Analisis Efisiensi Penggunaan Faktor-Faktor Produksi Pada Industri Makanan Ringan Di Kota Bandung : survey pada industri gorengan tempe di Kota Bandung.

(1)

No. Daftar/ FPEB/203/UN. 40. 7. DI/ LT/ 2015

ANALISIS EFISIENSI PENGGUNAAN FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI PADA INDUSTRI MAKANAN RINGAN DI KOTA BANDUNG

(Survey Pada Industri Gorengan Tempe di Kota Bandung)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Menempuh Ujian Sidang Sarjana Pendidikan Pada Program Studi Pendidikan Ekonomi.

Oleh Riani Herdini

1100932

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN EKONOMI FAKULTAS PENDIDIKAN EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA 2015


(2)

HAK CIPTA

ANALISIS EFISIENSI PENGGUNAAN FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI PADA INDUSTRI MAKANAN RINGAN DI KOTA BANDUNG

(Survey Pada Industri Gorengan Tempe di Kota Bandung)

Oleh Riani Herdini

1100932

Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi sebagian dari syarat memperoleh gelar sarjana pendidikan pada Program Studi Pendidikan Ekonomi

Fakultas Pendidikan Ekonomi dan Bisnis.

© Riani Herdini

Universitas Pendidikan Indonesia 2015

Hak Cipta dilindungi Undang-Undang. Skripsi ini tidak boleh diperbanyak sebagian atau seluruhnya, dengan dicetak ulang, difotokopi atau cara lainnya tanpa seizin dari penulis.


(3)

LEMBAR PENGESAHAN

ANALISIS EFISIENSI PENGGUNAAN FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI PADA INDUSTRI MAKANAN RINGAN DI KOTA BANDUNG

(Survey Pada Industri Gorengan Tempe di Kota Bandung)

Bandung, Agustus 2015 Skripsi ini telah disetujui oleh:

Pembimbing:

Navik Istikomah, SE, M. Si NIP. 197511102005012002

Mengetahui,

Ketua Program Studi Pendidikan Ekonomi Fakultas Pendidikan Ekonomi dan Bisnis

UPI Bandung

Dra. Neti Budiwati, M. Si NIP. 1963022119870320001


(4)

ABSTRAK

Riani Herdini (1100932) “Analisis Efisiensi Penggunaan Faktor-Faktor Produksi Pada Industri Makanan Ringan (Survey Pada Industri Gorengan Tempe di Kota Bandung)” di bawah bimbingan Navik Istikomah, S.E, M. Si.

Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis efisiensi penggunaan faktor-faktor produksi pada industri gorengan tempe. Adapun yang menjadi objek penelitian ini adalah para pengusaha gorengan tempe di Kota Bandung. Metode penelitian yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah survey eksplanatori. Penelitian ini memiliki populasi sebanyak 107 dan 84 sampel pengusaha. Tekhnik penarikan sampel yang digunakan adalah tekhnik sampel acak secara proporsional menurut stratifikasi (Proportionate Stratified Random Sampling). Teknik analisis data menggunakan regresi linier berganda. Hasil penelitian dengan menggunakan analisis efisiensi penggunaan faktor-faktor produksi menunjukkan bahwa faktor produksi modal, tenaga kerja, bahan baku, bahan penolong, dan peralatan belum mencapai efisiensi yang optimum. Faktor produksi modal dan tenaga kerja, untuk mencapai efisiensi optimum dalam pemakaian faktor produksi harus dikurangi. Faktor produksi bahan baku, bahan penolong, dan peralatan untuk mencapai efisiensi optimum dalam pemakaian faktor produski harus ditambah. Tingkat skala produksi gorengan tempe berada pada kondisi skala usaha yang meningkat (Increasing Returns to Scale).

Kata Kunci : Faktor-Faktor Produksi Gorengan Tempe, Efisiensi, Modal, Tenaga Kerja, Bahan Baku, Bahan Penolong, Peralatan.


(5)

ABSTRACT

Riani Herdini, (1100932). “The Analyze Efficiency of Use of Production Factrors on the Snack

Industry (Survey On The Fried Tempe Industry in Bandung)”. Under guidance of Navik Istikomah,

S.E, M. Si.

This research for conducted to analyze the efficiency of use of production factors on the industry fried tempe. As for the object of this study is fried tempe enterpreneurs in Bandung. Research methods that the writer use in the research is an explanatory survey. This research has the population as much 107 and 84 entrepreneur sample. The sampling technique used for Random Sampling the Stratification. Data analysis technique and using multiple linear regression. The result of research by using analysis of the efficient use production factors showed that the factors of productions, capital, labor, raw material, auxiliary material, and equipment not yet reached the optimum efficienly. In the use of factors of produstions capital and labor should be reduced. Facors of production of raw material, auxiliary material, and equipment to achieve optimum efficiency in the use of production factors should be added. Fried tempe production scale levels are at an Increasing Returns to Scale.

Keywords: Fried Tempe Production Factors, Efficiency, Capital, Labor, Raw Materials Auxiliary Materials, Equipment.


(6)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang Masalah

Krisis ekonomi yang terjadi di Indonesia pada tahun 1998 menyebabkan perekonomian di Indonesia mengalami keterpurukan, nilai tukar mata uang Indonesia pun mengalami titik terendah. Keadaan social dan ekonomi di Indonesia pada saat itu sangat terpuruk. Namun dibalik peristiwa tersebut ada beberapa pelajaran, khususnya bagi masyarakat di Indonesia itu sendiri. Hal penting yang dijadikan pelajaran pada krisis ekonomi pada tahun 1998 adalah pembangunan ekonomi yang tidak berbasis pada kekuatan sendiri, tetapi bertumpu pada hutang luar negeri dan impor. Dari peristiwa tersebut ada pelajaran yang diambil bagi pemerintah Indonesia, yaitu pemerintah harus membuat rancangan strategi dan kebijakan pembangunan yang komperhensif dalam jangka menengah dan jangka panjang. Bentuk aktualisasi tersebut adalah melalui pengembangan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM).

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang UMKM, terdapat pengertian tentang Usaha Mikro, Usaha Kecil, dan Usaha menengah, yaitu sebagai berikut:

a. Usaha mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan dan/atau badan usaha perorangan yang memenuhi criteria usaha mikro sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini.

b. Usaha Kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari Usaha Menengah atau Usaha Besar yang memenuhi kriteria usaha kecil sebagaimana dimaksud dalam undang-undang.Usaha menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dengan usaha kecil atau usaha besar dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan sebagaimana diatur dalam undang-undang.


(7)

2

Ada kriteria yang ditentukan untuk menentukan jenis suatu usaha yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008.

