STUDI KETERSEDIAAN SARANA DAN PRASARANA BENGKEL PRAKTIKUM LAS PADA KETERLAKSANAAN KEGIATAN PRAKTIKUM LAS DI SMKN 6 BANDUNG : Studi kasus tentang kelayakan pada Bengkel Praktikum Las Dasar Teknik Mesin.
Program Studi Pendidikan Tenik Mesin, FPTK Universitas Pendidikan Indonesia Jl. Dr. Setiabudhi 207 Bandung
e-mail: [email protected]
Abstrak
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat ketersediaan sarana dan prasarana bengkel praktikum las dasar di SMKN 6 bandung. Penelitian ini bersifat studi kasus. Studi kasus tentang sarana dan prasarana bengkel praktikum ini mengacu pada PERMENDIKNAS No. 40 Tahun 2008 dan standar dari BSNP No. 1227-P1-12/13 tahun 2012/2013. Metode penelitian menggunakan metode deskriptif kualitatif. Teknik pengumpulan data menggunakan observasi, wawancara dan dokumentasi. Hasil penelitian menunjukan bahwa tingkat kelayakan sarana meliputi luas, lebar dan rasio ruang per peserta didik pada bengkel Praktikum Las Busur mendapatkan persentase sebesar 62,5%, luas, lebar dan rasio ruang per peserta didik pada bengkel Praktikum Las Oksi Asetilin mendapatkan persentase sebesar 56,25%. Untuk Prasarana Meliputi Tingkat ketersediaan ditinjau dari perabot pendidikan pada Bengkel Praktikum Las Busur adalah 100%, Tingkat ketersediaan ditinjau dari perabot pendidikan pada Bengkel Las Oksi Asetilin adalah 100%, Tingkat ketersediaan ditinjau dari segi media pendidikan dan perlengkapan lain yang terdapat pada bengkel Las adalah 58,33%, Tingkat ketersediaan ditinjau dari segi Peralatan Utama pekerjaan Las Busur adalah sebesar 50%, Tingkat ketersediaan ditinjau dari Peralatan Utama pekerjaan Las Oksi Asetilin adalah sebesar 75%, Berdasarkan hasil perhitungan tersebut dapat disimpulkan bahwa sarana dan prasarana bengkel praktikum las di SMKN 6 Bandung dapat dikategorikan layak.
(2)
Agil Muhammad Faturachman, 2014
infrastructure of weld workshop in public smk 6 bandung. Research is aimed to case study. Case study about facilities and infrastructure workshop lab is based on PERMENDIKNAS No. 40 in 2008 and standart BSNP No. 1227-P1-12/13 in 2012/2013. Method research uses method descriptive qualitative. Data collection techniques using interview techniques, observation and Documentation. Research showed that the level of the eligibility facilities covering a broad, wide and the ratio area per student on the arc welding get percentage of 62.5 %. broad, wide and the ratio of per student at workshop oxy asetilin welding get 56,25 %, for infrastructure Include the level of availability in terms of educational furniture on arc welding is 100%, The level of availability in terms of educational furniture on Asetilin Oxy Welding Workshop is 100%, The level of availability in terms of media education and other equipment found in the welding workshop was 58,33%, Level availability reviewed in terms of equipment main work arc welding is 50 %, level availability reviewed in terms of equipment main work on oxy acetylene welding is 75%, Based on the these calculations can be concluded of facilities and infrastructure on welding workshop in SMKN 6 Bandung can categorized is worthy.
Keywords: Facilities, Infrastructure, Workshop, lab, arc welding, oxy acetylene welding.
(3)
Agil Muhammad Faturachman, 2014
DAFTAR ISI
PERNYATAAN ... i
ABSTRAK ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
UCAPAN TERIMA KASIH ... iv
DAFTAR ISI ... v
DAFTAR TABEL ... vii
DAFTAR GAMBAR ... ix
DAFTAR LAMPIRAN ... x
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Identifikasi Masalah ... 6
C. Perumusan Masalah ... 6
D. Pembatasan Masalah ... 7
E. Tujuan Penelitian ... 7
F. Kegunaan Penelitian ... 7
G. Sistematika Penulisan ... 8
BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Gambaran Umum Pendidikan Kejuruan ... 9
B. Pengertian Proses Pembelajaran Praktik ... 11
C. Pengertian Kesiapan Fasilitas Praktik ... 13
D. Tinjauan Tentang Sarana dan Prasarana Praktikum ... 15
1. Bengkel (Workshop) ... 15
2. Peranan Bengkel Praktikum ... 19
3. PERMENDIKNAS No. 40 Tahun 2008 ... 21
4. BSNP 1227-P1-12/13 ... 25
5. Spesifikasi Bengkel Praktikum Las ... 27
(4)
Agil Muhammad Faturachman, 2014
STUDI KETERSEDIAAN SARANA DAN PRASARANA BENGKEL PRAKTIKUM LAS PADA KETERLAKSANAAN
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Metode Penelitian ... 32
B. Lokasi, Populasi dan Sampel Penelitian ... 33
C. Data dan Sumber Data ... 34
D. Teknik Pengumpulan Data ... 35
1. Wawancara ... 35
2. Observasi ... 35
3. Dokumentasi ... 36
E. Alat Pengumpul Data ... 36
F. Skala Pengukuran ... 37
G. Analisis Data ... 37
H. Uji Keabsahan Data ... 40
I. Tahap-Tahap Penelitian ... 41
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 45
1. Prasarana Bengkel Praktikum Las ... 45
2. Sarana Bengkel Praktikum Las ... 50
3. Sarana pada Ruang Penyimpanan dan Instruktur... 69
B. Pembahasan ... 60
1. Prasarana Bengkel Praktikum Las ... 60
2. Sarana Bengkel Praktikum Las ... 65
3. Sarana pada Ruang Penyimpanan dan Instruktur... 72
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 78
B. Saran ... 79
DAFTAR PUSTAKA ... 81
(5)
A. Latar Belakang Masalah
Pada era globalisasi saat ini penyiapan dan peningkatan mutu Sumber Daya Manusia (SDM) merupakan suatu masalah yang perlu mendapat perhatian utama, khususnya bagi lembaga-lembaga pendidikan sebagai produsen tenaga kerja. Era globalisasi juga menyebabkan semakin terbukanya untuk bekerjasama, saling mengisi dan melengkapi untuk memperoleh keuntungan bersama. Semua jenis pekerjaan yang tercipta dalam era globalisisai membutuhkan sumber daya manusia yang profesional dalam bidangnya, tetapi kenyataan di lapangan, salah satu pokok masalah yang dihadapi bangsa ini dalam era globalisasi adalah kondisi Sumber Daya Manusia (SDM) yang relatif rendah yang dicermati dari pemilikan latar pendidikannya.
Peningkatan kualitas SDM menjadi perhatian semua pihak, terlebih dalam suasana krisis multidimensi yang terjadi saat ini, masyarakat membutuhkan dukungan berbagai pihak untuk menghadapi persaingan bebas. Untuk itu pendidikan memegang peranan penting bagi peningkatan kualitas sumber daya yang dimiliki. Dalam hal ini para pelaku pembangunan pendidikan berupaya untuk menaikkan derajat mutu pendidikan Indonesia agar dapat bersaing dalam pasar tenaga kerja dengan menyesuaikan pembangunan pendidikan itu sendiri.
