Tinjauan Yuridis Hak Pekerja Atas Boedel Pailit Yang Sudah Dibebani Hak Tanggungan

(1)

TESIS

Oleh

BASRIL

107011001/M.Kn

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

TESIS

Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Magister Kenotariatan Pada Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara

Oleh

BASRIL

107011001/M.Kn

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(3)

Program Studi : Kenotariatan

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Prof. Dr. Budiman Ginting, SH, MHum)

Pembimbing Pembimbing

(Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN) (Notaris Syafnil Gani, SH, MHum)

Ketua Program Studi, Dekan,

(Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN) (Prof. Dr. Runtung, SH, MHum)


(4)

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Budiman Ginting, SH, M.Hum Anggota : 1. Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN

2. Notaris Syafnil Gani, SH, M.Hum

3. Dr. T. Keizerina Devi A, SH, CN, M.Hum 4. Notaris Dr. Syahril Sofyan, SH, MKn


(5)

Nama : BASRIL

Nim : 107011001

Program Studi : Magister Kenotariatan FH USU

Judul Tesis : TINJAUAN YURIDIS HAK PEKERJA ATAS BOEDEL PAILIT YANG SUDAH DIBEBANI HAK

TANGGUNGAN

Dengan ini menyatakan bahwa Tesis yang saya buat adalah asli karya saya sendiri bukan Plagiat, apabila dikemudian hari diketahui Tesis saya tersebut Plagiat karena kesalahan saya sendiri, maka saya bersedia diberi sanksi apapun oleh Program Studi Magister Kenotariatan FH USU dan saya tidak akan menuntut pihak manapun atas perbuatan saya tersebut.

Demikianlah surat pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya dan dalam keadaan sehat.

Medan,

Yang membuat Pernyataan

Nama :BASRIL Nim :107011001


(6)

merupakan hutang yang didahulukan pembayarannya. Selain pekerja ada pihak lain yang juga dinyatakan mempunyai hak mendahulu terhadap boedel pailit yaitu pemegang Hak Tanggungan yang disebutkan dalam pasal 21 Undang-undang nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan bahwa apabila pemberi Hak Tanggungan dinyatakan pailit, pemegang Hak Tanggungan tetap berwenang melakukan segala hak yang diperolehnya menurut ketentuan Undang-undang Hak Tanggungan, termasuk dalam hal ini melakukan eksekusi/lelang Hak Tanggungan terhadap obyek Hak Tanggungan dan mengambil pelunasan hutang pemberi Hak Tanggungan atas hasil lelang tersebut. Pasal 55 Undang-undang nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang menyebutkan bahwa pemegang Gadai, Jaminan Fidusia, Hak Tanggungan, hipotek atau hak agunan atas kebendaan lainnya, dapat mengeksekusi haknya seolah-olah tidak terjadi kepailitan yang dalam pelaksanaannya pemegang hak agunan atas kebendaan dimaksud ditangguhkan untuk jangka waktu paling lama 90 (sembilan puluh) hari sejak tanggal putusan pernyataan pailit diucapkan. Adanya ketentuan didahulukan untuk pembayaran hutang pengusaha pailit kepada pekerja dan pemegang Hak Tanggungan sering menimbulkan permasalahan di lapangan karena apabila pengusaha dinyatakan pailit biasanya boedel pailit tidak cukup untuk membayar semua hutang pengusaha tersebut termasuk hutang kepada pekerja dan pemegang Hak Tanggungan, sehingga harus ada kreditur yang didahulukan pembayarannya. Apabila pemegang Hak Tanggungan melaksanakan haknya maka pekerja tidak memperoleh pembayaran hak-haknya. Hal ini sering menimbulkan permasalahan karena pekerja yang jumlahnya banyak selalu berusaha untuk mendapatkan pembayaran hak-haknya seperti melalui demonstrasi ke Kantor Pemegang Hak Tanggungan, Kurator, Pengadilan, Dewan Perwakilan Rakyat dan instansi terkait lainnya. Berdasarkan keadaan tersebut, dalam penelitian ini akan dibahas tentang hak-hak pekerja dan pemegang Hak Tanggungan dalam hal pengusaha dinyatakan pailit serta pengaturan peringkat kreditur untuk menentukan kreditur mana yang harus didahulukan dalam pembayaran piutangnya.

Penelitian ini adalah penelitian hukum normatif yang dilakukan dengan menggunakan metode pendekatan peraturan perundang-undangan. Pengumpulan data dilakukan melalui penelitian kepustakaan (library research) yang terdiri dari bahan hukum primer, sekunder dan tertier.

Berdasarkan penelitian dapat disimpulkan bahwa pemegang Hak Tanggungan yang dalam kepailitan disebut kreditur separatis memiliki hak didahulukan atas obyek Hak Tanggungan yang merupakan boedel pailit. Pembayaran piutang pemegang Hak Tanggungan lebih didahulukan dari pada piutang/tagihan pekerja.


(7)

in a company, a company the goes bankrupt or is liquidated based on legal provisions, the wages and other rights of employees become a debt which has to be paid beforehand. Besides employees, hyphothecation holders , who are mentioned in Article 21 of Law No. 4/1996 on Hyphotecation, have also to be paid beforehand on boedel bankruptcy. When the mortgagor goes bankrupt, the hyphotecation holders still have the authority to have their rights according to the legal provisions on hypothecation, including their right to execute/auction the object of hyphotecation and obtain the payoff of the loan from the auction. Article 55 of Law No.37/2004 on Bankruptcy and Postponement of the Obligation to Pay Debt states that the holders of the right of lien, fiduciary, mortgage, hypothecation, or other collaterals can execute the rights as if there were no bankruptcy which in practice, the payment for hypothecation holders on collaterals is postponed within 90 (ninety) days since the statement of bankruptcy is stated. The provision on the payment for the bankrupt employer’s debt to employees and to hypothecation holders beforehand has caused problems because when the employer goes bankrupt, the boedel bankruptcy is usually not sufficient to be paid the employees and hypothecation holders, so that there must be a creditor who will pay it beforehand. When a hypothecation holder exercises his right, the employees cannot get their rights for payment. This case usually causes problems because the great deal of employees always claim the right by doing demonstration in front of the Mortgage holder’s office, the Curator, the Court, the House of Representatives and other agencies. Therefore, the aim of the research was to analyze the right employees and hypothecation holders when the employer goes bankrupt and the regulation on the level creditors in order to determine which creditor has to be paid his loan beforehand.

The research used judicial normative and legal provisions approach. The data were gathered by using library research which comprised primary, secondary, and tertiary legal materials.

Based on the result of the research, it can be concluded that a Hypothecation holder in the state of bankruptcy, who is also called a separate creditor, has the right on the object of hypothecation which is boedel bankruptcy. The payment for the loan of hypothecation holder is paid before the emlpoyees’ loan/claim for payment


(8)

Tesis ini yang berjudul : “TINJAUAN YURIDIS HAK PEKERJA ATAS BOEDEL PAILIT YANG SUDAH DIBEBANI HAK TANGGUNGAN”. Tujuan penulisan Tesis ini adalah untuk memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Kenotariatan (MKn) pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

Dalam penulisan Tesis ini, Penulis banyak mengalami kesulitan namun dengan bantuan berbagai pihak, Tesis ini dapat diselesaikan. Oleh karena itu pada kesempatan ini, dari lubuk hati yang paling dalam, Penulis menyampaikan terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, MSc (CTM), SP.A(K) selaku Rektor Universitas Sumatera Utara atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada Penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan Program Studi Kenotariatan pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara ;

2. Bapak Prof. Dr. Runtung, SH, M.Hum., selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara atas kesempatan yang diberikan kepada Penulis dalam menyelesaikan pendidikan ini ;

3. Bapak Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN selaku Ketua Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dan Pembimbing II yang telah memberikan arahan, bimbingan dan saran–saran kepada Penulis serta mendorong Penulis untuk segera menyelesaikan Tesis ini ; 4. Ibu Dr. T. Keizerina Devi A., SH, CN, M.Hum., selaku Sekretaris Program Studi

Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dan Penguji yang telah memberikan arahan, bimbingan dan saran–saran kepada Penulis ; 5. Bapak Prof. Dr. Budiman Ginting, SH, M.Hum selaku Pembimbing Utama yang


(9)

memberikan arahan, bimbingan dan saran–saran kepada Penulis ;

8. Bapak dan Ibu Dosen Magister pada Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah banyak memberikan arahan, bimbingan dan memfasilitasi Penulis selama Penulis menjalani pendidikan ;

9. Seluruh staf /pegawai pada Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah membantu dan memfasilitasi Penulis dalam mengikuti pendidikan ;

10. Bapak Tudi Nuryanto selaku Regional Credit Recovery Manager pada PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. Regional Credit Recovery Medan yang telah memberikan waktu dan motivasi kepada Penulis sehingga Penulis dapat menyelesaikan pendidikan ;

11. Rekan – rekan sekantor di PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. Regional Credit Recovery Medan yang telah memberikan dorongan kepada Penulis untuk menyelesaikan pendidikan ;

12. Rekan – rekan Mahasiswa dan Mahasiswi pada Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara khususnya angkatan Tahun 2010 yang telah memberikan motivasi kepada Penulis dalam menyelesaikan Tesis ini ;

13. Isteriku tercinta, Ir. Afri Yanti yang selalu memberikan dukungan dan doanya serta selalu setia mendampingi Penulis dengan penuh kasih sayang ;

14. Anak – anakku tersayang, Farhan Abdillah, Asyraf Mufid dan Radhitya Affan Zhafif, dengan segala tingkah laku dan pengertiannya telah mengobarkan semangat untuk menyelesaikan pendidikan ini ;

15. Bapak Deni Purba, SH, LL.M, ACIArb., yang telah memberikan masukan dalam penulisan Tesis ini ;


(10)

memberikan bantuan dan motivasi kepada Penulis dalam menyelesaikan Tesis ini ;

Penulis menyadari bahwa Tesis ini masih jauh dari sempurna, baik dari segi penulisan maupun materi yang dibahas, karena itu Penulis mengharapkan kritikan dan saran dari pembaca demi kesempurnaan Tesis ini. Harapan Penulis semoga Tesis ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Medan, Februari 2013 Penulis


(11)

Tempat/tanggal lahir : Muara Panas, 28 Agustus 1969 Jenis kelamin : Laki - laki

Status : Kawin

Agama : Islam

Pekerjaan : Pegawai PT Bank Mandiri (Persero) Tbk., Regional Credit Recovery Medan

Alamat : Komp. Citra Seroja Blok D No. 3 Sunggal, Medan II. IDENTITAS KELUARGA

Isteri : Ir. Afri Yanti

Anak : - Farhan Abdillah

- Asyraf Mufid

- Radhitya Affan Zhafif

III. RIWAYAT PENDIDIKAN

1. SD Negeri I Kampung Batu Dalam, Kecamatan Lembang Jaya, Kabupaten Solok, Sumatera Barat

: Berijazah

2. SMP Negeri Bukit Sileh, Kecamatan Lembang Jaya, Kabupaten Solok, Sumatera Barat.

Berijazah

3. SMA Negeri I Solok, Sumatera Barat Berijazah 4. Srata Satu (S1) Fakultas Hukum, Universitas

Andalas, Padang, Sumatera Barat

Berijazah 5. Srata Dua (S2) Fakultas Hukum, Magister

Kenotariatan Universitas Sumatera Utara, Medan, Sumatera Utara


(12)

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR SINGKATAN ... ix

DAFTAR ISTILAH ASING... x

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang... 1

B. Perumusan Masalah ... 9

C. Tujuan Penelitian ... 9

D. Manfaat Penelitian ... 10

E. Keaslian Penulisan... 10

F. Kerangka Teori dan Konsepsi ... 10

1. Kerangka Teori ... 10

2. Konsepsi ... 14

G. Metode Penelitian ... 16

BAB II KEDUDUKAN PEKERJA DALAM KEPAILITAN ... 20

A. Pengertian Kepailitan... 20

B. Syarat- syarat Debitor Dapat Dinyatakan Pailit... 22

C. Pihak-Pihak Yang Dapat Mengajukan Pailit Dan Dapat Dinyatakan Pailit Serta Akibat Pernyataan Pailit ... 32

D. Boedel Pailit... 48

E. Hak-Hak Pekerja Dalam Hal Pengusaha Dinyatakan Pailit ... 49

BAB III HAK-HAK PEMEGANG HAK TANGGUNGAN TERHADAP BOEDEL PAILIT ... 79


(13)