Tabel 1.1

Kriteria UMKM Menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008

No URAIAN KRITERIA

ASSET OMSET

1 Usaha Mikro Max 50 juta Max 300 juta

2 Usaha Kecil >50 juta-500 juta >300 juta-2,5 Milyar 3 Usaha Menengah >500 juta-10 Milyar >2,5 Milyar-50 Milyar Sumber: www.depkop.go.id

Berdasarkan data tahun 2013, darit total unit usaha sebanyak 56,5 juta sebanyak 98,79% merupakan usaha mikro. Dari total tenaga kerja sebanyak 110,8 juta, usaha mikro menyerap tenaga kerja sebanyak 90,12%. Dari total PDB berdasarkan harga berlaku, dari total sebesar Rp. 8.241,9 triliun usaha mikro berkontribusi terhadap PDB sebesar 35,81%. (Kementrian Koperasi dan UMKM, 2013).

Dari data diatas dapat disimpulkan bahwa usaha mikro memiliki peranan yang penting dalam perekonomian Indonesia. Mengingat besarnya peran UMKM tersebut, pemerintah melalui instansi terkait terutama Kementerian Koperasi dan UKM telah meluncurkan berbagai program bantuan untuk UMKM dan ditetapkannya kebijakan yang di berlakukan untuk UMKM. Pedoman kebijakan tersebut adalah Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah.

Kota Bandung merupakan kota yang terletak di Jawa Barat yang terkenal dengan pusat

fashion maupun pusat makanan. Bandung terkenal dengan keanekaragaman makanannya yang

beragam, baik itu makanan berat maupun makanan ringan. Salah satu makanan ringan yang terdapat di Kota Bandung adalah gorengan tempe. Walaupun di berbagai daerah juga terdapat gorengan tempe, namun tidak lengkap rasanya apabila ke Kota Bandung tetapi tidak membeli gorengan tempe.

Banyak penjual gorengan tempe yang berada di Kota Bandung, hal itu dikarenakan gorengan tempe merupakan salah satu makanan ringan ciri khas dari Kota Bandung. Dikarenakan permintaan yang semakin banyak mengingat Kota Bandung adalah salah satu tujuan wisata pada saat liburan, para pengusaha gorengan tempe semakin berusaha untuk memanfaatkan bahan baku yang ada untuk memproduksi gorengan tempe guna memenuhi permintaan konsumen.


(8)

Dalam menyelenggarakan usaha yang bergerak di bidang industri, setiap pengusaha berusaha untuk menghasilkan barang atau output dengan memanfaatkan faktor-faktor produksi yang ada untuk menjalankan suatu produksi. Ini dapat diartikan bahwa dalam proses produksi pada industri gorengan tempe di Kota Bandung menunjukkan adanya aktivitas langsung dalam pemanfaatan faktor-faktor produksi yang digunakan untuk menghasilkan output (hasil produksi) Produksi diartikan sebagai penggunaan atau pemanfaatan sumber daya yang mengubah suatu komoditi menjadi komoditi lain yang sama sekali berbeda. Hubungan antara penggunaan faktor-faktor produksi dengan jumlah output yang dihasilkan dapat digambarkan dalam suatu fungsi produksi.

Sentra industri gorengan tempe merupakan kegiatan ekonomi yang memiliki fungsi dan berperan sangat strategis, karena merupakan salah satu industri kecil dan menengah yang dapat menjadi roda penggerak perekonomian masyarakat. Kesempatan kerja merupakan hal yang dapat dijadikan wadah untuk menampung potensi masyarakat yang ada.

Berdasarkan penelitian awal yang dilakukan oleh penulis pada sepuluh responden, berikut hasil produksi gorengan tempe dalam kurun waktu tiga bulan terakhir:

Tabel 1.2

Jumlah Hasil Produksi Gorengan Tempe Bulan Oktober-Desember

Bulan Hasil Produksi (kg) Perkembangan Hasil Produksi

(%)

Oktober 35.550 -

November 31.950 -10,12

Desember 26.600 -16,74

Sumber: data pra penelitian (10 responden)

Dari data yang diperoleh dari industri gorengan tempe di Kota Bandung pada tiga bulan terakhir mengalami penurunan. Hal tersebut mencerminkan bahwa adanya kendala atau masalah yang dihadapi oleh para pengusaha dalam memproduksi gorengan tempe. Berikut adalah tabel efisiensi produksi gorengan tempe pada industri gorengan tempe di Kota Bandung:


(9)

4

Tabel 1.3

Efisiensi Produksi Gorengan Tempe Bulan Oktober-Desember

Bulan Harga

per kg

Total Revenue

Total

Cost Laba

Biaya

Rata-Rata

Elasti sitas Biaya

Oktober 34.000 1.208.700.000 458.700.000 750.000.000 12.903 - November 34.000 1.086.300.000 408.860.000 677.440.000 12.797 0,92 Desember 34.000 904.400.000 280.680.000 623.720.000 10.552 0,44 Sumber: data pra penelitian (10 responden)

Berdasarkan tabel 1.3, nilai elastisitas biaya pada kegiatan produksi gorengan tempe menunjukkan <1, hal ini berarti bahwa produksi gorengan tempe tidak efisien. Apabila permasalahan tersebut tidak ditangani dan ketidakefisienan terus terjadi, dikhawatirkan banyak pengusaha yang gulung tikar. Pada kenyataannya, banyak para pengusaha gorengan tempe yang menjual gorengan tempe berpuluh-puluh tahun dan dalam kondisi pemakaian faktor produksi yang tidak efisien, akan tetapi mereka masih tetap melangsungkan usahanya. Hal tersebut dikarenakan, para pengusaha tidak hanya menjual gorengan tempe saja akan tetapi masih banyak jenis makanan ringan lain yang diperdagangkan. Salah satu cara untuk mengatasi kondisi pemakaian input produksi yang tidak efisien adalah dengan mengoptimalkan penggunaan input. Maka metode optimalisasi dan efisiensi akan lebih tepat diterapkan pada setiap proses produksi.

Berdasarkan uraian diatas, penulis tertarik untuk meneliti faktor-faktor produksi yang mempengaruhi efisiensi produksi industri gorengan tempe. Maka judul yang penulis angkat adalah: “ANALISIS EFISIENSI PENGGUNAAN FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI PADA INDUSTRI MAKANAN RINGAN DI KOTA BANDUNG (Survey Pada Industri Gorengan Tempe di Kota Bandung)

1.2Rumusan Masalah

Dari uraian pada latar belakang masalah, terlihat bahwa yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah tidak efisiennya penggunaan faktor-faktor produksi pada proses produksi pada industri gorengan tempe di Kota Bandung. Produksi adalah suatu proses mengubah input (faktor-faktor produksi) menjadi output, sehingga nilai barang tersebut bertambah. Dengan perkataan lain, produksi berarti proses mengubah faktor-faktor produksi menjadi barang jadi. Faktor-faktor produksi (input) terbagi menjadi dua macam, yaitu input tetap


(10)

dan input variabel, yang diantaranya adalah: modal, tenaga kerja, bahan baku, bahan penolong, dan peralatan. Maka rumusan masalahnya adalah sebagai berikut:

1. Apakah penggunaan faktor produksi modal, tenaga kerja, bahan baku, bahan penolong, dan peralatan pada industri gorengan tempe di Kota Bandung telah mencapai efisiensi optimum?