Pendidikan merupakan salah satu bentuk perwujudan kebudayaan manusia yang dinamis dan sarat perkembangan, karena itu perubahan atau perkembangan pendidikan adalah hal yang memang seharusnya terjadi, sejalan dengan perubahan budaya kehidupan. Perubahan dalam arti perbaikan pendidikan pada semua tingkat perlu terus menerus dilakukan sebagai antisipasi kepentingan masa depan. Pemikiran ini mengandung kensekuensi bahwa penyempurnaan atau perbaikan pendidikan menengah kejuruan untuk mengantisipasi kebutuhan dan tantangan
(6)
masa depan perlu terus menerus dilakukan, diselaraskan dengan perkembangan kebutuhan dunia usaha/dunia industri, perkembangan dunia kerja, serta perkembangan IPTEK.
Berkembangnya dunia pendidikan pada saat ini, merupakan tantangan untuk mengembangkan kemampuan dalam dunia pendidikan. Pendidikan kejuruan sebagai salah satu subsistem dari pendidikan nasional, sesuai dengan ketentuan pada Undang-undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas), mempunyai tujuan utama yaitu menyiapkan tamatannya memasuki dunia kerja dan memiliki kemampuan yang sesuai dengan kebutuhan industri. Sekolah bukan saja menghasilkan siswa yang mampu, cakap, dan terampil, tetapi yang terpenting mereka mau giat belajar dan berkeinginan untuk mencapai prestasi belajar yang optimal. Untuk mendukung hal tersebut terlebih dahulu menentukan standar yang harus menjadi acuan pelaksanaan kegiatan pendidikan, maka untuk itu pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP) yang kemudian dibentuk pula Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) sebagai badan yang menentukan 8 (delapan) standar dan kriteria pencapaian penyelenggaraan pendidikan.
Adapun standar-standar yang menjadi dasar bagi penyelenggaraan pendidikan sebagaimana yang diatur dalam Pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 (Peraturan Pemerintah, 2005:4) tersebut yaitu; (1) Standar Isi; (2) Standar Proses; (3) Standar Kompetensi Lulusan; (4) Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan; (5) Standar Sarana dan Prasarana; (6) Standar Pengelolaan; (7) Standar Pembiayaan; dan (8) Standar Penilaian Pendidikan. Namun pada tulisan ini yang menjadi bahasan penulis adalah standar sarana dan prasarana yang diterapkan oleh Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Negeri dengan kelompok keahlian teknik.
Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) merupakan salah satu institusi pendidikan formal tingkat menengah yang merupakan bagian berkesinambungan dari sistem pendidikan nasional yang menduduki posisi yang sangat penting untuk mewujudkan komitmen mencerdaskan kehidupan bangsa. Untuk itu pendidikan
(7)
menengah kejuruan pada dasarnya bertujuan untuk menyiapkan tenaga kerja yang memiliki pengetahuan, ketrampilan dan sikap yang sesuai dengan sifat spesialisasi kejuruan dan persyaratan dunia industri dan dunia usaha. Didalam menghadapi era industrialisasi dan persaingan bebas dibutuhkan tenaga kerja yang produktif, efektif, disiplin dan bertanggungjawab sehingga mereka mampu mengisi, menciptakan, dan memperluas lapangan kerja.
Namun pada kenyataannya, tamatan SMK hanya diakui oleh sekolah sendiri dan masih minimnya kepercayaan dunia usaha dan dunia industry, hal ini terungkap berdasarkan data pengangguran yang dipeoleh dari Berita Resmi Badan Pusat Statistik Republik Indonesia No. 78/11/Th. XVI, 6 November 2013 Tentang Keadaan Ketenagakerjaan Pada Bulan Agustus Tahun 2013 berdasarkan pada Pendidikan Tertinggi yang ditamatkan dengan total jumlah pengangguran sebesar 110,80 juta jiwa, yaitu;; (1) tingkat pendidikan SD kebawa 52,02 juta jiwa (46,95%); (2) Sekolah Menengah Pertama (SMP) 20,48 juta jiwa (18,47%); (3) Sekolah Menengah Atas 17,84 juta jiwa (14,71%); (4) Sekolah Menengah Kejuruan 9,99 juta jiwa (8,20%); (5) Diploma I/II/III 2,92 juta jiwa (2,64%); dan (6) Universitas 7,57 juta jiwa (6,83%).
Dari data di atas tidak dapat dipungkiri bahwa kualitas tamatan di Indonesia masih rendah, termasuk kualitas tamatan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK). Data ini membuktikan masih tingginya tingkat pengangguran menurut pendidikan tertinggi Di Indonesia termasuk tamatan SMK yaitu sebesar 9,9 juta jiwa (8,20%).
Untuk menekan angka pengangguran diatas maka harus disediakannya tenaga professional. Dan salah satu cara untuk menghasilkan tenaga professional yang mampu mengikuti kmajuan ilmu pengetahuan dan Teknologi khususnya di dalam konteks dunia pendidikan SMK adalah salah satunya dengan cara meningkatkan sarana dan prasarana pendidikan.
Seperti yang dijelaskan dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia No 40 Tahun 2008 Tentang Standar Sarana Prasarana untuk Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) dan Madrasah Aliyah Kejuruan (MAK) pasal 4 (Peraturan Menteri, 2008:4) dijelaskan bahwa
(8)
“Penyelenggaraan Sekolah Menengah Kejuruan/Madrasah Aliyah Kejuruan (SMK/MAK) wajib menerapkan standar sarana dan prasarana Sekolah Menengah Kejuruan/Madrasah Aliyah Kejuruan (SMK/MAK) sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri ini, selambat lambatnya 5 (lima) tahun setelah Peraturan Menteri ini ditetapkan”.
Peraturan ini menjelaskan bahwa setiap satuan pendidikan wajib memiliki sarana dan prasarana yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran yang teratur dan berkelanjutan. Dari sisi lainnya kelengkapan sarana dan prasarana dapat berdampak positif bagi keberhasilan siswa dalam memperoleh informasi sebagai upaya untuk membentuk karakter dibidang profesi yang siap terjun kedalam dunia kerja
SMK Negeri 6 Bandung, merupakan salah satu lembaga pendidikan yang memiliki beberapa jurusan, diantaranya yaitu jurusan Teknik Mesin, dimana di jurusan ini terdapat suatu mata pelajaran produktif yaitu Teknik Las Dasar, yang mengharuskan setiap siswa lulusan jurusan Teknik Mesin ini memiliki keahlian pengelasan, dari mulai Las Oksi Asetilin dan Las Busur.
Didalam pembelajaran disekolah, diharapkan untuk siswa ikut serta dan proaktif dalam setiap pembelajaran, baik yang bersifat teori yang dilaksanakan di kelas ataupun praktikum yang dilaksanakan di laboratorium ruangan praktikum, demi terjaminnya kualitas belajar yang baik.
Kualitas belajar yang baik akan berpengaruh terhadap prestasi belajar siswa, dan berpengaruh pula terhadap peluang peserta didik di dunia kerja. Untuk mencapai kualitas belajar yang baik dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satunya faktor eksternal, yaitu guru atau pengajar, disamping itu faktor yang tidak kalah penting juga yaitu sarana dan prasarana sekolah.
Sarana dan prasarana pendidikan adalah salah satu sumber daya yang menjadi tolok ukur mutu sekolah dan perlu peningkatan terus menerus seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang cukup canggih. Sarana prasarana adalah salah satu bagian input, sedangkan input merupakan salah satu subsistem. Sarana prasarana sangat perlu dilaksanakan untuk menunjang keterampilan siswa agar siap bersaing terhadap pesatnya teknologi. Sarana
(9)
prasarana merupakan bagian penting yang perlu disiapkan secara cermat dan berkesinambungan, sehingga dapat dijamin selalu terjadi KBM yang lancar.
