PERKEMBANGAN KERAJAAN PAGARUYUNG DI LUHAK TANAH DATAR, SUMATERA BARAT (1349-1809).

(1)

PERKEMBANGAN KERAJAAN PAGARUYUNG

DILUHAK TANAH DATAR, SUMATERA BARAT

(1349-1809)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Sebagai Persyaratan Memperoleh Gelar

Sarjana Pendidikan

Oleh :

Muhammad Yudhis Febriansyah

NIM : 309121040

JURUSAN PENDIDIKAN SEJARAH

FAKULTAS ILMU SOSIAL

UNIVERSITAS NEGERI MEDAN

2014


(2)

ii

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Subhanahu Wa ta’ala, karena atas berkah dan rahmat-Nya lah, maka penulis dapat menyelesaikan tulisan ini yang berjudul “PERKEMBANGAN KERAJAAN PAGARUYUNG DI LUHAK TANAH DATAR, SUMATERA BARAT (1349-1809). Tak lupa shalawat dan salam tetap tercurahkan kepada junjunganku Nabi Besar Muhammad Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa sallam,

beserta sahabat, dan generasi pengikutnya hingga akhir zaman.

Penulisan ini mengenai perkembangan Kerajaan Pagaruyung di Sumatera Barat dimulai pada tahun 1349 sampai dengan 1809. Dalam penulisan ini penulis melakukan studi dengan dua metode, yakni melalui Research Library atau juga kepustakaan dan juga metode Field Research atau penelitian lapangan. yang mana dalam kedua metode ini, penulis mengumpulkan data-data dari literatur-literatur berupa buku-buku dan juga mewawancarai secara mendalam orang-orang yang dapat memberikan informasi atau dapat memberikan keterangan yang berkaitan dengan penelitian ini. Selama proses penelitian dan pengumpulan data, penulis juga menghadapi tantangan yang berat, dikarenakan luasnya cakupan penelitian serta sedikit sekali informasi mengenai hal yang penulis teliti, akan tetapi berkat doa yang tulus, ditambah niat yang baik, serta didorong oleh kemauan yang kuat dan usaha yang gigih, akhirnya penulis dapat melalui itu semua dengan sangat baik dan menjadikan pengalaman-pengalaman yang tidak enak tersebut sebagai pelajaran, sesuai dengan kata pepatah “dimana ada kemauan pasti selalu ada jalan”. Ada banyak sekali pihak yang terlibat dalam pengerjaan ini, akan tetapi kalau disebutkan satu persatu namanya rasanya tidak mungkin, dikarenakan terbatasnya halaman, akan tetapi ada orang-orang yang menurut penulis sangat berpengaruh dalam penulisan ini, yang rasanya tanpa mereka penulisan ini tidaklah memungkinkan. Maka pada kesempatan ini dengan segenap ketulusan hati, penulis mengucapkan terimakasih kepada :

1. Kepada bapak Prof. Dr. Ibnu Hajar Damanik, M.si selaku Rektor Universitas Negeri Medan.

2. Kepada Dekan Fakultas Ilmu Sosial, bapak Dr. H. Restu, M.S beserta seluruh staffnya. 3. Kepada ibu Dra. Lukitaningsih, M.Hum selaku ketua jurusan Pendidikan Sejarah. 4. Kepada ibu Dra. Hafnita Lubis selaku sekertaris jurusan.

5. Kepada bapak Dr. Hidayat, M.Si selaku dosen pembimbing yang telah membimbing serta mengoreksi tulisan ini. Penghargaan dan rasa hormat yang setinggi-tingginya saya


(3)

tujukan kepada beliau yang telah memberi masukan-masukan yang sangat penting selama proses penulisan skripsi ini dari awal hingga akhir. Tentu tanpa jasa-jasa dari beliau penulisan skripsi ini tidaklah memungkinkan.

6. Kepada bapak Pristi Suhendro, S.Hum, M.Si yang juga pernah menjadi dosen pembimbing akademik penulis, juga menjadi dosen penguji penulis yang telah mengoreksi serta memberi masukan-masukan yang bermanfaat bagi penulis.

7. Kepada bapak Drs. Yushar Tanjung, M.Si selaku dosen penguji yang telah memberikan masukan yang penting dan bermanfaat dalam penulisan ini.

8. Kepada ibu Dra. Flores Tanjung, M. A selaku dosen penguji, yang sudah memberikan masukan yang penting dan bermanfaat dalam penulisan ini.

9. Kedua Orang Tuaku Tercinta, Ayahandaku Machrizal, B.Sc dan Ibundaku Dra. Elni Evita. Penghormatan dan penghargaan yang setinggi-tingginya tiada terkira saya tujukan kepada mereka. Karena mereka yang dengan kesabaran dan penuh kasih sayang, serta pengertian yang mendalam telah memberi dukungan kepada penulis untuk menyelesaikan tulisan ini, tanpa bantuan dan kehadiran mereka tentu saya tidak bisa menyelesaikan penulisan ini. Saya persembahkan tanda mata ini untuk mereka.

10. Kepada kedua adikku tersayang Muhammad Arief Rachmadsyah dan Elfany Rizqi Syahputri, yang sudah banyak mengalah, serta memberikan kehangatan keluarga yang mana hal itu telah mendorong penulis dapat menyelesaikan pendidikan S.1 ini, terimakasih banyak atas semua kesabarannya.

11. Kepada Kakek-Nenekku Alm. Adnan Ilyas dan Hj. Anizar, Alm. Muchtar dan Alm. Hj Raminah. Kepada Bundaku Emnalizar S.pd dan Om Feri yang mana telah membantuku dan menemani dalam meneliti ke Sumatera Barat. Kepada Makwo Tinit dan Makwo Ina yang telah banyak memberi bantuan kepada ku saat meneliti di Sumatera Barat terutama tempat menginap, Kepada Om Muardi yang telah banyak memberikan bantuan-bantuan serta ilmu-ilmu Arkeologi yang sangat bermanfaat selama penulis berada di Sumatera Barat, kepada Bang Dayat beserta Istri yang telah banyak membantu dalam pengurusan izin penelitian, Kepada Pak Karnain, Datuk Rangkayo Baso, Mak Katik, dan Pak Yunizar yang telah banyak sekali membantu baik berupa informasi dan masukan maupun penginapan selama penulis berada di sana. Kepada Tari yang mana juga telah banyak membantu saat meneliti di Sumatera Barat. Kepada Om Adi dan Kak Pida, juga Om Agus dan Bu Yun. Kepada saudara saudaraku Kak Putri, Kak Liza, Kak Devi, Kak Inel, Bang Kiki, Nanda, Ridha, Nico, Noval, Aldi, Aldo, Rizky, dan Adinda Putri, Sari, Farhan. Kepada Ibu Arni yang juga telah banyak membantuku. Tak lupa untuk kak


(4)

iv

Mutya, Bang Romi gelar ‘Katik Bagindo’, tim Mutya, Mutma, Didi, Dice, Agung, dan Hakim.

