditur harus secara terus-menerus berdiam dan bertempat tinggal di tempat tersebut;

c. Tempat tinggal debitur.

Biaya pembayaran ditentukan dalam Pasal 1395 KUH Perdata. Di dalam pasal itu ditentukan bahwa yang menanggung biaya pembayaran adalah debitur dan debitur juga berhak untuk menerima tanda bukti pembayaran dari kreditur.

Subrogasi diatur dalam Pasal 1400 BW. Subrogasi artinya, penggantian kedudukan kreditur oleh pihak ketiga dalam perjanjian sebagai akibat pembayaran oleh pihak ketiga atas utang debitur kepada pihak kreditur.47

2. Novasi

Novasi diatur dalam Pasal 1413 KUH Perdata sampai dengan Pasal 1424 KUH Perdata. Novasi (pembaruan utang) adalah sebuah persetujuan, dimana suatu perikatan telah dibatalkan dan sekaligus suatu perikatan lain harus dihidupkan, yang ditempatkan di tempat yang asli.48 Novasi adalah suatu perjanjian karena di mana sebuah perjanjian yang akan dihapuskan, dan seketika itu juga timbul sebuah perjanjian baru.

47

Ibid., hlm. 165-167.

48


(47)

Novasi adalah suatu perjanjian antara debitur dan kreditur, di mana perjanjian lama dan subjeknya yang ada dihapuskan dan timbul sebuah objek dan subjek perjanjian yang baru. Unsur-unsur novasi:

a. Adanya perjanjian baru, b. Adanya subjek yang baru, c. Adanya hak dan kewajiban, dan d. Adanya prestasi.

Pasal 1413 KUH Perdata, novasi dibedakan menjadi tiga macam, yaitu (1) novasi objektif, (2) novasi subjektif yang passif, dan (3) novasi subjektif yang aktif.

Novasi objektif, yaitu suatu perjanjian yang dibuat antara debitur dan kreditur, di mana perjanjian lama dihapuskan. Novasi subjektif yang pasif, yaitu perjanjian yang dibuat antara kreditur dan debitur, namun debiturnya diganti oleh debitur yang baru, sehingga debitur lama dibebaskan. Inti dari novasi subjektif yang pasif adalah penggantian debitur lama dengan debitur baru. Novasi subjektir yang aktif, yaitu penggantian kreditur, di mana kreditur lama dibebaskan dari kontrak, dan kemudian muncul kreditur baru dengan debitur lama. Inti novasi ini adalah penggantian kreditur.

Orang yang cakap melakukan novasi, baik objektif maupun subjektif adalah orang-orang yang sudah dewasa atau sudah kawin. Ukuran kedewasaan adalah sudah berumur 21 tahun. Orang yang tidak cakap melakukan novasi adalah orang yang dibawah umur, di bawah pengampuan, atau istri. Namun, dalam perkembangannya istri dapat melakukan novasi secara mandiri (SEMA


(48)

No. 3 Tahun 1963 jo. Pasal 31 Undang-undang No. 1 Tahun 1974). Di dalam Pasal 1418 KUH Perdata telah ditentukan akibat novasi. Salah satu akibat novasi adalah bahwa debitur lama yang telah dibebaskan dari kewajiban oleh kreditur tidak dapat meminta pembayaran kepada debitur lama. Sekalipun debitur baru ternyata orang yang tidak dapat melakukan perbuatan hukum. 3. Kompensasi

Kompensasi atau perjumpaan utang diatur dalam Pasal 1425 KUH Perdata sampai dengan Pasal 1435 KUH perdata. Kompensasi adalah penghapusan masing-masing utang dengan jalan saling memperhitungkan utang yang sudah dapat ditagih antara kreditur dan debitur (Pasal 1425 KUH perdata). Syarat terjadinya kompensasi:

a. Kedua-duanya berpokok pada sejumlah uang; atau

b. Berpokok pada jumlah barang yang dapat dihabiskan dari jenis yang sama; atau

c. Kedua-duanya dapat ditetapkan dan ditagih seketika. Tujuan utama kompensasi adalah:

a. Penyederhanaan pembayaran yang simpang siur antar pihak kreditur dan debitur;

b. Dimungkinkan terjadinya pembayaran sebagian;

c. Memberikan kepastian pembayaran dalam keadaan pailit.