Dalam penyelengaraan pendidikan, sarana prasarana sangat di butuhkan untuk menghasilkan KBM yang efektif dan efisien. Peraturan Pemerintah No 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan yang menyangkut standar sarana dan prasarana pendidikan secara nasional pada Bab VII Pasal 42 dengan tegas disebutkan bahwa :
a. Setiap satuan pendidikan wajib memiliki sarana yang meliputi perabot, peralatan pendidikan, media pendidikan, buku dan sumber belajar lainnya, bahan habis pakai, serta perlengkapan lain yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran yang teratur dan berkelanjutan.
b. Setiap satuan pendidikan wajib memiliki prasarana yang meliputi lahan, ruang kelas, ruang pimpinan satuan pendidikan, ruang pendidik, ruang tata usaha, ruang perpustakaan, ruang laboratorium, ruang bengkel kerja, ruang unit produksi, ruang kantin, instalasi daya dan jasa, tempat berolah raga, tempat beribadah, tempat bermain, tempat bekreasi, dan ruang/tempat lain yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran yang teratur dan berkelanjutan.
Sejalan dengan peraturan pemerintah diatas maka suatu lembaga pendidikan wajib memilki sarana dan prasarana yang lengkap yang sejalan dengan teknologi yang berkembang, karena dalam dunia pendidikan khususnya SMK, disadari perlunya menghubungkan antara teori dan praktek. Prinsip-prinsip akan dikaji dalam praktek. Apa yang terdapat dalam pengalaman praktek dicari dasar-dasarnya dalam teori. Hubungan antara teori dan praktek seyogyanya bersifat berlapis lapis yang integratif, dimana teori dan praktek secara bergantian dan bertahap saling isi mengisi, saling mencari dasar, dan saling mengkaji. Sehubungan dengan kaitan antara teori dan praktek inilah workshop dan fasilitas lain dalam proses belajar mengajar patut mendapat perhatian.
Workshop di suatu SMK merupakan prasarana yang sangat dibutuhkan sebagai fasilitas untuk menunjang proses belajar mengajar praktek bagi siswa, dimana siswa dapat mengasah keahliannya dalam bidang praktek. selain prasarana harus terdapat pula sarana yang menunjang kegiatan praktek tersebut diantaranya,
(10)
mesin, perlengkapan praktek, dan lainnya sehingga kegiatan praktek dapat berjalan dengan baik.
Sejalan dengan pernyataan tentang fungsi dari workshop diatas maka penulis ingin mengetahui seberapa besar kaitanya sarana dan prasarana bengkel praktikum las dengan kegiatan praktek las, dengan mengankat judul penelitian skripsi yang berjudul:
“ STUDI TENTANG KETERSEDIAAN SARANA DAN PRASARANA BENGKEL PRAKTIKUM LAS PADA KETERLAKSANAAN KEGIATAN PRAKTIKUM LAS DI SMKN 6 BANDUNG”. (Studi kasus atau kelayakan pada Bengkel Praktikum Las Dasar Teknik Mesin).
B. Identifikasi Masalah
Setelah uraian mengenai latar belakang masalah dikemukakan, penulis merasa perlu mengidentifikasikan masalah yang terjadi dengan tujuan untuk mengetahui faktor-faktor utama yang menyebabkan terjadinya masalah. Perumusan identifikasi masalah ini pada akhirnya akan mengarahkan penulis dalam penentuan tujuan penelitian, kegunaan dan manfaat penelitian, kerangka pemikiran dan metode penelitian.
Adapun identifikasi masalah pada penelitian ini adalah:
1. Masih terdapatnya kekurangan alat dan bahan ketika praktikum las berlangsung sehingga menyita waktu peserta didik untuk melakukan praktikum.
2. Penempatan alat praktek las yang kurang sesuai dengan standar sarana dan prasarana menurut Badan Standar Nasional Pendidikan.
C. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah yang telah diuraikan diatas, permasalahan penelitian perlu dirumuskan secara jelas dalam bentuk pertanyaan penelitian sebagai berikut:
1. Bagaimana perbandingan jumlah mesin las yang terdapat di bengkel praktikum dibandingkan dengan sekali rombongan belajar?
(11)
2. Bagaimana ketersediaan peralatan utama maupun pendukung pada praktikum las di bengkel praktikum las tersebut?
3. Bagaimana keadaan sarana dan prasarana bengkel praktikum las disesuaikan dengan PERMENDIKNAS No. 40 Tahun 2008 Badan Standar Nasional Pendidikan?.
D. Pembatasan Masalah
Agar permasalahan yang ditinjau tidak terlalu luas dan supaya sesuai dengan maksud dan tujuan yang ingin dicapai, maka perlu adanya pembatasan masalah yang menjadi ruang lingkup penelitian. Adapun aspek-aspek yang menjadi fokus penelitian adalah sebagai berikut:
1. Keadaan sarana dan prasarana bengkel praktikum Las Busur dan Las Oksi Asetilin di SMK Negeri 6 Bandung.
2. Fasilitas praktek las, baik itu mesin utama las maupun pendukung praktikum las Busur dan Las Oksi Asetilin di Jurusan Teknik Mesin SMK Negeri 6 Bandung .
E. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan permasalahan diatas, maka tujuan dari penelitian ini yaitu: 1. Untuk memperoleh gambaran mengenai sarana dan prasarana bengkel
praktikum khususnya bengkel las dasar di SMKN 6 Bandung.
2. Untuk mengevaluasi kesesuaian antara fasilitas praktek las dengan jumlah siswa pada saat praktek berlangsung.
F. Kegunaan Penelitian
Adapun kegunaan yang diharapkan dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Penelitian ini secara tidak langsung dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi para pimpinan sekolah dalam menciptakan
(12)
kelengkapan fasilitas praktikum yang berkualitas sehingga prestasi siswa meningkat.
2. Bagi SMKN 6 bandung, sebagai bahan masukan perlunya pengadaan fasilitas praktikum yang lebih lengkap sesuai perkembangan teknologi dalam rangka peningkatan prestasi siswa.
3. Bagi penulis, diharapkan dapat menambah pengetahuan dan dapat belajar menerapkan teori-teori mengenai kelengkapan fasilitas praktikum yang ideal yang telah dipelajari kepada lingkungan kerja yang sebenarnya.
G. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan berperan sebagai pedoman penulis agar dalam penulisan penelitian ini lebih terarah, maka perlu dilakukan pembagian penulisan ke dalam beberapa bab, sebagai berikut :
Pada BAB I ini akan dibahas mengenai latar belakang masalah, identifikasi masalah, perumusan masalah, pembatasan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian dan sistematika penulisan.
Pada BAB II ini akan dibahas mengenai kajian pustaka, gambaran umum pendidikan kejuruan, pengertian proses pembelajaran praktik, pengertian kesiapan fasilitas praktik, tinjauan tentang sarana dan prasarana praktikum dan hasil penelitian yang relevan.
Pada BAB III ini akan dibahas mengenai metode penelitian, lokasi, populasi dan sampel penelitian, data dan sumber data, teknik pengumpulan data, alat pengumpul data, skala pengukuran, uji keabsahan data dan tahap-tahap penelitian.
Pada BAB IV ini akan dibahas mengenai penjelasan deskripsi hasil penelitian dan deskripsi hasil pembahasan.
Pada BAB V ini akan dibahas mengenai hasil penelitian yang disimpulkan dan sekaligus diberikan saran-saran yang perlu diperhatikan.