12. Kepada sahabat-sahabatku yang selalu memberikan bantuan dan masukan kepada penulis: Alan, Juliansyah ‘Anca’, Rahardian ‘Madian’, Panji, Rozie, Wadah, Ulfa, Syah RezaSiregar ‘badak’. Anak-anak FU : Hendi, Tata, Ami, Angga, Noman, Isal ‘Black’.

13. Kepada teman-teman, kakak-kakak, dan adik stambukku Hari Hikmah, kak Mulyani yang juga dengan sabar memberi masukan serta membimbing penulis dalam menulis skripsi ini, Bang Amrin dengan segala pemikirannya, Bang Ipen yang ganteng dan baik hati, Juga Bang Pomo dengan ketenangan yang menjadi ciri khasnya. Nur Hikmah atas bantuannya saat seminar, Warzukni yang juga telah membantu penulis dalam pengerjaan penulisan proposal, teman-teman PPL SMP N 2 Gebang, temasuk Umi dan Bapak. Teman-teman duduk di kantin FIS yang akhirnya mereka sidang juga, mereka-mereka ini adalah, Yasir, Risdam, Armendo, Irfan, Syarif, Agus ‘Black’, Arif, Riza. Dan tak lupa

untuk Tia Anugrah Ginting, yang mau menjadi panitia dan melayani tamu-tamu dan dosen-dosen saat kami sidang. Juga buat anak Sejarah B Reguler 2009 atas semua pengalaman yang tak terlupakan.

Semoga Allah Subhanahu Wa ta’ala melimpahkan berkah dan rahmatnya bagi kita semua. Penulis sangat berharap tulisan ini memberikan manfaat bagi semua pembacanya, memberi keterangan bagi yang tidak tahu, serta menambah pengetahuan bagi mereka yang telah tahu. Tak lupa pula, yang mana jika ada kiranya kekhilafan, ataupun salah perkataan, maupun karena salah pengertian pada penulisan skripsi ini, besarlah harapan saya akan diberi maaf. Akhir kata saya mengutip suatu kalimat agung yang berbunyi

“Wal tandhur nafsun ma qaddamat li ghad” (“Perhatikan sejarahmu untuk hari esokmu”

(QS 59:18) ).

Medan, 2014 Penulis

Muhammad Yudhis Febriansyah 309 121 040


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Amran, Rusli. 1981. Sumatra Barat Hingga Plakat Panjang. Jakarta: Sinar Harapan Budiardjo, Miriam. 1981. Dasar-Dasar Ilmu Politik. Jakarta: Gramedia

Fakultas Ilmu Sosial. 2007. Buku Pedoman Penulisan Skripsi Dan Proposal Penelitian

Gottschalk, Luis. 2008. Mengerti Sejarah. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia Ilyas, Azwardy. 2013. Istano Basa Pagaruyung. Padang: Dinas Parawisata Pemerintah Provinsi Sumatera Barat.

Johnson, Doyle. 1986. Teori Sosiologi Klasik Dan Modern. Jilid 1 & 2. Jakarta: Gramedia

MD, Mansoer. 1970. Sedjarah Minangkabau. Jakarta: Bhratara

Naim, Mochtar. 2013. Merantau Pola Migrasi Suku Minangkabau. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada

Navis, A.A. 1982. Alam Terkembang Jadi Guru. Jakarta: Grafitipers

Notosusanto, Nugroho. 1984. Sejarah Nasional Indonesia II. Jakarta: Balai Pustaka Notosusanto, Nugroho. 1984. Sejarah Nasional Indonesia III. Jakarta: Balai Pustaka Perret, Daniel. 2010. Kolonialisme Dan Etnisitas Batak Dan Melayu Di Sumatera Tumur Laut. Jakarta: KPG (Kepustakaan Populer Gramedia)

Ricklefs, MC. 2009. Sejarah Indonesia Modern 1200-2008. Jakarta: Serambi

Sanggoeno Dirajo, Ibrahim. 2013. Tambo Alam Minangkabau. Bukit Tinggi: Kristal Multimedia


(6)

Suryanegara, Ahmad Mansur. 2010. Api Sejarah. Bandung: Salamadani Toynbee, Arnold. 2007. Sejarah Umat Manusia. Jakarta: Pustaka Pelajar

Sumber Internet

http://id.wikipedia.org/wiki/Monarki diakses pada hari Rabu 15 Mei 2013 pukul

09.36

http://saripedia.files.wordpress.com/2010/11/sumbar.jpg diakses pada hari


(7)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... v

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 4

C. Pembatasan Masalah ... 5

D. Rumusan Masalah ... 6

E. Tujuan Penelitian ... 6

F. Manfaat Penelitian ... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 8

A. Kerangka Konseptual ... 8

1. Perkembangan Kerajaan ... 8

2. Kerajaan Pagaruyung ... 11

3. Kondisi Sosial Politik Masyarakat Di Kerajaan Pagaruyung ... 13

4. Penyebaran Islam Di Sumatera ... 15

5. Keruntuhan Kerajaan ... 17

B. Kerangka Berfikir ... 21

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 22

A. Metode Penelitian ... 22

B. Lokasi Penelitian ... 23

C. Sumber Data ... 23

D. Tekhnik Pengumpulan Data ... 24


(8)

vi

BAB IV PEMBAHASAN ... 26

4.1. Latar Belakang Berdirinya Kerajaan Pagaruyung ... 26

A. Kerajaan Darmasraya Sebagai Cikal Bakal Kerajaan Pagaruyung ... 27

B. Ekspedisi Pamalayu ... 30

C. Zaman Adityawarman ... 34

4.2. Kondisi Sosial Politik Kerajaan Pagaruyung ... 40

A. Keadaan Masyarakat ... 41

B. Pemerintahan ... 47

C. Hubungan Kerajaan Pagaruyung Dengan Kerajaan Lain ... 53

a. Hubungan Kerajaan Pagaruyung Dengan Kesultanan Aceh Dalam Konteks Sosial Politik ... 55

b. Negri Sembilan Sebagai Koloni Kerajaan Pagaruyung Di Semenanjung Malaka... 62

c. Hubungan Kerajaan Pagaruyung Dengan Belanda ... 65

4.3. Proses Masuknya Agama Islam Ke Kerajaan Pagaruyung ... 73

A. Masuknya Agama Islam Di Sumatera Barat ... 73

B. Penyebaran Agama Islam Di Kerajaan Pagaruyung ... 80

C. Dampak Penyebaran Islam Bagi Kerajaan Pagaruyung ... 86

4.4. Proses Runtuhnya Kerajaan Pagaruyung ... 90

A. Proses Kemunduran ... 91

B. Gerakan Paderi ... 96

C. Peristiwa Kota Tengah ... 102

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 106

A. Kesimpulan ... 106

B. Saran ... 111


(9)

ABSTRAKSI

MUHAMMAD YUDHIS FEBRIANSYAH. 309121040. PERKEMBANGAN KERAJAAN PAGARUYUNG DI LUHAK TANAH DATAR, SUMATERA BARAT (1349-1809). SKRIPSI S1. JURUSAN PENDIDIKAN SEJARAH. FAKULTAS ILMU SOSIAL. 2014.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui latar belakang berdirinya Kerajaan Pagaruyung, mengetahui kondisi sosial politik Kerajaan Pagaruyung, mengetahui proses masuknya agama Islam ke Kerajaan Pagaruyung, mengetahui proses keruntuhan Kerajaan Pagaruyung, dan untuk mengetahui peninggalan-peninggalan Kerajaan Pagaruyung yang masih ada.

