Tanggung Jawab Yuridis Para Pihak Dalam Pengiriman Tebu dari Kebun ke Pabrik (Studi pada Kebun Sei Semayang PTPN II)
TANGGUNG JAWAB YURIDIS PARA PIHAK
DALAM PENGIRIMAN TEBU DARI KEBUN KE
PABRIK
(Studi pada Kebun Sei Semayang PTPN II)
SKRIPSI
Diajukan Untuk Melengkapi Tugas Akhir dan
Memenuhi Syarat-Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum
Oleh :
RIKA ANGGITA JULYANTI 110200251
DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN
PROGRAM KEKHUSUSAN HUKUM PERDATA DAGANG
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
(2)
2
TANGGUNG JAWAB YURIDIS PARA PIHAK
DALAM PENGIRIMAN TEBU DARI KEBUN KE
PABRIK
(Studi pada Kebun Sei Semayang PTPN II) SKRIPSI
Diajukan Untuk Melengkapi Tugas Akhir dan
Memenuhi Syarat-Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum
Oleh :
RIKA ANGGITA JULYANTI 110200251
DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN
PROGRAM KEKHUSUSAN HUKUM PERDATA DAGANG
Disetujui Oleh,
Ketua Departemen Hukum Keperdataan
Dr. Hasim Purba, S.H.,M.Hum. NIP.196603031985081001
Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II
Sinta Uli, S.H.,M.Hum. Aflah, S.H.,M.Hum.
(3)
SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT
Saya yang bertanda tangan dibawah ini :
NAMA : RIKA ANGGITA JULYANTI
NIM : 110200251
DEPARTEMEN : HUKUM KEPERDATAAN
JUDUL SKRIPSI : TANGGUNG JAWAB YURIDIS PARA PIHAK DALAM PENGIRIMAN TEBU DARI KEBUN KE PABRIK (Studi pada Kebun Sei Semayang PTPN II) Dengan ini menyatakan :
1. Skripsi yang saya tulis ini adalah benar tidak merupakan ciplakan dari skripsi atau karya ilmiah orang lain.
2. Apabila terbukti di kemudian hari skripsi tersebut adalah ciplakan, maka segala akibat hukum yang timbul menjadi tanggung jawab saya.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya tanpa ada paksaan atau tekanan dari pihak manapun.
Medan, Juli 2015
Rika Angggita Julyanti 110200251
(4)
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan pertolonganNya yang tiada berkesudahan dan telah memberikan penulis kekuatan dan kemampuan untuk menyelesaikan penulisan skripsi yang
berjudul “TANGGUNG JAWAB YURIDIS PARA PIHAK DALAM PENGIRIMAN TEBU DARI KEBUN KE PABRIK (Studi pada Kebun Sei Semayang PTPN II)” yang membahas mengenai pelaksanaan pengiriman tebu sebagai salah satu bagian dari perjanjian dan tanggung jawab para pihak dalam pelaksanaan tersebut, guna memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
Selama penyusunan skripsi ini, penulis mendapatkan banyak dukungan, semangat, saran, motivasi dan doa dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Prof. Dr. Runtung Sitepu, S.H., M.Hum., selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;
2. Prof. Dr. Budiman Ginting, S.H., M.Hum., selaku Wakil Dekan I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;
3. Bapak Syafruddin Hasibuan, S.H., M.H., DFM., selaku Wakil Dekan II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;
4. Bapak Dr. O.K. Saidin, S.H., M.Hum., selaku Wakil Dekan III Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;
5. Bapak Dr. Hasim Purba, S.H., M.Hum., selaku Ketua Departemen Hukum Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;
(5)
waktu dalam membimbing, memberi nasehat dan motivasi kepada penulis dalam penyelesaian skripsi ini;
7. Ibu Aflah, S.H., M.Hum., selaku Dosen Pembimbing II yang telah banyak meluangkan waktu dalam membimbing, memberi nasihat dan motivasi kepada penulis dalam penyelesaian skripsi ini;
8. Ibu Rabiatul Syariah, S.H., M.Hum., selaku Sekretaris Departemen Hukum Perdata Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;
9. Ibu Dra. Zakiah, M.pd., selaku Dosen Penasehat Akademik penulis;
10.Bapak/Ibu Dosen Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara seluruhnya yang telah mendidik penulis selama tujuh semester dalam menempuh pendidikan perkuliahan di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara; 11.Teristimewa kepada kedua orangtua yang sangat penulis sayangi, Resman
Sitompul, SH dan Rosita Parhusip. Terima kasih banyak buat kasih sayang, doa, dukungan, dan motivasi yang telah diberikan selama ini.
12.Kepada dua saudara terbaik dan tersayang, bang Hasudungan Reynald, S.Ip dan adik Ruhut Trifosa. Terima kasih buat dukungan dan semangatnya.
13.Kepada Bapak Anton Tambunan SE, Berlan Simanungkalit SH, Ir. Edward S, dan Nurrahman selaku legal staff di PTPN II yang telah memberikan kesempatan untuk riset dan membantu penulis selama melaksanakan riset. 14.Sahabat-sahabat terbaik Novita Sari Sihaloho, Christin Tobing, Via
Situmorang, Stephanie Situmorang, dan Mutiara Rizki, SH. Terima kasih buat semangat dan kenangan yang diberikan selama masa kuliah.
(6)
15.Sahabat-sahabat penulis Egha Limbong SH, Ruth Sylvia, Rorie Syaranita SE, Raja Pasaribu, Petrus Fransiskus S.Ab, Juni Yusnita, Niki Claudya SE, Claudya Artha SE, dan Hasnita Olivia S.Psi.
16.Teman-teman pelayanan natal Fakultas Hukum Tahun 2014, khususnya seksi acara, Tulus Nababan SH, Imelda Rosari SH, Alexandro Simanjuntak SH, Guntur Soekarno SH, Kartika Manurung SH, Tung Asido, dan Holy A.S. 17.Teman-teman seperjuangan penulis, Dhimas Adiputra, M. Faisal Dalimunthe,
Albert Fernando, Yusuf Tamami, Gabetta Solin, Pocut Meutia, dan Naomi Manurung.
18.Teman-teman Fakultas Hukum stambuk 2011 yang tidak dapat disebutkan satu persatu, terkhusus kepada Grup F dan jurusan Perdata Dagang. Terima kasih buat kenangan indah selama penulis menjalani bangku kuliah.
19.Segenap pihak yang telah membantu penulis secara langsung maupun tidak langsung yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu, terima kasih buat semangat dan dukungan yang diberikan.
Demikianlah yang dapat penulis sampaikan. Penulis menyadari bahwa masih banyak terdapat kekurangan dalam skripsi ini. Penulis mengharapkan kritik dan saran dalam penyempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi kita semua. Atas perhatiannya penulis ucapkan terima kasih.
Medan, Juli 2015 Rika Anggita Julyanti 110200251
(7)
KATA PENGANTAR………... i
DAFTAR ISI………... iv
ABSTRAK………... vi
BAB I PENDAHULUAN... 1
A. Latar Belakang………... 1
B. Permasalahan... 7
C. Tujuan Penelitian………... 8
D. Manfaat Penelitian………... 8
E. Metode Penelitian... 9
F. Sistematika Penulisan... 13
G. Keaslian Penulisan... 14
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PENGANGKUTAN... 16
A. Pengertian Umum Perjanjian dan Asas-Asas Perjanjian……… 16
B. Jenis-Jenis dan Syarat Terjadinya Perjanjian menurut Hukum Perdata………....………... 22
C. Pengertian Pengangkutan dan Perjanjian Pengangkutan... 28
D. Fungsi dan Sifat Perjanjian Pengangkutan... 33
BAB III ASPEK HUKUM PENGIRIMAN TEBU DARI KEBUN KE PABRIK... 38
A. Prosedur Pembentukan Perjanjian Pengiriman dan Pihak yang Terkait... 38
B. Hak dan Kewajiban para Pihak dalam Perjanjian Pengiriman Tebu... 50
(8)
C. Pengaturan Hukum Terhadap Pengiriman Tebu... 56
D. Jangka Waktu Pengiriman Tebu dan Pembayaran Ongkos Angkut... 62
BAB IV TANGGUNG JAWAB YURIDIS PARA PIHAK DALAM PENGIRIMAN TEBU DARI KEBUN KE PABRIK... 65
A. Pelaksanaan Pengiriman Tebu dari Kebun Sei Semayang ke Pabrik Gula... 65
B. Tanggung Jawab para Pihak dalam Pengiriman Tebu... 68
C. Wanprestasi dan Akibatnya bagi Pihak yang Melakukan... 73
D. Penyelesaian Sengketa Terhadap Kerugian yang Terjadi dalam Pengiriman Tebu dari Kebun ke Pabrik... 75
BAB V PENUTUP………. 79
A. Kesimpulan………... 79
B. Saran………... 81
DAFTAR PUSTAKA………... 82 LAMPIRAN
A. Surat Riset PT Perkebunan Nusantara II
B. Wawancara dengan pihak PT Perkebunan Nusantara II (PTPN II)
C. Surat Perjanjian Pekerjaan Pemborong (SPPP) Nomor SUTB/SPPP/X/45/SMT-I/2014 antara Kebun Sei Semayang dengan CV. Sari Persada.
(9)
Aflah, SH, M.Hum )
Pengiriman merupakan salah satu bagian dari kegiatan pengangkutan untuk memindahkan barang dari suatu tempat asal ke tempat tujuan. Dalam pengiriman, pihak pengangkut dan pengirim memiliki peran penting dalam penyelenggaraan kegiatan pengangkutan seperti yang diatur dalam UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Dalam hal ini PT Perkebunan Nusantara II (PTPN II) Kebun Sei Semayang yang bergerak di bidang perkebunan mengadakan kerjasama dengan CV. Sari Persada dalam kegiatan pengiriman tebu dari kebun ke pabrik yang disusun ke dalam suatu perjanjian
pekerjaan pemborongan. Penulis memakai judul skripsi ”Tanggung Jawab Yuridis
Para Pihak dalam Pengiriman Tebu dari Kebun ke Pabrik (Studi pada Kebun Sei
Semayang PTPN II)” yang membahas mengenai peran perjanjian yang mengikat
para pihak dan tanggung jawab para pihak dalam pelaksanaan perjanjian tersebut. Metode yang digunakan dalam penulisan ini adalah Penelitian Normatif, yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka yang berkaitan dengan permasalahan yang diteliti. Bahan pustaka yang dijadikan sumber dari penelitian didapatkan dari buku-buku, artikel, media elektronik, dan surat perjanjian perusahaan terkait. Studi ini dilakukan di kantor PT Perkebunan Nusantara II Kebun Sei Semayang yaitu perusahaan BUMN yang bergerak di bidang perkebunan. Penelitian dilaksanakan guna melengkapi penyelesaian penulisan skripsi ini.
Kesimpulan menunjukkan bahwa dalam perjanjian pekerjaan pemborong seperti yang terdapat dalam Pasal 1601 KUH Perdata khususnya dalam bidang pengiriman tebu dari kebun ke pabrik antara kebun Sei Semayang dengan CV. Sari Persada diatur mengenai tanggung jawab yuridis para pihak, baik terhadap hak dan kewajiban yang harus dipenuhi sebaik-baiknya, pelaksanaan pengiriman tebu dari kebun ke pabrik, kerugian yang muncul selama pelaksanaan pengiriman dan penyelesaian sengketa dalam pelaksanaan pengiriman sesuai dengan Surat Perjanjian Pekerjaan Pemborong Surat Perjanjian Pekerjaan Pemborong (SPPP) Nomor SUTB/SPPP/X/45/SMT-I/2014 antara Kebun Sei Semayang dengan CV. Sari Persada. Pelaksanaan perjanjian para pihak merealisasikan tanggung jawab dengan melaksanakan kewajibannya masing-masing dengan sebaik-baiknya untuk memperoleh hak sesuai dengan yang disepakati dan bertanggung jawab terhadap kerugian yang timbul selama pelaksanaan pengiriman tebu dari kebun ke pabrik. Apabila terjadi perselisihan dalam pelaksanaan perjanjian maka akan diupayakan penyelesaian secara musyawarah terlebih dahulu dan jika tidak ditemukan jalan keluar, maka diselesaikan melalui jalur hukum di Pengadilan Negeri.
