PENGELOLAAN KONFLIK ORANG TUA-REMAJA DALAMKELUARGA JAWA Pengelolaan Konflik Orang Tua-Remaja Dalam Keluarga Jawa.
PENGELOLAAN KONFLIK ORANG TUA-REMAJA DALAM
KELUARGA JAWA
NASKAH PUBLIKASI
Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta
Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam Mencapai
Derajat Sarjana (S-1) Psikologi
Oleh :
ANIK DWI NINGSIH
F 100 070 001
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2012
PENGELOLAAN KONFLIK ORANG TUA-REMAJA DALAM KELUARGA
JAWA
NASKAH PUBLIKASI
Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta
Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam Mencapai
Derajat Sarjana (S-1) Psikologi
Oleh :
ANIK DWI NINGSIH
F 100 070 001
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2012
PENGELOLAAN KONFLIK ORANG TUA-REMAJA DALAM
KELUARGA JAWA
Yang diajukan oleh :
ANIK DWI NINGSIH
F 100 070 001
Telah disetujui untuk dipertahankan
Di depan dewan penguji oleh :
Pembimbing Utama
Sri Lestari, S.Psi., M.Si.
Tanggal 23 April 2012
PENGELOLAAN KONFLIK ORANG TUA-REMAJA DALAM
KELUARGA JAWA
Yang telah dipersiapkan dan disusun oleh :
ANIK DWI NINGSIH
F 100 070 001
Telah Dipertahankan Di Depan Dewan Penguji
Pada Tanggal 01 Mei 2012
Dan Dinyatakan Telah Memenuhi Syarat
Penguji Utama
Sri Lestari S.Psi., M.Si.
Penguji Pendamping I
Usmi Karyani S.Psi., M.Si.
Penguji Pendamping II
Dra. Partini, M.Si
PENGELOLAAN KONFLIK ORANG TUA-REMAJA DALAM
KELUARGA JAWA
Anik Dwi Ningsih
Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta
Anikdwi16@yahoo.com
Abstraksi. Tujuan dari penelitian ini adalah memahami secara mendalam
pengelolaan konflik yang dilakukan orang tua dan remaja dalam menghadapi situasi
konflik. Metode pengumpulan data menggunakan wawancara dan observasi.
Informan penelitian ini adalah Ayah, Ibu dan Anak yang berasal dari 3 keluarga.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa masalah yang sering memicu konflik orang tuaremaja adalah masalah bermain, pulang terlambat, dan tidak segera melaksanakan
perintah orang tua. Perilaku anak yang melakukan kesalahan lebih dari satu kali
membuat orang tua merasa marah, jengkel, kecewa, dan frustasi. Perilaku orang tua
ketika marah adalah membentak anak dengan nada keras, mengomel, dan
memberikan hukuman fisik. Orang tua akan menenangkan diri setelah terjadi konflik
dengan anak dengan cara berdiam diri. Orang tua merasa menyesal karena telah
menghukum anak dan anak merasa menyesal karena telah berbuat salah. Ada
kemauan dari pihak orang tua dan pihak anak untuk menyelesaikan konflik dan
hubungan orang tua dan anak kembali membaik. Pengelolaan konflik yang dilakukan
dalam keluarga Jawa termasuk dalam jenis pengelolaan konflik yang konstruktif.
Terdapat 3 tipe pengelolaan konflik yang digunakan dalam menyelesaikan masalah
yaitu; (1) pemecahan masalah positif dengan melakukan diskusi, (2) keterlibatan
konflik yang melibatkan kata-kata kasar dan pemberian hukuman, dan (3) penarikan
diri yang digambarkan dengan menghindari permasalahan, menghindari
pembicaraan, dan menjauhkan diri.
Kata kunci : Pengelolaan konflik, remaja, keluarga jawa
PENDAHULUAN
Masa
remaja
adalah
masa
terjadinya banyak perubahan. Remaja
haus
akan
kebebasan
dalam
mandiri.
Erikson
memutuskan dan menentukan pilihan
hidupnya
secara
(dalam
Steinberg,
1990)
juga
mengemukakan bahwa salah satu tugas
yang paling menonjol selama masa
remaja adalah membangun diri sendiri
sebagai makhluk otonom. Masa remaja
didefinisikan sebagai periode dalam
rentang kehidupan ketika sebagian
besar karakteristik individu secara
biologis,
sosial
kognitif,
berubah
psikologis,
dari
masa
dan
yang
dianggap seperti anak kecil menjadi
situasi psikis, emosi, kognitif, dan
perubahan
sosial
yang
menjadi
kategori dari karakterisasi periode
perkembangan remaja secara lebih
spesifik (Meichenbaum, Fabiano, &
Fincham,
2000).
penggunaan istilah
Walaupun
badai dan stres
terlalu berlebihan, hasil penelitian
yang telah dilakukan dengan tema
konflik orang tua-anak menunjukkan
indikasi bahwa hubungan antara orang
tua dengan remaja memburuk selama
masa remaja jika dibandingkan dengan
hubungan antara orang tua dengan
anak sebelum remaja (Ozmete &
Bayoglu, 2009).
Adanya keinginan orang tua
individu yang berciri-ciri dewasa.
untuk mengontrol dan mengetahui
Arnett, 1999a) menggambarkan bahwa
menimbulkan rasa tidak nyaman bagi
Hall pada tahun 1904 (dalam
masa remaja adalah periode badai dan
stres . Hall menyebutkan hal yang
melatarbelakangi pandangan tentang
badai dan stres dikarenakan terdapat 3
aspek utama, yaitu; (1) adanya konflik
dengan
orang
tua,
(2)
gangguan
suasana hati, dan (3) perilaku yang
berisiko. Berbagai penelitian telah
dilakukan
untuk
menggambarkan
segala kegiatan anak remaja kadang
remaja. Seiring dengan perkembangan
dari anak-anak ke remaja, remaja akan
memikul tanggung jawab yang lebih
besar untuk diri mereka sendiri dan
tidak lagi terlalu bergantung kepada
orang tua. Pada masa ini remaja mulai
menyembunyikan sesuatu dari orang
tuanya dan mulai mempunyai rahasia.