Penelitian ini diharapkan mampu menjelaskan perkembangan Kerajaan Pagaruyung sejak tahun 1349 sampai dengan 1809. Jenis penelitian yang dipakai dalam penelitian ini adalah Library Research atau studi pustaka dan Field Research atau penelitian lapangan. Dalam penelitian ini metode yang digunakan adalah metode sejarah dengan langkah-langkah yang merujuk pada metode sejarah, yakni Heuristik dan kritik sumber. Sumber data dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder yakni data-data berupa suatu produk dari kegiatan manusia yang didapat dari literatur-literatur berupa buku dan juga hasil wawancara yang mendalam dengan orang-orang yang dapat memberikan informasi atau keterangan yang berkaitan dengan penelitian ini. Untuk mengumpulkan data-data yang dibutuhkan dalam penelitian ini, maka peneliti memilih studi kepustakaan dan studi lapangan. Verivikasi data dalam penelitian ini adalah menggunakan analisis kualitatif.

Hasil yang diperoleh dari penelitian ini yang pertama, latar belakang berdirinya kerajaan Pagaruyung yakni kerajaan Darmasraya, ekspedisi Pamalayu, dan zaman dityawarman. Kedua kondisi sisoal dan politik masyarakat kerajaan Pagaruyung, dimana adalah keadaan masyarakat, pemerintahan, dan hubungan kerajaan Pagaruyung dengan kerajaan lain. Yang ketiga, proses masuknya agama Islam ke kerajaan Pagaruyung, dimulai dengan masuknya Islam di Sumatera Barat, proses penyebaran Islam di kerajaan Pagaruyung, dan dampak ajaran Islam bagi kerajaan Pagaruyung. Dan keempat adalah, proses keruntuhan kerajaan Pagaruyung, dimulai dari proses kemunduran, gerakan Paderi, dan peristiwa Kota Tengah.

Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini adalah bahwa Kerajaan Pagaruyung merupakan salah satu Kerajaan terbesar di Nusantara, yang merupakan lanjutan dari Kerajaan Darmasraya/Melayu. Setelah masuknya Islam, maka seluruh rakyat Kerajaan Pagaruyung memeluk Islam dan Kerajaan Pagaruyung berubah menjadi Kerajaan Islam. Walapun raja Pagaruyung tidak memiliki kekuasaan dan tentara seperti raja-raja pada umumnya, akan tetapi ia mendapat kedaulatan dan penghormatan yang tinggi dari rakyat. Runtuhnya Kerajaan ini diakibatkan oleh suatu gerakan pembaruan agama dan juga terdapat peran Belanda dibelakangnya.


(10)

1 BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

Kerajaan Pagaruyung yang terletak di Batu Sangkar, Luhak Tanah Datar, merupakan sebuah kerajaan yang pernah menguasai seluruh Alam Minangkabau. Bahkan pada masa keemasannya kerajaan ini pernah menguasi seluruh wilayah Sumatera Tengah.

Menurut prasasti–prasasti yang ditemukan seperti prasasti Kubu Rajo, prasati Pagaruyung, dan Prasasti Suroaso. Yang pertama kali mendirikan kerajaan serta raja pertama dari kerajaan Pagaruyung adalah Adityawarman (1347 – 1375), seorang paglima perang Majapahit yang juga merupakan keturunan dari kerajaan Darmasraya (Melayu). Pada mulanya kerajaan Pagaruyung yang dipimpin oleh Adityawarman yang juga dibesarkan dalam lingkungan istana Majapahit, merupakan kerajaan yang menganut agama Budha, baru pada pertengahan abad ke-16 kerajaan Pagaruyung memeluk agama Islam dimana pada saat itu kerajaan Pagaruyung dipimpin oleh Sultan Alif.

Alam Minangkabau terdiri dari Pesisir, Darat, dan Rantau. Darat, yang merupakan kekuasaan inti dari kerajaan Pagaruyung terbagi menjadi tiga luhak, yakni Luhak Agam (sekeliling Bukit Tinggi), Luhak Tanah Datar (Selingkar Batusangkar), dan Luhak Lima Puluh Kota (sekitar Payakumbuh). Pada Abad ke-14 saat Adityawarman mendirikan kerajaan Pagaruyung, ketiga Luhak tersebut praktis masuk kedalam wilayah kekuasaan dari kerajaan Pagaruyung dimana ketiga Luhak tersebut merupakan wilayah asli Minangkabau serta pusat kekuasaan kerajaan Pagaruyung. Tempat raja bertempat tinggal terdapat di Luhak Tanah Datar tepatnya di Batusangkar.

Sebelum Adityawarman mendirikan kerajaan Pagaruyung ketiga Luhak tersebut merupakan wilayah kekuasaan kerajaan Darmasraya, yang merupakan cikal bakal kerajaan Pagaruyung. Pada pertengahan abad ke-14 saat Adityawarman mendirikan kerajaan Pagaruyung, dia memindahkan pusat kerajaannya lebih ke daerah pedalaman, yakni di daerah Batu Sangkar, di Luhak Tanah Datar. Dan Adityawarman mendirikan pemerintahan dengan sistem pemerintahan yang terpusat atau sentralisasi, dimana pada saat itu raja berkuasa penuh serta memiliki wibawa


(11)

yang cukup besar atas ke tiga Luhak serta daerah rantau atau daerah taklukkan kerajaan Pagaruyung yang letaknya berada diluar wilayah ketiga Luhak tersebut yang meliputi seluruh Sumatera Tengah dan sebagian Sumatera Utara.

Dengan wafatnya Adityawarman dan tepatnya sejak abad ke-15 tidak ada pemerintah kerajaan Pagaruyung/Minangkabau lagi yang berwibawa dan ditaati oleh seluruh daerah Alam Minagkabau, pada saat itu menurut Mansour (1970:23) “Kerajaan Pagaruyung adalah konfederasi republik-republik genealogis disebut Luhak”. Yang mana setiap daerahnya berdiri sendiri-sendiri yang diperintah oleh seorang penghulu yang memiliki kekuasaan besar atas daerah yang dipimpinnya, pemerintahan penghulu tersebut disebut Nagari.

Ketika agama Islam masuk dan berkembang terutama sejak abad ke-16 yang dimana pengislaman kerajaan Pagaruyung tak terlepas dari peran Kesultanan Aceh yang saat itu sudah menguasai daerah-daerah pantai di Pesisir Barat yakni mulai dari Barus, Tiku, Pariaman, hingga Indrapura. Pada masa itu kekuasaan raja yang berada di Batu Sangkar tidak lebih sebagai simbolis saja, pada saat itu banyak daerah dari ketiga Luhak yang berdiri sendiri-sendiri dan diperintah oleh seorang penghulu di tiap-tiap Nagari. Kekuasaan raja pada saat itu hanya merupakan simbol belaka, tidak memerintah dan hanya menjalankan upacara-upacara yang ditetapkan adat, akan tetapi tetap mendapatkan penghormatan dari rakyat. Yang menurut Amran (1981:53) “nama kerajaan Minangkabau (Pagaruyung) tidak lain dari nama kolektif untuk begitu banyak Nagari, daerah-daerah merdeka berbentuk republik-republik mini, tetapi dari keturunan yang sama, mempunyai adat istiadat dan bahasa yang sama pula”.