(13)
A. Metode Penelitian
Metode penelitian sangat diperlukan dalam pelaksanaan penelitian, dimana metode ini merupakan suatu pendekatan yang digunakan untuk mencari jawaban atau menggambarkan permasalahan yang akan dibahas. Metode penelitian juga dapat dikatakan sebagai cara yang digunakan untuk mencapai tujuan penelitian. Sugiyono (2012: 2) mengemukakan bahwa ”Metode penelitian merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan tertentu”. Beradasarkan batasan tersebut jelaslah bahwa metode penilitian adalah cara ilmiah untuk mengetahui atau memahami suatu objek dalam suatu kegiatan penelitian.
Secara umum penelitian ini untuk memperoleh gambaran mengenai karakter dari suatu populasi yaitu mengenai ketercapaian pelaksanan praktikum las di SMKN 6 Bandung jurusan Teknik Mesin. Penelitian ini merupakan studi kasus (cause study) yaitu penelitian yang dilakukan secara intensif, terinci dan mendalam terhadap suatu organisasi, lembaga atau gejala tertentu.
Adapun metode penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif kualitatif. Hal tersebut sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh Bogdan dan Taylor (1975; 5) (Lexy J. Moleong, 2012: 4) yang mengemukakan bahwa
”metodologi kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati”. Dengan metode ini peneliti berupaya untuk memperoleh, mengumpulkan dan mendeskripsikan data sebagaimana yang terjadi dilapangan, untuk selanjutnya dianalisis dengan cara membandingkan dengan suatu persyaratan atau standar yang telah ditentukan.
Data yang dikumpulkan adalah berupa kata-kata, gambar, dan bukan angka-angka. Hal ini disebabkan oleh adanya penerapan metode kualitatif. Selain
(14)
itu semua yang dikumpulkan berkemungkinan menjadi kunci terhadap apa yang diteliti.
Dalam penelitian kualitatif, ada empat metode pengumpulan data yang dapat diterapkan yaitu wawancara, observasi, dokumen, dan Focus Group Discussion). Wawancara merupakan metode penelitian yang digunakan untuk pembuktian terhadap informasi atau keterangan yang diperoleh sebelumnya. Metode yang kedua adalah observasi, yakni melalukan pengamatan terhadap suatu objek, tempat, pelaku, kegiatan, kejadian atau peristiwa, dan waktu.
Untuk mengefektifkan pelaksanaan penelitian kualitatif ini, maka peneliti bertindak sebagai instrumen utama dalam penelitian ini. Karena peneliti bertindak langsung sebagai instrumen penelitian maka peneliti akan terjun langsung kelapangan untuk mengadakan observasi dan wawancara langsung dengan responden, yang merupakan subjek penelitian. Adapun responden untuk penelitian ini adalah guru atau instruktur praktikum las, siswa dan penanggung jawab sarana dan alat-alat perlengkapan praktikum.
B. Lokasi, Populasi dan Sampel Penelitian
Penelitian ini dilakukan di SMK Negeri 6 Bandung, tepatnya di jalan Soekarnao Hatta, Riung Bandung. Pada keahlian teknik mesin.
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek atau subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dankemudian ditarik kesimpulannya. Tetapi dalam penelitian kualitatif tidak menggunakan istilah populasi, tetapi oleh Spradley dinamakan ”Social situation” atau situasi social yang terdiri atas tiga elemen yaitu: tempat (place), pelaku (actors), dan aktivitas (activity) yang berinteraksi secara sinergis (Sugiyono, 2012: 215) Sedangkan sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut.
Pada pendekatan penelitian kualitatif, sumber data yang dapat memberikan informasi disebut sample. Sampel dalam penelitian kualitatif dilakukan saat peneliti mulai memasuki lapangan dan selama penelitian berlangsung (emergent sampling design) (Sugiyono, 2012: 219). Sementara itu teknik pemilihan sampel
(15)
pada penelitian kualitatif ini dilakukan dengan cara snowball sampling dan purposive sampling (Sugiyono, 2012: 218), yaitu meminta responden dan menunjukan orang lain yang dapat memberikan informasi yang diperlukan sesuai dengan tujuan penelitian.
Adapun yang dimaksud populasi pada penelitian ini adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan praktikum las baik sarana maupun prasarana, sementara sampel dalam penelitian ini adalah proses praktikum mengelas las dasar.
C. Data dan Sumber Data
Data adalah sesuatu yang belum mempunyai arti bagi penerimanya dan masih memerlukan adanya suatu pengolahan. Data bisa berujut suatu keadaan, gambar, suara, huruf, angka, matematika, bahasa ataupun simbol-simbol lainnya yang bisa kita gunakan sebagai bahan untuk melihat lingkungan, obyek, kejadian ataupunsuatu konsep. Data menurut Suharsimi Arikunto (2010: 118), adalah
“hasil pencatatan peneliti, baik berupa fakta ataupun angka”. Pernyataan berikut sesuai dengan rumusan masalah penelitian, adapun data yang diperlukan adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan pelaksanaan praktikum las dilihat dari sarana dan prasarana bengkel praktikum las di SMKN 6 Bandung. Adapun sebagai datanya adalah dapat berupa angka-angka dan kata-kata mengenai kuantitas dan kualitas sarana yang dipakai praktikum las khususnya las busur dan las oksi asetilin.
Sumber data adalah subjek dimana data itu diperoleh, sumber data ini dapat berupa orang (responden), benda, gerak atau proses sesuatu (Suharsimi Arikunto, (2010: 129). Dalam penelitian ini digunakan dua sumber data, yaitu sumber data manusia dan sumber data dokumentasi. Sumber data manusia meliputi guru atau instruktur pada praktek las, tool man bengkel praktikum las. Sumber data dokumentasi meliputi prasarana gedung dan data jumlah ketersediaan alat pada praktikum las busur dan oksi asetilin baik itu berupa alat utama dan alat penunjang las.
(16)
D. Teknik Pengumpulan Data
Data merupakan suatu bahan yang sangat diperlukan untuk dianalisis, maka dari itu diperluklan suatu teknik pengumpulan data yang relevan dengan tujuan penelitian. Adapun teknik pengumpulan data yang dilakukan pada penelitian ini adalah:
1) Wawancara
Wawancara adalah sebuah dialog yang dilakukan pewawancara untuk memperoleh informasi dari terwawancara (Suharsimi Arikunto, 2010 : 155). Wawancara merupakan teknik pengumpulan data dengan melakukan dialog langsung dengan sumber data, dan dilakukan secara tak berstruktur, dimana responden mendapatkan kebebasan dan kesempatan untuk mengeluarkan pikiran, pandangan, dan perasaan secara natural.
2) Observasi
Menurut Sutrisno Hadi (1986) (Sugiyono 2012: 145) mengemukakan bahwa, observasi merupakan suatu proses yang kompleks, suatu proses yang tersusun dari berbagai proses biologis dan psikologis. Dua di antara yang terpenting adalah proses-proses pengamatan dan ingatan. Teknik pengumpulan data dengan observasi digunakan apabila, penelitian berkenaan dengan perilaku manusia, proses kerja, gejala-gejala alam dan bila responden yang diamati tidak terlalu besar. Observasi dilakukan untuk menggali atau menjaring data langsung dari lapangan penelitian.
Jenis observsi yang digunakan adalah observasi berperan serta (Participant observation) dimana dalam observasi ini peneliti terjun langsung mengamati kejadian yang sedang berlangsung. Dalam kasus ini peneliti terjun langsung mengamati kegiatan praktikum las yang dilakukan pleh siswa, dan mengamati sarana serta prasarana bengkel las praktikum.
Data hasil observasi yang didapat di SMKN 6 Bandung ini adalah mengenai sarana dan prasarana bengkel praktikum las baik secara kuantitas maupun kualitasnya.