Kata Kunci : Tanggung jawab, Perjanjian Pengiriman Tebu, PTPN II.
1) Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
** )
Dosen Pembimbing I
(10)
ABSTRAK
Rika Anggita Julyanti 1)Sinta Uli, SH, M.Hum **)
Aflah, SH, M.Hum ***)
Pengiriman merupakan salah satu bagian dari kegiatan pengangkutan untuk memindahkan barang dari suatu tempat asal ke tempat tujuan. Dalam pengiriman, pihak pengangkut dan pengirim memiliki peran penting dalam penyelenggaraan kegiatan pengangkutan seperti yang diatur dalam UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Dalam hal ini PT Perkebunan Nusantara II (PTPN II) Kebun Sei Semayang yang bergerak di bidang perkebunan mengadakan kerjasama dengan CV. Sari Persada dalam kegiatan pengiriman tebu dari kebun ke pabrik yang disusun ke dalam suatu perjanjian
pekerjaan pemborongan. Penulis memakai judul skripsi ”Tanggung Jawab Yuridis
Para Pihak dalam Pengiriman Tebu dari Kebun ke Pabrik (Studi pada Kebun Sei
Semayang PTPN II)” yang membahas mengenai peran perjanjian yang mengikat
para pihak dan tanggung jawab para pihak dalam pelaksanaan perjanjian tersebut. Metode yang digunakan dalam penulisan ini adalah Penelitian Normatif, yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka yang berkaitan dengan permasalahan yang diteliti. Bahan pustaka yang dijadikan sumber dari penelitian didapatkan dari buku-buku, artikel, media elektronik, dan surat perjanjian perusahaan terkait. Studi ini dilakukan di kantor PT Perkebunan Nusantara II Kebun Sei Semayang yaitu perusahaan BUMN yang bergerak di bidang perkebunan. Penelitian dilaksanakan guna melengkapi penyelesaian penulisan skripsi ini.
Kesimpulan menunjukkan bahwa dalam perjanjian pekerjaan pemborong seperti yang terdapat dalam Pasal 1601 KUH Perdata khususnya dalam bidang pengiriman tebu dari kebun ke pabrik antara kebun Sei Semayang dengan CV. Sari Persada diatur mengenai tanggung jawab yuridis para pihak, baik terhadap hak dan kewajiban yang harus dipenuhi sebaik-baiknya, pelaksanaan pengiriman tebu dari kebun ke pabrik, kerugian yang muncul selama pelaksanaan pengiriman dan penyelesaian sengketa dalam pelaksanaan pengiriman sesuai dengan Surat Perjanjian Pekerjaan Pemborong Surat Perjanjian Pekerjaan Pemborong (SPPP) Nomor SUTB/SPPP/X/45/SMT-I/2014 antara Kebun Sei Semayang dengan CV. Sari Persada. Pelaksanaan perjanjian para pihak merealisasikan tanggung jawab dengan melaksanakan kewajibannya masing-masing dengan sebaik-baiknya untuk memperoleh hak sesuai dengan yang disepakati dan bertanggung jawab terhadap kerugian yang timbul selama pelaksanaan pengiriman tebu dari kebun ke pabrik. Apabila terjadi perselisihan dalam pelaksanaan perjanjian maka akan diupayakan penyelesaian secara musyawarah terlebih dahulu dan jika tidak ditemukan jalan keluar, maka diselesaikan melalui jalur hukum di Pengadilan Negeri.
Kata Kunci : Tanggung jawab, Perjanjian Pengiriman Tebu, PTPN II.
1) Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
** )
Dosen Pembimbing I
(11)
A. Latar Belakang
Indonesia merupakan negara yang kaya akan Sumber Daya Alam (SDA), baik yang bersifat hayati (perikanan, pertanian, dan perkebunan) maupun non-hayati (hasil tambang). Sebagai salah satu negara agraris, Indonesia berada pada letak yang strategis dengan iklim tropis dan curah hujan tinggi sehingga banyak tumbuhan yang dapat tumbuh dan hidup. Masyarakat memanfaatkan keuntungan tersebut untuk meningkatkan perekonomian dan peningkatan taraf hidup, salah satunya di bidang perkebunan dengan tanaman tebu.
Tebu (sugar cane) adalah tanaman yang ditanam untuk bahan baku gula dan vetsin. Tanaman ini hanya dapat tumbuh di daerah beriklim tropis. Tanaman ini termasuk jenis rumput-rumputan. Umur tanaman sejak ditanam sampai bisa dipanen mencapai kurang lebih 1 tahun. Di Indonesia tebu banyak dibudidayakan di pulau Jawa dan Sumatera.2
Gula adalah produk sangat penting bagi ketahanan pangan nasional yang memiliki tingkat konsumsi tinggi dan ragam penggunaannya sangat luas. Setiap tahun konsumsinya meningkat seiring dengan laju pertumbuhan penduduk dan konsumsi bahan pangan masyarakat.3
2
Tebu, http://id.m.wikipedia.org/wiki/Tebu, di akses pada tanggal 20 Maret 2015. 3
Tajuddin Bantacut, Kehilangan Gula Dalam Sistem Tebang Muat Angkut Di Pabrik
Gula Sindang Laut Dan Tersana Baru, Cirebon
http://jtp.ub.ac.id/index.php/jtp/article/viewFile/374/737, hlm. 2 di akses pada tanggal 20 Maret 2015.
(12)
2
Tanaman tebu merupakan tanaman yang banyak dibudidayakan di Indonesia dengan sistem perkebunan, baik oleh petani dengan sistem Tebu Rakyat Intensif (TRI)4 maupun oleh perusahaan-perusahaan besar seperti Badan Usaha Milik Negara (BUMN) maupun Badan Usaha Milik Swasta.
Untuk pembuatan gula, batang tebu yang sudah cukup umur dan layak untuk digiling akan diperas dengan mesin pemeras (mesin press) di pabrik gula. Batang tebu yang telah ditebang harus segera dikirim ke pabrik untuk mencegah terjadinya penurunan mutu dan kualitas kadar gula dalam batang tebu tersebut. Dalam pengiriman tebu dari kebun ke pabrik gula sebaiknya dipilih alat angkut yang baik dan sesuai untuk menghindari terjadinya kerusakan pada tebu.
Perkebunan tebu baik milik Negara maupun milik Swasta, masing-masing memiliki pabrik pengolahan dan alat angkut sendiri, apabila perkebunan tersebut tidak memiliki pabrik atau alat angkut sendiri maka wajib melakukan kerjasama dengan pihak lain. Dalam hal ini, apabila perkebunan tidak memiliki alat angkut sendiri untuk mengirim tebu ke pabrik maka haruslah mengadakan suatu perjanjian dalam bentuk perjanjian pengangkutan agar batang tebu yang telah dipanen dapat segera dikirim ke pabrik pengolahan untuk menjaga kualitas batang tebu tetap baik.
Pengangkutan adalah perjanjian timbal balik antara pengangkut dengan pengirim, dimana pengangkut mengikatkan diri untuk menyelenggarakan pengangkutan barang dan/atau orang dari suatu tempat ke tempat tujuan tertentu
4
Sistem TRI merupakan sistem yang menjadikan petani sebagai produsen tebu utama dan pabrik gula sebagai mitra usaha petani serta membimbing petani dalam usaha taninya tersebut.
(13)
dengan selamat, sedangkan pengirim mengikatkan diri untuk membayar uang angkutan.5
Penyediaan alat angkut untuk kegiatan pengiriman tebu dari kebun ke pabrik termasuk salah satu kegiatan pengangkutan dan hal tersebut merupakan bagian dari pengangkutan yang dilakukan melalui darat.
Pengangkutan darat memegang peranan penting dalam lalu lintas perdagangan karena dapat menghubungkan pusat-pusat bahan baku dengan pabrik-pabrik atau perusahaan-perusahaan yang mengolah bahan-bahan baku tersebut menjadi bahan setengah jadi atau barang jadi untuk kemudian diangkut ke pasar, yang akhirnya sampai di tangan konsumen. Tanpa pengangkutan, perusahaan tidak mungkin dapat berjalan.6
Pihak-pihak dalam perjanjian pengangkutan ialah pengangkut dan pengirim. Adapun sifat perjanjian pengangkutan adalah timbal - balik, artinya kedua belah pihak, baik pengangkut maupun pengirim masing-masing mempunyai kewajiban sendiri-sendiri. Kewajiban pengangkut ialah menyelenggarakan pengangkutan barang dan/atau orang dari suatu tempat ke tempat tujuan tertentu dengan selamat, sedangkan kewajiban pengirim ialah membayar uang angkutan.7
Konsep pengangkutan meliputi tiga aspek, yaitu: 1. Pengangkutan sebagai usaha (business)
2. Pengangkutan sebagai perjanjian (agreement )
3. Pengangkutan sebagai proses penerapan (applying process)8
5
H.M.N. Purwosutjipto, Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia, 3, Hukum Pengangkutan Cetakan ke VI, Penerbit Djambatan, Jakarta, 2003, hlm. 2.
6
Siti Nurbaiti, Hukum Pengangkutan Darat (Jalan dan Kereta Api), Penerbit Universitas Trisakti, Jakarta, 2009, hlm. 2.
7
H.M.N. Purwosutjipto, Op. Cit. 8
Abdulkadir Muhammad, Hukum Pengangkutan Niaga Cetakan ke V, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, 2013, hlm. 1.
(14)
4
Ketiga aspek pengangkutan tersebut menyatakan kegiatan yang berakhir dengan pencapaian tujuan pengangkutan. Tujuan kegiatan usaha pengangkutan adalah memperoleh keuntungan dan/atau laba, tujuan kegiatan perjanjian pengangkutan adalah memperoleh hasil realisasi yang diinginkan oleh pihak-pihak dan tujuan kegiatan pelaksanaan pengangkutan adalah memperoleh keuntungan dan tiba dengan selamat di tempat tujuan. Ketiga aspek pengangkutan tersebut menyatakan kegiatan untuk mencapai tujuan yang diinginkan pelakunya. Tanpa kegiatan tidak mungkin tujuan dapat dicapai.9
Pada dasarnya pengangkutan berfungsi untuk memindahkan barang atau orang dari satu tempat ke tempat lain agar meningkatkan daya guna dan nilainya.
Dari uraian tentang fungsi pengangkutan tersebut, dapat ditarik kesimpulan mengenai tujuan pengangkutan itu sendiri adalah untuk memperlancar arus perpindahan orang dan/atau barang melalui darat, perairan maupun udara dalam rangka menunjang, menggerakan dan mendorong pembangunan nasional, menunjang pemerataan, pertumbuhan dan stabilitas pembangunan nasional, memantapkan keutuhan dan persatuan nasional serta mempererat hubungan antar bangsa.10
Secara umum dinyatakan bahwa setiap pengangkutan bertujuan untuk tiba di tempat tujuan dengan selamat dan meningkatkan nilai guna bagi penumpang ataupun barang yang diangkut. Tiba di tempat tujuan artinya proses pemindahan dari suatu tempat ke tempat tujuan tertentu berlangsung tanpa hambatan dan
9 Ibid. 10
Hasim Purba, Hukum Pengangkutan di Laut Perspektif Teori dan Praktek, Pustaka Bangsa Press, Medan, 2005, hlm. 7.