Cara terjadinya kompensasi dibedakan menjadi dua macam, yaitu demi hukum dan atas pemintaan kedua belah pihak (Pasal 1426 KUH Perdata; Pasal 1431 KUH Perdata).


(49)

Perjumpaan utang demi hukum adalah suatu perjumpaan utang yang terjadi tanpa adanya pemberitahuan dan permintaan dari pihak debitur dan kreditur. Ada dua kelemahan kompensasi yang terjadi demi hukum , yaitu: 1) Akan mengakibatkan hal-hal yang menegangkan antara pihak-pihak yang

berkepentingan;

2) Adanya larangan kompensasi yang tercantum dalam Pasal 1429 KUH Perdata.

Ada tiga larangan kompensasi yaitu:

a) Dituntutnya pengembalian suatu barang yang secara berlawanan dengan hukum, yaitu merampas dari pemiliknya,

b) Dituntutnya pengembalian barang sesuatu yang dititipkan atau dipinjamkan,

c) Terhadap suatu utang yang bersumber dari tunjangan nafkah yang telah dinyatakan tidak dapat disita (Pasal 1429 KUH Perdata).

Kompensasi kontraktual adalah suatu bentuk kompensasi yang terjadi atas dasar permintaan dan persetujuan antara pihak debitur dan kreditur (Pasal 1431 KUH Perdata). Pada dasarnya semua utang piutang telah disetujui oleh kedua belah pihak dapat dilakukan kompensasi kontraktual. Namun, ada beberapa pengecualian, yaitu sebagai berikut:

1. Jika utang-utang dari kedua belah pihak tidak dibayar di tempat yang sama maka utang itu dapat di kompensasi, selain penggantian biaya pengiriman (Pasal 1432 KUH Perdata),


(50)

2. Kompensasi tidak dapat dilakukan atas kerugian hak yang di peroleh pihak ketiga (Pasal 1434 ayat (1) KUH Perdata),

3. Seorang debitur yang kemudian menjadi kreditur pula, setelah pihak ketiga menyita barang yang harus dibayarkan, tidak dapat menggunakan kompensasi atas kerugian penyita (Pasal 1434 ayat (2) KUH Perdata).

4. Konfusio (Percampuran Utang)

Percampuran utang di atur dalam Pasal 1436 KUH Perdata sampai dengan Pasal 1437 KUH Perdata. Di dalam NBW (BW baru) negeri Belanda, percampuran utang diatur dalam Pasal 1472 NBW. Percampuran utang adalah percampuran kedudukan sebagai orang yang berutang dengan kedudukan sebagai kreditur menjadi satu (Pasal 1436 KUH Perdata). Ada dua cara terjadinya percampuran utang, yaitu:

a. Dengan jalan penerusan hak umum

b. Dengan jalan penerusan hak di bawah alas hak khusus

Pada umunya percampuran utang terjadi pada bentuk-bentuk debitur menjadi ahli waris dari kreditur.

5. Pembebasan Utang

Pembebasan utang diatur dalam Pasal 1438 KUH Perdata sampai dengan 1443 KUH Perdata. Pembebasan utang adalah suatu pernyataan sepihak dari kreditur kepada debitur, bahwa debitur dibebaskan dari perutangan. Ada dua cara terjadinya pembebasan utang yaitu Cuma-cuma dan prestasi dari pihak debitur. Pembebasan utang dengan Cuma-cuma harus


(51)

dipandang sebagai penghadiahan. Sedangkan prestasi dari pihak debitur, artinya sebuah prestasi lain, selain prestasi yang terutang. Pembebasan ini didasarkan pada perjanjian.

6. Kebatalan Atau Pembatalan Kontrak

Kebatalan kontrak diatur dalam Pasal 1446 KUH Perdata sampai dengan Pasal 1456 KUH Perdata. Ada tiga penyebab timbulnya pembatalan kontrak, yaitu:

a. Adanya perjanjian yang dibuat oleh orang-orang yang belum dewasa dan dibawah pengampuan;

b. Tidak mengindahkan bentuk perjanjian yang disyaratkan dalam undang-undang;

c. Adanya cacat kehendak.