2. Bagaimana tingkat skala ekonomi pada produksi gorengan tempe?

1.3Tujuan Penelitian

Adapun tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah:

a. Untuk mengetahui penggunaan faktor produksi modal, tenaga kerja, bahan baku, bahan penolong, dan peralatan produksi gorengan tempe pada industri gorengan tempe di Kota Bandung telah mencapai efisiensi optimum.

b. Untuk mengetahui tingkat skala ekonomi pada produksi gorengan tempe pada industri gorengan tempe di Kota Bandung.

1.4Manfaat Penelitian

Kegunaan dari dilakukannya penelitian ini dapat dibagi menjadi dua, yakni manfaat teoritis dan manfaat praktis:

a. Secara teoritis, dilakukannya penelitian ini adalah untuk member sumbangan pemikiran bagi perkembangan ilmu ekonomi, khususnya ilmu ekonomi mikro.

b. Secara praktis dari dilakukannya penelitian ini adalah:

- Memberikan informasi bahwa optimalisasi dan efisiensi faktor produksi sangat berpengaruh pada produksi gorengan tempe pada sentra industri gorengan tempe. - Sebagai bahan yang dapat dijadikan pertimbangan bagi berbagai pihak, diantaranya


(11)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1Objek dan Subjek Penelitian

Menurut Suharsimi Arikunto (2006, hlm. 118), objek penelitian adalah variabel penelitian, yaitu sesuatu yang merupakan inti dari problematika penelitian. Dalam penelitian ini terdiri dari variabel bebas dan variabel terikat. Dimana hasil produksi sebagai variabel terikat, sedangkan modal, tenaga kerja, bahan baku, bahan penolong, dan peralatan sebagai variabel bebas.Variabel-variabel tersebut merupakan objek dari penelitian ini. Subjek Penelitian atau responden adalah pihak-pihak yang dijadikan sebagai sampel dalam penelitian. Adapun yang menjadi subjek dari penelitian ini yaitu para pengusaha gorengan tempe di Kota Bandung.

3.2Metode Penelitian

Penelitian merupakan suatu proses pengkajian untuk membuktikan suatu kebenaran mengenai apa yang sedang diteliti. Metode penelitian yang tepat dan relevan sangat diperlukan untuk mencapai tujuan tersebut.

Metode yang digunakan oleh penulis dalam penelitian ini yaitu metode

eksplanatory atau survey eksplanatory. Penelitian survei adalah penelitian yang

mengambil sampel dari suatu populasi dan menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpul data yang pokok yang ditujukan untuk menjelaskan hubungan kausal antara variabel-variabel yang diteliti. Tetapi dalam penelitian ini pengertian survey dibatasi menjadi penelitian yang datanya dikumpulkan dari sampel, untuk mewakili seluruh populasi.

3.3Populasi dan Sempel 3.3.1 Populasi

Populasi merupakan keseluruhan dari subjek penelitian. Suharsimi Arikunto (2010, hlm. 173) mengemukakan bahwa “populasi adalah keseluruhan objek penelitian atau totalitas kelompok subjek, baik manusia, gejala, nilai, benda-benda


(12)

Sedangkan menurut Sugiyono (2006, hlm. 55) “populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek/subjek yang mempunyai kuantitas dan karakterisik tertentu yang

ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya.”

Berdasarkan definisi diatas, maka populasi merupakan keseluruhan dari objek yang akan diteliti. Adapun yang menjadi populasi dalam penelitian ini adalah pengusaha gorengan tempe di Kota Bandung yang berjumlah 107 pengusaha, yang terdiri atas:

Tabel 3.1

Jumlah Pengusaha Gorengan Tempe Sekota Bandung

Leuwi Panjang 48 pengusaha Pasteur 21 pengusaha Cihampelas 3 pengusaha

Kosambi 17 pengusaha Pasar Baru 12 pengusaha Cicaheum 6 pengusaha

Jumlah Total 107 pengusaha

3.3.2 Sampel

Menurut Suharsimi Arikunto (2010, hlm. 174) yang dimaksud dengan sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti.. adapun besaran sampel dalam penelitian ini dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

Ridwan (2004, hlm. 65)

Keterangan:

n : Ukuran sampel keseluruhan N : Ukuran populasi sampel

e : Persen kelonggaran ketidaktelitian karena kesalahan Maka:


(13)

34

Sehingga sampel dalam penelitian ini berjumlah 84 pengusaha gorengan tempe yang tersebar di Kota Bandung.

Adapun tekhnik penarikan sampel yang digunakan adalah tekhnik sampel acak secara proporsional menurut stratifikasi (Proportionate Stratified Random Sampling). Tekhnik ini digunakan apabila peneliti beranggapan bahwa populasi memiliki jumlah anggota yang besar serta memiliki perbedaan karakteristik antara strata atau tingkatan yang ada dan perbedaan tersebut dapat mempengaruhi variabel. Pada populasi diatas, perhitungan sampel dengan menggunakan proportionate stratified random sampling adalah sebagai berikut:

Tabel 3.2 Perhitungan Sampel

No Tempat Jumlah Pengusaha Sampel Pengusaha Proporsi

1 Leuwi Panjang 48 38 44,86%

2 Pasteur 21 17 19,63%

3 Cihampelas 3 2 2,80%

4 Kosambi 17 13 15,89%

5 Pasar Baru 12 9 11,21%

6 Cicaheum 6 5 5,6%

JUMLAH TOTAL 107 84 100%

3.4Operasional Variabel

Untuk menguji hipotesis yang diajukan, dalam penelitian ini terlebih dahulu setiap variabel didefinisikan, kemudian dijabarkan melalui operasionalisasi variabel.Hal ini dilakukan agar setiap variabel dan indikator penelitian dapat diketahui skala pengukurannya secara jelas. Operasionalisasi variabel penelitian secara rinci diuraikan pada Tabel berikut:

Tabel 3.3 Operasional Variabel

Variabel Konsep Teoritis Definisi Operasional Sumber Data Variabel Dependen

Produksi gorengan tempe

(Y)

Jumlah produksi gorengan tempe yang dihasilkan oleh industri gorengan tempe di Kota Bandung dalam satuan kilogram. Pendapatan yang diterima oleh produsen dalam

Jawaban responden mengenai jumlah produksi gorengan tempe dan berapa hasil pendapatan yang diterima dalam empat bulan terakhir.


(14)

menjual gorengan tempe setiap bulan dalam satuan rupiah. Variabel Independen Modal (X1) Modal adalah

suatu aktiva dengan umur lebih dari satu tahun diperdagangkan dalam kegiatan bisnis sehari-hari

Biaya yang

dikeluarkan oleh produsen untuk tempat produksi atau toko (bangunan) dalam satuan rupiah.

Jawaban responden mengenai modal yang dikeluarkan dalam usaha gorengan tempe ini.