(15)
kemacetan, sesuai dengan waktu yang direncanakan. Dengan selamat artinya penumpang dalam keadaan sehat, tidak mengalami bahaya yang mengakibatkan luka, sakit atau meninggal dunia. Jika yang diangkut itu barang, selamat artinya barang yang diangkut tidak megalami kerusakan, kehilangan, kekurangan atau kemusnahan. Meningkatkan nilai guna artinya nilai sumber daya manusia dan barang di tempat tujuan menjadi lebih tinggi bagi kepentingan manusia dan pelaksanaan pembangunan.11
Adanya perjanjian untuk melakukan suatu pengangkutan maka akan timbul hak dan kewajiban bagi para pihak, yaitu antara pengangkut dengan penumpang dan/atau pengirim. Dengan adanya hak dan kewajiban tersebut maka akan timbul tanggung jawab yang harus dilaksanakan oleh para pihak. Tanggung jawab merupakan suatu keadaan wajib menanggung segala sesuatunya, baik yang dilakukan oleh pihak sendiri maupun oleh pihak lain. Dalam tanggung jawab terdapat fungsi menerima pembebanan, yaitu jika terjadi sesuatu dapat dituntut, dipersalahkan ataupun diperkarakan.
Perkebunan yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah PT. Perkebunan Nusantara II atau biasa disingkat PTPN II.
PT. Perkebunan Nusantara II adalah salah satu Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang bergerak di sektor perkebunan merupakan hasil penggabungan dari PT. Perkebunan II (Persero) dan PT. Perkebunan IX (Persero) berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 07/1996 tentang konsolidasi PT. Perkebunan Lingkup BUMN. Didirikan berdasarkan Akte Notaris Harun Kamil, SH No. 35 tanggal 11 Maret 1996 dan diperbaharui dengan Akte Notaris Sri
11
(16)
6
Rahayu H. Prasetyo, SH, No. 07 tanggal 8 Oktober 2002, yang disahkan oleh Keputusan Menteri Kehakiman & Hak Asasi Manusia Republik Indonesia No. C-20859.HT.01.04 TH 2002 tanggal 25 Oktober 2002.12
Wilayah perkebunan PTPN II tersebar di Sumatera Utara dan Papua, terdiri dari perkebunan kelapa sawit, perkebunan tebu, perkebunan tembakau, perkebunan karet dan perkebunan bibit kakao.
Salah satu perkebunan tebu yang ada di PTPN II adalah perkebunan Sei Semayang yang beralamat di Jalan Perintis Kemerdekaan Jalan Medan Binjai Km. 13,5 Kecamatan Sunggal Kabupaten Deli Serdang.
Pengolahan tebu sebagai salah satu hasil perkebunan, khususnya terhadap tebu yang telah cukup umur dan layak untuk digiling, perkebunan Sei Semayang mengadakan suatu kerjasama yang dituang dalam perjanjian dengan pihak lain dalam bidang panggul/muat, menumpuk/mengumpul tebu, dan angkut tebu. Perjanjian ini dilakukan antara kebun Sei Semayang dengan CV. Sari Persada yang beralamat di Desa Kwala Mencirim Kecamatan Sei Bingei Kabupaten Langkat.
Perjanjian antara Kebun Sei Semayang dengan CV. Sari Persada berbentuk tertulis yang dimuat dalam Surat Perjanjian Pekerjaan Pemborong (SPPP) Nomor SUTB/SPPP/X/45/SMT-I/2014.
Perjanjian pekerjaan pemborong tersebut memuat beberapa ketentuan mengenai pengiriman/angkut tebu. Dengan adanya ketentuan mengenai pengiriman tebu maka akan timbul hak dan kewajiban bagi para pihak sesuai
12
Operasional, http://ptpn2.com/main/index.php/kinerjaperusahaan/oprasional, diakses pada tanggal 24 Maret 2015.
(17)
dengan yang telah disepakati dan terdapat dalam Surat Perjanjian Pekerjaan Pemborong (SPPP) tersebut.
Adanya kewajiban yang harus dilakukan oleh masing-masing pihak akan melahirkan suatu tanggung jawab yuridis bagi para pihak untuk memenuhi ketentuan dalam perjanjian dan bertanggung jawab apabila terjadi suatu kerugian, khusunya dalam pelaksanaan pengiriman tebu dari Kebun Sei Semayang ke pabrik gula.
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian lebih lanjut terhadap perjanjian pengangkutan khususnya tanggung jawab yuridis para pihak dalam pengiriman tebu dari kebun ke pabrik antara Kebun Sei Semayang dengan CV. Sari Persada, mengenai pelaksanaan pengiriman tebu, tanggung jawab para pihak dalam pengiriman tebu, kerugian yang timbul dalam pengiriman dan bagaimana upaya penyelesaian sengketa yang ada dalam pelaksanaan pengiriman tebu tersebut yang akan dituangkan dalam skripsi yang berjudul : "Tanggung Jawab Yuridis Para Pihak dalam Pengiriman Tebu dari Kebun ke Pabrik (Studi pada Kebun Sei Semayang PTPN II)."
B. Permasalahan
Permasalahan yang akan diangkat dalam penulisan skripsi ini meliputi hal-hal sebagai berikut :
1. Bagaimana pelaksanaan pengiriman tebu dari kebun ke pabrik?
2. Bagaimana tanggung jawab para pihak dalam pengiriman tebu dari kebun ke pabrik?
(18)
8
3. Bagaimana penyelesaian sengketa terhadap kerugian yang terjadi dalam pengiriman tebu dari kebun ke pabrik?
C. Tujuan Penulisan
Tujuan utama dari penulisan skripsi ini adalah untuk memenuhi syarat mendapatkan gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dan beberapa tujuan yang ingin dicapai, yaitu :
1. Untuk mengetahui pelaksanaan pengiriman tebu dari kebun ke pabrik gula antara Kebun Sei Semayang dengan CV. Sari Persada
2. Untuk mengetahui tanggung jawab para pihak dalam pengiriman tebu dari kebun ke pabrik antara Kebun Sei Semayang dengan CV. Sari Persada 3. Untuk mengetahui adanya wanprestasi ataupun kerugian yang timbul
dalam pelaksanaan pengiriman dan upaya penyelesaian sengketa terhadap kerugian yang terjadi dalam pengiriman tebu dari kebun ke pabrik.
D. Manfaat Penulisan
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara teoritis maupun praktis, yaitu :
1. Manfaat teoritis yaitu untuk menambah pengetahuan penulis tentang bagaimana bentuk pelaksanaan pengiriman dari kebun ke pabrik, tanggung jawab para pihak dalam pengiriman, dan penyelesaian sengketa terhadap kerugian yang terjadi dalam pelaksanaan pengiriman tersebut.
2. Manfaat praktis yaitu dapat memberikan masukan bagi pihak PTPN II maupun bagi pihak CV. Sari Persada baik dalam hal pembuatan perjanjian maupun pelaksanaan perjanjian tersebut. Penelitian ini juga diharapkan
(19)
dapat memberikan sumbangan pemikiran dan informasi bagi masyarakat dalam mengembangkan ilmu pengetahuan di bidang perjanjian.
E. Metode Penelitian
Menurut Soerjono Soekanto, penelitian merupakan suatu kegiatan ilmiah yang didasarkan pada metode, sistematika dan pemikiran tertentu yang bertujuan untuk mempelajari satu atau beberapa gejala hukum tertentu, dengan jalan menganalisanya, kecuali itu, maka juga diadakan pemeriksaan mendalam terhadap fakta hukum tersebut untuk kemudian mengusahakan suatu pemecahan atas permasalahan yang timbul di dalam gejala yang bersangkutan.13
Metodologi memiliki peranan dalam penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan, yaitu diantaranya :
1. Menambah kemampuan para ilmuwan untuk mengadakan atau melaksanakan penelitian secara lebih baik atau lengkap.
2. Memberikan kemungkinan yang lebih besar untuk meneliti hal-hal yang belum diketahui.
3. Memberikan kemungkinan yang lebih besar untuk melakukan penelitian interdisipliner.14
Upaya pengumpulan data yang diperlukan oleh penulis diterapkan metode sebagai berikut :
1. Jenis Penelitian
Dalam penulisan skripsi ini, penulis menggunakan metode penelitian hukum Normatif. Penelitian hukum Normatif dilakukan melalui kajian terhadap data yang bersifat sekunder yang ada di perpustakaan, seperti peraturan perundang-undangan dan bahan-bahan hukum yang berhubungan dengan skripsi
13
Metode Penelitian Hukum Empiris dan Normatif, http://idtesis.com/metode-penelitian-hukum-empiris-dan-normatif/, diakses pada tanggal 24 Maret 2015.
14
(20)
10
ini. Karena penyusunan skripsi ini juga melalui proses penelitian lapangan, maka penelitian ini juga menggunakan metode penelitian hukum Empiris. Penelitian hukum Empiris merupakan penelitian lapangan yang berasal dari data primer yang di dapat langsung dari masyarakat sebagai sumber utama melalui pengamatan (observasi), wawancara, ataupun penyebaran kuisoner. Penelitian hukum Empiris dalam penulisan skripsi ini dilakukan melalui wawancara langsung dengan legal staff di PT Perkebunan Nusantara II (PTPN II) Kebun Sei Semayang.
2. Teknik Pengumpulan Data
a. Penelitian Kepustakaan (Library Research)
Bahan hukum dikumpulkan dengan menggunakan penelitian kepustakaan (library research) dan studi dokumen dari berbagai sumber yang dianggap relevan dan berhubungan dengan materi yang dibahas dalam skripsi ini. Sumber bahan hukum sekunder yang berupa artikel, jurnal ilmiah, bahan kuliah, buku-buku hukum yang berkaitan yang didapat melalui Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
b. Penelitian Lapangan (Field Research)
Sebagai data penunjang dalam penelitian ini juga didukung dengan penelitian lapangan (field research) untuk mendapatkan data primer guna akurasi terhadap hasil yang dipaparkan, yaitu berupa wawancara. Wawancara dilakukan sebagai alat pengumpulan bahan hukum tambahan selain daripada bahan hukum yang didapatkan dari perpustakaan. Wawancara dilakukan dengan informan yang dipandang bersangkutan, yaitu dengan pihak PTPN II Kebun Sei Semayang sebagai perusahaan perkebunan.
(21)
3. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di PT Perkebunan Nusantara II (PTPN II) Kebun Sei Semayang yang beralamat di Jalan Perintis Kemerdekaan Jalan Medan Binjai Km. 13,5 Kecamatan Sunggal Kabupaten Deli Serdang.
4. Jenis Data
Jenis dan sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder didukung oleh data primer.
a. Data Primer
Data primer yaitu data yang diperoleh secara langsung dari informan dengan cara melalui wawancara langsung dengan pihak PTPN II Kebun Sei Semayang.
b. Data Sekunder
Data Sekunder yaitu data yang diperoleh melalui studi kepustakaan guna mendapatkan landasan teoritis terhadap segi-segi hukum perjanjian. Selain itu tidak menutup kemungkinan diperoleh melalui bahan hukum lain, dimana pengumpulan bahan hukumnya dilakukan dengan cara membaca, mempelajari, serta menelaah data yang terdapat dalam buku, literatur, tulisan-tulisan ilmiah, dokumen-dokumen hukum dan peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan objek penelitian. Bahan-bahan hukum tersebut berupa:
(22)
12
1. Bahan Hukum Primer, yaitu bahan hukum yang mengikat, meliputi seluruh peraturan perundang-undangan yang relevan dengan permasalahan dan tujuan penelitian antara lain terdiri atas:
a) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata; b) Kitab Undang-Undang Hukum Dagang;
c) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan;
d) Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1993 tentang Angkutan Jalan;
e) Surat Perjanjian Pekerjaan Pemborong (SPPP) Nomor SUTB/SPPP/X/45/SMT-I/2014 antara Kebun Sei Semayang dengan CV. Sari Persada.
2. Bahan hukum sekunder, berupa bahan hukum yang memberikan penjelasan terhadap bahan hukum primer yaitu hasil karya ahli hukum berupa buku-buku, pendapat-pendapat para sarjana yang berhubungan dengan skripsi ini dan acuan lainnya yang berisikan informasi tentang bahan primer berupa tulisan artikel ilmiah, jurnal-jurnal hukum dan buku buku terkait dengan hukum perikatan, khususnya yang berkaitan dengan materi penelitian.