Rahasia dalam perkembangan remaja
mungkin merupakan salah satu cara
dengan
perkembangan pada masa ini. Karena
kearah yang positif yang ditandai
dalam
mencapai
tugas-tugas
secara alami ketika remaja mempunyai
rahasia maka akan memisahkan siapa
yang berhak untuk tahu dan siapa yang
tidak berhak untuk tahu. Hal ini akan
mendorong remaja untuk memperoleh
kemandirian
dan
otonomi
Vermjulst, & Engels,
(Frijns,
2005). Adanya
baik
dapat
membangun
hubungan antara orang tua dan remaja
dengan penyesuaian diri remaja dan
penyelesaian
konflik yang merusak
kemungkinan
diasosiasikan
hubungan
perilaku
orang
remaja
tua
yang
(Collin & Laursen, 1992).
dan
remaja
dengan
bermasalah
Dalam penelitian di Turki,
perbedaan pandangan dan keinginan
Ozmete
mengontrol dan remaja yang tidak
yang terjadi antara orang tua-remaja
antara
orang
tua
yang
ingin
ingin menceritakan semua hal kepada
orang
tua
merupakan
salah
satu
penyebab yang dapat menimbulkan
konflik antara
remaja.
orang tua dengan
Konflik antara orang tua dan
remaja merupakan hal yang umum
terjadi dalam hubungan antara orang
tua dengan remaja terutama remaja
awal. Sebenarnya tidak semua konflik
mempunyai arti yang negatif. Konflik
dapat memberi manfaat positif atau
memberi dampak negatif tergantung
dari penanganan konflik tersebut (Van
Doorn, Branje, & Meeus, 2008).
Konflik
yang
dapat
diselesaikan
dan
Bayoglu
(2009)
menyimpulkan bahwa sumber konflik
adalah mengenai tugas-tugas rumah,
pengelolaan waktu, pengelolaan uang
saku, komunikasi dengan anggota
keluarga yang lain, dan keinginan
remaja untuk mandiri. Smetana (2002)
dalam penelitiannya terhadap kelas
menengah
Afrika-Amerika
mengindikasikan konflik yang terjadi
antara orang tua-remaja berkisar pada
masalah sehari-hari seperti masalah
tugas-tugas
sekolah,
rumah,
penggunaan
tugas-tugas
telepon,
pengelolaan uang saku, hubungan
dengan saudara dan waktu tidur.
Lestari dan Asyanti (2009)
dalam penelitian yang dilakukan di
Surakarta
sumber
menyimpulkan
konflik
orangtua
bahwa
dengan
remaja awal adalah dalam hal prestasi
belajar,
bermain,
pemanfaatan
teknologi informasi, membantu tugas
rumah, keterlambatan pulang kerumah,
model pakaian dan rambut, perilaku
pacaran, dan pemilihan teman. Dari
wawancara awal penulis dengan Ibu
yang mempunyai anak remaja, sumber
konflik yang terjadi antara orangtua
dan anak adalah dalam hal bermain
dan keterlambatan pulang ke rumah.
Fisher (2000)
memandang
konflik sebagai ketidakcocokan tujuan
atau nilai antara dua orang atau lebih
dalam
suatu
hubungan,
dikombinasikan dengan upaya untuk
mengendalikan dan adanya perasaan
memusuhi terhadap satu sama lain.
Sedangkan Swanstroem dan Weissman
Dalam
penelitian
diadakan di Turki,
yang
Ozmete dan
Bayoglu (2009) menyimpulkan bahwa
sumber konflik yang terjadi antara
orangtua-remaja
tugas-tugas
adalah
rumah,
mengenai
perilaku
yang
dapat diterima dan peraturan dalam
rumah atau kewajiban. Selain itu yang
juga bisa menjadi sumber konflik
antara
orangtua-remaja
adalah
karakteristik pribadi remaja. Meskipun
begitu kejadian yang sebenarnya dari
konflik juga tergantung pada cara
orangtua bereaksi terhadap remaja dan
perubahan yang menyertai periode ini.
Konflik mengenai
penampilan, jam
malam, pertemanan, pacaran, mewakili
keinginan orangtua dalam usaha untuk
mengontrol dan melarang anak-anak
remaja mereka.
Sumber
lain
yang
dapat
(2005) merancang definisi konflik
menyebabkan terjadinya konflik antara
tidak harus didefinisikan hanya dalam
komunikasi.
berdasarkan dimensi perilaku. Konflik
hal
kekerasan
permusuhan
termasuk
(perilaku)
(sikap),
tetapi
ketidakcocokan
atau
juga
atau
perbedaan pandangan terhadap isu-isu
atau permasalahan.
orangtua
dengan
remaja
Secara
adalah
harfiah
komunikasi diartikan sebagai tindakan
yang memuat informasi, ide, pikiran,
perasaan yang dikenal diantara unit
anggota keluarga sehingga komunikasi
merupakan aspek yang sangat penting
dari hubungan keluarga yang sehat
(Olson & Barnes, 1995). Komunikasi
antara anggota keluarga mempunyai
menghasilkan
penyelesaian
diinginkan.
yang
Van Doorn, Branje, dan Meeus
peran yang vital dan penting. Wirawan
(2008)
bahwa salah satu sumber konflik
sebanyak 314 keluarga yang terdiri
(2010) dalam bukunya menyebutkan
adalah
karena
tidak
adanya
komunikasi yang baik.
Setiap hubungan interpersonal
yang dimainkan oleh individu tidak
akan terlepas dari adanya konflik.
Dalam
menghadapi
konflik
interpersonal seringkali individu tidak
bisa untuk menahan diri sejenak,
menganalisis situasi, dan mengevaluasi
prinsip
efektivitas
yang
mungkin
paling relevan. Pengelolaan konflik
merupakan
individu
cara
untuk
yang
digunakan
menghadapi
pertentangan atau perselisihan antara
dirinya dengan orang lain yang terjadi
didalam kehidupan (Thontowi, 2011).