Tenaga Kerja (X2)

Soekartawi (1994 : 56) faktor produksi tenaga kerja merupakan faktor produksi yang penting dan perlu diperhitungkan dalam proses produksi yang penting dan perlu diperhitungkan dalam proses produksi dalam jumlah yang cukup, bukan saja dilihat dari tersedianya tenaga kerja tetapi juga kualitas dan macam tenaga kerja perlu pula diperhatikan.

Jumlah tenaga kerja yang digunakan dalam proses produksi, dalam satuan jiwa, dan berapa biaya upah yang dikeluarkan untuk tenaga kerja dalam satu bulan dalam satuan rupiah.

Jawaban responden mengenai berapa banyak tenaga kerja dan berapa upah yang diberikan yang digunakan dalam memproduksi gorengan tempe dalam empat bulan terakhir.

Bahan Baku (X3)

Bahan baku adalah bahan untuk diolah melalui proses produksi menjadi barang jadi yang merupakan bahan kebutuhan pokok untuk membuat sesuatu.

(www.kamusbesar. com)

Jumlah tempe yang digunakan untuk menghasilkan

gorengan tempe setiap bulan, dalam satuan batang. Biaya yang dikeluarkan untuk membeli tempe dalam satu bulan dalam satuan rupiah.

Jawaban responden mengenai berapa banyak tempe yang digunakan untuk memproduksi gorengan dan biaya yang dikeluarkan untuk membeli bahan baku tempe pada empat bulan terakhir.


(15)

36

Penolong (X4)

(2007: 208) bahan penolong adalah bahan yang tidak menjadi bagian produk jadi atahu bahan yang meskipun menjadi bagian produk nilainya relative kecil bila dibandingkan dengan harga pokok produksi tersebut.

yang digunakan untuk menghasilkan

gorengan tempe setiap bulan, terdiri dari tepung (tepung tapioka dan tepung beras), dan bumbu (garam, ketumbar,bawang putih, kemiri) dalam satuan kilogram.

Biaya yang

dikeluarkan untuk membeli bahan-bahan penolong dalam satu bulan dalam satuan rupiah

mengenai berapa banyak bahan penolong yang digunakan dalam memproduksi gorengan tempe dan biaya yang dikeluarkan untuk membeli bahan penolong dalam empat bulan terkahir.

Peralatan (X5)

Peralatan

merupakan bagian dari faktor produksi dalam bentuk benda yang secara langsung digunakan dalam proses produksi.

Jumlah peralatan yang digunakan dalam proses produksi, yaitu wajan dalam satuan unit dan ukuran wajan yang digunakan dalam proses produksi.

Jawaban responden mengenai berapa unit wajan yang digunakan dan ukuran wajan yang digunakan, yaitu: - Diameter 40cm- 42cm - Diameter 45cm –47cm - Diameter 50cm-52cm - Diameter 55 cm–57cm - Diameter 60cm –62cm - Diameter 66cm–67cm - Diameter 70cm –72cm - Diameter 90cm

3.5Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dengan teknik tertentu sangat diperlukan dalam analisis anggapan dasar dan hipotesis, karena teknik-teknik tersebut dapat menentukan lancar tidaknya suatu proses penelitian. Pengumpulan data diperlukan untuk menguji anggapan dasar dan hipotesis. Untuk mendapatkan data yang diperlukan, maka teknik pengumpulan data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah :

1. Studi observasi, yaitu dengan cara meneliti secara langsung pengusaha gorengan tempe yang berada di Kota Bandung.

2. Wawancara, dilakukan untuk memperoleh informasi secara langsung dengan Tanya jawab lisan kepada para responden yang digunakan sebagai pelengkap data.


(16)

3. Angket, yaitu pengumpulan data melalui penyebaran seperangkat pertanyaan maupun pernyataan tertulis yang telah disusun dan disebar kepada responden yang menjadi anggota sampel dalam penelitian.

4. Studi literatur, yaitu teknik pengumpulan data dengan memperoleh data dari buku, laporan ilmiah, media cetak dan lain-lain yang berhubungan dengan masalah yang diteliti.

3.6Teknik Analisis dan Pengujian Hipotesis 3.6.1 Teknik Analisis Data

Analisis data dalam penelitian ini menggunakan Analisis model Fungsi produksi Cobb-Douglas dengan menggunakan program komputer Econometric Views (EViews) versi 7.0. Berdasarkan data-data yang telah disusun, langkah berikutnya adalah akan melakukan análisis dan intrepretasi untuk menguji hipotesis yang telah dirumuskan. Analisis data dilakukan dengan menggunakan pendekatan kuantitatif yang dilakukan melalui analisis statistik.

3.6.2 Menghitung Koefisien Regresi

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini dilakukan melalui fungsi produksi Cobb-Douglas. Secara matematis, fungsi Cobb-Douglas dapat dituliskan sebagai berikut:

Y = a X1b1X2b2... Xibi.... Xnbn eu Soekartawi(1994, hlm. 160)

Bila fungsi Cobb-Douglas tersebut dinyatakan oleh hubungan Y dan X, maka:

Y = f (X1,X2,...,Xi,...,Xn) Soekartawi(1994, hlm. 160)

Dimana:

Y= Variabel yang dijelaskan X= Variabel yang menjelaskan a,b= Besaran yang akan diduga u = Kesalahan (disterbance term) e = Logaritma natural, e=2,718

Jika memasukan variabel dalam penelitian maka diperoleh model persamaan sebagai berikut:

Y = f (X1, X2, X3, X4, X5, X6, eu)

Maka model fungsi Cobb-Douglas dalam penelitian ini adalah: Y = aX1b1, X2b2, X3b3, X4b4, X5b5, eu

Dimana:


(17)

38

X2 : Tenaga Kerja

X3 : Bahan Baku

X4 : Bahan Penolong

X5 : Peralatan

a : Konstanta

b1, b2, b3, b4, b5 : Elastisitas masing-masing faktor produksi u : Kesalahan (disturbance term)

e : Logaritma Naturan, e = 2,718

Persamaan diatas dapat dengan mudah diselesaikan dengan cara regresi berganda,pada persamaan tersebut terlihat bahwa nilai b1 dan b2 adalah tetap walaupun variabel yang terlihat telah dilogaritmakan. Hal ini dapat dimengerti karena b1 dan b2 pada fungsi Cobb-Douglas adalah sekaligus menunjukan elastisitas X terhadap Y, sehingga ada tiga kemungkinan fase yang akan terjadi:

b < 1 decreasing returns to scale

b > 1 increasing returns to scale

b = 1 constant returns to scale

3.6.3 Pengujian Hipotesis

Untuk menguji hipotesis maka penulis menggunakan uji statistik berupa uji asumsi klasik, uji parsial (uji t), uji simultan (uji f) dan uji koefisien determinasi majemuk(R2).

a. Uji Asumsi Klasik 1) Multikolinearitas

Multikolinearitas adalah situasi di mana terdapat korelasi variabel bebas antara satu variabel dengan yang lainnya. Dalam hal ini dapat disebut variabel-variabel tidak ortogonal. Variabel yang bersifat ortogonal adalah variabel yang nilai korelasi antara sesamanya sama dengan nol. Ada beberapa cara untuk medeteksi keberadaan Multikolinearitas dalam model regresi OLS (Gujarati, 2010, hlm. 166), yaitu:

1. Mendeteksi nilai koefisien determinasi (R2) dan nilai thitung. Jika R2 tinggi (biasanya berkisar 0,8 – 1,0) tetapi sangat sedikit koefisien regresi yang signifikan secara statistik, maka kemungkinan ada gejala multikolinieritas.