E. Eksekusi Hak Tanggungan ... 97

F. Akibat Putusan Pailit Terhadap Pemegang Hak Tanggungan .. 99

BAB IV KEDUDUKAN HAK PEKERJA DAN PEMEGANG HAK TANGGUNGAN TERHADAP BOEDEL PAILIT ... 105

A. Hak Mendahului dari Pekerja dan Pemegang Hak Tanggungan Apabila Pengusaha Dinyatakan Pailit... 105

B. Pengaturan Peringkat Kreditur ... 107

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 120

A. Kesimpulan ... 120

B. Saran-saran ... 121


(14)

BNI : Bank Nasional Indonesia

FSPMI : Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia

KKB : PT Karya Kompos Bagas

KSB : Kapling Siap Bangun

PKPU : Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang PKWT : Perjanjian Kerja Waktu Tertentu

PKWTT : Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu

PPAT : Pejabat Pembuat Akta Tanah

RRJ : PT Robby Rajasa Jaya

SPAK : Standar Profesional Akuntan Publik

UUK dan PKPU : Undang-undang nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang


(15)

Bankrupt : Pailit

Catering : Penyediaan makanan

Cash : Uang tunai

Cleaning service : Pelayanan kebersihan

Droit de preference : Kedudukan yang diutamakan

Droit de suite : Mengikuti obyeknya dalam tangan siapapun obyek tersebut berada

Fee : Biaya atau ongkos

Good will : Aset yang mencerminkan manfaat ekonomi masa depan yang timbul dari aset lainnya yang diperoleh dalam kombinasi bisnis yang tidak dapat diidentifikasi secara individual dan diakui secara terpisah

Individueel bepaald : Sesuatu yang dapat dimiliki sebagai kebendaan yang menurut hukum dapat ditentukan terpisah

Insolvent : Keadaan tidak mampu membayar

Jura in re aliena : Terbatas

Legal entity : Badan hukum

Onsplitsbaarheid : Tidak dapat dipisah-pisahkan

Outsoucing : Penyerahan pekerjaan kegiatan perusahaan baik sebagian atau secara keseluruhan kepada pihak lain yang tertuang dalam kontrak perjanjian

Onvermogen : Keadaan nyata-nyata tidak mampu

Pareto superiority : Kebijakan yang menguntungkan kepentingan satu pihak, tetapi tanpa mengorbankan kepentingan pihak lain


(16)

Security : Tenaga pengamanan

Set off : Perjumpaan hutang


(17)

merupakan hutang yang didahulukan pembayarannya. Selain pekerja ada pihak lain yang juga dinyatakan mempunyai hak mendahulu terhadap boedel pailit yaitu pemegang Hak Tanggungan yang disebutkan dalam pasal 21 Undang-undang nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan bahwa apabila pemberi Hak Tanggungan dinyatakan pailit, pemegang Hak Tanggungan tetap berwenang melakukan segala hak yang diperolehnya menurut ketentuan Undang-undang Hak Tanggungan, termasuk dalam hal ini melakukan eksekusi/lelang Hak Tanggungan terhadap obyek Hak Tanggungan dan mengambil pelunasan hutang pemberi Hak Tanggungan atas hasil lelang tersebut. Pasal 55 Undang-undang nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang menyebutkan bahwa pemegang Gadai, Jaminan Fidusia, Hak Tanggungan, hipotek atau hak agunan atas kebendaan lainnya, dapat mengeksekusi haknya seolah-olah tidak terjadi kepailitan yang dalam pelaksanaannya pemegang hak agunan atas kebendaan dimaksud ditangguhkan untuk jangka waktu paling lama 90 (sembilan puluh) hari sejak tanggal putusan pernyataan pailit diucapkan. Adanya ketentuan didahulukan untuk pembayaran hutang pengusaha pailit kepada pekerja dan pemegang Hak Tanggungan sering menimbulkan permasalahan di lapangan karena apabila pengusaha dinyatakan pailit biasanya boedel pailit tidak cukup untuk membayar semua hutang pengusaha tersebut termasuk hutang kepada pekerja dan pemegang Hak Tanggungan, sehingga harus ada kreditur yang didahulukan pembayarannya. Apabila pemegang Hak Tanggungan melaksanakan haknya maka pekerja tidak memperoleh pembayaran hak-haknya. Hal ini sering menimbulkan permasalahan karena pekerja yang jumlahnya banyak selalu berusaha untuk mendapatkan pembayaran hak-haknya seperti melalui demonstrasi ke Kantor Pemegang Hak Tanggungan, Kurator, Pengadilan, Dewan Perwakilan Rakyat dan instansi terkait lainnya. Berdasarkan keadaan tersebut, dalam penelitian ini akan dibahas tentang hak-hak pekerja dan pemegang Hak Tanggungan dalam hal pengusaha dinyatakan pailit serta pengaturan peringkat kreditur untuk menentukan kreditur mana yang harus didahulukan dalam pembayaran piutangnya.

Penelitian ini adalah penelitian hukum normatif yang dilakukan dengan menggunakan metode pendekatan peraturan perundang-undangan. Pengumpulan data dilakukan melalui penelitian kepustakaan (library research) yang terdiri dari bahan hukum primer, sekunder dan tertier.

Berdasarkan penelitian dapat disimpulkan bahwa pemegang Hak Tanggungan yang dalam kepailitan disebut kreditur separatis memiliki hak didahulukan atas obyek Hak Tanggungan yang merupakan boedel pailit. Pembayaran piutang pemegang Hak Tanggungan lebih didahulukan dari pada piutang/tagihan pekerja.


(18)

in a company, a company the goes bankrupt or is liquidated based on legal provisions, the wages and other rights of employees become a debt which has to be paid beforehand. Besides employees, hyphothecation holders , who are mentioned in Article 21 of Law No. 4/1996 on Hyphotecation, have also to be paid beforehand on boedel bankruptcy. When the mortgagor goes bankrupt, the hyphotecation holders still have the authority to have their rights according to the legal provisions on hypothecation, including their right to execute/auction the object of hyphotecation and obtain the payoff of the loan from the auction. Article 55 of Law No.37/2004 on Bankruptcy and Postponement of the Obligation to Pay Debt states that the holders of the right of lien, fiduciary, mortgage, hypothecation, or other collaterals can execute the rights as if there were no bankruptcy which in practice, the payment for hypothecation holders on collaterals is postponed within 90 (ninety) days since the statement of bankruptcy is stated. The provision on the payment for the bankrupt employer’s debt to employees and to hypothecation holders beforehand has caused problems because when the employer goes bankrupt, the boedel bankruptcy is usually not sufficient to be paid the employees and hypothecation holders, so that there must be a creditor who will pay it beforehand. When a hypothecation holder exercises his right, the employees cannot get their rights for payment. This case usually causes problems because the great deal of employees always claim the right by doing demonstration in front of the Mortgage holder’s office, the Curator, the Court, the House of Representatives and other agencies. Therefore, the aim of the research was to analyze the right employees and hypothecation holders when the employer goes bankrupt and the regulation on the level creditors in order to determine which creditor has to be paid his loan beforehand.

The research used judicial normative and legal provisions approach. The data were gathered by using library research which comprised primary, secondary, and tertiary legal materials.

Based on the result of the research, it can be concluded that a Hypothecation holder in the state of bankruptcy, who is also called a separate creditor, has the right on the object of hypothecation which is boedel bankruptcy. The payment for the loan of hypothecation holder is paid before the emlpoyees’ loan/claim for payment


(19)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam melaksanakan suatu usaha terdapat hubungan yang saling membutuhkan antarapengusaha dengan pekerja, dalam hal ini pengusaha membutuhkan pekerja untuk membantu atau melaksanakan pekerjaan dan melakukan segala sesuatu yang terkait dengan usaha dari pengusaha sedangkan pekerja membutuhkan pengusaha untuk mendapatkan pekerjaan dan dengan melaksanakan pekerjaan tersebut, pekerja dapat memperole upah guna memenuhi kebutuhan hidupnya.

Pengusaha dan buruh adalah teman seperjuangan dalam proses produksi yang berarti bahwa baik pekerja maupun pengusaha wajib bekerja sama serta membantu dalam kelancaran usaha dalam meningkatkan kesejahteraan dan meningkatkan produksi.1

Agar usaha dari pengusaha dapat berjalan lancar dan dapat berkembang sehingga bisa memberikan keuntungan yang maksimal kepada pengusaha sedangkan pekerja mendapatkan upah yang dapat meningkatkan kesejahteraannya, diperlukan adanya hubungan kerja sama yang baik dan saling mendukung antara pengusaha dan pekerja.

1


(20)

Menurut Imam Soepomo, bahwa pada dasarnya hubungan kerja, yaitu hubungan antara buruh dan majikan, terjadi setelah diadakan perjanjian oleh buruh dengan majikan,dimana buruh menyatakan kesanggupannya untuk bekerja pada majikan dengan menerima upah dan dimana majikan menyatakan kesanggupannya untuk mempekerjakan buruh dengan membayar upah.2Perjanjian kerja tersebut

memuat syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban para pihak sebagaimana disebutkan dalam Undang-undang nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, Pasal 1 angka 14.

Dalam perkembangan selanjutnya tidak ada yang bisa memastikan bahwa usaha dari pemilik usaha/pemberi kerja akan dapat bertahan seterusnya karena dalam dunia usaha terdapat faktor – faktor yang mempengaruhi kelangsungan usaha, antara lain keadaan ekonomi baik makro maupun mikro , konflik antara pemilik perusahaan dan perusahaan mengalami permasalahan keuangan yang dapat mengakibatkan perusahaan pailit.

Pengertian kepailitan disebutkan dalam Undang – undang nomor 37 tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, selanjutnya dalam tesis ini disebut UUK dan PKPU, Pasal 1 angka 1 yaitu :

Sita umum atas semua kekayaan debitor pailit yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh Kurator di bawah pengawasan Hakim Pengawas sebagaimana diatur dalam Undang – undang ini.

2Iman Soepomo,Pengantar Hukum Perburuhan, Cetakan ke-13, Djambatan, Jakarta, 2003, hal. 70


(21)

Pernyataan pailit ini dinyatakan berdasarkan putusan Majelis Hakim Pengadilan Niaga dalam lingkungan peradilan umum dan berlaku sejak saat putusan tersebut diucapkan sebagaimana diatur dalam UUK dan PKPU Pasal 1 angka 7 junctoPasal 24.

Menurut Pasal 29 UUK dan PKPU, suatu tuntutan hukum di Pengadilan yang diajukan terhadap debitor sejauh bertujuan untuk memperoleh pemenuhan kewajiban dari harta pailit dan perkaranya sedang berjalan, gugur demi hukum dengan diucapkan putusan pernyataan pailit terhadap debitor.

Akibat hukum terhadap perjanjian kerja antara debitor pailit dengan pekerja diatur dalam UUK dan PKPU Pasal 39 yaitu :

(1) Pekerja yang bekerja pada debitor dapat memutuskan hubungan kerja dan sebaliknya kurator dapat memberhentikannya dengan mengindahkan jangka waktu menurut persetujuan atau ketentuan perundang – undangan yang berlaku, dengan pengertian bahwa hubungan kerja tersebut dapat diputuskan dengan pemberitahuan paling singkat 45 hari sebelumnya.

(2) Sejak tanggal putusan pernyataan pailit diucapkan, upah yang terutang sebelum maupun sesudah pernyataan pailit diucapkan merupakan utang harta pailit

Penjelasan Pasal 39 tersebut adalah sebagai berikut : Ayat (1) :

Ketentuan mengenai pemutusan hubungan kerja, kurator tetap berpedoman pada peraturan perundang – perundangan di bidang ketenagakerjaan.