Cacat kehendak (wilsgebreken) adalah kekurangan dalam kehendak orang atau orang-orang yang melakukan perbuatan yang menghalangi terjadinya persesuaian kehendak dari para pihak dalam perjanjian. Cacat kehendak dapat dibedakan menjadi tiga macam, yaitu sebagi berikut:

1) Kekhilafan (dwaling) adalah suatu penggambaran yang keliru mengenai orangnya atau objek perjanjian yang dibuat oleh para pihak;

2) Paksaan (dwang), yaitu suatu ancaman yang dilakukan oleh seseorang kepada orang lain atau pihak ketiga, sehingga memberi kesan dan dapat menimbulkan ketakutan pada orang yang berakal


(52)

sehat, bahwa dirinya, orang-orangnya, atau kekayaannya terancam rugi besar dalam waktu dekat (Pasal 1324 KUH Perdata) ;

3) Penipuan (bedrog) adalah dengan sengaja mengajukan gambaran atau fakta yang salah untuk memasuki suatu perjanjian.

Disamping ketiga cacat kehendak itu, dalam doktrin dikenal cacat kehendak keempat, yaitu penyalahgunaan keadaan (undue influence).

Kebatalan dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu kebatalan mutlak dan kebatalan relatif. Kebatalan mutlak adalah suatu kebatalan yang tidak perlu dituntut secara tegas. Kebatalan mutlak terjadi karena cacat bentuknya, perjanjian itu dilarang undang-undang, bertentangan dengan kesusilaan dan bertentangan dengan ketertiban umum.

Akibat kebatalan kontrak dapat dilihat dari dua aspek yaitu orang-orang yang tidak wenang melakukan perbuatan hukum dan cacat kehendak. Akibat kebatalan perikatan bagi orang-orang yang tidak berwenang melakukan perbuatan hukum adalah pulihnya barang-barang dan orang-orang yang bersangkutan, seperti sebelum perikatan dibuat (Pasal 1451 KUH Perdata). Akibat kebatalan karena cacat kehendak, yaitu pulihnya barang-barang dan orang-orang yang bersangkutan seperti dalam keadaan semula (Pasal 1452 KUH Perdata).

Undang-undang tidak membatasi jangka waktu tuntutan pembatalan perjanjian secara khusus. Namun, dalam undang-undang ditentukan jangka waktu yang pendek, yaitu lima tahun (Pasal 1454 KUH Perdata).


(53)

Syarat batal adalah suatu syarat yang bila dipenuhi akan menghapuskan perjanjian dan membawa segala sesuatu pada keadaan semula, seolah-olah tidak ada suatu perjanjian (Pasal 1265 KUH Perdata). Biasanya syarat batal berlaku pada perjanjian timbal balik.

8. Jangka Waktu Kontrak Telah Berakhir

Kontrak yang dibuat oleh para pihak, baik kontrak yang dibuat melalui akta di bawah tangan maupun yang dibuat oleh atau di muka pejabat yang berwenang telah ditentukan secara tegas jangka waktu dan tanggal berakhirnya kontrak. Penentuan jangka waktu dan tanggal berakhirnya kontrak dimaksudkan bahwa salah satu pihak tidak perlu memberitahukan tentang berakhirnya kontrak tersebut, namun para pihak telah mengetahuinya masing-masing. Penentuan jangka waktu dan tanggal berakhirnya kontrak adalah didasarkan pada kemauan dan kesepakatan para pihak. Ada kontrak yang jangka waktu dan tanggal berakhirnya lama.

9. Dilaksanakan Objek Perjanjian

Objek perjanjian adalah sama dengan prestasi. Prestasi itu terdiri dari melakukan sesuatu, berbuat sesuatu, atau tidak berbuat sesuatu. Dengan telah dilaksanakan objek perjanjian maka perjanjian antara penjual dan pembeli telah berakhir, baik secara diam-diam maupun secara tegas.

10.Kesepakatan Kedua Belah Pihak

Kesepakatan kedua belah pihak merupakan salah satu cara berakhirnya kontrak, dimana kedua belah pihak telah sepakat untuk menghentikan kontrak yang telah ditutup antara keduanya. Motivasi mereka untuk menyepakati


(54)

berakhirnya kontrak tersebut adalah berbeda-beda antara satu dengan lainnya. Ada yang menyepakatinya didasarkan pada nilai-nilai kemanusiaan dan ada juga yang menyepakati kerena bisnis. Pertimbangan karena bisnis adalah didasarkan pada untung rugi. Apabila salah satu pihak merasa rugi untuk melaksanakan substansi kontrak tersebut, salah satu pihak meminta kepada pihak lainnya untuk mengakhiri kontrak tersebut dan pihak lainnya akan menyetujuinya.