3. Bahan hukum tertier, diperlukan digunakan untuk berbagai hal dalam penjelasan makna-makna kata dari bahan hukum sekunder dan dari bahan hukum primer khususnya kamus hukum.
(23)
5. Analisis Data
Analisis data dalam penulisan ini digunakan data kualitatif, yaitu suatu analisis data secara jelas serta diuraikan dalam bentuk kalimat sehingga diperoleh gambaran yang jelas yang berhubungan dengan skripsi ini, dalam hal hasil dari wawancara terhadap pihak PTPN II Kebun Sei Semayang.
F. Sistematika Penulisan
Sebagai karya ilmiah penelitian ini memiliki sistematika yang teratur dan saling berkaitan di dalam penulisannya agar dimengerti dan dipahami maksud dan tujuannya. Tulisan ini terdiri dari 5 (lima) bab yang akan diperinci lagi dalam sub bab, adapun kelima bab itu terdiri dari :
BAB I : PENDAHULUAN
Dalam bab ini penulis menguraikan tentang latar belakang penulisan pemilihan judul yang dipilih oleh penulis serta hal-hal yang mendorong penulis tertarik mengangkat judul yang bersangkutan, permasalahan, tujuan dan manfaat penulisan dilanjutkan dengan metode penelitian, tinjauan kepustakaan, sistematika penulisan serta keaslian penulisan dari skripsi ini.
BAB II : TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN
PENGANGKUTAN
Pada bab ini memabahas tentang pengertian sebuah perjanjian, asas dalam perjanjian, jenis dan syarat-syarat sahnya sebuah perjanjian,
(24)
14
pengertian pengangkutan dan perjanjian pengangkutan, serta fungsi dan sifat perjanjian pengangkutan.
BAB III : ASPEK HUKUM PENGIRIMAN TEBU DARI KEBUN KE
PABRIK
Pada bab ini akan dibahas tentang profil PTPN II dan CV. Sari Persada, prosedur pembentukan perjanjian pengiriman, hak dan kewajiban para pihak, serta pengaturan hukum dalam pengiriman tersebut, serta jangka waktu pengiriman dan pembayaran ongkos angkut.
BAB IV : TANGGUNG JAWAB YURIDIS PARA PIHAK DALAM
PENGIRIMAN TEBU DARI KEBUN KE PABRIK
Pada bab ini diuraikan tentang pelaksanaan pengiriman tebu dari Kebun Sei Semayang ke pabrik gula, tanggung jawab para pihak dalam pengiriman, wanprestasi dan akibatnya, serta penyelesaian sengketa apabila terjadi suatu kerugian selama proses pengiriman tebu dari kebun ke pabrik.
BAB V : PENUTUP
Bab ini adalah bagian terakhir yang merupakan kesimpulan dari jawaban permasalahan dan saran dari penulisan ini untuk pihak-pihak yang terkait dalam perjanjian.
(25)
G. Keaslian Penulisan
Skripsi ini berjudul “Tanggung Jawab Yuridis Para Pihak dalam
Pengiriman Tebu dari Kebun ke Pabrik (Studi pada Kebun Sei Semayang PTPN
II)”. Berdasarkan pengamatan dan pengecekan judul di Perpustakaan Fakultas
Hukum Universitas Sumatera Utara, materi yang dibahas dalam penulisan skripsi ini belum pernah dijadikan judul maupun dibahas dalam skripsi yang sudah ada lebih dulu. Judul skripsi benar merupakan hasil dari pemikiran penulis dengan mengambil panduan dari buku-buku dan sumber lain yang berkaitan dengan judul dari skripsi penulis, ditambah sumber riset dari lapangan.
Adapun judul skripsi yang telah ada di Perpustakaan Cabang Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang berhubungan dengan judul skripsi penulis, ialah :
1. Nama : Lia Angelina Marpaung Nomor : 157/Lia/T/08/Dagang Departemen : Hukum Perdata Dagang
Judul : Tinjauan Yuridis Perjanjian Pengiriman Barang Jenis Bahan Makanan Segar antara Pemasok dan PT. Carefour.
(26)
BAB II
TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN
PENGANGKUTAN
A. Pengertian Umum Perjanjian dan Asas-Asas Perjanjian A.1 Pengertian Umum Perjanjian
Istilah perjanjian merupakan terjemahan dari kata overeenkomst (Belanda) atau contract (Inggris). Ada dua macam teori yang membahas tentang pengertian perjanjian, yaitu teori lama dan teori baru.15 Menurut teori lama, perjanjian adalah perbuatan hukum berdasarkan kata sepakat untuk menimbulkan akibat hukum, sedangkan menurut teori baru yang dikemukakan oleh Van Dunne, perjanjian adalah suatu hubungan hukum antara dua pihak atau lebih berdasarkan kata sepakat untuk menimbulkan akibat hukum.
Perjanjian adalah suatu peristiwa ketika seorang berjanji kepada orang lain kepada orang lain atau ketika orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal. Dalam perjanjian ini timbul suatu hubungan hukum antara dua orang tersebut/perikatan. Perjanjian ini sifatnya konkret.16
Dalam buku III Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) pada Pasal 1313 telah diatur definisi perjanjian, yaitu “Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap
satu orang lain atau lebih.”
15
Salim HS, Pengantar Hukum Perdata Tertulis (BW),Sinar Grafika, Jakarta, 2002, hlm. 160.
16
Lukman Santoso, Hukum Perjanjian Kontrak: Panduan Memahami Hukum Perikatan & Penerapan Surat Perjanjian Kontrak, Penerbit Cakrawala, Yogyakarta, 2012, hlm. 8.
(27)
Rumusan yang diberikan dalam Pasal 1313 KUH Perdata tersebut menegaskan kembali bahwa perjanjian mengakibatkan seseorang mengikatkan dirinya terhadap orang lain. Hal ini berarti dari suatu perjanjian lahirlah kewajiban atau prestasi dari satu atau lebih orang (pihak) kepada satu atau lebih orang (pihak) lainnya yang berhak atas prestasi tersebut. Rumusan tersebut memberikan konsekuensi hukum bahwa dalam suatu perjanjian akan selalu ada dua pihak, di mana satu pihak adalah pihak yang wajib berprestasi (debitor) dan pihak lainnya adalah pihak yang berhak atas prestasi tersebut (kreditor). Masing-masing pihak tersebut dapat terdiri dari satu atau lebih orang, bahkan dengan berkembangnya ilmu hukum, pihak tersebut dapat juga terdiri dari satu atau lebih badan hukum.17
Hal – hal yang diperjanjikan adalah :
1. Perjanjian memberi atau menyerahkan sesuatu barang (misal : jual beli, tukar, sewa, hibah dan lain-lain)
2. Perjanjian berbuat sesuatu ( misal : perjanjian perburuhan dan lain-lain) 3. Perjanjian tidak berbuat sesuatu (misal: tidak membuat tembok yang
tinggi-tinggi, dan lain sebagainya).18
A.2 Asas-Asas Perjanjian
Berdasarkan rumusan dan pengertian yang telah dijelaskan di atas, semua hal tersebut menunjukkan bahwa perjanjian dibuat dengan pengetahuan dan kehendak bersama dari para pihak, dengan tujuan untuk menciptakan atau melahirkan kewajiban pada salah satu atau kedua belah pihak yang membuat perjanjian tersebut.19
17
Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja, Seri Hukum Perikatan: Perikatan yang Lahir dari Perjanjian, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2003, hlm. 92.
18
Lukman Santoso, Op. Cit., hlm. 12. 19
(28)
18
Untuk menciptakan keseimbangan dan memelihara hak-hak yang dimiliki oleh para pihak sebelum perjanjian yang dibuat menjadi perikatan yang mengikat bagi para pihak, oleh KUH Perdata diberikan berbagai asas umum yang merupakan pedoman atau patokan serta menjadikan batas atau rambu dalam mengatur dan membentuk perjanjian yang akan dibuat hingga pada akhirnya menjadi perikatan yang berlaku bagi para pihak, yang dapat dipaksakan pelaksanaan atau pemenuhannya.20
Hukum perjanjian memuat lima asas penting, yaitu asas kebebasan berkontrak, asas konsensualisme (kesepakatan), asas pacta sunt servanda
(kepastian hukum), asas itikad baik, dan asas personalia (kepribadian). 1) Asas Kebebasan Berkontrak
Asas kebebasan berkontrak dapat disimpulkan dari pasal 1338 ayat (1)
KUH Perdata yang menentukan “Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku
sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya”. Menekankan kata
“semua”, pasal tersebut seolah-olah berisikan suatu pernyataan kepada masyarakat bahwa setiap orang diperbolehkan membuat perjanjian yang berupa dan berisi apa saja (tentang apa saja), dan perjanjian itu akan mengikat mereka yang membuatnya seperti suatu Undang-undang. Jadi dalam hal perjanjian, para pihak diperbolehkan membuat Undang-undang bagi para pihak itu sendiri.21
Artinya, pihak-pihak bebas untuk membuat perjanjian apa saja, baik yang sudah ada pengaturannya maupun yang belum ada pengaturannya dan bebas menentukan sendiri isi perjanjian itu. Namun kebebasan tersebut tidak mutlak
20 Ibid. 21
Komariah, Hukum Perdata Edisi Revisi Cetakan Keempat, Penerbit UMM Press, Malang, 2010, hlm. 173.
(29)
karena terdapat pembatasannya, yaitu tidak boleh bertentangan dengan Undang-undang, ketertiban umum, dan kesusilaan.22
2) Asas Konsensualisme (Kesepakatan)
Asas ini memperlihatkan bahwa pada dasarnya suatu perjanjian yang dibuat secara lisan antara dua atau lebih orang telah mengikat dan karenanya telah melahirkan kewajiban bagi salah satu atau lebih pihak dalam perjanjian tersebut, segera setelah orang-orang tersebut mencapai kesepakatan atau consensus,
meskipun kesepakatan tersebut telah dicapai secara lisan semata-mata. Walau demikian, untuk menjaga kepentingan pihak debitor (atau yang berkewajiban untuk memenuhi prestasi) diadakanlah bentuk-bentuk formalitas, atau dipersyaratkan adanya suatu tindakan nyata tertentu.23
Asas konsensualisme dapat disimpulkan melalui Pasal 1320 ayat (1) KUH Perdata, bahwa salah satu syarat sahnya perjanjian adalah adanya kesepakatan kedua belah pihak. Adanya kesepakatan oleh para pihak jelas melahirkan hak dan kewajiban bagi mereka atau biasa juga disebut bahwa kontrak tersebut telah bersifat obligatoir yakni melahirkan kewajiban bagi para pihak untuk memenuhi kontrak tersebut.24
Asas konsensualitas adalah ketentuan umum yang melahirkan perjanjian konsensuil. Sebagai pengecualian dikenallah perjanjian formil dan perjanjian riil, oleh karena dalam kedua jenis perjanjian yang disebut ini kesepakatan saja belum mengikat pada pihak yang berjanji.25 Sehingga mensyaratkan adanya penyerahan
22
Lukman Santoso, Op. Cit., hlm. 10. 23
Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja, Op. Cit., hlm. 34. 24
Damang, Asas-Asas Perjanjian, http://www.negarahukum.com/hukum/asas-asas-perjanjian.html, di akses pada tanggal 30 Maret 2015.
25
(30)
20
atau memenuhi bentuk tertentu yang disyaratkan oleh undang-undang. Perjanjian formil adalah perjanjian yang telah ditentukan bentuknya yaitu tertulis atau akta autentik dan akta di bawah tangan, sedangkan perjanjian riil yaitu perjanjian yang dibuat dan dilaksanakan secara nyata atau kontan.
3) Asas Pacta Sunt Servanda (Asas Kepastian Hukum)
Asas yang diatur dalam Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata ini menyatakan
bahwa “Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang
bagi mereka yang membuatnya”.