Ayat (2) :

Yang dimaksud dengan “upah” adalah hak pekerja yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pemberi kerja kepada pekerja atas suatu pekerjaan atas jasa yang telah atau akan dilakukan, ditetapkan dan dibayarkan menurut suatu perjanjian kerja, kesepakatan, atau peraturan perundang-undangan, termasuk tunjangan bagi pekerja dan keluarga.


(22)

Dari Pasal tersebut dapat diketahui bahwa pemutusan hubungan kerja pada saat debitordinyatakan pailit dapat berasal dari inisiatif pekerja ataupun dari kurator yang mengurus harta debitor pailit.3

Dalam Pasal 165 Undang – undang nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan disebutkan bahwa :

Pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap pekerja karena perusahaan pailit, dengan ketentuan pekerja berhak atas uang pesangon sebesar 1 (satu) kali ketentuan Pasal 156 ayat (2), uang penghargaan masa kerja sebesar 1 (satu) kali ketentuan Pasal 156 ayat (3) dan uang penggantian hak sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (4).4

Berdasarkan ketentuan di atas, pekerja mempunyai hak untuk mendapatkan pembayaran upah yang belum dibayarkan oleh pemberi kerja dan upah yang belum dibayarkan tersebut merupakan hutang harta pailit yang pembayarannya dilaksanakan setelah dilakukan pemberesan/penjualan harta pailit.

Menurut Undang-undang nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan,Pasal 95 ayat (4) bahwa dalam hal perusahaan dinyatakan pailit atau dilikuidasi berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku maka upah dan hak – hak lainnya dari pekerja merupakan utang yang didahulukan pembayarannya.

Selain pekerja, ada pihak lain yang berhak terhadap harta pailit, antara lain kreditur yang piutangnya dijamin dengan Hak Tanggungan.

Putusan pernyataan pailit oleh Hakim tidak mempunyai pengaruh terhadap pemegang Hak Gadai, Jaminan Fidusia, Hak Tanggungan,hipotek atau hak agunan

3Jono,Hukum Kepailitan,Sinar Grafika, Jakarta, 2008, hal. 118

4Lalu Husni,Hukum Ketenagakerjaan Indonesia,Edisi Revisi, Jakarta, PT Raja Grafindo Persada, 2007, Hal. 183


(23)

atas kebendaan lainnya dan hak retensi sebagaimana diatur di dalam Pasal 55 dan 61 UUK dan PKPU.5

Pasal 21 Undang – undang Nomor 4 tahun 1996 tentang Hak Tanggungan atas Tanah Beserta Benda – Benda yang Berkaitan Dengan Tanah yang selanjutnya dalam tesis ini disebut Undang-undang Hak Tanggungan, memberikan jaminan terhadap hak dari pemegang Hak Tanggungan apabila pemberi Hak Tanggungan dinyatakan pailit. Menurut Pasal 21 tersebut apabila pemberi Hak Tanggungan dinyatakan pailit, pemegang Hak Tanggungan tetap berwenang melakukan segala hak yang diperolehnya menurut ketentuan Undang–undangHak Tanggungan. Dengan demikian objek Hak Tanggungan tidak akan disatukan dengan harta kepailitan untuk dibagi kepada kreditur – kreditur lain dari pemegang Hak Tanggungan.6

UUK dan PKPU Pasal 55 menyatakan bahwa dengan tetap memperhatikan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56, Pasal 57 dan Pasal 58, setiap kreditur pemegang Gadai, Jaminan Fidusia, Hak Tanggungan, hipotek atau hak agunan ataskebendaan lainnya, dapat mengeksekusi haknya seolah – olah tidak terjadi kepailitan.

Dengan demikian setiap kreditur pemegang Hak Gadai, Jaminan Fidusia, Hak Tanggungan, hipotek atau hak agunan atas kebendaan lainnya dapat mengeksekusi haknya seolah olah tidak terjadi kepailitan. Hak kreditur untuk melaksanakan eksekusi atas haknya dimaksud ditangguhkan untuk jangka waktu paling lama 90

5Sunarmi,Hukum Kepailitan, Edisi 2, PT Sofmedia, Jakarta, 2010, hal. 113

6Sutan Remy Sjahdeni,Hak Tanggungan Asas – Asas, Ketentuan – Ketentuan Pokok dan


(24)

(sembilan pupuh) hari sejak tanggal putusan pernyataan pailit diucapkan. Jangka waktu tersebut berakhir demi hukum pada saat kepailitan diakhiri lebih cepat atau pada saat dimulainya keadaan insolvensi, sebagaiman diatur dalam UUK dan PKPU Pasal 56 ayat (1) dan Pasal 57 ayat (1).

Pasal 138 UUK dan PKPU menyebutkan bahwa :

Kreditur yang piutangnya dijamin dengan Gadai, Jaminan Fidusia, Hak Tanggungan, Hipotek, hak agunan atas kebendaan lainnya, atau yang mempunyai hak yang diistimewakan atas suatu benda tertentu dalam harta pailit dan dapat membuktikan bahwa sebagian piutang tersebut kemudian tidak akan dapat dilunasi dari hasil penjualan benda yang menjadi agunan, dapat meminta diberikan hak – hak yang dimiliki kreditur konkuren atas bagian piutang tersebut, tanpa mengurangi hak untuk didahulukan atas benda yang menjadi agunan atas piutangnya.

Berdasarkan Undang – Undang nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, Undang-undang Hak Tanggungan dan UUK dan PKPU terhadap harta pailit, terdapat 2 (dua) pihak yang mempunyai kedudukan didahulukan untuk mendapatkan pelunasan piutangnya yaitu pekerja dan kreditur pemegangHak Gadai, Jaminan Fidusia, Hak Tanggungan, hipotek atau hak agunan atas kebendaan lainnya. Permasalahan timbul dalam hal hasil penjualan agunan/boedel pailit tidak mencukupi untuk pembayaran hutang kepada pekerja dan kreditur pemegang Hak Gadai, Jaminan Fidusia, Hak Tanggungan, hipotek atau hak agunan atas kebendaan lainnya. Untuk selanjutnya dalam tesis ini hanya akan dibahas tentang Hak Pekerja dan Hak pemegang Hak Tanggungan terhadap boedel pailit.

Bahwa dengan adanya pengaturan didahulukan oleh Undang-undang untuk mendapatkan pembayaran dari hasil penjualan boedel pailit terhadap hak pekerja dan pemegang Hak Tanggungan sering menimbulkan permasalahan di lapangan karena


(25)

masing-masing pihak merasa mempunyai hak untuk mendapat pembayaran piutang lebih dahulu dan keduanya sama-sama dinyatakan oleh Undang-undang mempunyai hak didahulukan yaitu Undang-undang nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, Undang-undang nomor 4 tahun 1996 tentang Hak Tanggungan atas Tanah Beserta Benda – Benda yang Berkaitan Dengan Tanah dan Undang-undang nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.Mengingat jumlahnya yang banyak, pekerja selalu mengadakan penekanan terhadap pemegang Hak Tanggungan, Kurator dan Pengadilan agar haknya dapat dibayarkan lebih dahulu dengan melakukan demonstrasi yang dapat mengganggu kelancaran operasional pemegang Hak Tanggungan, Kurator dan Pengadilan. Sebagian besar pemegang Hak Tanggungan adalah Bank yang akan sangat dirugikan apabila operasionalnya terganggu sebagai akibat adanya demonstrasi dimaksud seperti pada saat demonstrasi berlangsung di kantor Bank, maka nasabah dari Bank tersebut tidak dapat datang ke Bank untuk melakukan transaksi, merusak image Bank karena Bank dianggap tidak peduli terhadap nasib pekerja, munculnya ketidaknyamanan terhadap nasabah untuk bertransaksi dengan Bank yang bersangkutan dan sebagainya. Hal ini dapat dilihat dari beberapa demonstrasi berikut ini :

1. Demonstrasi yang dilakukan oleh ratusan aktivis dari Aliansi Perjuangan Buruh (APB) Mojokerto di Bank Nasional Indonesia (BNI) 1946 Cabang Mojokerto pada tanggal 1 Mei 2012 yang meminta agar BNI membayar pesangon pekerja PT Karya Kompos Bagas (KKB) karena KKB sudah dinyatakan pailit, pada


(26)

tanggal 29 Februari 2012 dan aset KKB sudah dijual oleh BNI. Pekerja meminta BNI yang telah menjual aset KKB bertanggung jawab karena pekerja KKB tidak mendapatkan haknya (pesangon). Demonstrasi juga dilakukan di Kantor Wali Kota Mojokerto dan Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Mojokerto.7

2. Ratusan pekerja yang tergabung dalam Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) melakukan demonstrasi di depan Pengadilan Negeri Surabaya pada tanggal 25 Juni 2009 menuntut kejelasan nasib mereka sehubungan dengan perusahaan tempat mereka bekerja yaitu PT Metalindo Perwita yang mempunyai pekerja sekitar 650 orang, telah dinyatakan pailit oleh Pengadilan Niaga Surabaya atas permohonan kreditur PT Metalindo Perwita yaitu CV Pratama Multi Perkasa yang memiliki piutang Rp. 140.000.000,00 (seratus empat puluh juta Rupiah). Selain itu, PT Metalindo Perwita juga berutang kepada Bank OCB senilai Rp. 40.000.000.000,00(empat puluh milyar Rupiah) dan PT Nachindo Tape Industry senilai Rp. 29.000.000,00 (dua puluh sembilan juta Rupiah).8 3. Ratusan buruh PT Robby Rajasa Jaya (RRJ) di Tangerang berunjuk rasa di

Kantor Dinas Ketenagakerjaan Tangerang pada tanggal 9 Maret 2012, menuntut agar pihak perusahaan tempat mereka bekerja membayarkan pesangon kepada buruh. RRJ tutup akibat pailit karena tidak mampu membayar upah buruh dan

7

Beritajatim.com, Di Mojokerto Buruh Demo Bank BNI,http://www.beritajatim.com/ detailnews.php/8/Peristiwa/2012-05-01/134157/Di_Mojokerto,_Buruh_Demo_Bank_BNI_46_, diakses tgl. 26 Januari 2013

8Kompas.com, Buruh Metalindo Demo PN Surabaya, http://properti.kompas.com/index.php/ read/2009/06/25/12145435/buruh.metalindo.demo.pn.surabaya diakses tanggal 25 Januari 2013


(27)

hutang kepada Bank serta minimnya order terhadap produk yang dihasilkan oleh perusahaan.9

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang permasalahan tersebut di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut :

1. Bagaimana pengaturan hak pekerja apabila pemberi kerja/pengusaha dinyatakan pailit? ;

2. Bagaimana pengaturan hak kreditur pemegang Hak Tanggungan apabila debitordinyatakan pailit? ;

3. Dalam hal hasil penjualan agunan/boedel pailit tidak mencukupi untuk pembayaran hutang kepada pekerja dan kreditur pemegang Hak Tanggungan, hutang kepada siapakah yang harus dibayarkan terlebuh dahulu? ;

C. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui hak-hak pekerja yang harus dibayarkan apabila pemberi kerja/pengusaha dinyatakan pailit;

2. Untuk mengetahui kedudukan hak kreditur pemegang Hak Tanggungan dalam hal debitor dinyatakan pailit;

3. Untuk mengetahui piutang siapa yang harus didahulukan pembayarannya dalam hal hasil penjualan agunan/boedel pailit tidak mencukupi untuk pembayaran hutang kepada pekerja dan kreditur pemegang Hak Tanggungan.

9 Radar Tangerang,Buruh Garmen Demo Disnaker, http://satelitnews.co.id/?p=685, diakses tanggal 26 Januari 2013


(28)

D. Manfaat Penelitian

Berdasarkan permasalahan-permasalahan yang telah dirumuskan tersebut dan dengan tercapainya tujuan penulisan tesis ini, diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut :

1. Secara teoritis, penelitian ini untuk memberikan masukan terhadap pengembangan Hukum Ketenagakerjaan, Hak Tanggungan dan Hukum Kepailitan ;

2. Secara praktis, peneilitian ini dapat digunakan sebagai masukan bagi para pekerja dan kreditur pemegang Hak Tanggungan, sehingga azas keadilan dan kepastian hukum dapat dicapai.