2. Melakukan uji kolerasi derajat nol. Apabila koefisien korelasinya tinggi, perlu dicurigai adanya masalah multikolinieritas. Akan tetapi tingginya koefisien korelasi tersebut tidak menjamin terjadi multikolinieritas.


(18)

3. Menguji korelasi antar sesama variabel bebas dengan cara meregresi setiap Xi terhadap X lainnya. Dari regresi tersebut, kita dapatkan R2 dan F. Jika nilai Fhitung melebihi nilai kritis Ftabel pada tingkat derajat kepercayaan tertentu, maka terdapat multikolinieritas variabel bebas.

4. Regresi Auxiliary. Kita menguji multikolinearitas hanya dengan melihat hubungan secara individual antara satu variabel independen dengan satu variabel independen lainnya.

Apabila terjadi multikolinearitas menurut Yana Rohmana (2010, hlm. 149-154) disarankan untuk mengatasinya dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut :

1. Tanpa ada perbaikan 2. Dengan perbaikan:

a. Adanya informasi sebelumnya (informasi apriori). b. Menghilangkan salah satu variabel independen.

c. Menggabungkan data Cross-Section dan data Time Series. d. Transformasi variabel.

e. Penambahan Data.

2) Heteroskedastisitas

Salah satu asumsi pokok dalam model regresi linier klasik adalah bahwa varian-varian setiap disturbance term yang dibatasi oleh nilai tertentu mengenai variable-variabel bebas adalah

berbentuk suatu nilai konstan yang sama dengan δ2

. inilah yang disebut sebagai asumsi heterokedastisitas (Gujarati, 2010, hlm. 177).

Heteroskedastisitas berarti setiap varian disturbance term yang dibatasi oleh nilai tertentu mengenai variabel-variabel bebas adalah berbentuk suatu nilai konstan yang sama dengan atau varian yang sama. Uji heteroskedasitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan varian dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Jika varian residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain tetap, maka disebut homokesdasitas dan jika berbeda disebut heteroskedasitas. Keadaan heteroskedastis tersebut dapat terjadi karena beberapa sebab, antara lain :

a. Sifat variabel yang diikutsertakan kedalam model.

b. Sifat data yang digunakan dalam analisis. Pada penelitian dengan menggunakan data runtun waktu, kemungkinan asumsi itu mungkin benar.


(19)

40

Ada beberapa cara yang bisa ditempuh untuk mengetahui adanya heteroskedastisitas (Agus Widarjono, 2005, hlm. 147-161), yaitu sebagai berikut :

1. Metode grafik, kriteria yang digunakan dalam metode ini adalah :

a. Jika grafik mengikuti pola tertentu misal linier, kuadratik atau hubungan lain berarti pada model tersebut terjadi heteroskedastisitas.

b. Jika pada grafik plot tidak mengikuti pola atau aturan tertentu maka pada model tersebut tidak terjadi heteroskedastisitas.

2. Uji Park (Park test), yakni menggunakan grafik yang menggambarkan keterkaitan nilai-nilai variabel bebas (misalkan X1) dengan nilai-nilai taksiran variabel pengganggu yang dikuadratkan (^u2).

3. Uji Glejser (Glejser test), yakni dengan cara meregres nilai taksiran absolut variabel pengganggu terhadap variabel Xi dalam beberapa bentuk, diantaranya:

1 i 2 1 i 1 i 2 1

i X atau û X

û      

4. Uji korelasi rank Spearman (Spearman’s rank correlation test.) Koefisien korelasi rank spearman tersebut dapat digunakan untuk mendeteksi heteroskedastisitas berdasarkan rumusan berikut :

 

         1 n n d 6 -1 rs 2 2 1 Dimana :

d1= perbedaan setiap pasangan rank n = jumlah pasangan rank

5. Uji White (White Test). Pengujian terhadap gejala heteroskedastisitas dapat dilakukan dengan melakukan White Test, yaitu dengan cara meregresi residual kuadrat dengan variabel bebas, variabel bebas kuadrat dan perkalian variabel bebas.

3) Autokorelasi

Secara harfiah, autokorelasi berarti adanya korelasi antara anggota observasi satu dengan observasi lain yang berlainan waktu. Dalam kaitannya dengan asumsi metode OLS, autokorelasi merupakan korelasi antara satu residual dengan residual yang lain. Sedangkan salah satu asumsi penting metode OLS berkaitan dengan residual adalah tidak adanya hubungan antara residual satu dengan residual yang lain (Agus Widarjono, 2005, hlm. 177).


(20)

1. Varian sampel tidak dapat menggambarkan varian populasi.

2. Model regresi yang dihasilkan tidak dapat dipergunakan untuk menduga nilai variabel terikat dari nilai variabel bebas tertentu.

3. Varian dari koefisiennya menjadi tidak minim lagi (tidak efisien), sehingga koesisien estimasi yang diperoleh kurang akurat.

4. Uji t tidak berlaku lagi, jika uji t tetap digunakan maka kesimpulan yang diperoleh salah. Adapun cara untuk mendeteksi ada atau tidaknya autokorelasi pada model regresi, pada penelitian ini pengujian asumsi autokorelasi dapat diuji melalui beberapa cara di bawah ini:

1. Graphical method, metode grafik yang memperlihatkan hubungan residual dengan trend

waktu.

2. Runs test, uji loncatan atau uji Geary (geary test).

3. Uji Breusch-Pagan-Godfrey untuk korelasi berordo tinggi

4. Uji Durbin-Watson, yaitu membandingkan nilai statistik Durbin-Watson hitung dengan Durbin-Watson tabel.

Nilai Durbin-Watson menunjukkan ada tidaknya autokorelasi baik positif maupun negatif, jika digambarkan akan terlihat seperti pada gambar 3.1 berikut ini:

Gambar 3.1

Statistika d Durbin- Watson

Keterangan: dL = Durbin Tabel Lower

d = Durbin Tabel Up

Menolak H0

Bukti autokorelasi positif

Menolak H0*Bukti

autokorelasi negatif

Daerah keragu-raguan

Daerah keragu-raguan

Menerima H0 atau

H*0 atau

kedua-duanya

d

0 dL du 2 4-du 4-dL 4


(21)

42

H0 = Tidak ada autkorelasi positif H*0 = Tidak ada autkorelasi negatif

b. Uji t (Pengujian Hipotesis Regresi Majemuk Secara Individual)

Uji t bertujuan untuk menguji tingkat signifikasi dari setiap variabel bebas secara parsial terhadap variabel terikat dengan menganggap variabel lain konstan/tetap.

