Penerapan Activity-Based Costing dalam Penentuan Kos Produk di Perusahaan Jasa Pengelolaan Kebandarudaraan (Studi Kasus pada PT. Angkasa Pura II Cabang Bandar Udara Husein Sastranegara Bandung).

(1)

vii Universitas Kristen Maranatha

ABSTRACT

This study aimed to determine how to calculate tariff provision of aviation services in Bandung Husein Sastranegara Airport by using activity based costing. In addition,

this study also aims to determine the form of information generated activity based costing for Bandung Husein Sastranegara Airport. Data collected by library research field research checkers. In this research, data collection obtained through

primary data. The collection of primary virgin obtained through

interviews. Interviews conducted aimed at the commercial service (by 2 people). The results explained that based on activity based costing rates of air passenger service

(PJP2U) domestic species in 2008 amounted to USD 11,511.33 and the year 2009 amounting to 11305.84. As for the rates of air passenger service (PJP2U) international type in 2008 amounted to USD 16,644.65 and the year 2009 amounting

to 12517.67. For domestic PJP2U rates in 2008 occurred overcosted amounted to 23.26% and in 2009 amounted to 54.78%. Overcosted also occurs in international PJP2U rates which in 2008 amounted to 72.26% and 83.31% in 2009. Differences tariffs that had been established previously based on activity based costing overhead

caused by the imposition of fees on each product is only charged on only one cost driver. As a result tends to occur distortion in overhead expenditures. While the method of activity based costing, overhead costs on each product are charged to cost

a lot of drivers. Therefore in the method of activity based costing, has been able to allocate costs appropriately based on the consumption activity of each activity. Moreover, researchers recommend Airport Husein Sastranegara to implement activity based costing in product costing its services so as to improve accuracy of cost information and providing information on cost and performance

activities.

Keywords: Activity Based Costing, Product Price, Aircraft Passenger Services (PJP2U)


(2)

viii Universitas Kristen Maranatha

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui cara perhitungan tarif penyediaan pelayanan jasa penerbangan di Bandar Udara Husein Sastranegara Bandung dengan menggunakan activity based costing. Selain itu, penelitian ini juga bertujuan untuk mengetahui bentuk informasi yang dihasilkan activity based costing bagi Bandar Udara Husein Sastranegara Bandung. Dalam penelitian ini, pengumpulan data diperoleh melalui data primer. Pengumpulan dara primer diperoleh melalui wawancara. Wawancara yang dilakukan ditujukan kepada dinas komersial (sebanyak 2 orang). Hasil penelitian menjelaskan bahwa berdasarkan activity based costing tarif pelayanan jasa penumpang pesawat udara (PJP2U) jenis domestik tahun 2008 sebesar Rp 11.511,33 dan tahun 2009 sebesar Rp 11.305,84. Sedangkan untuk tarif pelayanan jasa penumpang pesawat udara (PJP2U) jenis internasional tahun 2008 sebesar Rp 16.644,65 dan tahun 2009 sebesar Rp 12.517,67. Untuk tarif PJP2U domestik tahun 2008 terjadi overcosted sebesar 23,26% dan di tahun 2009 sebesar 54,78%. Overcosted juga terjadi pada tarif PJP2U internasional dimana pada tahun 2008 sebesar 72,26% dan 83,31% di tahun 2009. Perbedaan penetapan tarif yang sudah ditetapkan sebelumnya dengan berdasarkan activity based costing disebabkan karena pembebanan biaya overhead pada masing-masing produk hanya dibebankan pada satu cost driver saja. Akibatnya cenderung terjadi distorsi pada pembebanan biaya overhead. Sedangkan pada metode activity based costing, biaya overhead pada masing-masing produk dibebankan pada banyak cost driver. Sehingga dalam metode activity based costing, telah mampu mengalokasikan biaya aktivitas secara tepat berdasarkan konsumsi masing-masing aktivitas. Oleh karena itu peneliti menyarankan Bandar Udara Husein Sastranegara untuk menerapkan activity based costing dalam penentuan biaya produk jasanya sehingga dapat meningkatkan ketelitian informasi harga pokok dan menyediakan informasi biaya serta kinerja aktivitas.

Kata kunci : Activity Based Costing, Harga Produk, Pelayanan Jasa Penumpang Pesawat Udara (PJP2U)


(3)

ix Universitas Kristen Maranatha

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL...i

HALAMAN PENGESAHAN...ii

SURAT PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI...iii

KATA PENGANTAR...iv

ABSTRACT...vii

ABSTRAK...viii

DAFTAR ISI...ix

DAFTAR GAMBAR...xii

DAFTAR TABEL...xiii

DAFTAR LAMPIRAN...xiv

BAB I PENDAHULUAN...1

1.1Latar Belakang Penelitian...1

1.2Identifikasi Masalah...11

1.3Maksud Dan Tujuan Penelitian...11

1.4Kegunaan Penelitian...12

1.5Rerangka Pemikiran...13

1.6Metode Penelitian...14

1.7Lokasi Penelitian...17

BAB II TINJAUAN PUSTAKA...18

2.1 Biaya...18

2.1.1 Pengertian Biaya...18

2.1.2 Objek dan Assigment Biaya...19


(4)

x Universitas Kristen Maranatha

2.2.1 Kelebihan dan Kekurangan Sistem Biaya Tradisional...20

2.3 Activity Based Costing...22

2.3.1 Pengertian Activity Based Costing...23

2.3.2 Asumsi dan Prinsip Dasar Activity Based Costing...23

2.3.3 Manfaat Activity Based Costing...25

2.3.4 Cost Driver (Pemicu Biaya)...26

2.3.5 Langkah-Langkah Penerapan Activity Based Costing...27

2.3.6 Keterbatasan Activity Based Costing...29

2.3.7 Assignment Biaya dalam Activity Based Costing...31

2.4 Activity Based Costing dalam Perusahaan Jasa...33

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Objek Penelitian...36

3.2 Definisi Konsep, Operasional dan Pengukuran Variabel...37

3.2.1 Definisi Konsep...37

3.2.2 Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel...37

3.3 Jenis dan Sumber Data...39

3.4 Teknik Pengumpulan Data...41

3.5 Tahap-Tahap Pengumpulan Data...43

3.6 Pengolahan Data...44

BAB 1V PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Bandar Udara Husein Sastranegara Bandung...45

4.1.1 Sejarah Singkat Bandar Udara Husein Sastranegara Bandung...45

4.1.2 Visi, Misi dan Tujuan Bandar Udara Husein Sastranegara Bandung....47

4.1.3 Struktur Organisasi...48

4.1.4 Bidang Usaha...52


(5)

xi Universitas Kristen Maranatha 4.3 Penetapan Tarif Pelayanan Jasa dengan Pendekatan Activity

Based Costing...57

4.3.1 Mengidentifikasi dan Mendefinisikan Aktivitas dan Pusat Aktivitas....57

4.3.2 Mengklasifikasi Aktivitas Biaya kedalam Berbagai Aktivitas...64

4.3.3 Mengidentifikasi Cost Driver...67

4.3.4 Menentukan Tarif Per Unit Cost Driver...68

4.3.5 Membebankan Biaya ke Produk dengan Menggunakan Tarif Cost Driver dan Ukuran Aktivitas...71

BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan...79

5.2 Saran...80

5.3 Keterbatasan...82

DAFTAR PUSTAKA...83


(6)

xii Universitas Kristen Maranatha

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 1.1 Rerangka Pemikiran...15 Gambar 4.1 Struktur Organisasi...49


(7)

xiii Universitas Kristen Maranatha

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 1.1 Jumlah Penumpang Dalam Negeri dari Transportasi Udara...2 Tabel 3.1 Daftar Pertanyaan Wawancara...42 Tabel 4.1 Tarif Jasa Pelayanan Penumpang Pesawat