E. Keaslian Penulisan

Berdasarkan informasi dan penulusuran yang dilakukan terhadap hasil – hasil penelitian yang dilakukan oleh penulis sebelumnya di Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara atau oleh orang lain, belum pernah dilakukan penelitian sebelumnya dengan judul “Tinjauan Yuridis Hak Pekerja Terhadap Boedel Pailit yang SudahDibebani Hak Tanggungan”. Dengan demikian penelitian ini dapat dijamin keasliannya dan dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya secara ilmiah. F. Kerangka Teori dan Konsepsi

1. Kerangka Teori

Menurut M. Solly Lubis, landasan teori adalah suatu kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori, tesis mengenai sesuatu kasus atau permasalahan (problem) yang dijadikan bahan perbandingan, pegangan teoritis yang mungkin disetujui


(29)

ataupun tidak disetujui yang dijadikan masukan dalam membuat kerangka berpikir dalampenulisan.10

Sedangkan menurut Soerjono Soekanto teori adalah suatu sistem yang berisikan proposisi-proposisi yang telah diuji kebenarannya untuk menjelaskan aneka macam gejala sosial yang dihadapinya dan memberikan pengarahan pada aktifitas penelitian yang dijalankan serta memberikan taraf pemahaman tertentu.11

Pentingnya kerangka teori dalam suatu penelitian menurut Ronny Hanitjio disebabkan karena adanya hubungan timbal balik antara teori dengan kegiatan-kegiatan pengumpulan data, konstruksi data, pengolahan data dan analisis data.12

Berdasarkan pendapat tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa kerangka teori merupakan kerangka pemikiran berupa teori, konsep, azas-azas, pendapat-pendapat dari ilmuwan yang dinilai relevan dengan permasalahan yang diteliti yang dapat membuat jelas permasalahan dan dapat digunakan untuk memecahkan permasalahan yang diteliti.

Bahwa tujuan hukum adalah untuk mewujudkan keadilan (rechtgerechtigheid), kemanfaatan (rechtsutiliteit) dan kepastian hukum (rechtszekerheid).13Tujuan hukum menurut van Apeldoornadalah untuk mengatur tata

tertib dalam masyarakat secara damai dan adil. Untuk mencapai kedamaian dan keadilan hukum harus diciptakan masyarakat yang adil dengan mengadakan 10M.Solly Lubis,Filsafat Ilmu Hukum dan Penelitian, Mandar Maju, Bandung, 1994, hal. 80 11Soerjono Soekanto,Pengantar Penelitian Hukum, UI Press, Jakarta, 1998, hal. 3

12

Ronny Hanitjio, Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri,, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1990, hal. 41.

13Achmad Ali,Menguak Tabir Hukum (Suatu Kajian Filosofis dan Sosiologis), Gunung Agung, Jakarta, 2002, hal. 85


(30)

perimbangan antara kepentingan yang saling bertentangan satu sama lain dan setiap orang harus memperoleh (sedapat mungkin) apa yang menjadi haknya.14

Menurut W. Friedman, untuk mewujudkan keadilan, suatu Undang-undang haruslah memberikan keadilan yang sama kepada semua walaupun terdapat perbedaan-perbedaan di antara pribadi-pribadi tersebut.15

Mengenai keadilan, Aristoteles berpendapat bahwa keadilan dipahami dalam pengertian kesamaan.Namun Aristoteles membuat pembedaan penting antara kesamaan numerik dan kesamaan proporsional.Kesamaan numerik mempersamakan setiap manusia sebagai satu unit. Inilahyang sekarang biasa kita pahami tentang kesamaan dan yang kita maksudkanketika kita mengatakan bahwa semua warga negara adalah sama di depan hukum.Kesamaan proporsional memberi tiap orang apa yang menjadi haknya sesuaidengan kemampuannya, prestasinya, dan sebagainya.16

Bahwa terhadap harta benda debitor yang telah dinyatakan pailit terdapat beberapa pihak yang berhak untuk mendapatkan pembayaran didahulukan dari pihak lainnya antara lainpekerja yang dinyatakan berhak oleh Pasal 95 ayat (4) Undang-undang nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan bahwa upah dan hak-hak lainnya dari pekerja merupakan utang yang didahulukan pembayarannya.

14R. Soeroso,Pengantar Ilmu Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, 2008, hal. 57

15W. Friedman,Teori dan Filsafat Hukum dalam Buku Telaah Krisis atas Teori-teori

Hukum, diterjemahkan dari buktu aslinya Legal Theory oleh Muhammad Arifin, Raja Grasindo Persada, Jakarta, 1993, hal. 7

16Ahmad Zaenal Fanani,Teori Keadilan dalam Perspektif Filsafat Hukum dan Islam, http://www.badilag.net/data/artikel/wacana-hukum-islam/teori-keadilan-prespektif-filsafat-hukum-islam.pdf diakses tanggal 8 Desember 2011.


(31)

Selain pekerja, kreditur pemegang Hak Tanggungan juga dinyatakan berhak untuk mendapatkan pembayaran yang didahulukan sebagaimana dinyatakan dalam : a. Pasal 21 Undang-undang Hak Tanggungan, menyatakan bahwa apabila pemberi

Hak Tanggungan dinyatakan pailit, pemegang Hak Tanggungan tetap berwenang melakukan segala hak yang diperolehnya menurut ketentuan Undang-undang Hak Tanggungan atas Tanah Beserta Benda-Benda yang Berkaitan Dengan Tanah;

b. Pasal 55 UUK dan PKPU menyatakan bahwa dengan tetap memperhatikan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56, Pasal 57 dan Pasal 58, setiap kreditur pemegang Gadai, Jaminan Fidusia, Hak Tanggungan, hipotek atau hak agunan atas kebendaan lainnya, dapat mengeksekusi haknya seolah-olah tidak terjadi kepailitan.

Berdasarkan Undang – Undang tersebut di atas, pekerjadan kreditur pemegang Hak Tanggungan memiliki hak didahulukan untuk mendapatkan pembayaran atas hasil penjualan/lelang asetdebitor pailit. Permasalahan timbul apabila aset/harta benda tidak cukup untuk membayar kewajiban/hutangnya kepada pekerjadan kreditur pemegang Hak Tanggungan atau untuk membayar hutang/kewajiban kepada salah satu saja (pekerja atau kreditur pemegang Hak Tanggungan), hutang/kewajiban kepada siapa yang harus didahulukan pembayarannya?.


(32)

Adanya Undang-undang atau ketentuan yang saling bertentangan menimbulkan ketidakpastian hukum sehingga tujuan dari dibentuknya Undang-undang atau ketentuan tersebut yaitu untuk mewujudkan kepastian hukum dan keadilan bagi seluruh anggota mansyarakat tidak terwujud, karena itu diperlukan sinkronisasi dan harmonisasi atas Undang-undang atau ketentuan yang saling bertentangan tersebut.

Pemikiran harmonisasi bermula dari Rudolf Stammler yang mengemukakan bahwakonsep dan prinsip-prinsip hukum yang adil mencakup “harmonisasi” antaramaksud, tujuan dan kepentingan individu dengan maksud, tujuan dan kepentingan masyarakat umum. Dengan kata lain, hukum akan tercipta baik apabila terdapat keselarasan antara maksud, tujuan dan kepentingan penguasa (pemerintah) dengan masyarakat.Di sisi lain, Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen Hukum dan Hak Azasi Manusia , memberikan pengertian harmonisasi hukum sebagai kegiatan ilmiah untuk menuju proses perharmonisasian (penyelarasan/kesesuaian/keseimbangan) hukum tertulis yang mengacu pada nilai-nilai filosofis, sosiologis, ekonomis dan yuridis.17

Dalam hal ini diperlukan campur tangan Pemerintah untuk menyelesaikan permasalahan sebagai akibat adanya beberapa peraturan perundang – undangan yang saling bertentangan dalam pelaksanaannya.

2. Konsepsi

17

Erwin, Harmonisasi Hukum dan Program Legislasi dalam Perda, Bangka Pos Cetak, http://cetak.bangkapos.com/opini/read/216.html diakses tanggal 22 April 2012.


(33)

Yang dimaksud dengan konsep adalah kata yang menyatakan abstraksi yang digeneralisasikan dari hal–hal yang khusus yang disebut dengan definisi operasional.18Definisi operasional ini penting guna menghindari perbedaan

pengertian atau penafsiran dari suatu istilah yang dipergunakan.

Dalam penelitian ini diperlukan untuk mendefinisikan konsep sebagai berikut: a. Pekerja, adalah :

Setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain;19

b. Pengusaha, adalah :20

1) Orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang menjalankan suatu perusahaan milik sendiri ;

2) Orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang secara berdiri sendiri menjalankan perusahaan bukan miliknya ;

3) Orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang berada di Indonesia mewakili perusahaan sebagaimana dimaksud dalam angka 1) dan 2) yang berkedudukan di luar wilayah Indonesia ;

c. Kepailitan, adalah :

Sita umum atas semua kekayaan Debitor Pailit yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh Kurator di bawah pengawasan Hakim Pengawas sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini;21

18Sumandi Suryabrata,Metodologi Penelitian, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1998, hal. 3 19

Undang – undang nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, Pasal 1 angka 3. 20Undang – undang nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, Pasal 1 angka 5.


(34)

d. Boedel pailit, adalah :

Harta kekayaan seseorang atau badan yang telah dinyatakan pailit dan dikuasai oleh Kurator ;

e. Kreditur, adalah :

Orang yang mempunyai piutang karena perjanjian atau Undang-Undang yang dapat ditagih di muka pengadilan;22

f. Debitor, adalah :

Orang yang mempunyai utang karena perjanjian atau undang-undang yang pelunasannyadapat ditagih di muka pengadilan;23

g. Hak Tanggungan, adalah :

Hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam Undang- Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu, untuk pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditor tertentu terhadap kreditur - kreditur lain.24

G. Metode Penelitian

1. Sifat dan Jenis Penelitian

Sesuai dengan permasalahan dan tujuan penelitian ini, maka penelitian bersifat deskriptif analitis, yaitu menggambarkan semua gejala dan fakta di lapangan serta mengaitkan dan menganalisa semua gejala dan fakta tersebut dengan permasalahan yang ada dalam penelitian dan kemudian disesuaikan dengan keadaan yang terjadi di lapangan.25

21UUK dan PKPU, Pasal 1 angka 1. 22

UUK dan PKPUPasal 1 angka 2. 23

UUK dan PKPUPasal 1 angka 3

24Undang – undang Hak Tanggungan, Pasal 1 angka 1.


(35)

Dalam penelitian ini akan dikaji dan dijelaskan serta dianalisa teori hukum yang bersifat umum, peraturan perundang-undangan dan peraturan lainnya yang berlaku dan berhubungan dengan hak-hak pekerja terhadap pengusaha baik perseorangan maupun perusahaan yang sudah dinyatakan pailit, kepailitan dan hak-hak kreditur terhadap agunan yang sudah diikat dengan Hak Tanggungan dalam hal perusahaan/pengusaha dinyatakan pailit.

Penelitian ini adalah penelitian hukum normatif yaitu penelitian atas aturan perundang-undangan baik ditinjau dari sudut hirarki perundang-undangan (vertikal), maupun hubungan harmoni diantara perundang-undangan (horizontal).26 Soerjono Soekanto dan Sri Mamuji memberikan pengertian tentang penelitian hukum normatif yakni penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan kepustakaan (data sekunder) yang mencakup penelitian terhadap azas-azas hukum, sistematika hukum, taraf sinkronisasi vertikal dan horizontal, perbandingan hukum dan sejarah hukum.27

2. Metode Pengumpulan Data

Untuk memperoleh data dalam penelitian ini, dilakukan dengan studi pustaka terhadap bahan hukum-bahan hukum, baik bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier :

a. Bahan hukum primer, yaitu bahan hukum yang mempunyai kekuatan mengikat, berupa peraturan perundang-undangan dan putusan hakim, antara lain :

1) Undang-Undang Dasar 1945 ;

26Fokky Fuad,Pemikiran Ulang Atas Metodologi Penelitian Hukum,

http://uai.ac.id/2011/04/13/pemikiran-ulang-atas-metodologi-penelitian-hukum diakses tgl.14 Januari 2012.