Pengujian secara parsial dilakukan untuk menguji rumusan hipotesis dengan langkah sebagai berikut:

1. Membuat hipotesis melalui uji satu sisi

H0: β1≤0, artinya masing-masing variabel Xi tidak memiliki pengaruh terhadap variabel Y, dimana i =1,2,3

Ha : β1 > 0, artinya masing-masing variabel Xi memiliki pengaruh terhadap variabel Y, dimana i =1,2,3

2. Menghitung nilai t hitung dan mencari nilai t kritis dari tabel distribusi t. Nilai t hitung dicari dengan rumus berikut :

 

1 1

1 *

ˆ

 

e

s

t   Dimana  1* merupakan nilai pada hipotesis nol

(Agus Widarjono, 2007, hlm. 71)

3. Setelah diperoleh t statistik atau t hitung, selanjutnya bandingkan dengan t tabel dengan

α disesuaikan. Adapun cara mencari t tabel dapat digunakan rumus sebagai berikut :

t tabel = n-k

4. Kriteria uji t adalah:

a. Jika thitung > ttabel maka H0 ditolak dan Ha diterima (variabel bebas X berpengaruh signifikan terhadap variabel terikat Y).

b. Jika thitung < ttabel maka H0diterima dan Ha ditolak (variabel bebas X tidak berpengaruh signifikan terhadap variabel terikat Y).


(22)

signifikasi 95%.

c. Uji F (Pengujian Hipotesis Regresi Majemuk Secara Keseluruhan)

Pengujian hipotesis secara keseluruhan merupakan penggabungan variabel X terhadap variabel terikat Y untuk diketahui seberapa besar pengaruhnya. Pengujian dapat dilakukan dengan langkah sebagai berikut :

1. Mencari F hitung dengan formula sebagai

) /( ) /( , 1 k n RSS k n ESS Fk n k

     ) /( ) 1 ( ) 1 /( 2 2 k n R k R   

 (Agus Widarjono, 2007, hlm. 75)

2. Setelah diperoleh F hitung, selanjutnya bandingkan dengan F tabel berdasarkan besarnya  dan df dimana besarnya ditentukan oleh numerator (k-1) dan df untuk denominator (n-k).

3. Kriteria Uji F

a. Jika Fhitung <Ftabel maka H0diterima dan Haditolak (keseluruhan variabel bebas

X tidak berpengaruh terhadap variabel terikat Y).

b. Jika Fhitung >Ftabel maka H0 ditolak dan Haditerima (keseluruhan variabel bebas

X berpengaruh terhadap variabel terikat Y). d. Uji R2 (Koefisien Determinasi Majemuk)

Menurut Gujarati (2006, hlm. 98) dijelaskan bahwa koefisien determinasi (R2) yaitu angka yang menunjukkan besarnya derajat kemampuan menerangkan variabel bebas terhadap variabel terikat dari fungsi tersebut. Koefisien determinasi sebagai alat ukur kebaikan dari persamaan regresi yaitu memberikan proporsi atau presentase variasi total dalam variabel tidak bebas Y yang dijelaskan oleh variabel bebas X.

Selain itu juga, koefisien determinasi merupakan alat yang dipergunakan untuk mengukur besarnya sumbangan atau andil (share) variabel X terhadap variasi atau naik turunnya Y (J. Supranto, 2005, hlm. 75).


(23)

44

Dengan kata lain, pengujian dilakukan untuk mengetahui seberapa besar sumbangan variabel independent (X1, X2, X3, X4 dan X5) terhadap variabel Y, dengan rumus sebagai berikut :

22 (J. Supranto, 2005, hlm. 170) Nilai R2 berkisar antara 0 dan 1 (0 < R2 < 1), dengan ketentuan sebagai berikut:

a. Jika R2 semakin mendekati angka 1, maka hubungan antara variabel bebas dengan variabel terikat semakin erat/dekat, atau dengan kata lain model tersebut dapat dinilai baik.

b. Jika R2 semakin menjauhi angka 1, maka hubungan antara variabel bebas dengan variabel terikat jauh/tidak erat, atau dengan kata lain model tersebut dapat dinilai kurang baik.

3.6.4 Menghitung Efisiensi Produksi 1. Efisiensi Teknik

Secara matematis, efisiensi teknik dapat diketahui melalui elastisitas produksinya (Ep):

atau

Mubyarto(1989, hlm. 80)

Karena ΔY/ΔX adalah Marginal Psysical Product (MPP) dan Y/X adalah Average Psysical Product (APP).

Efisiensi teknik akan tercapai pada Ep = 1, yaitu :

Atau

MPP=APP Mubyarto(1989, hlm. 80)

Efisiensi teknik selain dapat diketahui dari tingkat elastisitas produksi juga merupakan koefisien regresi dari fungsi Cobb-Douglas. Efisiensi teknik tercapai pada saat koefisien regresi =1 atau pada saat produksi rata-rata tertinggi (Ep/Σbi=1). Untuk mengetahui efisiensi teknik faktor produksi dapat dilihat melalui tingkat elastisitas (Σbi), yaitu jika :

a) Σbi = 1, berarti keadaan usaha pada kondisi ”Constant Returns to Scale”.

Dalam keadaan demikian penambahan faktor produksi akan proporsional dengan penambahan produksi yang diperoleh.


(24)

b) Σbi < 1, berarti keadaan usaha pada kondisi ”Decreasing Returnsto Scale”.

Dalam keadaan demikian, dapat diartikan bahwa proporsi penambahan faktor produksi melebihi proporsi penambahan produksi.

c) Σbi > 1, berarti keadaan usaha pada kondisi ”Increasing Returnsto Scale”.

Ini artinya bahwa proporsi penambahan faktor produksi akan menghasilkan tambahan produksi yang proporsinya lebih besar.

Efisiensi secara teknik terjadi apabila Ep = b = 1. (Soekartawi, 1994, hlm. 40)

2. Efisiensi Harga

Untuk menghitung efisiensi harga, dapat dianalisis dengan memenuhi syarat kecukupan sebagai berikut :

1 1

Keterangan :

MP = Marginal Product masing-masing faktor produksi P = Harga masing –masing faktor produksi

X1 = modal X2 = tenaga kerja X3 = bahan baku X4 = bahan penolong X5 = peralatan

Secara matematis ditulis dengan persamaan sebagai berikut : Efisiensi Harga=

Produk Marginal = bi. Mubyarto (1989, hlm. 76) Keterangan:

MP = Tambahan hasil Produksi (Marginal Product) bi = Elastisitas produksi

Y = Rata-rata hasil produksi Xi = Rata-rata faktor produksi Px = Harga Faktor Produksi

Efisiensi akan tercapai apabila perbandingan antara Produk Marginal (PM) dengan Harga Faktor Produksi (Px) = 1.