Udara (PJP2U)...56 Tabel 4.2 Rekapitulasi Biaya Tahun 2008-2009...60 Tabel 4.3 Data Penunjang Aktivitas Bandar Udara Husein

Sastranegara Bandung...63 Tabel 4.4 Luas Terminal dan Taman Bandar Udara Husein

Sastranegara Bandung...64 Tabel 4.5 Klasifikasi Biaya kedalam Berbagai Aktivitas...66 Tabel 4.6 Pengelompokan Biaya dan Cost Driver...67 Tabel 4.7 Penentuan Tarif Per Unit Cost Driver PJP2U dengan

Metode Activity Based Costing...69 Tabel 4.8 Tarif Pelayanan Jasa Penumpang Pesawat Udara

Domestik Tahun 2008...72 Tabel 4.9 Tarif Pelayanan Jasa Penumpang Pesawat Udara

Internasional Tahun 2008...73 Tabel 4.10 Tarif Pelayanan Jasa Penumpang Pesawat Udara

Domestik Tahun 2009...74 Tabel 4.11 Tarif Pelayanan Jasa Penumpang Pesawat Udara


(8)

xiv Universitas Kristen Maranatha

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Lampiran A Daftar Pertanyaan Wawancara...87 Lampiran B Surat Pernyataan Melakukan Penelitian...88 Lampiran C Keputusan Direksi PT Angkasa Pura II (Persero)...89


(9)

1 Universitas Kristen Maranatha

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Penelitian

Indonesia dikenal sebagai Negara kepulauan yang terdiri dari pulau-pulau. Dengan kondisi geografis seperti ini alat transportasi yang efektif dan efisien untuk menghubungkan antar pulau adalah kapal laut dan pesawat udara. Berdasarkan hasil statistik yang dilakukan oleh Biro Pusat Statistik bahwa dari tahun 2006 sampai 2009 ditemukan bahwa jumlah penumpang dari transportasi udara di beberapa bandar udara lebih banyak dari jumlah penumpang dari transportasi laut dan darat. Beberapa tahun yang lalu pesawat terbang merupakan alat transportasi yang mahal sehingga banyak masyarakat tidak bisa menikmati alat transportasi ini. Di awal tahun 2000an fenomena tersebut sudah tidak terjadi lagi, sekarang masyarakat banyak menggunakan pesawat terbang mengingat selisih harga yang ditawarkan tidak terlalu banyak dengan waktu tempuh yang jauh lebih cepat, jasa angkutan udara lebih menarik perhatian masyarakat.

Fenomena terbaru dari jasa angkutan udara adalah konsep low cost carrier dimana maskapai penerbangan menurunkan operating cost serendah mungkin. Konsep ini bertujuan agar banyak masyarakat yang beralih ke jasa angkutan udara dan konsep ini berhasil. Banyak maskapai penerbangan yang memperoleh keuntungan dari konsep low cost carrier dan akhirnya berdampak positif pada perkembangan industri jasa angkutan udara. Persaingan antara jasa angkutan udara pun terjadi, setiap maskapai penerbangan berusaha menawarkan harga serendah


(10)

Bab I: Pendahuluan 2

Universitas Kristen Maranatha mungkin tanpa mengurangi aspek keamanan dan kenyamanan yang ditawarkan. Perusahaan jasa penerbangan yang menerapkan low cost carrier dalam beberapa tahun terakhir, mengalami pertumbuhan yang sangat pesat dalam hal jumlah penumpang, frekuensi penerbangan, dan rute penerbangan, karena dengan murahnya harga tiket yang disediakan semakin dapat dijangkau masyarakat lapisan bawah. Perkembangan industri jasa angkutan udara juga berpengaruh pada perkembangan bandar udara. Jumlah penumpang dari tahun ke tahun meningkat, jumlah penerbangan pun mengalami peningkatan. Aktivitas-aktivitas di bandar udara bertambah terus mulai dari jasa aeuronatika sampai dengan jasa nonaeuronatika. Bandar udara sebagai pengelola jasa kebandarudaraan dan pelayanan lalu lintas udara terus menerus berusaha berbenah diri untuk memberikan pelayanan yang terbaik kepada masyarakat. Melalui tata kelola yang baik, bandar udara dapat memperbaiki pelayanannya. Sebagai bukti, jumlah masyarakat dan perusahaan jasa penerbangan yang menggunakan jasa kebandarudaraan bertambah terus. Hal ini dapat dilihat dari data statistik Departemen Perhubungan dan Badan Pusat Statistik untuk tahun 2006-2009.

Tabel 1.1

Jumlah Penumpang Dalam Negeri dari Transportasi Udara, 2006-2009 (orang)

Polonia (Medan)

Soekarno Hatta (Jakarta)

Juanda (Surabaya)

Ngurah Rai (Bali)

Hasanudin (Makasar)

2006 1.848.195 9.949.097 3.552.187 1.659.321 1.413.051


(11)

Bab I: Pendahuluan 3

Universitas Kristen Maranatha 2008 1.954.697 11.890.190 3.539.582 2.053.411 1.578.261

2009 2.026.636 13.393.900 4.305.927 2.252.411 1.777.082

Sumber : www.bps.go.id (2010)

Dari data ini, kita dapat melihat terjadi peningkatan dari tahun ke tahun. Contohnya saja Bandar udara Soekarno-Hatta terus memperbaiki pelayanan yang diberikan, terlihat terjadi peningkatan yang cukup besar pada tahun 2006 menuju 2007.

Untuk menjamin agar usaha perusahaan mampu menghasilkan laba, maka manajemen perusahaan perlu mengurangi biaya secara signifikan dalam jangka panjang melalui perencanaan dan pengendalian biaya yang baik. Dalam melakukan pengendalian biaya, manajemen perusahaan harus dapat menentukan biaya produknya dengan akurat. Hal ini dilakukan dengan cara mengumpulkan informasi-informasi biaya yang terjadi di perusahaan. Informasi tentang biaya-biaya yang terjadi dalam suatu perusahaan sangat penting artinya dalam pengambilan keputusan yang dilakukan oleh manajemen perusahaan. Dengan kata lain informasi yang akurat mutlak diperlukan supaya pengambilan keputusan yang dilakukan oleh pihak manajemen tidak salah arah. Supaya dapat menghasilkan informasi-informasi biaya yang akurat dan relevan, maka dalam memproses semua data-data biaya perusahaan diperlukan metode yang tepat.

Sebelumnya perusahaan banyak menggunakan pendekatan tradisional dalam perhitungan harga pokoknya. Sistem biaya tradisional hanya membebankan biaya pada produk sebesar biaya dalam pembentukan rangkaian nilai. Oleh karena itu, dalam sistem tradisional, biaya produk terdiri dari tiga elemen yaitu : (1) biaya bahan


(12)

Bab I: Pendahuluan 4

Universitas Kristen Maranatha baku (BBB), (2) biaya tenaga kerja langsung (BTKL), (3) biaya overhead pabrik (BOP) (Blocher,1995:90). BBB dan BTKL merupakan biaya langsung sehingga tidak menimbulkan masalah pembebanan pada produk. Pembebanan BBB dan BTKL dapat dilakukan secara akurat dengan menggunakan pelacakan langsung atau pelacakan driver. Namun, pembebanan BOP menimbulkan masalah. Menurut Bambang (2005:78) pendekatan tradisional cenderung akan membebankan biaya overhead yang lebih tinggi terhadap produk yang volume produksinya lebih banyak dibanding produk lain yang diproduksi lebih sedikit. Untuk perusahaan yang beroperasi dalam lingkungan bisnis yang sudah maju yang ditandai dengan persaingan yang keras, perbaikan terus-menerus, total kendali mutu, kepuasan konsumen dan teknologi maju, suatu perusahaan harus menerapkan sistem akuntansi biaya yang dapat menghasilkan perhitungan harga pokok yang akurat. Sistem akuntansi biaya lama yang dahulunya dapat berfungsi dengan baik, kini tidak dapat dipertahankan lebih lama karena dapat menghasilkan distorsi biaya (Bambang, 2005:78). Sistem akuntansi biaya yang digunakan untuk membebankan biaya harus diubah dengan sistem yang cock dengan lingkungannya yaitu dengan menggunakan activity based-costing. Activity-based costing bertujuan untuk meningkatkan ketepatan biaya produk dan jasa dengan menggolongkan biaya berdasarkan aktivitas yang dilakukan untuk menghasilkan produk. (Meyliana, 2005).