11.Pemutusan Kontrak secara Sepihak

Kontrak harus dilaksanakan oleh para pihak berdasarkan iktikad baik, namun dalam kenyataannya sering kali salah satu pihak tidak melaksanakan substansi kontrak, walaupun mereka telah diberikan somasi sebanyak tiga kali berturut-turut. Karena salah satu pihak lalai melaksanakan prestasinya maka pihak yang lainnya dengan sangat terpaksa memutuskan kontrak itu secara sepihak. Pemutusan kontrak secara sepihak merupakan salah satu cara untuk mengakhiri kontrak yang dibuat oleh para pihak. Artinya, pihak kreditur menghentikan berlakunya kontrak yang dibuat dengan debitur, walaupun jangka waktunya belum berakhir. Ini disebabkan debitur tidak melaksanakan prestasi sebagaimana mestinya.

Pembuatan kontrak yang dibuat oleh para pihak di dalam praktik, banyak ditemui substansi kontrak yang telah mencantumkan berakhirnya kontrak berdasarkan pemutusan kontrak oleh salah satu pihak.

12.Putusan Pengadilan

Penyelesaian sengketa di bidang kontrak dapat ditempuh melalui dua pola, yaitu melalui pengadilan dan di luar pengadilan. Penyelesaian sengketa


(55)

di luar pengadilan lazim disebut dengan alternative dispute resolution (ADR). Cara ini dapat dilakukan dengan konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi, dan penilaian ahli. Apabila kelima cara itu telah dilakukan oleh para pihak namun masih juga menemui jalan buntu maka salah satu pihak, terutama pihak yang dirugikan dalam pelaksanaan kontrak dapat mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri di tempat kontrak atau objek berada. Biasanya dalam kontrak yang dibuat oleh para pihak, telah ditentukan tempat penyelesaian sengketa.

Hal yang sangat penting dilakukan oleh para pihak yang mengajukan sengketa kontrak ke Pengadilan adalah para pihak harus dapat membuktikan tentang apa yang ditunutut. Misalnya, yang dituntut adalah menghentikan kontrak yang dibuat antara kreditur dengan debitur. Permintaan penghentian kontrak ini disebabkan debitur tidak melaksanakan prestasi sebagaimana mestinya.

Berdasarkan apa yang diajukan oleh para pihak maka Pengadilan dapat memutuskan untuk mengakhiri kontrak yang dibuat oleh para pihak, berdasarkan alat bukti yang disampaikannya. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa berakhirnya kontrak karena putusan pengadilan, yaitu tidak berlakunya kontrak yang dibuat oleh para pihak, yang disebabkan adanya putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.49

49


(56)

A. Pengangkutan, Perjanjian Pengangkutan dan Jenis-jenis Pengangkutan

1. Pengangkutan

Angkutan (transport) adalah kegiatan perpindahan orang dan barang dari satu tempat (asal) ke tempat lain (tujuan) dengan menggunakan sarana (kendaraan). Yang harus diperhatikan adalah keseimbangan antara kapasitas moda angkutan (armada) dengan jumlah (volume) barang maupun orang yang memerlukan angkutan.50 Angkutan adalah pemindahan orang dan atau barang dari satu tempat ke tempat lain dengan menggunakan kendaraan.51 Pengangkutan adalah perjanjian timbal balik antara pengangkut dengan pengirim, di mana pengangkut mengikatkan diri untuk menyelenggarakan pengangkutan barang dan atau orang dari satu tempat ke tempat tujuan tertentu dengan selamat, sedangkan pengirim mengikatkan diri untuk membayar uang angkutan.52

Pasal 1 butir (1) UU No. 22 Tahun 2009 menyebutkan: “angkutan adalah perpindahan orang dan/atau barang dari satu tempat ke tempat lain dengan menggunakan Kendaraan di Ruang Lalu Lintas Jalan” 53

Pengangkutan dalam kehidupan manusia memegang peranan yang sangat penting. Demikian

50

Suwardjoko P. Warpani, Pengelolaan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, ITB, Bandung, 2002, hlm. 1.