(25)

46

Efisiensi ekonomis merupakan perbandingan antara nilai marjinal dengan harga faktor produksi, dari masing-masing faktor produksi yang digunakan. Secara matematis efisiensi ekonomis dapat dirumuskan sebagai berikut :

1 1

Keterangan :

MVP = Marginal Value Product

P = Harga masing-masing faktor produksi X1 = modal

X2 = tenaga kerja X3 = bahan baku X4 = bahan penolong X5 = peralatan

Kemudian rumus dari efisiensi ekonomis adalah MVP = bi

Mubyarto (1989, hlm. 76)

Dimana bi merupakan koefisien regresi atau koefisien elastisitas. Untuk mengetahui efisiensi faktor produksi dengan menggunakan rasio antara Marginal Value Product (MVP) dan nilai satu unit faktor produksi (Px), jika :

- MVPx1/ Px1 > 1

artinya penggunaan input X belum mencapai efisiensi optimum (tidak efisien). Untuk mencapai efisien input X perlu ditambah

- MVPx1/ Px = 1

artinya penggunaan input X sudah mencapai efisiensi optimum. Maka input X harus dipertahankan.

- MVPx1/ Px1 < 1

artinya penggunaan input X sudah melebihi titik optimum (tidak efisien). Untuk mencapai efisiensi input X perlu dikurangi.

(Soekartawi, 1994, hlm. 42)

3.6.5 Menghitung Skala Produksi

Untuk menguji skala kenaikan hasil sama dengan satu atau tidak sama dengan satu yang

dicapai dalam proses produksi maka digunakan jumlah elastisitas produksi (∑bi). Dari hasil

penjumlahan tersebut ada tiga kemungkinan yang terjadi, yaitu :

1) Jika Σbi>1, berarti sistem produksi jangka panjang berada dalam kondisi skala output


(26)

2) Jika Σbi=1, berarti sistem produksi jangka panjang berada dalam kondisi skala output yang konstan (Constant Returns to Scale)

3) Jika Σbi<1, berarti sistem produksi jangka panjang berada dalam kondisi skala output yang menurun (Decreasing Returns to Scale).

(Soekartawi, 1994, hlm. 154)

3.6.6 Pendapatan Usaha Gorengan Tempe

Penerimaan yang diperoleh pengusaha gorengan tempe merupakan hasil produksi dikalikan dengan harga produk yang diterima. Sedangkan struktur penerimaan pengusaha gorenga tempe adalah hasil pengurangan total penerimaan dengan jumlah biaya yang dikeluarkan oleh pengusaha gorengan tempe per bulan.

Untuk menghitung jumlah pendapatan pengusaha gorengan tempe, digunakan rumus:

π = Pendapatan pengusaha gorengan tempe TR = Total Revenue (total penerimaan) TC = Total Cost (total Biaya)

Analisis industri gorengan tempe di Kota Bandung digunakan R/C Ratio (Revenue Cost

Ratio) untuk mengetahui perbandingan tingkat keuntungan dan biaya industri gorengan tempe.

R/C =

- Jika R/C Ratio > 1 maka dapat dikatakan industri gorengan tempe menguntungkan

- Jika R/C < 1 maka dapat dikatakan industri gorengan tempe merugikan, karena biaya yang dikeluarkan lebih besar dari penerimaan yang diperoleh.


(1)

H0 = Tidak ada autkorelasi positif

H*0 = Tidak ada autkorelasi negatif

b. Uji t (Pengujian Hipotesis Regresi Majemuk Secara Individual)

Uji t bertujuan untuk menguji tingkat signifikasi dari setiap variabel bebas secara parsial terhadap variabel terikat dengan menganggap variabel lain konstan/tetap.

Pengujian secara parsial dilakukan untuk menguji rumusan hipotesis dengan langkah sebagai berikut:

1. Membuat hipotesis melalui uji satu sisi

H0: β1≤0, artinya masing-masing variabel Xi tidak memiliki pengaruh terhadap variabel

Y, dimana i =1,2,3

Ha : β1 > 0, artinya masing-masing variabel Xi memiliki pengaruh terhadap variabel Y,

dimana i =1,2,3

2. Menghitung nilai t hitung dan mencari nilai t kritis dari tabel distribusi t. Nilai t hitung dicari dengan rumus berikut :

 

1 1

1 *

ˆ  

e s

t   Dimana  1* merupakan nilai pada hipotesis nol

(Agus Widarjono, 2007, hlm. 71) 3. Setelah diperoleh t statistik atau t hitung, selanjutnya bandingkan dengan t tabel dengan

α disesuaikan. Adapun cara mencari t tabel dapat digunakan rumus sebagai berikut : t tabel = n-k

4. Kriteria uji t adalah:

a. Jika thitung > ttabel maka H0 ditolak dan Ha diterima (variabel bebas X berpengaruh

signifikan terhadap variabel terikat Y).

b. Jika thitung < ttabel maka H0diterima dan Ha ditolak (variabel bebas X tidak

berpengaruh signifikan terhadap variabel terikat Y).


(2)

signifikasi 95%.

c. Uji F (Pengujian Hipotesis Regresi Majemuk Secara Keseluruhan)

Pengujian hipotesis secara keseluruhan merupakan penggabungan variabel X terhadap variabel terikat Y untuk diketahui seberapa besar pengaruhnya. Pengujian dapat dilakukan dengan langkah sebagai berikut :

1. Mencari F hitung dengan formula sebagai

) /( ) /( , 1 k n RSS k n ESS Fk n k

     ) /( ) 1 ( ) 1 /( 2 2 k n R k R   

 (Agus Widarjono, 2007, hlm. 75)

2. Setelah diperoleh F hitung, selanjutnya bandingkan dengan F tabel berdasarkan besarnya  dan df dimana besarnya ditentukan oleh numerator (k-1) dan df untuk denominator (n-k).

3. Kriteria Uji F

a. Jika Fhitung <Ftabel maka H0diterima dan Haditolak (keseluruhan variabel bebas X tidak berpengaruh terhadap variabel terikat Y).

b. Jika Fhitung >Ftabel maka H0 ditolak dan Haditerima (keseluruhan variabel bebas X berpengaruh terhadap variabel terikat Y).

d. Uji R2 (Koefisien Determinasi Majemuk)

Menurut Gujarati (2006, hlm. 98) dijelaskan bahwa koefisien determinasi (R2) yaitu angka yang menunjukkan besarnya derajat kemampuan menerangkan variabel bebas terhadap variabel terikat dari fungsi tersebut. Koefisien determinasi sebagai alat ukur kebaikan dari persamaan regresi yaitu memberikan proporsi atau presentase variasi total dalam variabel tidak bebas Y yang dijelaskan oleh variabel bebas X.