Activity-based costing (ABC) merupakan sistem biaya berbasis aktivitas dimana manajemen perusahaan dapat melakukan pengurangan biaya dalam jangka panjang dengan cara pengelolaan aktivitas (Hongren,2002:31). Sistem ABC menggunakan cost driver dalam jumlah yang jauh lebih banyak dibandingkan dengan sistem tradisional yang hanya menggunakan satu atau dua cost driver


(13)

Bab I: Pendahuluan 5

Universitas Kristen Maranatha berdasarkan unit (Bambang,2005:95). Akibatnya, sistem ABC meningkatkan ketelitian pembebanan biaya. Sistem ABC tidak hanya meningkatkan ketelitian pembebanan biaya, namun juga menyediakan informasi tentang biaya berbagai aktivitas sehingga memungkinkan manajemen memfokuskan diri pada aktivitas-aktivitas yang memberikan peluang untuk melakukan penghematan biaya dengan cara: menyederhanakan aktivitas, melaksanakan aktivitas dengan lebih efisien, meniadakan aktivitas yang tidak bernilai tambah, dan sebagainya. Sistem ABC ini didukung dengan adanya proses yang terus menerus, perbaikan produk memungkinkan perusahaan memperoleh keuntungan dari kompetisi (Bambang,2005:112). Mengingat tuntutan zaman, sudah waktunya perusahaan-perusahaan di Indonesia menerapkan sistem ABC.

Sebelumnya sudah pernah dilakukan penelitian mengenai activity-based costing. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Shyntya Astri Rahmayani (2004) mengenai analisis perbandingan metode tradisional dan pendekatan activity based costing dalam penentuan tarif jasa pelayanan di RS DR. Hasan Sadikin bandung menyatakan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara tarif jasa pelayanan yang ditetapkan dengan metode tradisional dan tarif jasa pelayanan yang ditetapkan dengan pendekatan activity based costing. Satuan unit penelitian dalam penelitian ini adalah tarif untuk tiap jasa pelayanan. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh unit pelayanan yang terdapat pada Perjan RS Dr. Hasan Sadikin Bandung. Terdapat dua variabel dalam penelitian ini yaitu: (1) variabel X1 adalah penentuan tarif jasa

pelayanan berdasarkan metode traditional costing yang diperoleh dengan cara membuat daftar perhitungan tarif jasa dengan metode traditional costing; (2) variabel X2 yaitu penentuan tarif jasa pelayanan berdasarkan pada laporan perhitungan biaya


(14)

Bab I: Pendahuluan 6

Universitas Kristen Maranatha per bulan yang dikeluarkan rumah sakit. Perjan RS Dr. Hasan Sadikin sampai saat ini masih menggunakan metode tradisional dalam menetapkan tarif jasa pelayanannya. Dalam metode ini hanya digunakan satu cost driver yaitu jam tenaga kerja langsung sebagai dasar pengalokasian biaya overhead, kemudian ditambah dengan biaya langsung untuk menerapkan tarif jasa pelayanan. Akibat yang ditimbulkan adalah ada beberapa tarif jasa yang mengkonsumsi sumber daya yang relativ banyak, tarif yang ditetapkan terlalu rendah (contohnya tindakan ganti balutan dimana dalam metode traditional costing dibebankan sebesar Rp 20.000,00 padahal seharusnya menurut metode activity-based costing sebesar Rp. 24.558,00). Bila Perjan RS Dr. Hasan Sadikin menggunakan pendekatan activity-based costing, dapat menghasilkan tingkat tarif jasa yang lebih akurat dan kompetitif. Selain itu metode ini menggunakan lebih banyak cost driver, dimana dengan cost driver yang lebih banyak ini biaya-biaya yang dikeluarkan dapat diperinci dan ditelusuri ke aktivitas hingga ke jasa yang ditawarkan sehingga informasi biaya yang lebih rendah yang telah dikeluarkan menjadi lebih akurat dan tidak terdistorsi. Adapun cost driver yang digunakan untuk jenis jasa di poliklinik bedah digestif dari aktivitas penerimaan pasien adalah jumlah pasien. Untuk aktivitas anamnesa, cost drivernya jam kerja langsung.

Selain itu penelitian yang dilakukan Okvie Fauzan (2005) mengenai perbedaan penetapan harga pokok produk dengan menggunakan metode konvensional dan metode activity based costing pada perusahaan ABC menyatakan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara harga pokok produk pesanan konvensional dengan harga pokok produk pesanan ABC. Data penelitian yang digunakan penelitian ini


(15)

Bab I: Pendahuluan 7

Universitas Kristen Maranatha dari suatu populasi target yaitu harga pokok produk pesanan selama bulan April 2003 sampai April 2004, berupa daftar biaya produksi menggunakan metode konvensional yang kemudian dikonversi menjadi metode activity-based costing. Jumlah data penelitiannya adalah 21 pesanan. Dengan menggunakan metode activity-based costing total biaya produksi menjadi Rp. 42.472.605,52 sedangkan menurut pendekatan tradisional sebesar Rp. 58.115.775. Terdapat penurunan biaya produksi sebesar Rp. 15.643.169,48, penurunan ini terjadi karena pada metode activity-based costing pembebanan biaya overhead lebih teliti dan membentuk pusat biaya yang lebih banyak sehingga dapat diikuti dengan teliti ke pusat biaya yang mengkonsumsinya. Kemudian biaya overhead dari pusat biaya dialokasikan ke produk, biaya overhead sebesar Rp. 6.055.530,52 adalah total dari batch level dan facility level yang terdapat dari batch level material handling, cutting, film, sablon, jahit, finishing dan facility level. Perbedaan total biaya bahan baku disebabkan perhitungan bahan baku pada metode tradisional memasukkan biaya jahit dan sablon sebagai komponen bahan baku, sedangkan pada metode activity-based costing jahit dan sablon merupakan biaya overhead batch level.

Penelitian juga telah dilakukan oleh Ariyanti Yuliana (2007) mengenai penerapan activity based costing sebagai alat bantu untuk meningkatkan keakuratan pembebanan biaya dalam perhitungan harga pokok pada PT Gopek Cipta Utama menyatakan bahwa informasi biaya produksi yang dihasilkan oleh PT Gopek Cipta Utama kurang akurat. Salah satu penyebab ketidakakuratan tersebut adalah perusahaan menggunakan pemebebanan tunggal, yaitu hanya menggunakan satu cost driver saja. Hal ini mengakibatkan produk-produk yang volume produksi dan aktivitasnya tinggi menerima pembebanan biaya overhead yang tinggi juga. Ariyanti


(16)