(17)
3) Dokumentasi
Pengertian metode dokumentasi menurut Suharsimi Arikunto (2006 : 231) adalah sebagai berikut:
“Metode dokumentasi digunakan untuk mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa catatan, transkip, buku,surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat, agenda, dsb. Dalam menggunakan metode dokumentasi ini peneliti memegang check-list untuk mencari variabel yang sudah ditentukan. Apabila terdapat atau muncul veriabel yang dicari, maka peneliti tinggal membutuhkan tanda check atau tally di tempat yang sesuai. Untuk mencatat hal-hal yang bersifat bebas atau belum ditentukan dalam daftar variabel, peneliti dapat menggunakan kalimat bebas.”
Pada penelitian ini dokumentasi digunakan untuk menjaring data yang berkenaan dengan kondisi fisik Bengkel Praktikum Las Bususr dan Oksi Asetilin, serta Area Kerja tempat penyimpanan dan Instruktur.
E. Alat Pengumpul Data
Sebagaimana telah diuraikan pada pembahasan sebelumnya, bahwa instrument pengumpulan data dalam penelitian kualitatif adalah bersifat subjektif artinya peneliti terjun langsung ke lokasi penelitian untukmengumpulkan data dan informasi yang berkaitan dengan objek penelitian. Menyadari pentingnya objektivitas, keutuhan, kevalidan data yang harus dikumpulkan, maka peneliti menggunakan alat atau instrument untuk mengumpulkan data dilapangan berupa pedoman observasi.
Pedoman observasi
Pedoman observasi adalah alat atau instrument penelitian yang digunakan untuk mengumpulkan data penelitian yang berkaitan dengan sarana dan prasarana bengkel praktikum las,baik berupa alat utama ataupun alat penunjang praktikum las khusnya las dasar. Untuk lebih mengefektifkan kegiatan penelitian ini, maka peneliti menyusun pedoman observasi yang didalamnya harus dirumuskan dahulu aspek-aspek apa saja yang akan diobservasi sehingga akan mempermudah perolehan data.
(18)
F. Skala Pengukuran
Skala pengukuran merupakan kesepakatan yang digunakan sebagai acuan untuk menentukan panjang pendeknya interval yang ada dalam alat ukur, sehingga alat ukur tersebut bila digunakan dalam pengukuran akan menghasilkan data kuantitatif (Sugiyono, 2012: 92).
Pada penelitian ini skala yang digunakan adalah Rating Scale (skala bertingkat). Rating Scale sendiri adalah skala pengukuran dimana data mentah yang diperoleh berupa angka kemudian ditafsirkan dalam pengertian kuantitatif. Yang terpenting dari penggunaan skala pengukuran rating scale adalah harus dapat mengartikan setiap angka yang diberikan pada alternatif jawaban pada setiap item instrumen (Sugiyono, 2012: 97).
Penelitian ini dibuat dalam bentuk checklist dengan menggunakan skala bertingkat yaitu: (a) Bobot 4 (sangat layak); (b) Bobot 3 (layak); (c) Bobot 2 (tidak layak); dan (d) Bobot 1 (sangat tidak layak). Selanjutnya keempat dimensi tersebut akan dijabarkan menurut metode rating scale. Berikut Kriteria Penilaian penelitian berdasarkan Model Rating Scale.
Tabel 3.1. Tabel Kriteria Penilaian Penelitian.
Bobot Definisi Kriteria pencapaian
4 Sangat layak 76% - 100%
3 Layak 51% - 75 %
2 Kurang layak 26% - 50%
1 Tidak layak 0% - 25%
G. Analisis Data
Penelitian ini bersifat kualitatif, oleh karena itu teknik yang dipakai adalah teknik analisis kualitatif, dimana pada teknik analisis kualitatif, pada dasarnya penelitian telah dilakukan dari awal kegiatan penelitian hingga akhir penelitian (Sugiyono, 2012: 245).
Miles and Huberman (Sugiyono (2012: 246) menyebutkan langkah-langkah yang harus dilakukan pada teknik analisis kualitatif dilapangan adalah;
(19)
1. Data Reduction (Data Reduksi)
Reduksi data yaitu suatu proses pemilahan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan dan transformasi data kasar yang muncul dari catatan-catatan tertulis di lapangan. Untuk lebih memantapkan data yang terkumpul agar lebih grounded (baerdasarkan dara), maka verifikasi dilakukan selama penelitian berlangsung. Reduksi data juga dapat dilakukan dengan cara membuat ringkasan, mengkode, menelusuri tema-tema, membuat partisi kecil dan menulis catatan kecil. Dengan demikian tingkat kepercayaan hasil penelitian akan lebih terjamin.
2. Data Display (Penyajian Data)
Data ini tersusun sedemikian rupa sehingga memberikan kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. Adapun bentuk yang lazim digunakan pada data kualitatif adalah dalam bentuk teks naratif. Pada kegiatan ini, data dirangkum secara deskriptif dan sistematis, sehingga akan memudahkan dalam member makna sesuai dengan fokus penelitian.
3. Data Verification (Penarikan Kesimpulan Data)
Dalam penelitian ini akan diungkap mengenai makna dari data yang dikumpulkan. Dari data tersebut akan diperoleh kesimpulan yang tentatif, kabur, kaku dan meragukan, sehingga kesimpulan tersebut perlu diverifikasi. Verifikasi dilakukan dengan melihat kembali reduksi data maupun display data sehingga kesimpulan yang diambil tidak menyimpang.
Secara garis besar pekerjaan menganalisis data dalam penelitian ini adalah berdasarkan langkah-langkah sebagai berikut:
a) Menelaah kembali catatan catatan hasil wawancara, observasi dan dokumentasi, serta memisahkan data yang dianggap penting dan tidak
(20)
penting. Kegiatan ini dilakukan kembali untuk memeriksa kembali untuk meminimalisir kemungkinan terdapatnya kekeliruan dalam pengklasifikasian.
b) Mendeskripsikan data yang telah diklasifikasi untuk kepentingan penelaahan lebih lanjut dengan memperhatikan fokus dan tujuan penelitian.
c) Menelaah deskripsi data dan membandingkan dengan referensi teori yang menjadi acuan penelitian.
d) Membuat analisis akhir dan menuangkan hasil penelitian dalam laporan untuk kepentingan penulisan skripsi.
Untuk mengetahui tingkat ketersediaan atau ketercapaian pada penelitian ini, maka digunakan juga perhitungan yang mengacu pada penelitian kuantitatif, teknik analisis data yang digunakan yaitu dengan statistik. Statistik yang digunakan dalam penelitian ini adalah statistik deskriptif, yaitu statistik yang digunakan untuk menganalisa data dengan cara mendeskripsikan atau menggambarkan data yang telah terkumpul sebagaimana adanya tanpa bermaksud membuat kesimpulan yang berlaku untuk umum atau generalisasi. Jadi, dalam statistik deskriptif tidak ada uji signifikansi dan taraf kesalahan, karena penelitian ini tidak bermaksud untuk membuat kesimpulan untuk umum atau generalisasi. Analisis data ini menggunakan Skala Persentase yaitu perhitungan dalam analisis data yang akan menghasilkan persentase yang selanjutnya dilakukan interpretasi pada nilai yang diperoleh. Proses perhitungan persentase dilakukan dengan cara mengkalikan hasil bagi skor riil dengan skor ideal dengan seratus persen (Sugiyono, 2012: 147-148 ), dengan rumus sebagai berikut:
Pencapaian =
………Persamaan 3.1
Kriteria pencapaiannya adalah sebagai berikut:
Sangat Layak = 76 % - 100 % Tidak Layak = 26 % - 50 % Layak = 51 % - 75 % Sangat Tidak Layak = 0 % - 25 %
(21)
H. Uji Keabsahan Data
Menurut Lexy J. Moleong (2012: 320-321) Keabsahan data adalah bahwa setiap keadaan harus memenuhi:
1) Mendemonstrasikan nilai yang benar;
2) Menyediakan dasar agar hal itu dapat diterpakan, dan
3) Memperbolehkan keputusan luar yang dapat dibuat tentang konsistensi dari prosedurnya dan kenetralan dari temuan dan keputusan-keputusannya.