Selain itu juga, koefisien determinasi merupakan alat yang dipergunakan untuk mengukur besarnya sumbangan atau andil (share) variabel X terhadap variasi atau naik turunnya Y (J. Supranto, 2005, hlm. 75).


(3)

Dengan kata lain, pengujian dilakukan untuk mengetahui seberapa besar sumbangan variabel independent (X1, X2, X3, X4 dan X5) terhadap variabel Y, dengan

rumus sebagai berikut :

22 (J. Supranto, 2005, hlm. 170)

Nilai R2 berkisar antara 0 dan 1 (0 < R2 < 1), dengan ketentuan sebagai berikut:

a. Jika R2 semakin mendekati angka 1, maka hubungan antara variabel bebas dengan variabel terikat semakin erat/dekat, atau dengan kata lain model tersebut dapat dinilai baik.

b. Jika R2 semakin menjauhi angka 1, maka hubungan antara variabel bebas dengan variabel terikat jauh/tidak erat, atau dengan kata lain model tersebut dapat dinilai kurang baik.

3.6.4 Menghitung Efisiensi Produksi 1. Efisiensi Teknik

Secara matematis, efisiensi teknik dapat diketahui melalui elastisitas produksinya (Ep):

atau

Mubyarto(1989, hlm. 80)

Karena ΔY/ΔX adalah Marginal Psysical Product (MPP) dan Y/X adalah Average Psysical Product (APP).

Efisiensi teknik akan tercapai pada Ep = 1, yaitu :

Atau

MPP=APP Mubyarto(1989, hlm. 80)

Efisiensi teknik selain dapat diketahui dari tingkat elastisitas produksi juga merupakan koefisien regresi dari fungsi Cobb-Douglas. Efisiensi teknik tercapai pada saat koefisien regresi =1 atau pada saat produksi rata-rata tertinggi (Ep/Σbi=1). Untuk mengetahui efisiensi teknik faktor produksi dapat dilihat melalui tingkat elastisitas (Σbi), yaitu jika :

a) Σbi = 1, berarti keadaan usaha pada kondisi ”Constant Returns to Scale”.

Dalam keadaan demikian penambahan faktor produksi akan proporsional dengan penambahan produksi yang diperoleh.


(4)

b) Σbi < 1, berarti keadaan usaha pada kondisi ”Decreasing Returnsto Scale”.

Dalam keadaan demikian, dapat diartikan bahwa proporsi penambahan faktor produksi melebihi proporsi penambahan produksi.

c) Σbi > 1, berarti keadaan usaha pada kondisi ”Increasing Returnsto Scale”.

Ini artinya bahwa proporsi penambahan faktor produksi akan menghasilkan tambahan produksi yang proporsinya lebih besar.

Efisiensi secara teknik terjadi apabila Ep = b = 1. (Soekartawi, 1994, hlm. 40) 2. Efisiensi Harga

Untuk menghitung efisiensi harga, dapat dianalisis dengan memenuhi syarat kecukupan sebagai berikut :

1 1

Keterangan :

MP = Marginal Product masing-masing faktor produksi P = Harga masing –masing faktor produksi

X1 = modal

X2 = tenaga kerja

X3 = bahan baku

X4 = bahan penolong

X5 = peralatan

Secara matematis ditulis dengan persamaan sebagai berikut : Efisiensi Harga=

Produk Marginal = bi. Mubyarto (1989, hlm. 76) Keterangan:

MP = Tambahan hasil Produksi (Marginal Product) bi = Elastisitas produksi

Y = Rata-rata hasil produksi Xi = Rata-rata faktor produksi Px = Harga Faktor Produksi

Efisiensi akan tercapai apabila perbandingan antara Produk Marginal (PM) dengan Harga Faktor Produksi (Px) = 1.


(5)

Efisiensi ekonomis merupakan perbandingan antara nilai marjinal dengan harga faktor produksi, dari masing-masing faktor produksi yang digunakan. Secara matematis efisiensi ekonomis dapat dirumuskan sebagai berikut :

1 1

Keterangan :

MVP = Marginal Value Product

P = Harga masing-masing faktor produksi X1 = modal

X2 = tenaga kerja X3 = bahan baku X4 = bahan penolong X5 = peralatan

Kemudian rumus dari efisiensi ekonomis adalah MVP = bi

Mubyarto (1989, hlm. 76)

Dimana bi merupakan koefisien regresi atau koefisien elastisitas. Untuk mengetahui efisiensi faktor produksi dengan menggunakan rasio antara Marginal Value Product (MVP) dan nilai satu unit faktor produksi (Px), jika :

- MVPx1/ Px1 > 1

artinya penggunaan input X belum mencapai efisiensi optimum (tidak efisien). Untuk mencapai efisien input X perlu ditambah

- MVPx1/ Px = 1

artinya penggunaan input X sudah mencapai efisiensi optimum. Maka input X harus dipertahankan.

- MVPx1/ Px1 < 1

artinya penggunaan input X sudah melebihi titik optimum (tidak efisien). Untuk mencapai efisiensi input X perlu dikurangi.

(Soekartawi, 1994, hlm. 42) 3.6.5 Menghitung Skala Produksi

Untuk menguji skala kenaikan hasil sama dengan satu atau tidak sama dengan satu yang dicapai dalam proses produksi maka digunakan jumlah elastisitas produksi (∑bi). Dari hasil penjumlahan tersebut ada tiga kemungkinan yang terjadi, yaitu :

1) Jika Σbi>1, berarti sistem produksi jangka panjang berada dalam kondisi skala output


(6)

2) Jika Σbi=1, berarti sistem produksi jangka panjang berada dalam kondisi skala output yang konstan (Constant Returns to Scale)

3) Jika Σbi<1, berarti sistem produksi jangka panjang berada dalam kondisi skala output yang menurun (Decreasing Returns to Scale).

(Soekartawi, 1994, hlm. 154)

3.6.6 Pendapatan Usaha Gorengan Tempe

Penerimaan yang diperoleh pengusaha gorengan tempe merupakan hasil produksi dikalikan dengan harga produk yang diterima. Sedangkan struktur penerimaan pengusaha gorenga tempe adalah hasil pengurangan total penerimaan dengan jumlah biaya yang dikeluarkan oleh pengusaha gorengan tempe per bulan.

Untuk menghitung jumlah pendapatan pengusaha gorengan tempe, digunakan rumus:

π = Pendapatan pengusaha gorengan tempe TR = Total Revenue (total penerimaan) TC = Total Cost (total Biaya)

Analisis industri gorengan tempe di Kota Bandung digunakan R/C Ratio (Revenue Cost

Ratio) untuk mengetahui perbandingan tingkat keuntungan dan biaya industri gorengan tempe.

R/C =

- Jika R/C Ratio > 1 maka dapat dikatakan industri gorengan tempe menguntungkan

- Jika R/C < 1 maka dapat dikatakan industri gorengan tempe merugikan, karena biaya yang dikeluarkan lebih besar dari penerimaan yang diperoleh.