Bab I: Pendahuluan 8

Universitas Kristen Maranatha Yuliana (2007) menyarankan penggunaan activity-based cost system dalam perhitungan harga pokok produksi. Penelitian lain oleh Kartika Dewi Arifin (2006) mengenai perhitungan biaya produk yang dijalankan Pandan Wangi Coffe Shop pada Hotel Santika menyatakan bahwa perhitungan biaya produk menurut pihak manajemen untuk Nasi Goreng Santika, Sop Buntut goreng dan Sphagetty Bolonaise adalah Rp14,137 , Rp11,557 dan Rp 15,470, Sedangkan menurut activity-based costing adalah Rp13,496, Rp 12,779 dan Rp15,715. Dapat dilihat bahwa selama ini perhitungan biaya produk Nasi Goreng Santika terlalu tinggi sebesar Rp 641 sedangkan perhitungan biaya produk Sop Buntut Goreng dan Sphagetty Bolonaise justru terlalu rendah masing-masing sebesar Rp1,222 dan Rp245. Oleh karena proporsi biaya produksi tidak langsung dari keseluruhan biaya produksi yang terjadi tidaklah terlalu besar (13,58%), maka perbedaan yang terjadipun tidaklah signifikan. Berdasarkan hasil yang diperoleh, penulis menyarankan bahwa manajemen belum perlu menerapkan activity-based costing untuk memperhitungkan biaya produknya. Lain lagi hasil penelitian yang dilakukan oleh Miragea Susantie (2006) mengenai penerapan activity-based costing pada PT Telkom diketahui bahwa pada praktiknya, PT Telkom memiliki beberapa perbedaan yang cukup signifikan dengan perusahaan lainnya. Beberapa perbedaan tersebut diantaranya, yaitu penggunaan desain activity-based costing model top down fully distributed cost, OROS software, network element, biaya interkoneksi, serta bentuk informasi yang dihasilkan activity-based costing bagi PT Telkom bermanfaat untuk product costing, cost control, dan management decision support. Berdasarkan hasil penelitian, penulis menyarankan agar PT Telkom tetap mempertahankan sistem activity-based costing untuk menentukan biaya produk.


(17)

Bab I: Pendahuluan 9

Universitas Kristen Maranatha Jika melihat hasil-hasil penelitian diatas, penggunaan sistem activity-based costing dapat menghasilkan harga pokok yang lebih akurat yang tentunya membantu manajemen untuk meningkatkan nilai produk dan nilai proses dengan membuat keputusan yang lebih baik tentang desain produk, mengendalikan biaya secara lebih baik dan membantu perkembangan proyek-proyek yang meningkatkan nilai.

Dalam penelitian ini, peneliti ingin mengetahui bagaimana penerapan activity-based costing pada perusahaan jasa khususnya pada jasa kebandarudaraan di Bandar Udara Husein Sastranegara. Sistem activity-based costing sudah banyak dilakukan oleh perusahaan jasa lain seperti hotel, restaurant, dan rumah sakit namun jarang kita mengetahui bagaimana penerapannya pada bandar udara. Bandar udara menyediakan jasa yang berbeda dengan perusahaan lain. Bandar udara menyediakan jasa penerbangan (aeuronatika) dan bukan penerbangan (non aeuronatika). Bisnis bandar udara sendiri bersifat padat capital yang tingkat pengembalian modal yang lama dan memiliki profitabilitas yang rendah. Sementara aktivitas tersebut menuntut untuk lebih ekspansif dalam rangka meningkatkan kualitas pelayanan dengan tarif yang kompetitif. Selama ini kita mungkin hanya pernah menggunakan jasa kebandarudaraan tanpa mengetahui aktivitas dan jasa apa saja yang diberikan oleh bandar udara. Kita hanya mengetahui bandar udara sebagai tempat landing dan take-off pesawat tanpa pernah memikirkan aktivitas-aktivitas dan biaya-biaya apa saja yang terjaadi sebelum pesawat take-off dan sesudah pesawat landing. Padahal sebenarnya banyak sekali aktivitas dan biaya yang terjadi dan bisa kita ketahui contohnya saja aktivitas pelayanan jasa penerbangan. Berupa pelayanan dalam memberikan panduan selama penerbangan. Panduan dilakukan ketika pesawat hendak take off hingga pesawat terbang selama dalam teritorial flight information


(18)

Bab I: Pendahuluan 10

Universitas Kristen Maranatha region (FIR) bandara tersebut. Bea dikenakan berdasarkan route unit. Dari contoh aktivitas di atas peneliti tertarik untuk mengetahui penerapan sistem activity-based costing pada perusahaan kebandarudaraan terutama di Bandar Udara Husein Sastranegara. Bandar Udara Husein Sastranegara merupakan bandar udara yang melayani keberangkatan dalam dan luar negeri. Bandar udara yang dibangun Belanda pada masa kolonial ini memiliki daya tampung 360.858orang/tahun (www.angkasapura2.co.id). Adapun jenis pelayanan yang diberikan dibagi menjadi 3 jenis yaitu: (1) pelayanan aeuronatika yang meliputi pengendalian lalu lintas udara, fasilitas telekomunikasi penerbangan, fasilitas navigasi udara, fasilitas pendaratan visual dan pelayanan meteologi; (2) pelayanan non aeuronatika yang meliputi sewa ruang, gudang, tanah, pas bandara dan sewa gudang cargo; (3) pelayanan lainnya yang antara lain pelayanan bongkar muat penerbangan. Melalui layanan yang disediakan bandar udara memperoleh pendapatan dari aeuronatika (antara lain: pendapatan pendaratan, penempatan, pelayanan penerbangan dan pelayanan penumpang) maupun non aeuronatika (antara lain: sewa ruang, gedung, tanah, listrik, dan pemasangan reklame). Dengan mengetahui penerapan activity-based costing pada aktivitas-aktivitas kebandarudaraan, tentunya dapat memberikan gambaran pada Bandar Udara Husein Sastranegara untuk dapat mengambil keputusan mengenai penyediaan pelayanan baik itu kepada maskapai penerbangan ataupun pada penumpang pesawat. Melalui penerapan sistem activity-based costing yang baik diharapkan perusahaan dapat menghasilkan pelayanan jasa yang bermutu demi kepuasan konsumen. Suatu pengkajian sistem activity-based costing juga dapat meyakinkan manajemen bahwa mereka harus mengambil sejumlah langkah untuk menjadi lebih kompetitif. Sebagai hasilnya, mereka dapat berusaha untuk


(19)

Bab I: Pendahuluan 11

Universitas Kristen Maranatha meningkatkan mutu sambil secara simultan memfokus pada mengurangi biaya. Oleh karena itu peneliti tertarik untuk melakukan penelitian berjudul Penerapan Activity-Based Costing dalam Penentuan Biaya Produk di Perusahaan Jasa Pengelolaan Kebandarudaraan (Studi Kasus Pada PT Angkasa Pura II Cabang Bandar Udara Husein Sastranegara Bandung)

1.2 Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang penelitian di atas maka permasalahan dalam penelitian ini dapat diidentifikasi sebagai berikut:

1. Bagaimanakah cara menghitung tarif penyediaan pelayanan jasa penerbangan di Bandar Udara Husein Sastranegara Bandung dengan menggunakan metode activity-based costing?

2. Bagaimanakah bentuk informasi yang dihasilkan activity-based costing bagi PT Angkasa Pura II Cabang Bandar Udara Husein Sastranegara?

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian yang dilakukan oleh penulis sehubungan dengan identifikasi masalah di atas adalah untuk:

1. Untuk mengetahui penerapan activity-based costing di PT Angkasa Pura II Cabang Bandar Udara Husein Sastranegara dalam kaitannya dengan penentuan tarif jasa aeuronatika.


(20)

Bab I: Pendahuluan 12

Universitas Kristen Maranatha 2. Untuk mengetahui bentuk informasi yang dihasilkan activity-based costing bagi PT Angkasa Pura II Cabang Bandar Udara Husein Sastranegara yang akan berpengaruh pada tarif jasa aeuronatika.

1.4 Kegunaan Penelitian

Dari informasi yang dapat dikumpulkan sebagai bahan penelitian, penulis berharap agar hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi berbagai pihak terutama:

1. Bagi perusahaan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan referensi dan masukan dalam bentuk sumbangan pemikiran yang berguna bagi perusahaan dalam penentuan biaya produk.

2. Bagi penulis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan mengenai sistem activity-based costing sebagai bahan perbandingan antara teori yang dipelajari di bangku kuliah dengan penerapannya pada PT Angkasa Pura II Cabang Bandar Udara Husein Sastranegara Bandung.

