Perlawanan Pihak Ke Tiga Terhadap Sita Jaminan yang Sudah Ditetapkan oleh Pengadilan atas Objek Tanah dan Bangunan yang Sudah Dibebani Hak Tanggungan Dikaitkan dengan HIR dan Undang-Undang Hak Tanggun.

ABSTRAK
PERLAWANAN PIHAK KETIGA TERHADAP SITA JAMINAN YANG
SUDAH DITETAPKAN OLEH PENGADILAN ATAS OBJEK TANAH DAN
BANGUNAN YANG SUDAH DIBEBANI HAK TANGGUNGAN DIKAITKAN
DENGAN HIR DAN UNDANG-UNDANG HAK TANGGUNGAN
Reza Mohamad Zakaria
110113080006
Hak Tanggungan merupakan perjanjian accesoir dalam suatu
perjanjian pokok yang dalam hal ini perjanjian kerdit antara debitur dengan
bank. Hak Tanggungan menjadi perlindungan bagi kreditur apabila debitur
tidak dapat melakukan kewajibanya untuk melunasi hutang kepada kreditor.
Untuk mengambil pelunasan hutang tersebut kreditor dapat melakukan
penjualan objek jaminan hak tanggungan melalui pelelangan umum.
Permasalahan yang terjadi ketika objek jaminan yang sudah dibebani hak
tanggungan disita oleh Pengadilan. Pemegang hak tanggungan pada
umumnya melakukan upaya hukum perlawanan derdenverzet untuk
mempertahankan haknya. Akan tetapi, upaya hukum derdenverzet yang
dilakukan oleh pemegang hak tanggungan akan melanggar ketentuan HIR.
Dalam tugas akhir ini yang menjadi tujuan penulis adalah menganalisis
kekuatan hukum derdenverzet terhadap sita jaminan yang sudah ditetapkan
oleh Pengadilan atas objek bangunan yang sudah dibebani hak tanggungan,

dan syarat sah permohonan sita jaminan dihubungkan dengan ketentuan
dalam HIR.
Penulisan ini bersifat deskriptif analitis dengan menggunakan metode
pendekatan yuridis normatif, yaitu dengan cara menghubungkan objek
penelitian dengan peraturan-peraturan berlaku yang didasarkan pada studi
kepustakaan dan wawancara.
Berdasarkan hasil penelitian, bahwa pemegang hak tanggungan tidak
dapat mengajukan gugatan Derdenverzet karena secara juridis hanya dapat
diajukan atas dasar “Hak Milik” dengan demikian maka Derdenverzet
terhadap penyitaan, hanya dapat diajukan oleh pemilik dari barang yang
diletakan sita tersebut. Hal ini dapat dilihat dalam Pasal 195 ayat (6) HIR, dan
Pasal 206 ayat (6) RBg dan Munas IKAHI (Musyawarah Nasional Ikatan
Hakim Indonesia) Ke-IX tahun 1988, dan syarat sah permohonan sita
jaminan harus sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 227 HIR serta Pasal
198 HIR dimana permohonan sita jaminan harus berdasarkan alasan bahwa
objek yang disita akan digelapkan oleh tergugat dan untuk benda tetap
permohonan sita jaminan yang sudah diputuskan Pengadilan harus
didaftarkan pada buku register kantor Badan Pertanahan Nasional setempat.

ABSTRACT

THIRD-PARTY APPEAL AGAINST COLLATERAL FORCLOSURE, WHICH
HAS BEEN ESTABLISHED BY THE COURT, ON OBJECT OF DEVISE
ALREADY BURDENED WITH MORTGAGE RIGHT
RELATED WITH HIR AND MORTGAGE LAW
Reza Mohamad Zakaria
110113080006
Mortgage Right are accesoir agreement in a principal agreement, in
this case, the loan agreement between the debtor and the bank. Mortgage
righ is a cover for the creditor in case the debtor fails in doing the obligation to
pay the debt off to the creditors. To settle the debt, creditor is allowed to sell
the mortgage-right object through a public tender. Problems occur when the
court seized the object burdened wtih mortgage right. Holder of mortgage
right generally makes legal appeal derdenverzet to defend their rights.
However, the legal appeal derdenverzet made by the mortgage-right holders
would violate the HIR. The purpose of this final task is to analyze the legal
power derdenverzet on collateral forclosure, which has been established by
the Court, on object devise already burdened with mortgage right, and legal
requirement of collateral forclosure application is associated with the
provisions of the HIR.
This is descriptive-analytical method using normative juridical

approach by connecting with research object and applicable regulations
based on the bibliographical study and interview.
Based on this research, the mortgage-right holder can not file a
lawsuit Derdenverzet, because it is legally only made on the basis of
"Property Rights". Thus, Derdenverzet on the foreclosure may only be filed by
the owners and the proposed object. This can be seen in Article 196
paragraph (6) HIR, and Article 206 paragraph (6) RBg and the National
Conference of IKAHI (the Association of Indonesian Judges) IX in 1988 and
the legal requirements of mortgage forclosure should be in accordance with
the provisions of Article 227 HIR and Article 198 HIR where mortgageforclosure application should be based on the reason that the confiscated
object will be embezzled by the defendant and, for fixed object, forclosure
application of mortgage already established by the Court should be registered
in the register book of the local BPN office.