Artinya masing-masing pihak dalam perjanjian tersebut harus menghormati dan melaksanakan isi perjanjian, serta tidak boleh melakukan perbuatan yang bertentangan dengan isi perjanjian. Isi perjanjian yang mengikat tersebut berlaku sebagai Undang-undang (Undang-undang dalam arti konkrit) bagi mereka yang membuatnya.26
Dalam hal salah satu pihak dalam perjanjian tidak melaksanakannya, maka pihak lain dalam perjanjian berhak untuk memaksakan pelaksanaannya melalui mekanisme dan jalur hukum yang berlaku.
4) Asas Itikad Baik
Ketentuan mengenai asas ini terdapat dalam Pasal 1338 ayat (3) KUH
Perdata yang menyatakan bahwa “Perjanjian-perjanjian harus dilaksanakan
dengan itikad baik”.
Rumusan tersebut memberikan arti bahwa sebagai sesuatu yang disepakati dan disetujui oleh para pihak, pelaksanaan prestasi dalam tiap-tiap perjanjian
26
(31)
harus dihormati sepenuhnya, sesuai dengan kehendak para pihak pada saat perjanjian ditutup.
5) Asas Personalia (Kepribadian)
Asas ini diatur dalam ketentuan Pasal 1315 KUH Perdata, yang berbunyi
“Pada umumnya tak seorangpun dapat mengikatkan diri atas nama sendiri atau
meminta ditetapkannya suatu janji selain untuk dirinya sendiri”. Dari rumusan
tersebut dapat diketahui bahwa pada dasarnya suatu perjanjian yang dibuat oleh seseorang dalam kapasitasnya sebagai individu, subyek hukum pribadi, hanya akan berlaku dan mengikat untuk dirinya sendiri.27
Sekalipun demikian, ketentuan tersebut terdapat pengecualiannya sebagaimana yang terdapat dalam Pasal 1317 KUH Perdata yang menyatakan,
“Dapat pula perjanjian diadakan untuk kepentingan pihak ketiga, apabila suatu perjanjian yang dibuat untuk diri sendiri, atau suatu pemberian kepada orang lain, mengandung suatu syarat semacam itu.” Pasal ini mengonstruksikan bahwa seseorang dapat mengadakan perjanjian atau kontrak untuk kepentingan pihak ketiga, dengan adanya suatu syarat yang ditentukan.
Pasal 1315 KUH Perdata menunjuk pada kewenangan bertindak dari seorang yang membuat atau mengadakan perjanjian. Masalah kewenangan bertindak seseorang sebagai individu dapat kita bedakan ke dalam :
a) Untuk dan atas namanya serta bagi kepentingannya sendiri. Dalam hal ini ketentuan Pasal 1131 KUH Perdata berlaku baginya secara pribadi
b) Sebagai wakil dari pihak tertentu, dapat dibedakan dalam :
1. Yang merupakan suatu badan hukum di mana orang perorangan tersebut bertindak dalam kapasitasnya selaku yang berhak dan berwenang umtuk mengikat badan hukum tersebut dengan pihak ketiga
27
(32)
22
2. Yang merupakan perwakilan yang ditetapkan oleh hukum, misalnya dalam bentuk kekuasaan orang tua, wali dari anak di bawah umur, dan kewenangan kurator untuk mengurus harta pailit.
c) Sebagai kuasa dari orang atau pihak yang memberikan kuasa. Dalam hal ini berlaku ketentuan yang diatur dalam Bab XVI Buku III KUH Perdata, mulai Pasal 1792 hingga Pasal 1819 KUH Perdata.28
B. Jenis-Jenis dan Syarat Terjadinya Perjanjian Menurut Hukum Perdata B.1 Jenis-Jenis Perjanjian
Perjanjian terdiri dari dua macam, yaitu perjanjian yang obligatoir dan perjanjian yang non-obligatoir.
1) Perjanjian Obligatoir yaitu suatu perjanjian dimana mengharuskan atau mewajibkan seseorang membayar atau menyerahkan sesuatu.
Misalnya :
a) Pembeli wajib menyerahkan harga barang b) Penjual wajib menyerahkan barang c) Penyewa wajib menyerahkan uang sewa d) Majikan harus membayar upah.
Menurut Komariah, perjanjian obligatoir ada beberapa macam, yaitu : 1. Dari segi prestasi, perjanjian dapat dibedakan dalam:
a. Perjanjian sepihak, ialah perjanjian yang hanya ada kewajiban pada satu pihak, dan hanya ada hak pada pihak lain.
Contoh : Perjanjian hibah, perjanjian pinjam pakai.
b. Perjanjian timbal balik, ialah perjanjian dimana hak dan kewajiban ada pada kedua belah pihak. Jadi pihak yang berkewajiban melakukan suatu prestasi juga berhak menuntut suatu kontra prestasi.
Contoh : Perjanjian pengangkutan
2. Dari segi pembebanan, perjanjian dapat dibedakan dalam:
a. Perjanjian cuma-cuma, ialah perjanjian dalam mana pihak yang satu memberikan suatu keuntungan kepada pihak lain dengan tiada mendapatkan nikmat daripadanya. Contoh : Perjanjian hibah.
28
(33)
b. Perjanjian atas beban, ialah perjanjian yang mewajibkan masing-masing pihak memberikan prestasi (memberikan sesuatu, berbuat sesuatu dan tidak berbuat sesuatu). Contoh : Jual beli, sewa menyewa. 3. Dari segi kesepakatan, perjanjian dapat dibedakan dalam:
a. Perjanjian konsensuil, ialah perjanjian yang mengikat sejak adanya kesepakatan (konsensus) dari kedua belah pihak. Jadi perjanjian lahir sejak detik tercapainya kata sepakat dari kedua belah pihak.
Contoh : Perjanjian jual beli dan perjanjian sewa menyewa
b. Perjanjian riil, ialah perjanjian yang mengikat jika disertai dengan perbuatan/tindakan nyata. Jadi dengan kata sepakat saja, perjanjian tersebut belum mengikat kedua belah pihak.
Contoh : Perjanjian penitipan barang dan perjanjian pinjam pakai c. Perjanjian formil, ialah perjanjian yang terikat pada bentuk tertentu,
jadi bentuknya harus sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang berlaku. Jika bentuk perjanjian tersebut tidak sesuai dengan ketentuan, maka perjanjian tersebut tidak sah.
Contoh : Jual beli tanah harus dengan akte PPAT dan pendirian Perseroan Terbatas harus dengan Akte Notaris.
4. Dari segi penamaan, dapat dibedakan dalam:
a. Perjanjian bernama (nominaat), ialah perjanjian khusus yang diatur dan disebutkan dalam KUH Perdata buku III Bab V s/d Bab XVII dan dalam KUHD (Kitab Undang-Undang Hukum Dagang).
Contoh: Perjanjian jual beli, sewa menyewa, penitipan barang, pinjam pakai, asuransi, dan perjanjian pengangkutan.
b. Perjanjian tak bernama (innominaat), ialah perjanjian yang tidak diatur dan tidak disebutkan dalam KUH Perdata maupan KUHD.
Contoh: Perjanjian waralaba (franchise) dan perjanjian sewa guna usaha (leasing).
c. Perjanjian campuran, ialah perjanjian yang mengandung berbagai unsur dari berbagai perjanjian.
Contoh: Perjanjian sewa beli (gabungan dari perjanjian sewa menyewa dan jual beli).29
Selain dilihat dari empat pembagian perjanjian tersebut, perjanjian juga dapat dibedakan dari segi :
1. Dari segi hasil perjanjian, perjanjian dapat dibedakan dalam:
a. Perjanjian comutatif atau perjanjian membalas (vergeldende overeenkomst), yaitu perjanjian di mana terdapat keuntungan yang dinikmati oleh yang berhak atau atas nama yang menjanjikan prestasi itu.
b. Perjanjian aleatoir seperti perjanjian asuransi atau perjanjian untung-untungan (kansovereenkomst), yaitu perjanjian dalam mana terhadap suatu prestasi yang dijanjikan dengan atau tanpa syarat, terdapat hanya
29
(34)
24
suatu keuntungan dengan syarat, sedangkan dipenuhinya syarat itu tidak bergantung pada pokok-pokok yang bersangkutan, sedangkan perjanjian-perjanjian itu diadakan justru berhubungan dengan kemungkinan dipenuhinya syarat itu.
2. Dari segi pokok kelanjutan, perjanjian dapat dibedakan dalam:
a. Perjanjian principal (dalam perjanjian jual beli, ialah untuk menyerahkan barang perjanjian jual beli).
b. Perjanjian accessoir, yaitu perjanjian untuk menjamin cacat tersembunyi, perjanjian hipotik, perjanjian gadai, perjanjian penanggungan (borgtocht); dan penyerahan hak millik atas kepercayaan.
3. Dari urutan utama, perjanjian dapat dibedakan dalam:
a. Perjanjian primair, maksudnya perjanjian utama atau pokok.
b. Perjanjian secundair, maksudnya menggantikan perjanjian yang asli (oorspronkelijk), apabila ini tak dipenuhi, umpama pembayaran ganti kerugian.
4. Dari segi pengaturannya, perjanjian dapat dibedakan dalam: a. Perjanjian yang lahir dari Undang-Undang.
b. Perjanjian yang lahir dari persetujuan.
5. Dari segi luas lingkungan, perjanjian dapat dibedakan dalam :
a. Perjanjian dalam arti sempit, ialah yang terjadi dengan kesepakatan perjanjian.
b. Perjanjian dalam arti luas, ialah termasuk juga yang terjadi dengan tanpa kesepakatan.30
2) Perjanjian Non-obligatoir, yaitu perjanjian yang tidak mengharuskan seseorang membayar atau menyerahkan sesuatu.
Perjanjian Non-Obligatoir ada beberapa macam, yaitu:
a. Zakelijk overeenkomst, ialah perjanjian yang menetapkan dipindahkannya suatu hak dari seseorang kepada orang lain. Jadi obyek perjanjian adalah hak.
Contoh : Balik nama hak atas tanah.
b. Bevifs overeenkomst atau procesrechtelijk overeenkomst, ialah perjanjian untuk membuktikan sesuatu. Perjanjian ini umumnya ditujukan pada hakim, tak terjadi perselisihan, supaya memakai alat bukti yang menyimpang dari apa yang ditentukan oleh Undang-Undang.
c. Liberatoir overeenkomst, ialah perjanjian dimana seseorang membebaskan pihak lain dari suatu kewajiban.
30
C.S.T Kansil dan Christine S.T. Kansil, Modul Hukum Perdata Termasuk Asas-Asas Hukum Perdata, PT Pradnya Paramita, Jakarta, 2004, hlm. 207.
(35)
Contoh: A berhutang kepada B sebanyak Rp 1.000.000,-. B mengadakan perjanjian liberatoir liberatoir yakni mulai sekarang A tidak usah membayar utang Rp 1.000.000,- tersebut.
d. Vaststelling overeenkomst, ialah perjanjian untuk mengakhiri keraguan mengenai isi dan luas perhubungan hukum antara kedua belah pihak. Contoh: Dading yaitu perjanjian antara kedua belah pihak untuk mengakhiri perselisihan yang ada di muka pengadilan.31
B.2 Syarat Sah Terjadinya Perjanjian Menurut Hukum Perdata
Sebuah perjanjian yang baik semestinya memberikan rasa aman dan menguntungkan masing-masing pihak. Agar sebuah perjanjian aman dan menguntungkan bagi kedua belah pihak, ada beberapa hal yang wajib diperhatikan sebelum menandatangani sebuah perjanjian, yaitu:
1. Memahami syarat-syarat pokok sahnya sebuah perjanjian; 2. Substansi pasal-pasal yang diatur di dalamnya jelas dan konkrit; 3. Mengikuti prosedur/tahapan dalam menyusun kontrak.32
Suatu perjanjian dinyatakan sah, apabila dipenuhi 4 (empat) syarat seperti yang ditegaskan oleh Pasal 1320 KUH Perdata, yang berbunyi :
“Untuk sahnya perjanjian diperlukan empat syarat : 1. Kesepakatan mereka yang mengikatkan diri 2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan 3. Suatu hal tertentu
4. Suatu sebab yang halal.”
Keempat unsur tersebut selanjutnya, dalam doktrin ilmu hukum yang berkembang digolongkan ke dalam :
1) Dua unsur pokok yang menyangkut subjek atau pihak yang mengadakan perjanjian (unsur subjektif), dan
2) Dua unsur pokok lainnya yang berhubungan langsung dengan objek perjanjian (unsur objektif).