27Soerjono Soekamto dan Sri Mamuji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tunjauan


(36)

2) Undang-undang nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan;

3) Undang-undang nomor 2 tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial ;

4) Undang-undang nomor 37 tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang;

5) Undang-undang nomor 4 tahun 1996 tentang Hak Tanggungan atas Tanah Beserta Benda-Benda yang Berkaitan Dengan Tanah;

6) Undang-undang nomor 42 tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia;

7) Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia nomor 18/PUU-VI/2008 tanggal 23 Oktober 2008;

b. Bahan hukum sekunder adalah bahan hukum yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, seperti hasil-hasil penelitian dan jurnal ilmiah dari kalangan hukum yang terkait dengan masalah penelitian.

c. Bahan hukum tersier adalah bahan hukum pelengkap dari bahan hukum primer dan sekunder, seperti kamus hukum, ensiklopedi, majalah dan sebagainya.

3. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan bahan hukum dalam penelitian ini dilakukan dengan cara penelitian kepustakaan (library research), yaitu meneliti sumber bacaan yang berhubungan dengan permasalahan dalam tesis ini yang dilakukan terhadap bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier yang disebutkan diatas.


(37)

Untuk mendukung data yang diperoleh dari penelitian kepustakaan ini dilakukan wawancara dengan Kurator, Balai Harta Peninggalan, Departemen Tenaga Kerja dan Bank.

4. Analisis data

Seluruh data dan bahan hukum yang diperoleh, dianalisa secara kualitatif dengan mempelajari seluruh data dan bahan hukum dengan memberikan telaah yang berarti menentang, mengkritik, mendukung, menambah atau memberi komentar dan kemudian membuat suatu kesimpulan terhadap hasil penelitian dengan pikiran sendiri dan dibantu dengan teori yang dikuasai.28 Setelah itu keseluruhan data tersebut akan

disistematisasikan sehingga menghasilkan klasifikasi yang selaras dengan permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini dengan tujuan untuk memperoleh jawaban yang baik pula.29

Berdasarkan hasil analisis tersebut kemudian ditarik suatu kesimpulan yang merupakan jawaban atas permasalahan yang diteliti.

28

Mukti Ali et al, Dualisme Penelitian Hukum Normatif dan Empiris, PT Pustaka Fajar, Yogyakarta, 2010, hal. 183.

29Bambang Sunggono,Metode Penelitian Hukum, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2002, hal. 106.


(38)

BAB II

KEDUDUKAN PEKERJA DALAM KEPAILITAN

A. Pengertian Kepailitan

Secara etimologi kepailitan adalah segala sesuatu yang menyangkut peristiwa pailit.Dalam Black’s Law Dictionary, pailit ataubankruptadalah :

“The state or condition of a person (individual, partnership, corporation, municipality) who is unable to pay its debt as they are, or become due.The term includes a person against whom an involuntary petition has beenfilled, or who has filled a voluntary petition, or who has been adjudged abankrupt”30

Berdasarkan pengertian bankrupt yang terdapat dalam Black’s Law Dictionary diketahui bahwa pengertian pailit berkaitan dengan ketidakmampuan untuk membayar dari seorang debitor atas hutang – hutangnya yang sudah jatuh tempo yang diwujudkan dalam bentuk tidak dibayarnya hutang meskipun telah ditagih dan ketidakmampuan tersebut harus disertai dengan proses pengajuan ke pengadilan, baik atas permintaan debitor itu sendiri maupun atas permintaan seorang atau lebih krediturnya.31

Menurut Undang-undang nomor 37 UUK dan PKPU, Pasal 1 angka 1 bahwa:

30Henry Campbell Black,Black’s Law Dictionary, West Publishing Co, St. Paul – Monessota, USA, 1990.


(39)

Kepailitan adalah sita umum atas semua kekayaan Debitor Pailit yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh Kurator di bawah pengawasan Hakim Pengawas sebagaimana diatur dalam Undang-Undang.

Dalam Pasal 1 angka 1 UUK dan PKPU tersebut ditegaskan bahwa kepailitan adalah sita umum, karenanya Undang- undang Kepailitan menyaratkan bahwa untuk mengajukan permohonan pailit harus memiliki dua atau lebih kreditur. Jadi apabila hanya ada satu kreditur maka tidak dapat dinyatakan pailit dan apabila mau dilakukan penyitaan terhadap harta debitormaka yang berlaku adalah sita individual.

Ketentuan Pasal 1 angka 1 UUK dan PKPU tersebut sejalan dengan Pasal1131 dan 1132 Kitab Undang – undang Hukum Perdata. Pasal 1131 menyebutkan bahwa : Segala kebendaan siberhutang, baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak, baik yang sudah ada maupun yang akan ada di kemudian hari, menjadi tanggungan untuk segala perikatan perseorangan.

Pasal 1132 menyebutkan bahwa :

Kebendaan tersebut menjadi jaminan bersama-sama bagi semuaorang yang mengutangkan padanya, pendapatan penjualan benda - bendaitu dibagi-bagi menurut keseimbangan, yaitu menurut besarkecilnya piutang masing-masing, kecuali apabila diantara para kredituritu ada alasan-alasan sah untuk didahulukan.

Berdasarkan penjelasan tersebut diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa kepailitan mempunyai unsur – unsur sebagai berikut :

1. Adanya sita atas semua kekayaan debitor;


(40)

3. Pengurusan dan pemberesan harta kekayaan yang disita tersebut dilakukan oleh Kurator di bawah pengawasan Hakim Pengawas ;

B. Syarat- syarat Debitor Dapat Dinyatakan Pailit

Untuk dapat dinyatakan pailit, sesuai Pasal 2 ayat (1) UUK dan PKPU debitor harus memenuhi syarat – syarat sebagai berikut :

1. Mempunyai dua atau lebih kreditur ;

2. Tidak membayar lunas sedikitnya satu hutang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih;

Syarat – syarat agar debitor dapat dinyatakan pailit tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut :

1. Mempunyai dua atau lebih kreditur

Persyaratan dua atau lebih Kreditur initerkait dengan filosofi hukum kepailitan itu sendiri yaitu meletakkan sita umum atas seluruh kekayaan debitor dan mengatur bagaimana cara membagi hasil penjualan harta kekayaan debitor tersebut untuk membayar kewajiban debitor kepada semua krediturnya.

Pengertian kreditur dan debitor diatur dalam UUK dan PKPU, sebagai berikut:

Pasal 1 angka 2 menyebutkan bahwa :

Kreditur adalah orang yang mempunyai piutang karena perjanjian atau Undang-Undang yang dapatditagih di muka pengadilan.


(41)

Yang dimaksud dengan "Kreditur" dalam ayat ini adalah baik kreditur konkuren, kreditur separatismaupun kreditur preferen.Khusus mengenai kreditur separatis dan kreditur preferen, mereka dapatmengajukan permohonan pernyataan pailit tanpa kehilangan hak agunan atas kebendaan yang merekamiliki terhadap harta Debitor dan haknya untuk didahulukan.Bilamana terdapat sindikasi kreditur maka masing-masing Kreditur adalah Kreditur sebagaimanadimaksud dalam Pasal 1 angka 2.

Berdasarkan ketentuan tersebut dalam sindikasi kreditur, setiap kreditur dapat mengajukan permohonan pailit.Pasal 1 angka 3 menyebutkan bahwa :

Debitor adalah orang yang mempunyai utang karena perjanjian atau Undang-undang yang pelunasannyadapat ditagih di muka pengadilan.

2. Pengertian tidak membayar lunas sedikitnya satu hutang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih.

Menurut Prajoto, Pengertian “tidak membayar” harus diartikan :32

a. Menolak untuk membayar ; b. Cidera janji (wan prestasi) ;

c. Keadaan tidak membayar tidak sama dengan keadaan bahwa kekayaan debitor tidak cukup untuk melunasi seluruh hutangnya ;

d. Tidak diharuskan bahwa debitor tidak memiliki kemampuan untuk membayar (onvermogen)dan memikul seluruh hutangnya ;

e. Istilah “tidak membayar” harus diartikan sebagai naar de letter, yaitu debitor pada saat diajukan permohonan pernyataan pailit telah sama sekali berhenti membayar hutangnya.

32Prajoto, RUU Kepailitan Ditinjau dari Aspek Perbankan dalam Sunarmi, Hukum Kepailitan, Edisi 2, PT Sodmedia, Jakarta, 2010, hal. 32


(42)

Sejalan dengan pendapat Prajoto tersebut, Ricardo Simanjuntak menyatakan bahwa yang dijadikan pertimbangan oleh Hakim pada Pengadilan Niaga untuk menyatakan seorang debitor pailit, tidak saja oleh karena ketidakmampuan debitoruntuk membayar hutang-hutangnya tetapi juga termasuk ketidakmauan debitor tersebut untuk melunasi hutang-hutangnya seperti yang sudah diperjanjikan.33

Jadi berdasarkan pasal 2 ayat (1) UUK dan PKPU, debitor yang tidak membayar lunas sedikitnya salah satu hutangnya yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih, dapat dinyatakan pailit tanpa memperhatikan apakah debitor tersebut tidak mampu membayar hutang atau tidak mau membayar hutang. Meskipun dalam penjelasan pasal 57 ayat (1) UUK dan PKPU disebutkan bahwa yang disebut dengan insolvensi adalah keadaan tidak mampu membayar, tetapi tidak ada penjelasan lebih lanjut mengenai pengertian “tidak mampu membayar” dimaksud. Dengan tidak disyaratkan bahwa untuk dapat dinyatakan pailit harus dalam keadaan tidak mampu membayar (insolvent)maka tidak diwajibkan untuk melakukan insolvency testterhadap debitor yang akan dinyatakan pailit. Dalam hal ini terlihat bahwa UUK dan PKPU hanya melindungi kepentingan kreditur yang mengakibatkan kreditur dapat dengan mudah mengajukan permohonan pailit hanya dengan didasarkan pada hutang yang telah jatuh tempo dan dapat

33Ricardo Simanjuntak,Rancangan Perubahan Undang-undang Kepailitan Dalam Prespektif

Pengacara (Komentar Terhadap Perubahan Undang-undang Kepailitan) dalam Sunarmi, Hukum Kepailitan, Edisi 2, PT Sodmedia, Jakarta, 2010, hal. 33


(43)

ditagih sehingga banyak perusahaan di Indonesia yang dinyatakan pailit secara hukum.34

Tidak adanya insolvency test dalam Hukum Kepailitan di Indonesia merupakan kelemahan sehingga debitor yang masih memiliki kekayaan yang cukup untuk membayar hutang-hutangnya dapat dinyatakan pailit oleh Pengadilan karena tidak membayar hutang. 35Dalam praktek bisnis, keadaan

berhenti membayar utang atau insolven merupakan hal yang biasa terjadi. Untuk menilai keadaan finansial atau tingkat solvabilitas seorang debitor atau suatu badan hukum (legal entity) ada beberapa pendekatan ilmu ekonomi yang lazim digunakan, yaitu :36

a. Insolven berdasarkanCash Flow Test

Cash flow testmerupakan pendekatan klasik yang digunakan oleh peradilan di negara Civil Law untuk menentukan keadaan insolven.37Pendekatan cash

flow test menilai keadaan insolven dari ada atau tidaknya ketersediaan dana segar atau cash money yang dimiliki debitor untuk membayar hutang yang sudah jatuh tempo. Debitor yang berhenti membayar hutang dikarenakan

34Sunarmi, Prinsip Keseimbangan Dalam Hukum Kepailitan di Indonesia, Edisi 2, PT Sofmedia, Jakarta, 2010, hal. 316 dan 326

35

Sunarmi,loc. cit, hal.33

36Elyta Ras Ginting, Hakekat Kepailitan dan Keadaan Insolven Menurut UU No.37 Tahun

2004 tentang Kepailitan dan PKPU, dalam Alumni FH USU, Menuju Paradigma Baru dalam Perkembangan Hukum di Indonesia (Bunga Rampai Karya Tulis Alumni FH USU),Alumni FH USU, 2012, hal. 133 - 137