51

Setiawan Widagdo, Kamus Hukum, Prestasi Pustaka Publisher, Jakarta, 2012, hlm. 36.

52

Ibid., hlm. 413.

53

Undang-undang RI Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas & Angkutan Jalan, Pasal 1 butir (1), Lembaran Negara No. 96


(1)

86

diantara kedua belah pihak maka para pihak menyetujui untuk melakukan musyawarah atau perdamaian supaya kedua belah pihak tidak saling dirugikan, dengan kata lain supaya terjadi win win solution.113

Para pihak telah mengatur tentang perselisihan di dalam surat perjanjian pengangkutan pulp yang telah mereka sepakati, dimana perjanjian itu diatur dan di interpretasikan menurut ketentuan hukum yang berlaku di Indonesia. Segala perselisihan yang timbul sehubungan dengan pelaksanaan perjanjian pengangkutan pulp ini, maka PT. TPL dan CV. Anugrah setuju dan mufakat untuk menyelesaikannya dengan musyawarah.

Apabila perselisihan tidak dapat diselesaikan secara musyawarah dalam jangka waktu 14 hari kalender terhitung sejak perselisihan timbul, maka PT. TPL dan CV. anugrah setuju untuk memilih domisili hukum yang umum dan tidak berubah di kantor kepaniteraan Pengadilan Negeri Medan, Sumatera Utara.114

113

Hasil wawancara dengan Ibu Yusni Manurung, sekretaris di CV. Anugrah Toba Permai Lestari, Tanggal 23 Februari 2015.

114


(2)

A. Kesimpulan

Kesimpulan yang diperoleh berdasarkan penelitian dan pembahasan tentang materi yang terkandung sebagai berikut:

1. Tanggung jawab CV. Anugrah Toba Permai Lestari dalam melaksanakan pengangkutan pulp adalah mengangkut pulp dari lokasi pabrik PT. Toba Pulp Lestari sampai ke tempat tujuan dengan selamat. Artinya, pulp yang diangkut tidak hilang, rusak atau cacat. Jika pulp hilang, cacat atau rusak maka CV. Anugrah Toba Permai Lestari bertanggung jawab untuk mengganti kerugian sesuai dengan harga pulp pada saat itu, menanggung seluruh kerusakan yang terjadi dan mengembalikan pulp yang rusak atau cacat tersebut ke pabrik PT. Toba Pulp Lestari, dan bertanggung jawab untuk menanggung semua resiko yang timbul baik langsung maupun tidak langsung yang diakibatkan oleh kecelakaan lalu lintas dan memenuhi target untuk mengangkut pulp sebanyak yang telah diperjanjikan.

2. Berakhirnya surat perjanjian pengangkutan pulp antara PT. Toba Pulp Lestari, Tbk dengan CV. Anugrah Toba Permai Lestari adalah karena telah berakhirnya jangka waktu surat perjanjian pengangkutan pulp tersebut, dimana jangka waktunya yaitu dimulai sejak tanggal 01 (satu) Maret 2014 (dua ribu empat belas) dan akan berakhir tanggal 31 (tiga


(3)

88

3. 31 Agustus 2014 maka surat perjanjian pengangkutan pulp itu telah berakhir dan surat perjanjian pengangkutan itu berakhir jika CV. Anugrah melanggar isi surat perjanjian yang telah disepakati.

4. Penyelesaian sengketa yang akan dipilih oleh kedua belah pihak jika terjadi sengketa atau perselisihan yaitu dengan jalur non-litigasi dengan cara negosiasi yaitu dengan melakukan musyawarah atau dengan cara perdamaian terlebih dahulu. Tetapi, jika cara itu tidak berhasil dan tidak adanya kesepakatan untuk sengketa yang dihadapi maka kedua belah pihak sepakat untuk menyelesaikan sengketa dengan jalur litigasi yaitu melalui Pengadilan Negeri Medan, Sumatera Utara.

B. Saran

Berdasarkan kesimpulan tersebut diatas, penulis memberikan saran sebagai berikut:

1. Agar tidak terjadi ketidakseimbangan hak diantara kedua belah pihak yang telah berjanji, maka hak kedua belah pihak harus di setarakan tanpa adanya perbedaaan seperti satu pihak yang dapat mengakhiri surat perjanjian pengangkutan.