Proses penelitian kualitatif bersifat siklus dan continuity, oleh karena itu maka penelitian kualitatif dilakukan secara berulang-ulang. Jumlah periode pengurangan akan tergantung pada tingkat kedalaman dan ketelitian yang dikehendaki, untuk itu semakin lama penelitian akan semakin terfokus pada masalah yang sebenrnya terjadi pada objek penelitian.
Untuk menetapkan keabsahan data diperlukan teknik pemeriksaan. Pelaksanaan teknik pemeriksaan didasarkan atas sejumlah kriteria tertentu, menurut Lexy J. Moleong (2012 :324-325) terdapat empat kriteria yang digunakan, yaitu derajat kepercayaan (credibility), keteralihan (transferability), kebergantungan (dependability), dan kepastian (confirmability).
Penerapan kriteria derajat kepercayaan (credibility) pada dasarnya menggantikan konsep validitas internal nonkualitatif. Kriteria ini berfungsi; pertama, melaksanakan inkuiri sedemikian rupa sehingga tingkat kepercayaan penemuannya dapat dicapai; kedua, mempertunjukan derajat kepercayaan hasil-hasil penemuan dengan jalan pembuktian oleh peneliti pada kenyataan ganda yang sedang diteliti.
Kriteria keteralihan (transferability) berbeda dengan validitas eksternal dari nonkualitatif. Konsep validitas itu menyatakan bahwa generalisasi suatu penemuan dapa berlaku atau diterapkan pada semua konteks dalam populasi yang sama atas dasar penemuan yang diperoleh pada sampel yang secara representative mewakili populasi. Dengan demikian data deskriptif peneliti bertanggung jawab untuk menyediakan data deskriptif secukupnya jika ia ingin membuat keputusan
(22)
tentang pengalihan, untuk keperluan itu peneliti harus melakukan penelitian kecil untuk memastikan usaha memverifikasi.
Kriteria kebergantungan (dependability) adalah berkaitan dengan nilai konsistensi dari hasil penelitian. Apabila dilakukan penelitian ulang maka hasil penelitian harus tetap sama. Atau depenabilitas dapat jdikatakan konsistensi dari suatu permasalahan. Pada dasarnya permasalahan tersebut bersifat unik dan tidak stabil, sehingga sulit untuk direkonstruksi kembali seperti semula. Untuk mengantisipasi keadaan tersebut dan untuk meyakinkan keabsahan data, maka peneliti melakukan pemeriksaan untuk meyakinkan bahwa apa yang dianalisis dan yang dilaporkan memang begitu adanya.
Kriteria kepastian (confirmability) yaitu berkaitan dengan masalah kebenaran hasil penelitian yang ditunjukan dengan masalah kebenaran penelitian yang ditujukan dengan proses audit trial. Audit artinya pemeriksaan terhadap penelitian yang menghasilkan suatu kepercayaan, dan trial artinya jejak yang dapat diikuti dan dilacak. Tahap konfirmabilitas ini penelitian dilakukan dengan dosen pembimbing untuk di diskusikan, bait terhadap data mentah, hasil analisis dan sintesis data. Sehingga akan menimbulkan keyakinan bahwa yang dilaporkan demikian adanya.
I. Tahap-Tahap Penelitian
Dalam melakukan penelitian ini, peneliti mengacu kepada apa yang dikemukakan oleh Nasution, S (2008 : 33) yaitu: 1. Tahap orientasi, 2. Tahap eksplorasi, dan 3. Tahap Konfirmasi (Member Check).
1) Tahap Orientasi
Tahap orientasi ini merupakan studi pendahuluan dimana kegiatan diarahkan untuk memperoleh informasi yang seluas-luasnya mengenai hal-hal yang bersifat umum yang berkaitan dengan masalah penelitian. Dalam hal ini peneliti menciptakan hubungan harmonis antara peneliti dengan responden.
(23)
2) Tahap Eksplorasi
Setelah tahap orientasi, diikuti dengan tahap ekplorasi, eksplorasi hanya dilakukan terhadap hal-hal yang berkaitan dengan sarana dan prasarana bengkel praktikum las. Pada tahap eksplorasi merupakan tahap pengumpulan data dan informasi yang berkaitan dengan fokus penelitian. 3) Tahap Konfirmasi (Member Check)
Tahap member check dilakukan untuk mengecek kebenaran data yang diberikan, sehingga data yang diperoleh dapat diterima kebenarannya. Dalam tahap Orientasi peneliti datang langsung kelapangan atau kelokasi penelitian, peneliti melakukan kunjungan dan pendekatan kepada pihak-pihak yang berperan dengan penelitian ini diantaranya, kepala sekolah, wakil kepala sekolah, phak pengelola sarana dan prasarana, guru mata pelajaran las, instruktur program las dan pihak” yang terkait didalamnya. Untuk memperoleh informasi seluas-luasnya dilakukan wawancara dengan pihak diatas. Dari hasil wawancara didapat informasi tentang penelitian yang selanjutnya dianalisis dan di konsultasikan dengan pembimbing untuk lebih memperjelas serta memfokuskan masalah dalam penelitian.
Untuk dapat menjalin hubungan yang harmonis antara peneliti dengan responden, peneliti melakukan pendekatan antara lain dengan cara: (a) menjelaskan peran peneliti kepada responden, bahwa keberadaan peneliti hanya untuk mengetahui keadaan sarana dan prasarana praktikum las; (b) menjelaskan bahwa informasi yang diterima dapat dijaga kerahasiaannya dan bukan untuk menilai sekolah serta tidak mempunyai pengaruh terhadap posisi responden di sekolah, dan; (3) melakukan kunjungan secara continue.
Selanjutnya tahap ekplorasi, dimana pada tahap ini peneliti mulai mengumpulkan data dan informasi, meskipun data dan informasi tidak bersifat umum, tetapi sudah lebih terstruktur serta masih terbuka. Pengumpulan data menggunakan teknik wawancara yang dilakukan dalam bentuk percakapan informal yang mengandung unsure spontanitas dengan memanfaatkan waktu luang, tetapi walaupun dilakukan secara informal, dalam megali informasi dari responden tetap mengacu dan diarahkan kepada fokus penelitian dengan
(24)
berdasarkan prinsif kualitatif yaitu berusaha memahami makna dan peristiwa manusia dalam situasi tertentu.
Wawancara dilakukan terhadap responden sebagai sumber data primer maupun terhadap responden dari sumber data sekunder. Setiap data yang diberikan oleh responden dicek kebenrannya dengan responden lainnya, dalam hal ini digunakan teknik triangulasi, yaitu dengan membandingkan dan mengecek balik data dan informasi yang diperoleh dari responden dengan fakta yang ada dilapangan, selain dengan wawancara, pengumpulan data juga dapat dilakukan dengan teknik observasi dan studi dokumentasi.
Setelah tahap orintasi dan ekplorasi peneliti hendaknya melakukan tahap konfirmasi (Member Check), member check dilakukan untuk mengecek kebenaran data yang diberikan, sehingga data yang diperoleh dapat diterima kebenarannya.