31
Komariah, Op. Cit, hlm. 170. 32
(36)
26
Unsur subjektif mencakup adanya unsur kesepakatan secara bebas dari para pihak yang berjanji dan kecakapan dari pihak-pihak yang melaksanakan perjanjian. Sedangkan unsur objektif meliputi keberadaan dari pokok persoalan yang merupakan objek yang diperjanjikan, dan causa dari objek yang berupa prestasi yang disepakati untuk dilaksanakan tersebut haruslah sesuatu yang tidak dilarang atau diperkenankan menurut hukum.33
Tidak terpenuhinya salah satu syarat tersebut menyebabkan cacat dalam perjanjian dan perjanjian tersebut diancam dengan kebatalan, baik dalam bentuk dapat dibatalkan (pelanggaran terhadap unsur subjektif) maupun batal demi hukum (dalam hal tidak terpenuhinya unsur objektif).
1. Syarat Kesepakatan
Syarat mengenai kesepakatan mereka yang mengikatkan diri terjadi secara bebas atau dengan kebebasan.
Kesepakatan dalam perjanjian merupakan perwujudan dari kehendak dua atau lebih pihak dalam perjanjian mengenai apa yang mereka kehendaki untuk dilaksanakan, bagaimana cara melaksanakannya, kapan harus dilaksanakan, dan siapa yang harus melaksanakan.34
Suatu perjanjian dikatakan tidak memuat unsur kebebasan bersepakat, apabila menganut salah satu dari tiga unsur ini:
a. Unsur paksaan (dwang); b. Unsur kekeliruan (dwaling); c. Unsur penipuan (bedrog).35 2. Syarat Kecakapan (cakap hukum)
33
Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja, Op. Cit., hlm. 94. 34
Ibid., hlm. 95. 35
(37)
Adanya kecakapan untuk berbuat merupakan syarat kedua sahnya perjanjian dalam Pasal 1320 KUH Perdata.
Kecakapan bertindak ini dalam banyak hal berhubungan dengan masalah kewenangan bertindak dalam hukum. Meskipun kedua hal tersebut secara prinsipil berbeda, namun dalam membahas masalah kecakapan bertindak yang melahirkan suatu perjanjian yang sah, maka masalah kewenangan untuk bertindak juga tidak dapat dilupakan.36
Hal-hal yang berhubungan dengan kecakapan ini diatur dalam Pasal 1329 KUH Perdata sampai dengan Pasal 1331 KUH Perdata.
Seseorang dikatakan cakap hukum apabila seorang laki-laki atau wanita telah berumur minimal 21 (dua puluh satu) tahun, atau bagi seorang laki-laki apabila belum berumur 21 tahun telah melangsungkan pernikahan.
Sebagai lawan dari cakap hukum (syarat kecakapan) ialah tidak cakap hukum dan hal ini diatur dalam Pasal 1330 KUH Perdata yang menyatakan:
“Tak cakap untuk membuat perjanian adalah : 1) Orang-orang yang belum dewasa
2) Mereka yang ditaruh di bawah pengampuan (curatele)
3) Orang-orang perempuan, dalam hal-hal yang ditetapkan oleh undang-undang, dan pada umumnya semua orang kepada siapa undang-undang telah melarang membuat perjanjian-perjanjian tertentu.”
3. Syarat Suatu Hal Tertentu
Suatu hal tertentu merupakan syarat ketiga dalam sahnya suatu perjanjian berdasarkan Pasal 1320 KUH Perdata yang menyangkut objek hukum atau mengenai bendanya.
36
(38)
28
Hal tertentu mengenai objek hukum benda itu oleh pihak-pihak ditegaskan di dalam perjanjian mengenai:
a) Jenis barang
b) Kualitas dan mutu barang
c) Buatan pabrik dan dari negara mana d) Buatan tahun berapa
e) Warna barang
f) Ciri khusus barang tersebut g) Jumlah barang
h) Uraian lebih lanjut mengenai barang itu.37
KUH Perdata menjelaskan maksud hal tertentu melalui Pasal 1333 KUH Perdata, yang menyatakan :
“Suatu perjanjian harus mempunyai sebagai pokok suatu barang yang paling
sedikit ditentukan jenisnya.
Tidaklah menjadi halangan bahwa jumlah barang tidak tentu, asal saja jumlah itu terkemudian dapat ditentukan atau dihitung.”
4. Syarat Suatu Sebab yang Halal
Sebab yang halal diatur dalam Pasal 1335 KUH Perdata sampai Pasal 1337 KUH Perdata. Pasal 1335 KUH Perdata menyatakan :
“Suatu perjanjian tanpa sebab, atau yang telah dibuat karena sesuatu sebab yang palsu atau terlarang, tidak mempunyai kekuatan”.
Dalam Pasal 1335 KUH Perdata dijelaskan bahwa yang disebut dengan sebab yang halal adalah :
1) Bukan tanpa sebab; 2) Bukan sebab yang palsu; 3) Bukan sebab yang terlarang.38
Barang-barang yang tidak boleh menjadi objek perjanjian adalah:
a) Barang-barang di luar perdagangan, misalnya senjata resmi yang dipakai negara;
37
C.S.T Kansil dan Christine S.T Kansil, Op. Cit., hlm. 227. 38
(39)
b) Barang-barang yang dilarang oleh Undang-undang, misalnya narkotika; c) Warisan yang belum terbuka.39
C. Pengertian Pengangkutan dan Perjanjian Pengangkutan C.1 Pengertian Pengangkutan
Keberadaan kegiatan pengangkutan tidak dapat dipisahkan dari kegiatan atau aktivitas kehidupan manusia sehari-hari. Mulai dari zaman kehidupan manusia yang modern senantiasa didukung oleh pengangkutan. Bahkan salah satu barometer penentu kemajuan kehidupan dan peradaban suatu masyarakat adalah kemajuan dan perkembangan kegiatan maupun teknologi yang dipergunakan masyarakat tersebut dalam kegiatan pengangkutan.40
Pengangkutan mempunyai peranan yang sangat luas dan penting untuk pembangunan ekonomi bangsa. Dapat dilakukan melalui udara, laut, dan darat untuk mengangkut orang dan barang.41
Istilah pengangkutan berasal dari kata “angkut” yang berarti mengangkut dan membawa, sedangkan istilah pengangkutan dapat diartikan sebagai pembawaan barang-barang atau orang-orang (penumpang).42
Pengangkutan adalah perjanjian timbal-balik antara pengangkut dengan pengirim, dimana pemgangkut mengikatkan diri untuk menyelenggarakan pengangkutan barang dan/atau orang dari suatu tempat ke tempat tujuan tertentu
39
Komariah, Op. Cit., hlm. 176. 40
Hasim Purba, Op. Cit., hlm. 3. 41
Sinta Uli, Pengangkutan: Suatu Tinjauan Hukum Multimoda Transport Angkutan Laut, Angkutan Darat & Angkutan Udara, USU Press, Medan, 2006, hlm. 1.
42
(40)
30
dengan selamat, sedangkan pengirim mengikatkan diri untuk membayar uang angkutan.43
Menurut pendapat R. Soekardono, pengangkutan pada pokoknya berisikan perpindahan tempat baik mengenai benda-benda maupun mengenai orang-orang, karena perpindahan itu mutlak perlu untuk mencapai dan meninggikan manfaat serta efisiensi. Adapun proses dari pengangkutan itu merupakan gerakan dari tempat asal dari mana kegiatan angkutan dimulai ke tempat tujuan dimana angkutan itu diakhiri.44
Pengertian lain dari pengangkutan adalah kegiatan pemindahan orang dan atau barang dari suatu tempat ke tempat lain baik melalui angkutan darat, angkutan perairan, maupun angkutan udara dengan menggunakan alat angkutan.45
Konsep pengangkutan meliputi tiga aspek, yaitu : 1. Pengangkutan sebagai usaha (business);
2. Pengangkutan sebagai perjanjian (agreement);
3. Pengangkutan sebagai proses penerapan (applying process).
Ketiga aspek pengangkutan tersebut menyatakan kegiatan yang berakhir dengan pencapaian tujuan pengangkutan. Ketiga aspek tersebut akan dijelaskan sebagai berikut :
1. Pengangkutan sebagai Usaha (business)
Pengakutan sebagai usaha (business) adalah kegiatan usaha di bidang jasa pengangkutan yang menggunakan alat pengangkut mekanik. Alat pengangkut mekanik contohnya adalah gerbong untuk mengangkut barang, kereta untuk mengangkut penumpang, truk untuk mengangkut barang, bus untuk mengangkut penumpang, pesawat cargo untuk mengangkut barang, pesawat penumpang untuk mengangkut penumpang, kapal kargo untuk
43
H.M.N Purwosutjipto, Op. Cit, hlm. 2. 44
Hukum Pengangkutan, http://manfiroceanscienceoflaw.blogspot.com/2012/01/hukum-pengangkutan.html , diakses pada tanggal 03 April 2015.
45
(41)
mengangkut barang, dan kapal penumpang untuk mengangkut penumpang. Kegiatan usaha tersebut selalu berbentuk perusahaan perseorangan, persekutuan, atau badan hukum. Karena menjalankan perusahaan, usaha jasa pengangkutan bertujuan memperoleh keuntungan dan/atau laba. 2. Pengangkutan sebagai Perjanjian (Agreement)
Pengangkutan sebagai perjanjian selalu didahului oleh kesepakatan antara pihak pengangkut dan piahk penumpang atau pengirim. Kesepakatan tersebut pada dasarnya berisi kewajiban dan hak pengangkut dan penumpang atau pengirim.
3. Pengangkutan sebagai Proses Penerapan (Applying Process)
Pengangkutan sebagai proses terdiri atas serangkaian perbuatan mulai dari pemuatan ke dalam alat pengangkut, kemudian dibawa oleh pengangkut menuju ke tempat tujuan yang telah ditentukan, dan pembongkaran atau penurunan di tempat tujuan.46
Pengangkutan dapat dibedakan sesuai dengan jenisnya, yaitu: 1) Pengangkutan darat
2) Pengangkutan laut 3) Pengangkutan udara
4) Pengangkutan perairan darat
C.2 Pengertian Perjanjian Pengangkutan
Sebelum menyelenggarakan pengangkutan terlebih dahulu harus ada perjanjian pengangkutan antara pengangkut dan penumpang/pemilik barang. Perjanjian pengangkutan adalah persetujuan dimana pemgangkut mengikatkan diri untuk menyelenggarakan pengangkutan penumpang dan/atau barang dari satu tempat ke tempat tujuan tertentu dengan selamat dan penumpang atau pemilik barang mengikatkan diri untuk membayar biaya pengangkutan.47
46
Abdulkadir Muhammad, Op. Cit, hlm.1. 47
(42)
32
Perjanjian pengangkutan biasanya meliputi kegiatan pengangkutan dalam arti luas, yaitu kegiatan memuat, membawa dan menurunkan atau membongkar, kecuali jika dalam perjanjian ditentukan lain.
Berdasarkan definisi tersebut dapat diketahui pihak-pihak yang terkait dalam proses angkutan, yaitu:
1) Pengangkut
Untuk angkutan darat pihak pengangkut terdiri atas perusahaan Oto Bis dan Perusahaan Kereta Api (PT. Kereta Api). Untuk perusahaan angkutan Oto Bis dapat dilakukan oleh BUMN/BUMD, badan usaha milik swasta nasional, koperasi atau perorangan.