Saat itu kekuasaan raja berbentuk tiga serangkai atau yang dikenal dengan nama Rajo Nan Tigo Selo, yakni Raja Alam, Raja Adat, dan Raja Ibadat. Kekuasaan ketiga raja tersebut diperkuat pula dengan sebuah dewan menteri, yang disebut Basa

Ampek Balai yakni: Bandaharo di Sungai Tarab, Tuan Kadi dari Padang Ginting,

Mangkudum dari Suroaso, dan Indomo dari Sumanik.

Agama Islam masuk ke Minangkabau dengan cara yang damai, agama ini disebar luaskan oleh Kesultanan Aceh yang saat itu telah menguasai sebagaian besar wilayah Pesisir Pantai Barat Sumatera. Awalnya Islam menyebar dari pesisir lalu terus masuk kedalam ke wilayah kerajaan Pagaruyung dan akhirnya raja beserta para pemuka adat menerima ajaran ini dan menjadikan Islam sebagai agama (lebih tepatnya pada masa pemerintahan Sultan Alif dimana Syekh Burhanuddin yang berasal dari Aceh yang memiliki peran meng Islamkan raja, serta mendirikan pusat


(12)

3

pendidikan Agama yang terdapat di Ulakan, Syekh Burhanuddin juga mendapat julukan Tuanku Ulakan dan sampai sekarang makamnya masih ada dan ramai dikunjungi).

Dengan cepat Agama Islam menyebar dan dianut oleh mayoritas penduduk Minangkabau, baik oleh raja, penghulu, sampai kaum ninik mamak, dan rakyat. Agama Islam dengan cepat menyatu dengan adat sehingga ada pepatah Minang yang menyebutkan “Adat basandi Syara’, Syara’ basandi Kitabullah”, (Syara’ berarti agama yang berarti Islam). Kaum Penghulu dan Ulama hidup berdampingan di dalam suatu Nagari, para Ulama bertugas mengajarkan ilmu agama di Surau-Surau dan hanya terbatas pada ilmu agama saja, sedangkan untuk urusan politik dan pemerintahan di pegang oleh Penghulu suatu kampung, rakyat biasanya lebih patuh kepada penghulu daripada kepada Ulama karena pada saat itu pemegang kekuasaan tertinggi serta pembuat aturan adalah penghulu, karena Rajo Nan Tigo Selo serta para dewan menterinya hanya berupa simbolis, kekuasaan tertinggi ada ditangan penghulu termasuk prajurit-prajurit dari tiap-tiap kampung atau Nagari.

Dengan kekuasaan yang dimilikinya para Penghulu sebagai pemuka adat dan pembuat peraturan dari suatu Nagari kadang membuat aturan- aturan yang bertentangan dengan agama dan sering pula melakukan tindakan-tindakan yang tidak sesuai dengan ajaran Islam, seperti berjudi, menyabung ayam, minum-minuman keras, dan terutama hukum Matrelineal yang berpihak kepada garis keturunan dari pihak Ibu terkhusus dalam hukum warisan.

Golongan Agama pada saat itu hanya berperan sebagai pendidik generasi muda dan pembimbing kehidupan rohani masyarakat. Kedudukan dan fungsi sebagai rohaniawan masyarakat itu tidak dibarengi oleh kekuasaan praktis apapun juga. Lebih jauh Mansour (1970:21) menyebutkan “sebagai golongan terpelajar mereka mengalami tekanan jiwa, karena merasa tidak kebagian tempat dan memperoleh penilaian yang wajar dalam hierarki pemerintahan dalam Nagari. Karena itu merasa tidak puas. Perasaan tidak puas itu berkembang dan meluas”. Rasa ketidak puasan dari golongan agama ini seringkali diakibatkan dari tindakan-tindakan para penghulu yang tidak selamanya sejalan dengan hukum agama.

Dengan melihat kondisi masyarakat yang melakukan perbuatan yang tidak sesuai dengan ajaran agama seperti: berjudi, minum-minuman keras, menyabung ayam, dan lain sebagainya maka timbullah suatu keinginan untuk mengembalikan masyarakat kepada ajaran Islam dan menjauhi segala hal yang diharamkan oleh


(13)

agama. Gerakan perbaharuan agama ini telah mulai dilakukan sejak di Luhak Agam pada tahun 1780-an. Pada saat yang sama di Kota Mekkah terjadi suatu penaklukkan kota Mekkah oleh kaum Wahabi. Kaum Wahabi melancarkan revolusi agama Islam di tanah Arab dengan tujuan membersihkan praktek-praktek agama dari pengaruh bidah dan dikembalikan dengan kemurnian ajaran Islam yang dilakukan secara radikal dan menggunakan kekerasan.

Pada saat terjadi penaklukkan kota Mekkah tersebut di Mekkah sendiri terdapat tiga orang haji asal Minangkabau yang menyaksikan penaklukkan tersebut, ketiganya Yakni: Haji Sumanik, Haji Piobang, dan Haji Miskin, serta pada tahun 1803 mereka pulang kembali ke daerah asal mereka masing-masing. Dengan kejadian yang mereka saksikan atas penaklukkan kota mekkah tersebut maka timbullah keinginan untuk melakukan yang sedemikian terhadap daerah mereka masing-masing yang mana pada saat itu kondisi di Minangkabau sendiri membantu mereka untuk melakukan apa yang mereka anggap sebagai kewajiban mereka.

Dengan demikian timbullah suatu gerakan pembaharuan Agama atau yang lebih dikenal dengan nama gerakan Paderi. Gerakan ini mulai melancarkan aksinya melakukan pembaharuan agama Islam di ketiga Luhak sekaligus, akan tetapi mendapatkan perlawanan yang sengit di Luhak Tanah Datar yang mengakibatkan terbunuhnya keluarga kerajaan Pagaruyung di Kota Tengah pada 1809 yang dengan kejadian tersebut maka berakhir pulalah kekuasaan kerajaan Pagaruyung.

Berdasarkan latar belakang diatas maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang “PERKEMBANGAN KERAJAAN PAGARUYUNG DI LUHAK TANAH DATAR, SUMATERA BARAT (1349-1809)”

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka yang menjadi identifikasi masalah adalah sebagai berikut :

1. Latar Belakang Berdirinya Kerajaan Pagaruyung. 2. Kondisi Sosial Politik Kerajaan Pagaruyung.

3. Proses Masuknya Agama Islam Ke Kerajaan Pagaruyung. 4. Proses Runtuhnya Kerajaan Pagaruyung.


(14)

5 C. Pembatasan Masalah

Adapun yang menjadi batasan masalah dalam penelitian ini, dikarenakan luasnya cakupan penelitian dan kurangnya sumber data tentang penelitian ini, maka diberikan pembatasan masalah bagi penelitian yang akan diteliti. Yang mana sebagai berikut:

1. Pembatasan Waktu.

Waktu penulisan penelitian ini, di mulai pada tahun 1349 sampai dengan tahun 1809. Adapun pemilihan 1349 adalah, karena menurut sumber prasasti Pagaruyung, yang menyebutkan pada tahun tersebut Adityawarman diangkat menjadi raja dan di tasbihkan menjadi seorang Bhairawan. Sehingga dari prasasi tersebut, maka tulisan ini diangkat dimulai pada tahun 1349 dan berakhir pada tahun 1809 adalah, karena pada tahun tersebut di kerajaan Pagaruyung terjadi suatu perselisihan antara penguasa pemerintahan dan kaum pembaharuan agama (gerakan Paderi), yang mana pada saat itu para petinggi kerajaan banyak yang terbunuh, dan setelah tragedi tersebut maka kerajaan Pagaruyung sudah tidak ada lagi (runtuh).