Pendapat
lain
dikemukakan
oleh
Wirawan (2010) yang menyatakan
bahwa pengelolaan konflik sebagai
proses pihak yang terlibat konflik atau
pihak ketiga menyusun strategi konflik
dan
menerapkannya
mengendalikan
konflik
untuk
agar
melakukan
Belanda
dari
dengan
remaja
penelitian
di
mengikutsertakan
yang
masih
tinggal
bersama dengan kedua orang tuanya.
Penelitian
tersebut
menyimpulkan
bahwa terdapat tiga cara bagi orang tua
dan remaja dalam mengelola konflik
yang terjadi
yaitu; (1) pemecahan
masalah positif yang ditandai dengan
bernegosiasi
dan
berusaha
untuk
menemukan solusi yang diterima oleh
semua pihak dan berdiskusi tentang
perbedaan pendapat; (2) keterlibatan
konflik yang melibatkan kata-kata
kasar, menjadi sangat marah atau
kehilangan
pemecahan
penarikan
dengan
kontrol
masalah
diri
yang
menghindari
menghindari
menjauhkan
diri,
dan
dengan
(3)
cara
digambarkan
permasalahan,
diri,
pembicaraan,
tidak
mau
mendengarkan lagi dan tidak mau
berbicara lebih lama lagi.
METODE PENELITIAN
Metode yang digunakan untuk
(coding).
Pengkodean
merupakan
memperoleh data dalam penelitian ini
proses penguraian data, pengkonsepan,
fenomenologis melalui wawancara dan
baru. Inilah proses utama penyusunan
adalah
metode
kualitatif
observasi.
Wawancara digunakan untuk
dan penyusunan kembali dengan cara
teori data (Strauss & Juliet, 2004).
Langkah-langkah
yang
memperoleh data inti pada informan
dilakukan untuk menganalisis data
digunakan untuk memperoleh data
sebagai
utama.
Sedangkan
observasi
pelengkap dari informan utama dan
informan
pendukung.
diperkuat
dengan
Data
hasil
wawancara yang sudah diperoleh akan
informan
utama
data
maupun
observasi
infoman
pendukung. Sehingga akan diketahui
dinamika proses pengelolaan konflik
orang tua-remaja dalam keluarga Jawa.
Responden
penelitian
ini
adalah 3 keluarga yang terdiri dari
hasil penelitian ini menggunakan cara
berikut:
(1).
Menyusun
verbatim dari hasil wawancara dan
dokumentasi
di
lapangan,
wawancara
(penomoran),
(2).
Melakukan kategori dari verbatim
(3).
Memberikan nama untuk masingmasing berkas dengan kode tertentu
dan mendeskripsikan kategori, (4).
Pembahasan
hasil
(Poerwandari, 1998).
penelitian
Bapak, Ibu, dan anak remaja yang
HASIL PEMBAHASAN
waktu
wawancara secara mendalam yang
berusia 11-22 tahun terhitung dari
kejadian
pengambilan data.
Data
dalam
hingga
penelitian
saat
ini
berupa narasi deskriptif yang diperoleh
Data yang diperoleh melalui
telah dianlisis nanti akan diperkuat
denagan hasil observasi.
Berdasarkan hasil analisis yang
dari hasil wawancara dan observasi.
dilakukan melalui wawancara dan
adalah dengan membubuhkan kode-
bahwa interaksi sehari-hari antara
Langkah penting dalam analisis data
kode pada materi yang diperoleh
observasi
dapat
diketahui
bahwa
orang tua-anak ketika tidak terjadi
pertentangan adalah antara orang tua-
berlatar belakang pendidikan SMA dan
dan terbuka. Sumber konflik yang
dengan
anak dapat berinteraksi dengan baik
sering menjadi pemicu konflik antara
orangtua-anak
adalah
bermain
dan
masalah
pakaian,
dinasehati
pulang
kurang
ketika
anak
terlambat,
memperhatikan,
tidak
segera
menjalankan perintah dari orangtua.
Keinginan orang tua untuk
mengontrol anak, keengganan orang
tua untuk melepaskan anak atau
memberikan otonomi secara penuh
akan mengakibatkan perilaku yang
bagi
anak
dianggap
mengekang.
Ketika anak memicu konflik maka
perasaan yang timbul pada orang tua
adalah perasaan cemas dan khawatir.
Orang tua merasa khawatir terutama
tentang pergaulan anak. Orang tua
menganggap bahwa anak masih belum
bisa
menjaga
diri
dan
mudah
terpengaruh oleh teman sebaya. Dari
perasaan cemas dan khawatir ketika
anak berbuat salah sehingga timbul
emosi spontan dan marah.
Terdapat
persamaan
pengelolaan konflik yang digunakan
oleh Bapak M dan Bapak AT yang
STM ketika memarahi anak yaitu
keterlibatan
konflik
yang
menggunakan nada suara keras atau
membentak kemudian
lepas kontrol
hingga memberikan hukuman fisik
kepada anak dengan cara menampar
anak di pipi dan melempar sandal ke
tangan anak. Bapak Mr yang berlatar
belakang pendidikan S1 menggunakan
pengelolaan konflik yang melibatkan
kata-kata dengan nada suara yang
keras atau membentak. Pengelolaan
konflik yang digunakan oleh Ibu
adalah keterlibatan kata-kata yang
keras atau membentak dan mengomel.