(25)
A. Kesimpulan
Berdasarkan pada pemaparan mengenai hasil penelitian dan pembahasan yang tersaji didepan, maka dapat ditarik kesimpulan berkenaan dengan rumusan masalah yang telah diajukan pada bab sebelumnya. Dari hasil penelitian dan pembahasan maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Perbandingan jumlah mesin las baik itu mesin las dasar maupun mesin las oksi asetilin dibandingkan dengan sekali rombongan belajar pada proses praktikum las, apabila dilihat dari tabel 4.17 dan 4.18 tentang perabot pendidikan khususnya meja las dan peralatan utama mesin las untuk sekali rombongan belajar, dilihat dari jumlahnya secara umum memiliki jumlah yang cukup, sehingga tidak terdapat siswa yang akan mengalami kesulitan pada saat proses praktikum las berlangsung.
2. Tingkat ketersediaan peralatan utama maupun peralatan pendukung pada praktikum las dasar, dilihat dari tabel 4.20, 4.21, 4.11 dan 4.13 secara umum dapat dikategorikan cukup atau layak namun untuk peralatan utama pada mesin las busur yang terpapar pada tabel 4.20 itu mendapat kategori kurang layak karena spesifikasi mesin tidak sesuai dengan mesin las yang direkomendasikan oleh PERMENDIKNAS No. 40 tahun 2008.
3. Keadaan sarana dan prasarana bengkel praktikum las dasar di SMK Negeri 6 Bandung jurusan Teknik Mesin ini secara keseluruhan dapat dikategorikan layak untuk tinggkat satuan pendidikan Sekolah Menengah Kejuruan dengan berasumsikan pada luas keseluruhan dari wilayah atau area kerja las dasar yang meliputi las busur dan las oksi asetilin serta peralatan utama maupun pendukung dan juga perabot pendidikan yang terdapat didalamnya.
(26)
B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian pada bab sebelumnya, maka sejalan dengan hasilpenelitian tersebut ada beberapa saran yang hendaknya memberikan dampak baik kedepannya, saran yang diberikan oleh peneliti yaitu saran untuk pihak sekolah dan peneliti yang akan datang, yaitu:
1. Bagi Pihak Sekolah
a. Perlunya penambahan luas dari bengkel las Busur maupun Oksi Asetilin sesuai standar yaitu 6 m2 perpeserta didik, sehingga pada saat peserta didik melakukan pekerjaan las bisa lebih leluasa.
b. Perlunya menambah dan mengganti media pendidikan yang terdapat di bengkel Praktikum Las yaitu papan tulis, untuk memudahkan peserta didik menyerap ilmu yang bersifat teoritis dalam pekerjaan Las.
c. Perlunya penggantian peralatan utama maupun pendukung untuk mesin las apabila tidak sesuai dengan standar BSNP atau apabila sudah rusak atau tidak layak pakai.
d. Perlunya penambahan alat keselamatan kerja las sebagai contoh kaca mat alas yang tentunya harus sesuai dengan standar yang telah ditentukan untuk melindungi salah satu panca indera yang berfungsi besar dalam penglihatan yaitu mata.
e. Perlunya lahan untuk prasarana gudang agar kursi-kursi yang tidak terpakai bias dirapikan jangan memakai ruangan las Oksi asetilin< karena bias menghambat proses pekerjaan las oksi asetilin yang sedang dilakukan oleh peserta didik.
f. Dalam ruang penyimpanan dan instruktur perlu terdapatnya media data yang berupa papan data agar terorganisir semua kebutuhan yang menyangkut peralatan maupun bahan untuk praktikum.
g. Dalam ruang penyimpanan dan isntruktur, perlunya rak khusus untuk setiap pekerjaan praktikum, agar tidak bercampur dengan peralatan-peralatan lain.
(27)
h. Perlunya koordinasi antara instruktur dan pihak sekolah, untuk menangani apabila terdapat kekurangan alat maupun bahan pada suatu bengkel praktikum agar terciptanya pekerjaan praktikum yang lancar. 2. Peneliti Selanjutnya
Penelitian ini dapat dikembangkan kembali agar dapat diketahui tingklat ketersediaannya untuk kondisi sarana dan prasarana pada bengkel praktikum las di SMK Negeri 6 Bandung secara lebih menyeluruh berdasarkan lampiran PERMENDIKNAS RI No 40. Tahun 2008 tentang Standar Sarana Dan Prasarana Di SMK ataupun menggunakan standar dari Badan Standar Nasional Pendidikan No 1227 –P1-12/13 Tahun 2012/2013 mengenai Penyeleggaraan Ujian Praktik Kejuruan yang ada kaitannya dengan Praktikum Las.
(1)
Agil Muhammad Faturachman, 2014
STUDI KETERSEDIAAN SARANA DAN PRASARANA BENGKEL PRAKTIKUM LAS PADA KETERLAKSANAAN KEGIATAN PRAKTIKUM LAS DI SMKN 6 BANDUNG
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
41
tentang pengalihan, untuk keperluan itu peneliti harus melakukan penelitian kecil untuk memastikan usaha memverifikasi.
Kriteria kebergantungan (dependability) adalah berkaitan dengan nilai konsistensi dari hasil penelitian. Apabila dilakukan penelitian ulang maka hasil penelitian harus tetap sama. Atau depenabilitas dapat jdikatakan konsistensi dari suatu permasalahan. Pada dasarnya permasalahan tersebut bersifat unik dan tidak stabil, sehingga sulit untuk direkonstruksi kembali seperti semula. Untuk mengantisipasi keadaan tersebut dan untuk meyakinkan keabsahan data, maka peneliti melakukan pemeriksaan untuk meyakinkan bahwa apa yang dianalisis dan yang dilaporkan memang begitu adanya.
Kriteria kepastian (confirmability) yaitu berkaitan dengan masalah kebenaran hasil penelitian yang ditunjukan dengan masalah kebenaran penelitian yang ditujukan dengan proses audit trial. Audit artinya pemeriksaan terhadap penelitian yang menghasilkan suatu kepercayaan, dan trial artinya jejak yang dapat diikuti dan dilacak. Tahap konfirmabilitas ini penelitian dilakukan dengan dosen pembimbing untuk di diskusikan, bait terhadap data mentah, hasil analisis dan sintesis data. Sehingga akan menimbulkan keyakinan bahwa yang dilaporkan demikian adanya.
I. Tahap-Tahap Penelitian
Dalam melakukan penelitian ini, peneliti mengacu kepada apa yang dikemukakan oleh Nasution, S (2008 : 33) yaitu: 1. Tahap orientasi, 2. Tahap eksplorasi, dan 3. Tahap Konfirmasi (Member Check).
1) Tahap Orientasi
Tahap orientasi ini merupakan studi pendahuluan dimana kegiatan diarahkan untuk memperoleh informasi yang seluas-luasnya mengenai hal-hal yang bersifat umum yang berkaitan dengan masalah penelitian. Dalam hal ini peneliti menciptakan hubungan harmonis antara peneliti dengan responden.
(2)
Agil Muhammad Faturachman, 2014
STUDI KETERSEDIAAN SARANA DAN PRASARANA BENGKEL PRAKTIKUM LAS PADA KETERLAKSANAAN KEGIATAN PRAKTIKUM LAS DI SMKN 6 BANDUNG
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
2) Tahap Eksplorasi
Setelah tahap orientasi, diikuti dengan tahap ekplorasi, eksplorasi hanya dilakukan terhadap hal-hal yang berkaitan dengan sarana dan prasarana bengkel praktikum las. Pada tahap eksplorasi merupakan tahap pengumpulan data dan informasi yang berkaitan dengan fokus penelitian. 3) Tahap Konfirmasi (Member Check)
Tahap member check dilakukan untuk mengecek kebenaran data yang diberikan, sehingga data yang diperoleh dapat diterima kebenarannya. Dalam tahap Orientasi peneliti datang langsung kelapangan atau kelokasi penelitian, peneliti melakukan kunjungan dan pendekatan kepada pihak-pihak yang berperan dengan penelitian ini diantaranya, kepala sekolah, wakil kepala sekolah, phak pengelola sarana dan prasarana, guru mata pelajaran las, instruktur
program las dan pihak” yang terkait didalamnya. Untuk memperoleh informasi
seluas-luasnya dilakukan wawancara dengan pihak diatas. Dari hasil wawancara didapat informasi tentang penelitian yang selanjutnya dianalisis dan di konsultasikan dengan pembimbing untuk lebih memperjelas serta memfokuskan masalah dalam penelitian.