Dengan luasnya jangka waktu penelitian kerajaan Pagaruyung tersebut, yakni dari 1349-1809, atau selama empat abad lebih, maka tidaklah memungkin kan untuk waktu yang panjang tersebut dituliskan semua dalam tulisan ini. Oleh karena itu, maka dilakukan pembatasan masalah waktu penelitian. Dimana pada penulisan ini waktu yang dibatasi di bagi menjadi tiga periode, yakni awal pendirian kerajaan Pagaruyung, menjadi periode pertama, yakni pada abad ke-14, periode kedua adalah masa pertengahan kerajaan Pagaruyung yakni pada abad ke-15, dan periode ketiga adalah saat keruntuhan kerajaan Pagaruyung, yang ditandai dengan proses kemundurannya, dimulai dari ahir abad ke-19. Sehingga waktu yang dibatasi dalam penelitian ini adalah abad ke-14 pada tahun 1349, kemudian abad ke-15, dan terakhir abad ke 19, sampai dengan tahun 1809.

Adapun pembatasan masalah ini dilakukan karena luasnya jangka waktu penelitian dan sangat sedikit sekali informasi atau sumber-sumber yang berkaitan dengan jangka waktu penelitian tersebut. Alasan pemilihan waktu pada abad ke 14 adalah, karena pada saat itu kerajaan Pagaruyung pertama sekali didirikan. Kemudian, alasan pemilihan abad ke 15 adalah karena pada saat itu Islam masuk ke kerajaan Pagaruyung, yang mana ini sangat berpengaruh besar bagi kerajaan tersebut, disamping itu terdapat banyak informasi dan sumber penelitian pada abad tersebut, sehingga hal ini membuat penulisan semakin mudah dan akurat, dan alasan pemilihan


(15)

akhir abad ke-19 adalah karena pada periode ini terjadi proses kemunduran kerajaan Pagaruyung yang berakhir dengan peristiwa kota tengah.

2. Pembatasan Peristiwa.

Dengan luasnya jangka waktu penelitian tersebut, dan dengan di lakukannya pembatasan masalah. Maka dalam penulisan ini juga dilakukan pembatasan peristiwa. Peristiwa-peristiwa yang dibahas dalam penelitian ini adalah peristiwa penting yakni latar belakang pendirian kerajaan Pagaruyung seperti ekspedisi Pamalayu, dan masa pemerintahan Adityawarman. Untuk kondisi sosial politik masyarakat, akan di bahas keadaan umum masyarakat sebelum kedatangan Islam yakni pada abad ke-14 dan sesudah kedatangan Islam, yakni pada abad ke 16. Untuk sisitem pemerintahan, akan dibahas pemerintahan pada masa Adityawarman dan pada masa Sultan Alif, dikarenakan suber kedua pemerintahan mereka banyak terdapat. Selain itu akan dibahas pula proses masuknya agama Islam di kerajaan Pagaruyung. Dan proses keruntuhan kerajaan Pagaruyung yang dimulai dari proses keruntuhan, gerakan Paderi, dan diakhiri dengan peristiwa Kota Tengah.

D. Rumusan Masalah

Adapun yang menjadi perumusan masalah dalam penelitian ini adalah : 1. Bagaimana Latar Belakang Berdirinya Kerajaan Pagaruyung.

2. Bagaimana Kondisi Sosial Politik Kerajaan Pagaruyung.

3. Bagaimana Proses Masuknya Agama Islam Ke Kerajaan Pagaruyung. 4. Bagaimana Proses Runtuhnya Kerajaan Pagaruyung.

E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah diatas maka yang menjadi tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui latar belakang berdirinya Kerajaan Pagaruyung. 2. Untuk mengetahui kondisi sosial politik Kerajaan Pagaruyung.

3. Untuk mengetahui proses masuknya agama Islam ke Kerajaan Pagaruyung. 4. Untuk mengetahui proses keruntuhan Kerajaan Pagaruyung.

F. Manfaat Penelitian

Demi tercapainya tujuan penelitian diharapkan penelitian ini memberi beberapa manfaat sebagai berikut :

1. Memberi pengetahuan dan wawasan kepada peneliti dan pembaca mengenai Perkembangan Kerajaan Pagaruyung (1349-1809).


(16)

7

2. Sebagai penambah wawasan kepada peneliti serta pembaca tentang kerifan lokal melalui penelitian ini.

3. Sebagai bahan masukan dan perbandingan bagi peneliti lain yang ingin bermaksud mengadakan penelitian dalam masalah yang sama.

4. Untuk UNIMED, menambah perbendaharaa karya ilmiah khususnya bagi perpustakaan Fakultas ilmu Sosial, dan ruang baca pendidikan sejarah.


(17)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN

1. Latar Belakang Berdirinya Kerajaan Pagaruyung.

Kesimpulan yang dapat diambil dari latar belakang kerajaan Pagaruyung adalah, bahwa terdapat tiga faktor yang melatar belakangi berdirinya kerajaan Pagaruyung, yakni kerajaan Darmasraya, kspedisi Pamalayu, dan Adityawarman. Ketiga faktor tersebut merupakan alasan yang melatar belakangi kerajaan Pagaruyung.

Kerajaan pagaruyung merupakan lanjutan dari kerajaan Darmasraya. Sebelumnya, kerajaan Darmasraya merupakan kerajaan terbesar dan terkuat di Sumatera, hal inilah yang mengundang raja Kertanegara untuk mengadakan hubungan persahabatan ke kerajaan Darmasraya. Maka diadakanlah hubungan diantara kedua kerajaan tersebut yang dimulai dengan ekspedisi yang dilakukan kerajaan Singashari ke kerajaan Darmasraya, atau yang lebih dikenal dengan ekspedisi Pamalayu. Dimana ekspedisi Pamalayu ini merupakan tindakan dari kerajaan Singashari untuk menjalin persahabatan dengan kerajaan Darmasraya.