Pengelolaan konflik yang digunakan
oleh anak adalah penarikan diri yaitu
memilih untuk diam dan menarik diri
dari permasalahan. Hal ini sesuai
dengan penelitian oleh Van Doorn,
Branje,
dan
Meeus
(2008)
menyimpulkan bahwa terdapat tiga
tipe pengelolaan konflik yaitu; (1)
pemecahan
ditandai
masalah
dengan
positif
bernegosiasi
yang
dan
berusaha untuk menemukan solusi
yang diterima oleh semua pihak dan
berdiskusi
tentang
perbedaan
pendapat; (2) keterlibatan konflik yang
kedalam
sangat marah atau kehilangan kontrol
untuk diam, tidak membantah, dan
melibatkan kata-kata kasar, menjadi
diri, dan (3) penarikan diri yang
digambarkan
permasalahan,
dengan
pembicaraan,
menghindari
menghindari
menjauhkan
diri.
pengelolaan
konflik
penarikan diri karena anak cenderung
menghindari pembicaraan.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil analisis dan
Sehingga dapat disimpulkan bahwa
pembahasan penelitian maka dapat
Bapak
konflik Bapak, Ibu dan Anak dapat
pengelolaan konflik Bapak At dan
M
pengelolaan
termasuk
dalam
keterlibatan
tipe
konflik
karena menjadi sangat marah dan
kehilangan kontrol hingga pemberian
hukuman fisik yang berupa menampar
anak dan melempar anak dengan
sepatu begitupun pengelolaan konflik
Bapak Mr termasuk dalam pengelolaan
disimpulkan bahwa proses pengelolaan
dipahami bahwa konflik antara orang
tua-anak itu terjadi melalui fase-fase,
yaitu; fase penyebab konflik, fase
laten, fase pemicu, fase eskalasi, fase
krisis, fase pemecahan konflik, dan
fase pasca konflik.
Dalam
menghadapi
konflik
keterlibatan konflik yang melibatkan
perilaku yang muncul pada Bapak
walaupun tidak memberi hukuman
keras dan memberikan hukuman fisik
nada suara yang keras dan membentak
fisik
ke
anak.
Jenis
pengelolaan
konflik yang dilakukan oleh Ibu adalah
pengelolaan konflik yang melibatkan
kata-kata keras dan membentak yang
dilanjutkan
dengan
pemecahan
masalah positif dengan mengajak anak
untuk berbicara dan berusaha untuk
menemukan
jalan
keluar.
Jenis
pengelolaan konflik anak termasuk
adalah membentak dengan suara yang
yang diikuti dengan perilaku diam
untuk menenangkan diri. Bapak akan
berpikir
atau
merenung
perilaku terhadap anak dan
menyesal
kemudian
tentang
merasa
memperbaiki
hubungan dengan anak. Perilaku yang
muncul
pada
Ibu
ketika
marah
terhadap anak adalah mengomel dan
membentak dengan suara keras yang
diikuti
dengan
penyesalan,
perenungan
kemudian
Ibu
dan
akan
bersikap biasa lagi terhadap anak.
Perilaku remaja adalah diam dan tidak
membantah ketika orang tua marah.
Remaja
kesalahan
menyadari
sehingga
dan
mengakui
menyesal
dan
berusaha proaktif dengan membuka
komunikasi agar hubungan orang tuaanak kembali baik. Jadi konflik dapat
terselesaikan karena adanya upaya
baik dari pihak Bapak, Ibu dan Anak
untuk mengakhiri konflik yang terjadi
sehingga hubungan keluarga kembali
harmonis.
DAFTAR PUSTAKA
Arnett, J.J.(1999a). Adolescent Storm
and
Stress,
Reconsidered.
American Psychologist, 54, 317326.
Collins, W. A., & Laursen, B. (1992).
Conflicts and relationships during
adolescence. In C. U. Shantz &
W. W. Hartup (Eds.), Conflict in
child and adolescent development
(pp. 216-241). New York:
Cambridge University Press.
Fisher, R. (2000). Sources of conflict
and
methods
of
conflict
resolution. International Peace
and Conflict Resolution School of
International
Service.
American University.
The
Frijns, T., Finkenauer, C., Vermjulst,
Ad.A., & Engels, C.M.E. (2005).
Keeping secret from parents:
Longitudinal
associatons
of
secrecy in adolescent. Journal of
Youth and Adolescence. 34, 2.
Lestari, S & Asyanti, S. (2009). Area
Konflik
Remaja
dengan
Orangtua: Studi Kualitatif pada
Keluarga di Surakarta. Jurnal
Penelitian Humaniora, 10, 2,
130-137.
Meichenbaum, D., Fabiano. G., &
Fincham,
F.
(2000).
Communication in relationships
with adolescents: Implications for
assesment and treatment. In T.
Patterson ( Ed.). Comprehensive
Handbook for Psychotherapy,
Vol. 2 (pp.167-188). New York:
John Wiley.
Ozmete, E. & Bayoglu, A.S. (2009).
Parent-young adult conflict: A
measurement of frequency and
intensity of conflict issues. The
Journal of International Social
Research,
2,
8.
Ankara
University.
Poerwandari, K. (1998).
Kualitatif
dalam
Psikologi. Jakarta:
Pengembangan
Pengukuran dan
Psikologi (LPSP3).
Indonesia.
Pendekatan
Penelitian
Lembaga
Sarana
Pendidikan
Universitas
Smetana, J. (2002). Adolescent-parent
conflict and conflict resolution in
middle class african american
families. University of Rochester.
Asia-Caucasus Institute & Silk
Road Studies Program. Johns
Hopkins University. Washington.
Uppsala University. Sweden.
Steinberg, L. (1990). Interdependency
in the family: autonomy, aonflict
and harmony in the parentadolesence relationship in S.S.
Feldman & G.R.Elliot (Eds.), At
the threshold: The developing
adolescent.
(pp.
255-276).
Cambrigde,
MA:
Harvard
University Press.
Thontowi, A. (2011). Manajemen
Konflik.
Diunduh
dari
Sumsel.kemenag.go.id/file/dokum
en/manajemenkonflik.pdf.
Swanstroem, N.L.P & Weismann,
M.S. (2005). Conflict, conflict
prevention
and
conflict
management and beyond: a
conceptual exploration. Concept
Paper, summer 2005. Central
Van Doorn, M.D, Branje, J.T. &
Meeus, H.J. (2008). Conflict
resolution in parent-adolescent
relationships and adolescent
delinquency. The Journal of
Early
Adolescence.
http://jea.sagepub.com
Wirawan, (2010). Konflik dan
Manajemen Konflik. Jakarta:
Salemba
Humanika.