2. Agar mempermudah penyelesaian persoalan yang timbul dalam pelaksanaan perjanjian maka para pihak harus menyelesaikan sengketa yang timbul dengan jalur non-litigasi terlebih dahulu dan jika tidak ada kesepakatan melalui jalur non-litigasi maka dilanjutkan dengan jalur litigasi.


(4)

Asikin, H. Zainal, 2013, Hukum Dagang, RajaGrafindo Persada: Jakarta.

Budiono, Herlien, 2011, Ajaran Umum Hukum Perjanjian dan Penerapannya di Bidang Kenotariatan, Citra Aditya Bakti: Bandung.

Elshabrina, 2013, Kumpulan Surat Kontrak & Pendirian Usaha Paling Dicari, Cemerlang: Tanpa Kota Terbit.

Fuady, Munir, 2012, Pengantar Hukum Bisnis, Menata Bisnis Modern di Era Global, Citra Aditya Bakti: Bandung.

---, 2001, Hukum Kontrak (Dari Sudut Pandang Hukum Bisnis), Citra Aditya Bakti: Bandung.

Hernoko, Agus Yudha, 2010, Hukum Perjanjian, Asas Proporsionalitas dalam Kontrak Komersial, Kencana: Jakarta.

H.S., Salim, 2014, Hukum Kontrak Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak, Sinar Grafika: Jakarta.

Miru, Ahmadi, 2011, Hukum Kontrak Perancangan Kontrak, Kencana: Jakarta. Muhammad, Abdulkadir, 2013, Hukum Pengangkutan Niaga, Citra Aditya Bakti:

Bandung.

Nurbaiti, Siti, 2009, Hukum Pengangkutan Darat (Jalan dan Kereta Api), Universitas Trisakti: Jakarta.

Purba, Hasim, 2005, Hukum Pengangkutan di Laut, Pustaka Bangsa Press: Medan.

Purwosutjipto, H.M.N., 2003, Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia 3, Hukum Pengangkutan, Djambatan: Jakarta.

Siregar, H. Hasnil Basri, 2002, Hukum Pengangkutan, Kelompok Studi Hukum Fakultas Hukum USU: Medan.

Soekanto, Soerjono, 2008, Pengantar Penelitian Hukum, Universitas Indonesia: Jakarta.


(5)

90

Uli, Sinta, 2006, Pengangkutan Suatu Tinjauan Hukum Multimoda Transport Angkutan Laut, Angkutan & Angkutan Udara, USU Press: Medan.

Warpani, Suwardjoko p. 2002, Pengelolaan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, ITB: Bandung.

B. PERATURAN

Subekti R. dan R. Tjitrosudibio,1987, Kitab Undang-undang Hukum Dagang dan Undang-Undang Kepailitan, Jakarta: Pradnya Paramita.

Subekti R. dan R. Tjitrosudibio, 2001, Kitab Undang-undang Hukum Perdata, Jakarta: Pradnya Paramita.

Indonesia, Undang-undang No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, Lembaran Negara No. 96.

C. KAMUS

Boediono,Tanpa Tahun, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia Terbaru, Jakarta: Bintang.

Widagdo, Setiawan, 2012, Kamus Hukum, Jakarta: Prestasi Pustaka.

Departemen Pendidikan Nasional, 2010, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Ketiga, Balai Pustaka: Jakarta.

D. SUMBER INTERNET

http://auliaardina.blogspot.com/2010/11/penyelesaian-sengketa-non-litigasi.html http://ms.wikipedia.org/wiki/Pengangkutan#

https://zulfadlyarifin.wordpress.com/2013/06/23/penyelesaian-sengketa-secara-litigasi/

http://lifestyle.kompasiana.com/catatan/2013/06/12/mengenal-arti-kata-tanggung-jawab-567952.html, Diakses pada tanggal 12 juni 2013 pukul 03:40

https://odebhora.wordpress.com/2011/05/17/penyelesaian-sengketa/, Diakses tanggal 17 Mei 2011.


(6)

E. WAWANCARA

Dengan Ibu Yusni Manurung, Sekretaris di CV. Anugrah Toba Permai Lestari, tanggal 23 Februari 2015 di Sosor Ladang, Porsea.