Raja Darmasraya kemudian membalasnya dengan mengirimkan kedua putri kerajaan untuk dipersunting oleh raja Singashari. Kedua putri tersebut adalah Dara Petak dan Dara Jingga. Saat dalam perjalanan ke Jawa, di kerajaan Singashari terjadi kekacauan politik yang menyebabkan runtuhnya kerajaan Singashari. Setelah runtuh, kerajaan Singashari digantikan oleh kerajaan Majapahit yang merupakan lanjutan dari kerajaan Singashari. Setibanya di Jawa, Raden Wijaya, raja Majapahit yang pertama kemudian menikahi salah satu putri tersebut yakni Dara Petak, hal ini untuk melanjutkan hubungan persahabatan yang telah di bangun oleh raja Singashari sebelumnya.Sedangkan putri yang seorang lagi, Dara Jingga, dikawinkan dengan salah satu petinggi istana Majapahit, dan dari pernikahan tersebut lahirlah Adityawarman.

Adityawarman merupakan salah seorang panglima perang kerajaan Majapahit dan juga seorang pejabat istana yang memiliki kedudukan penting di istana Majapahit. Setelah gagal menduduki tahta Majapahit sepeninggalnya Jayanegara yang juga merupakan sepupunya, Adityawarman kemudian kembali ke kerajaan darmasraya dan


(18)

107

disana ia dinobatkan sebagai raja. Setelah menjadi raja di Darmasraya Adityawarman kemudian memindahkan pusat kekuasaannya ke daerah lebih pedalaman dan kemudian mendirikan kerajaan Pagaruyung, yang mana nama Pagaruyung diambil dari nama wilayah tempat pusat kekuasaan kerajaan yang baru didirikan Adityawarman, yakni Nagari Pagaruyung yang ada di Luhak Tanah Datar.

Pemindahan kekuasaan dan pendirian kerajaan Pagaruyung ini dilakukan untuk memperkuat kedudukan Adityawarman di Sumatera dan juga untuk melepaskan hubungan dengan Majapahit.

2. Kondisi Sosial Politik Kerajaan Pagaruyung.

Kerajaan Pagaruyung memiliki sistem pemerintahan tiga raja di puncak pemerintahan, atau yang disebut juga Rajo Nan Tigo Selo, ketiga raja tersebut adalah, Raja Alam sebagai pemimpin tertinggi, Raja Adat sebagai pemimpin adat, dan Raja Ibadat sebagai pemimpin agama. Selain ketiga raja diatas, mereka juga dibantu oleh dewan menteri yang disebut basa empat balai.

Wilayah inti dari kerajaan Pagaruyung terdiri dari tiga Luhak, yakni Luhak Tanah Datar, Luhak Agam, dan luhak Lima Puluh Kota. Pada masa pemerintahan Adityawarman, ketiga Luhak tersebut menyatu di bawah pimpinan pusat, akan tetapi setelah wafatnya Adityawarman, kewibawaan itu mulai pudar, puncaknya apada abad ke-16, dimana saat itu kekuasaan raja di Pagaruyung sangatlah kabur, raja hanya dianggap sebagai simbol pemersatu, tidak memiliki kekuasaan yang nyata, dan hanya dianggap sebagai tokoh sakral yang mengatur ekuilibrium diantara nagari-nagari yang bermusuhan.

Sejak abad ke-16, sudah tidak ada lagi pemerintahan pusat kerajaan Pagaruyung yang berwibawa dan ditaati, saat itu wilayah kerajaan Pagaruyung telah terpecah-pecah dan berdiri sendiri-sendiri, yang dipimpin oleh tiap penghulu di tiap kampung yang memeliki kekuasaan yang otonom. Kampung-kampung yang berdiri sendiri-sendiri itu disebut Nagari, dengan penghulu sebagai pimpinan kampung yang memiliki kekuasaan otonom dan kepemimpinannya dipilih secara demokrasi dan musyawarah. Pada saat itu nama kerajaan Pagaruyung tidak lain dari nama kolektif untuk begitu banyak Nagari, daerah-daerah merdeka berbentuk republik-republik mini, tetapi dari keturunan yang sama, mempunyai adat istiadat dan bahasa yang sama pula.

Walaupun raja tidak memiliki kekuasaan apa-apa, akan tetapi raja masih sangat di hormati oleh rakyat. Raja masih menerima upeti dari tiap-tiap Nagari, hanya


(19)

saja ini meruakan suatu proses ritual adat. rakyat kerjaan Pagaruyung sangat menghormati adat, mereka menjadikan adat sebagai pandangan hidup mereka, dan penghormatan kepada raja juga merupakan salah satu yang dianjurkan oleh adat.

Sepanjang masa berdirinya, ada dua kerajaa yang memiliki pengaruh besar bagi kerajaan Pagaruyung, yakni kesultanan Aceh dan Belanda. Aceh merupakan kesultanan yang pernah menguasai kerajaan Pagaruyung, terutama di pesisir barat wilayah kerajaan Pagaruyung, yakni sejak abad ke-16. Selain penguasaan, Aceh juga sangat berperan dalam merubah tatanan sosial di kerajaan Pagaruyung.

Setelah Aceh, kemudian masuklah Belanda. Pada awalnya, Belanda datang ke kerajaan Pagaruyung hanya untuk berdagang emas dan lada. Akan tetapi ketika mereka mendapati bahwa kerajaan ini lemah baik secara pemerintaha dan militer, maka perdagangan berubah menjadi monopoli perdagangan. Sejak abad ke-17, Belanda telah memonopoli perdagangan di Sumatera Barat. Selain Aceh dan Belanda, juga ada negeri Sembilan di Semenanjung Malaka. Dimana Negeri Sembilan ini merupakan koloni kerajaan Pagaruyung di Semenanjung Malaka. Raja-raja yang berkuasa di egeri Sembilan merupakan raja-raja yang dikirim dari kerajaan Pagaruyung, adat serta bahasa yang dipakai di Negeri Sembilan pun sama dengan yang dipakai di kerajaan Pagaruyung. Sehingga saat itu ada ungkapan bahwa Negeri Sembilan itu Minangkabaunya Semenanjung Malaka.

3. Proses Masuknya Agama Islam Ke Kerajaan Pagaruyung.

Pada awalnya agama Islam telah masuk ke Sumatera Barat jauh sebelum kerajaan Pagaruyung berdiri, saat kerajaa Pagaruyung didirikan, sudah terdapat komonitas masyarakat muslim di wilayah timur kerajaan ini, atau daerah Riau sekarang.

Agama Islam baru berkembang dan menyebar secara luas di kerajaan Pagaruyung terjadi pada abad ke-16, dimana penyebaran Islam di kerajaan Pagaruyung dilakukan oleh kesultanan Aceh yang saat itu juga menguasai pesisir barat kerajaan Pagaruyung. Puncak penyebaran agama Islam di kerajaan Pagaruyung, terjadi pada masa pemerintahan Sultan Alif, yakni pada pertengahan abad ke-16. Dimana pada saat itu Sultan Alif masuk Islam, dan pengislaman Sultan Alif di lakukan oleh Syekh Burhanuddin, seorang panglima Aceh yang juga menjadi penguasa di Pariaman. Syekh Burhanuddin selain aktif berdakwah dan mengislamkan raja Pagaruyung, juga membangun pusat pendidikan Islam di Ulakan, sehingga beliau terkenal dengan Tuanku Ulakan.