3. Bagi pembaca

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan mengenai penerapan activity-based costing dalam industri jasa, khususnya jasa pengelola kebandarudaraan. Selain itu, hasil penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi sumber informasi dan bahan perbandingan untuk penelitian serupa di masa yang akan datang jika mengambil tema activity based-costing.


(21)

Bab I: Pendahuluan 13

Universitas Kristen Maranatha 1.5 Rerangka Pemikiran

Bandar udara sebagai pengelola jasa kebandarudaraan dan pelayanan lalu lintas udara dari tahun ke tahun terus berupaya untuk mencapai tujuannya yaitu memenuhi laba yang ditargetkan dan memberikan pelayanan yang terbaik bagi masyarakat. Salah satu strategi yang dilakukan manajemen untuk dapat memenuhi tujuannya itu bandar udara melakukan pengurangan biaya yang signifikan dalam jangka panjang, misalnya saja biaya peremajaan dan perbaikan mesin (seperti mesin x-ray). Dalam melakukan pengendalian biaya, manajemen harus mampu menentukan biaya produknya secara akurat. Untuk dapat menentukan keakuratan biaya tersebut, manajemen juga harus mengetahui kegiatan-kegiatan yang dilakukan bandar udara. Dalam sistem tradisional hanya digunakan driver-driver aktivitas berlevel unit untuk membebankan BOP pada produk. Driver aktivitas berlevel unit menurut Supriyono (1999:263) adalah faktor-faktor yang menyebabkan perubahan biaya sesuai dengan perubahan unit produk yang diproduksi. Penggunaan driver biaya berlevel unit untuk membebankan BOP pada produk menggunakan asumsi bahwa overhead yang dikonsumsi oleh produk mempunyai korelasi yang sangat tinggi dalam jumlah unit yang diproduksi. Supriyono (1996:267) juga menyatakan ada tiga faktor yang menyebabkan sistem biaya tradisional tidak mampu membebankan BOP secara teliti pada produk yaitu: (1) produk yang dihasilkan beberapa jenis, (2) BOP berlevel non-unit jumlahnya relatif besar, (3) diversitas produk-produk relatif tinggi. Ketiga faktor tersebut mengharuskan manajemen untuk mengganti sistem biaya tradisional dengan sistem ABC.


(22)

Bab I: Pendahuluan 14

Universitas Kristen Maranatha Menurut Blocher (2007:222) activity-based costing adalah pendekatan perhitungan biaya yang membebankan biaya sumber daya ke objek biaya seperti produk, jasa, atau pelanggan berdasarkan aktivitas yang dilakukan untuk objek biaya tersebut. Sistem biaya berbasis aktivitas (activity-based costing) merupakan suatu sistem yang pertama kali menelusuri biaya ke aktivitas dan kemudian ke produk. Kalkulasi biaya produk tradisional juga meliputi 2 tahap, akan tetapi dalam tahap pertama, biaya ditelusuri ke departemen-departemen, bukan ke aktivitas. Baik dalam kalkulasi biaya tradisional maupun kalkulasi biaya berbasis aktivitas, tahap kedua mencakup menelusuri biaya ke produk (Bambang, 2005:82). Perbedaan utama antara kedua metode tersebut adalah jumlah pemicu biaya yang digunakan. Kalkulasi biaya berbasis aktivitas menggunakan jumlah pemacu biaya yang lebih berbasis volume yang tipikal dalam sistem konvensional. Dalam kenyataannya, pendekatan ABC memisahkan biaya overhead kedalam kelompok biaya overhead, yaitu setiap kelompok biaya dikaitkan dengan pemicu biaya yang berbeda. Kemudian suatu tarif overhead yang ditentukan dimuka dihitung untuk setiap kelompok biaya dan setiap pemacu biaya (Bambang, 2005:84). Sebagai konsekuensinya, metoda ini telah meningkatkan akurasi.

Pembahasan mengenai activity-based costing yang ada selama ini memang lebih menitikberatkan pada perusahaan manufaktur, namun hanya sedikit yang melakukan pembahasan untuk perusahaan jasa khususnya jasa kebandarudaraan. Di Indonesia sebagian besar jasa kebandarudaraan dikelola oleh PT Angkasa Pura I yang membawahi beberapa bandar udara di kawasan timur Indonesia antara lain bandar Udara Juanda Surabaya dan Ngurah Rai Bali. Selain itu ada juga PT Angkasa Pura II yang membawahi beberapa bandar udara di kawasan barat Indonesia antara


(23)

Bab I: Pendahuluan 15

Universitas Kristen Maranatha lain bandar udara Soekarno Hatta Jakarta dan Husein Sastranegara Bandung. Bandar udara Husein Sastranegara adalah sebuah bandar udara yang terletak di Kota Bandung, Jawa Barat, Indonesia. Selain untuk melayani masyarakat, bandara ini juga merupakan salah satu pangkalan angkatan udara TNI. Bandar udara ini melayani keberangkatan domestik ke beberapa daerah antara lain Batam, Surabaya dan Bali serta keberangkatan internasional menuju Singapura dan Malaysia. Bandar Udara Husein Sastranegara merupakan salah satu dari beberapa bandar udara yang di bawah pengelolaan PT (Persero) Angkasa Pura II yang belum menerapkan activity based costing dalam penentuan biaya produknya. Oleh karena itu, penulis melakukan analisis untuk mendeskripsikan penerapan activity-based costing di PT Angkasa Pura II Cabang Bandar Udara Husein Sastranegara serta bentuk informasi yang dihasilkan activity-based costing bagi Bandar Udara Husein Sastranegara.

Gambar 1.1 Rerangka Pemikiran

Pencapaian tujuan perusahaan (memenuhi target laba dan memberikan pelayanan yang terbaik bagi masyarakat)

Melakukan pengendalian terhadap biaya

Menentukan biaya produk secara akurat

Menggunakan activity-based costing (industry jasa kebandarudaraan)

Penerapan activity-based costing

Bentuk informasi yang dihasilkan activity-based costing


(24)

Bab I: Pendahuluan 16

Universitas Kristen Maranatha

1.6 Metode Penelitian

Metoda penelitian yang digunakan oleh penulis dalam penelitian ini adalah metoda deskriptif analitis dengan penekanan metode studi kasus. Menurut jogiyanto (2007) dalam Meythi (2009) metode penelitian ini dilakukan dengan mengumpulkan data yang dapat memberikan informasi dan gambaran yang cukup jelas mengenai objek penelitian. Setelah itu, data yang diperoleh dianalisis dan diinterpretasikan sehingga dapat ditarik suatu simpulan umum mengenai perusahaan yang bersangkutan untuk kemudian dijadikan dasar dalam pengajuan saran.

Teknik pengumpulan data yang digunakan oleh penulis pada penelitian ini adalah dengan melakukan:

1. Penelitian Lapangan (field research)

Penelitian lapangan dilakukan untuk memperoleh data primer, yaitu suatu cara pengumpulan data dengan mengadakan penyelidikan secara langsung pada perusahaan, antara lain melalui:

a. Observasi, peneliti melakukan pengamatan langsung pelaksanaan kegiatan perusahaan dalam rangka pengumpulan data yang diperlukan.

b. Wawancara, peneliti mengadakan wawancara langsung dengan pejabat dan staf yang berwenang dalam perusahaan untuk memberikan penjelasan mengenai data yang diperoleh.

c. Dokumentasi, peneliti mengumpulkan dan mempelajari data-data dan dokumen-dokumen perusahaan yang berhubungan dengan masalah yang diteliti.


(25)

Bab I: Pendahuluan 17

Universitas Kristen Maranatha 2. Penelitian Kepustakaan (library research)

Penelitian kepustakaan dilakukan untuk memperoleh data sekunder, yaitu pengumpulan data dengan cara mempelajari teori-teori dari buku-buku referensi, bahan-bahan kuliah, dan literatur lainnya yang dapat dijadikan landasan teoritis berkaitan dengan masalah yang diteliti.