KELUARGA JAWA
NASKAH PUBLIKASI
Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta
Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam Mencapai
Derajat Sarjana (S-1) Psikologi
Oleh :
ANIK DWI NINGSIH
F 100 070 001
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2012
PENGELOLAAN KONFLIK ORANG TUA-REMAJA DALAM KELUARGA
JAWA
NASKAH PUBLIKASI
Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta
Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam Mencapai
Derajat Sarjana (S-1) Psikologi
Oleh :
ANIK DWI NINGSIH
F 100 070 001
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2012
PENGELOLAAN KONFLIK ORANG TUA-REMAJA DALAM
KELUARGA JAWA
Yang diajukan oleh :
ANIK DWI NINGSIH
F 100 070 001
Telah disetujui untuk dipertahankan
Di depan dewan penguji oleh :
Pembimbing Utama
Sri Lestari, S.Psi., M.Si.
Tanggal 23 April 2012
PENGELOLAAN KONFLIK ORANG TUA-REMAJA DALAM
KELUARGA JAWA
Yang telah dipersiapkan dan disusun oleh :
ANIK DWI NINGSIH
F 100 070 001
Telah Dipertahankan Di Depan Dewan Penguji
Pada Tanggal 01 Mei 2012
Dan Dinyatakan Telah Memenuhi Syarat
Penguji Utama
Sri Lestari S.Psi., M.Si.
Penguji Pendamping I
Usmi Karyani S.Psi., M.Si.
Penguji Pendamping II
Dra. Partini, M.Si
PENGELOLAAN KONFLIK ORANG TUA-REMAJA DALAM
KELUARGA JAWA
Anik Dwi Ningsih
Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta
Anikdwi16@yahoo.com
Abstraksi. Tujuan dari penelitian ini adalah memahami secara mendalam
pengelolaan konflik yang dilakukan orang tua dan remaja dalam menghadapi situasi
konflik. Metode pengumpulan data menggunakan wawancara dan observasi.
Informan penelitian ini adalah Ayah, Ibu dan Anak yang berasal dari 3 keluarga.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa masalah yang sering memicu konflik orang tuaremaja adalah masalah bermain, pulang terlambat, dan tidak segera melaksanakan
perintah orang tua. Perilaku anak yang melakukan kesalahan lebih dari satu kali
membuat orang tua merasa marah, jengkel, kecewa, dan frustasi. Perilaku orang tua
ketika marah adalah membentak anak dengan nada keras, mengomel, dan
memberikan hukuman fisik. Orang tua akan menenangkan diri setelah terjadi konflik
dengan anak dengan cara berdiam diri. Orang tua merasa menyesal karena telah
menghukum anak dan anak merasa menyesal karena telah berbuat salah. Ada
kemauan dari pihak orang tua dan pihak anak untuk menyelesaikan konflik dan
hubungan orang tua dan anak kembali membaik. Pengelolaan konflik yang dilakukan
dalam keluarga Jawa termasuk dalam jenis pengelolaan konflik yang konstruktif.
Terdapat 3 tipe pengelolaan konflik yang digunakan dalam menyelesaikan masalah
yaitu; (1) pemecahan masalah positif dengan melakukan diskusi, (2) keterlibatan
konflik yang melibatkan kata-kata kasar dan pemberian hukuman, dan (3) penarikan
diri yang digambarkan dengan menghindari permasalahan, menghindari
pembicaraan, dan menjauhkan diri.
Kata kunci : Pengelolaan konflik, remaja, keluarga jawa
PENDAHULUAN
Masa
remaja
adalah
masa
terjadinya banyak perubahan. Remaja
haus
akan
kebebasan
dalam
mandiri.
Erikson
memutuskan dan menentukan pilihan
hidupnya
secara
(dalam
Steinberg,
1990)
juga
mengemukakan bahwa salah satu tugas
yang paling menonjol selama masa
remaja adalah membangun diri sendiri
sebagai makhluk otonom. Masa remaja
didefinisikan sebagai periode dalam
rentang kehidupan ketika sebagian
besar karakteristik individu secara
biologis,
sosial
kognitif,
berubah
psikologis,
dari
masa
dan
yang
dianggap seperti anak kecil menjadi
situasi psikis, emosi, kognitif, dan
perubahan
sosial
yang
menjadi
kategori dari karakterisasi periode
perkembangan remaja secara lebih
spesifik (Meichenbaum, Fabiano, &
Fincham,
2000).
penggunaan istilah
Walaupun
badai dan stres
terlalu berlebihan, hasil penelitian
yang telah dilakukan dengan tema
konflik orang tua-anak menunjukkan
indikasi bahwa hubungan antara orang
tua dengan remaja memburuk selama
masa remaja jika dibandingkan dengan
hubungan antara orang tua dengan
anak sebelum remaja (Ozmete &
Bayoglu, 2009).
Adanya keinginan orang tua
individu yang berciri-ciri dewasa.
untuk mengontrol dan mengetahui
Arnett, 1999a) menggambarkan bahwa
menimbulkan rasa tidak nyaman bagi
Hall pada tahun 1904 (dalam
masa remaja adalah periode badai dan
stres . Hall menyebutkan hal yang
melatarbelakangi pandangan tentang
badai dan stres dikarenakan terdapat 3
aspek utama, yaitu; (1) adanya konflik
dengan
orang
tua,
(2)
gangguan
suasana hati, dan (3) perilaku yang
berisiko. Berbagai penelitian telah
dilakukan
untuk
menggambarkan
segala kegiatan anak remaja kadang
remaja. Seiring dengan perkembangan
dari anak-anak ke remaja, remaja akan
memikul tanggung jawab yang lebih
besar untuk diri mereka sendiri dan
tidak lagi terlalu bergantung kepada
orang tua. Pada masa ini remaja mulai
menyembunyikan sesuatu dari orang
tuanya dan mulai mempunyai rahasia.