(20)

109

Setelah Islam menyebar secara luas di kerajaan Pagaruyung, hal ini mempengaruhi kepercayaan setiap masyarakatnya. Dimana agama Islam menjadi agama yang dianut oleh seluruh masyarakat di kerajaan Pagaruyung. Selain itu dampak penyebaran Islam ini juga mempengaruhi tatanan pemerintahan dan sosial di kerajaan Pagaruyung.

Adat serta budaya Minangkabau kemudian di sesuaikan dengan agama Islam, begitu pula dalam sistem pemerintahan, terdapat raja ibadat sebagai pemimpin agama yang tugasnya mengurusi persoalan mengenai agama Islam. Di masyarakat, agama Islam menjadi pedoman dalam adat, sehingga ada ungkapan yang mengatakan adat berpegang kepada agama, dan agama berpegang kepada kitabullah. Yang dimaksud agama disini adalah Islam dan kitabullah adalah Al-quran.

4. Proses Runtuhnya Kerajaan Pagaruyung.

Proses keruntuhan kerajaan Pagaruyung dimulai dari proses kemunduran kerajaan ini yang telah terjadi mulai abad ke-16. Saat itu peerintahan pusat di kerajaan pagaruyung telah tidak ada lagi. Tiap-tiap wilayah erdiri sendiri-sendiri dengan kekuasaan otonom di masing-masing wilayahnya. Perpecahan tersebut menjadikan kerajaan Pagaruyung sangat lemah dalam kekuatan politik da militer, dimana kerajaan Pagaruyung juga tidak memiliki tentara nasional yang siap melindungi kerajaan jika ada serangan dari pihak luar.

Selain kelemahan dari segi politik dan militer, di dalam masyarakat pagaruyung juga telah terjadi pergesekan antara pembaharuan dengan kaum yang tidak mau menerima pembaharuan. Gerakan pembaharuan tersebut dikenal dengan nama gerakan Paderi. Gerakan Paderi pada awalnya adalah aksi yang dilakukan oleh para Ulama untuk turun ke jalan demi memperbaiki kebiasaan buruk di masyarakat. Akan tetapi dalam menjalankan aksinya, kaum Paderi terbentur dengan para penghulu atau kaum adat yang melakukan perlawanan karena merasa kekuasaan dan kedudukannya terancam.

Walaupun di hormati oleh masyarakat, akan tetapi kedudukan para Ulama hanya terbatas pada pengajar agama saja yang dilakukan di surau-surau. Kekuasaan pemerintah masih dipegang oleh para penghulu, yang mana rakyat lebih patuh terhadap penghulu daripada terhadap Ulama. Sedangkan para penghulu banyak juga yang melakukan tindakan yang melarang agama seperti yang disebutkan diatas, sehingga banyak rakyat yang mengikutinya. Dari sini timbullah suatu pergesekan yang memuncak pada awal abad ke-19.


(21)

Pada tahun 1803, kembalilah tiga orang Haji asal Minangkabau yang telah menunaikan ibadah ke Tanah Suci, mereka adalah Haji Sumanik, Haji Miskin, dan Haji Piobang. Saat berada di tanah suci, mereka menyaksikan penaklukkan kota Mekkah yang dilakukan oleh kaum Wahabi. Yang mana dilakukan secara radikal oleh kaum Wahabi, untuk mengembalikan kemurnian ajaran Islam. Dari sanalah ketiga Haji ini terinsipirasi untuk melakukan hal yang sama di daerah mereka. Maka dimulailah gerakan pembaharuan agama tersebut yang bermula di Agam, dan terus menyebar sampai ke ketiga Luhak lainnya dalam waktu singkat, dan kemudian gerakan ini dikenal sebagai gerakan Paderi.

Gerakan Paderi bukanlah gerakan adat melawan agama seperti yang di kemukakan oleh sarjana-sarjana Barat. Akan tetapi gerakan ini adalah gerakan pembaharuan Islam yang terjadi di Minangkabau. Saat terjadi gerakan ini, ada yang mendukung ada pula yang tidak. Mereka yang tidak mendukung adalah para penghulu yang merasa kedudukannya terancam akan hadirnya gerakan ini. Sehingga mereka, para penghulu ini melakukan perlawanan kpada kaum Paderi. Akan tetapi perlawanan para penghulu selalu dapat di menangkan oleh kaum Paderi.

Puncak perlawanan dari para pemuka adat adalah pada tahun 1809, pada saat itu, para pemuka adat yang diketuai oleh Raja Alam Yang Dipertuan Pagaruyung sepakat untuk mengadakan perundingan dengan kaum Paderi di Kota Tengah. Akan tetapi ditengah perundingan tersebut, terjadi ketidak sepahaman sehingga menyebabkan Tuanku Lelo dari angkatan perang Paderi, melakukan penyerangan. Imbas dari penyerangan tersebut adalah terbunuhnya sebagian besar pemuka adat, sedangkan raja alam sendirj berhasil melarikan diri bersama cucunya. Dengan demikian maka berakhirlah kekuasaan Kerajaan Pagaruyung di Minangkabau. Setelah tragedi tersebut, Kerajaan Pagaruyung sudah tidak ada lagi dan pada masanya nanti akan di ambil alih oleh Belanda. Yang berakhir dengan meletusnya perang Paderi, yakni perang antara Belanda dengan rakyat Minangkabau yang di pelopori oleh kaum Paderi.


(22)

111 B. SARAN.

Adapun saran-saran yang diajukan sesuai dengan hasil penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk peneliti-peneliti selanjutnya agar mampu mengupas lebih dalam tentang perkembangan Kerajaan Pagaruyung.

2. Masih terdapat banyak sekali sumber-sumber prasasti berbahasa Sansekerta yang berada di Luar Negeri. Bagi Pemerintah diharapkan dapat mengembalikan prasasti-prasasti tersebut, dikarenakan itu merupakan peninggalan Sejarah bangsa Indonesia. Dan sebagai bukti fisik akan keberadaan sejarah masa lampau Bangsa Indonesia.

3. Masih terdapat sedikit sekali sumber-sumber yang berkaitan dengan Kerajaan Pagaruyung, hal ini dikarenakan kurangnya penelitian akan Kerajaan ini. Pemerintah diharapkan dapat lebih memperhatikan penelitian tentang Kerajaan Pagaruyung dengan melakukan ekskavasi untuk mendapatkan temuan-temuan Arkeologis, sehingga dapat mendukung teori-teori yang sudah ada dan menambah teori baru, serta gambaran yang lebih jelas tentang keberadaan Kerajaan Pagaruyung, serta sejarahnya.

4. Para peneliti selanjutnya diharapkan menguasai bahasa Sansekerta dan mengerti tulisan Pallawa, hal ini dikarenakan banyak sekali sumber-sumber sejarah kita dimasa lampau yang, yang menggunakan bahasa Sansekerta dengan tulisan berhuruf Pallawa. Sehingga lebih memudahkan pemahaman akan sejarah bangsa kita dengan pandangan sebagai orang Indonesia.

5. Penelitian-penelitian akan sejarah Kerajaan Pagaruyung diharapkan lebih diperbanyak, hal ini demi menambah wawasan serta pengetahuan akan sejarah bangsa Indonesia.