1.7 Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di Bandar Udara Husein Sastranegara yang terletak di JL. Pajajaran no.156. Penulis memperkirakan penelitian akan berlangsung selama kurang lebih dua bulan, mulai bulan Januari 2011.


(26)

79 Universitas Kristen Maranatha

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

Pada bab ini akan dijelaskan tentang simpulan dari penelitian yang telah dilakukan penulis, dengan tujuan untuk mengevaluasi tarif penyediaan pelayanan di bandar udara Husein Sastranegara Bandung khsususnya jasa penumpang pesawat udara (PJP2U) dengan penentuan tarif pelayanan jasa penumpang pesawat udara yang menggunakan metode yang berbasis aktivitas (activity based-costing).

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang dilakukan peneliti di bandar udara Husein Sastranegara Bandung, maka dapat diambil simpulan sebagai berikut: 1. Sistem activity-based costing pertama-tama menelusuri biaya ke aktivitas

kemudian ke produk, jadi informasi yang dapat diperoleh dari activity-based costing dapat memberi masukan kepada pihak PT Angkasa Pura II Cabang Bandar Udara Husein Sastranegara Bandung, sehingga dapat mengetahui laba/rugi dari masing-masing tiap jenis pelayanan jasa penumpang pesawat udara baik itu domestik atau internasional.

2. Perhitungan tarif penyediaan pelayanan di bandar udara Husein Sastranegara Bandung khususnya pelayanan jasa penumpang pesawat udara (PJP2U) dilakukan melalui 2 tahap. Yaitu tahap pertama biaya ditelusur ke aktivitas yang menimbulkan biaya dan tahap ke dua membebankan biaya aktivitas ke produk. Sedangkan tarif diperoleh dengan menambahkan cost pelayanan jasa penumpang


(27)

Bab V: Simpulan dan Saran 80

Universitas Kristen Maranatha pesawat udara dengan laba yang diharapkan. Dari perhitungan dengan menggunakan metode activity-based costing, diketahui besarnya tarif untuk keberangkatan domestik tahun 2008 sebesar Rp 11.511, 33 dan untuk tahun 2009 sebesar Rp 11.305,84. Sedangkan tarif keberangkatan internasional sebesar Rp16.644,65 di tahun 2008 dan Rp 12.517,67 di tahun 2009.

3. Terdapat perbedaan antara tarif yang telah ditetapkan dengan perhitungan activity based costing yaitu untuk tarif domestik tahun 2008 sebesar Rp 3.488,67 dan tahun 2009 sebesar Rp 13.694,16. Sedangkan untuk tarif internasional perbedaannya sebesar Rp 43.355,35 di tahun 2008 dan Rp 62.482,33.

4. Perbedaan penetapan tarif yang sudah ditetapkan sebelumnya dengan berdasarkan activity based costing disebabkan karena pembebanan biaya overhead pada masing-masing produk hanya dibebankan pada satu cost driver saja. Akibatnya cenderung terjadi distorsi pada pembebanan biaya overhead. Sedangkan pada metode activity based costing, biaya overhead pada masing-masing produk dibebankan pada banyak cost driver. Sehingga dalam metode activity based costing, telah mampu mengalokasikan biaya aktivitas secara tepat berdasarkan konsumsi masing-masing aktivitas.

5.2 Saran

Berdasarkan kesimpulan diatas, maka peneliti mempunyai saran yaitu: a. Bagi perusahaan

1. Pihak manajemen sebaiknya mulai mempertimbangkan perhitungan tarif penyediaan pelayanan jasa penerbangan khususnya pelayanan jasa


(28)

Bab V: Simpulan dan Saran 81

Universitas Kristen Maranatha penumpang pesawat udara (PJP2U) dengan menggunakan metode activit-based costing, dengan tetap mempertimbangkan faktor-faktor eksternal yang lain seperti kemampuan masyarakat yang dapat mempengaruhi dalam penetapan harga pelayanan jasa penumpang pesawat udara (PJP2U).

2. Dengan menggunakan activity-based costing pihak PT Angkasa Pura II Cabang Bandar Udara Husein Sastranegara Bandung dapat mengambil keputusan mengenai penentuan aktivitas mana yang akan ditingkatkan pelayanannya misalnya aktivitas pelayanan penumpang atau aktivitas mana yang dapat dikurangi.

b. Bagi penulis

1. Dalam pengalokasian biaya disarankan bagi penelitian selanjutnya agar lebih memperhatikan cost driver dalam objek penelitian, sehingga biaya produk yang dihasilkan akan lebih optimal.

2. Untuk penelitian yang akan datang, agar terdapat perubahan maka sebaiknya perlu melakukan penelitian dengan melihat tingkat kepuasan pelanggan (penumpang pesawat udara) disamping mengetahui data laporan keuangan yang diperoleh sehingga diketahui tingkat keakuratan penelitian secara keseluruhan.

c. Bagi pembaca

1. Diharapkan untuk pembaca yang ingin melakukan penelitian activity based costing di dalam bandar udara sebaiknya tidak hanya dalam tarif PJP2U, mungkin bisa tarif pelayanan jasa pendaratan, penempatan dan penyimpanan pesawat udara (PJP4U).


(29)

Bab V: Simpulan dan Saran 82

Universitas Kristen Maranatha

5.3 Keterbatasan

Peneliti pun menyadari terdapat beberapa keterbatasan yaitu:

1. Penelitian hanya dilakukan pada satu perusahaan dengan kondisi yang tidak sama dengan perusahaan lain, sehingga penelitian ini tidak dapat digeneralisasikan pada semua perusahaan

2. Sulitnya untuk mengidentifikasi tiap biaya yang dikeluarkan untuk masing-masing aktivitas dikarenakan banyaknya aktivitas yang berlangsung dalam pelayanan jasa penumpang pesawat udara (PJP2U)

3. Sebaiknya kepuasan penumpang juga di ukur dikarenakan penelitian ini dilakukan pada perusahaan jasa. Sehingga hasil yang diperoleh lebih akurat secara keseluruhan.


(30)

83

Universitas Kristen Maranatha

DAFTAR PUSTAKA

Arifin, Kartika Dewi. 2006. Penerapan Activity Based Costing dalam Penentuan Kos Produk yang Lebih Akurat pada Pandan Wangi Coffee Shop Hotel Santika Bandung. Ekonomi/ S-1. Universitas Kristen Maranatha, Bandung.

Atkinson, Anthony., Robert S. Kaplan and S. Mark Young. 2004. Management Accounting. New Jersey: Prentice Hall Inc.

Blocher, Chen, dan Lin 1995, Cost Management: a strategic emphasis, Irwin/McGraw-Hill.

. 1999, Cost Management: a strategic emphasis, Irwin/McGraw-Hill. 2007, Cost Management: a strategic emphasis, Irwin/McGraw-Hill.

Cooper Robin and Kaplan Robert S. 2005. The Design of Cost Management System: Text, Cases and Reading. Prentice Hall Inc.

Fauzan, Okvie. 2005. Perbedaan Penetapan Harga Pokok Produk dengan Menggunakan Metode Konvensional dengan Metode Activity Based Costing

Pada Perusahaan “ABC”. Skripsi Ekonomi/ S-1. Universitas Padjajaran, Bandung.

Hansen, Don R., dan Maryanne M. Mowen. 2006. Management Accounting. Cincinnati, Ohio: South-Western Publishing Co.

. 2005. Management Accounting. Cincinnati, Ohio: South-Western Publishing Co.

. 1999. Management Accounting. Cincinnati, Ohio: South-Western Publishing Co.

. 1993. Management Accounting. Cincinnati, Ohio: South-Western Publishing Co.

Hariadi, Bambang. 2002, Akuntansi Manajemen : suatu sudut pandang, Yogyakarta: BPFE.