2) Pengirim Barang
Pengirim barang bisa saja bukan sebagai pemilik barang tersebut, tetapi dia diberikan kuasa untuk melakukan pengiriman barang ke tempat tujuan sesuai dengan perjanjian pengangkutan.48
Pengangkutan sebagai perjanjian selalu didahului oleh kesepakatan antara pihak pengangkut dan pihak penumpang atau pengirim. Kesepakatan tersebut pada dasarnya berisi kewajiban dan hak pengangkut dan penumpang atau pengirim. Kewajiban pengangkut adalah mengangkut penumpang atau barang sejak di tempat pemberangkatan sampai ke tempat tujuan yang telah disepakati dengan selamat. Sebagai imbalan, pengangkut berhak memperoleh sejumlah uang jasa atau uang sewa yang disebut biaya pengangkutan. Sedangkan kewajiban penumpang atau pengirim adalah membayar sejumlah uang sebagai biaya pengangkutan dan memperoleh hak atas pengangkutan sampai di tempat tujuan dengan selamat.49
Esensi dari perjanjian pengangkutan adalah adanya hubungan hukum secara timbal balik antara pengangkut (penyedia jasa angkutan) dengan
48
Sinta Uli, Op. Cit., hlm 59. 49
(43)
penumpang dan/atau pengirim barang (pengguna jasa angkutan) dimana masing-masing pihak mempunyai kewajiban dan hak.50
Perjanjian pengangkutan pada umumnya bersifat lisan (tidak tertulis), tetapi selalu didukung oleh dokumen pengangkutan. Dokumen pengangkutan berfungsi sebagai bukti sudah terjadi perjanjian pengangkutan dan wajib dilaksanakan oleh pihak-pihak. Dokumen pengangkutan barang lazim disebut surat muatan, sedangkan dokumen pengangkutan penumpang lazim disebut karcis penumpang. Perjanjian pengangkutan dapat juga dibuat tertulis yang disebut perjanjian carter (charter party), seperti carter pesawat udara untuk mengangkut jemaah haji ataupun carter kapal untuk mengangkut barang dagangan.51
Alasan para pihak menginginkan agar perjanjian pengangkutan dibuat secara tertulis, ialah sebagai berikut:
1) Kedua pihak ingin memperoleh kepastian mengenai kewajiban dan hak. 2) Kejelasan perincian mengenai objek, tujuan, dan beban risiko pihak-pihak. 3) Kepastian dan kejelasan cara pembayaran dan penyerahan barang.
4) Menghindari berbagai macam tafsiran arti kata dan isi perjanjian. 5) Kepastian mengenai kapan, dimana, dan alasan apa perjanjian berakhir. 6) Menghindari konflik pelaksanaan perjanjian akibat ketidakjelasan maksud
yang dikehendaki pihak-pihak.52
D. Fungsi dan Sifat Perjanjian Pengangkutan D.1 Fungsi Pengangkutan
Fungsi pengangkutan merupakan hal yang sangat penting dalam kehidupan masyarakat. Pada dasarnya, fungsi pengangkutan ialah memindahkan barang atau orang dari suatu tempat ke tempat yang lain dengan maksud untuk
50
Hasim Purba, Op. Cit., hlm. 100. 51
Abdulkadir Muhammad, Op.Cit. 52
(44)
34
meningkatkan daya guna dan nilai. Meningkatnya daya guna dan nilai merupakan tujuan dari pengangkutan.
Sasaran fungsi pengangkutan itu adalah dengan dilakukannya kegiatan pengangkutan itu maka barang atau benda yang diangkut itu akan meningkat daya guna maupun nilai ekonomisnya.53
Perpindahan barang atau orang dari suatu tempat ketempat yang lain yang diselenggarakan dengan pengangkutan tersebut harus dilakukan dengan memenuhi beberapa ketentuan yang tidak dapat ditinggalkan, yaitu harus diselenggarakan dengan aman, selamat, cepat, serta tidak ada perubahan bentuk tempat dan waktunya.
Menurut Sri Rejeki Hartono bahwa pada dasarnya pengangkutan mempunyai dua nilai kegunaan, yaitu :
a. Kegunaan Tempat (Place Utility)
Dengan adanya pengangkutan berarti terjadi perpindahan barang dari suatu tempat, dimana barang tadi dirasakan kurang bermanfaat, ketempat lain yang menyebabkan barang tadi menjadi lebih bermanfaat.
b. Kegunaan Waktu (Time Utility)
Dengan adanya pengangkutan berarti dapat dimungkinkan terjadinya suatu perpindahan suatu barang dari suatu tempat ketempat lain dimana barang itu lebih diperlukan tepat pada waktunya.54
Secara umum dinyatakan bahwa setiap pengangkutan bertujuan untuk tiba di tempat tujuan dengan selamat dan meningkatkan nilai guna bagi penumpang ataupun barang yang diangkut. Tiba di tempat tujuan artinya proses pemindahan dari satu tempat ke tempat tujuan berlangsung tanpa hambatan dan kemacetan, sesuai dengan waktu yang direncanakan. Dengan selamat artinya penumpang
53
Hasim Purba, Op. Cit., hlm. 5. 54
Arga Wahyu, Hukum Pengangkutan, http://argawahyu.blogspot.com/2011/06/hukum-pengangkutan.html, di akses pada tanggal 04 April 2015.
(45)
dalam keadaan sehat, tidak mengalami bahaya yang mengakibatkan luka, sakit, atau meninggal dunia. Jika yang diangkut itu barang, selamat artinya barang yang diangkut tidak mengalami kerusakan, kehilangan, kekurangan, atau kemusnahan. Meningkatkan nilai guna artinya sumber daya manuia dan barang di tempat tujuan menjadi lebih tinggi bagi kepentingan manusia dan pelaksanaan pembangunan.55
D.2 Sifat Perjanjian Pengangkutan
Dalam perjanjian pengangkutan, kedudukan para pihak, yaitu pengirim dan pengangkut sama tinggi dan dalam melaksanakan perjanjian pengangkutan tersebut, hubungan kerja antara pengirim dengan pengangkut tidak terus menerus, tetapi hanya kadang kala, kalau pengirim membutuhkan pengangkutan untuk mengirim barang.
Hubungan kerja antara pengirim dengan pengangkut yang tidak terus
menerus melainkan hanya kadang kala ini disebut dengan “pelayanan berkala”.
Pelayanan berkala disinggung dalam Pasal 1601 KUH Perdata, dikatakan disinggung karena tidak ada pengaturan selanjutnya mengenai pelayanan berkala. Karena perjanjian berkala ini tidak diatur lagi secara terperinci dan karena perjanjian pengangkutan mempunyai sifat rangkap, seperti unsur pemborongan (aanneming van werk), unsur penyimpanan (bewaargeving), dan unsur lainnya, maka terdapat beberapa pendapat mengenai sifat perjanjian pengangkutan.
Terdapat beberapa sifat perjanjian pengangkutan, seperti : 1. Sifat hukum perjanjian pengangkutan adalah pelayanan berkala; 2. Sifat hukum perjanjian pengangkutan adalah pemborongan;
55
(46)
36
3. Sifat hukum perjanjian pengangkutan adalah campuran.
Penjelasan mengenai sifat perjanjian pengangkutan tersebut ialah sebagai berikut :
1. Sifat hukum perjanjian pengangkutan adalah pelayanan berkala
Dalam sifat pelayanan berkala ini, hubungan kerja antara pengirim dan pengangkut tidak terus menerus, tetapi hanya kadang kala, kalau pengirim membutuhkan pengangkutan untuk mengirim barang. Hubungan ini
disebut “pelayanan berkala”, sebab pelayanan itu tidak bersifat tetap, hanya kadang kala saja, bila pengirim membutuhkan pengangkutan.56
Perjanjian yang bersifat “pelayanan berkala” ini disinggung dalam Pasal
1601 KUH Perdata. Dikatakan disinggung karena pengaturan selanjutnya mengenai perjanjian berkala itu tidak ada.
Pasal 1601 KUH Perdata menyatakan :
“Selain perjanjian-perjanjian untuk melakukan sementara jasa-jasa yang diatur oleh ketentuan-ketentuan yang khusus untuk itu dan oleh syarat-syarat yang diperjanjikan, dan jika itu tidak ada, oleh kebiasaan, maka adalah dua macam perjanjian dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk melakukan pekerjaan bagi pihak yang lainnya dengan
menerima upah: perjanjian perburuhan dan pemborongan pekerjaan.”
2. Sifat hukum perjanjian pengangkutan adalah pemborongan
Pendapat yang menyatakan sifat perjanjian pengangkutan adalah pemborongan mendasarkan diri atas Pasal 1617 KUH Perdata, yang merupakan pasal penutup dari Bab VII A tentang pekerjaan pemborongan. Pasal 1617 KUH Perdata ini berbunyi :
“Hak-hak dan kewajiban-kewajiban juru-juru pengangkut dan nakhkoda-nakhkoda diatur di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang.”
56
(47)
Perjanjian pengangkutan harus mempunyai sifat sebagai perjanjian pemborongan seperti yang ditentukan dalam Pasal 1601 (b) KUH Perdata yang menentukan:
“Pemborongan pekerjaan adalah perjanjian, dengan mana pihak yang satu, si pemborong, mengikatkan diri untuk menyelenggarakan suatu pekerjaan bagi pihak lain, pihak yang memborongkan, dengan menerima suatu harga yang ditentukan.”
Dengan demikian, berarti perjanjian pengangkutan tersebut dilakukan karena adanya salah satu pihak, yaitu pengangkut, yang mengikatkan diri untuk melakukan kegiatan pengangkutan dengan menerima suatu bayaran sebagai harga yang telah ditentukan dari pihak lain sebagai penumpang dan/atau pengirim.
3. Sifat hukum perjanjian pengangkutan adalah campuran.
Perjanjian campuran yaitu perjanjian melakukan pekerjaan (pelayanan berkala) dan perjanjian penyimpanan (bewaargeving). Pengangkutan memiliki unsur melakukan pekerjaan (pelayaan berkala) dan unsur penyimpanan, karena pengangkut berkewajiban untuk menyelenggarakan pengangkutan dan menyimpan barang-barang yang diserahkan kepadanya untuk diangkut (Pasal 466 dan Pasal 468 ayat (1) KUH Dagang).57
Purwosutjipto setuju apabila perjanjian pengangkutan merupakan perjanjian campuran, karena mengandung unsur-unsur sebagai berikut :
1) Pelayanan berkala (Pasal 1601 (b) KUH Perdata). Karena pasal ini adalah satu-satunya pasal yang khusus mengenai pelayanan berkala, yang berarti tidak ada pasal lain yang dapat menolak adanya unsur lain yang ada pada perjanjian pengangkutan.
57
(48)
38
2) Unsur penyimpanan (bewaargeving), terbukti adanya ketetapan dalam Pasal 468 ayat (1) KUHD yang berbunyi “Perjanjian pengangkutan mewajibkan pengangkut untuk menjaga keselamatan barang yang diangkutnya, mulai saat diterimanya hingga saat diserahkannya barang
tersebut.” Juga dalam Pasal 346 KUH Dagang.
3) Unsur pemberian kuasa (lastgeving). Terbukti dengan adanya ketetapan dalam Pasal 371 KUHD. Pasal 371 ayat (1) KUHD berbunyi “Nakhoda diwajibkan selama perjalanan menjaga kepentingan para pemilik muatan, mengambil tindakan-tindakan yang diperlukan untuk itu dan jika perlu untuk itu menghadap di muka Hakim.” Ayat (3) berbunyi “Dalam keadaan yang mendesak ia diperbolehkan menjual barang muatan atau sebagian dari itu, atau guna membiayai pengeluaran-pengeluaran yang telah dilakukan guna kepentingan muatan tersebut, meminjam uang dengan
mempertaruhkan muatan itu sebagai jaminan.”58
Menurut sistem hukum Indonesia, perjanjian pengangkutan juga bersifat konsensuil artinya pembuatan perjanjian pengangkutan tidak disyaratkan harus tertulis, cukup dengan lisan asal ada persetujuan kehendak para pihak (konsensus).