37J. Honsberger,The Failure to Pay One’s Debts Generally As They Become Due, American Bankruptcy Law Journal, Vol. 54, 1980, hal. 153 – 154, dalam Elyta Ras Ginting,Hakekat Kepailitan dan Keadaan Insolven Menurut UU No.37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU, dalam Alumni FH USU,Menuju Paradigma Baru dalam Perkembangan Hukum di Indonesia (Bunga Rampai Karya Tulis Alumni FH USU),Alumni FH USU, 2012, hal. 135


(44)

ketiadaan uang tunai(cash) dinilai telah insolven.Cash flow test tidak mempertimbangkan keadaan lainnya, seperti aset non liquid yang dimiliki oleh debitor, seperti tanah, bangunan atau sumber dana dalam bentuk lain yang tidak dapat langsung diuangkan seperti good willperusahaan danroyalty dari hak kekayaan intelektual yang dimiliki oleh debitor. Berdasarkan hal tersebut keadaan insolven dikarenakan ketiadaan uang tunai yang tersedia untuk membayar hutang kerap disebut sebagai keadaan insolven secara temporer. Pada saat ini cash flow testuntuk menilai solvabilitas debitor sudah ditinggalkan karena dinilai tidak akurat menggambarkan keadaan finansial debitor untuk memenuhi kewajibannya membayar hutang.

b. Insolven berdasarkanbalance sheet test

Pendekatan balance sheet test atau disebut juga liquidation value berfokus pada perbandingan antara aset yang dimiliki debitor dengan besarnya kewajiban yang harus dipenuhi oleh debitor, karenanya debitor yang tidak membayar hutang dianggap insolven jika seluruh kewajiban untuk membayar (termasuk membayar biaya likuidasi) lebih besar jumlahnya dibanding dengan seluruh asetnya. Dalam keadaan demikian debitor diperkirakan tidak akan dapat memenuhi kewajibannya untuk membayar seluruh hutangnya yang sudah maupun yang belum jatuh tempo.

c. Insolven berdasarkangoing concern value

Standar Profesional Akuntan Publik (SPAK) tahun 2001 merumuskan opini going concern merupakan opini yang dikeluarkan oleh auditor untuk


(45)

memastikan bahwa perusahaan dapat mempertahankan kelangsungan hidupnya. Dengan demikian oponigoing concerndapat dijadikan acuan untuk mengukur tingkat solvabilitas suatu perusahaan karena opini going concern yang diberikan oleh akuntan publik mengindikasikan perusahaan masih dapat meneruskan kelangsungan usahanya di masa yang akan datang, paling tidak untuk setahun ke depan.

Menurut Revol dan Tamba, salah satu indikator yang umum digunakan oleh seorang auditor memberikan penilaian bahwa suatu perusahaan tidak lagi going concern adalah keadaan debt default yaitu debitor gagal memenuhi kewajibannya untuk membayar hutang pokok beserta bunganya yang sudah jatuh tempo

Ketentuan mengenai insolven yang menjadi dasar dari pernyataan pailit oleh Undang-undang Kepailitan, adalah sebagai berikut :

a. Menurut Faillissements Verordening(Undang-undang tentang Kepailitan) yang berlaku di Indonesia berdasarkan Staatsblad 1905:217 juncto Staatblad No. 1906:348 yang mulai berlaku tanggal 1 November 1906, Pasal 1 adalah sebagai berikut :

Setiap pihak yang berhutang (debitor) yang berada dalam keadaan berhenti membayar hutang-hutangnya, dengan putusan hakim, baik atas permintaan sendiri maupun atas permintaan seorang atau lebih pihak berpiutang (krediturnya), dinyatakan dalam keadaan pailit.


(46)

Jadi debitor yang dapat diputus pailit adalah debitor yang berada dalam keadaan berhenti membayar hutang-hutangnya namun Undang-undang tidak memberi penjelasan lebih lanjut tentang keadaan berhenti membayar hutang-hutang dimaksud. Karena itu, dengan sendirinya ukuran atau kriteria debitor yang berhenti membayar hutang dimaksud diserahkan kepada doktrin dan hakim.38

b. Menurut Undang-undang nomor 4 Tahun 1998 tentang Kepailitan, Pasal 1 angka (1):

Debitor yang mempunyai dua atau lebih kreditur dan tidak membayar sedikitnya satu hutang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih, dinyatakan pailit dengan putusan pengadilan yang berwenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, baik atas permohonan sendiri maupun atas permintaan seorang atau lebih krediturnya.

Perubahan redaksi dari berhenti membayar menjadi tidak membayar terjadi karena pada masa krisis moneter di Indonesia yang mulai terjadi pada tahun 1997. Pada masa krisis moneter tersebut sesungguhnyadebitor di Indonesia berada dalam keadaan tidak mampu membayar hutang karena pada saat itu mereka kekurangan dana segar, tetapi asetdebitormasih lebih besar dibanding hutang. Apabila aset tersebut dijual maka hutang debitorakan lunas, namun permasalahannya pada waktu itu tidak ada orang yang mau

38

Rachmadi Usman,Dimensi Hukum Kepailitan di Indonesia, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2004, hal. 15


(47)

membeli aset tersebut karena perekonomian Indonesia mengalami krisis sehingga terjadi kesulitan keuangan.39

Adanya perubahan konsep “berhenti membayar hutang” yang disebutkan dalam Pasal 1 Faillissements Verordeningmenjadi “tidak membayar hutang” sebagaimana disebutkan dalam Pasal 1 angka 4 Undang-undang nomor 4 Tahun 1998disebabkan nilai asetdebitor yang masih tinggi dibanding hutangnya sehingga debitor tidak bisa dinyatakan pailit. Akhirnya konsep “berhenti membayar ” diubah menjadi “tidak membayar ”40

c. Menurut Undang-undang nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, Pasal 2 ayat (1) :

Debitor yang mempunyai dua atau lebih Kreditor dan tidak membayar lunas sedikitnya satu utang yangtelah jatuh waktu dan dapat ditagih, dinyatakan pailit dengan putusan Pengadilan, baik ataspermohonannya sendiri maupun atas permohonan satu atau lebih kreditornya.

Pasal 2 ayat (1) Undang-undang nomor 37 Tahun 2004 merupakan penyempurnaan dari Undang-undang nomor 4 Tahun 1998 yaitu dengan penambahan kata “lunas” sehingga konsep hutang yang menjadi dasar untuk pernyataan pailit menjadi “tidak membayar lunas”. Adanya penambahan kata “lunas” ini dimaksudkan untuk mengatasi kelemahan yang muncul dalam

39Sunarmi,loc. cit, hal. 28 40Sunarmi,loc. cit, hal. 28


(48)

praktek yaitu debitor yang membayar hutangnya tetapi tidak lunas maka debitor tersebut tidak dapat dipailitkan.41

Yang dimaksud dengan hutang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih terdapat dalam penjelasan Pasal 2 ayat (1) UUK dan PKPU, yaitu :

kewajiban untukmembayar utang yang telah jatuh waktu, baik karena telah diperjanjikan, karena percepatan waktupenagihannya sebagaimana diperjanjikan, karena pengenaan sanksi atau denda oleh instansi yangberwenang, maupun karena putusan pengadilan, arbiter, atau majelis arbitrase.

Sedangkan yang dimaksud dengan hutang, dijelaskan dalam Pasal 1 angka 6 UUK dan PKPU, yaitu :

kewajiban yang dinyatakan atau dapat dinyatakan dalam jumlah uang baik dalam matauang Indonesia maupun mata uang asing, baik secara langsung maupun yang akan timbul di kemudianhari atau kontinjen, yang timbul karena perjanjian atau undang-undang dan yang wajib dipenuhi olehdebitor dan bila tidak dipenuhi memberi hak kepada kreditur untuk mendapat pemenuhannya dari hartakekayaan debitor.

Memperhatikan pengertian hutang yang disebutkan dalam Pasal 1 angka 6 UUK dan PKPU tersebut dapat disimpulkan bahwa hutang yang dimaksud dalam UUK dan PKPU adalah hutang dalam arti luas sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 1233 dan 1234 Kitab Undang – undang Hukum Perdata.

Pasal 1233Kitab Undang – undang Hukum Perdata menyebutkan :

Tiap – tiap perikatan dilahirkan baik karena persetujuan, baik karena Undang – undang ;

41


(49)

Pasal 1234 Kitab Undang – undang Hukum Perdata menyebutkan :

Tiap – tiap perikatan adalah untuk memberikan sesuatu, untuk berbuat sesuatu atau untuk tidak berbuat sesuatu

Pengertian hutang disini juga terkait dengan prinsip debt pooling dimana kepailitan adalah sarana untuk melakukan distribusi asetdebitor terhadap para krediturnya dan kreditur dalam hal ini tidak berkaitan khusus dengan perjanjian hutang piutang saja melainkan dalam konteks perikatan.42

Selain itu Pasal 8 ayat (4) UUK dan PKPU menyebutkan bahwa :

Permohonan pernyataan pailit harus dikabulkan apabila terdapat fakta atau keadaan yang terbukti secarasederhana bahwa persyaratan untuk dinyatakan pailit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) telahdipenuhi.

Dalam penjelasan Pasal 8 ayat (4) UUK dan PKPU disebutkan bahwa :

Fakta atau keadaan yang terbukti secara sederhana" adalah adanya fakta dua atau lebih Kreditor dan fakta utang yang telah jatuh waktu dan tidak dibayar. Sedangkan perbedaan besarnya jumlah utang yang didalihkan oleh pemohon pailit dan termohon pailit tidak menghalangidijatuhkannya putusan pernyataan pailit.

Pasal 178 ayat (1) UUK dan PKPU menyebutkan :

Jika dalam rapat pencocokan piutang tidak ditawarkan rencana perdamaian, rencana perdamaian yang ditawarkan tidak diterima, atau pengesahan perdamaian ditolak berdasarkan putusan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, demi hukum harta pailit berada dalam keadaan insolvensi.

42M. Hadi Subhan,Hukum Kepailitan : Prinsip, Norma dan Praktek di Peradilan, Kencana, Jakarta, 2008, hal. 90


(50)

C. Pihak-Pihak Yang Dapat Mengajukan Pailit Dan Dapat Dinyatakan Pailit Serta Akibat Pernyataan Pailit

1. Pihak-Pihak Yang Dapat Mengajukan Pailit

Pihak-pihak yang dapat mengajukan permohonan pailit disebutkan dalam Pasal 2 UUK dan PKPU yaitu :

a. Debitor sendiri

Berdasarkan Pasal 2 ayat (1) UUK dan PKPU, debitor yang mempunyai hutang kepada dua orang kreditur atau lebih dan tidak membayar lunas sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih atas permintaan sendiri dapat mengajukan permohonankepada Pengadilan Niaga untuk dinyatakan pailit.43

Terhadap debitor yang terikat dalam pernikahan yang sah, permohonan pailit hanya dapat diajukan atas persetujuan suami/isterinya kecuali perkawinan dimaksud tidak ada persatuan harta sebagaimana disebutkan dalam Pasal 4 ayat (2) UUK dan PKPU;

b. Seorang atau beberapa orang kreditur

Hal ini masih terkait dengan Pasal 2 ayat (1) UUK dan PKPU dan kreditur yang dimaksud disini adalah kreditur sebagaimana yang disebutkan dalam Pasal 1 angka 2 yaitu orang yang mempunyai piutang karena perjanjian atau Undang – undang yang dapat ditagih di muka pengadilan. Pengertian kreditur ini lebih

43 Rahayu Hartini, Hukum Kepailitan, Edisi Revisi, Unit Penerbitan Universitas Muhammadiyah Malang, Malang, 2008, hal. 38


(51)

dipertegas lagi dalam penjelasan Pasal 2 ayat (1) UUK dan PKPU bahwa kreditur yang dimaksud adalah baik kreditur konkuren, kreditur separatis maupun kreditur preferen, mereka dapat mengajukan permohonan pernyataan pailit tanpa kehilangan hak agunan atas kebendaan yang mereka miliki terhadap harta debitor dan haknya untuk didahulukan. Bila mana terdapat sindikasi kreditur maka masing – masing kreditur adalah kreditur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 2 ;

c. Kejaksaan untuk kepentingan umum

Menurut penjelasan Pasal 2 ayat (2) UUK dan PKPU, Kejaksaan dapat mengajukan permohonan pailit dengan alasan kepentingan umum dalam hal persyaratan debitor untuk dapat dinyatakan pailit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) UUK dan PKPU sudah terpenuhi dan tidak ada pihak yang mengajukan permohonan pailit. Yang dimaksud dengan kepentingan umum adalah kepentingan bangsa dan Negara dan/atau kepentingan masyarakat luas, misalnya :

1) Debitor melarikan diri ;

2) Debitor menggelapkan bagian dari harta kekayaan ;

3) Debitor mempunyai hutang kepada Badan Usaha Milik Negara atau badan usaha lain yang menghimpun dana dari masyarakat ;

4) Debitor mempunyai hutang yang berasal dari penghimpunan dana dari masyarakat luas ;


(52)

5) Debitor tidak beritikad baik atau tidak kooperatif dalam menyelesaikan masalah hutang piutang yang telah jatuh waktu ; atau

6) Dalam hal lainnya menurut kejaksaan merupakan kepentingan umum . d. Bank Indonesia dalam hal debitor adalah bank

Penjelasan Pasal 2 ayat (3) UUK dan PKPU menyebutkan bahwa pengajuan permohonan pernyataan pailit bagi bank sepenuhnya merupakan kewenangan Bank Indonesia semata – mata didasarkan atas penilaian atas kondisi keuangan dan kondisi perbankan secara keseluruhan, oleh karena itu tidak perlu dipertanggungjawabkan kewenangan Bank Indonesia terkait dengan pencabutan izin usaha bank, pembubaran badan hukum, dan likuidasi bank sesuai peraturan perundang-undangan.