. 2005. Akuntansi Manajemen : suatu sudut pandang, Yogyakarta: BPFE. Harnanto dan Zulkifli. 1992. Manajemen Biaya. UPP.AMP YKPN, Yogyakarta Horngren, Charles T., George Foster, and Srikant Datar. 2003. Cost Accounting: A

Emphasis. 11th ed. New Jersey: Prentice Hall International Inc.

Irmaningsih, Nunung. (2009). Perbedaan Metode Tradisioanal dengan Metode Activity Based Costing dalam Penentuan Tarif Rawat Inap pasien Rumah Sakit


(31)

84

Universitas Kristen Maranatha

Panti Wilasa Citarum Semarang. Diakses

http://perpus.unisbank.ac.id/index.php?p=fstream&fid=485&bid=7144. Pada tanggal 8 Januari 2011

Meyliana. 2005. Suatu Tinjauan Mengenai Penetapan Harga Pokok Produk dengan Menggunakan Activity Based Cost System dalam Mendukung Pembebanan Biaya Overhead yang Lebih Akurat. Jurnal Ilmiah Akuntansi (4)3, hal 1-14. Meythi. 2009. Metodologi Penelitian. Handout Mata Kuliah Metodologi Penelitian

Universitas Kristen Maranatha, Bandung.

Mursyidi. 2001. Akuntansi Biaya: Conventional Costing, Just In Time, dan Activity Based Costing. Bandung: Reflika Aditama.

Mulyadi. 2003. Activity-Based Cost System: Sistem Informasi Biaya untuk Pengurangan Biaya, Yogyakarta: UPP AMP YKPN.

Rahmayani, Shyntya Astri. 2004. Analisis Perbandingan Metode Tradisional dan Pendekatan Activity Based Costing dalam Penentuan Tarif Jasa Pelayanan Perjan RS DR. Hasan Sadikin. Skripsi Ekonomi/ S-1. Universitas Padjajaran, Bandung.

Setyaningrum, Jenita. (2009). Studi Komparasi antara Metode Tradisional dengan Metode ABC dalam Penentuan Tarif Sewa Kamar Hotel Bojong Semarang . Diakses

http://perpus.unisbank.ac.id/index.php?p=fstream&fid=485&bid=7142. pada tanggal 8 Januari 2011

Supriyono. 2001. Akuntansi Biaya dan Akuntansi Manajemen untuk Teknologi Maju dan Globalisasi, Yogyakarta: BPFE

Susantie, Miragea. 2006. Analisis Desain dan Implementasi Activity Based Costing dalam Penentuan Kos Produk di Perusahaan Jasa Telekomunikasi pada PT Telekomunikasi Indonesia. Skripsi Ekonomi/ S-1. Universitas Kristen Maranatha, Bandung.

Triyono. 1996. ABC System Respon Akuntansi Manajemen Terhadap Kebutuhan Manajemen Akan Informasi Akuntansi. Forum Akademika 2, hal 69-79.

Widjaja, Amin. 1995, Activity-Based Costing: Untuk Manufakturing dan Pemasaran, Jakarta:Harvarindo.

Wibowo, Angky Febri. (2010). Analisa Acticity Based Costing System sebagai Alternatif dalam Penentuan Tarif Jasa Rawat Inap pada Rumah Sakit Jiwa

Daerah Dr. Amino Gondhohutomo Semarang. Diakses

http://perpus.unisbank.ac.id/index.php?p=fstream&fid=485&bid=6769. Pada tanggal 8 Januari 2011


(32)

85

Universitas Kristen Maranatha Yuliana, Ariyanti. 2007. Activity Based Cost System Sebagai Alat Bantu Untuk

Meningkatkan Keakuratan Pembebanan Biaya dalam Perhitungan Harga Pokok pada PT Gopek Cipta Utama Tegal. Ekonomi/ S-1. Universitas Kristen Maranatha, Bandung.


(1)

Bab V: Simpulan dan Saran 80

Universitas Kristen Maranatha pesawat udara dengan laba yang diharapkan. Dari perhitungan dengan menggunakan metode activity-based costing, diketahui besarnya tarif untuk keberangkatan domestik tahun 2008 sebesar Rp 11.511, 33 dan untuk tahun 2009 sebesar Rp 11.305,84. Sedangkan tarif keberangkatan internasional sebesar Rp16.644,65 di tahun 2008 dan Rp 12.517,67 di tahun 2009.

3. Terdapat perbedaan antara tarif yang telah ditetapkan dengan perhitungan activity

based costing yaitu untuk tarif domestik tahun 2008 sebesar Rp 3.488,67 dan

tahun 2009 sebesar Rp 13.694,16. Sedangkan untuk tarif internasional perbedaannya sebesar Rp 43.355,35 di tahun 2008 dan Rp 62.482,33.

4. Perbedaan penetapan tarif yang sudah ditetapkan sebelumnya dengan berdasarkan activity based costing disebabkan karena pembebanan biaya

overhead pada masing-masing produk hanya dibebankan pada satu cost driver

saja. Akibatnya cenderung terjadi distorsi pada pembebanan biaya overhead. Sedangkan pada metode activity based costing, biaya overhead pada masing-masing produk dibebankan pada banyak cost driver. Sehingga dalam metode

activity based costing, telah mampu mengalokasikan biaya aktivitas secara tepat

berdasarkan konsumsi masing-masing aktivitas.

5.2 Saran

Berdasarkan kesimpulan diatas, maka peneliti mempunyai saran yaitu:

a. Bagi perusahaan

1. Pihak manajemen sebaiknya mulai mempertimbangkan perhitungan tarif penyediaan pelayanan jasa penerbangan khususnya pelayanan jasa


(2)

Bab V: Simpulan dan Saran 81

Universitas Kristen Maranatha penumpang pesawat udara (PJP2U) dengan menggunakan metode

activit-based costing, dengan tetap mempertimbangkan faktor-faktor eksternal yang

lain seperti kemampuan masyarakat yang dapat mempengaruhi dalam penetapan harga pelayanan jasa penumpang pesawat udara (PJP2U).

2. Dengan menggunakan activity-based costing pihak PT Angkasa Pura II Cabang Bandar Udara Husein Sastranegara Bandung dapat mengambil keputusan mengenai penentuan aktivitas mana yang akan ditingkatkan pelayanannya misalnya aktivitas pelayanan penumpang atau aktivitas mana yang dapat dikurangi.

b. Bagi penulis

1. Dalam pengalokasian biaya disarankan bagi penelitian selanjutnya agar lebih memperhatikan cost driver dalam objek penelitian, sehingga biaya produk yang dihasilkan akan lebih optimal.

2. Untuk penelitian yang akan datang, agar terdapat perubahan maka sebaiknya perlu melakukan penelitian dengan melihat tingkat kepuasan pelanggan (penumpang pesawat udara) disamping mengetahui data laporan keuangan yang diperoleh sehingga diketahui tingkat keakuratan penelitian secara keseluruhan.

c. Bagi pembaca

1. Diharapkan untuk pembaca yang ingin melakukan penelitian activity based

costing di dalam bandar udara sebaiknya tidak hanya dalam tarif PJP2U,

mungkin bisa tarif pelayanan jasa pendaratan, penempatan dan penyimpanan pesawat udara (PJP4U).


(3)

Bab V: Simpulan dan Saran 82

Universitas Kristen Maranatha 5.3 Keterbatasan

Peneliti pun menyadari terdapat beberapa keterbatasan yaitu:

1. Penelitian hanya dilakukan pada satu perusahaan dengan kondisi yang tidak sama dengan perusahaan lain, sehingga penelitian ini tidak dapat digeneralisasikan pada semua perusahaan

2. Sulitnya untuk mengidentifikasi tiap biaya yang dikeluarkan untuk masing-masing aktivitas dikarenakan banyaknya aktivitas yang berlangsung dalam pelayanan jasa penumpang pesawat udara (PJP2U)

3. Sebaiknya kepuasan penumpang juga di ukur dikarenakan penelitian ini dilakukan pada perusahaan jasa. Sehingga hasil yang diperoleh lebih akurat secara keseluruhan.