58
(49)
PABRIK
A. Prosedur Pembentukan Perjanjian Pengiriman dan Pihak yang Terkait A.1 Prosedur Pembentukan Perjanjian Pengiriman
Suatu perjanjian pada dasarnya haruslah dapat menciptakan rasa aman dan diharapkan dapat menguntungkan masing-masing pihak, agar hal tersebut dapat terlaksana maka perlu diperhatikan prosedur dalam pembuatan perjanjian tersebut. Dalam prosedur pembentukan suatu perjanjian ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, yaitu:
1. Memahami syarat pokok sahnya suatu perjanjian atau latar belakang 2. Memahami pihak yang sah menurut Undang-Undang
3. Memahami objek yang dijanjikan agar terciptanya asas kepastian hukum dalam perjanjian tersebut
4. Para pihak mampu menyusun garis besar sebuah perjanjian untuk menghasilkan sebuah kontrak yang baik
5. Para pihak mengikuti prosedur dan tahapan dalam menyusun suatu kontrak untuk kemudian mampu merumuskan dan melaksanakannya.
Ada beberapa tahapan yang perlu diperhatikan dalam membuat suatu perjanjian (kontrak), yaitu :
a) Tahap Pra-Contractual (Negosiasi), yaitu tahap saat para pihak belum terikat perjanjian, tetapi melakukan negosiasi untuk mencapai kata
(50)
40
sepakat. Negosiasi adalah suatu proses untuk mencapai kesepakatan dengan saling memberikan konsensus satu sama lain (give and take). Dalam sebuah negosiasi, yang dirundingkan adalah esensialia (pokok perjanjian), naturalia (hak dan kewajiban para pihak), dan wanprestasi (ingkar janji).
b) Tahap Contractual, yaitu para pihak sudah terikat kontrak melalui kesepakatan yang sudah tercapai sampai dengan akhir dari suatu perjanjian.
c) Post contractual, yaitu kewajiban para pihak setelah masa kontrak.59
Pembuatan suatu perjanjian harus diperhatikan unsur-unsur yang terdapat didalamnya, yaitu :
a) Adanya perbuatan hukum;
b) Persesuaian pernyataan kehendak dari beberapa orang; c) Persesuaian kehendak harus dinyatakan atau dipublikasikan;
d) Perbuatan hukum terjadi karena kerja sama antara dua orang atau lebih; e) Pernyataan kehendak (wilsverklaring) yang sesuai itu harus saling
bergantung satu sama lain;
f) Kehendak itu ditujukan untuk menimbulkan akibat hukum;
g) Akibat hukum itu untuk kepentingan yang satu atas beban yang lain atau timbal balik;
h) Persesuaian kehendak itu harus dengan mengingat peraturan perundang-undangan.60
Terjadinya perjanjian pengangkutan selalu didahului oleh perbuatan negosiasi timbal balik antara pihak pengirim/penumpang dan pihak pengangkut. Perbuatan negosiasi tersebut tidak ada pengaturan terperinci dalam
undang-undang, yang ada hanya pernyataan “persetujuan kehendak” (toestemming) atau
“persepakatan” (consensus) sebagai salah satu unsur Pasal 1320 KUH Perdata. Perbuatan negosiasi untuk mencapai persetujuan kehendak atau persepakatan tersebut hanya dapat diketahui melalui teori-teori perjanjian yang dapat ditelusuri
59
Ardi Budhi, Tahapan Pembuatan Perjanjian Kontrak Kerja dan Anatominya,
https://bas28.wordpress.com/2012/04/07/tahapan-pembuatan-perjanjian-kontrak-kerja-dan-anatominya/, di akses pada tanggal 09 April 2015. 60
(1)
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Perjanjian merupakan suatu hubungan hukum yang dilakukan antara dua pihak atau lebih yang dapat menimbulkan suatu akibat hukum, yaitu hak dan kewajiban bagi para pihak. Ketentuan tersebut juga berlaku terhadap perjanjian yang tertuang dalam Surat Perjanjian Pekerjaan Pemborong (SPPP) Nomor SUTB/SPPP/X/45/SMT-I/2014 antara PT Perkebunan Nusantara II (PTPN II) Kebun Sei Semayang sebagai pihak pertama dengan CV. Sari Persada sebagai pihak kedua dalam hal pengiriman tebu dari kebun ke pabrik.
Pelaksanaan pengiriman tebu merupakan bagian dari pelaksanaan perjanjian pekerjaan pemborong yang telah disepakati. Pelaksanaan perjanjian adalah merealisasikan hal-hal untuk melakukan kewajiban dan mendapatkan hak agar tujuan masing-masing pihak dapat tercapai. Pelaksanaan pengiriman tebu diawali dengan memuat atau memasukkan tebu yang telah ditebang ke dalam alat angkut tebu yang telah disediakan oleh pihak kedua, setelah itu pihak pertama akan melengkapi Surat Pengantar Barang (SPB) dan diserahkan kepada supir, kemudian tebu akan dikirim ke pabrik dan setelah sampai di pabrik akan ditimbang dan diturunkan dari alat angkut.
(2)
2. Pelaksanaan suatu perjanjian akan melahirkan suatu tanggung jawab yang harus dipenuhi oleh para pihak, baik tanggung jawab untuk melakukan kewajiban sebaik-baiknya maupun tanggung jawab ganti rugi. Demikian juga dengan pelaksanaan pengiriman tebu dari kebun ke pabrik, secara yuridis pihak kedua bertanggung jawab atas tebu yang telah dimuat ke dalam alat angkutnya untuk dikirim ke pabrik dengan selamat dan pihak pertama bertanggung jawab untuk menyediakan tebu yang telah cukup umur dan layak untuk dikirim sebagai tebu giling serta bertanggung jawab terhadap pembayaran ongkos angkut. Selain itu kedua pihak juga memiliki tanggung jawab untuk melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan pengiriman tebu dari kebun ke pabrik, dimulai dari memuat tebu ke alat angkut sampai penurunan tebu di pabrik. Apabila dalam pelaksanaan pengiriman tebu muncul risiko yang mengakibatkan kerugian maupun terhenti sementaranya kegiatan pengiriman, seperti terjadi kecelakaan atau tebu tumpah di jalan, maka pihak kedua sebagai pengangkut akan bertanggung jawab dengan melakukan ganti rugi sesuai dengan kerugian yang timbul.
3. Apabila timbul suatu sengketa dalam melaksanakan pengiriman tebu dari kebun ke pabrik, baik karena adanya wanprestasi, risiko, maupun force majeure, maka para pihak yaitu Kebun Sei Semayang dan CV. Sari Persada akan menyelesaikan dengan musyawarah terlebih dahulu, tetapi apabila secara musyawarah tidak dapat dicapai penyelesaiannya, maka kedua belah pihak sepakat untuk menempuh jalur hukum melalui Kantor
(3)
84
Pengadilan Negeri Lubuk Pakam Kabupaten Deli Serdang Provinsi Sumatera Utara.
B. Saran
1. Perjanjian yang telah dibuat oleh para pihak agar lebih jelas memuat mana yang menjadi hak dan kewajiban dari pihak pertama maupun pihak kedua untuk menghindari perbedaan penafsiran dan pelaksanaan pengiriman tebu dapat berjalan lebih baik.
2. Isi perjanjian sebaiknya ditentukan batasan tanggung jawab masing-masing pihak apabila terjadi suatu risiko yang mengakibatkan kerugian dalam pelaksanaan pengiriman tebu dari kebun ke pabrik.
3. Isi perjanjian sebaiknya ditambahkan ketentuan mengenai sanksi dan denda untuk mencegah terjadinya pelanggaran terhadap apa yang telah diperjanjikan.
(4)
A. BUKU
Amriani, Nurnaningsih, 2011, Mediasi Alternatif Penyelesaian Sengketa Perdata di Pengadilan, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta
Ashshofa, Burhan, 2010, Metode Penelitian Hukum, Rineka Cipta, Jakarta
C.S.T. Kansil dan Christine S.T. Kansil, 2004, Modul Hukum Perdata Termasuk Asas-Asas Hukum Perdata, Pradnya Paramita, Jakarta
Fuady, Munir, 2014, Konsep Hukum Perdata, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta H.S., Salim, 2002, Pengantar Hukum Perdata Tertulis (BW), Sinar Grafika,
Jakarta
Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja, 2003, Perikatan yang Lahir dari Perjanjian, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta
Komariah, 2010, Hukum Perdata (Edisi Revisi Cetakan Keempat), UMM Press, Malang
Muhammad, Abdulkadir, 2013, Hukum Pengangkutan Niaga, Citra Aditya Bakti, Bandung
Nurbaiti, Siti, 2009, Hukum Pengangkutan Darat (Jalan dan Kereta Api), Universitas Trisakti, Jakarta
Purba, Hasim, 2005, Hukum Pengangkutan di Laut (Perspektif Teori dan Praktek), Pustaka Bangsa Press, Medan
Purwosutjipto, H.M.N, 2003, Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia (Hukum Pengangkutan), Djambatan, Jakarta
Santoso, Lukman, 2012, Hukum Perjanjian Kontrak (Panduan Memahami Hukum Perikatan & Penerapan Surat Perjanjian Kontrak), Cakrawala, Yogyakarta
Satrio, J, 2012, Wanprestasi (menurut KUHPerdata, Doktrin, dan Yurisprudensi), Citra Aditya Bakti, Bandung
(5)
86
Soekanto, Soerjono, 2006, Pengantar Penelitian Hukum, UI Press, Jakarta
Uli, Sinta, 2006, Pengangkutan (Suatu Tinjauan Hukum Multimoda Transport Angkutan Laut, Angkutan Darat & Angkutan Udara), USU Press, Medan
B. PERATURAN PERUNDANG – UNDANGAN
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, terjemahan R. Subekti dan R. Tjitrosudibio, Pradnya Paramita, 2001, Jakarta
Kitab Undang-Undang Hukum Dagang, Citra Umbara, 2007, Bandung
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan
Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1993 tentang Angkutan Jalan
C. INTERNET
Ardi Budhi, Tahapan Pembuatan Perjanjian Kontrak Kerja dan Anatominya, website:
https://bas28.wordpress.com/2012/04/07/tahapan-pembuatan-perjanjian-kontrak-kerja-dan-anatominya/, di akses pada tanggal 09 April 2015 Arga Wahyu, Hukum Pengangkutan, website:
http://argawahyu.blogspot.com/2011/06/hukum-pengangkutan.html, diakses pada tanggal 04 April 2015
Damang, Asas-Asas Perjanjian, website:
http://www.negarahukum.com/hukum/asas-asas-perjanjian.html, di akses pada tanggal 30 Maret 2015
Hukum Pengangkutan, website:
http://manfiroceanscienceoflaw.blogspot.com/2012/01/hukum-pengangkutan.html, di akses pada tanggal 03 April 2015 Metode Penelitian Hukum Empiris dan Normatif, website:
http://idtesis.com/metode-penelitian-hukum-empiris-dan-normatif/, diakses pada tanggal 24 Maret 2015
Operasional, website:
http://ptpn2.com/main/index.php/kinerjaperusahaan/oprasional, di akses pada tanggal 24 Maret 2015
(6)
http://ptpn2.com/main/index.php/tentangkami/profilperusahaan, diakses pada tanggal 13 April 2015
Tajuddin Bantacut, Kehilangan Gula Dalam Sistem Tebang Muat Angkut Di Pabrik Gula Sindang Laut Dan Tersana Baru, Cirebon, website:
http://jtp.ub.ac.id/index.php/jtp/article/viewFile/374/737, di akses pada tanggal 20 Maret 2015
Tebu, website:
http://id.m.wikipedia.org/wiki/Tebu, di akses pada tanggal 20 Maret 2015 Tinjauan Umum Tentang Perjanjian Pengangkutan, website:
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/25388/3/Chapter%20II.pd f, di akses pada tanggal 13 April 2015