Untuk dapat menjalin hubungan yang harmonis antara peneliti dengan responden, peneliti melakukan pendekatan antara lain dengan cara: (a) menjelaskan peran peneliti kepada responden, bahwa keberadaan peneliti hanya untuk mengetahui keadaan sarana dan prasarana praktikum las; (b) menjelaskan bahwa informasi yang diterima dapat dijaga kerahasiaannya dan bukan untuk menilai sekolah serta tidak mempunyai pengaruh terhadap posisi responden di sekolah, dan; (3) melakukan kunjungan secara continue.
Selanjutnya tahap ekplorasi, dimana pada tahap ini peneliti mulai mengumpulkan data dan informasi, meskipun data dan informasi tidak bersifat umum, tetapi sudah lebih terstruktur serta masih terbuka. Pengumpulan data menggunakan teknik wawancara yang dilakukan dalam bentuk percakapan informal yang mengandung unsure spontanitas dengan memanfaatkan waktu luang, tetapi walaupun dilakukan secara informal, dalam megali informasi dari responden tetap mengacu dan diarahkan kepada fokus penelitian dengan
(3)
Agil Muhammad Faturachman, 2014
STUDI KETERSEDIAAN SARANA DAN PRASARANA BENGKEL PRAKTIKUM LAS PADA KETERLAKSANAAN KEGIATAN PRAKTIKUM LAS DI SMKN 6 BANDUNG
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
43
berdasarkan prinsif kualitatif yaitu berusaha memahami makna dan peristiwa manusia dalam situasi tertentu.
Wawancara dilakukan terhadap responden sebagai sumber data primer maupun terhadap responden dari sumber data sekunder. Setiap data yang diberikan oleh responden dicek kebenrannya dengan responden lainnya, dalam hal ini digunakan teknik triangulasi, yaitu dengan membandingkan dan mengecek balik data dan informasi yang diperoleh dari responden dengan fakta yang ada dilapangan, selain dengan wawancara, pengumpulan data juga dapat dilakukan dengan teknik observasi dan studi dokumentasi.
Setelah tahap orintasi dan ekplorasi peneliti hendaknya melakukan tahap konfirmasi (Member Check), member check dilakukan untuk mengecek kebenaran data yang diberikan, sehingga data yang diperoleh dapat diterima kebenarannya.
(4)
78
A. Kesimpulan
Berdasarkan pada pemaparan mengenai hasil penelitian dan pembahasan yang tersaji didepan, maka dapat ditarik kesimpulan berkenaan dengan rumusan masalah yang telah diajukan pada bab sebelumnya. Dari hasil penelitian dan pembahasan maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Perbandingan jumlah mesin las baik itu mesin las dasar maupun mesin las oksi asetilin dibandingkan dengan sekali rombongan belajar pada proses praktikum las, apabila dilihat dari tabel 4.17 dan 4.18 tentang perabot pendidikan khususnya meja las dan peralatan utama mesin las untuk sekali rombongan belajar, dilihat dari jumlahnya secara umum memiliki jumlah yang cukup, sehingga tidak terdapat siswa yang akan mengalami kesulitan pada saat proses praktikum las berlangsung.
2. Tingkat ketersediaan peralatan utama maupun peralatan pendukung pada praktikum las dasar, dilihat dari tabel 4.20, 4.21, 4.11 dan 4.13 secara umum dapat dikategorikan cukup atau layak namun untuk peralatan utama pada mesin las busur yang terpapar pada tabel 4.20 itu mendapat kategori kurang layak karena spesifikasi mesin tidak sesuai dengan mesin las yang direkomendasikan oleh PERMENDIKNAS No. 40 tahun 2008.
3. Keadaan sarana dan prasarana bengkel praktikum las dasar di SMK Negeri 6 Bandung jurusan Teknik Mesin ini secara keseluruhan dapat dikategorikan layak untuk tinggkat satuan pendidikan Sekolah Menengah Kejuruan dengan berasumsikan pada luas keseluruhan dari wilayah atau area kerja las dasar yang meliputi las busur dan las oksi asetilin serta peralatan utama maupun pendukung dan juga perabot pendidikan yang terdapat didalamnya.
(5)
79
B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian pada bab sebelumnya, maka sejalan dengan hasilpenelitian tersebut ada beberapa saran yang hendaknya memberikan dampak baik kedepannya, saran yang diberikan oleh peneliti yaitu saran untuk pihak sekolah dan peneliti yang akan datang, yaitu:
1. Bagi Pihak Sekolah
a. Perlunya penambahan luas dari bengkel las Busur maupun Oksi Asetilin sesuai standar yaitu 6 m2 perpeserta didik, sehingga pada saat peserta didik melakukan pekerjaan las bisa lebih leluasa.
b. Perlunya menambah dan mengganti media pendidikan yang terdapat di bengkel Praktikum Las yaitu papan tulis, untuk memudahkan peserta didik menyerap ilmu yang bersifat teoritis dalam pekerjaan Las.
c. Perlunya penggantian peralatan utama maupun pendukung untuk mesin las apabila tidak sesuai dengan standar BSNP atau apabila sudah rusak atau tidak layak pakai.
d. Perlunya penambahan alat keselamatan kerja las sebagai contoh kaca mat alas yang tentunya harus sesuai dengan standar yang telah ditentukan untuk melindungi salah satu panca indera yang berfungsi besar dalam penglihatan yaitu mata.
e. Perlunya lahan untuk prasarana gudang agar kursi-kursi yang tidak terpakai bias dirapikan jangan memakai ruangan las Oksi asetilin< karena bias menghambat proses pekerjaan las oksi asetilin yang sedang dilakukan oleh peserta didik.
f. Dalam ruang penyimpanan dan instruktur perlu terdapatnya media data yang berupa papan data agar terorganisir semua kebutuhan yang menyangkut peralatan maupun bahan untuk praktikum.
g. Dalam ruang penyimpanan dan isntruktur, perlunya rak khusus untuk setiap pekerjaan praktikum, agar tidak bercampur dengan peralatan-peralatan lain.
(6)
h. Perlunya koordinasi antara instruktur dan pihak sekolah, untuk menangani apabila terdapat kekurangan alat maupun bahan pada suatu bengkel praktikum agar terciptanya pekerjaan praktikum yang lancar. 2. Peneliti Selanjutnya
Penelitian ini dapat dikembangkan kembali agar dapat diketahui tingklat ketersediaannya untuk kondisi sarana dan prasarana pada bengkel praktikum las di SMK Negeri 6 Bandung secara lebih menyeluruh berdasarkan lampiran PERMENDIKNAS RI No 40. Tahun 2008 tentang Standar Sarana Dan Prasarana Di SMK ataupun menggunakan standar dari Badan Standar Nasional Pendidikan No 1227 –P1-12/13 Tahun 2012/2013 mengenai Penyeleggaraan Ujian Praktik Kejuruan yang ada kaitannya dengan Praktikum Las.