(4)

83

Universitas Kristen Maranatha

DAFTAR PUSTAKA

Arifin, Kartika Dewi. 2006. Penerapan Activity Based Costing dalam Penentuan Kos

Produk yang Lebih Akurat pada Pandan Wangi Coffee Shop Hotel Santika Bandung. Ekonomi/ S-1. Universitas Kristen Maranatha, Bandung.

Atkinson, Anthony., Robert S. Kaplan and S. Mark Young. 2004. Management

Accounting. New Jersey: Prentice Hall Inc.

Blocher, Chen, dan Lin 1995, Cost Management: a strategic emphasis, Irwin/McGraw-Hill.

. 1999, Cost Management: a strategic emphasis, Irwin/McGraw-Hill. 2007, Cost Management: a strategic emphasis, Irwin/McGraw-Hill.

Cooper Robin and Kaplan Robert S. 2005. The Design of Cost Management System:

Text, Cases and Reading. Prentice Hall Inc.

Fauzan, Okvie. 2005. Perbedaan Penetapan Harga Pokok Produk dengan

Menggunakan Metode Konvensional dengan Metode Activity Based Costing

Pada Perusahaan “ABC”. Skripsi Ekonomi/ S-1. Universitas Padjajaran, Bandung.

Hansen, Don R., dan Maryanne M. Mowen. 2006. Management Accounting. Cincinnati, Ohio: South-Western Publishing Co.

. 2005. Management Accounting. Cincinnati, Ohio: South-Western Publishing Co.

. 1999. Management Accounting. Cincinnati, Ohio: South-Western Publishing Co.

. 1993. Management Accounting. Cincinnati, Ohio: South-Western Publishing Co.

Hariadi, Bambang. 2002, Akuntansi Manajemen : suatu sudut pandang, Yogyakarta: BPFE.

. 2005. Akuntansi Manajemen : suatu sudut pandang, Yogyakarta: BPFE. Harnanto dan Zulkifli. 1992. Manajemen Biaya. UPP.AMP YKPN, Yogyakarta Horngren, Charles T., George Foster, and Srikant Datar. 2003. Cost Accounting: A

Emphasis. 11th ed. New Jersey: Prentice Hall International Inc.

Irmaningsih, Nunung. (2009). Perbedaan Metode Tradisioanal dengan Metode


(5)

84

Universitas Kristen Maranatha

Panti Wilasa Citarum Semarang. Diakses

http://perpus.unisbank.ac.id/index.php?p=fstream&fid=485&bid=7144. Pada tanggal 8 Januari 2011

Meyliana. 2005. Suatu Tinjauan Mengenai Penetapan Harga Pokok Produk dengan

Menggunakan Activity Based Cost System dalam Mendukung Pembebanan Biaya Overhead yang Lebih Akurat. Jurnal Ilmiah Akuntansi (4)3, hal 1-14.

Meythi. 2009. Metodologi Penelitian. Handout Mata Kuliah Metodologi Penelitian Universitas Kristen Maranatha, Bandung.

Mursyidi. 2001. Akuntansi Biaya: Conventional Costing, Just In Time, dan Activity

Based Costing. Bandung: Reflika Aditama.

Mulyadi. 2003. Activity-Based Cost System: Sistem Informasi Biaya untuk

Pengurangan Biaya, Yogyakarta: UPP AMP YKPN.

Rahmayani, Shyntya Astri. 2004. Analisis Perbandingan Metode Tradisional dan

Pendekatan Activity Based Costing dalam Penentuan Tarif Jasa Pelayanan Perjan RS DR. Hasan Sadikin. Skripsi Ekonomi/ S-1. Universitas Padjajaran,

Bandung.

Setyaningrum, Jenita. (2009). Studi Komparasi antara Metode Tradisional dengan Metode ABC dalam Penentuan Tarif Sewa Kamar Hotel Bojong Semarang . Diakses

http://perpus.unisbank.ac.id/index.php?p=fstream&fid=485&bid=7142. pada tanggal 8 Januari 2011

Supriyono. 2001. Akuntansi Biaya dan Akuntansi Manajemen untuk Teknologi Maju

dan Globalisasi, Yogyakarta: BPFE

Susantie, Miragea. 2006. Analisis Desain dan Implementasi Activity Based Costing

dalam Penentuan Kos Produk di Perusahaan Jasa Telekomunikasi pada PT Telekomunikasi Indonesia. Skripsi Ekonomi/ S-1. Universitas Kristen

Maranatha, Bandung.

Triyono. 1996. ABC System Respon Akuntansi Manajemen Terhadap Kebutuhan

Manajemen Akan Informasi Akuntansi. Forum Akademika 2, hal 69-79.

Widjaja, Amin. 1995, Activity-Based Costing: Untuk Manufakturing dan Pemasaran, Jakarta:Harvarindo.

Wibowo, Angky Febri. (2010). Analisa Acticity Based Costing System sebagai Alternatif dalam Penentuan Tarif Jasa Rawat Inap pada Rumah Sakit Jiwa Daerah Dr. Amino Gondhohutomo Semarang. Diakses http://perpus.unisbank.ac.id/index.php?p=fstream&fid=485&bid=6769. Pada tanggal 8 Januari 2011


(6)

85

Universitas Kristen Maranatha Yuliana, Ariyanti. 2007. Activity Based Cost System Sebagai Alat Bantu Untuk

Meningkatkan Keakuratan Pembebanan Biaya dalam Perhitungan Harga Pokok pada PT Gopek Cipta Utama Tegal. Ekonomi/ S-1. Universitas Kristen


Dokumen yang terkait

Kompetensi Dan Kepuasaan Kerja Terhadap Produktivitas Kerja Karyawan Pada PT. Angkasa Pura II Bandara Husein Sastranegara Bandung

2 37 76

Pengaruh Program Aplikasi Aeronautical Billing System Terhadap Kinerja Karyawan Di PT. Angkasa Pura II (Persero) Cabang Bandara Udara Husein Sastranegara Bandung

4 12 96

Tinjauan sistem informasi akuntansi penerimaan kas pada PT.(persero) Angkasa Pura II Bandar Udara Husein Sastranegara Bandung : laporan kerja praktek

1 4 56

Pengaruh Stres Kerja dan Disiplin Kerja terhadap Kepuasan Kerja PT Angkasa Pura II (Persero) Kantor Cabang Bandara Husein Sastranegara Bandung.

1 2 22

Perbandingan Metode Sederhana dengan Metode Activity Based Costing untuk Perhitungan Kos Produk (Studi Kasus Perusahaan X-Bandung).

0 0 18

Penerapan Activity Based Costing (ABC) System dalam Penghitungan Profitabilitas Produk (Studi Kasus pada PT "X" di Bandung).

0 0 19

Penerapan Activity Based Costing Dalam Penentuan Kos Produk yang Lebih Akurat (Studi Kasus Pandan Wangi Coffee Shop Hotel Santika Bandung).

0 0 21

Analisis Desian dan Impementasi Activity Based Costing Dalam Penentuan Kos Produk di Perusahaan Jasa Telekomunikasi (Studi Kasus pada PT Telekomunikasi Indonesia Tbk.).

0 1 46

Analisis Desian dan Impementasi Activity Based Costing Dalam Penentuan Kos Produk di Perusahaan Jasa Telekomunikasi (Studi Kasus pada PT Telekomunikasi Indonesia Tbk.) - MCUrepository

0 0 23

Analisis Desian dan Impementasi Activity Based Costing Dalam Penentuan Kos Produk di Perusahaan Jasa Telekomunikasi (Studi Kasus pada PT Telekomunikasi Indonesia Tbk.) - MCUrepository

0 0 9