(23)

(24)

(25)

(1)

109

Setelah Islam menyebar secara luas di kerajaan Pagaruyung, hal ini mempengaruhi kepercayaan setiap masyarakatnya. Dimana agama Islam menjadi agama yang dianut oleh seluruh masyarakat di kerajaan Pagaruyung. Selain itu dampak penyebaran Islam ini juga mempengaruhi tatanan pemerintahan dan sosial di kerajaan Pagaruyung.

Adat serta budaya Minangkabau kemudian di sesuaikan dengan agama Islam, begitu pula dalam sistem pemerintahan, terdapat raja ibadat sebagai pemimpin agama yang tugasnya mengurusi persoalan mengenai agama Islam. Di masyarakat, agama Islam menjadi pedoman dalam adat, sehingga ada ungkapan yang mengatakan adat berpegang kepada agama, dan agama berpegang kepada kitabullah. Yang dimaksud agama disini adalah Islam dan kitabullah adalah Al-quran.

4. Proses Runtuhnya Kerajaan Pagaruyung.

Proses keruntuhan kerajaan Pagaruyung dimulai dari proses kemunduran kerajaan ini yang telah terjadi mulai abad ke-16. Saat itu peerintahan pusat di kerajaan pagaruyung telah tidak ada lagi. Tiap-tiap wilayah erdiri sendiri-sendiri dengan kekuasaan otonom di masing-masing wilayahnya. Perpecahan tersebut menjadikan kerajaan Pagaruyung sangat lemah dalam kekuatan politik da militer, dimana kerajaan Pagaruyung juga tidak memiliki tentara nasional yang siap melindungi kerajaan jika ada serangan dari pihak luar.

Selain kelemahan dari segi politik dan militer, di dalam masyarakat pagaruyung juga telah terjadi pergesekan antara pembaharuan dengan kaum yang tidak mau menerima pembaharuan. Gerakan pembaharuan tersebut dikenal dengan nama gerakan Paderi. Gerakan Paderi pada awalnya adalah aksi yang dilakukan oleh para Ulama untuk turun ke jalan demi memperbaiki kebiasaan buruk di masyarakat. Akan tetapi dalam menjalankan aksinya, kaum Paderi terbentur dengan para penghulu atau kaum adat yang melakukan perlawanan karena merasa kekuasaan dan kedudukannya terancam.

Walaupun di hormati oleh masyarakat, akan tetapi kedudukan para Ulama hanya terbatas pada pengajar agama saja yang dilakukan di surau-surau. Kekuasaan pemerintah masih dipegang oleh para penghulu, yang mana rakyat lebih patuh terhadap penghulu daripada terhadap Ulama. Sedangkan para penghulu banyak juga yang melakukan tindakan yang melarang agama seperti yang disebutkan diatas, sehingga banyak rakyat yang mengikutinya. Dari sini timbullah suatu pergesekan yang memuncak pada awal abad ke-19.


(2)

110

Pada tahun 1803, kembalilah tiga orang Haji asal Minangkabau yang telah menunaikan ibadah ke Tanah Suci, mereka adalah Haji Sumanik, Haji Miskin, dan Haji Piobang. Saat berada di tanah suci, mereka menyaksikan penaklukkan kota Mekkah yang dilakukan oleh kaum Wahabi. Yang mana dilakukan secara radikal oleh kaum Wahabi, untuk mengembalikan kemurnian ajaran Islam. Dari sanalah ketiga Haji ini terinsipirasi untuk melakukan hal yang sama di daerah mereka. Maka dimulailah gerakan pembaharuan agama tersebut yang bermula di Agam, dan terus menyebar sampai ke ketiga Luhak lainnya dalam waktu singkat, dan kemudian gerakan ini dikenal sebagai gerakan Paderi.

Gerakan Paderi bukanlah gerakan adat melawan agama seperti yang di kemukakan oleh sarjana-sarjana Barat. Akan tetapi gerakan ini adalah gerakan pembaharuan Islam yang terjadi di Minangkabau. Saat terjadi gerakan ini, ada yang mendukung ada pula yang tidak. Mereka yang tidak mendukung adalah para penghulu yang merasa kedudukannya terancam akan hadirnya gerakan ini. Sehingga mereka, para penghulu ini melakukan perlawanan kpada kaum Paderi. Akan tetapi perlawanan para penghulu selalu dapat di menangkan oleh kaum Paderi.

Puncak perlawanan dari para pemuka adat adalah pada tahun 1809, pada saat itu, para pemuka adat yang diketuai oleh Raja Alam Yang Dipertuan Pagaruyung sepakat untuk mengadakan perundingan dengan kaum Paderi di Kota Tengah. Akan tetapi ditengah perundingan tersebut, terjadi ketidak sepahaman sehingga menyebabkan Tuanku Lelo dari angkatan perang Paderi, melakukan penyerangan. Imbas dari penyerangan tersebut adalah terbunuhnya sebagian besar pemuka adat, sedangkan raja alam sendirj berhasil melarikan diri bersama cucunya. Dengan demikian maka berakhirlah kekuasaan Kerajaan Pagaruyung di Minangkabau. Setelah tragedi tersebut, Kerajaan Pagaruyung sudah tidak ada lagi dan pada masanya nanti akan di ambil alih oleh Belanda. Yang berakhir dengan meletusnya perang Paderi, yakni perang antara Belanda dengan rakyat Minangkabau yang di pelopori oleh kaum Paderi.


(3)

111 B. SARAN.

Adapun saran-saran yang diajukan sesuai dengan hasil penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk peneliti-peneliti selanjutnya agar mampu mengupas lebih dalam tentang perkembangan Kerajaan Pagaruyung.

2. Masih terdapat banyak sekali sumber-sumber prasasti berbahasa Sansekerta yang berada di Luar Negeri. Bagi Pemerintah diharapkan dapat mengembalikan prasasti-prasasti tersebut, dikarenakan itu merupakan peninggalan Sejarah bangsa Indonesia. Dan sebagai bukti fisik akan keberadaan sejarah masa lampau Bangsa Indonesia.

3. Masih terdapat sedikit sekali sumber-sumber yang berkaitan dengan Kerajaan Pagaruyung, hal ini dikarenakan kurangnya penelitian akan Kerajaan ini. Pemerintah diharapkan dapat lebih memperhatikan penelitian tentang Kerajaan Pagaruyung dengan melakukan ekskavasi untuk mendapatkan temuan-temuan Arkeologis, sehingga dapat mendukung teori-teori yang sudah ada dan menambah teori baru, serta gambaran yang lebih jelas tentang keberadaan Kerajaan Pagaruyung, serta sejarahnya.

4. Para peneliti selanjutnya diharapkan menguasai bahasa Sansekerta dan mengerti tulisan Pallawa, hal ini dikarenakan banyak sekali sumber-sumber sejarah kita dimasa lampau yang, yang menggunakan bahasa Sansekerta dengan tulisan berhuruf Pallawa. Sehingga lebih memudahkan pemahaman akan sejarah bangsa kita dengan pandangan sebagai orang Indonesia.

5. Penelitian-penelitian akan sejarah Kerajaan Pagaruyung diharapkan lebih diperbanyak, hal ini demi menambah wawasan serta pengetahuan akan sejarah bangsa Indonesia.


(4)

(5)

(6)