Pengajuan permohonan pernyataan pailit bank perlu dibatasi dan hanya dapat dilakukan melalui Bank Indonesia dengan pertimbangan agar bank tidak senantiasa dibayang-bayangi pengajuan permohonan pernyataan pailit. Bila kondisi ini terjadi jelas akan mengganggu kinerja perbankan nasional, yang selanjutnya akan mengganggu perekonomian nasional karena bank merupakan agent of modernization.44

e. Badan Pengawas Pasar Modal

Dalam hal debitor adalah Perusahaan Efek, Bursa Efek, Lembaga Kliring dan Penjaminan, Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian, permohonan pernyataan pailit hanya dapat diajukan oleh Badan Pengawas Pasar Modal. Hal


(53)

ini disebabkan lembaga tersebut melakukan kegiatan yang berhubungan dengan dana masyarakat yang diinvestasikan dalam efek dibawah pengawasan Badan Pengawas Pasar Modal.

f. Menteri Keuangan

Kewenangan mengajukan permohonan pernyataan pailit dalam hal debitor merupakan Perusahaan Asuransi, Perusahaan Reasuransi, Dana Pensiun atau Badan Usaha Milik Negara yang bergerak di bidang kepentingan publik ada pada Menteri Keuangan. Adanya pembatasan kewenangan pengajuan permohonan pernyataan pailit oleh Menteri Keuangan ini menurut Penjelasan Pasal 2 ayat (5) UUK dan PKPU adalah dengan pertimbangan sebagai berikut :

1) Terhadap Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi sebagai lembaga pengelola risiko dan sekali gus sebagai lembaga pengelola dana masyarakat yang memiliki kedudukan strategis dalam pembangunan dan kehidupan perekonomian ;

2) Terhadap Dana Pensiun adalah untuk membangun tingkat kepercayaan masyarakat terhadap Dana Pensiun dimaksud, mengingat Dana Pensiun mengelola dana masyarakat dalam jumlah besar dan dana tersebut merupakan hak dari peserta yang banyak jumlahnya ;

3) Terhadap Badan Usaha Milik Negara yang bergerak di bidang kepentingan publik mengingat seluruh modalnya dimiliki oleh Negara dan tidak terbagi atas saham


(54)

Debitor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 3 UUK dan PKPU yang mempunyai hutang kepada dua orang kreditur atau lebih dan tidak membayar lunas sedikitnya satu hutang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih, dapat dijatuhi putusan pailit. Berdasarkan ketentuan tersebut maka pihak yang dapat dinyatakan pailit adalah :45

a. Orang perorangan, baik laki-laki maupun perempuan yang telah menikah maupun belum menikah. Jika permohonan pernyataan pailit tersebut diajukan oleh debitorperorangan yang telah menikah maka permohonan tersebut hanya dapat diajukan atas persetujuan suami/isterinya, kecuali antara suami/isteri tersebut tidak ada percampuran harta;

b. Perserikatan-perserikatan dan perkumpulan-perkumpulan tidak berbadan hukum lainnya. Permohonan pernyataan pailit terhadap sauatu firma harus memuat nama dan tempat kediaman masing-masing persero yang secara tangung renteng terikat untuk seluruh hutang firma;

c. Perseroan-perseroan, perkumpulan-perkumpulan, koperasi maupun yayasan yang berbadan hukum. Dalam hal ini berlakulah ketentuan mengenai kewenangan masing-masing badan hukum sebagaimana diatur dalamanggaran Dasarnya; d. Harta Peninggalan

Mengenai harta peninggalan diatur dalam Pasal 207 UUK dan PKPU, yaitu : Harta kekayaan orang yang meninggal harus dinyatakan dalam keadaan pailit, apabila dua atau lebih Kreditormengajukan permohonan untuk itu dan secara singkat dapat membuktikan bahwa:

1) Hutang orang yang meninggal, semasa hidupnya tidak dibayar lunas; atau 2) Pada saat meninggalnya orang tersebut, harta peninggalannya tidak cukup

untuk membayar utangnya.

3. Akibat Hukum Pernyataan Pailit

45 Ahmad Yani dan Gunawan Wijaya, Seri Hukum Bisnis : Kepailitan, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1999, hal. 16


(55)

Setelah putusan pernyataan pailit diucapkan oleh Hakim Pengadilan Niaga, maka timbullah akibat hukum terhadap debitor pailit, sebagai berikut :

a. Akibat hukum pernyataan pailit terhadap debitor dan hartanya

Menurut Pasal 24 UUK dan PKPU, putusan pailit berlaku sejak tanggal putusan pernyataan pailit diucapkan yang dihitung sejak pukul 00.00 waktu setempat dengan ketentuan :

1) Dalam hal sebelum putusan pernyataan pailit diucapkan telah dilaksanakan transfer dana melalui bank atau lembaga selain bank pada tanggal putusan pernyataan pailit diucapkan, maka transfer tersebut wajib diteruskan;

2) Dalam hal sebelum putusan pernyataan pailit diucapkan telah dilaksanakan transaksi efek di Bursa Efek, maka transaksi tersebut wajib diselesaikan; 3) Dalam hal debitor adalah Perseroan Terbatas, organ perseroan tersebut tetap

berfungsi dengan ketentuan jika dalam pelaksanaan fungsi tersebut menyebabkan berkurangnya harta pailit, maka pengeluaran uang yang merupakan bagian harta pailit adalah wewenang kurator ;

Sejak tanggal putusan pernyataan pailit diucapkan, debitor demi hukum kehilangan haknya untuk menguasai dan mengurus kekayaannya yang termasuk dalam harta pailit.46Yang berwenang melakukan pengurusan dan/atau pemberesan harta pailit sejak tanggal putusan pailit diucapkan adalah kurator, meskipun terhadap putusan tersebut diajukan kasasi atau peninjauan kembali.47

Dalam hal ini perlu diperhatikan bahwa debitor hanya kehilangan hak atau tidak berwenang untuk melakukan perbuatan hukum yang berkaitan baik

46

Pasal 24 ayat (1) UUK dan PKPU 47Pasal 16 ayat (1) UUK dan PKPU


(56)

langsung maupun tidak langsung dengan harta pailit, tetapi terhadap perbuatan hukum lainnya, seperti melakukan pernikahandebitor tetap berwenang.48

Semua perikatan debitoryang terbit sesudah putusan pernyataan pailit diucapkan tidak lagi dapat dibayar dari harta pailit, kecuali perikatan tersebut menguntungkan harta pailit.49

Dengan diucapkannya putusan pernyataan pailit, mengakibatkan :

1) Segala penetapan pelaksanaan Pengadilan terhadap setiapbagian dari kekayaan Debitor yang telah dimulai sebelum kepailitan, harus dihentikan seketika dan sejakitu tidak ada suatu putusan yang dapat dilaksanakan termasuk atau juga dengan menyandera Debitor;50

2) Semua penyitaan yang telah dilakukan menjadi hapus dan jika diperlukan Hakim Pengawas harusmemerintahkan pencoretannya;51

3) Debitor yangsedang dalam penahanan harus dilepaskan seketika setelah putusan pernyataan pailit diucapkan kecuali penahanan yang dilakukan berdasarkan usul Hakim Pengawas, permintaan kurator atau atas permintaan seorang kreditur atau lebih dan setelah mendengar Hakim Pengawas;52

4) Selama kepailitan debitor tidak dikenakan uang paksa;53

48Jono, loc cit, hal 108

49

Pasal 25 UUK dan PKPU 50

Pasal 31 ayat (1) UUK dan PKPU 51

Pasal 31 ayat (2) UUK dan PKPU

52Pasal 31 ayat (3) jo Pasal 93 ayat (1) UUK dan PKPU 53Pasal 32 UUK dan PKPU


(57)

5) Dalam hal sebelum putusan pernyataan pailit diucapkan, penjualan benda milik Debitor baik bergerak maupun tidak bergerak dalam rangka eksekusi sudah sedemikian jauhnya hingga hari penjualan benda itu sudah ditetapkan maka dengan izin Hakim Pengawas, Kurator dapat meneruskan penjualan itu atas tanggungan harta pailit.54

6) Kecuali ditentukan lain dalam Undang-Undang ini, perjanjian yang bermaksud memindahtangankan hak atas tanah, balik nama kapal, pembebanan hak tanggungan, hipotek, atau jaminan fidusia yang telah diperjanjikan terlebih dahulu, tidak dapat dilaksanakan setelah putusan pernyataan pailit diucapkan.55

b. Akibat hukum pernyataan pailit terhadap gugatan – gugatan56

Tuntutan mengenai hak atau kewajiban yang menyangkut harta pailit harus diajukan oleh atau terhadap kurator.Dalam hal tuntutan tersebut diajukan atau diteruskan oleh atau terhadap debitor pailit maka apabila tuntutan tersebut mengakibatkan suatu penghukuman terhadap debitor pailit, penghukuman tersebut tidak mempunyai akibat hukum terhadap debitor pailit.57Selama

berlangsungnya kepailitan, tuntutan untuk memperoleh pemenuhan perikatan dari

54Pasal 33 UUK dan PKPU 55Pasal 34 UUK dan PKPU

56

Sunarmi, loc cit, hal 97 57Pasal 26 UUK dan PKPU


(58)

harta pailit yang ditujukan terhadap debitor pailit, hanya dapat diajukan dengan mendaftarkannya untuk dicocokkan.58

Suatu tuntutan hukum di Pengadilan yang diajukan terhadap debitor sejauh bertujuan untuk memperoleh pemenuhan kewajiban dari harta pailit dan perkaranya sedang berjalan, gugur demi hukum dengan diucapkan putusan pernyataan pailit terhadap debitor.59

Selama kepailitan berlangsung, terhadap tuntutan hukum atau gugatan yang sedang berjalan dalam hal kapasitas debitor, baik sebagai penggugat maupun tergugat, dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut :

1) Perkara harus ditangguhkan untuk memberikan kesempatan kepada tergugat memanggil kurator untuk mengambil alih perkara dalam jangka waktu yang ditentukan oleh hakim. Dalam hal kurator tidak mengindahkan panggilan tersebut atau kurator tidak mengambil alih perkara, maka tergugat berhak memohon supaya perkara digugurkan dan jika hal ini tidak dimohonkan maka perkara dapat diteruskan antara debitor dengan tergugat di luar tanggungan harta pailit ;60

2) Tanpa mendapat panggilan, setiap waktu kurator berwenang mengambil alih perkara dan mohon agar debitor dikeluarkan dari perkara.61

58Pasal 27 UUK dan PKPU

59

Pasal 29 UUK dan PKPU

60Pasal 28 ayat (1), (2) dan (3) UUK dan PKPU

61


(59)

Dalam hal suatu perkara dilanjutkan oleh Kurator terhadap pihak lawan maka Kurator dapat mengajukanpembatalan atas segala perbuatan yang dilakukan oleh Debitor sebelum yang bersangkutan dinyatakan pailit,apabila dapat dibuktikan bahwa perbuatan Debitor tersebut dilakukan dengan maksud untuk merugikanKreditor dan hal ini diketahui oleh pihak lawannya.62

c. Akibat hukum pernyataan pailit terhadap perikatan – perikatan 1) Perjanjian timbal balik

a) Dalam hal pada saat putusan pernyalaan pailit diucapkan, terdapat perjanjian timbal balik yang belumatau baru sebagian dipenuhi, pihak yang mengadakan perjanjian dengan debitor dapat meminta kepada kurator untuk memberikan kepastian tentang kelanjutan pelaksanaan perjanjian tersebut dalam jangkawaktu yang disepakati oleh kurator dan pihak tersebut. Apabila kesepakatan mengenai jangka waktu tidak tercapai,Hakim Pengawas menetapkan jangka waktu tersebut;

b) Apabila dalam jangka waktu tersebut kurator tidak memberikan jawaban atau tidak bersedia melanjutkan pelaksanaan perjanjian tersebut maka perjanjian berakhir dan pihak tersebut dapat menuntut ganti rugi dan akan diperlakukan sebagai kreditor konkuren;

c) Apabila kurator menyatakan kesanggupannya maka kurator wajib memberi jaminan atas kesanggupan untuk melaksanakan perjanjian tersebut;


(1)

Hanitjio, Ronny, Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri,Ghalia Indonesia, Jakarta, 1990.