Rahasia dalam perkembangan remaja
mungkin merupakan salah satu cara
dengan
perkembangan pada masa ini. Karena
kearah yang positif yang ditandai
dalam
mencapai
tugas-tugas
secara alami ketika remaja mempunyai
rahasia maka akan memisahkan siapa
yang berhak untuk tahu dan siapa yang
tidak berhak untuk tahu. Hal ini akan
mendorong remaja untuk memperoleh
kemandirian
dan
otonomi
Vermjulst, & Engels,
(Frijns,
2005). Adanya
baik
dapat
membangun
hubungan antara orang tua dan remaja
dengan penyesuaian diri remaja dan
penyelesaian
konflik yang merusak
kemungkinan
diasosiasikan
hubungan
perilaku
orang
remaja
tua
yang
(Collin & Laursen, 1992).
dan
remaja
dengan
bermasalah
Dalam penelitian di Turki,
perbedaan pandangan dan keinginan
Ozmete
mengontrol dan remaja yang tidak
yang terjadi antara orang tua-remaja
antara
orang
tua
yang
ingin
ingin menceritakan semua hal kepada
orang
tua
merupakan
salah
satu
penyebab yang dapat menimbulkan
konflik antara
remaja.
orang tua dengan
Konflik antara orang tua dan
remaja merupakan hal yang umum
terjadi dalam hubungan antara orang
tua dengan remaja terutama remaja
awal. Sebenarnya tidak semua konflik
mempunyai arti yang negatif. Konflik
dapat memberi manfaat positif atau
memberi dampak negatif tergantung
dari penanganan konflik tersebut (Van
Doorn, Branje, & Meeus, 2008).
Konflik
yang
dapat
diselesaikan
dan
Bayoglu
(2009)
menyimpulkan bahwa sumber konflik
adalah mengenai tugas-tugas rumah,
pengelolaan waktu, pengelolaan uang
saku, komunikasi dengan anggota
keluarga yang lain, dan keinginan
remaja untuk mandiri. Smetana (2002)
dalam penelitiannya terhadap kelas
menengah
Afrika-Amerika
mengindikasikan konflik yang terjadi
antara orang tua-remaja berkisar pada
masalah sehari-hari seperti masalah
tugas-tugas
sekolah,
rumah,
penggunaan
tugas-tugas
telepon,
pengelolaan uang saku, hubungan
dengan saudara dan waktu tidur.
Lestari dan Asyanti (2009)
dalam penelitian yang dilakukan di
Surakarta
sumber
menyimpulkan
konflik
orangtua
bahwa
dengan
remaja awal adalah dalam hal prestasi
belajar,
bermain,
pemanfaatan
teknologi informasi, membantu tugas
rumah, keterlambatan pulang kerumah,
model pakaian dan rambut, perilaku
pacaran, dan pemilihan teman. Dari
wawancara awal penulis dengan Ibu
yang mempunyai anak remaja, sumber
konflik yang terjadi antara orangtua
dan anak adalah dalam hal bermain
dan keterlambatan pulang ke rumah.
Fisher (2000)
memandang
konflik sebagai ketidakcocokan tujuan
atau nilai antara dua orang atau lebih
dalam
suatu
hubungan,
dikombinasikan dengan upaya untuk
mengendalikan dan adanya perasaan
memusuhi terhadap satu sama lain.
Sedangkan Swanstroem dan Weissman
Dalam
penelitian
diadakan di Turki,
yang
Ozmete dan
Bayoglu (2009) menyimpulkan bahwa
sumber konflik yang terjadi antara
orangtua-remaja
tugas-tugas
adalah
rumah,
mengenai
perilaku
yang
dapat diterima dan peraturan dalam
rumah atau kewajiban. Selain itu yang
juga bisa menjadi sumber konflik
antara
orangtua-remaja
adalah
karakteristik pribadi remaja. Meskipun
begitu kejadian yang sebenarnya dari
konflik juga tergantung pada cara
orangtua bereaksi terhadap remaja dan
perubahan yang menyertai periode ini.
Konflik mengenai
penampilan, jam
malam, pertemanan, pacaran, mewakili
keinginan orangtua dalam usaha untuk
mengontrol dan melarang anak-anak
remaja mereka.
Sumber
lain
yang
dapat
(2005) merancang definisi konflik
menyebabkan terjadinya konflik antara
tidak harus didefinisikan hanya dalam
komunikasi.
berdasarkan dimensi perilaku. Konflik
hal
kekerasan
permusuhan
termasuk
(perilaku)
(sikap),
tetapi
ketidakcocokan
atau
juga
atau
perbedaan pandangan terhadap isu-isu
atau permasalahan.
orangtua
dengan
remaja
Secara
adalah
harfiah
komunikasi diartikan sebagai tindakan
yang memuat informasi, ide, pikiran,
perasaan yang dikenal diantara unit
anggota keluarga sehingga komunikasi
merupakan aspek yang sangat penting
dari hubungan keluarga yang sehat
(Olson & Barnes, 1995). Komunikasi
antara anggota keluarga mempunyai
menghasilkan
penyelesaian
diinginkan.
yang
Van Doorn, Branje, dan Meeus
peran yang vital dan penting. Wirawan
(2008)
bahwa salah satu sumber konflik
sebanyak 314 keluarga yang terdiri
(2010) dalam bukunya menyebutkan
adalah
karena
tidak
adanya
komunikasi yang baik.
Setiap hubungan interpersonal
yang dimainkan oleh individu tidak
akan terlepas dari adanya konflik.
Dalam
menghadapi
konflik
interpersonal seringkali individu tidak
bisa untuk menahan diri sejenak,
menganalisis situasi, dan mengevaluasi
prinsip
efektivitas
yang
mungkin
paling relevan. Pengelolaan konflik
merupakan
individu
cara
untuk
yang
digunakan
menghadapi
pertentangan atau perselisihan antara
dirinya dengan orang lain yang terjadi
didalam kehidupan (Thontowi, 2011).
Pendapat
lain
dikemukakan
oleh
Wirawan (2010) yang menyatakan
bahwa pengelolaan konflik sebagai
proses pihak yang terlibat konflik atau
pihak ketiga menyusun strategi konflik
dan
menerapkannya
mengendalikan
konflik
untuk
agar
melakukan
Belanda
dari
dengan
remaja
penelitian
di
mengikutsertakan
yang
masih
tinggal
bersama dengan kedua orang tuanya.
Penelitian
tersebut
menyimpulkan
bahwa terdapat tiga cara bagi orang tua
dan remaja dalam mengelola konflik
yang terjadi
yaitu; (1) pemecahan
masalah positif yang ditandai dengan
bernegosiasi
dan
berusaha
untuk
menemukan solusi yang diterima oleh
semua pihak dan berdiskusi tentang
perbedaan pendapat; (2) keterlibatan
konflik yang melibatkan kata-kata
kasar, menjadi sangat marah atau
kehilangan
pemecahan
penarikan
dengan
kontrol
masalah
diri
yang
menghindari
menghindari
menjauhkan
diri,
dan
dengan
(3)
cara
digambarkan
permasalahan,
diri,
pembicaraan,
tidak
mau
mendengarkan lagi dan tidak mau
berbicara lebih lama lagi.
METODE PENELITIAN
Metode yang digunakan untuk
(coding).
Pengkodean
merupakan
memperoleh data dalam penelitian ini
proses penguraian data, pengkonsepan,
fenomenologis melalui wawancara dan
baru. Inilah proses utama penyusunan
adalah
metode
kualitatif
observasi.
Wawancara digunakan untuk
dan penyusunan kembali dengan cara
teori data (Strauss & Juliet, 2004).
Langkah-langkah
yang
memperoleh data inti pada informan
dilakukan untuk menganalisis data
digunakan untuk memperoleh data
sebagai
utama.
Sedangkan
observasi
pelengkap dari informan utama dan
informan
pendukung.
diperkuat
dengan
Data
hasil
wawancara yang sudah diperoleh akan
informan
utama
data
maupun
observasi
infoman
pendukung. Sehingga akan diketahui
dinamika proses pengelolaan konflik
orang tua-remaja dalam keluarga Jawa.
Responden
penelitian
ini
adalah 3 keluarga yang terdiri dari
hasil penelitian ini menggunakan cara
berikut:
(1).
Menyusun
verbatim dari hasil wawancara dan
dokumentasi
di
lapangan,
wawancara
(penomoran),
(2).
Melakukan kategori dari verbatim
(3).
Memberikan nama untuk masingmasing berkas dengan kode tertentu
dan mendeskripsikan kategori, (4).
Pembahasan
hasil
(Poerwandari, 1998).
penelitian
Bapak, Ibu, dan anak remaja yang
HASIL PEMBAHASAN
waktu
wawancara secara mendalam yang
berusia 11-22 tahun terhitung dari
kejadian
pengambilan data.
Data
dalam
hingga
penelitian
saat
ini
berupa narasi deskriptif yang diperoleh
Data yang diperoleh melalui
telah dianlisis nanti akan diperkuat
denagan hasil observasi.
Berdasarkan hasil analisis yang
dari hasil wawancara dan observasi.
dilakukan melalui wawancara dan
adalah dengan membubuhkan kode-
bahwa interaksi sehari-hari antara
Langkah penting dalam analisis data
kode pada materi yang diperoleh
observasi
dapat
diketahui
bahwa
orang tua-anak ketika tidak terjadi
pertentangan adalah antara orang tua-
berlatar belakang pendidikan SMA dan
dan terbuka. Sumber konflik yang
dengan
anak dapat berinteraksi dengan baik
sering menjadi pemicu konflik antara
orangtua-anak
adalah
bermain
dan
masalah
pakaian,
dinasehati
pulang
kurang
ketika
anak
terlambat,
memperhatikan,
tidak
segera
menjalankan perintah dari orangtua.
Keinginan orang tua untuk
mengontrol anak, keengganan orang
tua untuk melepaskan anak atau
memberikan otonomi secara penuh
akan mengakibatkan perilaku yang
bagi
anak
dianggap
mengekang.
Ketika anak memicu konflik maka
perasaan yang timbul pada orang tua
adalah perasaan cemas dan khawatir.
Orang tua merasa khawatir terutama
tentang pergaulan anak. Orang tua
menganggap bahwa anak masih belum
bisa
menjaga
diri
dan
mudah
terpengaruh oleh teman sebaya. Dari
perasaan cemas dan khawatir ketika
anak berbuat salah sehingga timbul
emosi spontan dan marah.
Terdapat
persamaan
pengelolaan konflik yang digunakan
oleh Bapak M dan Bapak AT yang
STM ketika memarahi anak yaitu
keterlibatan
konflik
yang
menggunakan nada suara keras atau
membentak kemudian
lepas kontrol
hingga memberikan hukuman fisik
kepada anak dengan cara menampar
anak di pipi dan melempar sandal ke
tangan anak. Bapak Mr yang berlatar
belakang pendidikan S1 menggunakan
pengelolaan konflik yang melibatkan
kata-kata dengan nada suara yang
keras atau membentak. Pengelolaan
konflik yang digunakan oleh Ibu
adalah keterlibatan kata-kata yang
keras atau membentak dan mengomel.