Harahap, M. Yahya,Ruang Lingkup Permasalahan Eksekusi Bidang Perdata, Sinar Grafika, Jakarta, 2005.

Hartini, Rahayu, Hukum Kepailitan, Edisi Revisi, UPT Penerbitan Universitas Muhammadiyah Malang, Malang, 2008.

Hartono, Darminto, Economic Analisys of Law Atas Putusan PKPU Tetap, Lembaga Studi Hukum dan Ekonomi Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Jakarta, 2009.

Hartono, Siti Soemarti, Pengantar Hukum Kepailitan dan Penundaan Pembayaran, Fakultas Hukum UGM, Yogyakarta, 1993.

Hoff, Jerry,Indonesia Bankruptcy Law, PT Tata Nusa, Jakarta, 1999.

Husni, Lalu, Hukum Ketenagakerjaan Indonesia,Edisi Revisi, Jakarta, PT Raja Grafindo Persada, 2003),

Jono,Hukum Kepailitan, Sinar Grafika, Jakarta, 2008.

Kartono, Kepailitan dan Pengunduran Pembayaran, Pradnya Paramita, Jakarta, 1982.

Kansil, C.S.T.dan Christine S,T Kansil, Seluk Beluk Perseroan Terbatas Menurut Undang – undang Nomor 40 Tahun 2007, PT Rineka Cipta, Jakarta, 2009. _______________, Pokok-pokok Hukum Hak Tanggungan Atas Tanah

Undang-undang No.4 Tahun 1996, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 1997.

Kelsen, Hans, Pengantar Teori Hukum, Diterjemahkan dari buku Hans Kelsen, Introduction to The Problems of Legal Theory oleh Siwi Purwandari, Nusa Media, Bandung, 2008.

Lontoh, Rudhy A., Penyelesaian Utang Piutang Melalui Pailit atau Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, Alumni, Bandung, 2001.


(2)

Lubis, Mhd. Yamin, dan Abd. Rahim,Hukum Pendaftaran Tanah, Edisi Revisi, CV. Mandar Maju, Bandung, 2010.

Marzuki, Peter Mahmud,Penelitian Hukum, Kencana, Jakarta, 2010.

Mertokusumo, Sudikno dan A.Pittlo,Bab – Bab Tentang Penemuan Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1993.

Muljadi, Kartini dan Gunawan Widjaja, Pedoman Menangani Perkara Kepailitan, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2003.

__________________,Hak Tanggungan, Kencana, Jakarta, 2005,

Muhammad, Abdulkadir,Hukum Perdata Indonesia, Cetakan ke-III, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, 2000.

Nadapdap, Binoto, Hukum Perseroan Terbatas (Berdasarkan Undang – undang Nomor 40 Tahun 2007, Jala Permata Aksara, Jakarta, 2009.

Prodjodikoro, Wirjono, Hukum Perdata Tentang Hak Atas Benda, Cetakan Kelima, PT Intermasa, Jakarta, 1986

Rusli Hardijan,Hukum Ketenagakerjaan2003,Ghalia Indonesia, Jakarta, 2004. Satrio, J., Hukum Jaminan, Hak Jaminan Kebendaan, Hak Tanggungan, Buku 2,

Citra Aditya Bakti, Bandung, 2004.

Sjahdeni, Sutan Remy,Hak Tanggungan Asas – Asas, Ketentuan – Ketentuan Pokok dan Masalah yang Dihadapi oleh Perbankan,Alumni, Bandung, 1999. Soekanto, Soerjono,Pengantar Penelitian Hukum, UI Press, Jakarta, 2008

Soekanto.Soerjono, dan Sri Mamuji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tunjauan Singkat,Raja Grafindo, Jakarta, 2010.

Soepomo,Iman, Pengantar Hukum Perburuhan, Cetakan ke-13, Djambatan, Jakarta, 2003.

Soeroso, R.,Pengantar Ilmu Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, 2008.

Sofwan, Sri Soedewi Masjchoen, Hak Jaminan Atas Tanah, Seksi Hukum Perdata Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, 1975


(3)

Subekti, R., Jaminan-jaminan Untuk Pemberian Kredit Menurut Hukum Indonesia, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, 1991.

Subhan, M. Hadi, Hukum Kepailitan : Prinsip, Norma dan Praktek di Peradilan, Kencana, Jakarta, 2008.

Sunarmi,Hukum Kepailitan, Edisi 2, Jakarta, PT Sofmedia, 2010.

________________,Prinsip Keseimbangan Dalam Hukum Kepailitan di Indonesia, Jakarta, PT Sofmedia, 2010.

Sunggono, Bambang, Metodologi Penelitian Hukum, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2010.

Surakhmad, Winarto,Dasar dan Teknik Research, Tarsito, Bandung, 1978.

Suryabrata, Sumandi, Metodologi Penelitian, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1998

Sutedi, Adrian,Hukum Perburuhan, Sinar Grafika, Jakarta, 2009.

Tanya, Bernard L., et.al, Teori Hukum, Strategi Tertib Manusia Lintas Ruang dan Generasi, Genta Publishing, Yogyakarta, 2010.

Usman Rachmadi, Dimensi Hukum Kepailitan di Indonesia, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2004.

________________, Hukum Jaminan Keperdataan, Sinar Grafika, Jakarta, 2008.

Yani, Ahmad dan Gunawan Wijaya, Seri Hukum Bisnis : Kepailitan,PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1999

Yasar, Iftida, Outsourcing Tidak Akan Pernah Bisa Dihapus, Pelita Fikir, Jakarta, 2012.

Widjaja, Gunawan, Seri Aspek Hukum Dalam Bisnis : Pemilikan, Perwakilan, dan Pemberian Kuasa (Dalam Sudut Pandang KUH Perdata, Kencana, Jakarta, 2006.

Wijayanti, Asri, Hukum Ketenagakerjaan Pasca Reformasi, Sinar Grafika, Jakarta, 2010.


(4)

B. Makalah dan Internet

Apul, Yan,Tanggung Jawab Kurator dan Hakim Pengawas dalam Pengurusan dan Pemberesan Harta Pailit, Makalah disampaikan dalam Seminar Kepailitan yang diselenggarakan oleh Asosiasi Kurator dan Pengurus Indonesia (AKPI) di Medan tanggal 9 November 2011.

Ismak, Muhammad, SH, Undang – undang Perburuhan dan Hubungannya dengan Undang – undang Kepailitan, Makalah disampaikan pada Pendidikan Kurator dan Pengurus Indonesia bekerja sama dengan Departemen Hukum dan Hak Azasi Manusia Republik Indonesia, Jakarta, tanggal 14 Oktober 2009 ;

Malau, Erwin Mangatas, Hak-hak Bank Sebagai Kreditur Separatis Versus Hak Tagih Pajak dan Hak Buruh Sebuah Analisis Kritis, makalah disampaikan dalam Seminar Hukum Kepailitan & PKPU yang diselenggarakan oleh Yayasan Bina Justisia di Medan tanggal 10 Juli 2012.

Sumanjuntak, Ricardo, Efektivitas Undang-undang Kepailitan dalam Restrukturisasi dan Penyelesaian Utang Piutang Para Pelaku Bisnis, makalah disampaikan dalam Seminar Kepailitan yang diselenggarakan oleh Asosiasi Kurator dan Pengurus Indonesia (AKPI) di Medan tanggal 9 November 2011.

Ahmad Zaenal Fanani, Teori Keadilan dalam Perspektif Filsafat Hukum dan Islam, http://www.badilag.net/data/artikel/wacana-hukum-islam/teori-keadilan-prespektif -filsafat-hukum-islam.pdf diakses tanggal 8 Desember2012 ;

Beritajatim.com, Di Mojokerto Buruh Demo Bank BNI, http://www.beritajatim.com/ detailnews.php/8/Peristiwa/2012-05-01/134157/ Di_Mojokerto,_Buruh_Demo Bank_BNI_46_, diakses tgl. 26 Januari 2013.

Erwin,Harmonisasi Hukum dan Program Legislasi dalam Perda, Bangka Pos Cetak ,http://cetak.bangkapos.com/opini/read/216.html diakses tgl. 22 April 2012 ; Fokky Fuad, Pemikiran Ulang Atas Metodologi Penelitian Hukum,

http://uai.ac.id/2011/04/13/pemikiran-ulang-atas-metodologi-penelitian-hukum diakses tgl. 14 Januari 2012 ;

Kompas.com, Buruh Metalindo Demo PN Surabaya, http://properti.kompas.com/ index.php/read/2009/06/25/12145435/buruh.metalindo.demo.pn.surabaya diakses tanggal 25 Januari 2013


(5)

Nasima Imam dan Eryanto Nugroho, Pembayaran Upah Buruh dalam Proses Kepailitan, http://www.hukumonline.com/berita/baca/hol19037/pembayaran-upah-buruh-dalam-proses-kepailitan-, diakses tanggal 23 Januari 2013

Pengadilan Negeri Medan,Menjadi Kreditor yang Efektif dalam Perkara Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) http://www.pn-medankota.go.id,,diakses tanggal 23 Januari 2013

Radar Tangerang, Buruh Garmen Demo Disnaker, http://satelitnews.co.id/?p=685, diakses tanggal 26 Januari 2013

C. Perundang – undangan dan Putusan Hakim Undang-Undang Dasar 1945 ;

Undang-undang nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan;

Undang-undang nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria; Undang-undang nomor 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja.

Undang-undang nomor 2 tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial ;

Undang-undang nomor 37 tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang;

Undang-undang nomor 4 tahun 1996 tentang Hak Tanggungan atas Tanah Beserta Benda – Benda yang Berkaitan Dengan Tanah;

Undang-undang nomor 42 tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia; Undang-undang nomor 12 Tahun 2011 tentang Rumah Susun;

Undang-undang nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum Tata Cara Perpajakan ;

Undang-undang nomor 16 Tahun 2000 tentang Ketentuan Umum Tata Cara Perpajakan

Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia nomor 18/PUU-VI/2008 tanggal 23 Oktober 2008;


(6)

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah ;

Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia nomor 19 Tahun 2012 tentang Syarat-syarat Penyerahan Sebagian Pelaksanaan Pekerjaan Kepada Perusahaan Lain ;

Peraturan Menteri Negara Agraria Kepala Badan Pertanahan Nasional nomor 4 Tahun 1996 tentang Penetapan Batas Waktu Penggunaan Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan Untuk Menjamin Pelunasan Kredit Tertentu ; Subekti, R dan R. Jjitrosudibio, Kitab Undang – undang Hukum Perdata, Burgerlijk