Pengelolaan konflik yang digunakan
oleh anak adalah penarikan diri yaitu
memilih untuk diam dan menarik diri
dari permasalahan. Hal ini sesuai
dengan penelitian oleh Van Doorn,
Branje,
dan
Meeus
(2008)
menyimpulkan bahwa terdapat tiga
tipe pengelolaan konflik yaitu; (1)
pemecahan
ditandai
masalah
dengan
positif
bernegosiasi
yang
dan
berusaha untuk menemukan solusi
yang diterima oleh semua pihak dan
berdiskusi
tentang
perbedaan
pendapat; (2) keterlibatan konflik yang
kedalam
sangat marah atau kehilangan kontrol
untuk diam, tidak membantah, dan
melibatkan kata-kata kasar, menjadi
diri, dan (3) penarikan diri yang
digambarkan
permasalahan,
dengan
pembicaraan,
menghindari
menghindari
menjauhkan
diri.
pengelolaan
konflik
penarikan diri karena anak cenderung
menghindari pembicaraan.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil analisis dan
Sehingga dapat disimpulkan bahwa
pembahasan penelitian maka dapat
Bapak
konflik Bapak, Ibu dan Anak dapat
pengelolaan konflik Bapak At dan
M
pengelolaan
termasuk
dalam
keterlibatan
tipe
konflik
karena menjadi sangat marah dan
kehilangan kontrol hingga pemberian
hukuman fisik yang berupa menampar
anak dan melempar anak dengan
sepatu begitupun pengelolaan konflik
Bapak Mr termasuk dalam pengelolaan
disimpulkan bahwa proses pengelolaan
dipahami bahwa konflik antara orang
tua-anak itu terjadi melalui fase-fase,
yaitu; fase penyebab konflik, fase
laten, fase pemicu, fase eskalasi, fase
krisis, fase pemecahan konflik, dan
fase pasca konflik.
Dalam
menghadapi
konflik
keterlibatan konflik yang melibatkan
perilaku yang muncul pada Bapak
walaupun tidak memberi hukuman
keras dan memberikan hukuman fisik
nada suara yang keras dan membentak
fisik
ke
anak.
Jenis
pengelolaan
konflik yang dilakukan oleh Ibu adalah
pengelolaan konflik yang melibatkan
kata-kata keras dan membentak yang
dilanjutkan
dengan
pemecahan
masalah positif dengan mengajak anak
untuk berbicara dan berusaha untuk
menemukan
jalan
keluar.
Jenis
pengelolaan konflik anak termasuk
adalah membentak dengan suara yang
yang diikuti dengan perilaku diam
untuk menenangkan diri. Bapak akan
berpikir
atau
merenung
perilaku terhadap anak dan
menyesal
kemudian
tentang
merasa
memperbaiki
hubungan dengan anak. Perilaku yang
muncul
pada
Ibu
ketika
marah
terhadap anak adalah mengomel dan
membentak dengan suara keras yang
diikuti
dengan
penyesalan,
perenungan
kemudian
Ibu
dan
akan
bersikap biasa lagi terhadap anak.
Perilaku remaja adalah diam dan tidak
membantah ketika orang tua marah.
Remaja
kesalahan
menyadari
sehingga
dan
mengakui
menyesal
dan
berusaha proaktif dengan membuka
komunikasi agar hubungan orang tuaanak kembali baik. Jadi konflik dapat
terselesaikan karena adanya upaya
baik dari pihak Bapak, Ibu dan Anak
untuk mengakhiri konflik yang terjadi
sehingga hubungan keluarga kembali
harmonis.
DAFTAR PUSTAKA
Arnett, J.J.(1999a). Adolescent Storm
and
Stress,
Reconsidered.
American Psychologist, 54, 317326.
Collins, W. A., & Laursen, B. (1992).
Conflicts and relationships during
adolescence. In C. U. Shantz &
W. W. Hartup (Eds.), Conflict in
child and adolescent development
(pp. 216-241). New York:
Cambridge University Press.
Fisher, R. (2000). Sources of conflict
and
methods
of
conflict
resolution. International Peace
and Conflict Resolution School of
International
Service.
American University.
The
Frijns, T., Finkenauer, C., Vermjulst,
Ad.A., & Engels, C.M.E. (2005).
Keeping secret from parents:
Longitudinal
associatons
of
secrecy in adolescent. Journal of
Youth and Adolescence. 34, 2.
Lestari, S & Asyanti, S. (2009). Area
Konflik
Remaja
dengan
Orangtua: Studi Kualitatif pada
Keluarga di Surakarta. Jurnal
Penelitian Humaniora, 10, 2,
130-137.
Meichenbaum, D., Fabiano. G., &
Fincham,
F.
(2000).
Communication in relationships
with adolescents: Implications for
assesment and treatment. In T.
Patterson ( Ed.). Comprehensive
Handbook for Psychotherapy,
Vol. 2 (pp.167-188). New York:
John Wiley.
Ozmete, E. & Bayoglu, A.S. (2009).
Parent-young adult conflict: A
measurement of frequency and
intensity of conflict issues. The
Journal of International Social
Research,
2,
8.
Ankara
University.
Poerwandari, K. (1998).
Kualitatif
dalam
Psikologi. Jakarta:
Pengembangan
Pengukuran dan
Psikologi (LPSP3).
Indonesia.
Pendekatan
Penelitian
Lembaga
Sarana
Pendidikan
Universitas
Smetana, J. (2002). Adolescent-parent
conflict and conflict resolution in
middle class african american
families. University of Rochester.
Asia-Caucasus Institute & Silk
Road Studies Program. Johns
Hopkins University. Washington.
Uppsala University. Sweden.
Steinberg, L. (1990). Interdependency
in the family: autonomy, aonflict
and harmony in the parentadolesence relationship in S.S.
Feldman & G.R.Elliot (Eds.), At
the threshold: The developing
adolescent.
(pp.
255-276).
Cambrigde,
MA:
Harvard
University Press.
Thontowi, A. (2011). Manajemen
Konflik.
Diunduh
dari
Sumsel.kemenag.go.id/file/dokum
en/manajemenkonflik.pdf.
Swanstroem, N.L.P & Weismann,
M.S. (2005). Conflict, conflict
prevention
and
conflict
management and beyond: a
conceptual exploration. Concept
Paper, summer 2005. Central
Van Doorn, M.D, Branje, J.T. &
Meeus, H.J. (2008). Conflict
resolution in parent-adolescent
relationships and adolescent
delinquency. The Journal of
Early
Adolescence.
http://jea.sagepub.com
Wirawan, (2010). Konflik dan
Manajemen Konflik. Jakarta:
Salemba
Humanika.